Makalah Pemeriksaan Akuntansi I Kode Eti PDF
Makalah Pemeriksaan Akuntansi I Kode Eti PDF
Disusun oleh:
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar belakang .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1. Pengertian profesi akuntan ....................................................................... 3
2.2. Pengertian Kode Etik ................................................................................ 4
2.3. Kode Etik Profesi Akuntan Publik ........................................................... 4
2.4. Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia........................ 8
2.5. Penegakan Etika Profesi Akuntan di Indonesia.................................. 9
2.6. Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia. ...................... 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 14
3.2. Saran ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat,
tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap
merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Melihat realita yang demikian kritisnya kondisi dari berbagai lapisan
kehidupan yang ada, maka salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan
mempelajari adanya kode etik masing-masing lini dan dijalankan sesuai
ketentuan masing yang diharapkan semua aspek kehidupan dapat berjalan
seimbang dengan tujuan bersama tanpa merugikan di salah satu pihak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar
atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada
pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang
tidak profesional.
2.3. Kode Etik Profesi Akuntan Publik
1) Prinsip Etika
a) Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b) Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
c) Integritas
Untuk memelihara clan meningkatkan kepercayaan publik, Setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin.
d) Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
e) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-
hatian, kompetensi clan ketekunan, Berta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
4
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
f) Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada
hak atau kiewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g) Perilaku Profesional
Setiap Anggota harus berperilaku yang konsisten dalam reputasi profesi
yang baik clan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h) Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas clan obyektivitas.
2) Aturan Etika
5
Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data
relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi
simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa
profesionalnya.
Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan:
6
d) Tanggungjawab kepada rekan seprofesi
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan
perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan
seprofesi.
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik
pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit
menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang
sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta
tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis
permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikataan atestasi
yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang
dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali
apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memnuhi ketentuan
perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang
berwenang.
3) Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh
Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai
interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan Kepatuhan terhadap kode etik, seperti juga dengan semua
standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada
pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan
anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan
oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran.
7
Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau
menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8
Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni
1994 di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik
dalam kongres IAI VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa
Kode Etik Akuntan Indonesia terdiri atas:
1. Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di
Jakarta terdiri atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.
2. Pernyataan Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam
kongres IAI VII di Bandung tahun 1994.
9
4. Dewan Pertimbangan Profesi IAI.
Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus
yang telah diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan
Pengawas Profesi. Dewan ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus
pelanggaran lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.
5. Departemen Keuangan RI.
Yaitu: Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat
Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek
Akuntan Publik. Pengawasan yang dilakukannya pada umumnya untuk
menilai apakah KAP yang diberi ijin telah melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang berhubungan dengan keputusan Menteri Keuangan tentang
perijinan pembukaan KAP (SK Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal 27
Januari 1997 tentang jasa akuntan publik.
6. BPKP.
Berdasarkan Keppres 31/th 1983, wewenangnya adalah melaksanakan
pengawasan terhadap KAP. Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP
melakukan evaluasi tentang kepatuhan KAP terhadap perizinan yang
diberikan dan terhadap pelaksanaan tugas profesional akuntan publik.
Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik
diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal
ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2,
yang berbunyi :
2. Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika
profesi serta hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.
3. Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan
bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan
obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan
pihak tertentu / kepentingan pribadinya.
10
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: "Jika seorang
anggota mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan tugas
profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan pada
Kode Etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara
keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia
memiliki ahli lain untuk memberi saran / bila merekomendasikan ahli lain itu
kepada kliennya”.
11
tentang kualitas kerja. 2) Sebuah pengaduan Bapeksta tentang cap dan tanda
tangan tanpa opini dan tentang pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD
(35 KAP). 3) Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan
tentang penyimpangan Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi BPKP
atas audit perusahaan daerah sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP
tentang penawaran atas kerja sama dalam rangka pemberian jasa akuntan. 6)
Pengaduan PT Taspen tentang audit tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan klien
KAP tentang audit tidak sesuai NPA, laporan audit terlambat, tidak sesuai
PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk klien periode sama, tugas tidak
selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar KAP tentang komunikasi
akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan 9) Pengaduan iklan oleh
pengurus IAI.
4. Konggres VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart
teknis dan kerahasiaan.
Adanya kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut
disebabkan karena pengurus lini pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan
Kehormatan bersifat tertutup. Hal ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam
menyelesaikan masalah secara tuntas.
Sidang Komisi Kongres IAI VIII bagian Pendahuluan Kode Etik IAI
menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua
standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman
dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik,
dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik
oleh organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika
perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh
badan pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya
untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.“
12
Menurut Yani (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode
etik, meliputi:
1. Faktor ekstern (uncontrollable), yaitu : 1) Kurangnya kesadaran anggota
masyarakat (termasuk anggota KAP) akan kepatuhan terhadap hukum. 2)
Honorarium yang relatif rendah untuk pekerjaan audit yang ditawarkan klien–
klien tingkat menengah dan kecil. 3) Praktek-praktek yang tidak benar dari
sebagian usahawan yang menyulitkan independensi akuntan publik. Dan 4)
Masih sedikitnya Badan Usaha yang membutuhkan jasa akuntan publik,
khususnya dibidang audit.
2. Faktor intern (controllable), yaitu : 1) Tidak adanya perhatian yang sungguh–
sungguh dari sebagian pimpinan KAP akan mutu pekerjaan audit mereka. 2)
Orientasi yang lebih mementingkan keuntungan Finansial dari pada menjaga
nama baik KAP yang bersangkutan. 3) Pendapat bahwa perbuatan–perbuatan
yang melanggar etik ini tidak atau kecil kemungkinannya diketahui pihak lain.
4) Kurangnya kesadaran untuk mengutamakan etik dalam menjalankan profesi
oleh sebagian anggota IAI-KAP. Dan 5) Mutu pekerjaan audit yang ada
kalanya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena penggunaan tenaga yang
berkualitas kurang baik.
Menurut Agoes (1996), beberapa hambatan dalam penegakan kode etik
antara lain :
1. Sikap anggota profesi yang mendua, pada satau sisi menolak setiap
pelanggaran terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran
atas pelanggaran tersebut.
2. Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan
pelanggaran kode etik. 3) Belum jelasnya aturan tentang mekanisme
pemberian sanksi dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik
dalam Anggaran Dasar maupun dalam Anggaran Rumah Tangga. Dan 4)
Belum dapat berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai akibat dari
belum jelasnya peraturan dalam AD/ART.
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Persamaan dari kode etik adalah sama-sama suatu sistem norma, nilai dan
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan
baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode
etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dan perbedaan dari
setiap kode etik suatu profesi setiap etika profesi mempunyai kode etik masing-
masing dan tersendiri yang dibuat oleh badan yang mengatur etika profesi
tersebut. Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar
kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum, tapi pelanggaran kode etik akan
diperiksa oleh majelis kode etik dari setiap profesi tersebut.
3.2. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA