Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL PERTEMUAN 1

DATA FOKUS HIPOTESA MORE INFO DOW NOW LEARNING ISSUE EBN
PATHWAY
DS : Predisposisi ; - Riwayt bullying - Dampak dari 1. Defiinisi halusinasi
- Pasien mengatakan 1. Orangtua = atau tidak halusinasi jika terus
mendengar suara kamu akan menyendiri, banyak : saat kecil pasien menerus 2. Patofisiologi
tetap disini fikiran pernah dibuly oleh  Bisa menjadi RPK 3. Klasifikasi
- Suara-suara yang didengar Presipitai warga dengan kata jika pasien halusinasi
menakutkan pada sore hari 1. Biologis :Putus obat ainun gila dan edan halusinasinya 4. Tanda gejala
dan sedang sendiir 2. Social budaya : lebih - Obat apa di pondok menakutkan, ketika 5. Faktor penyebab
- Sudah pernah di kurung dikekakng THP dan halusinasi yang 6. Pohon masalah
- Sudah bolakbalik 4 kali 3. Citra diri ; rambut Risperidone terus menerus bisa 7. Fase-fase
- Terkahir di pondokkan pendek - Riwayat keluarga membuat pasien halusinasi
langsung di bawa kesini 4. Psikologis : pola asuh gangguan jiwa : menjadi halusinasi 8. Rentang respon
- Mengatakan malu dengan orangtua, tidak - Dari 3 generasi yang kronik atau 9. Penatalaksanaan
rambutnya yang pedek dan terpenuhi proses keluarga pasien pasien akan menjadi psikofarmaka
gendut perkembangan tidak ada yang parah pada fase 10. Askep
- Sudah bisa mengalihkan 5. Social budaya ; mengalami yang ke 4.
ketika halusinasi muncul penolakna dari gangguan jiwa - Fase halusinasi
bicara dengan temannya keluarganya - Dirumah sakit 1. Sleep disoerder
- Pasien mengatakan ayahnya MK : dekat dengan siapa 2. Comforting
meninggal sejak smp - Gangguan persepsi : dekat dengan Ny, 3. Condemening
- Menyukai bagian hidung sensori : halusinansi S dan Ny. K 4. Controlling
- Pasien mengatakan suka - HDR Kalau di rumah 5. conquering
dengan tn jefri tidak di restui - Waham obsesif (bizer) dekat dengan Tn. I - Bagaimana
orangtuanya - dan di pondok cara agar
dekat dengan Ny.A menerima
- Pasien meengatakan sudah - Penyebab putus tubuhnya yang
menikah tetapi belum obat : karena pasien seperti itu
menikah bosan - Dampak yang
- Pola asuh waktu kecil suka - Mekanisme koping ditimbulkan
mengekanng : mekanisme ketika bisa meruak
- Jarang berkomunikasi halusinasi muncul control diri,
- adalah menghardik merusak
- Apakah ada risiko lingkunga,
untuk RPK ada tidak merespon
nggak : ada karena perintah.
jika di bully pasien - Deficit
akan cenderung perawatan diri,
keluar dari respon isolasi social
marahnya karena
- Pondok dimana : kurangnya
pondok harumain interaksi
di tusn taruban dengan
(kulon progo) lingkungannya.
Yogyakarta. Seperti
kerjasama dengan
rumah sakit jiwa
- support system :
support system
paling berpengaruh
pada pasien adalah
iibu pasien
- Perekonomian
keluarga :
Menurut pasien
perekonomian
keluarganya sudah
cukup karena dari
keluarganya sudah
bekerja semua dan
memiliki
penghasilan.
- Obat terkahir yang
di konsumsi apa
sebelum masuk RS
:pasien mengatakan
sebelum ke RS
minum obat
clozapine dan
ketika di pondok
selain diberi obat
tetapi diberikan
ritual mandi agar
pasien tenang.

DO
- Masih tampak senyum
senyum sendiri
- Tampak sedih
- Tampak mondar
mandir
- Pasien terlihat
bercakap-cakap dg
temannya
-
Learning Issue
1. Defiinisi halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.
Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat
menjalankan pemenuhan dalam kehidupansehari-hari (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari 5 indera (pendengaran,
penglihatan, peraba, pengecap, penghidu) (Stuart, 2013). Halusinasi adalah gangguan
penerimaan panca indera tanpa ada stimulus/ rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua penginderaan dimana terjadi saat kesadaran individu itu penuh atau baik.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penciuman. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada (Ekawati, 2013).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan terjadinya
perubahan persepsi sensori yang mengungkapkan respon tanpa adanya stimulus yang
diberikan.
2. Patopsikologi
3. Klasifikasi halusinasi

halusinasi di klasifikasikan menjadi 5 bagian yaitu:

1. Halusinasi pendengaran/suara
Halusinasi yang terjadi karena mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya yang tidak nyata. Pasien sering kali bicara atau tertawa
sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, dan
menutup telinga.
2. Halusinasi penglihatan
Halusinasi yang terjadi karena melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu, atau monster yang tidak nyata. Pasien sering kali menunjuk-
nunjuk kearah tertentu dan memiliki ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
3. Halusinasi penglihatan
Halusinasi yang terjadi karena membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
dan kadang-kadang itu menyenangkan yang tidak nyata. Pasien sering kali mencium
membaui bau-bauan tertentu serta menutup hidung.
4. Halusinasi pengecapan
Halusinasi yang terjadi karena merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses yang
tidak nyata. Pasien sering kali meludah dan muntah.
5. Halusinasi perabaan
Halusinasi yang terjadi karena merasakan ada serangga di permukaan kulit dan
merasa seperti tersengat listrik yang tidak nyata. Pasien sering kali menggaruk-
garuk permukaan kulit.
Yusuf, PK, & Nihayati (2015)
1. Auditory
Adalah halusinasi pendengaran dimana seseorang mendengar suara-suara
2. Visual
Adalah halusinasi penglihatan dimana seseorang melihat gambaran mungkin dalam
bentuk lintasan cahaya, pandangan yang terperinci atau kompleks
3. Olfactory
Adalah halusinasi penghidu dimana seseorang membaui bau busuk, sangat
menjijikan, bau tengik, tetapi kadang-kadang bau bisa menyenangkan
4. Gustatory
Adalah halusinasi pengecap dimana seseorang merasa mengecap sesuatu yang
busuk, menjijikan, rasa tengik
5. Tactile
Adalah halusinasi peraba dimana seseorang mengalami perasaan tidak nyaman atau
nyeri tanpa adanya rangsangan, misalnya merasakan sensasi listrik datang dari tanah
6. Cenestetic
Adalah halusinasi dimana seseorang merasakan fungsi tubuhnya sendiri, misalnya
seseorang merasakan darah mengalir melalui pembuluh darah
7. Kinesthetic
Adalah halusinasi dimana seseorang mengalami sensasi pergerakan saat berdiri,
tidak bergerak atau sebaliknya pada saat bergerak, dia merasa seperti hanya diam
saja
Yosep, H.I., Sutini, T.(2014)
4. Tanda gejala

a. Pasien melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang orang lain tidak bisa
mengalaminya (Suheri, 2014).
b. Pasien kehilangan control terhadap dirinya sendiri sehingga dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain (Suheri, 2014).
c. Pasien ketakutan, berbicara sendiri, tertawa dan berperilaku aneh jika sedang
mengalami halusinasi (Suheri, 2014).
d. Pasien panic dan perilaku dikendalikan oleh halusinasi (Suheri, 2014).

Tanda dan gejala dari halusinasi adalah:


a. berbicara dan tertawa sendiri
b. bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
c. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. disorientasi
e. merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. ingin memukul atau melempar barang – barang
5. Faktor penyebab

Faktor Predisposisi
Faktor presdiposisi merupakan faktor risiko dan protektif yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat digunakan seseorang untuk mengatasi stress.
a. Predisiposisi Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas,
serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.
b. Predisposisi Psikologis
Perkembangan diri, pola asuh. Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung
jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam hayal (Yosep & Sutini, 2014).
c. Predisposisi Sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi
dan halusinasi.
d. Predisposisi Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stres (Yosep & Sutini,
2014).
e. Predisposisi Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase
(DMP). Akibat stres berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcoline dan
dopamin (Yosep & Sutini, 2014).

Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang menantang, mengancam, atau menuntut
individu, yang memerlukan energy tambahan dan mengakibatkan suatu ketegangan
dan stress.
1. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
2. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.

Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
faktor biologis yang memperngaruhi proses terjadinya halusinasi ada beberapa
yaitu:
a) Genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi
jika kedua orang tua skizofrenia (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
b) Neurobilogik
Pasien dengan halusinasi pada scizofrenia mengalami penurunan volume
lapisan abu-abu otak. Bagian otak di gyrus superior temporal kiri juga
mengalami penurunan pada pasien halusinasi. Neurobiologik juga
berhubungan system limbic yang fungsinya dikendalikan oleh
neurotransmitter (Hughdahl, 2015).
c) Neurotransmitter
Neurotransmitter yang palin gberpengaruh terhadap terjadinya halusinasi
yaitu dopamine. Dopamine sangat mempengaruhiaktivitas motoric dan area
berfikir di otak. Kadar dopamine yang tinggi menyebabkan seseorang
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara realitas dengan ilusi.
Neurotransmitter lain yaitu hypocretin yang disekresikan sel dihipotalamus.
Penurunan kadar hypocretin dapat menyebabkan seseorang mengalami
halusinasi dan gangguan tidur (Carver, 2016).
d) Asam amino
Asam amino inhibitor gamma-monobutyric acid (GABA) yang berkurang
pada otak individu dapat menyebabkan hiperaktivitas dopamine dan
noradrenergic sehingga pasien mengalami ketidakseimbangan
neurotransmitter dan gangguan emosi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
2) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
3) Faktor social
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi
dan halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
a. Faktor presipitasi
a). Stresor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
b). Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin,
serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
c). Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
d). Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan social
(Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
b. Sumber koping
1. Sumber internal: motivasi. Motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa
aspek yaitu untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi, keinginan
mencapai tujuan atau prestasi, dan adanya imbalan yang diterima atau prestasi
yang didapat.
2. Sumber koping eksternal berhubungan dengan dukungan social, yang merupakan
modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan social yang diterima dapat berupa
dukungan emosional dalam bentuk berbagai perasaan dengan pasien, peduli dan
menunjukan kasih sayang, memberikan umpan balik, menjadi pendengar yan
gbaik dan teman serta ketersediaan sarana dan prasana.
6. Pohon masalah

Halusinasi, waham, resiko perilaku


kekerasan, perilaku kekerasan

Presipitasi
(stressor lingkungan, biokimia,
psikologis, perilaku)

Predisposisi
(biologis, psikologis, social kultural, obat-obatan
7. Fase-fase halusinasi

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Dermawan & Rusdi (2013) proses


terjadinya halusinasi terdapat 4 tahap yaitu:
1. Fase 1 (comforting)
Merupakan fase awal individu sebelum muncul halusinasi. Fase ini menyenankan dan
memberikan rasa nyaman kepada klien. Tingkat ansietas sedang secara umum
halusinasi merupakan kesenangan (Dermawan & Rusdi, 2013).
2. Tahap 2 ( condeming)
Pada tahap ini klien biasanya bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan
berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyababkan antipati. (Fitria, 2012).
3. Tahap 3 (controlling)
Tahap ini merupakan tahap dimana halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori
menjadi tidak relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguasa (Trimelia, 2011).
4. Tahap 4 (conquering)
Pada tahap ini halusinasi bersifat menaklukkan, halusinasi menjadi lebih rumit serta
menakutkan, klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya (Trimelia,
2011).
8. Rentang respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran kadang  Kelaianan pikiran /


 Persepsi akurat menyimpang delusi
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan pengalaman  Reaksi emosional  Ketidakmampuan
 Perilaku sesuai berlebihan atau kurang untuk mengalami
 Hubungan sosial  Perilaku ganjil / tak emosi
lazim  Ketidakteraturan
 Menarik diri  Isolasi sosial

9. Penatalaksanaan psikofarmaka

10. Askep
NO DX KEP TUJUAN INTERVENSI
Gangguan Setalah dilakukan tindakan BHSP
Persepsi keperawatan selama 3x24 Ajarkan SP 1
Sensori: jam, masalah gangguan 1. Diskusikan penyebab, tanda dan
Halusinasi persepsi sensori: halusinasi gejala, perilaku halusinasi yang
dapat teratasi dengan criteria muncul
hasil: 2. Jelaskan cara mengontrol
1. Pasien dapat membina halusinasinya dengan menghardik,
hubungan saling percaya bercakap-cakap dengan orang lain,
bersama petugas obat melakukan kegiatan yang telah
2. Pasien dapat mengetahui dijadwalkan, dan minum obat
isi, waktu terjadinya, 3. Latihan cara mengontrol
frekuensi, situasi halusinasinya dengan menghardik
pencetus dan respon atau mengusir suara yang didengar
terhadap halusinasinya 4. Masukan jadwal kegiatan untuk
3. Pasien dapat mnghardik
mendemonstrasikan cara
mengontrol halusinasi Ajarkan SP 2
dengan cara: 1. Evaluasi kegiatan cara mengontrol
- Menghardik halusinasi dengan menghardik,
- Minum obat 2. Latihan cara mengontrol halusinasi
- Bercakap-cakap dengan menggunakan obat (jelaskan
- Memasukkan jadwal 8 benar minum obat)
latihan 3. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk menghardik dan minum obat
Ajarkan SP 3
1. Evaluasi kegiatan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik dan
minum obat
2. Latih cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang yang ada di sekitar pasien.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk menghardik, dan bercakap-
cakap dan minum obat.
Ajarkan SP 4
1. Evaluasi kegiatan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik,
bercakap-cakap dan minum obat.
2. Latihan cara mengontrol halusiasi
dengan memasukkan jadwal harian
dari pagi sampai malam
3. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk menghardik, bercakap-cakap ,
minum obat dan jadwal harian dari
pagi sampai malam
DAFTAR PUSTAKA

Carver, J. (2016). The Cemicals Imbalance In Mental Health Problems. Diakses dari
http://www.drjoecarver.com/clients/49355/File/Chemical%20Imbalance.html tanggal 26
Desember 2016.
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Gosyen Publishing.
Ekawati, MR. (2013). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Nn. S Dengan Perubahan Persepsi Sensori
Halusinasi Pendengaran Di Ruang Sumbodro Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/25846/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf tanggal 26
Desember 2016.
Hughdahl, K. (2015). Auditory Hallucinations: A Rivew Of The ERC “VOICE” Project. Diakses
dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4473491/ tanggal 26 Desember
2016.
Suheri.(2014). Pengaruh Tindakan Generalis Halusinasi Terhadap Frekuensi Halusinasi Pada
Pasien Skizofrenia Di Rs Jiwa Grhasia Pemda DIY. Diakses dar
ihttp://opac.unisayogya.ac.id/478/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf tanggal 26 Desember
2016.
Stuart, G.W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : TIM
Yosep, H.I., Sutini, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa and Advance Mental Health Nursing.
Cetakan ke-6. PT Refika Aditama: Bandung.
Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Yusuf, Rizky, dan Hanik. (2015). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, H.I., Sutini, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa and Advance Mental Health Nursing.
Cetakan ke-6. PT Refika Aditama: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai