REFKA Hiperplasia Endometrium
REFKA Hiperplasia Endometrium
HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
Disusun Oleh:
APRILIA SILAMBI
N 111 18 011
Pembimbing Klinik:
dr. DJEMI, Sp.OG, MARS
Fakultas : Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Endometrium3
Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim.
Permukaannya terdiri atas lapisan selapis sel kolumnar yang bersilia dengan
kelenjar sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma
selular. Kelenjar dan stroma mengalami perubahan yang siklik, bergantian
antara pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap sekitar 28 hari.
Terdapat dua lapisan pada endometrium yaitu lapisan fungsional yang
letaknya superfisial yang akan mengelupas setiap bulan dan lapisan basal
tempat lapisan fungsional berada yang tidak ikut mengelupas. Epitel lapisan
fungsional menunjukkan perubahan proliferasi yang aktif setelah periode haid
sampai terjadi ovulasi, kemudian kelenjar endometrium mengalami fase
sekresi.
2. Definisi1
Hiperplasia endometrium adalah proliferasi nonfisiologis, noninvasif
endometrium dengan gambaran kelenjar yang tidak beraturan dengan ukuran
yang berbeda-beda. Kelainan ini adalah akibat stimulasi estrogen yang terus-
menerus yang ditandai secara klinis dengan perdarahan uterus abnormal.
3
3. Patofisiologi1
Pertumbuhan endometrium normal dirangsang oleh estrogen yang
masuk ke dalam sitoplasma dengan cara difusi melalui membran sel.
Reseptor estrogen akan mengikat hormon estrogen menjadi ikatan kompleks
yang berfungsi sebagai protein akseptor pada lokus spesifik dari DNA.
Reseptor estrogen mempunyai model dengan struktur domain pada ligand
binding unit dimana bagian yang mengikat estrogen dan bagian yang
berinteraksi dengan DNA serta bagian molekul lainnya yang berfungsi
sebagai regulator. Bagian regulator (pengaturan terhadap respon estrogen)
merupakan bagian yang sensitif terhadap estrogen yang berinteraksi dengan
reseptor protein secara spesifik. Protein homolog yang dapat berikatan
dengan ligand estradiol adalah asam retinoat dan hormon tiroid. Elemen yang
berespon terhadap estrogen dapat mengenali kompleks ikatan estradiol baik
yang berikatan dengan agonis maupun antagonisnya. Interaksi dengan DNA
berperan penting pada tingkat reseptor. Proses selanjutnya adalah terjadinya
inisiasi sintesis protein untuk proliferasi dan mitosis sel. Reseptor estrogen
dan progesteron adalah dua protein yang di sintesis untuk berespon terhadap
estradiol. Progesteron yang membentuk ikatan kompleks dengan reseptor
progestreon masuk ke dalam inti dan berikatan dengan DNA akan berakibat
menghambat produksi reseptor estrogen dan reseptor progesteron sehingga
menghambat terjadinya mutasi dengan meningkatkan diferensiasi sel.
Adanya rangsang estrogen yang lama dan berebihan tanpa ada yang
menghambat akan merangsang pertumbuhan endometrium menjadi
hiperplastik dan dapat berkembang menjadi karsinoma. Kelainan
endometrium yang dapat berlanjut menjadi adenokarsinoma adaah hiperplasia
adenomatosa atipik yang sering di sebut lesi prekursor terjadinya
adenokarsinoma.
4
a. Hiperplasia endometrium tanpa atipikal (benign hyperplasia)
b. Hiperplasia endometrium atipikal atau Endometrial Intraepitheia
Neoplasia (EIN)
5. Faktor Risiko5
Hiperplasia endometrium adalah prekursor kanker, semua faktor risiko
dari karsinoma endometrium dapat dikaitkan dengan hiperplasia
endometrium. Wanita pascamenopause, nulipara dan infertilitas memiliki
risiko lebih besar mengalami hiperplasia endometrium. Diabetes, hipertensi
dan obesitas juga terkait dengan peningkatan risiko hiperplasia endometrium.
Selain kadar estrogen yang tinggi, obesitas menyebabkan peradangan kronis
yang dapat menyebabkan hiperplasia dan berkembang menjadi kanker . Jika
dibandingkan dengan wanita yang tidak gemuk, wanita gemuk dengan BMI>
30 kg/m2 menunjukkan peningkatan hampir 4 kali lipat dalam kejadian
hiperplasia endometrium atipikal. Selain itu, wanita dengan BMI 40 kg/m2
menunjukkan peningkatan risiko 13 kali lipat dari hiperplasia endometrium
dengan atipikal dan 23 kali lipat peningkatan risiko untuk terjadi hiperplasia
endometrium tanpa atipikal.
Tabel 1. Faktor risiko hiperplasia endometrium
Faktor Risiko Faktor yang berhubungan
dengan hiperplasia
endometrium
5
(Lynch syndrome)
6
7. Manifestasi Klinis6
Gejala klinis yang paling umum dari pasien dengan hiperplasia
endometrium adalah perdarahan uterus abnormal, baik dalam bentuk
menorrhagia, metrorrhagia, atau perdarahan pascamenopause. Hal ini dapat
dikaitkan dengan perdarahan uterus, membutuhkan intervensi medis atau
bedah, kehilangan kesuburan, dan terapi transfusi darah. Gejala lain yang
muncul dengan keputihan abnormal atau Pap smear hasil menunjukkan
kelainan kelenjar. Hasil Pap smear yang tidak normal mungkin berupa sel
kelenjar atipikal atau adanya sel endometrium atipikal.
8. Diagnosa7
Histereskopi merupakan gold standard untuk menginvestigasi
perdarahan uterus abnormal. Cara lain bisa dengan melakukan biopsi
endometrium, kuretase, ultrasonografi transvaginal dan sonohisterografi.
Biopsi endometrium dapat mendeteksi hiperpasia endometrium atipikal
dengan sensitivitas 81 %. Histereskopi sendiri dapat memberikan hasil positif
palsu untuk mendeteksi hiperplasia endometrium, sehingga pemeriksaan
kombinasi dari histereskopi dengan kuretase atau biopsi endometrium lebih
dianjurkan dalam menegakkan diagnosis.
7
9. Penatalaksanaan8
Hiperplasia Endometrium biasanya dideteksi setelah ditemukan adanya
perdarahan uterus abnormal. Pada wanita pramenopaus dan pascamenopaus,
dimana terapi yang diberikan mempertimbangkan keinginan kesuburan,
komorbiditas medis dan risiko menjadi kanker.
a. Manajemen Endometrial hiperplasia tanpa atipia :
1) Penanganan konservatif
Hiperplasia endometrium tanpa atipia dapat berkembang
menjadi kanker endometrium dalam kurang dari 5% kasus selama 20
tahun. Sebagian besar akan mengalami regresi secara spontan selama
masa tindak lanjut. Wanita harus diinformasikan bahwa pengobatan
dengan progestogen memiliki tingkat regresi penyakit yang lebih
tinggi dibandingkan dengan biopsi endometrium selama 6 bulan.
Terapi progesteron diindikasikan pada wanita yang gagal dengan
tindakan observatif selama 12 bulan.
Progestogen intrauterin oral dan intrauterin lokal
Levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS) efektif
dalam mencapai regresi. LNG-IUS menjadi pengobatan medis lini
pertama, karena dibandingkan dengan progestogen oral, ia memiliki
tingkat regresi penyakit yang lebih tinggi dan profil perdarahan yang
lebih baik dan efek samping yang lebih sedikit.
Progestogen kontinu (medroksiprogesteron 10-20 mg / hari
atau norethisterone 10-15 mg / hari) harus digunakan untuk wanita
yang menolak LNG-IUS. Progestogen siklik tidak boleh digunakan
karena kurang efektif. Perawatan dengan progestogen oral atau
LNG-IUS harus minimal 6 bulan untuk menginduksi regresi
histologis.
Jika efek samping dapat ditoleransi dan tidak menginginkan
kesuburan, wanita harus didorong untuk tetap menggunakan LNG-
IUS hingga 5 tahun karena ini mengurangi risiko kekambuhan.
Setelah dimulainya pengobatan, biopsi endometrium rawat jalan
8
direkomendasikan pada 6 bulan. Setelah perbaikan telah dicapai
setidaknya hasi dua biopsi negatif berturut-turut, diambil dalam
waktu 6 bulan. Karena tingginya tingkat kekambuhan pada wanita
dengan BMI> 30, tindak lanjut jangka panjang harus
dipertimbangkan dengan biopsi setiap 6 bulan selama 2 tahun.
2) Penanganan operatif
Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa
sekaligus sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan. Khusus
bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi
ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi
pengangkatan rahim. Histerektomi adalah terapi yang terbaik untuk
penderita hiperplasia endometrium kategori atipik. Histerektomi
tidak dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk hiperplasia
tanpa atipia.
Indikasi untuk histerektomi :
a) Kemajuan ke hiperplasia atipikal
b) Tidak ada regresi histologis setelah 12 bulan pengobatan
c) Relapse
d) Perdarahan terus menereus
Histerektomi laparoskopi atau histerektomi vaginal kapan saja
dapat dipertimbangkan. Wanita pasca menopause yang
membutuhkan histerektomi harus dipertimbangkan untuk salpingo-
ooperektomi bilateral. Karena potensi risiko hiperplasia residual,
histerektomi subtotal dan ablasi endometrium dikontraindikasikan.
9
1) Manajemen bedah hiperplasia atipikal
Wanita dengan hiperplasia atipikal harus menjalani histerektomi
total karena risiko berkembang menjadi kanker yang mendasari.
Pendekatan laparoskopi lebih disukai. Karena risiko yang signifikan
dari kanker endometrium bersamaan, wanita pascamenopause juga
harus menjalani salpingo-ooperektomi bilateral.
2) Manajemen non-bedah hiperplasia atipikal
Sebelum mempertimbangkan manajemen medis, jika
memungkinkan, pasien harus menjalani histeroskopi untuk
mengurangi risiko karsinoma okultisme.
Manajemen medis dapat dipertimbangkan dalam situasi berikut:
a) presentasi kesuburan
b) Secara medis tidak sehat untuk operasi
c) Obesitas ekstrim
d) Pasien tidak mau menjalani operasi
Perawatan lini pertama dengan LNG-IUS direkomendasikan,
dengan progestogen oral sebagai alternatif terbaik kedua. Jika pasien
tidak menginginkan kesuburan, histerektomi harus dipertimbangkan
mengingat risiko tinggi kambuh penyakit.
Perawatan lanjut :
a) 6 bulanan hingga dua biopsi negatif berturut-turut
b) Saat terbukti selama durasi tindak lanjut, regresi telah terjadi
c) Risiko rekurensi tertinggi dalam 2 tahun pertama, ditindaklanjuti
dengan dua tahun biopsi dianjurkan.
d) Setelah perawatan selesai, dokter harus mengingatkan
kemungkinan munculnya gejala kekambuhan potensial
e) Histerektomi dipertimbangkan kembali pada 12 bulan jika regresi
belum terjadi dan juga pada pasien yang mengalami penyakit
berulang.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. H
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Dewi Sartika
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
II ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir
11
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki keluhan yang serupa sebelumnya.
Riwayat asma, diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi, hepatitis
disangkal.
E. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 14 tahun
F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, usia pernikahan ± 6 tahun
I. Riwayat Operasi :
Tidak ada
12
III. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
BB : 82 Kg
TB : 160 cm
IMT : 32, 03 (Obesitas)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterus, tidak terjadi pembesaran KGB dan
kelenjar tiroid .
Thorax :
Abdomen
13
Ekstremitas :
Pemeriksaan Ginekologi :
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
negatif
Adneksa parametrium :
14
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap :
WBC : 9 x 103/mm3
HGB : 8,6 gr/dL
HCT : 27,3 %
PLT : 456 x 103/mm3
RBC : 3,6 x 106/mm3
HbSAg : non reaktif
Anti HIV : non reaktif
Urine
Hcg Test : negatif
Pemeriksaan Ultrasonografi
15
Hasil USG :
a. Uterus normal retrofleksi, endometrial line intak dan menebal ukuran 2,9
cm, echo homogen
b. Kedua adnexa echo normal
c. Tidak tampak echo cairan bebas di cavum douglas
Kesan : Hiperplasia endometrium
VI. RESUME
Pasien masuk dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir yang
dirasakan sejak ± 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit , darah yang kerluar
berwarna merah kehitaman seperti darah haid dan biasanya disertai dengan
adanya darah yang menggumpal. Perdarahan yang terjadi sebanyak 2-3
pembalut perhari dan menetap selama ± 1 bulan terakhir. Keluhan disertai
dengan nyeri perut bagian bawah, lemas dan pusing. Pasien mengaku siklus
haid tidak teratur. Pasien menyangkal ada riwayat trauma. Riwayat
menstruasi pasien menarche usia 14 tahun, siklus haid tidak teratur dengan
lama haid 4-8 hari.
16
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang,
kesadaran compos mentis, dari tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah
110/70 mmHg, Nadi 100 x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu tubuh
36,6oC. Pemeriksaan ginekologi didapatkan masih dalam batas normal dan
tidak ditemukan kelainan.
VII. DIAGNOSIS
Hiperplasia Endometrium
VIII. PENATALAKSANAAN
Pasang IVFD RL 28 TPM
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/5ml / 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 1amp /8 jam/IV
Inj. Ketorolac 1amp /8 jam /IV
Tablet Norelut (Norethisteron) 5 mg 2x1
Transfusi PRC 1 kantong
Rencana kuretase
S : Perdarahan Per Vaginam, nyeri perut bagian bawah, lemas, pusing, BAB
dan BAK lancar
O : Keadaan Umum : sakit sedang
Konjungtiva : anemis
TD : 100/70 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
17
S : 36,6 ºC
A : Hiperplasia endometrium
P :
Pasang IVFD RL 28 TPM
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/5ml / 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 1amp /8 jam/IV
Inj. Ketorolac 1amp /8 jam /IV
Tablet Norelut (Norethisteron) 5 mg 2x1
Transfusi PRC 1 kantong
Rencana USG Gynekologi
18
Konjungtiva : tidak anemis
TD : 110/80 mmHg
N : 86 x/menit
R : 18 x/menit
S : 36,6ºC
A : Hiperplasia endometrium
P :
Kuretase
IVFD RL 28 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
Inj. Ranitidin 1amp/ 8 jam/IV
Inj. Ketorolac 1amp/ 8 jam /IV
Laporan Operasi :
1. Pasien diposisikan secara litotomi dibawah pengaruh anestesi
2. Desinfeksi daerah kerja menggunakan kasa steril dan betadine
3. Memasang duk steril untuk batasi area kerja
4. Memasang speculum anterior dan posterior pada mulut Rahim
5. Menjepit serviks dengan tenaculum pada arah jam 11
6. Melepaskan speculum anterior
7. Mengukur panjang uterus dengan sonde
8. Melakukan kuretase dan didapatkan jaringan endometrium ±10 ml untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan PA.
9. Melepas tenaculum dan speculum posterior
10. Membersihkan area kerja dengan kasa steril dan betadine
11. Memasang tampon vagina 1 buah
12. Membersihkan area luar vagina
13. Operasi selesai
19
Follow Up Hari 4 (11 April 2019)
S : Nyeri perut berkurang, tidak ada Perdarahan Per Vaginam , BAB dan
BAK lancar
O : Keadaan Umum :sedang
Konjungtiva : tidak anemis
TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/menit
R : 18 x/menit
S : 36,6 ºC
A : Post kuretase H1 a/i Hyperplasia Endometrium
P :
AFF infus, pasien di bolehkan pulang
Terapi oral :
Asam Mefenamat 500 mg 3x1
Metylergometrine 0,125 mg 3x1
20
Cefadroxil 500 mg 2x1
Control poli KIA
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
Hiperplasia endometrium dengan cara USG, kuretase, melakukan pemeriksaan
Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk pemeriksaan PA.
Pada pasien ini dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan PA untuk
memastikan suatu keganasan. Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan hasil
gambaran mikroskopik sedian jaringan menunjukan kelenjar endometrium ada
yang berkelok – kelok da nada yang back to back, kelenjar dilapisi 3 – 5 lapis
epitel dengan inti atipik , pleomorfik, kromatin kasar dan beberapa nucleoli
prominent diantara stroma yang padat. Kesimpulan dari hasil PA yaitu
hiperplasia endometrium atipik. Hiperplasia kompleks memiliki risiko
perkembangan intermediet, yang telah terbukti mengalami regresi di sebagian
besar kasus, sedangkan hiperplasia endometrium dengan sitologi-atypia dicirikan
sebagai lesi prakanker langsung dan dapat membawa risiko lebih tinggi terhadap
perkembangan karsinoma.3,6
23
yang memiliki efek menurunkan produksi asam lambung. Pasien juga diberikan
obat oral berupa norelut 5 mg 2 x 1, dimana norelut merupakan obat dengan
kandungan Norethisterone yang merupakan jenis progesteron sintesis yang
berfungsi untuk mengatasi perdarahan abnormal akibat ketidakseimbangan
hormon dan juga dapat digunakan untuk mengatur siklus haid.
24
DAFTAR PUSTAKA
25