Asli Askep MTBS MTBM Kelompok
Asli Askep MTBS MTBM Kelompok
OlehKelompok 17:
1. Enggar (
2. jawban (
3. triandri (
4. wahyuwidiya (151179)
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, Mahasiswa dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Anak
dengan judul “MTBS MTBM ”.
Tugas ini kami susun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Anak D-III , dan
sebagai menambah pengetahuan tentang manajement MTBS MTBM.
1. Kumoro Asto Lenggono, M. Kep, selaku Ketua Program Studi D-III Keperawatan
Politeknik Kesehatan RS dr. Soepraoen,
2. Apriyani puji, S. Kep M.Kep Ners selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Anak Politeknik Kesehatan RS dr. Soepraoen,
3. Sahabat-sahabat kami yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya.
4. Dan semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Malang,
penulis
”.
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat
jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit
pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya
promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan
konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian
bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Pedoman
Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas, Modul-7. 2004). Balita
(bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5 tahun)
(MTBS, Modul 1, 2004).
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan tindakan dan
pengobatan setelah diklasifikasikan berdasarkan kelompok gejala yang ada.
Pneumonia
Tindakan yang dpat dilakukan pada maslah pneumonia dalam manajemen
terpadu balita sakit sebagai berikut.
Apabila didapatkan pneumonia berat atau penyakit sangat berat maka tindakan
yang pertama adalah :
Berikan dosis petama antibiotika
Pilihan pertama kontrimoksazol (Trimetoprim + sulfametoksazol) dan
pilihan kedua adalah amoksilin
Lakukan rujukan segera
Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derjat dari
dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah sbb:
1. Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat minum berikan
oralit melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100 ml/kg ringer
laktat atau NaCl
2. Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila
belum membaik berikan tetesan intravena
3. Berikan oralit (kurang dari 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum
4. Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau pada anak
sesudah 3 jam dan tentukan kembali status dehidrasi kemudian ditentukan
status dehidrasi dan lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
5. Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
Klasifikasi diare pesisten
Pada klasifikasi ini tindakan ditentukan oleh derajat dehidrasi, kemudian apabila
ditemukan adanya klorea maka pengobatan yang adapat dianjurkan adalah : pilihan
pertama antibiotika kotrimokzasol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin.
Klasifikasi Resiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi resiko malaria dapat
ditentukan dari tingkat klasifikasi, adapun tindakannya adalah sbb :
1. Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara intra
muskular
2. Pemberian obat anti malaria oral (untuk malaria saja) dengan pilihan
pertama adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah sulfadoksin
primetamin + primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina (untuk anak
≤ 12 bulan)
3. Setelah pemberian maka lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah
pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah
maka ulangi pemberian klorokuin
Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka tindakannya adalah
pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, saleo mata tetrasiklin atau
kloramefnikol apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian paracetamol
apabila disertai demam tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak
disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan gentian violet dan apabila
hanya campak saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka
tindakannya hanya diberikan vitamin A.
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Pada klasifikasi demam berdarah dengue tindakan yang dapat dilakukan antara lain
apabila ditemukan maka segera berikan cairan intra vena, pertahankan kadar gula
darah, apabila dijumpai demam tinggi maka berikan paracetamol dan berikan
cairan atau oralit apabila dilakukan rujukan selama perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam berdarah
1. Benrikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan beri glukosa 5%
kedalam ringer laktak melalui intra vena apabila tidak diberikan cairan oralit
atau cairan peroaral selama perjalan.
2. Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb dalam 30 menit
3. Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi teraba berikan cairan intra
vena dengan tetesan 10 ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila nadi tidak teraba
berikan cairan 15-20 ml/kgbb dalam /1 jam
Klaifikasi masalah telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telingah dapat dilakukan
antara lain berikan dosis pertam untuk antkbiotika yang sesuai pemberian
parasetamol apabila kronis ditambah dengan mengeringkan telingh dengan kain
penyerap.
Klasifikasi status gizi
Pada kalsifikasi statu gizi dapat dilakukan tindakan pemberian vitamin A apabilaa
anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan apabila dijumpai
aadanya anemia maka dapat dilakukan pemberian zat besi dan pabila daerah
resiko tinggi malaria dapat diberikan anti malaria oral piratel pamoat hanya
diberikan anak berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6
bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja positif
2.6 Pemberian konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang:
Konseling pemberian makan pada anak
1. Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak menyatakan
cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam hari menetek,
kemudian anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak berat badan
berdasarkan umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan atau
minum yang diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan
bagaimana caranya apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
2. Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu
Konseling pemberian cairan selama sakit
Pada konseling ini kasusnya setiap anak sakit dilakukan dengan cara
menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih sering dan lebih lama setiap meneteki
serta meningkatkan kebututhan cairan seperti memberikan kua sayur, air tajin
atau air matang.
Konseling kunjungan ulang
Pada pemberian konseling tentang kunjungan ilang yang harus dilakukan pada
ibu atau keluarga apabila ditemukan tanda-tanda klasifikasi berikut dalam
waktu yang ditentukan ibu harus segera kepetugasan kesehatan.
2.7 Pemberian Pelayanan dan Tindak Lanjut
1. Pnemonia
Pemberian tindak lanjut pada masalah dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan pemeriksaan tentang tanda adanya gejala pnemonia apabila didapatkan
tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam maka berikan 1 dosis
antibiotika pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol dan segara lakukan rujukan,
namun apabila frekuensi nafas atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaikan
gantilah antibiotika pilihan ketiga kemudianapabila nafas melambat atau nafsu
makan membaik lanjutkan pemberian antibiotika sampai 5 hari.
2. Diare persistem
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari dengan cara mengevaluasi
diare apabila diare belum berhenti maka pelayanan tindak lanjut adalah
memberikan obat yang diperlukan dan apabila sudah berhenti maka makan sesuai
umur.
3. Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2 hari dengan
mengevaluasi jumlah darah dalam tinja berkurang tentang tanda disentri apabila anak
masi mengalami disentri maka lakukan tindakan sesuai tindaka dehidrasi berdasarkan
derajatnya.
4. Resiko malaria
Pelayan tindak lanjut pada resiko malaria dilkukan sesudah 2 hari apabila demam
lagi dalam 14 hari dengan melakukan penilaian sebagai berikut: apabila ditemukan
malaria oral pilihan kedua bahaya umum atau kakuk kuduk maka lakukan
tindakan sesuai protap.
5. Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini dilakukan sesudah 2 hari
dengan mengevaluasi atau memperhatikan tentang gejala yang pernah dimilikinya
apabila mata masi bernanah maka lakukan evaluasi kepada keluarga atau ibu
dengan menjelaskan cara mengobati infeksi mata jika sudah benar lakukan rujukan
dan apabila kurang benar maka ajari dengan benar
Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila ditemuakan tanda bahaya
umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui dengan pedoman
tindakan pada penyakit demam berdarah dengan penyakit berat,akan tetapi
apabila ditemukan penyebab lain dari demam berdarah maka berikan pengobatan
yang sesuai dan apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan tindakan
sebagaimana tindakan demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi ditemukan
demam lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan sesudah 5 hari
dengan mengetahui nana evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabilah pada
waktukunjungan didapatkan pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga dan
demam tinggi maka segera lakukan rujukan,dan apabilah masih terdapat nyeri
dan keluarkan cairan atau nana maka lakukan pengobatan antibotika selama 5
hari dengan mengerinkan bagian telinga,apabila sudah benar anjurkan tetap
mempertahankan apabila masih kurang ajari tentang cara
mengeringkannya,kemudian apabila keadaan telinga sudah tidak timbul nyeri
atau tidak keluar cairan maka lanjutkan pengobatan antibiotika sampai habis.
BAB III
KASUS
BAYI MUDA
A. CONTOH KASUS
An “B” umur 2 tahun, masuk RS akibat berak-berak lebih dari sepuluh hkali disertai
muntah lima kali yang dialami sejak 1 jam yang lalu. Di rumah ibu sudah memberi obat berak-
berak namun tidak berhenti, akhirnya membawa anaknya masuk RS.
Saat pengkajian ibu mengatakan anaknya masih berak namun frekuensinya mulai menurun.
BAB masih encer dan tidak berampas. Turgor kulit jelek, mata cekung dan mulut nampak
kering. Hasil pemeriksaan auskultasi peristaltic usus meningkat. Anak nampak rewel dan sering
menangis. Ibu mengatakan sangat mencemaskan keadaan anaknya. Ekspresi wajah tegang, ibu
sering bertanya tentang kondisi anaknya.
Hasil pemeriksaan tanda vital:
N : 132 x/mnt
P : 32 x/mnt
S : 38,2 C
Pengobatan :
Infus RL 32 tetes/mnt
Puyer 3 X 1 sdt
B. ANALISA DATA
1. a. DS :
Ibu mengatakan anaknya masih berak namun frekuensinya mulai menurun.
Ibu mengatakan BAB masih encer dan tidak berampas.
b. DO :
Turgor kulit jelek, mata cekung dan mulut nampak kering, Nadi 132 x/mnt, Pernapasan 32 x/mnt
dan suhu 38,2 C, terpasangnya infus RL 32 tetes/mnt.
c. Masalah Keperawatan :
kekurangan volume cairan dan elektrolit.
2. a. DS :
ibu mengatakan sangat mencemaskan anaknya.
b. DO :
ekspresi wajah tegang
ibu sering bertanya tentang kondisi anaknya.
c. Masalah Keperawatan :
Kecemasan Keluarga
3. a. faktor resiko :
suhu tubuh 38,2 C, anak nampak rewel dan sering menangis.
b. Masalah Keperawatan :
resiko hipertermi
4. a. faktor resiko :
Hasil pemeriksaan auskultasi peristaltic usus meningkat.
b. Masalah keperawatan :
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d kehilangan berlebihan melalui feses.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda
dehidrasi (turgor kulit bagus, mata tidak cekung dan mulut tidak kering) dan frekuensi BAB 1-2
kali perhari dan Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37 C dan P: 20-30
x/mnt).
Intervensi :
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan. Rasional: Untuk mengetahui sejauh mana pasien
mengalami kehilangan cairan bila terus-menerus BAB.
Observasi tanda-tanda vital. Rasional: Dengan memonitor tanda-tanda vital diharapkan dapat
mengetahui keadaan umum pasien secara rinci sehingga bisa mengobservasi proses
perkembangan penyakit dan tingkat keberhasilan perawatan.
Pantau intake dan output. Rasional: upaya untuk menggganti cairan yang keluar bersama feses.
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3 lt/hr. rasional: Mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang secara oral.
Implementasi Evaluasi
Tgl…….jam….. Tgl…….jam…..
Memantau tanda dan gejala kekurangan S : Ibu mengatakan anaknya masih berak
cairan. namun frekuensinya mulai menurun
Hasil : kekurangan cairan teratasi. dan BAB masih encer dan tidak
Mengobservasi tanda-tanda vital. berampas.
Hasil : N: 132 x/mnt, P: 32 x/mnt dan O S: : Turgor kulit jelek, mata cekung dan
38,2 C. mulut nampak kering, Nadi 132 x/mnt,
memantau intake dan output. Pernapasan 32 x/mnt dan suhu 38,2 C,
Hasil: intake dan output sesuai kebutuhan. terpasangnya infus RL 32 tetes/mnt.
Menganjurkan keluarga untuk memberi A : kekurangan volume cairan belum
minum banyak pada klien, 2-3 ltr/hr. teratasi.
Hasil: ibu mendengar dan mauP : lanjutkan intervensi.
melakukannya.
Implementasi Evaluasi
Tgl…….jam….. Tgl…….jam…..
Mendorong keluarga pasien S
untuk : ibu mengatakan sangat
membicarakan kecemasan dan berikan umpan mencemaskan anaknya.
balik tentang mekanisme koping yang tepat. O : ekspresi wajah tegang dan ibu
Hasil : ibu membicarakan kecemasannya sering bertanya tentang kondisi
Menekankan bahwa kecemasan adalah anaknya.
masalah umum yang terjadi pada orang tua A : kecemasan belum teratasi.
yang anaknya mengalami masalah sama. P : lanjutkan intervensi.
Hasil : kecemasan ibu berkurang.
Ciptakan lingkungan yang tenang. Tunjukkan
sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu
klien.
Hasil: kecemasan ibu berkurang.
3. Risiko hipertermi b.d proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh dengan kriteria hasil : suhu tubuh normal (S : 36-37 C) serta anak tidak rewel dan
menangis.
Intervensi :
Monitor suhu tubuh setiap 2 jam. Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi
tubuh ( adanya infeksi)
Berikan kompres air hangat. Rasional : Untuk mengurangi / menurunkan rasa panas yang
disebabkan oleh infeksi.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum. Rasional : Untuk mengurangi
dehidrasi yang disebabkan oleh out put yang berlebihan.
Anjurkan keluarga untuk memberikan anak pakaian tipis, longgar dan menyerap keringat.
Rasional : Agar pasien merasa nyaman.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik. Rasional : Untuk membantu
memulihkan kondisi tubuh dan mengurangi terjadinya infeksi.
Implementasi Evaluasi
Tgl…….jam….. Tgl…….jam…..
Memonitor suhu tubuh setiap 2 jam. S:-
Hasil : suhu tubuh dalam batas normal O : suhu tubuh 38,2 C, anak nampak
Anjurkan pasien dan keluarga untuk rewel dan sering menangis.
memberikan banyak minum. A : hipertermi belum terjadi
Hasil: ibu mendengar dan mau melakukannya.P : pertahankan intervensi.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
anti piretik..
Hasil: kolaborasi dilakukan.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam tidak terjadi perubahan
kebutuhan nutrisi dengan kriteria penurunan peristaltik usus.
Intervensi :
Monitor intake dan output. Rasional : Untuk mengetahui berapa banyak masukan dan
pengeluaran cairan ke dalam tubuh.
Hindari makanan buah-buahan dan hindari diet tinggi serat. Rasional : Memungkinkan aliran
usus untuk memastikan kembali proses pencernaan, protein perlu untuk integritas jaringan.
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut. Rasional: menurunkan
kebutuhan metabolik.
Kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional : membantu kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan
pencernaan dan fungsi usus.
Implementasi Evaluasi
Tgl…….jam….. Tgl…….jam…..
Memonitor intake dan output. S:-
Hasil : intake dan output sesuai kebutuhan. O : Hasil pemeriksaan auskultasi
Menghindari makanan buah-buahan dan peristaltic usus meningkat.
hindari diet tinggi serat. A : perubahan nutrisi belum terjadi.
Hasil : ibu menghindari makanan tinggi serat.P : pertahankan intervensi.
Mempertahankan tirah baring dan pembatasan
aktivitas selama fase akut.
Hasil: ibu membatasi aktivitas anak.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
Hasil: kolaborasi dilakukan.
D. EVALUASI
1. kebutuhan cairan terpenuhi.
2. keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
3. Hipertermi belum terjadi.
4. Perubahan nutrisi belum terjadi.
CONTOH KASUS
BBLR
2.2.1 Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah bayi menurun, sianosis,
Seorang ibu prepartum masuk rumah sakit diantar oleh suaminya pada tanggal 22 mei 2011,
sebelum melahirkan ibu tersebut pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan anamnese
didaptkan hasil bahwa ibu memiliki riwayat anemia pada trimester ke 3. Setelah diberikan
tindakan pengobatan berupa pemberian tablet zat besi namun ibu tersebut kurang menunjukkan
perbaikan akan kondisi keadaannya. Kemudian pada tanggal 23 mei 2011 tepat pukul. 19.00
WITA ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki dengan kondisi bradipneu: 25x/m, denyut
jantung menurun: 90x/m, tekanan darah: 70/40mmHg, sianosis dan gerakan ekstremitas dan
reflexs sedikit.
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi dan tekanan darah menurun, bayi
nampak sianosis dan gerakan ekstremitas fleksi sedikit dan gerakan reflexs sedikit segera setelah
b. Keluhan selama hamil : sering pusing, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan
malaise.
B. Natal
d. Kesulitan lahir normal : Ibu kesulitan mengedan karena ibu cepat lelah
C. Post natal
Pertumbuhan Fisik
2. Tinggi Badan : 40 cm
3. Lingkar kepala : 30 cm
4. Lingkar dada : 28 cm
6. Lingkar perut : 50 cm
d. Reaksi Hospitalisasi
1. Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan bayinya.
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Klien : klien nampak bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah menurun,
1. Sistem Pernapasan
c. Dada :
3. System Syaraf
5. System Integumen
6. System Endokrim
7. System Perkemihan
8. System Reproduksi
a. Penis : Bersih
a. Analisa Data
Asfiksia
Paru-paru terisi
cairan b.
Suplai O2 ke paru
Kerusakan Otak
Resiko cedera
Rumusan Diagnosa
3. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
2.1.3 Intervensi
3.Kental, tebal
dan banyaknya
sekresi adalah
4.Lakukan sumber utama
palpasi fokal gangguan
fremitus pertukaran gas
pada jalan nafas
5.Observasi kecil, pengisapan
tingkat kesadaran, dibutuhkan bila
selidiki adanya batuk tidak
perubahan efektif.
4.Penurunan
getaran vibrasi
diduga ada
pengumpulan
cairan atau udara
6.Kolaborasi terjebak.
dengan tim medis 5.Gelisah dan
pemberian O2 ansietas adalah
sesuai dengan manifestasi umum
indikasi pada hipoksia,
GDA memburuk
disertai
bingung/somnolen
menunjukkan
disfungsi serebral
yang berhubungan
dengan
hipoksemia.
6.Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.
2.2.4 Implementasi
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau kembali dari
apa yang telah direncanakana atau intervensi sebelumnya, dengan tujuan utama pada pasien
dapat mencakup pola napas yang efektif, peredaan nyeri, mempertahankan pola eliminasi yang
baik, pemenuhan istirahat tidur yang adekuat, pengurangan kecemasan, peningkatan pengetahuan
2.2.5 Evaluasi
a. Klien tampak rileks dalam bernafas
b. Jalan nafas klien kembali lancar
c. Kesadaran klien kembali membaik.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan
terhadap balita sakit yang dikembangkan oleh WHO.Dengan MTBS dapat ditangani
secara lengkap kondisi kesehatan balita pada tingkat pelayanan kesehatan dasar, yang
memfokuskan secara integrative aspek kuratif, preventif dan promotif termasuk
pemberian nasihat kepada ibu sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan anak.Pemberian antibiotika sangat selektif sesuai klasifikasi
dan dapat dan dapat membatasi beberapa klasifikasi yang akhirnya dapat menekan
biaya pengobatan.Melihat keunggulan tersebut maka dapatlah dimengerti mengapa
Indonesia termasuk salah satu pengguna dini dari pendekatan MTBS ini, bahkan
Indonesia sekarang sudah sampai tahap pemantapan implementasi.
3.2 Saran
Dengan mempelajari makalah mengenai manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
diharapkan mahasiswa khususnya perawat dapat mengurangi angka kematin anak
mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan jika seorang dan memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Daftar Pustaka