Anda di halaman 1dari 30

Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.

D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

TUGAS FARMAKOLOGI KEPERAWATAN


dr. Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D

“FARMAKOLOGI KARDIOVASKULER”

Oleh :
NYOTO
NPM 1110019003

PROGRAM STUDI MAGISTER TERAPAN KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019

1
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

BAB 1
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Di Negara-negara industri penyakit jantung dan pembuluh (PJP) seperti


gagal jantung, aritmia jantung, angina pectoris dan hipertensi, merupakan
penyebab kematian terbesar, disusul kanker. Kematian selama masa 25 tahun
terakhir akibat PJP di AS dan Eropa Utara adalah 2-3 kali lebih tinggi ketimbang
di Jepang dan negara-negara sekitar lautan tengah (antara lain Portugal,
Spanyol, Italia dan Yunani). Keadaan ini terutama ada hubungannya dengan
kebiasaan dan susunan makanannya. “Mediterranian diet” sehari-hari di
negara-negara terakhir mengandung lebih sedikit daging dan lemak hewan
serta lebih banyak ikan, lemak nabati tak jenuh, buah-buahan, sayur-mayur
dengan antioksidansia dan flavonoida. Sebaliknya, di negara-negara maju
makanannya terutama kaya kalori, protein dan lemak (jenuh), serta miskin akan
serat-serat nabati.

Penyebab kematian terbesar di dunia beberapa dekade terakhir ini


adalah penyakit jantung dan pembuluh darah seperti gagal jantung, aritmia
jantung, angina pectoris dan hipertensi. Sistem sirkulasi tubuh manusia yang
terdiri atas jantung dan pembuluh darah disebut sistem kardiovaskuler. Sistem
kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harusmampu
berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak seperti perubahan terkanan
darah,kerja dan frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain yang
merupakanresultante dari berbagai faktor pengatur yang bekerja secara
serentak.

Keadaan di Indonesia dapat disamakan dengan di negara-negara Laut


Tengah dan Jepang. Karena PJP terutama menghinggapi Negara kaya, maka
ganggguan ini sering kali dinamakan penyakit kemakmuran. Sistem sirkulasi
terdiri atas jantung dan pembuluh darah sehingga disebut juga sistem
kardiovaskuler. Banyak obat yang memengaruhi fungsi fisiologis dan biokimia
kardiovaskular seperti stimulansia SSP, depresansia SSP, dan obat otonom.
Yang dimaksudkan dengan obat kardiovaskular ialah obat yang mempunyai
efek utama pada jantung dan pembuluh darah. Obat yang termasuk dalam
golongan obat-obat kardiovaskular ialah : Obat Gagal Jantung; Antiaritmia;
Antiangina. Dan Antihipertensi.

Banyak obat yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dan biokimia


kardiovaskuler seperti stimulansiasistem saraf pusat, depresansia sistem saraf
pusat dan obat otonom. Yang dimaksudkandengan obat kardiovaskuler ialah
obat yang mempunyai efek utama pada jantung dan pembuluh darah.
Penggunaan obat-obat kardiovaskuler dengan terapi kombinasi rentanterhadap
salah satu masalah terkait obat (drug related problem) yaitu interaksi obat
interaksi obat diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang
dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Interaksi obat dapat terjadi jika
suatu obat mengubah efek obat lainnya. kerja obat yang diubah dapat menjadi
lebih atau kurang reaktif.

2
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Reaksi perorangan sangat beragam. Faktor yang dapat mempengaruhi


antara lain sifat keturunan, fungsi hati dan ginjal, usia, ada tidaknya penyakit
penyerta, jumlah obat yang digunakan, lama pengobatan, jarak waktu antara
penggunaan lebih dari satu obat, dan obat mana yang digunakan mula-mula.
karena itu efek yang terjadi mungkin saja tidak berarti apa-apa bagi seseorang
tetapi sangat berbahaya bagi orang lain. Interaksi obat dianggap penting secara
klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas
obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit. Hal mendasar ini yang diperlu disadari untuk kemudian menjadi
pertimbangan dalam penggunaan terapi kombinasi.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang pada bab pendahuluan diatas maka, rumusan


masalah makalah ini adalah

1. Apa fungsi obat sistem kardiovaskuler yang meliputi:


1) Obat Gagal Jantung
2) Obat Antiaritmia
3) Obat Antihipertensi
4) Obat Lipidemia
5) Obat Antiangina
2. Bagaimana strategi pemberian obat kardiavaskuler diatas ?
3. Dan Apa saja efek utama dan efek samping dari obat tersebut?

III. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah mempelajari Farmakologi Pada Sistem kardiovaskuler, mahasiswa


dapat mengetahui dan menjelaskan fungsi, strategi pemberian, efek utama
dan efek samping pada obat system kardiovaskuler.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan fungsi obat sistem kardiovaskuler yang meliputi:


1) Obat Gagal Jantung
2) Obat Antiaritmia
3) Obat Antihipertensi
4) Obat Lipidemia
5) Obat Antiangina
b. Mampu menjelaskan strategi pemberian obat kardiavaskuler
c. Mampu menjelaskan efek utama dan efek samping dari pemberian obat
kardiovaskuler

3
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

Obat Sistem kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi


dan memperbaiki sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) secara
langsung ataupun tidak langsung. Jantung dan pembuluh darah merupakan organ
tubuh yang mengatur peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa
metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ
pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan.
Pembuluh darah dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan
parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan
pada sistem kardiovaskuler.

Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac
yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini
mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung komponen darah dan
pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung,
yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-
100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh
tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler
kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena.

Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulasi darah


digunakan sebagai sistem transport oksigen, karbon dioksida, makanan, dan hormon
serta obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan metabolisme tiap-
tiap sel dalam tubuh. Dalam hal ini, faktor perubahan volume cairan tubuh dan
hormon dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Dalam memahami sistem sirkulasi jantung, kita perlu memahami anatomi


fisiologi yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu memahami berbagai
problematika berkaitan dengan sistem kardivaskuler tanpa ada kesalahan yang
membuat kita melakukan neglicent (kelalaian). Oleh karena itu, sangat penting sekali
memahami anantomi fisiologi kardiovaskuler yang berfungsi langsung dalam
mengedarkan obat-obatan serta oksigenasi dalam tubuh dalam proses kehidupan.

Obat kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk kelainan jantung dan
pembuluh darah. Obat kardiovaskuler dibedakan menjadi beberapa bagian,
diantaranya ;
1. Obat Gagal Jantung
2. Obat Antiaritmia
3. Obat Antihipertensi
4. Obat Lipidemia
5. Obat Antiangina

Berikut dapat dijelaskan fungsi, strategi pemberian, efek utama dan efek
samping dari obat kardiovaskuler yang telah dibagi menjadi beberapa bagian diatas
agar dapat dijelaskan dengan detail di masing masing sub obat tersebut.

4
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.1. OBAT GAGAL JANTUNG

Patofisiologi Gagal Jantung Bendungan


Gagal jantung bendungan atau payah jantung bendungan (congestive heart
failure = decompensatio cordis) adalah suatu keadaan saat terjadi pengurangan
kontraktilitas otot jantung yang menimbulkan bendungan sirkulasi sehingga
jantung gagal untuk mengalirkan darah ke jaringan dan kebutuhan oksigen di
berbagai jaringan tidak terpenuhi. Hal ini terjadi karena berbagai sebab, antara
lain hipertensi, kelainan katup jantung, anemia berat, defisiensi vitamin B1,
sirosis hepatitis, gagal ginjal dan penyakit paru kronis.

Pengobatan payah jantung bendungan ialah dengan mengusahakan untuk


menghilangkan bendungan sirkulasi, yaitu dengan:

1) Mengurangi beban jantung (istirahat, menurunkan berat badan,


menghilangkan penyebab, pembatasan asupan garam [<1500 mg
Natrium/hari], dll.).
2) Meningkatkan kontraktilitas miokard dengan senyawa yang berefek inotropik
positif (glikosid jantung, dlll).
3) Menekan preload (beban sebelum kerja jantung) dan afterload (beban
sesudah kerja jantung), yaitu dengan diuretik untuk mengurangi volume
darah, dan vasodilator untuk menurunkan tahanan pembuluh darah perifer.
4) Menggunakan antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan kelainan irama
jantung.

Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, pengosongan ventrikel akan lebih


baik, tekanan vena menurun, frekuensi denyut jantung akn lebih baik, masa
diastol akan lebih panjang, dan aliran darah ke otot jantung diperbaiki. Aliran
darah ke ginjal juga diperbaiki, dieresis meningkat, dan udema akan hilang.
Pada gagal jantung, bendungan yang disebabkan oleh kerusakan otot jantung
(infark miokard) tidak mungkin untuk memberikan obat inotropik positif. Dengan
demikian, agar kerja jantung efisien, digunakan diuretic dan vasodilator. Obat-
obat gagal jantung dapat dibedakan atas 3 golongan, yaitu :

1) Inotropik, yang meningkatkan kekuatan kontraksi miokard, yaitu glikosida


jantung, misalnya digitalis, digoksin, digitoksin, ouabain, strophantin K, dan
inotropik lain (agonis β-adrenergik dan inhibitor fosfodiesterase).
2) Diuretik, yang menurunkan volume cairan ekstraseluler sehingga
mengurangi beban jantung.
3) Vasodilator yang mengurangi beban jantung.
5
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Pemberian obat-obat tersebut dapat meningkatkan curah jantung sehingga dapat


mengurangi gejala dan memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung
bendungan; namun tidak dapat mengembalikan keadaan patologik ke keadaan
semula.

2.1.1. INOTROPIK
2.1.1.1. GLIKOSIDA JANTUNG
Glikosida jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu memperkuat
kontraksi otot jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik
positif terjadi melalui peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang
memacu kontraksi otot jantung. Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh
dari berbagai tanaman, yaitu:
a) Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin.
b) Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya menghasilkan
digitoksin) lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan gitoksin) dan lanatosid
C (hidrolisisnya menghasilkan digoksin)
c) Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe
menghasilkan glikosid strofantin.
d) Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif
yang memacu kerja jantung.

Farmakodinamik, semua glikosida jantung mempunyai farmakodinamika yang


sama, dan hanya berbeda dalam farmakokinetiknya, Glikosida jantung
mempunyai efek :
1. Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif).
2. Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif).
3. Menekan hantaran rangsang (kerja dromotropik negatif).
4. Menurunkan nilai ambang rangsang. Hal ini akan mempermudah
timbulnya rangsangan heterotropik, yang kemudian menyebabkan
ekstrasistol.

Mekanisme Kerja, glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-


Kalium ATP-ase pada reseptor di membran sel. Kemudian di miokardium,
khususnya pertukaran ion-ion Na+- K+, diubah menjadi pertukaran ion-ion
Na+ - Ca++ meningkatkan influx Ca++ menjadi protein kontraktil tergantung-
Ca2+ pada sel otot jantung. Pada nodus AV, glikosida bekerja
memperpanjang periode refrakter dan menurunkan kecepatan impuls
supraventrikel yang ditransmisikan ke ventrikel. Mekanisme efek ini kurang
dimengerti, tetapi tampaknya melibatkan peningkatan aktivitas vagal dan
pengurangan sensitivitas nodus AV terhadap impuls simpatik; kedua hal ini
menyebabkan penekanan konduksi yang melewati nodus.

Farmakokinetik, Bioavailabilitas sediaan oral sangat bervariasi sehingga perlu


memantau kadarnya dalam serum. Absorbsinya dihambat oleh adanya
makanan dalam saluran cerna, perlambatan pengosongan lambung,
malabsorbsi, dan antibiotika. Ekskresi digitalis berbeda menurut jenisnya
masing-masing. Ekskresi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan
sebagian dalam bentuk yang telah diubah. Sediaan yang paling lambat
diekskresikan adalah digitoksin dan yang paling cepat adalah ouabain.

6
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Digitalis, dalam darah digitalis berikatan dengan albumin plasma. Ikatan ini
berbeda untuk tiap sediaan digitalis. Metabolismenya terutama terjadi dalam
hepar, sehingga pada penderita payah jantung dengan fungsi hepar
terganggu kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar.

Digoksin, obat ini terikat dengan protein plasma sebanyak 25%; sebagian
besar ekskresi melalui urine dalam bentuk utuh. Pada keadaan gagal ginjal
dosisnya harus diturunkan. Waktu paruh sekitar 1,6 hari (40 jam).

Digitoksin, sebanyak 90% digitoksin diikat oleh protein plasma. Senyawa ini
dimetabolisasi oleh enzim mikrosom hati (salah satu hasil metabolismenya
adalah digoksin). Digitoksin mengalami sirkulasi enterohepatik yang nyata,
dan waktu paruhnya 4-7 hari. Metabolit hepatik diekskresikan dalam urine.

Oubain, walaupun kerjanya cepat, obat ini jarang digunakan di klinik.

Indikasi Klinik Glikosida Digitalis, diindikasikan untuk (1) lemah jantung


kongestif, dan (2) depresi nodus AV. Tujuan pemberian glikosida pada
depresi nodus AV ialah untuk mengontrol respons ventrikel terhadap takikardi
supraventrikel paroksimal, flutter atrial atau fibrilasi atrial.

Efek Samping

a) Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah


merupakan gejala paling dini yang timbul pada keracunan digitalis.
b) Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium, fibrilasi
ventrikel (gangguan pembentukan rangsangan), serta dapat terjadi blok
SA dan blok AV.
c) Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah,
disorientasi, afasia, delirium, konvulsi dan halusinasi.
d) Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau
seluruhnya); penglihatan kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah
buta/sebagian buta dalam visus). Kromatopsia yang sering terjadi adalah
warna hijau dan kuning (xantopsia).
e) Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia
(menyerupai efek estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria
(jarang sekali), (3) eosinofilia yang nyata dalam darah, dan (4) koagulasi
darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.

Interaksi Obat

a) Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk


intoksikasi digitalis.
b) Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek
inotropik digitalis yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium.
c) Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim
mikrosomal hati sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin
(metabolitnya digoksin).
d) Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik, furosemid, dan
golongan diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida jantung.
e) Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker.
f) Neomisin mengganggu absorbsi digitalis.
7
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

g) Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam,


eritromisin, dan hipotiroid dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid,
prednisone, rifampisin, dan hipertiroid dapat menurunkan efek digoksin.

2.1.1.2. Dobutamin
Dobutamin adalah suatu agonis β-adrenergik yang bekerja sebagai inotropik
positif pada jantung. Dalam dosis sedang, dopamine meningkatkan
kontraktilitas miokard tanpa meningkatkan frekuensi denyut jantung,
sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang relatif
selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin lebih menonjol
dalam hal meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan
kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan frekuensi denyut janyung
sehingga obat tersebut menghasilkan inotropik positif.

Secara kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus


aromatik sebagai pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama
bekerja pada β1-adrenoreseptor, sedikit memenuhi β2-reseptor dan α serta
tidak memengaruhi reseptor dopamin. Selain itu, dobutamin juga menambah
otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini tidak menonjol, seperti pada
isoproterenol.

Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin tidak mempunyai efek reseptor
dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak menyebabkan
vasodilatasi ginjal.

Efek Samping :

1) Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan.


2) Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia
ventrikel kadang-kadang terjadi.
3) Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa
gagal jantung, dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard.
4) Toksisitas, karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin
tidak jauh berbeda dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis
dapat terjadi. Dobutamin menambah konduksi AV dan dibarengi dengan
fibrilasi atrial. 5 – 10% pasien memakai dobutamin, irama jantung dan
tekanan sistoliknya meningkat. Efek tersebut segera berkurang bila dosis
diturunkan.

Inhibitor Fosfodiesterase

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon
sebagai inhibitor fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi
siklik-AMP intrasel, dan meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat
inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat
ini tidak dapat menurunkan angka kematian mendadak dan tidak dapat
memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan.

8
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.1.2. DIURETIK

Ginjal memegang peranan penting dalam pathogenesis gagal jantung sebab


pengurangan volume cairan ekstrasel dengan diuretik akan menurunkan
preload, mengurangi bendungan paru, dan edema di perifer. Oleh karena itu,
dewasa ini diuretik sering dipakai sebagai obat pertama pada gagal jantung
bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Pada fungsi ginjal
yang normal, golongan tiazid adalah obat pilihan untuk gagal jantung.

Obat golongan ini meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- melalui urine. Secara
sekunder terjdi pengeluaran K+ akan membahayakan penderita yang juga
mendapat digitalis sebab bila terjadi hipokalemia, jantung akan lebih rentan
terhadap digitalis sehingga mudah terjadi keracunan digitalis.

Dalam hal ini, perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala. Pasien juga harus
diberikan sediaan yang mengandung Kalium (KCl) atau banyak makan buah-
buahan. Selain itu, dapat pula diberikan diuretik hemat kalium, seperti
aldosteron antagonis (spironolakton), triamteren, dan amilorid. Dibanding
dengan furosemid, efek diuretik hemat kalium kurang kuat.

Cara kerja diuretik adalah penghambatan secara kompetitif.


Hiperaldosterinisme terjadi karena peningkatan ekskresi aldosteron oleh
korteks bertambah. Hal ini disebabkan oleh sekresi glikokortikoid yang
meningkat.

Peningkatan sekresi glikokortikoid tersebut terjadi karena pembedahan, rasa


takut, stress, trauma fisik, perdarahan, asupan kalium meningkat, asupan
natrium menurun, bendungan vena kava inferior, sirosis hepatitis, nefrosis,
dan gagal jantung.

2.1.3. VASODILATOR
Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagl jantung berat, terutama
yang disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral,
dan insufiensi aorta.

Vasodiltor akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskular. Pada gagal


jantung bendungan, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh
peningkatan kompensasi pada preload dan afterload. Preload adalah volume
darah yang mengisi ventrikel selama diastole. Afterload adalah tekanan yang
harus diatasi jantung pada saat memompa darah ke sistem arterial.

Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan.


Peningkatan afterload menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa
darah ke sistem arterial. Pemberian vasodilator berguna untuk mengurangi
preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas
vena; vasodilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan
menurunkan afterload.

Pemilihan vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan


gejala gagal jantung dan parameter yang ada. Pada penderita yang tekanan
pengisiannya (filling pressure) tinggi sehingga sesak nafas yang menonjol,
9
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

vasodilator akan membantu mengurangi gejala. Sebaliknya, penderita dengan


curah jantung rendah yang ditandai dengan kelelahan umum (fatique) akan
tertolong dengan arteriole dilator. Namun, pada penderita gagal jantung kronis
yang kurang responsif terhadap pengobatan, biasanya kedua faktor di atas
berperan sehingga diperlukan vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol
dan vena.

Vasodilator parenteral misalnya natrium nitroprusid atau nitrogliserin i.v,


digunakan untuk mengobati gagal jantung kronis dan eksaserbasi akut yang
berat.
Inhibitor ACE dan vasodilator oral jangka panjang, ditujukan untuk gagal
jantung kronik yang berat refrakter. Nitrogliserin yang digunakan untuk angina
pektoris dapat pula digunakan untuk mengurangi preload sehingga akan
mengurangi edema paru.

1. Natrium Nitroprusid. Karena berefek arteriodilator dan vasodilator, obat ini


mengurangi tekanan pengisian dan meningkatkan curah jantung pada
penderita gagal jantung dengan gangguan pompa yang berat. Obat ini
lebih efektif dan lebih cepat kerjanya. Isi sekuncup yang ditimbulkan dapat
mengimbangi turunnya resistensi perifer sehingga tekanan darah biasanya
tidak banyak berubah. Kombinasi dengan zat inotropik, misalnya
dobutamin akan meningkatkan efektivitasnya, terutama pada penderita
dengan komplikasi hipotensi. Dosis yang biasa diberikan adalah 15-20
µg/menit pada orang dewasa dan 0,1-8 µg/kg BB/menit pada anak-anak.

2. Nitrogliserin. Indikasi utama obat ini ialah untuk angina pectoris, tetapi
karena dapat mengurangi preload, obat ini bermanfaat untuk menurunkan
tekanan pengisian ventrikel kiri dan mengurangi edema paru akut.

3. Hidralazin. Merupakan arteriodilator. Dalam penggunaan jangka panjang


pada gagal jantung bendungan akan memperbaiki hemodinamik walaupun
efeknya terhadap kebertahanan hidup masih belum jelas. Refleks takikardi
yang sering timbul pada penderita hipertensi jarang terjadi pada
pengobatan gagal jantung. Cara kerja, hidralazin merelaksasi otot polos
arteriol secara langsung dan vasodilatasi yang terjadi dapat menimbulkan
reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas
jantung, serta peningkatan renin plasma dan retensi cairan yang akan
melawan efek hipotensi obat. Penurunan tekanan diastolik lebih besar
daripada tekanan sistolik. Absorbsinya melalui saluran cerna dan hampir
sempurna.

Efek samping, dapat berupa :

1. Retensi natrium dan air. Untuk mengatasinya, berikan diuretic.


2. Sakit kepala dan takikardi, dapat diatasi dengan menurunkan dosis.
3. Iskemik otot jantung, gangguan saluran cerna, kulit dan muka memerah,
nyeri otot, nyeri sendi, pembesaran limfa, edema, dan toksik hepar.
Semuanya dapat pulih kembali bila obat dihentikan.

10
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.1.4. INHIBITOR ACE (Captopril, Enalapril)


Kaptopril adalah suatu medilator yang bekerja menghambat enzim konversi
angiotensin (angitensin Converting Enzyme, ACE). Inhibitor ACE merupakan
obat pilihan untuk gagal jantung bendungan, dan lebih baik daripada
vasodilator lain. Efek farmakologi inhibitor ACE adalah pada sistem renin-
angiotensin, yaitu menghambat perubahan angiotensin I inaktif menjadi
angiotensin II yang aktif. Inhibitor ACE ini sangat spesifik.

Obat ini tidak berinteraksi secara langsung dengan komponen lain dari sistem
renin-angiotensin termasuk reseptor peptide. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor kuat dan merupakan salah satu perangsang kuat terhadap
kelenjar adrenal untuk sekresi aldosteron yang merangsang reabsorbsi Na+
dan Cl- dalam ginjal. Karena sistem arteriolar mengalami dilatasi, inhibitor
ACE akan mengurangi afterload dan jantung curah meningkat (inotropik
positif). Inhibitor ACE bukan hanya menyebabkan dilatasi arteriol sehingga
mengurangi afterload melainkan juga menyebabkan venodilatasi sehingga
mengurangi retensi cairan dan mengurangi preload.

Frekuensi jantung umumnya berkurang, inhibitor ACE ini juga mengurangi


tahanan pembuluh darah paru dan tahanan atrial kiri dan ventrikel kiri
(preload). Aliran darah otak dan jantung tidak berubah walaupun tekanan
darah menurun. Pada pemberian oral, absorbsinya cepat.

Bioavailabilitas rata-rata 60% dan berkurang karena makanan. Obat diberikan


1 jam sebelum makan. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1 jam
dan waktu paruhnya kira-kira 2 jam. Kurang lebih 95% obat ini dikeluarkan
melalui urine. 50% sebagai kaptopril dan sisanya sebagai metabolit. Ekskresi
obat ini lambat pada pasien ginjal.

Efek Samping

1) Hipotensi, terutama bila diberikan bersama dengan diuretik. Berikan dosis


awal sekecil mungkin, lalu lanjutkan sesuai kebutuhan.
2) Insufisiensi ginjal pada pasien stenosis ginjal bilateral. Hal ini disebabkan
oleh pengurangan angiotensin II yang diperlukan dalam keadaan tersebut
untuk mengonstriksi pembuluh arterial eferens glomerulus sehingga filtrasi
memadai.
3) Kulit memerah, indra pengecap terganggu/hilang sama sekali, vertigo,
sakit kepala, dan berbagai gejala saluran cerna, proteinemia, dan batuk
kering mengendap.
4) Kaptopril tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

Indikasi, pasien gagal ventrikel kiri (semua tingkat), termasuk infark miokard.
Saat infark miokard terjadi, pengobatan harus dimulai sendiri, mungkin setelah
infark miokard.

11
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.2. OBAT ANTIARITMIA

Obat-obat antiaritmia terdiri atas golongan molekul heterogen yang memengaruhi


fungsi elektrofisiologi jantung dengan jalan memblok kanal ion (kanal natrium,
kalsium, dan kalium) atau dengan mengurangi efek simpatik.

Rangsangan jantung secara normal disalurkan dari sentrum impuls pacu nodus
SA (sinoatrial) melalui atrium, sistem hambatan hantaran atriventrikuler (AV),
berkas serabut Purkinje, dan otot ventrikel.

Dalam keadaan normal, pacu untuk denyut jantung dimulai di denyut nodus SA
(Nodus Keith-Flack). Jadi, ada “irama sinus” dengan 70-80 kali per menit, di
nodus AV (Nodus Tawara) dengan 50 kali per menit.

Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan, dan sentrum


yang memimpinini disebut Pacemaker.

Dalam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah pun dapat juga bekerja
sebagai pacemaker, yaitu :
a. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV
membentuk pacu lebih besar.
b. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan ke Bundel
His akibat adanya kerusakan pada sistem hantaran atau penekanan oleh
obat.

12
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Aritmia terjadi karena gangguan pembentukan impuls (otomatisasi abnormal atau


gangguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu, antara lain :

1) Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus, dan
aritmia sinus.
2) Debar ektopik dan irama ektopik :
a) Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makanan di
cerna.
b) Takikardi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti
demam, hipotiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis
jantung.

Dalam keadaan normal, kontraksi jantung diawali oleh rangsangan β-


adrenoseptor yang menyebabkan pertukaran ion Na+ dan K+ disertai influks ion
Ca2+. Depolarisasi terjadi melalui interaksi aktin dengan myosin yang
menghasilkan kontraksi miokard. Jantung sebagai organ otonomik dapat
berkontraksi sendiri oleh rangsangan yang masuk dari luar simpul SA, misalnya
rangsangan psikis, racun, perdarahan, dan obat. Sistem saraf pada jantung
dipengaruhi oleh nervus vagus (parasimpatik) dan saraf simpatik.

Aritmia atau disritmia adalah irama jantung yang tidak termasuk dalam irama
sinus normal dan frekuensinya tidak normal. Irama sinus normal diatur oleh
simpul SA dan kecepatannya bergantung pada faktor pengontrol otomatis.
Dalam keadaan istirahat, frekuensi denyut jantung biasanya 60-80x/menit.
Impuls ini segera disalurkan melalui jaringan atrium dan masuk ke dalam simpul
AV.

2.2.1. JENIS-JENIS ARITMIA

Aritmia yang paling sering ditemukan adalah :


1. Flutter Atrium. Pada keadaan ini, kecepatan irama regular yang
dikeluarkan oleh jaringan atrium adalah 220-350/menit. Fokus
penyebabnya mungkin dari pacemaker atau re-entry circuit. Curah darah
atrium tetap bertahan, tetapi kemudian berkurang secara bermakna dan
progresif sesuai dengan meningkatnya frekuensi.
2. Fibrilasi Atrium. Dalam hal ini, terdapat irama yang cepat dan tidak teratur
(frekuensi atrium 350-1000/menit atau lebih); dan frekuensi irama ventrikel
bergantung pada derajat blok AV, biasanya 50-250/menit). Tidak lama
kemudian, atrium berkontraksi dalam ragam yang sinkron dan darah
mengalami penumpukan kemudian berkumpul di sekitar trabekula dinding
atrium.
3. Blok AV. Penekanan konduksi impuls nodus AV dapat memperlambat
frekuensi impuls dengan perbandingan konduksi 1:1 (derajat blok I), blok 1
atau lebih impuls atrium merambat secara intermiten sehingga rasio antara
denyut atrium terhadap ventrikel menjadi 2:1, 3:2 dan seterusnya (derajat
blok xII) atau blok sempurna (derajat blok III). Pada kasus terakhir
pacemaker, ventricular (baik natural maupun elektris) harus ada untuk
mempertahankan fungsi ventrikel.
4. Ritme hubungan antarventrikular. Iramanya cepat diatur dalam nodus AV
atau dalam saraf. Hal ini sering disebabkan oleh digitalis tetapi dapat pula
hilang sendiri.

13
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

5. Takikardi Supraventrikular. Iramanya cepat yang melibatkan nodus AV dan


bagian jaringan trium, serta ventrikel dalam sirkuit re-entry. Berkas
penghantar yang ganjil berada di antara atrium dan ventrikel.
6. Debar ventrikel premature. Irama ini terdiri atas debar sinus yang teratur
dengan diselingi debar Purkinje atau dari sumber sel ventrikel. Berbagai
macam mekanisme menggarisbawahi aritmia ini. Debar ventrikular
prematur dapat memacu aritmia ventrikular yang lebih berbahaya. Irama
bigeminus merupakan variasi antara gabungan irama sinus yang teratur
dan debar ventrikular premature, biasanya dalam rasio 1:1.
7. Takikardi ventrikuler. Irama ini sering diikuti oleh suatu focus jantung atau
keracunan digitalis yang berat. Hal ini disebabkan oleh fokus (baik
pacemaker maupun re-entry) yang mendominasi ventrikel. Debar sinus
dapat berada atau tidak ada di dalam atrium. Takikardi ventrikuler yang
cepat, biasanya secara mekanik tidak efisien dan mengurangi curah
jantung. Aritmia ini juga merupakan predisposisi berkembangnya fibrilasi
ventrikular.
8. Fibrilasi ventrikular. Aritmia ini merupakan kelainan irama yang paling
berbahaya dari semua jenis aritmia karena tidak lagi ada curah jantung.
Sirkulasi harus segera diatasi dengan defibrilasi atau dengan memijit
jantung dari luar dalam sekejap untuk mencegah kerusakan otak atau
jantung secara permanen.

Jadi, aritmia adalah hasil otomatisasi yang tidak normal (aktivitas pacemaker
ektopik) atau konduksi yang tidak normal (blok atau re-entry). Hasil
abnormalitas ini pada gilirannya, berasal dari perubahan pada saluran
membran, terutama permeabilitas saluran natrium, kalsium, dan kalium.

2.2.2. OBAT-OBAT ANTIARITMIA

Obat antiaritmia memengaruhi aksi potensial dan konduksinya dengan


beberapa cara. Secara klinis, hal ini direfleksasikan dalam denyut nadi dan
tekanan darah yang sama baiknya, seperti pada EKG.

Obat antiaritmia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas menurut efek


elektrofisiologiknya, penggolongan ini tidak selalu dapat dipakai dalam klinik
karena tiap obat dapat menunjukkan lebih dari 1 efek elektrofisiologik.

2.2.2.1. Kuinidin

Farmakologi, merupakan dekstroisomer dari kuinin, absorbsinya cepat pada


pemberian oral, dimetabolisasi oleh hati dan diekskresi dengan cepat oleh
ginjal.

Efek Elektrofisiologik,

1) Meningkatkan konduksi nodus AV (vagolitik), dan


2) Menurunkan otomatisitas dan memperpanjang aksi potensial pada otot
ventrikel, serabut Purkinje, dan otot atrium.

14
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Indikasi Klinik:

Aritmia ventrikel dan ektopik ventrikel,


1) Menghilangkan flutter atau fibrilasi atrial. Sebelumnya, penderita harus
diobati dulu dengan digitalis atau β-blocker untuk menghindari efek
vagolitik pada nodus AV dengan mengakibatkan peningkatan respons
pada ventrikel sehingga terjadi disritmia atrial, dan
2) Kontraksi prematur atrial.

Efek samping dan Toksisitas:

1) Pada EKG, tampak QT dan QRS sangat memanjang, nodus SA terhenti,


blok AV tingkat tinggi, takiaritmia ventrikel, asistol,
perlambatan/pemendekan nodus AV, dan dapat mengubah fibrilasi
atrium menjadi fibrilasi ventrikel.
2) Hipotensi disebabkan oleh vasodilatasi perifer dan efek inotropik negatif.
3) Gejala saluran cerna berupa mual, muntah, dan diare.
4) Reaksi imunologik berupa drug fever, reaksi anafilaksis, trombositopenia.
5) Sinkonisme, dengan gejala tinnitus, pandangan kabur, gangguan saluran
cerna, dan delirium.
6) Sinkop.

Interaksi Obat:

1) Barbiturat, fenitoin, primidon, dan rifampisin dapat meningkatkan


metabolisme kuinidin.
2) Simetidin dapat menurunkan metabolisme kuinidin.
3) Amiodaron dapat meningkatkan efek kuinidin.
4) Kuinidin dapat meningkatkan efek digoksin, digitoksin, dan dapat
menghambat neuromuscular.
2.2.2.2. Prokainamid

Sifat Farmakologis. Struktur kimia prokainamid mirip dengan prokain. Obat


ini dapat diberikan per oral atau parenteral.
Indikasi Klinik, hampir sama dengan kuinidin. Prokainamid atau kuinidin
dapat dipakai salah satu jika yang lain tidak efektif. Prokainamid juga
merupakan obat yang baik untuk disritmia ventrikular.

Efek samping dan Toksisitas, dapat berupa;


1) Bradikardi dan blok AV, tingkat blok dan bradikardia pada prokainamid
tinggi,
2) Dapat terjadi perubahan fibrilasi atrial menjadi fibrilasi ventrikular,
3) Hipotensi,
4) Delirium,
5) Reaksi imunologik: drug fever, agranulositosis, sindrom mirip-lupus
(terutama atralgia dan perikarditis). Berbeda dengan SLE sebenarnya,
kecendrungan (predileksi) kurang pada wanita; melibatkan otak dan
ginjal, leucopenia, anemia, trombositopenia. Asetilator lambat lebih
mudah dipengaruhi (lebih sensitif).

15
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.2.2.3. Disopiramid

Sifat Farmakoligi, Absorbsinya baik pada pemberian oral. Senyawa induk


dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal. Kira-kira separuh dari obat
mengalami metabolisme lintas-pertama dihati.
Indikasi klinik, Pemberian per oral berperanan penting dalam pengobatan
dan pencegahan takikardia ventrikel dan kontraksi ektopik ventrikel.
Toksisitas, Obat ini memberikan efek inotropik negatif terbesar, dapat
memperberat payah jantung kongestif. Sifat parasimpatolegiknya
menimbulkan retensi urin, konstipasi, dan glaucoma sudut tertutup. Seperti
kuinidin dan prokainamid, disopiramid obat ini dapat mengeksaserbasi
disritmia ventrikel (jarang).

2.2.2.4. Lidokain

Sifat Farmakologi, lidokain adalah obat yang banyak digunakan sebagai obat
anestesi lokal. Metabolisme terjadi di hati (mengalami de-etilasi), dan
diekskresi melalui ginjal.Indikasi klinik, lidokain merupakan terapi primer
untuk disritmia ventrikel (diberikan secara i.v) dan juga digunakan untuk
pencegahan disritmia ventricular pada keadaan infark miocard akut
(pemberian i.v dan i.m).

Efek samping dan Toksisitas, efek samping yang menonjol pada lidokain
adalah :
1) gejala SSP berupa mengantuk, disorientasi, kejang, dan psikosis
(terutama pada pasien lanjut usia dan penderita payah jantung kronis);
dan
2) Hipotensi.

Interaksi obat, Simetidin dan propranolol dapat meningkatkan toksisitas


lidokain.

2.2.2.5. Fenitoin

Sifat Farmakologis, Fenitoin merupakan derivat hidantoin. Obat ini diabsorbsi


dengan baik pada pemberian oral, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati. Fenitoin dalam darah terikat dengan protein sebesar 90%. Ekskresi
melalui ginjal dalam bentuk metabolit terkonjugasi.

2.2.2.6. Bretelium

Farmakokinetik, metabolismenya tidak jelas, dan ekskresi melalui ginjal.


Indikasi klinik, aritmia ventrikularnya di unit perawatan intensif (ICU) atau
keadaan henti jantung.

Toksisitas, dapat berupa:


1) Hipotensi (akibat blockade cabang aferen refleks baroreseptor),
2) mual dan muntah,
3) vertigo dan pusing, dan
4) hipertensi dengan golongan simpatomimetik.

16
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.2.2.7. β-Blocker

Farmakokinetik, β-blocker memiliki ikatan protein yang tinggi, dimetabolisasi


di hati dan diekskresikan dalam urine.

Indikasi klinik, β-blocker digunakan untuk:


1) Takiaritmia supraventrikular paroksimal,
2) Infark pascamiocard, untuk menurunkan resiko re-infark dan kematian
mendadak, dan
3) Pada keadaan tertentu dari miokard infark akut.

Toksisitas, toksisitas yang berhubungan dengan blokade beta pada daerah


nonvascular, berupa bronkospasme; eksaserbasi penyakit hipoglikemia;
terselubungnya respons simpatik terhadap hipoglikemia;efek inotropik
negatif, eksaserbasi dan presipitasi payah jantung kongestif; dan blokade
jantung. Toksisitas pada SSP berupa halusinasi, mimpi buruk, dan depresi.

2.2.2.8. Verapamil dan Inhibitor Kanal Kalsium Lainnya

Sifat Farmakologis, (1) Obat ini dapat diabsorbsi secara sempurna pada
pemberian per oral, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama substansia
oleh hati dan lebih dari 70% diekskresikan melalui ginjal.

Indikasi klinik, Obat ini akan mengakibatkan takikardia supraventrikular


paroksimal (termasuk sindrom Wolf-Parkinson-White) dan fibrilasi atrial.

Toksisitas, efeknya dapat berupa hipotensi, asistolik, dan blok AV.

2.2.2.9. Amiodaron

Sifat Farmakologis, pada pemberian amiodaron secara i.v atau per oral,
dibutuhkan waktu 2-4 minggu untuk mencapai keadaan yang mantap.
Metabolismenya terjadi di hati, dan waktu paruhnya berkisar antara 10-50
hari.

Indikasi klinik, disritmia atrial dan ventricular yang resisten terhadap obat.
Toksisitas, amiodaron dapat menimbulkan efek samping mikrodeposit pada
kornea; hiper dan hipotiroidisme; hepatotoksik; alveolitis dan/atau fibrosis
paru; meningkatnya kadar digitalis dan aktivitas obat golongan warfarin,
menurunnya fungsi ventrikel kiri; fotosensitivitas; deposit pada kulit sehingga
berwarna kebiruan.

2.2.2.10. Meksiletin dan Tokainid.

Obat-obat ini adalah analog lidokain, dan diberikan per oral dengan efek dan
indikasi yang sama dengan lidokain, tetapi tidak seefektif lidokain untuk
pencegahan fibrilasi/takiaritmia ventrikular rekuren. Meksiletin digunakan
untuk pengobatan jangka panjang aritmia ventrikular yang disebabkan oleh
infark miocard sebelumnya. Tokainid digunakan untuk pengobatan takiaritmia
ventrikular. Tokainid mempunyai toksisitas paru yang dapat menyebabkan
fibrosis paru.

17
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.2.2.11. Flekainid.

Obat ini berdisosiasi secara lambat dari kanal natrium istirahat dan
menunjukkan efek yang jelas, walaupun dengan kecepatan denyut jantung
normal. Efeknya mirip kuinidin dan prokainamid. Obat ini digunakan untuk
kontraksi ventrikular premature dan takikardi ventrikel.

Efek Farmakologik, flekainid menekan upstroke fase 0 dari serabut purkinje


dan miocard. Hal ini menyebabkan konduksi yang sangat lambat pada semua
jaringan jantung, dengan efek minor pada lama potensial aksi dan refrakter.

Otomatisasi berkurang dengan peningkatan nilai ambang potensial, dan


bukan menurunkan slope depolarisasi fase 4.

Penggunaan klinik, bermanfaat untuk pengobatan aritmia ventrikular refrakter,


terutama berguna untuk menekan kontraksi ventrikular prematur. Flekainid
mempunyai efek inotropik negatif pada jantung dan dapat memperberat gagal
jantung bendungan.

Efek samping, dapat berupa pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, dan
mual. Flekainid dapat memperberat aritmia yang sudah ada, yang akan timbul
atau menimbulkan takikardi ventrikular yang berbahaya, dan yang resisten
terhadap pengobatan.

2.2.2.12. Propafenon

Seperti halnya dengan Flekainid, propafenon memperlambat konduksi dalam


seluruh jaringan otot jantung, dan dianggap sebagai obat antiaritmia
berspektrum luas

18
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.3. OBAT ANTIHIPERTENSI

Hipertensi adalah penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya tekanan


diastolic lebih dari 90 mmHg pada saat istirahat, kecuali pada isolated systolic
hypertension, dengan adanya peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai
peningkatan tekanan diastolik. Ada hipertensi yang tidak diketahui sebabnya
(hipertensi esensial) atau hipertensi sekunder dengan sebab yang jelas,
misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskuler, berbagai penyakit endokrin,
coarcttion of the orta, dan obat-obatan.

Hipertensi biasanya asimptomatik (tidak ada gejala). Tetapi hipertensi kronis


menyebabkan komplikasi tertentu (gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan
iskemia miocard). Walaupun sulit untuk memberikan definisi yang persis
mengenai derajat keparahan hipertensi, patokan kerja yang dapat digunakan,
antara lain :
1. Hipertensi ringan (135/85-140/90 mmHg).
2. Hipertensi sedang (140/90-160/100 mmHg).
3. Hipertensi berat (> 160/100 mmHg).
4. Hipertensi Emergensi (tekanan diastolik > 120 mmHg, atau jika ada
ensefalopati dengan tekanan darah berapa pun).

Terapi hipertensi umumnya merupakan terapi obat seumur hidup, dan karena itu
harus hati-hati memastikan bahwa diagnosis adalah benar.

2.3.1. MEKANISME KERJA OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI

Walaupun semua obat antihipertensi yang dibicarakan di sini menurunkan


tekanan darah, sampai sejauh ini hanya diuretik dan β-blockers yang telah
terbukti mencegah komplikasi jangka panjang hipertensi. Semua obat-obat
antihipertensi lainnya digunakan dengan anggapan bahwa penurunan tekanan
darah merupakan kunci dalam mencegah komplikasi-komplikasi tersebut.

2.3.1.1. DIURETIK

Mekanisme kerja diuretik thiazide dalam hipertensi belum jelas dan tidak
dapat dihubungkan hanya dengan efeknya pada keseimbangan garam dan
air. Diuretik yang lebih efektif, seperti furosemid, bukan merupakan obat
antihipertensi yang lebih efektif. Walaupun volume cairan intravaskular dan
jumlah Na+ total dalam tubuh berkurang selama minggu pertama terapi
dengan diuretik, peningkatan renin sirkulasi terjadi, dan dalam beberapa
minggu volume intravaskular dan jumlah Na+ tubuh kembali normal,
namun efek antihipertensi menetap.
19
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Kemungkinan bahwa diuretik bekerja dengan suatu efek langsung pada


otot polos vaskular yang menyebabkan vasodilatasi. Efek tersebut dapat
dihasilkan melalui suatu pengurangan Na+ pada dinding pembuluh darah
(mengubah Ca2+ dinamik) atau melalui suatu kerja pada kanal K+.
Diazoksid, suatu senyawa mirip thiazide menyebabkan retensi Na+,
merupakan suatu antihipertensi kuat, yang bekerja dengan membuka
kanal K+ sehingga menyebabkan vasodilatasi perifer.

2.3.1.2. Β-Blockers (Antagonis Β-Adrenoseptor)

Mekanisme kerja β-blockers tidak dimengerti dengan jelas. Yang sekarang


diketahui adalah obat ini menyebabkan penurunan curah jantung, dengan
refleks baroreseptor tidak mengompensasi secara penuh, dan kemudian
reseptor barorefleks ini diatur kembali, dan dengan demikian resitensi
perifer turun. Namun, semuanya ini menunjukkan bahwa mekanisme kerja
β-blockers ini belum jelas. Hipotesis lainnya adalah obat β-blockers
memiliki efek sentral, yang mengubah tonus simpatis (ini tidak cocok
karena obat-obat β-blockers yang kurang menembus otak, misalnya
atenolol adalah obat antihipertensi yang sama baiknya), atau mereka
menghambat pelepasan renin dari ginjal.

2.3.1.3. Inhibitors ACE

Inhibitors ACE menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II.


Senyawa ini juga menghambat inaktivasi bradikinin. Hambatan terhdap
ACE tidak hanya terjadi dalam plasma tetapi juga didalam endothelium
vaskular, menghasilkan vasodilatasi, penurunan resistensi perifer, dan
penurunan tekanan darah. Terdapat bukti bahwa inhibitor ACE
memperbaiki arteriol medial hypertrophy yang terjadi pada hipertensi dan
mengurangi hipertrofi jantung. Inhibitor ACE juga mengurangi produksi
aldosterone dan retensi Na+, dan ini juga dapat berperan dalam efek
antihipertensinya.

2.3.1.4. Vasodilator

Beberapa obat antihipertensi merupakan vasodilator langsung pada


arterioli. Bloker kanal kalsium (Ca-antagonis) mengurangi masuknya Ca2+
kedalam sel melalui potential-operated Ca-chanels. Natrium Nitroprusid
meniru kerja EDRF (nitrogen monoksida) pada otot polos vaskular.

Mekanisme kerja vasodilator lainnya, seperti minoksidil, hidralazin, dan


diazoksid yang bekerja langsung pada arteriol, tidak diketahui, tetapi
beberapa diantaranya mungkin bekerja dengan cara stimulasi K+-effluks
dari sel-sel melalui kanal K+. Hidralazin dan Ca antagonis menyebabkan
suatu refleks takikardia, yang dapat diatasi (dan efek antihipertensinya
bertambah) dengan pemberian bersama suatu β-blocker.
Jika suatu vasodilator menyebabkan retensi garam dan air, suatu diuretik
dapat ditambahkan.

20
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.3.1.5. α-Blocker (antagonis α-adreseptor)

Obat tertentu memiliki kerja vasodilatasi langsung pada otot polos vaskular
dengan efek hambatan pada α-adenoseptor, khususnya α1-adrenoseptor
pascasinaptik. Contoh obat-obat ini antara lain prazosin, doksazosin,
terazosin, dan indoramin. Labetalol memiliki efek gabungan α-bloker dan
β-bloker yang nonspesifik.

2.3.1.6. Antagonis reseptor angiotensin II

Obat-obat golongan ini antara lain losartan, valsartan, irbesartan, dan


kandesartan; menghambat kerja angiotensin II pada reseptornya. Karena
inhibitor ACE menghambat hanya sebagian konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II, blokade reseptor merupakan suatu cara yang lebih efektif
untuk mengurangi kerja Angiotensin II.

Obat-obat yang memengaruhi kontrol saraf terhadap tekanan darah


Obat-obat ini bekerja dengan cara yang berbeda-beda. Obat yang merupakan
agonis α-adrenoseptor bekerja dengan menstimulasi α-adrenoseptor pada
batang otak dan menyebabkan pengurangan fungsi sistem saraf simpatik
perifer. Klonidin adalah suatu agonis langsung pada α-adrenoseptor
prasinaptik. α-Metildopa diperkirakan bekerja dengan cara dikonversi didalam
neuron-neuron noradrenergic menjadi α-metilnoradrenalin, yang merupakan
suatu agonis alfa yang kuat.

Reserpin menyebabkan pengosongan simpanan katekolamin saraf, baik yang


di saraf pusat maupun yang di perifer. Bloker neuron adrenergi, yang meliputi
betanidin, debrisokuin, dan guanetidin, menghambat pelepasan noradrenalin
dari ujung-ujung saraf simpatik perifer. Selain penggunaan metildopa pada
kehamilan, obat-obat tersebut telah digantikan oleh obat lainnya dalam
pengobatan hipertensi.

2.4. OBAT LIPIDEMIA

Obat Hiper Lipidemia

Lipid termasuk kolesterol dan trigliserid, mengalami transport dalam plasma,


membentuk komplek dengan protein sebagai lipoprotein. Berdasarkan
kandungan protein dan lipid, lipoprotein dibagi menjadi empat jenis yaitu
kilomikron, low- dan very low- density lipid ( LDL dan VLDL ), semuanya
termasuk kolesterol jahat, dan high density lipid ( HDL ) termasuk kolesterol baik.

Kilomikron berperan dalam transport kolesterol dan trigliserida dari saluran


pencernaan menuju ke jaringan, kandungan trigliserida dipecah oleh lipoprotein
lipase menjadi asam lemak bebas, yang kemudian diambil oleh jaringan tersebut.
Sisa kilomikron di ambil ke hati, kolesterolnya disimpan untuk diubah menjadi
asam empedu, atau dilepas kembali dalam bentuk VLDL.

Asam empedu disimpan dalam kandung empedu, di lepaskan ke duodenum


untuk membantu pencernaan lemak di ileum. VLDL berperan dalam transport
kolesterol dan trigliserida menuju kejaringan, sebagian besar trigliserida dipecah
oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan masuk ke jaringan.
21
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

LDL terbantuk mengandung komponen kolestrol jumlah besar, diambil oleh


jaringan atau hati dengan proses endositosis melalui reseptor LDL spesifik.
Kolesterol diambil oleh HDL untuk ditransport kolesterol dalam jaringan, dan
diubah menjadi LDL atau VLDL.

Kenaikan kadar LDR meningkatkan resiko penyakit jantung iskemia. Penyakit


tersebut disebabkan karena terjadi plak intima pembuluh darah yang menebal,
yang dinamakan ateroma. Pembuluh darah tersebut bisa pecah dan terjadi
trombosis sehingga menyebabkan infark miokardial. Proses penebalan pada
dinding pembuluh darah, akibat terjadi ateroma yang mengandung lipid,
termasuk kolesterol dan triglisrida dinamakan atherosklerosis. Manifestasi dari
atherosklerosis adalah penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit pembuluh
darah perifer.

Obat penurun lipid ditujukan untuk menurunkan kadar kolesterol-LDL plasma.


Obat penurun lipid dibagi menjadi empat yaitu :
1. HMG-Co A reductase inhibitors. Obat ini merupakan obat lini pertama untuk
pasien dengan hiperkolesterolemia. Obat ini beraksi menghambat enzim
HMG-CoA reductase, enzim yang mengkatalisis perubahan HMG-CoA
menjadi asam mevalonat, tahap penentu dalam sisntesis kolesterol. Obat ini
mengurangi kadar kolesterol intraseluler, sehingga menyebabkan sel/jaringan
mengambil esktraseluler. Obat ini menghasilkan penurunan kadar kolesterol
dan LDL plasma, dan menaikan HDL plasma. Contoh obatnya : lovastatin,
simvastatin, pravastatin, atorvastatin, cerivastatin.
2. Resin pengikat asam empedu. Obat ini merupakan resin penukaran anion
yang mengikat muatan negatif asam empedu dalam usus halus, untuk
mencegah reabsorpsi asam empedu (sirkulasi enterohepatik). Resin ini tidak
mengalami absorpsi dan metabolisme. Kompensasi tubuh terhadap
penurunan asam empedu adalah perubahan kolesterol menjadi asam
empedu dalam hati, sehingga menurunkan kadar kolesterol, selanjutnya
menurunkan kadar LDL dalam plasma. Contoh obat adalah kolestiramin dan
kolestipol. Efek samping penggunaan resin ini adalah bisa mempengaruhi
absorpsi obat lain dan vitamin larut lemak.
3. Golongan fibrat. Obat ini bekerja dengan meningkatkan aktivitas lipoprotein
lipase. Hal ini menyebabkan peningkatan hidrolisis trigliserida dalam
kilomikron dan VLDL, membebaskan asam lemak bebas untuk disimpan
dalam jaringan atau untuk proses metabolisme dalam otot striata. Disamping
itu, obat ini juga menurunkan LDL dan menaikan HDL. Contoh obat : klofibrat,
fenofibrat, gemibrozil, siprofibrat, bezafibrat.
4. Nicotinic acid. Asam nikotinat merupakan vitamin, dapat menurunkan kadar
lipid. Obat ini bekerja menghambat sintesis trigliserida hepatik dan proses
sekresi VLDL dari hati.

22
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.5. OBAT ANTIANGINA

Angina pectoris adalah gejala utama penyakit jantung iskemik, berupa rasa nyeri
hebat di dalam dada (retrosternal) yang menjalar ke lengan kiri, leher, atau
rahang; dicetuskan oleh kerja fisik, ketegangan mental, hawa dingin, atau pada
waktu makan. Nyeri angina dapat terjadi bila aliran darah koroner tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik jantung. Rasa nyeri dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan obat yang memperbaiki perfusi darah ke miocard atau yang
mengurangi kebutuhan metabolik jantung atau obat yang bekerja dengan kedua
cara ini.

Gejala angina pectoris timbul ketika suatu ketidakseimbangan akut antara


kebutuhan oksigen miokard dan jumlah oksigen yang ada untuk keperluan
tersebut terjadi. Hal ini terjadi ketika terdapat peningkatan kebutuhan oksigen
yang tiba-tiba pada suatu jantung iskemik yang kronis, atau ketika terdapat
spasme dari suatu arteri koroner (disebut varian=atipikal=angina Prinzmetal).

Selain itu, terdapat juga angina tak stabil yang biasanya disebabkan oleh ruptur
suatu plak ateromatous dalam suatu arteri koroner yang selanjutnya bisa
berkembang menjadi serangan infark miocard.
Obat-obat yang digunakan pada pengobatan angina antara lain, Vasodilatator
koroner (terdiri dari Nitrat Organik dan Antagonis Kalsium) dan β-Blockers yang
berfungsi mengurangi kebutuhan oksigen miocard.

2.5.1. OBAT-OBAT ANGINA PECTORIS

2.5.1.1. Vasodilator Koroner


Zat-zat ini memperlebar arteri jantung, memperlancar pemasukan darah
serta oksigen, dan dengan demikian meringankan beban jantung. Pada
serangan akut, obat pilihan utama adalah nitrogliserin sublingual dengan
kerja pesat tetapi singkat. Sebagai terapi interval guna mengurangi
frekuensi serangan tersedia nitrat long acting (isosorbide-nitrat), Antagonis
Calcium (Diltiazem, Verapamil), dan Dipiridamol.

2.5.1.1.1. Nitrogliserin
Farmakologi, trinitrat dari gliserol berkhasiat relaksasi otot pembuluh,
bronchia, saluran empedu, lambung usus, dan kemih. Berkhasiat
vasodilatasi berdasarkan terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat di
sel-sel dinding pembuluh.
NO bekerja mengendurkan sel-sel ototnya, sehingga pembuluh terutama
vena mendilatasi dengan langsung.
23
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Akibatnya, tekanan darah turun dengan pesan dan aliran darah vena yang
kembali ke jantung berkurang. Penggunaan oksigen jantung menurun dan
bebannya dikurangi. Arteri koroner juga diperlebar, tetapi tanpa efek
langsung terhadap miocard.

Penggunaan, per oral untuk menanggulangi serangan angina akut secara


efektif, begitupula sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya langsung
sebelum melakukan aktivitas bertenaga (exertion) atau menghadapi situasi
lain yang dapat menginduksi serangan. Secara intravena digunakan pada
dekompensasi tertentu setelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika
kurang meberikan hasil.

Efek samping, yang terpenting berupa nyeri kepala dan refleks takikardia,
juga hipotensi ortostatis, pusing, nausea, „flushing‟, disusul dengan muka
pucat. Bila efek terakhir timbul, maka pasien harus mengeluarkan sisa
tablet dari mulut dan segera berbaring. Plester dapat menimbulkan iritasi
kulit (merah) dengan rasa terbakar dan gatal-gatal.

2.5.1.1.2. Isosorbida-5-mononitrat
Farmakologis, Derivat nitrat siklis sama kerjanya dengan nitrogliserin,
tetapi bersifat long-acting. Di dinding pembuluh zat ini diubah menjadi
nitrogenoksida (NO), yang mengaktivasi enzim tertentu. Karena itu, kadar
cGMP (cyclo Guanyl-Mono-Phosphate) di sel otot polos naik dengan akibat
vasodilatasi.

Penggunaan, Isosorbida-5-mononitrat terutama digunakan oral sebagai


profilaksis untuk mengurangi frekuensi serangan, juga secara oromukosal
(tablet retard). Adakalanya juga oral pada dekompensasi yang dengan
obat-obat lazim kurang berhasil.

2.5.1.1.3. Isosorbida-dinitrat
Farmakologi, Isosorbida-dinitrat adalah derivate dengan khasiat dan
penggunaan sama. Secara sublingual mulai kerjanya dalam 3 menit dan
bertahan sampai 2 jam, secara spray masing-masing 1 menit dan 1 jam,
sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4 jam (tablet retard 8-10
jam).

2.5.1.1.4. Dipiridamol
Farmakologi, sebagai penghambat fosfodiesterase, derivat dipiperidino ini
berdaya inotrop positif lemah tanpa menikkan penggunaan oksigen dan
vasodilatasi, juga terhadap arteri jantung. Penggunaannya pada angina
kini dianggap obsolet, karena kurang efektif. Begitu pula sebagai obat
pencegah infark kedua (bersama asetosal), berdasarkan kerja
antitrombotiknya. Khusus digunakan sebagai obat tambahan
antikoagulansia pada bedah penggantian katup jantung untuk mencegah
penyumbatan karena penggumpalan darah (tromboemboli)

Efek samping, gangguan lambung usus, nyeri kepala, pusing, dan palpitasi
yang bersifat sementara.

24
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

2.5.1.2. B. β-Blockers
Farmakologi, β-blockers memperlambat pukulan jantung (bradycardia, efek
kronotrop negatif), sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miocard. Juga
digunakan pada terapi interval. Zat-zat ini mengikat diri secara reversibel
pada reseptor β-adrenoreseptor dan dengan demikian memblok reaksi
atas impuls saraf simpatik atau katekolamin (nor/adrenalin, serotonin, dan
sebagainya) dari sirkulasi.
Blokade reseptor β1 menurunkan frekuensi jantung (efek kronotrop
negatif), daya kontraksi (efek inotrop negatif), dan volume-menit jantung.
Kecepatan penyaluran AV diperlambat dan tekanan darah diturunkan.
Blokade reseptor β2 dapat antara lain menimbulkan bronchokonstriksi dan
meniadakan efek vasodilatasi dari katekolamin terhadap pembuluh perifer.
Penggunaan, selain pada pada hipertensi juga pada :
1. Angina Stabil Kronis, berdasarkan efek kronotrop negatifnya yang
menyebabkan dikuranginya kebutuhan oksigen jantung exertion, hawa
dingin, dan emosi. Secara sekunder juga penyaluran darah melalui
pembuluh koroner berkurang. Pada angina variant, kerjanya tak
konstan, yaitu dapat positif dan negatif, maka umumnya lebih disukai
antagonis kalsium.
2. Gangguaan Ritme, antara lain fibrilasi dan flutter serambi, juga
takikardia supraventrikuler. Terutama sebagai obat tambahan, bila
glikosida jantung tunggal kurang menghasilkan efek.

2.5.1.3. Antagonis Ca2+

Calcium entry-blockers mengurangi penggunaan oksigen selama exertion,


karena tekanan darah arteri umumnya turun akibat vasodilatasi perifer dan
turunnya frekuensi jantung (efek kronotrop negatif). Selain itu, pemasukan
darah diperbesar karena vasodilatasi miocard, efek inotrop negatifnya
hanya ringan atau hilang sama sekali.

2.5.1.3.1. Nifedipin
Farmakologi, Dihidropiridin terutama berkhasiat vasodilatasi kuat dengan
hanya kerja ringan terhadap jantung. Efek inotrop negatifnya ditiadakan
oleh vasodilatasi, bahkan frekuensi jantung serta cardiac output justru
dinaikkan sedikit akibat antara lain turunnya afterload (volume darah yang
dipompa keluar jantung ke arteri)

2.5.1.3.2. Verapamil
Farmakologi, Rumus kimia senyawa amin ini mirip papaverin. Khasiat
vasodilatasinya tidak sekuat nifedipin dan derivatnya, tetapi efek inotrop
negatifnya lebih besar. Bekerja kronotrop ringan dan memperlambat
penyaluran impuls AV
Penggunaan, digunakan pada angina variant/stabil, hipertensi dan aritmia
tertentu (antara lain takikardia supraventrikuler, fibrilasi serambi).

2.5.1.3.3. Diltiazem
Farmakologi, derivat benzothiazin ini berkhasiat vasodilatasi lebih kuat dar
verapamil, tetapi efek inotrop negatifnya lebih ringan
Penggunaan, sama dengan verapamil pada angina variant/stabil,
hipertensi, dan aritmia tertentu.

25
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

BAB 3
KEBAHARUAN DARI FARMAKOLOGI SESUAI DENGAN GUIDELINES DAN
BIOMOLEKULER MECHANISM

BNP, BIOSINTESA DAN MOLEKULER Brain Natriuretic peptide (BNP)


yang juga disebut B-type natriuretic peptide adalah anggota famili hormon
natriuretic peptide. BNP terdiri dari 32 asam amino, diisolasi pertama kali dari
otak babi. Pada konsentrasi fisiologis, neurohormon ini berperan pada
keseimbangan cairan tubuh dantonus vaskuler .
Pada manusia BNP terutama disekresi oleh jantung, dan terbanyak dari
ventrikel, baik pada orang sehat maupun pada pasien dengan gaga jantung
kongestif. BNP tampaknya menjadi satu-satunya natriuretic peptide yang
spesifik untuk ventrikel, precursor BNP (pro-BNP) disimpan dalam granula
sekresi dalam myosit ventrikel, setelah disintesa di ventrikel pro-BNP dipotong
sebagian oleh protease menjadi bentuk aktif dan N-terminalpro BNP (NT-pro BNP)
yang terdiri dari 76 asam amino dan merupakan bentuk inaktif BNP.
Dibanding BNP aktif, NT-pro BNP mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang dan tidak dipengaruhi oleh pemberian BNP dari luar seperti nesiritide.
Ekpresi gen dan sekresi BNP dari ventrikel terjadi lebih cepat dari pada ANP
pada overload cairan akut, hal ini menunjukkan bahwa BNP berperan
sebagai neurohormon emergensi, sehingga BNP dipertimbangkan lebih superior
dibanding ANP sebagai marker diagnosis yang potensial pada gagal jantung akut.
Pada orang sehat tanpa kelainan kardiovaskuler, level BNP tergantung pada jenis
kelamin dan umur, wanita mempunyai konsentrasi plasma yang lebih tinggi
dibanding laki-laki, tetapi level BNP sama meningkatnya pada laki-laki dan
wanita usia lanjut.
BNP berasal dari pre-pro BNP, suatu 134 peptida asam amino yang
kemudian mengalami degradasi menjadi pro-BNP (108 asam amino). Pro-BNP
diregulasi pada tingkat gen dan tidak membentuk granul. Pro-BNP selanjutnya
dipecah menjadi N-terminal pro-BNP (1-76 asam amino, yang secara biologi
merupakan bentuk yang tidak.

Gambar. Pembentukan BNP dan pro – BNP

Keduanya dilepaskan dalamsirkulasi darah, dalam molaritas yang


sama. Dibandingkan dengan BNP, NT-proBNP lebih besar dan memiliki waktu
paruh yang lebih panjang (90 menit). NT-proBNP dalam sirkulasi memiliki kadar
yang lebih tinggi dibandingkan BNP danlebih mudah diukur. Secara invitro,
stabilitas NT-proBNP lebih baik dibanding BNP. Bentuk BNPaktif, terdiri dari 32
asam amino dengan 17 cincinasam amino tertutup oleh ikatan disulfida diantaradua
cysteine
26
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

MEKANISME FISIOLOGI BNPBNP mempunyai peran penting pada gagal


jantung kongestif sebagai konterregulasi hormone terhadap angiotensin II,
norephinephrin, danendotelin, hal ini oleh karena menurunkan sintesa dari beberapa
neurohormon tersebut dan bekerja sebagai balance vasodilator.
Selanjutnya sebagai hasil pengaruh hemodinamiknya dan kerja langsung
pada tubulus, BNP mempunyai pengaruh natriuresis dan diuresis. Pada vasculer
perifer BNP menurunkan tonus simpatis dengan mengurangi baroreseptor, dengan
menekan pelepasan katekolamin dari saraf autonom, dan denganmenekan
keluarnya simpatis dari CNS. BNP menurunkan aktifasi nilai ambang vagal aferen,
menekan reflek takikardi dan vasokonstriksi yang disertai menurunnya preload
jantung dan menjamin tahanan beban menurun pada tekanan arteri rata-rata.
BNP merangsang dilatasi arteriol afferen ginjal dan konstriksi arteriol
efferent, hal ini meningkatkan tekanan dalam kapiler glomerulus dan menyebabkan
peningkatan filtrasi glomerulus. BNP juga meningkatkan akumulasi cGMP pada sel
mesangial, yang mana menyebabkan relaksasi sel mesangial dan selanjutnya
meningkatkan area permukaan efektif untuk filtrasi. BNP menghambat
transportsodium pada duktus koledokus, menurunkan sekresi rennin dari macula
densa, menghambat pelepasan aldosteron dan menghambat transport air dengan
kerja antagonisnya terhadap vasopresin.
Dibanding dengan neurohormon yang lain, plasma BNP berhubungan
dengan tekanan kapilerpulmonum, tekanan akhir diastolic ventrikel danfraksi ejeksi
ventrikel kiri. Pada beberapa studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan
disfungsi sistolik ventrikel, konsentrasi BNP meningkat dengan memberatnya
penyakit secara klinis sesuai dengan klasifikasi New York Heart Association (NYHA).
Data lain menunjukkan bahwa plasma BNP merupakan predictor yang kuat
dari penurunan kapasitas latihan yang diukur dengan uptake oksigen latihan pada
pasien dengan gagal jantung kongestif.
Penelitian lain menunjukkan bahwa konsentrasi BNP juga meningkat pada
pasien dengan disfungsidiastolic dan hipertropi ventrikel kiri, hal ini mengindikasikan
bahwa pelepasan BNP meningkat pada kelainan fungsi ventrikel kiri dan bahwa
meningkatnya regangan dinding ventrikel dan meningkatnya tekanan pengisian
ventrikel bertanggung jawab terhadap meningkatnya sekresi ini.
Terdapat dua metode dalam pemeriksaan BNP, yaitu metode
radioimmunoassay (RIA) dan immunoradiometricassay (IRMA) atau fluorescence
immunoassay (FI). Metode RIA telah diperkenalkan sejak 10 tahun lalu, metode ini
dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui ektraksi, sample pertama kali
diinkubasi dengan BNP-antibody selama 24 jam kemudian ditambahkan125I-BNP,
diinkubasilagi 24 jam untuk meningkatkan sensitifitas. Antigen bebas biasanya
dipisahkan dari kompleks antigen-antibody dengan polyethyleneglycol dengan cara
sentrifuge. Ketika akan dipersiapkan untuk pemeriksaan ekstrak dibutuhkan volume
plasma yang cukup besar dan tekanan yang lebih tinggi. Untuk kebanyakan
radioimmunoissay tekanan tergantung pada konsentrasi, tetapi beberapa penelitian
melaporkan profilnya secara tepat pada kurva dosis-respon. Level plasma BNP pada
manusia tidak didistribusikan secara normal, tetapi kebanyakan penulis memberikan
nilai rata-rata: means ± SD, dengan nilai rata-rata dari laboratorium yang berbeda
berkisar 2-22 pg/mL.
Dari beberapa sumber variasi harga normal yang dilaporkan beberapa
laboratorium yang berbeda membuat sulit untuk menentukan standart BNP
internasional, tetapi factor lain seperti perbedaan metode juga penting untuk
diperhatikan. Pada kondisi klinik yang berhubungan dan level plasma yang muncul
pada gangguan jantung bergantung pada keparahan kondisi dan dapat menjadi
tinggi.
27
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

Level bisa menjadi 20X lebih tinggi pada CRF yang didialisis, dan >100X
pada penderita dengan kardiomyopati obstruktif hipertropi. Tetapi ini bergantung juga
pada variasi individu dan tingkat keparahan dari kerusakan jantung dan atau ginjal.
Metode ini memerlukan waktu sekitar 3 hari dengan jumlah sample lebih dari 10 mL,
sehingga menjadi problem jika hasilnya diperlukan secepatnya. Pada metode IRMA
tidak diperlukan ektraksi, jadi merupakan metode langsung atau direct assay,
menggunakan dua monoclonal antibody dan membutuhkan inkubasi selama 20 jam,
sample yang dibutuhkan hanya 100uL.
Plasma BNP juga meningkat pada penderita dengan hipertensi pulmonal dan
disfungsi ventrikel kanan. Pada penderita seperti ini berkaitan secara positif dengan
tekanan rata-rata arteri pulmonal, resistensi pulmonal total, dan massa ventrikel
kanan. Meski begitu, penting untuk diingat bahwa BNP bukan merupakan uji
diagnostik yang berdiri sendiri. Uji harus digunakan dan diinterpretasikan dalam
konteks klinis yang lebih luas, khususnya yang terkait dengan umur dan gender.
Kalangan klinis harus mengetahui bahwa beberapa kondisi klinis dapat merubah
interpretasi klinis dari BNP.I ni meliputi ischaemia, infarks dan ketidakmampuan
renal, yang dapat menyebabkan berubahnya BNP. Selain itu, penghambat beta bisa
mempunyai efek beragam terhadap sirkulasi konsentrasi BNP, dani nhibitor ACE dan
diuretik bisa mengurangi konsentrasi BNP. (Jurnal; BRAIN NATRIURETIC PEPTIDE
(BNP) Isbandiyah 42 Vol. 7 No. 15 Desember 2011)

28
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

BAB 4
KESIMPULAN

Pembahasan obat yang berpengaruh terhadap suatu alat tubuh akan lebih
mudah di pahami bila fisiologi dan patofisiologi alat tubuh tersebut di mengerti,
karena reaksi alat tubuh yang sakit terhadap obat mungkin berbeda dari reaksi alat
tubuh yang sehat.

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harus


mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan terkanan
darah, kerja dan frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain merupakan
resultante dari berbagai faktor pengatur yang bekerja secara serentak.

Obat – obat yang kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk kelainan
jantung dan pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang
terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah
atau sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang
berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan
darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang
terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula
dan vena

29
Tugas Farmakologi Keperawatan Hotimah Masdan Salim, MD.,Ph.D, Mahasiswa: Nyoto NPM 1110019003

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal; BRAIN NATRIURETIC PEPTIDE (BNP) Isbandiyah 42 Vol. 7 No. 15


Desember 2011

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Samping Edisi V. Jakarta: Elex Media Komputindo kelompok
Gramedia.

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Samping Edisi VI. Jakarta: Elex Media Komputindo kelompok
Gramedia.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan


Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Buku Ajar Edisi
Kelima. Bandung: Penerbit ITB.

30

Anda mungkin juga menyukai