Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

PADA PASIEN DENGAN CA. SERVIK

OLEH:

KELOMPOK 3

1. NI MADE ARIK PUSPARANI (16C11810)


2. KADEK DELIANA (16C11819)
3. NI LUH DIYAH SETIANDARI (16C11823)
4. NI LUH HENI NURYANI (16C11830)
5. NI KADEK NOVI ANTARI (16C11843)
6. I PUTU PAHANG REFORANSA PUTRA (16C11847)
7. NI LUH RAKA JESIKA EVANGELISTA (16C11851)
8. NI MADE SRIANI (16C11859)
9. KADEK SUABUDI ANTIKA (16C11860)
10. NI PUTU YUMI MASYUNIATI (16C11879)

PRODI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BALI

TAHUN AJARAN 2019

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa
berkat dan rahmat Nya-lah kami tidak dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Teoritis pada CA Servik tepat pada waktu yang telah di tentukan. Kami
juga berterimakasih kepada pihak yang baik secara langsung ataupun tidak langsung
membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang di berikan pada mata pelajaran keperawatan Maternitas 2 pada
semester VI di STIKES BALI.

Penulis ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua


pihak yang memebantu dan menyelesaikan makalah ini, khususnya pada dosen yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.
Karena itu penulis meminta saran maupun kritik secara terbuka. Semoga makalah ini
bisa menjadi pedoman dan bermanfaat bagi para pembaca dan dosen penguji.
Terimakasih

Denpasar, 9 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................3
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................3
BAB II KONSEP TEORI
2.1 Pengertian .....................................................................................................4
2.2 Klasifikasi .....................................................................................................4
2.3Penyebab/ etiologi ..........................................................................................8
2.4 Patofisiologi dan WOC .................................................................................10
2.5 Tanda dan Gejala ..........................................................................................11
2.6 Komplikasi ...................................................................................................13
2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................13
2.8 Penatalaksaana .............................................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITI
3.1 Pengkajian .....................................................................................................16
3.2 Diagnosa .......................................................................................................17
3.3 Perencanaan ..................................................................................................17
3.4 Implementasi .................................................................................................23
3.5 Evaluasi .........................................................................................................24

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................25
4.2 Saran .............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan reproduksi yang banyak dialami oleh wanita saat ini
yaitu kanker serviks. Kanker serviks menempati urutan kedua sebagai penyebab
kematian wanita diseluruh dunia setelah kanker payudara. Gejala awal kanker
serviks sering kali tidak begitu disadari oleh wanita karena tidak ada tanda dan
gejala khusus, sehingga seseorang yang divonis menderita kanker serviks akan
mengalami kecemasan, dan stress yang berlebih sehingga merangsang hormon
katekolamin, yaitu hormon yang dapat menurunkan nafsu makan (Ria Riksani &
Reimediaservis 2016).
Setiap tahun, sekitar 470.000 orang diseluruh dunia didiagnosis menderita
kanker serviks,230.000 orang diantaranya harus meninggal karena penyakit
berbahaya ini, dan lebih dari 190.000 orang diantaranya berasal dari negara
berkembang. Dari kasus yang berkembang dalam tiga dekade terakhir, diketahui
bahwa terdapat peningkatan kasus kanker serviks pada wanita yang berusia lebih
mudah, yaitu dibawah 30 tahun. Angka kematian yang disebabkan oleh kanker
serviks, dilaporkan bahwa setiap dua menit, seorang wanita didunia meninggal
dunia, sementara di Asia pasifik, setiap empat menit 1 wanita meninggal dunia
dan di Indonesia setiap satu jam 1 wanita meninggal dunia. (Ria Riksani &
Reimediaservis, 2016)
Indonesia berada pada posisi keenam dari 50 negara di dunia degan angka
kematian akibat kanker serviks yaitu 7.493 orang, sedangkan untuk Asia
Indonesia berada pada urutan keempat dengan jumlah penderita sebanyak 17,3
per 100.000 perempuan pertahun. Di Indonesia Sekitar 20.928 wanita didiagnosa
kanker serviks wanita (ICO onformation cencer on HPV and center 2014 dalam
studi kasus Darmawati 2017).
Statistik menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan pasien penderita kanker
serviks stadium awal bisa mencapai 90%. Pada stadium awal, penyakit ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kesehatan apa pun. Dengan demikian,
pemahaman yang lebih baik tentang kanker serviks dan melakukan tindakan
pencegahan yang tepat akan meningkatkan peluang sembuhnya pasien dari
penyakit ini, dengan bantuan diagnosis dini dan pengelolaan penyakit.
Dari latar belakang di atas kami dari kelompok tertarik untuk membahas
tentang “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan CA Servik (Kanker Servik))” mengingat tingginya angka penderita
kanker serviks banyak terjadi pada negara-negara berkembang termaksud
Indonesia, karena masih banyaknya wanita Indonesia yang berada dibawah garis
kemiskinan, yang menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan gizi yang baik
untuk menunjang sistem kekebalan tubuhnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah


sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana konsep teori dari Ca Servik/ Kanker Servik?


1.2.2 Bagaimana Asuhan Keperawatan Teoritis pada pasien dengan Ca
Servik/ Kanker Servik?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari pembuatan laporan ini
yakni sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui sekaligus memberikan informasi baik
mahasiswa maupun kalayak umum tentang penanganan yang baik dan
tepat serta asuhan keperawatan yang tepat diberikan kepada wanita,
khususnya wanita yang sedang mengalami penyakit kanker servik.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khususnya yaitu:
1.3.2.1 Untuk mengetahui kinsep teori dari Ca Servik/ Kanker Servik;
1.3.2.2 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Teoritis pada pasien
dengan Ca Servik/ Kanker Servik.

1.4 Manfaat

Dari tujuan di atas, adapun manfaat dari pembuatan laporan ini yakni
sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis


Sebagai mahasiswa kita bisa mempelajari atau memahami
bagaimana penanganan maupun pencegahan yang baik dan tepat serta
asuhan keperawatan yang tepat diberikan pada wanita atau perempuan,
khususnya wanita yang sedang mengalami Ca Servik/ Kanker Servik.
1.4.2 Manfaat Praktis
Kita sebagai mahasiswa bisa mempraktikan ataupun
menerapkan bagaimana penanganan maupun pencegahan yang baik
dan tepat diberikan serta asuhan keperawatan yang tepat diberikan
pada wanita/ perempuan, khususnya wanita yang sedang mengalami
Ca Servik/ Kanker Servik.
BAB II

KONSEP TEORI CA SERVIK

2.1 Pengertian
Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan
pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk
menyerang jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat
yang jauh (metastasis) (Wuto, 2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan
salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006
dalam Padila, 2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila,
2012).
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuomosa, kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher
rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
kearah rahim, letaknya antara rahim dan liang seggama (vagina). (Notodiharjo
2002 dalam Ria Riksani & Reimediaservis 2016).
Jadi, kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim, kanker
serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim.

2.2 Klasifikasi Ca Servik


1. Mikroskopis

a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia
berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan
dengan karsinoma insitu.
b. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan
epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang
tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel
cadangan endoserviks.
c. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan
sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi
pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari membrana basalis, biasanya
tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
d. Stadium Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol
besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir
posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan
formiks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
e. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
1) Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina
dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam
vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
2) Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang
lambat laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).

2. Makroskopik

a. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa

b. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum

c. Stadium setengah lanjut


Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio
d. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (Padila, 2012).

Tahapan stadium kanker serviks

Stadium kanker serviks dikelompokkan berdasarkan tingkat tumor utama,


penyebaran kanker ke kelenjar getah bening di dekatnya, dan penyebaran kanker
ke bagian tubuh lainnya yang jauh dari tempat awal kanker berkembang.
Berdasarkan hal tersebut, penyebaran sel kanker dikelompokkan menjadi empat
stadium. Dilansir dari American Cancer Society, berikut ini merupakan tahap
stadium kanker serviks:

1. Stadium 0

Pada tahap ini, sel kanker hanya ada di sel-sel pada permukaan terluar
leher rahim. Sel kanker ini belum menyerang jaringan serviks yang lebih
dalam.

2. Stadium I

Pada tahap ini, sel kanker telah menyerang serviks tapi tidak tumbuh
di luar rahim. Sel kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening yang ada
di dekatnya atau menyebar ke tempat yang lebih jauh. Stadium 1 dibagi lagi
ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

a. Stadium IA: Ini merupakan bentuk awal dari tahap 1. Sel kanker dalam
jumlah kecil sudah menyerang serviks dan ini hanya bisa dilihat di bawah
mikroskop. Stadium 1A dibagi lagi menjadi:

1) Stadium IA1: Sel kanker sudah menyerang jaringan serviks dengan


kedalaman <3 mm dan mempunyai lebar <7 mm.

2) Stadium IA2: Sel kanker sudah ada di jaringan servik dengan


kedalaman antara 3-5 mm dan lebar <7 mm.
b. Stadium IB: Sel kanker sudah bisa dilihat tanpa bantuan mikroskop.
Ukuran sel kanker sudah lebih besar dibandingkan stadium 1A, tapi masih
menyebar hanya di jaringan serviks. Stadium 1B dibagi menjadi:

1) Stadium IB1: Kanker sudah bisa dilihat dan mempunyai ukuran ≤4


cm.

2) Stadium IB2: Ukuran sel kanker sudah lebih besar dari 4 cm.

3. Stadium II

Pada tahap ini, kanker telah menyebar ke luar serviks dan rahim, tapi
belum menyebar ke dinding panggul atau bagian bawah vagina. Sel kanker
juga belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau ke bagian tubuh
yang jauh lainnya.

a. Stadium IIA: Pada stadium ini, kanker belum menyebar ke jaringan yang
ada di dekat serviks, tapi kanker mungkin sudah menyebar ke bagian atas
vagina (belum keseluruhan vagina). Stadium ini dibagi lagi menjadi:

1) Stadium IIA1: Kanker dapat dilihat tapi masih tidak lebih besar dari
4 cm.

2) Stadium IIA2: Kanker sudah lebih besar dari 4 cm.

b. Stadium IIB: Kanker telah menyebar ke jaringan di sekitar serviks.

4. Stadium III

Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina atau dinding panggul


dan mungkin menghalangi saluran kencing. Namun, sel kanker belum
menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau ke bagian tubuh lain yang
lebih jauh. Stadium ini dibagi menjadi:

a. Stadium IIIA: Kanker sudah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina


tapi tidak mencapai dinding panggul.
b. Stadium IIIB: Ada dua kemungkinan kondisi pada stadium IIIB ini, yaitu:

1) Kanker sudah tumbuh mencapai dinding panggul dan/atau telah


menghalangi satu atau kedua saluran kencing. Hal ini kemudian
dapat menyebabkan masalah ginjal.

2) Kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitar panggul


tapi tidak sampai ke bagian tubuh yang jauh. Tumor pada stadium
IIIB ini bisa dalam berbagai ukuran dan mungkin sudah menyebar
ke bagian bawah vagina atau dinding panggul.

5. Stadium IV

Ini merupakan stadium akhir dari kanker serviks. Kanker tidak hanya
menyerang serviks, tapi juga ke bagian terdekat serviks atau ke bagian tubuh
lainnya yang bahkan jauh dari serviks. Stadium ini dibagi menjadi:

a. Stadium IVA: Sel kanker telah menyebar ke kandung kemih atau ke


rektum, keduanya adalah organ terdekat dengan serviks. Namun, pada
stadium ini sel kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat
atau ke bagian tubuh lain.

b. Stadium IVB: Sel kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain yang jauh
dari serviks, seperti sampai paru-paru atau hati.

(Padila, 2012).

2.3 Penyebab (Etiologi)

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :

1. Usia pertama kali melakukan hubungan seksual


Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda (usia dini) wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin besar wanita mengalami
kanker serviks. Menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianggap terlalu
muda untuk melakukan hubungan seksual dan beresiko terkenakanker
leher rahim 10-12 kali lebih besar dari pada mereka yang menikah pada
usia di atas 20 tahun.

2. Jumlah Kehamilan (Paritas) dan Partus


Dari literature yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan maka
resiko tinggi untuk terkena penyakit kanker servik. Dengan seringnya
melahirkan akan berdampak pada perlukaan di organ reproduksinya
sehingga dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papiloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya kanker servik.
3. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual denngan aktivitas
seksualnya yang tinggi dan sering bergant-ganti pasangan akan beresiko
terjadinya kanker servik.
4. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan Human Papiloma Virus (HPV)
atau Virus Kondiloma Akuminata (penyakit kutil pada alat kelamin akibat
virus yang menular secara seksual) diduga sebagai faktor penyebab kanker
serviks.
5. Sosial Ekonomi
Wanita yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah lebih cenderung
terserang kanker servik dibandingkan wanita dengan tingkat sosial
ekonomi tinggi. Hal ini disebabkan karena kurangnya tingkat pengetahuan
tentang penyakit ini. Selain itu, disebabkan juga karena keadaan wanita
yang kurang melakukan screening untuk mencegah timbulnya kanker
servik dalam tubuh.
6. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini dikarenakan pada pria non
sirkum hygiene penis itu tidak terawat sehingga banyak kumpulan-
kumpulan smegma (kombinasi antara kelenjar minyak sebaceous dan sel
kulit mati yang terkumpul di bawah kulup penis).
7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian
AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi
serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus
menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks
(Padila, 2012).

2.4 Patofisiologi dan WOC/Pathway

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi


yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat
trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut
menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks
dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan
luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko
lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal
sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)

Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar


junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor
usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium
uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di
dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar
ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel


serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi
epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina
yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa
pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ,
yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel
skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu


factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut
dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat
dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif.
Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).

2.5 Manifestasi Klinis Defisit


perawatan diri
a. Perdarahan (vulva higiene)
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang
perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal
perdarahan terjadi lambat.

b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan.


Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi
sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:

1) Keputihan, semakin lama semakin berbau busuk dan tidak sembuh-


sembuh. Terkadang bercampur darah.
2) Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik berkisar
70-85%.
3) Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya
pembuluh darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
4) Perdarahan pada wanita menopause.
5) Anemia
6) Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total.
7) Nyeri
a) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
b) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain

a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan (Dedeh Sri Rahayu,2015)
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan gejala
Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan pasca
menopause, menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia menyakitkan,
atau perdarahan postcoital. Keputihan abnormal adalah keluhan utama dari sekitar
10% dari pasien; debit mungkin berair, bernanah, atau berlendir. Gejala panggul
atau nyeri perut dan saluran kencing atau rektum terjadi dalam kasus-kasus
lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil dari loco penyakit regional invasif atau
dari penyakit radang panggul hidup berdampingan.

2.6 Komplikasi

Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis, obstruksi


perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia Anderson Price,
2005).

Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering


dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis hampir
selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor. Pasien
dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki heamaturia atau
inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh perluasan langsung
dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh tumor primer
besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Sitologi/Pap Smear

Keuntungannya adalah murah, dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak


terlihat. Kelemahannya yaitu tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest

Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat mengikat


yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedangkan yang terkena karsinoma tidak berwarna.

3. Koloskopi

Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu


dan dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang
bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy. Kelemahan, hanya
dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelainan pada
skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak terlihat.

a. Kolpomikroskopi, melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan


pembesaran sampai 200 kali.
b. Biopsi, dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
c. Konisasi, dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender
serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila
hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-
kelainan yang jelas (Padila, 2012).

2.8 Penatalaksanaan
1. Operasi
Tindakan ini akan mengangkat bagian yang terinfeksi kanker. Anda dan tim
medis Anda harus bekerja sama untuk hasil yang terbaik:
a. Radical trachelectomy – serviks, jaringan sekitar dan bagian atas
vagina diangkat, namun rahim tetap pada tempatnya sehingga Anda
masih bisa punya anak. Karena itulah tindakan bedah ini biasanya jadi
prioritas untuk wanita yang memiliki kanker serviks tahap awal dan
masih mau punya anak.
b. Histerektomi – serviks dan rahim diangkat, tergantung pada tahap
kanker, mungkin diperlukan untuk mengangkat indung telur dan tuba
falopi. Anda sudah tidak bisa memiliki anak lagi jika Anda melakukan
histerektomi.
c. Pelvic exenteration – operasi besar di mana serviks, vagina, rahim,
kemih, indung telur, tuba falopi dan rektum diangkat. Seperti
histerektomi, Anda sudah tidak bisa punya anak lagi setelah menjalani
pembedahan ini.
2. Radioterapi
Pada tahap awal kanker serviks, Anda dapat ditangani dengan
radioterapi atau dikombinasikan dengan operasi. Kemudian, apabila kanker
sudah pada tahap lanjut, dokter dapat merekomendasi radioterapi dengan
kemoterapi untuk mengurangi perdarahan dan rasa sakit pada pasien.
Pada prosedur ini, tubuh Anda dipaparkan dengan radiasi. Sumber
radiasi dapat berasal dari eksternal, dengan mesin yang memancarkan radiasi
pada tubuh Anda, atau secara internal. Dengan metode internal, sebuah implan
akan dipasang ke dalam tubuh Anda untuk memberi radiasi. Ada beberapa
kasus di mana 2 metode ini dikombinasikan. Rangkaian radioterapi biasanya
berlangsung selama 5 hingga 8 minggu.

3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
radioterapi untuk menangani kanker serviks. Pada kanker tahap lanjut, metode
ini sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan kanker. Anda akan
membuat janji untuk mendapatkan dosis kemoterapi melalui infus.
Semua penanganan kanker serviks dapat memiliki efek samping. Anda
harus mendiskusikannya terlebih dahulu dengan dokter. Anda mungkin akan
mengalami menopause dini, penyempitan pada vagina, atau limfedema setelah
menjalani perawatan kanker leher rahim.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN

a. Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.

b. Keluhan Utama
Perdarahan dan keputihan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


d. Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan
yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga
tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat
memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan
atau membawa ke rumah sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan
keluarga.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami
hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita
penyakit infeksi.
f. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti
ini atau penyakit menular lain.

g. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan
bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
h. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
2. Dada
3. Cardiac
4. Abdomen
5. Genetalia
6. Ekstremitas dan Kulit

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1 Hipertermi berhubungan dengan penyakit kanker serviks dan peningkatan


aktivitas metabolik.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
3 Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée bakteri.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska kemoterapi.
6 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup
dan penampilan akibat efek samping kemoterapi
7 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit kanker serviks dan peningkatan


aktivitas metabolik.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
keseimbangan suhu tubuh pasien kembali normal.

Kriteria Hasil :

1. TTV pasien dalam batas normal.


2. Kulit tidak tampak memerah
3. Pasien tidak mengalami kejang
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital pasien
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan tanda-tanda vital pasien.
2. Pantau derajat dan pola perubahan suhu pasien
Rasional : Peningkatan suhu hingga 38,9oC-41,1 oC menunjukkan
adanya proses penyakit infeksius. Pola peningkatan suhu dapat
membantu dalam identifikasi diagnosis dini.
3. Pantau suhu lingkungan, atur jumlah linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diatur untuk
mempertahankan suhu tubuh pasien agar mendekati suhu
normal.
4. Berikan kompres hangat
Rasional : Membantu mengurangi peningkatan suhu tubuh pasien.
5. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Dapat digunakan untuk mengurangi demam dengan bereaksi
pada termoregulasi sentral tubuh di hipotalamus.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nutrisi
yang masuk adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan
tubuh.

Kriteria Hasil :

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.


2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi.
5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
6. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi :

1. Pantau masukan makanan setiap hari


Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi.
2. Timbang berat badan pada waktu yang sama dengan pakaian yang sama
setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan maupun peningkatan berat badan
sehingga intervensi nutrisi dapat lebih efektif.
3. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrien.
Rasional : Diet tinggi kalori kaya nutrien akan membantu perbaikan
nutrisi pasien.
4. Beri makan sedikit tapi sering.
Rasional : Makan sedikit tapi sering dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan nutrisi.
5. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : Makanan yang hangat dapat meningkatkan keinginan untuk
makan.
6. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik.
Rasional : Antiemetik dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi
mual/muntah

c. Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri yang


dirasakan dapat berkurang bahkan hilang.

Kriteria Hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2. Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
3. Menyatakan rasa nyaman dan nyeri berkurang.

Intervensi :

1. Observasi skala nyeri (0-10) dengan menggunakan teknik PQRST


Rasional : Dengan mengkaji skala nyeri dapat diketahui nyeri yang
dirasakan oleh pasien.
2. Ajarkan tehnik distraksi (berbincang-bincang, menonton televisi) dan
relaksasi (napas dalam).
Rasional : Tehnik distraksi dan relaksasi dapat mengalihkan perhatian
terhadap nyeri yang dirasakan.
3. Beri posisi yang nyaman dan aman bagi pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman dan aman dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Beri pasien istirahat yang cukup.
Rasional : Dengan istirahat rasa nyeri yang dirasakan pasien dapat
berkurang.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik dapat menghilangkan spasme dan nyeri otot.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entree bakteri.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan infeksi


yang terjadi menurun dan tidak terdapat tanda–tanda infeksi.

Kriteria Hasil :

1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi


2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penulran serta penatalaksanaannya
3. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukan perilaku hidup sehat

Intervensi :

1. Tekankan pentingnya personal hygiene Utamakan personal hygiene


Rasional : Membantu mengurangi pajanan potensial sumber infeksi dan
menimalisir paparan pertumbuhan sekunder patogen.
2. Kaji semua sistem (misal: kulit, pernapasan, genitourinaria) terhadap
tanda/gejala infeksi secara kontinyu.
Rasional : Pengenalan dini dan intervensi segera dapat mencegah
progresi pada situasi/sepsis yang lebih serius.

3. Pantau perubahan suhu pasien


Rasional : Peningkatan suhu pada orang dengan kanker serviks dapat
terjadi karena proses penyakitnya, infeksi, dan efek samping
kemoterapi yang dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang tepat untuk dimulai.
4. Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi prosedur invasif
Rasional : Menurunkan risiko kontaminasi, membatasi entri portal
terhadap agen infeksius.
5. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Antibiotik dapat mencegah infeksi lebih lanjut.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska kemoterapi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien
mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.

Kritera Hasil :

1. Dapat melakukan aktivitas biasa dengan normal tanpa bantuan


2. Pasien mengatakan lebih bertenaga
3. Tidak lemas

Intervensi :

1. Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, misalnya perubahan tekanan


darah dan frekuensi jantung serta pernafasan
Rasional : Toleransi sangat bervariasi tergantung pada tahap proses
penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, serta oksigenasi.
2. Kaji ketidakmampuan pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Kelemahan pasca kemoterapi secara berkala.
3. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas ringan, bila mungkin.
Tingkatkan partisipasi pasien sesuai toleransi pasien.
Rasional : Meningkatkan rasa membaik dan mencegah terjadinya
frustasi pada pasien.
4. Rencanakan periode istirahat adekuat
Rasional : Mencegah kelelahan berlebihan dan menghemat energi untuk
proses penyembuhan.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari sesuai dengan derajat
ketidakmampuan pasien
Rasional : Memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan
pasien.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup dan
penampilan akibat efek samping kemoterapi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
menerima kondisi tubuh.
Kriteria Hasil :
1. Body image positive
2. Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi :
1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuh
Rasional : Melihat respon klien terhadap citra tubuhnya.
2. Jelaskan kembali tentang penyakit dan pengobatan
Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan klien.
3. Dorong klien mengungkapkan perasaan
Rasioal : Mengetahui perasaan klien tentang citra tubuhnya.
4. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
Rasional : Akan meningkatkan motivasi klien dalam proses penerimaan
citra diri.
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak
mengalami kecemasan.
Kriteria Hasil :
1. Memapu mengontrol kecemasan
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan tanda-tanda vital pasien.
2. Identifikasi tingkat kecemasan
Rasional : Untuk mengetahui bagaimana tingkat kecemasan klien.
3. Gunakan pendekatan yang menenangkan
Rasional : Mempermudah asuhan keperawatan untuk pasien
4. Dorong keluarga untuk menemani klien
Rasional : Dukungan keluarga dapat membantu mengurangi kecemasan
yang dialami pasien.
5. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Untuk mengatasi tingkat kecemasan yang dialami klien.

3.4 IMPLEMENTASI

Perawat mengimplementasikan dari rencana keperawatan yang telah


disusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
Implementasi keperawatan terdiri dari 7 proses yaitu:

a. Bekerja sama dengan pasien dalam


pelaksanaan tindakan Keperawatan.
b. Kolaborasi profesi kesehatan,
meningkatkan status kesehatan.
c. Melakukan tindakan keperawatan
untuk mengatasi masalah kesehatan klien.
d. Melakukan supervisi terhadap
tenaga pelaksanaan, tenaga keperawatan dibawah tanggung jawabnya.
e. Menjadi coordinator pelayanan dan
advokasi terhadap klien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada.
f. Memberikan pendidikan kepada
klien tentang status keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan
diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
g. Mengkaji ulang dan merevisi
pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

3.5 EVALUASI

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari


tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan
rencana tujuan yaitu:

a. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.


b. Kebutuhan nutrisi yang masuk adekuat serta kalori yang mencukupi
kebutuhan tubuh.
c. Nyeri yang dirasakan dapat berkurang bahkan hilang.
d. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
e. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
f. Pasien mampu menerima keadaan atau kondisinya saat ini.
g. Pasien tidak merasakan kecemasan lagi.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari rangkuman materi yang kami sajikan yaitu


kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuomosa. kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau
leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk kearah rahim, letaknya antara rahim dan liang seggama (vagina).
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa
faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, yaitu umur pertama kali
melakukan hubungan seksual, Jumlah Kehamilan dan Partus, Jumlah
Perkawinan, Infeksi Virus, Soal Ekonomi, Hygiene dan Sirkumsisi, Merokok
dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), dan Radioterapi dan Pap Smear.
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan
gejala Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan
pasca menopause, menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia
menyakitkan, atau perdarahan postcoital.
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis,
obstruksiperkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia
Anderson Price, 2005). Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari
hidronefrosis, sering dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema,
dan hidronefrosis hampir selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding
panggul luas oleh tumor.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni Sitologi/Pap
Smear (Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak
terlihat. Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya),
Schillentest (Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena
dapat mengikal yodium) dan Koloskopi (Keuntungan, dapat melihat jelas
daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak
terlihat).

4.2 Saran

Dari kesimpulan di atas, adapun saran yang kelompok dapat


sampaikan yakni sebagai berikut:

4.2.1 Mahasiswa dapat memahami ataupun mengetahui bagaimana factor


penyebab dan factor pencetus timbulnya kanker servik
4.2.2 Mahasiswa memahami bagaimana tindakan atau penanganan yang
tepat diberikan pada seseorang dengan kanker servik.
4.2.3 Sebagai tenaga kesehatan bisa mempraktikan bagaimana tindakan
yang baik dan tepat diberikan pada seseorang yang mengalami kanker
srvik.
4.2.4 Sebagai tenaga kesehatan bisa mengaplikasikan tidakan asuhan
keperawatan yang baik dan tepat untuk seseorang yang mengalami
kanker servik.
4.2.5 Sebagai tenaga kesehatan kita mampu berpikir kritis dan rasional agar
asuhan keperawatan yang diberikan dapat memberikan efek yang
positif pada pasien dan dapat mencapai kesembuhan yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi


Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing
Country: Pakistan. US: Global Journal.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta: MediAction Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina
pustaka.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta:
Salemba Medika.
Riksani., R. & reiMediaservice. 2016. Kenali Kanker Serviks Sejak Dini.
Yogyakarta: Rapha Publishing.

Anda mungkin juga menyukai