Anda di halaman 1dari 31

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan laporan kasus ini telah disahkan dan disetujui oleh
pembimbing lahan dan pembimbing akademik pada :

Hari/ tanggal :

Bangsal/Ruangan :

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI

A. KONDEP DASAR NYAMAN NYERI


1. Pengertian
Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Menurut Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai
suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang
keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996).
Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak
nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992).

2. Sifat-Sifat Nyeri
Berikut adalah sifat-sifat nyeri adalah :
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
b. Nyeri bersifat subjektif dan individual.
c. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X dan lab
darah.
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat
perubahan fisiologis, tingkah laku, dan dari pernyataan klien.
e. Hanya pasien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti
apa rasanya.
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya suatu kerusakan
jaringan.
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen
nyeri yang tidak optimal.

3. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau
jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti
terbakar).Contoh: Terkena ujung pisau atau tergunting
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari
ligament, pembuluh darah, tendon dan saraf, nyeri
menyebar dan lebih lama daripada cutaneus Contoh:
Sprain sendi
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri
dalam rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya
terjadi karena spasme otot, ischemia, regangan jaringan.
b. Berdasarkan Penyebabnya
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus, Contoh: fraktur femur
2) Psycogenik. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/
susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/ psikis dan
biasanya tidak disadari.Contoh: orang yang marah-marah,
tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
c. Berdasarkan lama/ durasi
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami
cedera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai
ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi
peringatan akan adanya cedera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri ini kadang bisa hilang sendiri tanpa adanya
intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang
rusak.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode tertentu,
berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh
kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker
tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini
dapat berlangsung terus sampai kematian. Klien yang
mengalami kronis akan mengalami periode remisi (gejala
hilang sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi
(keparahan meningkat).
Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini
merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan
psikologis. Sifat nyeri kronis yang tidak dapat
diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan
seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu
yang mengalam kronik akan timbul perasaan yang tidak
aman, karena ia tidak tahu apa yang akan dirasakan dari
hari ke hari.
d. Berdasarkan lokasi/ letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke
jaringan di dekatnya (contoh: cardiac pain).
2) Reffered pain. Nyeri di rasakan pada bagian tubuh
tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.
3) Intracable pain. Nyeri yang sangat susah dihilangkan
(contoh: nyeri kanker maligna).
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh
yang hilang (contoh: bagian tubuh yang di amputasi) atau
bagian tubuh yang lumpuh karena injury medulla spinalis.
4. Reseptor Nyeri
Nosiseptor adalah reseptor ujung syaraf bebas yang ada di
kulit, otot, persendian, visceral dan vaskuler. Nosiseptor terdapat
pada :
a. Permukaan kulit (terdiri dari serabut C dan Delta-A)
b. Deep Somatik (Somatik dalam), dirasakan pada sensasi
pukul. Terletak pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot dan
lain-lain.
c. Daerah visceral (organ dalam, seperti jantung, hati, dan
sebagainya)

5. Fisiologi nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu
masih belum diketahui masih belum sepenuhnya dimengerti.
Tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan hingga derajat mana nyeri
tersebut menggangggu dipengaruhi oleh system algesia tubuh
dan transmisi system syaraf serta interpretasi stimulus.
Nosiseptor merupakan ujung syaraf perifer yang bebas dan
tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut
dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi.
Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi.
Proses tersebut terdiri atas 4 fase, yakni :
a. Transduksi, pada fase ini stimulus yang membahayakan
memicu pelepasan mediator biokimia yang mensensitisasi
nosiseptor.
b. Transmisi, terdiri atas 3 bagian :
1) Saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke
medulla spinalis.
2) Jaringan saraf yang meneruskan impuls ke atas
(ascendens) dari medulla spinalis ke batang otak dan
thalamus.
3) Hubungan tibal balik antara thalamus dan korteks
c. Persepsi, pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri
tampaknya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di
struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai
strategi prilkau-kognitif untuk mengurangi komponen sensorik
dan afektif nyeri (McCaffery & Pasero, 1999)
d. Modulasi, disebut juga fase “descenden”. Neuron di batang
otak mengirim sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut
descenden tersebut melepaskan subtansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls
ascenden yang membahayakan di dorsal medulla spinalis.

6. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri


a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga
perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang
dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami perubahan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap
nyeri adalah hal yang alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
b. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak
berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih
dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
c. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya
mereka meresapon nyeri (contoh: suatu daerah yang
menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat dari
kesalahannya sendiri).
d. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman
seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill
(1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Teknik relaksasi, guided
imagery merupakan teknik untuk mengatasi nyeri
f. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri
bisa menyebabkan seseorang cemas
g. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di
masa lampau dan saat ini nyeri yang lama timbul kembali,
maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman
di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
h. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang
mengatasi nyeri dan sebaliknya koping maladaptif akan
menyulitkan seseorang dalam mengatasi nyeri.
i. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
7. Jenis Penyebab Nyeri
Jenis penyebab Dasar fisiologis
a. Mekanik - Kerusakan jaringan, iritasi
- Trauma jaringan (ex: langsung pada reseptor nyeri,
operasi). inflamasi.
- Perubahan jaringan - Penekanan pada reseptor
(ex:edema). nyeri
- Penyumbatan pada - Distensi pada lumen
saluran - Penekanan pada reseptor
tubuh. nyeri, iritasi ujung saraf.
- Tumor. - Stimulasi pada reseptor nyeri.
- Spasme otot. - Kerusakan jaringan,
b. Termal perangsangan pada reseptor
Panas/ dingin (ex: nyeri.
combustio). - Perangsangan pada reseptor
c. Kimia nyeri karena akumulasi asam
- Iskemia jaringan karena laktat atau zat kimia lain
sumbatan arteri koroner. seperti asam laktat pada
- Spasme otot. jaringan.
- Sekunder terhadap stimulasi
mekanik yang menyebabkan
iskemia jaringan.

8. Intensitas Nyeri
Gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan
oleh individu dapat diketahui dengan :
a. Face Pain Rating Scale
b. Word Graphic Rating Scale (Deskriptif)
c. Skala intensitas nyeri numeric
d. Skala analog visual
e. Skala nyeri menurut Bourbanis

B. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN


PEMENUHANKEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya
penatalaksanaan nyeri yang afektif. Karena nyeri merupakan
pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua
factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor fisiologis, psikologis,
perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas
dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan
data dari klien dan (b) observasi langsung pada respon perilaku
dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan
pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek. Pengkajian
dapat dilakukan dengan cara PQRST :
 P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannyanyeri.
 Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
 R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
 S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
 T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
a. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan
klien kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka
terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka
sendiri. Langkah ini akan membantu perawt memahami makna
nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek,
antara lain :
1) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta
klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini biasanya
dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya
menandai bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat
bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari
satu sumber nyeri.
2) Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode
yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas
nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan
adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak
nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri
“terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri dapat
diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri
wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang
ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan
intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-
anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan
lan sia yang mengalami gangguan komunikasi.
Keterangan
 0: Tidak nyeri
 1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien
dapat berkomunikasi dengan baik).
 4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskribsikan nyeri, dapat mengikuti perintah dengan
baik).
 7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikan nyeri, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi, napas panjang dan distraksi.
 10 :Nyeri sangat berat (klien sudah tidak bisa
berkomunikasi.
3) Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul”
atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang
digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab
informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada
diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang
diambil.
4) Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya
nyeri dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya,
perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama
nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri
terakhir kali muncul.
5) Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya
nyeri. Sebagai contoh: aktivitas fisik yang berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stresor
fisik dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
6) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare.
Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh
nyeri itu sendiri.
7) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri
mempengaruhi aktivitas harian klien akan akan membantu
perawat memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa
aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur,
nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah,
aktivitas waktu seggang serta status emosional.
8) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau
pengaruh agama/budaya.
9) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
tergantung pada situasi, derajat dandurasi nyeri, interpretasi
tentang nyeri dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi
atau perasaan gagal pada diri klien.

b. Observasi respons perilaku dan fisiologis


Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan
indikator nyeri diantaranya :
1) Ekspresi wajah:
a) Menutup mata rapat-rapat
b) Membuka mata lebar-lebar
c) Menggigit bibir bawah
2) Vokalisasi:
a) Menangis
b) Berteriak
3) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan
digerakan tubuh tanpa tujuan yang jelas):
a) Menendang-nendang
b) Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
4) Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi,
bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal awitan
nyeri akut, respons fisiologis:
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi dan pernapasan
c) Diaforesis
d) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf
simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut
mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada.
Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih
dari satu respons tersebut merupakan indikator yang
buruk untuk nyeri.

1. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien
yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah :
a. Nyeri akut
Contoh diagnose keperawatannya adalah : Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Nyeri kronis
Contoh diagnose keperawatannya adalah : Nyeri kronik
berhubungan dengan invasi jaringan akibat kanker abdomen.

2. Perencanaan Keperawatan
a) Nyeri Akut
1) Tujuan: Setelah dilakukan selama 1x24 jam tindakan
diharapkan nyeri berkurang.
2) Kriteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Tanda-tanda vital (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit,
R: 16-20 x/menit).
- Klien dapat istirahat dan tidur normal sesuai dengan
usianya.
Intervensi Rasional
 Pantau karakteristik nyeri,  Variasi penampilan dan
catatan laporan verbal, perilaku pasien karena nyeri
petunjuk nonverbal dan respon terjadi sebagai temuan
hemodinamik pengkajian
 Ambil gambar lengkap  Nyeri sebagai pengalaman
terhadap nyeri dari pasien subjektif dan harus
termasuk lokasi dan intensitas digambarkan oleh pasien.
lamanya, kualitas( dangkal Bantu pasien untuk menilai
atau menyebar) dan nyeri dengan membandingkan
penyebaran dengan pengalaman nyeri
 Anjurkan pasien untuk  Penundaan pelaporan nyeri
melaporkan nyeri dengan menghambat peredaran
segera nyeri/memerlukan peningkatan
 Bantu melakukan teknik dosis obat. Selain itu nyeri
relaksasi misalnya : nafas berat dapat menyebabkan
dalam perlahan perilaku syok dengan merangsang
distraksi system syaraf simpatis,
 Visualisasi dan bimbingan mengakibatkan kerusakan
imajinasi lanjut dan mengganggu
 Periksa tanda-tanda vital
sebelum atau sesudah
penggunaan obat
 Narkotik  diagnostic serta hilangnya
 Berikan obat analgesic sesuai nyeri
indikasi  Membantu dalam penurunan
persepsi/respon nyeri
 Memberikan control situasi,
meningkatkan perilaku positif
 Hipotensi/depresi pernafasan
dapat terjadi sebagai akibat
pemberian narkotik
 - Membantu proses
penyembuhan pasien

b) Nyeri kronis
1) Tujuan: Setelah dilakukan selama 2x24 jam tindakan
diharapkan nyeri teratasi sebagian.
2) Kriteria hasil:
- Skala nyeri dalam rentang 1-3.
- Raut muka tidak menahan nyeri.
- Klien sudah tidak memegangi area yang
nyeri.
Intervensi Rasionalisasi
 Catat karakteristik nyeri  Mempermudah dalam
 Berikan posisi semi fowler tindakan pengobatan kepada
 Ajarkan teknik relaksasi klien
 Kolaborasi pemberian  Membantu memberikan rasa
obat analgesic sesuai nyaman kepada
dengan indikasi klienmenambah pengetahuan
pasien dalam mengurangi
rasa nyeri
 - Membantu pasien
dalam mengurangi rasa nyeri
3. Intervensi
Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dilakukan.

4. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri, di antaranya
hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya
respon fisiologis yang baik dan pasien mampu melakukan aktifitas
sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan:


Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Keperawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar kebutuhan Dasar Manusia:


Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.

Tarwoto dan Wartona. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
MEMBERIKAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

Nama : …………………………… NIM :…………………………

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
Definisi :
Nafas Dalam merupakan bentuk latihan nafas yang terdiri atas
pernafasan abdominal (diafragma)
Tujuan :
 Menjelaskan pengertian nafas dalam.
 Menjelaskan teknik napas dalam yang benar
Indikasi :
 Restriksi ekspansi dada ,minsalnya pada klien
dengan PPOM (misal asma dan bronchitis) atau klien
pada tahap penyembuhan setelah pembedahan
thoraks
Kontra indikasi :

Pelaksanaan
1. Persiapan Pasien :
 Memperkenalkan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan
ruangan
 Menjelaskan tujuan
 Menjelasakan langkah prosedur yang akan di lakukan
 Menyepakati waktu yang akan di gunakan
2. Persiapan alat dan bahan :
 Pelumas (minyak hangat / lotion)
 Handuk
 Bantal
 Perlak alas
3. Persiapan Lingkungan :
 Sampiran
Tahap pre interaksi
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat
Tahap orientasi
1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
1. Atur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi
setengah duduk di tempat tidur atau dikursi atau dengan
lying position (posisi berbaring) ditempat tidur dengan
satu bantal.
2. Fleksikan lutut klien untuk merilekskan otot abdomen
3. Tempatkan satu atau dua tangan pada abdomen,tepat
dibawah tulang iga
4. Tarik nafas dalam melalui hidung ,jaga mulut tetap
tertutup. Hitung sampai 3 selama inspirasi
5. Konsentrasi dan rasakan gerakan naiknya abdomen
sejauh mungkin, tetapi dalam kondisi relaks dan cegah
lengkung pada punggung. Jika ada kesulitan menaikkan
abdomen, ambil nafas dengan cepat,lalu nafas kuat lewat
hidung

6. Hembuskan udara lewat bibir, seperti meniup dan


ekspirasi secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk
suara hembusan tanpa menggembungkan dari pipi
7. Konsentrasi dan rasakan turunnya abdomen dan kontraksi
otot abdomen ketika ekspirasi. Hitung sampai 7 selama
ekspirasi.
8. Gunakan latihan ini setipa kali merasakan nafas pendek
dan tingkatkan secara bertahap selam 5-10 menit, empat
kali sehari. Latihan teratur akan membantu pernafasan
tanpa usaha. Latihan ini dapat dilakukan dalam posisi
duduk tegap, berdiri dan berjalan.
Tahap terminasi
1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
dilakukan kegiatan
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna


MEMBERIKAN TEKNIK PEMIJATAN (MASSAGE)

Nama : …………………………………… NIM :


…………………………………

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
Definisi :
Suatu metode upaya untuk menstimulasi sirkulasi darah serta
metabolism darah dalam jaringan
Tujuan :
 Mengurangi ketegangan otot
 Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis
 Mangkaji kondisi kulit
 Meningkatkan sirkulasi / peredaran darah pada area yang
di massage

Indikasi :

Kontra indikasi :

Pelaksanaan
4. Persiapan Pasien :
 Memperkenalkan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan
ruangan
 Menjelaskan tujuan
 Menjelasakan langkah prosedur yang akan di lakukan
 Menyepakati waktu yang akan di gunakan
5. Persiapan alat dan bahan :
 Pelumas (minyak hangat / lotion)
 Handuk
 Bantal
 Perlak alas
6. Persiapan Lingkungan :
 Sampiran
Tahap pre interaksi
3. Cuci tangan
4. Siapkan alat-alat
Tahap orientasi
5. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
6. Memperkenalkan nama perawat
7. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga
8. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
9. Mencuci tangan
10. Pasang alas pada daerah yang akan di massage
11. Letakkan sebuah bantal kecil dibawah perut pasien untuk
menjaga posisi yang tepat
12. Tuangkan sedikit lotion ke tangan (tangan perawat).
Usapkan kedua tangan sehingga lotion akan rata dan
hangat pada permukaan tangan. Gunakan lotion sesuai
kebutuhan
13. Metode message
 Selang seling tangan.
Cara ini message punggung dengan tekanan pendek,
cepat bergantian tangan

 Remasan.
Cara ini mengusap otot bahu dengan setiap tangan
perawat yang dikerjakan secara bersamaan
 Eflurasi.
Cara ini massage punggung dengan kedua tangan,
menggunakan tekanan lebih halus dengan gerakan
keatas untuk membantu aliran balik vena
 Petriasi.
Cara ini menekan punggung secara horizontal. Pindah
tangan perawat dengan arah yang berlawanan dengan
menggunakan gerakan meremas
 Tekanan Menyikat
Menekan daerah punggung dengan menggunakan
ujung jari untuk mengakhiri massage
6. Lakukan message sampai rasa nyeri berkurang (± 15
menit)
7. Lap badan pasien dengan menggunakan handuk pada
daerah yang terkena lotion
8. Pasien dirapihkan
9. Alat – alat dirapihlan
10. Mencuci tangan
11. Dokumentasikan hasil yang ditemukan pada pasien
sewaktu pelaksanaan massage
Tahap terminasi
4. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
5. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
6. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
2. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
dilakukan kegiatan
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna


MEMBERIKAN TEKNIK IMAJINASI

Nama : …………………………………… NIM :


…………………………………

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
Definisi :
TEKNIK IMAJINASI : Pasien menciptakan kesan dalam
pikiran berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara
bertahap pasien kurang merasakan nyeri. Perawat melatih pasien
dalam membangun kesan dan berkonsentrasi pada pengalaman
sensori.
TEKNIK RELAKSASI : Relaksasi merupakan kebebasan
mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi dapat
digunakan pada pasien sakit ataupun sehat

Tujuan :
 Memberikan pasien kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri.
 Membantu tubuh pasien segar kembali dan bergenerasi
setiap hari
 Penciptaan kesan dalam pikiran pasien agar berkonsentrasi
pada kesan tersebut sehingga secara bertahap pasien
kurang merasakan nyeri.

Indikasi :
 Restriksi ekspansi dada ,minsalnya pada klien dengan
PPOM (misal asma dan bronchitis) atau klien pada tahap
penyembuhan setelah pembedahan thoraks
Kontra indikasi :

Pelaksanaan
7. Persiapan Pasien :
 Memperkenalkan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan
ruangan
 Menjelaskan tujuan
 Menjelasakan langkah prosedur yang akan di lakukan
 Menyepakati waktu yang akan di gunakan
8. Persiapan alat dan bahan :
 Tempat tidur
 Music (sesuai keinginan pasien)
9. Persiapan Lingkungan :
 Sampiran
Tahap pre interaksi
5. Cuci tangan
6. Siapkan alat-alat
Tahap orientasi
9. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
10. Memperkenalkan nama perawat
11. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga
12. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
1. Duduk dekat pasien tetapi tidak mengganggu
2. Lakukan bimbingan
 Meminta pasien untuk memikirkan hal-hal yang
menyenangkan atau pengalaman yang membantu
penggunaan semua indera dengan suara yang lembut
 Ketika pasien rileks, pasien berfokus pada
bayangannya dan saat itu perawat tidak perlu bicara
lagi

 Jika pasien menunjukan tanda-tanda agitasi, gelisah


atau tidak nyaman, perawat harus menghetikan latihan
dan memulainya lagi ketika pasien tlah siap
 Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh. Setelah 15
menit, pasien harus menghentikan tubuhnya, lalu cacat
daerah yang tegang dan daerah ini akan digantikan
dengan relaksasi. Biasanya pasien rileks setelah
menutup mata atau mendengarkan musik yang lembut
sebagai background yang membantu
 Catat hal-hal yang digambarkan pasien dalam pikiran
untuk digunakan pada latihan selanjutnya dengan
menggunakan informasi spsifik ynag diberikan pada
pasien dan tidak membuat perubahan pernyataan
pasien.

Tahap terminasi
7. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
8. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
9. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
3. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
dilakukan kegiatan
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :

0 = tidak dikerjakan
1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna


CHECKLIST POSISI SEMI FOWLER DAN FOWLER

Nama : …………………………………… NIM :


…………………………………

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
Definisi :

a. Posisi semi fowler adalah posisi tempat tidur dengan


menaikkan kepala dan dada setinggi 15-450 tanpa fleksi
lutut.
b. Posisi fowler adalah posisi tempat tidur dengan
menaikkan kepala dan dada setinggi 75-900 tanpa fleksi
lutut.

Tujuan :

 Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dan


kardiovaskular serta pasien lumpuh.
 Melakukan aktivitas tertentu.

Indikasi :
Pasien dengan penyakit jantung,asma,dan pada pasien
lumpuh.
Kontra indikasi :
Pada pasien refraktur.
Pelaksanaan
10. Persiapan Pasien :
 Memperkenalkan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan ruangan
 Menjelaskan tujuan
 Menjelasakan langkah prosedur yang akan di lakukan
 Menyepakati waktu yang akan di gunakan.

11. Persiapan alat :


 Tempat tidur
 Bantal kecil
 Gulungan handuk
 Footboard (bantalan kaki)
 Sarung tangan (jika diperlukan)

12. Persiapan Lingkungan :


 Sampiran
Tahap pre interaksi
7. Cuci tangan
8. Siapkan alat-alat
Tahap orientasi
13. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
14. Memperkenalkan nama perawat
15. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga
16. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan jika diperlukan.
2. Minta klien untuk menfleksikan lutut sebelum kepala
dinaikkan.
3. Naikkan kepala tempat tidur 15-450 untuk semi fowler dan
75-900 untuk fowler.
4. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva
lumbal jika ada celah disana.
5. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien.
6. Letakkan bantal dibawah kaki,mulai dari lutut sampai
tumit.
7. Pastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut
dalam keadaan fleksi.
8. Letakkan trochanter roll (gulungan handuk) di samping
masing-masing paha.
9. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan bantalan
kaki.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan
jika klien memiliki kelemahan pada kedua tangan tersebut.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
12. Dokumentasikan tindakan.
Tahap terminasi
10. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
11. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
12. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
dilakukan kegiatan
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :

0= tidak dikerjakan

1= dikerjakan tetapi tidak sempurna

2=dikerjakan dengan sempurna

Anda mungkin juga menyukai