Anda di halaman 1dari 2

1.

Intisari pada artikel “Ini 5 Perilaku Konsumen Indonesia saat Berbelanja Online”
Persaingan E-commerce investasi Alibaba melalui Lazada dan Tokopedia, shopee karena di
Indonesia memiliki potensi perdagangan elektronik yang amat besar.Namun memenangkan
pasar Indonesia tidak semudah yang dibayangkan. Masih banyak tantangan yang harus
dihadapi oleh pelaku e-commerce hingga sekarang. Mulai dari akses dan kecepatan internet,
masalah geografis dan tipografis, hingga metode pembayaran.

iPrice meluncurkan riset White Paper pertamanya dengan mengumpulkan data lebih dari 1000
e-commerce di negara Asia Tenggara dalam periode Juli 2016 hingga Juni 2017.
Riset tersebut berisi perilaku konsumen Indonesia dalam berbelanja online. Temuan ini tentu
bisa menjadi sebuah insight yang bermanfat bagi pemain e-commerce untuk menentukan
strategi marketingnya dalam merebut hati konsumen.
5 hasil riset :
1. konsumen Indonesia ternyata lebih suka mampir ke toko daring melalui ponsel pintar
mereka.
2. konsumen Indonesia lebih suka melihat barang lewat ponsel tetapi berbelanja melalui
komputer desktop
3. Rata-rata pembelanjaan konsumen Indonesia adalah Rp481.000
4. Konsumen Indonesia suka berbelanja dari pada hari kerja.
5. Metode pembayaran transfer bank masih tetap populer.

Trust issue juga menjadi alasan COD masih banyak dipakai oleh konsumen meskipun
sebenarnya tidak efektif. Secara bersamaan, data tersebut menunjukkan ada yang kurang
matang di sistem pembayaran e-commerce Indonesia. Sistem pembayaran ini tentu masih
menjadi masalah klasik yang tak kunjung usai dalam pekerjaan rumah pelaku industri e-
commerce.

2. Hal-hal yang membuat konsumen tidak loyal pada suatu produk


 Perusahaan tidak bisa bersaing dengan harapan konsumen yang terus meningkat.
Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan loyalitas pelanggan telah menjadi masalah bagi banyak
perusahaan, terlepas dari investasi besar yang mereka lakukan dalam peningkatan pelayanan. Hal
ini karena pola harapan konsumen yang berkembang lebih cepat. Konsumen tidak membandingkan
perusahaan ke posisi mereka setahun yang lalu, melainkan mereka membandingan perusahaan
untuk menjadi yang terbaik di kelasnya.
 Program loyalitas mereka yang hilang jejak
Banyak perusahaan berpikir bahwa jalan pintas untuk menciptakan loyalitas pelanggan adalah
dengan kartu loyalitas. Namun, semua studi terbaru setuju bahwa kartu loyalitas memangkas
margin keuntungan. Alih-alih menciptakan loyalitas, Anda malah kehilangan banyak uang. Loyalitas
tidak untuk dijual tetapi harus diterima.
 Digitalisasi membuat segalanya transparan
Dunia ini menjadi lebih digital seiring pesatnya adopsi smartphone dan tablet. Saat ini lebih dari
setengah konsumen menggunakan perangkat mobile mereka untuk membandingkan harga pada
saat berbelanja. Jika sebuah perusahaan atau merek tidak memberikan nilai tambah maka
konsumen akan berbelanja dengan melihat harga. Dunia online telah membuat transparansi harga
yang sangat mudah untuk diakses, sebuah tren yang bahaya bagi setiap perusahaan di luar sana.
 Fokus pada sentuhan individu, bukan pada pengalaman pelanggan secara
keseluruhan
Perusahaan di bagi dalam beberapa departemen, setiap departemen bertanggung jawab terhadap
pengalaman pelanggan dari satu aspek tertentu dari hubungan pelanggan. Beberapa perusahan
mengambil pendekatan holistik untuk berhubungan dengan pelanggan, dengan hanya satu orang
yang bertanggung jawab atas setiap aspek dari hubungan pelanggan.
Dalam sebuah artikel di Harvard Business Review, McKinsey mengatakan ketidaksetiaan disebabkan
oleh kurangnya pemahaman di berbagai kontak media bukan oleh ketidakpuasan pelanggan dari
satu interaksi.
 Tidak ada relevansi yang unik kepada konsumen
Ketika pelanggan setia mereka benar benar mengatakan bahwa suatu produk atau jasa tidak
relevan bagi mereka, produk atau jasa yang bersangkutan tak lagi menonjol dalam kompetisi.
Dalam beberapa tahun terakhir pemasar telah meluncurkan sejumlah inovasi, seringkali rasa atau
kemasan baru.

Anda mungkin juga menyukai