Anda di halaman 1dari 186

ANALISIS GAYA BAHASA DAN NILAI PENDIDIKAN MORAL

PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH DJAKA LODANG


EDISI 26-37 NOVEMBER 2013-FEBRUARI 2014

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Yuni Kurnia Putri
NIM 112160843

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2016

i
MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

1. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha


ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka
mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.
(QS. Al Israa’:19)
2. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang
bekerja. ( QS. Al Shaaffaat : 61)

PERSEMBAHAN

1. Bapak Ponidi dan Ibu Mardiah tercinta, terima

kasih atas kasih sayang, motivasi, dan doa-doa

yang selalu kalian panjatkan untukku.

2. Kakakku, Rustam, Wiwit, Pur, dan adik sepupu

Dwi beserta keluarga besar yang telah

membantu dan memberikan semangat, kasih

sayang, dan doa untukku.

3. Amin Mustaqim, S.Pd dan keluarga besar yang

selalu memberi semangat, motivasi, dan doa

4. Sahabatku, Nur, Galang, Vini dan Teman-teman

seperjuangan khususnya PBSJ B UMP 2011

yang senantiasa bersama, terima kasih karena

telah membantu dan selalu memberikan

semangat.

v
PRAKATA

Alhamdulillah, skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Penulis

panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya.

Skripsi yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Moral Pada

Kumpulan Geguritan Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-

Februari 2014” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

akhir Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Dalam penyusunan

skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Drs. H. Supriyono, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Purworejo yang telah memberikan kesempatan berkuliah di Universitas

Muhammadiyah Purworejo;

2. Yuli Widiyono, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

dan pembimbing I yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada

penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini;

3. Rochimansyah, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Jawa yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Herlina Setyowati, M.Pd., selaku pembimbing II yang selalu meluangkan

waktu untuk membantu, mengarahkan, membimbing, dan memberikan

motivasi/dorongan sehingga skripsi ini terwujud;

vi
ABSTRAK

Yuni Kurnia Putri, “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Moral Pada
Kumpulan Geguritan Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-
Februari 2014”. Pendidikan Bahasa dan Satra Jawa. FKIP, Universitas
Muhammadiyah Purworejo, 2016.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) mengetahui gaya


bahasa pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November
2013-Februari 2014; (2) mengetahui nilai pendidikan moral pada kumpulan
geguritan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian
ini adalah gaya bahasa dan nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014. Sumber data
penelitian ini adalah kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu
teknik analisis dokumen dan teknik catat. Instrumen dalam penelitian ini adalah
penulis sendiri dibantu dengan pedoman analisis dokumen dan kartu pencatat.
Teknik analisis data menggunakan analisis isi atau content analysis. Teknik
penyajian hasil analisis data menggunakan teknik informal.
Dari pembahasan data dan hasil penelitian menunjukan bahwa dalam
kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014 ditemukan gaya bahasa dan nilai pendidikan moral. Gaya bahasa yang
ditemukan pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 antara lain metafora, personifikasi, simile,
hiperbola, ironi, sinekdoce pars prototo dan sinekdoce totem pro parte. Nilai
pendidikan moral yang ditemukan pada kumpulan geguritan majalah Djaka
Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 adalah 1) nilai pendidikan
moral manusia dengan diri sendiri meliputi; kepasrahaan dan bersyukur; 2) nilai
pendidikan moral manusia dengan manusia lain meliputi; sabar&ikhlas, dan
kesetiaan, pengharapan; 3) nilai pendidikan moral manusia dengan Tuhannya
meliputi; senantiasa mengingat Tuhan, ibadah, dan perzinaan.

Kata kunci: gaya bahasa, pendidikan moral, geguritan Djaka Lodang

viii
ABSTRAK

Yuni Kurnia Putri, “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Moral Pada
Kumpulan Geguritan Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-
Februari 2014”. Pendidikan bahasa dan satra jawa. FKIP, Universitas
Muhammadiyah Purworejo, 2016.
Panaliten punika gadhah ancas kangge ngudharaken : (1) mangertosi gaya
bahasa ingkang wonten salebetipun geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014; (2) mangartosi nilai pendidikan moral ingkang
wonten salebetipun geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November
2013-Februari 2014.
Panaliten punika migunakaken pendekatan kualitatif. Data salebetipun
panaliten inggih punika gaya bahasa saha nilai pendidikan moral salabetipun
geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
Sumber data panaliten inggih punika kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014. Teknik pangempalan data mawi
teknik analisis dokumen saha teknik catat. Instrumen salebetpun panaliten inggih
punika panyerat piyambak dipunbiyantu pedoman analisis dokumen saha kartu
pencatat. Teknik analisis data inggih punika analisis isi utawi content analysis.
Teknik anggenipun ngaturaken asil analisis data inggih punika teknik informal.
Saking pembahasan data saha asil panaliten nedahaken bilih salebetipun
kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014 dipunpanggehi gaya bahasa saha nilai pendidikan moral. Gaya bahasa
ingkang dipunpanggehaken salebetipun kumpulan geguritan majalah Djaka
Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 antawisipun metafora,
personifikasi, simile, hiperbola, ironi sinekdoce pars prototo saha sinekdoce totem
pro parte. Nilai pendidikan moral ingkang dipunpanggehaken salebetipun
kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014 inggih punika 1) gegayutan jalma manungsa kalian dhiri pribadhi inggih
punika: kapasrahan saha syukur 2) gegayutan jalma manungsa kalian manungsa
sanesipun inggih punika: sabar&ikhlas, kasetyaan saha pangarep-arep, 3)
gegayutan jalma manungsa kalian Gustinipun inggih punika: tansah emut marang
Gusti, ibadah, saha zina.

Kata kunci: gaya bahasa, pendidikan moral, geguritan Djaka Lodang

ix
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ................................................................................................................ i
PERSETUJUAN ................................................................................................. ii
PENGESAHAN .................................................................................................. iii
PERNYATAAN.................................................................................................. iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
PRAKATA .......................................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 5
C. Batasan Masalah ............................................................................ 6
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, DAN KAJIAN TEORETIS ....................... 9


A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9
B. Kajian Teoretis .............................................................................. 11
1. Sastra ......................................................................................... 11
a. Pengertian Karya Sastra………………………………....... 11
b. Fungsi Sastra …………………………………………....... 13
c. Jenis-Jenis Sastra Jawa Modern ……………………….. ... 14
2. Gaya Bahasa .............................................................................. 15
a. Pengertian Gaya Bahasa……………………………….. .... 15
b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa……………………………….. .... 16
3. Nilai Pendidikan ........................................................................ 19
4. Geguritan …………………………………………………….. 26

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 30


A. Jenis Penelitian ............................................................................. 30
B. Data Dan Sumber Data .................................................................. 30
C. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 31
D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 31
E. Teknik Analisis Data ..................................................................... 33
F. Teknik Penyajian Data ................................................................... 34

x
BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ................................... 35
A. Penyajian Data .............................................................................. 35
1. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada
Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 ................................................. 35
2. Nilai Pendidikan Moral pada Geguritan Dalam Majalah
Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ..... 60
B. Pembahasan Data .......................................................................... 69
1. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna pada
Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 ................................................. 69
2. Nilai Pendidikan Moral pada Geguritan Dalam Majalah
Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ..... 110

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 125


A. Simpulan ........................................................................................ 125
B. Saran .............................................................................................. 126

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kartu Data Gaya Bahasa..................................................................... 34


Tabel 2. Kartu Data Pendidikan Moral ............................................................ 34
Tabel 3. Gaya Bahasa Kiasan pada Geguritan Dalam Majalah Djaka
Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ......................... 37
Tabel 4. Nilai Pendidikan Moral pada Geguritan Dalam Majalah Djaka
Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ........................ 62

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Keputusan Penetapam Dosen Pembimbing Skripsi


Lampiran 2: Surat Keputusan Penetapam Dosen Penguji Skripsi
Lampiran 3: Kartu Bimbingan
Lampiran 4: Kumpulan Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37
November 2013-Februari 2014
Lampiran 5: Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November
2013-Februari 2014 ( Terjemhan Indonesia)

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap berbagai

fenomena kehidupan masyarakat sehingga hasil karya itu tidak hanya dianggap

sekadar cerita khayal pengarang semata, melainkan perwujudan dari kreativitas

pengarang dalam menggali gagasannya. Salah satu bentuk karya sastra adalah

geguritan atau puisi Jawa. Sebuah geguritan atau puisi Jawa diwujudkan atau

dimanifestasikan dengan bahasa. Bahasa adalah sarana atau media untuk

menyampaikan gagasan dan pikiran pengarang yang akan dituangkan dalam

sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan.

Gaya bahasa merupakan salah satu unsur kepuitisan sebuah geguritan

yang akan membuat pembaca tertarik. Finoza (2013: 143) menyatakan bahwa,

“gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara

penutur mengungkapkan maksudnya”. Melalui gaya bahasa seorang pengarang

berusaha menyampaikan ide, perasaan, dan pikirannya menggunakan bahasa

yang dibuat sedemikian rupa sehingga tampak indah dan penuh makna. Gaya

bahasa itu akan menimbulkan reaksi, penafsiran, serta tanggapan pikiran

tertentu kepada pembacanya. Gaya bahasa merupakan salah satu ciri khas

seorang pengarang karena gaya bahasa yang digunakan seorang pengarang

antara satu dan lainnya berbeda-beda. Gaya bahasa yang digunakan oleh

seorang pengarang tergantung pada sifat, kegemaran, pengalaman hidup dan

1
2

latar belakang pengarang itu sendiri. Seorang pengarang dalam membuat

geguritan biasanya menggambarkan serta mencerminkan sekitar lingkungan

kehidupan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh

Endraswara (2011: 4) menyatakan bahwa, sastra dapat menyerap gagasan

sosial untuk menelusuri liku-liku hidup masyarakat, yang dibayangkan

sastrawan.

Masyarakat berkomunikasi menggunakan bahasa, baik lisan maupun

tulisan. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan perasaan dalam

berkomunikasi. Masyarakat menggunakan susunan kata-kata untuk

mengekspresikannya. Dalam hubungan inilah sastra berfungsi demi

kepentingan masyarakat secara luas. Di dunia pendidikan gaya bahasa juga

sangat berpengaruh terutama pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa

Jawa. Gaya bahasa juga merupakan alat untuk mengeluarkan ekspresi bahasa

untuk tujuan estetika.

Selain menampilkan keindahan, karya sastra juga membawa pesan

pendidikan. Pendidikan merupakan hal penting bagi proses peningkatan

kemampuan dan daya saing suatu bangsa. Keterbelakangan pendidikan

seringkali menjadi hambatan serius dalam proses pembangunan. Sebaliknya,

dengan tingginya kualitas pendidikan, maka proses pembangunan akan

berjalan cepat dan signifikan. Selain itu, pendidikan berusaha untuk

mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak

masyarakatnya. Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi

nilai-nilai kehidupan yang berada dalam masyarakat (Zuriah, 2007: 19).


3

Jika dicermati lebih mendalam, pendidikan di Indonesia pada saat ini

cenderung lebih mementingkan aspek intelektual dari pada aspek moral. Hal

ini dapat dilihat di sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Sebagai contoh,

kelulusan siswa dari suatu jenjang pendidikan hanya dilihat dari kemampuan

akademisnya saja yang tinggi tanpa melihat aspek perilaku dan sikapnya.

Mengingat pentingnya perkembangan moral, maka akan ada sebuah proses

yang tidak lepas dari perkembangan moral tersebut yaitu yang disebut dengan

pendidikan. Pendidikan moral sangatlah perlu bagi manusia. Melalui

pendidikan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik serasi dan sesuai

dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Dalam mengkaji sastra tidak lepas dari nilai pendidikan, karena setiap

karya sastra selalu mengungkapkan nilai pendidikan moral, agama, budaya

serta nilai-nilai pendidikan lainya. Geguritan adalah jenis karya sastra yang di

dalamnya mengandung pesan / amanat. Salah satu isi dari geguritan itu sendiri

banyak mengandung pesan yang sarat akan nilai yang dapat digunakan untuk

mentranformasikan nilai, terutama nilai pendidikan moral.

Geguritan pada zaman sekarang mudah sekali dijumpai diberbagai

media cetak ataupun elektronik. Perkembangan teknologi yang ada

mempengaruhi gaya hidup masyarakat pada umumnya. Selain berdampak

positif, perkembngan teknologi juga memberikan dampak negatif bagi

masyarakat dalam hal bergaul, bersosialisasi dengan masyarakat lain dan

partisipasi dalam masyarakat karena kurangnya pemahaman mengenai

pendidikan moral. Majalah Djaka Lodang adalah majalah berbahasa Jawa


4

yang ikut meramaikan dan mampu menggugah dunia kesusastraan di Indonesia

dewasa ini. Majalah Djaka Lodang merupakan salah satu media bahasa Jawa

yang di dalamnya tertuang karya cipta, ide dan kreatifitas orang yang menarik.

Majalah ini diterbitkan oleh PT. Djaka Lodang Press yang beralamatkan di

Jalan Patehan Tengah No 29 Yogyakarta. Salah satu rubrik yang disukai

masyarakat yaitu rubrik geguritan atau puisi Jawa. Dalam setiap edisi yang

diterbitkan majalah Djaka Lodang terdapat tiga sampai lima buah geguritan

yang mengusung berbagai macam tema. Keanekaragaman dan style Djaka

Lodang melalui geguritan atau puisi Jawa yang terdapat di dalamnya sangat

perlu dan menarik untuk diteliti.

Puisi Jawa atau Geguritan merupakan salah satu bentuk karya sastra

sederhana. Selain itu merupakan bentuk wacana yang mengungkapkan suatu

fenomena sosial dalam masyarakat pada umumnya. Isi Geguritan banyak

mengandung makna di dalamnya, akan tetapi tidak semua orang

memahaminya.

Setelah melalui proses pembacaan secara sepintas dan mendalam pada

edisi sebelumnya yaitu edisi 22 bulan Oktober 2013& edisi 24 bulan

November 2013 peneliti hanya menemukan pemanfaatan segi pendidikan

moralnya saja yang cukup tinggi daripada segi gaya bahasa, sedangkan pada

edisi setelahnya yaitu edisi 39 bulan Februari 2014& edisi 42 Maret 2014

peneliti hanya menemukan pemanfaatan segi gaya bahasa saja yang cukup

tinggi daripada nilai pendidikan moral. Oleh karena itu peneliti mengambil

edisi 26-37 November-Februari 2013/2014 karena dari segi bahasa yang


5

terdapat pada majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November-Februari

2013/2014 ditemukan banyak pemanfaatan gaya bahasa yang digunakan oleh

pengarang dalam menyampaikan setiap gagasannya. Dari segi nilai-nilai

pendidikan, peneliti menganggap bahwa geguritan ini memuat nilai moral yang

sangat tinggi dan berguna bagi masyarakat pembaca yang bertujuan untuk

mendidik manusia agar menjadi pribadi yang berbudi luhur.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan yang

dapat diidentifikasi. Permasalahan tersebut ialah sebagai berikut.

1. Kurangnya pemahaman mengenai puisi Jawa atau geguritan dan minimnya

peminat, sehingga eksistensinya tidak lagi melejit di kalangan masyarakat

khususnya kaum muda zaman sekarang.

2. Perkembangan teknologi yang ada mempengaruhi gaya hidup masyarakat

pada umumnya. Selain berdampak positif, perkembngan teknologi juga

memberikan dampak negatif bagi masyarakat dalam hal bergaul,

bersosialisasi dengan masyarakat lain dan partisipasi dalam masyarakat

karena kurangnya pemahaman mengenai pendidikan moral.

3. Pendidikan moral sangatlah perlu bagi manusia, sedangkan pendidikan di

Indonesia pada saat ini cenderung lebih mementingkan aspek intelektual

dari pada aspek moral. Oleh karena itu melalui pendidikan moral diharapkan

mampu berjalan dengan baik serasi dan sesuai dengan norma demi harkat

dan martabat manusia itu sendiri.


6

4. Dalam mengkaji sastra tidak lepas dari nilai pendidikan, karena setiap karya

sastra selalu mengungkapkan nilai pendidikan moral, agama, budaya serta

nilai-nilai pendidikan lainya. Puisi Jawa atau geguritan merupakan salah

satu bentuk karya sastra sederhana. Selain itu merupakan bentuk wacana

yang mengungkapkan suatu fenomena sosial dalam masyarakat pada

umumnya. Isi geguritan banyak mengandung makna di dalamnya, akan

tetapi tidak semua orang memahaminya.

5. Adanya penggunaan gaya bahasa yang beragam pada geguritan

menyebabkan reaksi, penafsiran, serta tanggapan pikiran yang berbeda-beda

pada pembacanya.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka adanya batasan masalah

dalam penelitin ini agar antara peneliti dan pembaca memiliki pemahaman

atau persepsi yang sama. Batasan masalah tersebut ialah analisis gaya bahasa

dan nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang

edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok

permasalahan dalam penelitian ini yaitu


7

1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa pada kumpulan geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ?

2. Apa saja nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ?

E. Tujuan Penilitian

Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. untuk menganalisis bentuk gaya bahasa pada kumpulan geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014;

2. untuk mengetahui nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.

F. Manfaat Penelitian

Seperti yang telah dipaparkan pada bagian tujuan penelitian, penelitian

ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

sastra, khususnya tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam

geguritan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kajian

terhadap karya sastra yaitu analisis gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam

geguritan.
8

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat menambah referensi dan sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya khususnya untuk mahasiswa yang akan melakukan

penelitian yang tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan moral.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan inspirasi bagi para pembaca

yang akan membuat geguritan agar dalam menciptakan geguritan dapat

meningkatkan estetika dalam hal gaya bahasa dan makna sesuai dengan

budaya masyarakat Jawa.


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

Fungsi tinjauan pustaka adalah untuk mengembangkan secara sistematik

penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang sudah ada.

Selain itu, dengan tinjauan pustaka, seorang peneliti dapat mengetahui

persamaan dan perbedaan antara penelitiannya dengan penelitian sebelumnya.

Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan tinjauan pustaka. Berikut ini

beberapa penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai acuan atau dasar

untuk melaksanakan penelitian. Penelitan oleh (1) Asri Richana (2014)

“Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Taman Geguritan dalam

Majalah Panjebar Semangat Edisi 12-26 Tahun 2013”, (2) Penelitian yang

dilakukan oleh Priska Tias Deswari (2011) dengan judul Nilai Pendidikan

Moral dalam Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito

(Tinjauan Structural Sastra).

Simpulan dari penelitian yang dilakukan Asri Richana (2014) tersebut

yaitu gaya bahasa kiasan yang terdapat pada kumpulan taman geguritan dalam

majalah panjebar semangat edisi 12-26 tahun 2013, meliputi: indikator gaya

bahasa simile ada 7, metafora ada 3, gaya bahasa fable ada 2, personifikasi ada

10, alusi ada 5, epitet ada 2, sinekdoce ada 3, metonimia ada 1, antonomasia

ada 2, hipalase ada 1, ironi ada 1 dan sarkasme ada 2, satire ada 4, antifrasis

ada 4, pun atau paronomasia ada 1. Nilai pendidikan yang terdapat pada

9
10

kumpulan taman geguritan dalam majalah Panjebar Semangat edisi 12-26

tahun 2013 mencakup 5 indikator nilai pendidikan agama, 5 indikator nilai

pendidikan sosial, 1 indikator nilai pendidikan budaya, nilai pendidikan moral

4 indikator hubungan manusia dengan Tuhan, 6 indikator hubungan manusia

dengan sesama, 2 indikator hubungan manusia dengan diri sendiri.

Persamaan penelitian Asri Richana dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama-sama mengkaji masalah gaya bahasa dan nilai pendidikan

moral sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji. Objek yang

diteliti oleh Asri Richana yaitu Taman Geguritan dalam Majalah Panjebar

Semangat Edisi 12-26 Tahun 2014 sedangkan objek yang diteliti penulis yaitu

kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013 -

Februari 2014.

Penelitian yang dilakukan Deswari (2011) dengan judul Nilai Pendidikan

Moral Dalam Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito

(Tinjauan Structural Sastra). Mengkaji tentang pendidikan moral dalam

naskah tembang macapat. Hasil penelitian tersebut terdapat adanya nilai

pendidikan moral antar manusia dengan Tuhan serta hubungan kehidupan

antara manusia dengan sesamanya. Terdapat persamaan dan perbedaan dari

kedua penelitian ini. Persamaannya adalah kedua penelitian ini sama-sama

mengkaji tentang pendidikan moral. Perbedaanya peneliti menggunakan

sumber data kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang Edisi 26-37

November 2013-Februari 2014 sedangkan Deswari (2011) menggunakan

sumber data Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito.


11

B. Kajian teoritis

1. Sastra

a. Pengertian karya sastra

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1230) sastra adalah

bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan

bahasa sehari-hari). Dengan kata lain sastra bukan bahasa yang dipakai

dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum teori sastra, setidaknya

menyangkut tiga hal yakni teori moral, teori formal dan teori sosial. Teori

moral berkembang dalam satra sejak semula. Secara moral karya satra

bernilai dalam rangka pemaknaan pada pengalaman pribadi perorangan

untuk membangun moralitasnya.

Soeratno dalam Endraswara (2011: 65) menegaskan bahwa sastra

adalah wujud kreatifitas manusia yang tergolong pada karya seni, yang

ada berkat ulah manusia, dan yang ada berdasarkan konvensi-konvensi

yang berlaku bagi wujud ciptaannya dapat menjadi kaidah. Ilmu sastra

berusaha menyelidiki karya sastra, ciri karya sastra, dan sebagainya.

Bahasa seni sastra merupakan hasil penggalian dan peresapan secara

teratur seluruh kemungkinan yang dikandung bahasa itu sehingga tidak

jarang banyak penyair atau pengarang yang menggunakan sesuatu yang

telah diolah oleh generasi sebelumnya. Karya sastra bernilai seni adalah

karya sastra bersifat imajinatif dan seni. Artinya, karya sastra yang

bermutu ialah karya sastra yang menunjukkan kreatifitas atau penciptaan

baru dan menunjukkan keaslian cipta serta bersifat seni.


12

Sebagai aktifitas kreatif seperti karya seni yang lain, untuk

memberikan kepuasan terhadap umat manusia, karya memanfaatkan

aspek keindahan. Oleh karena karya sastra menggunakan bahasa sebagai

medium utama, maka aspek keindahan dievokasi melalui kemampuan

medium tersebut, dalam hubungan gaya bahasa (Ratna, 2009: 107).

Kasusastraan berasal dari kata dasar sastra. Kata sastra berasal dari

bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang artinya mengajar dan “tra” yang

berarti alat. Oleh karena itu sastra dapat diartikan sebagai alat untuk

mengajar (Purwadi, 2007: 425). Lebih lanjut Purwadi menjelaskan

kasusastraan ada dua bentuk, yaitu (1) kasusastraan lisan yang berwujud

dongeng, syair, puisi, peribahasa dan lain-lain (2) kasusastraan lisan yang

berwujud tulis yang berwujud novel, naskah, babad, dan juga puisi, syair

dan lainnya yang sudah ditulis. Setelah berkembang sedemikian rupa

hingga saat ini maka kasusastraan tulis dapat dibedakan menjadi dua

golongan besar, yakni prosa (gancaran) dan puisi (geguritan). Prosa

adalah karya sastra yang disusun dengan bahasa tutur biasa, yang

termasuk prosa adalah dongeng, babad, wiracarita, novel, essei, dan

sandiwara. Puisi adalah kasusastraan yang padat berisi dan diolah dengan

bahasa indah (2007:426).

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sastra

adalah buah hasil cipta karya manusia yang memiliki nilai estetika atau

suatu keindahan yang dapat dinikmati melalui tulisan maupun didengar.

Estetika dalam karya sastra dianggap menduduki posisi yang khas,


13

khususnya dalam kaitannya dengan gaya bahasa. Dipihak lain ada yang

berpendapat bahwa dalam karya sastra pada umumnya estetika kurang

mendapat perhatian. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam

karya sastra masalah-masalah bahasa sebagai medium sudah merupakan

masalah yang sangat luas, rumit, dan kompleks. Sastra pada giliannya

memusatkan perhatiannya dalam mengeksploitasi sistem dan struktur

bahasa.

b. Fungsi sastra

Horace dalam Purwadi (209:7) menyatakan secara sederhana

bahwa sastra itu dulce et utile, artinya menyenangkan dan berguna.

Sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau sebagai pengalaman

kemanusiaan dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi

kehidupan karena sastra bersifat koesktensif dengan kehidupan, artinya

sastra berdiri sejajar dengan kehidupan.

Menurut Semi dalam Widayat (2011: 14-15) menjelaskan bahwa

ada tiga tugas fungsi sastra yaitu: pertama, sebagai alat yang digunakan

oleh para pemikir-pemikir (pengarang) untuk menggerakan pembaca

mengenai suatu kenyataan dan menolong pembaca mengambil suatu

keputusan bila mendapat suatu masalah. Kedua, sastra berfungsi sebagai

alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dari satu generasi ke generasi

berikutnya, misalnya: cara berfikir, kepercayaan, kebiasaan, pengalaman

sejarah, bahasa, bentuk-bentuk kebudayaan dan lain sebagainya. Ketiga,

sastra berfungsi sebagai tempat atau sarana untuk menyampaiakan atau


14

menyebarluaskan tentang nilai kemanusiaan agar senantiasa bertahan,

terutama ditengah-tengah kehidupan modern yang ditandai dengan

majunya sains dan teknologi dengan pesat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sastra tidak hanya

sebagai hiburan saja tetapi bisa juga dijadikan sebagai sumber

terbentuknya tata nilai, bahan renungan, dan sebagai alat untuk

meneruskan tradisi bangsa yang semuanya bermanfaat bagi kehidupan.

c. Jenis-jenis Sastra Jawa Modern

Secara umum dapat dikatakan bahwa sastra Jawa modern ialah

karya sastra yang menggunakan media bahasa Jawa baru dan karya satra

ini juga dihasilkan oleh masyarakat Jawa baru pada saat ini. Jenis-jenis

sastra Jawa modern dibagi berdasarkan tema dan bentuknya (Widayat,

2011: 106). Bila ditinjau dari isinya atau temanya, karya sastra Jawa

modern, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni antara lain

babad, niti, wirid, wayang menak, panji, novel dan cerkak. Sedangkan

sastra Jawa modern berdasarkan bentuknya, secara sederhana dapat

diklasifikasikan ke dalam jenis prosa, puisi dan drama. Jenis prosa dalam

bahasa Jawa sering disebut gancaran. Adapun jenis puisi, secara sedrhana

bercirikan penekanannya pada diksi atau pilihan kata, dan disajikan

dengan bahasa estetis yang biasanya dalam bentuk larik-larik, contoh

jenis ini antara lain tembang, pepindhan, wangsalan, parikan dan

geguritan.
15

2. Gaya Bahasa

a. Pengertian Gaya Bahasa

Dalam gaya bahasa suatu hal dibandingkan dengan hal lainnya

untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif

dalam bahasa puisi. Gaya bahasa ini yang disebut bahasa kiasan, Waluyo

(2010: 98). Menurut Keraf (2010:113) “style atau gaya bahasa dapat

dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas

yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa gaya bahasa merupakan cara khas

seorang penulis atau pengarang dalam menggunakan bahasa. Melalui

gaya bahasa seorang pembaca dapat menilai pribadi, watak dan

kempauan seorang penulis. Semakin baik seseorang dalam menggunakan

gaya bahasa, maka semakin baik pula penilaian orang terhadapnya.

Sebaliknya, semakin buruk penggunaan gaya bahasa seseorang, maka

semakin buruk pula penilaian yang diberikan kepadanya.

Senada dengan pendapat di atas Fananie (2002: 25) mengatakan

bahwa, pemakaia bahasa dalam karya sastra memang mempunyai

spesifikasi tersendiri disbanding dengan pemakaian bahasa dalam

jaringan komunikasi yang lain. Ciri khas tersebut adalah ciri khas yang

berkaitan dengan gaya atau stilistika. Gaya tersebut dapat berupa gaya

pemakaian bahasa secara universal maupun pemakaian bahasa yang

merupakan kecirikhasan masing-masing pengarang.


16

Sementara Nurgiyantoro (2013: 370) menyatakan bahwa, “style

pada hakekatnya merupakan teknik yaitu teknik pemilihan ungkapan

kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan di ungkapkan

dan sekaligus untuk mencapai keindahan”. Berdasarkan definisi tersebut

style merupakan cara dalam menentukan atau memilih bahasa yang

digunakan untuk mengungkapkan suatu hal yang dirasa dapat mewakili

maksud dari pengarang sehingga menghasilkan bahasa yang indah.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gaya

bahasa atau style adalah cara pengungkapan perasaan serta pikiran

pengarang melalui pilihan kata-kata yang mewakili apa yang hendak

diungkapkan sehingga menghasilkan bahasa yang indah serta

menimbulkan efek tertentu pada hati pembaca. Gaya bahasa merupakan

salah satu ciri khas seorang pengarang.

b. Jenis-jenis gaya bahasa

Sebagai bahan kategori penelitian, peneliti mengambil gaya bahasa

berdasarkan langsung tidaknya makna karena di dalam rubik geguritan

yang terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013

- Februari 2014 lebih banyak menggunakan gaya bahasa tersebut untuk

memperindah geguritan.

Keraf (2010: 129) menyatakan bahwa gaya bahasa berdasarkan

langsung tidaknya makna biasanya disebut dengan “trope” atau “figure of

seeech” yang berarti “pembalikan” atau “penyimpangan”. Kata trope

lebih dahulu terkenal pada abad XVIII. Trope dianggap sebagai


17

penggunaan bahasa yang indah dan menyesatkan sehingga mulai diganti

dengan figure of seeech.

Menurut Keraf (2010: 129-145) gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna terbagi menjadi dua yaitu: (a) gaya bahasa retoris yang

meliputi: aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asidenton,

polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron,

pleonasme dan tautologi, perifarasis, prolepsis, erotesis dan zeugma,

koreksio, hiperbol, paradoks, dan oksimoron; (b) dan gaya bahasa kiasan

yang meliputi: persamaan, metafora, alegori, parabel dan fabel,

personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoce, metonomia, antonomasia,

hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifarasis, dan

pun.

Menurut Waluyo (2010: 98) penyair modern membuat kiasan baru

dan tidak menggunakan kiasan-kiasan lama yang sudah ada. Jenis kiasan

baru adalah :

1) Metafora

Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang

dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung itu berupa

kiasan.

2) Perbandingan atau simile

Perbandingan atau simile adalah kiasan yang tidak langsung.

Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan


18

digunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan sebagainya. Kadang-

kadang juga tidak digunakan kata-kata pembanding.

3) Personifikasi

Personifikasi adalah suatu keadaan atau peristwa alam sering

dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia.

Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau

di”personifikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas

penggambaran peristiwa dan keadaan itu.

4) Hiperbola

Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa

perlu melebih-lebihkan hal yang dibanding itu agar mendapatkan yang

lebih saksama dari pembaca. Hiperbola tradisional dapat kita dapati

dalam bahasa sehari-hari seperti : bekerja membanting tulang,

menunggu seribu tahun, hatinya bagai dibelah sembilu, serabut dibagi

tujuh dan sebagainya.

5) Sinekdoce

Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud

keseluruhan atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian.

Terbagi atas pars pro toto (menyebutkan sebagian untuk keseluruhan)

dan totem pro parte (menyebutkan keseluruhan untuk sebagian).

6) Ironi

Dalam puisi pamflet, demontrasi, dan kritik sosial, banyak

digunakan ironi yakni kata-kata yang bersifat berlawanan untuk


19

memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan

sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk

menyindir atau mengeritik. Jika ironi haru mengatakan kebalikan dari

apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Tapi

ketiga-tiganya mempunyai maksud yang sama, yakni untuk

memberikan kritik atau sindiran.

3. Nilai Pendidikan

Karya sastra diciptakan bukan sekadar untuk dinikmati, akan tetapi

untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Geguritan merupakan salah satu

bentuk karya sastra yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai

kehidupan yang berisi amanat atau nasihat. Dalam geguritan tersebut,

berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang

mampu mendidik manusia, sehingga manusia diharapkan dapat mencapai

hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai akal, pikiran, dan

perasaan. Nilai berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting, berguna bagi

kemanusiaan, dan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan

hakikatnya. Kaelan mengatakan nilai pada hakikatnya adalah sifat atau

kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri (2014: 80).

Melalui proses pendidikan maka manusia akan lebih mudah untuk

menyadari dan memahami berbagai nilai-nilai, serta menempatkan secara

integral dalam keseluruhan hidup mereka.


20

Tirtarahardja & Sulo (2005: 33) pendidikan diartikan sebagai

pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain. Sehubungan dengan

hal itu Tirtarahardja & Sulo juga menyatakan pendidikan diartikan sebagai

suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya

kepribadian peserta didik (2005: 34).

Mengingat bahwa karya sastra juga merupakan sebuah produk

budaya, maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang sesuai

dengan proses kearifan zaman sehingga lama-kelamaan sastra pun

berkembang fungsinya. Karya sastra senantiasa menawarkan nilai-nilai

hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu memberikan pencerahan kepada

manusia dalam memahami kehidupan. Melalui cerita, sikap, dan tingkah

laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari

pesan-pesan moral yang disampaikan. Oleh karena itu, karya sastra pada

umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif dan

bijaksana.

Di bawah ini membahas hakikat nilai pendidikan dan beberapa macam

pendidikan.

a) Hakikat Nilai

Pengertian nilai menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 21)

merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena

mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan, dan sebagainya,

sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Nilai

merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan.


21

Pendidikan merupakan salah satu alat dalam membudayakan manusia.

Berlanjut dan berkembangnya kebudayaan itu justru karena manusia

ditakdirkan untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan

berfungsi mengembangkan kehidupan manusia, masyarakat dan alam

sekitar.

b) Hakikat Pendidikan

Secara istilah, Zuriah (2007: 26) mendefinisikan pendidikan

sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendapat tersebut menjelaskan mengenai pendidikan yang dapat

diartikan sebagai usaha untuk mengembangkan diri.

Pendidikan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun di luar

sekolah mempunyai tujuan agar prosesnya mempunyai arah yang jelas.

Tujuan pendidikan di Indonesia berlaku secara nasional. Tujuan

pendidikan memuat gambaran tenatang nilai-nilai yang baik, luhur,

pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.Tujuan pendidikan merupakan

sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan

(Tirtarahardja dan Sulo, 2005 :37).


22

c) Nilai Pendidikan dalam karya satra

Sutikna dalam Sunarto dan Hartono (2006: 168) nilai-nilai

kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,

misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Dalam nilai-nilai ini terdapat

hal baik dan buruk serta pengaturan perilaku. Nilai-nilai hidup dalam

masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan membantu

mengenali, memilih, serta menetapkan nilai-nilai tertentu sehingga

digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku

dalam kehidupan bermasyarakat. Tirtarahardja&Sulo (2005: 33)

menjelaskan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan

sebagai pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain.

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang baik

maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh

melalui proses perubahan sikap menuju kedewasaan melalui upaya

pengajaran. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

nilai pendidikan adalah sesuatu yang bersifat tetap, diyakini

kebenarannya, serta dapat mendorong orang untuk berlaku positif dalam

kehidupan bermasyarakat. Nilai pendidikan dalam karya sastra bertujuan

untuk menampilkan sesuatu yang baik dan buruk terhadap penikmat

karya sastra sehingga ia mampu membedakan hal yang baik dan yang

buruk serta dapat menjadi pedoman untuk berlaku positif. Selain itu nilai

pendidikan dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup


23

pengarang yang bersangkutan, pandangan mengenai nilai-nilai kebenaran

dan hal itulah yang akan disampaikan kepada pembaca.

Nilai dihadirkan dalam karya sastra karena merupakan hal positif

yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang

lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan

perasaan. Geguritan merupakan salah satu karya satra yang dapat

memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu

mengungkapkan perbuatan yang dipuji dan dicela, pandangan yang

dianut dan dijauhi, dan hal yang dijunjung tinggi. Adapun menurut

Notonagoro (dalam Kaelan, 2014: 82) nilai pendidikan dari segi

kerohanian dalam karya sastra dibedakan menjadi nilai kebenaran, nilai

keindahan (estetika), nilai kebaikan (nilai moral), dan nilai religius.

Adapun penjabarannya sebagai berikut:

a. Nilai kebenaran

Karya satra adalah curahan perasaan. Meskipun demikian,

supaya dimengerti oleh orang lain, maka karya sastra harus

diungkapkan dengan bahasa yang logis. Artinya, sebagai alat, maka

kalimat, alinea, dan berbagai bentuk pengungkapan karya sastra

disusun berdasarkan logika manusia pada umumnya. Nilai kebenaran

atau logika merupakan nilai yang bersumber pada akal (ratio, budi,

cipta) manusia. Nilai kebenaran dalam karya sastra merupakan nilai

yang dapat diterima oleh akal sehat manusia pada umumnya, tidak

dibuat-buat serta bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari.


24

b. Nilai keindahan (estetika)

Estetika atau keindahan berasal dari bahasa Yunani yaitu to

sense atau perceive yang berarti merasakan, berdasarkan etimologi,

estetika berasal dari kata aestetika, yang berarti penerangan, persepsi,

pengalaman, perasaan, dan pandangan. Jadi, estetika dapat dipandang

sebagai sebuah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang

keindahan dalam hal seni, rasa, dan apresiasi pada sebuah kesamaan.

Nilai estetika atau nilai keindahan merupakan nilai yang bersumber

pada unsur perasaaan manusia. Pendidikan keindahan dalam karya

sastra bertujuan agar pembaca mempunyai rasa keharuan terhadap

keindahan, mempunyai selera terhadap keindahan dan selanjutnya

dapat menikmati keindahan. Selain itu keindahan dalam karya sastra

dapat menarik minat pembaca untuk mengetahui makna pada sebuah

karya sastra.

c. Nilai kebaikan (nilai moral)

Nilai kebaikan ini yang bersumber pada unsur kehendak (will,

wollen, karsa) manusia. Lebih jelasnya moral berasal dari kata

“mores” yang merupakan bentuk jamak dari kata “mos” yang berarti

adat istiadat atau kebiasaan ( Zuriah, 2007: 17). Selain itu, juga dapat

digunakan untuk membedakan antara tindakan atau tingkah laku

manusia yang baik dan yang buruk di dalam hubungannya antara

manusia satu dengan lainnya. Moral menurut Kenny dalam

Nurgiyantoro, (2013: 430) mengemukakan bahwa moral dalam karya


25

sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan

dengan ajaran moral yang bersifat aktif, yang dapat diambil (dan

ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.

Nilai moral bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal

nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang

harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta

suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap

baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan

dan alam sekitar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai

pendidikan moral adalah nilai yang menunjukkan peraturan-peraturan

tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dalam satu

kelompok yang meliputi perilaku untuk menjunjung tinggi budi

pekerti dan nilai susila.

d. Nilai religius

Nilai religius merupakan nilai yang berhubungan dengan Tuhan,

kerohanian, besifat mutlak sesuai dengan keimanan dan kepercayaan

masing-masing yang dianutnya. Nilai religius mencapai aspek;

pelaksanaan ibadah, shodaqoh, sholat, permohonan ampun, ibadah,

dan do’a. Nurgiyantoro menyatakan bahwa kehadiran unsur religius

dan keagamaan dalam sastra adalah keberadaan sastra itu sendiri

(2013: 446).

Religius bersifat lebih mendalam dan lebih luas dari agama yang

tampak formal. Orang yang religius adalah orang yang menghayati


26

dan memahami kehidupan dan hidup lebih dari sekadar lahiriahnya

saja melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia

secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam Keesaan Tuhan.

Dia tidak terikat pada agama tertentu yang ada di dunia ini. Nilai

religius menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang

dalam, harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh

manusia. Nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih

bauk menurut agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai

religius yang terkandung dalam karya sastra tersebut mendapatkan

renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-

nilai agama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai religi merupakan

nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada

kepercayaan atau keyakinan manusia kepada Tuhan.

4. Geguritan

Geguritan termasuk dalam bentuk karya sastra yang berbentuk puisi

Jawa. Sama seperti puisi pada umumnya terdapat unsur pembangun puisi.

Di dalam geguritan, struktur fisik dan struktur batin berpadu dengan

saksama.

Dalam penyusunan puisi Jawa, aturan struktur fisik dan struktur batin

harus padu artinya aturan struktur fisik saja belum cukup karena harus

memenuhi aturan batin yang ditentukan. Disinilah letak keunikan yang

memperkaya puisi Jawa dan sekaligus menjadi contoh bahwa di dalam


27

puisi, struktur fisik tidak dapat dilepaskan dari truktur batin dan juga

sebaliknya. Geguritan tidak hanya diatur oleh struktur bunyi, suku kata dan

baris namun juga diatur oleh aturan makna yang harus memenuhi syarat.

Jika aturan makna tidak dipenuhi maka geguritan tidak bernilai.

Geguritan adalah karya sastra Jawa yang berupa puisi (Prabowo,

2002: 7). Geguritan biasanya dituliskan orang sebagai sindiran terhadap

keadaan masyarakat. Oleh karena itu, kalimat-kalimat dalam sebuah puisi

cengderung bersifat konotatif dan lebih singkat dibandingkan bentuk karya

sastra lain seperti prosa dan drama.

Menurut Widayat (2011: 170) puisi Jawa tradisional semula tidak

mengenal penekanan pada monografi, kini banyak geguritan yang telah

mengacunya. Pemilihan diksi yang semula ditekankan demi memenuhi

aturan yang ada dan beberapa persajakan yang disebut purwakanthi, kini

geguritan telah menekankan pada kepentingan yang lebih luas, seperti

halnya pada puisi Indonesia modern atau puisi dari sastra barat. Untuk

menciptakan makna estetis dalam perulangan bunyi atau persamaan bunyi

(rima) dalam bahasa Jawa perlu adanya purwakanthi. Menurut Purwadi

(2007: 431) ada tiga macam purwakanthi.

a. Purwakanthi guru swara

Purwakanthi guru swara adalah runtutnya suara. Purwakanthi guru

swara pada dasarnya berupa perulangan vokal atau runtun vokal pada

kata dalam suatu baris puisi, baik secara berurutan maupun berseling,
28

perulangan gabungan vokal dan konsonan yang membentuk kesatuan

bunyi. Contoh:

1) Aja dumeh menang, banjur sewenang wenang.

2) Ana awan ana pangan.

3) Witing tresna jalaran saka kulina.

b. Purwakanthi guru sastra

Purwakanthi guru sastra adalah runtutnya sastra. Runtutnya sastra

maksudnya perulangan konsonan atau runtun konsonan pada kata dalam

satu baris puisi, baik secara beruntun maupun berseling. Contoh:

1) Bobot, bibit, bebet.

2) Janji jujur jajahe mesthi makmur.

3) Laras, lurus, leres, liris bakal laris.

c. Purwakanthi lumaksita

Purwakanthi lumaksita adalah sastra yang mengalir seperti aliran

air atau berkait. Maksudnya perulangan kata baik secara keseluruhan

maupun sebagian, baik mengalami maupun tidak mengalami perubahan

bentuk, baik dalam satu larik maupun dalam larik yang berbeda tetapi

masih berurutan. Contoh:

1) Asung bekti, bektine kawula marang gusti.

2) Bayem arda, ardane ngrasuk busana.

3) Saking tresna, tresnane mung samudana.

Dari pendapat beberapa ahli di atas disimpulkan bahwa dalam

menciptakan karya sastra yang berupa prosa atau puisi atau geguritan pasti
29

menggunakan pilihan kata yang tepat agar karyanya tersebut berbeda

dengan yang lain dan tentunya sebagai suatu estetika yang akan membuat

para penikmat sastra tertarik untuk membacanya. Untuk pemilihan kata,

penyair sering kali mengganti kata-kata yang dipergunakan yang dirasa

belum tepat. Selain dari segi pemilihan kata dan estetikanya penyair juga

menyisipkan pesan tertentu pada pembaca.


30

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif kualitatif.

Metode kualitatif adalah metode yang memanfaatkan cara-cara penafsiran

dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan

perhatian terhadap data yang alamiah, data ini berhubungan dengan konteks

kebenarannya. Cara-cara inilah yang mendorong metode kualitatif dianggap

sebagai multimetode sebab penelitian ini melibatkan sejumlah besar gejala

sosial yang relevan. Dalam penelitian karya sastra misalnya akan melibatkan

pengarang, lingkungan sosial di mana pengarang berada termasuk unsur-unsur

kebudayaan pada umumnya (Ratna, 2012: 46-47).

B. Data dan Sumber Data

a. Data

Menurut Arikunto dalam Widiyoko (2012: 17), data yaitu semua hasil

catatan peneliti, baik berupa fakta atau berupa angka. Data dalam penelitian

kualitatif adalah data yang berupa data deskriptif. Data dalam penelitian ini

adalah diksi atau pilihan kata dan gaya bahasa yang terdapat dalam kalimat

serta ungkapan dalam setiap bait dan baris pada kumpulan geguritan

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.

30
31

b. Sumber Data

Sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data

diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau

catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek penelitian

atau variable penelitian (Arikunto, 2010: 172). Penelitian ini menggunakan

sumber data yang berupa dokumen berbentuk kumpulan geguritan majalah

Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini

adalah analisis dokumen. Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data

yang dilakukan dengan menganalisis dokumen yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti (Widoyoko, 2012: 49-50).

Jadi, teknik pengumpulan data dengan metode analisis dokumen adalah

dengan menyelidiki dan menganalisis kumpulan geguritan majalah Djaka

Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014, kemudian melakukan

pengklasifikasian berdasarkan data penelitian. Selanjutnya pengklasifikasian

data penelitian menggunakan metode catat yaitu dengan cara mencatat semua

data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam kartu pencatat data.

D. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono dalam Widoyoko (2012: 51), instrumen penelitian

adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial
32

yang diamati. Dengan melakukan pengukuran akan diperoleh data yang

objektif yang diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan penelitian yang

objektif pula.

Apabila peneliti untuk memperoleh data menggunakan metode analisis

dokumen, maka dalam melaksanakan analisis, peneliti menggunakan alat

bantu. Minimal alat bantu tersebut berupa pedoman analisis dokumen. Oleh

karena itu pedoman analisis dokumen merupakan alat bantu, maka disebut

instrumen pengumpulan data. Dengan demikian dalam menggunakan metode

analisis dokumen, instrumennya adalah pedoman-pedoman analisis dokumen

atau dapat juga berupa check list (Widoyoko, 2012: 53-54).

Dalam pelitian ini penulis dibantu dengan buku dan kartu pencatat data.

Kartu pencatat data ini penulis gunakan untuk mencatat kutipan, ikhtisar, dan

beberapa acuan yang ditulis sebagaimana adanya baik lengkap, maupun tidak

lengkap. Adapun contoh kartu data untuk analisis stilistika dan nilai pendidikan

moral adalah sebagai berikut:

Tabel 1.
Kartu Data Gaya Bahasa
No. Jenis Gaya Kutipan dan Terjemahan Judul
Bahasa
33

Tabel 2.
Kartu Data Nilai Pendidikan Moral
No. Nilai Pendidikan Kutipan dan Nilai Moral
Moral Terjemahan

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis).

Menurut Bungin (2006: 84) Content analysis mencakup upaya-upaya;

klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan

kriteria dan klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam

membuat prediksi.

Secara lebih jelas Bungin menjelaskan, Content analysis sering

digunakan dalam analisis-analisis verifikasi. Cara kerja atau logika analisis

data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data kuantitatif.

Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu,

mengklasifikasikan data tersebut dengan kriteria-kriteria tertentu serta

melakukan prediksi dengan teknik analisis yang tertentu pula.

Teknik analisis ini adalah membaca dengan teliti seluruh teks geguritan

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 kemudian

dianalisis dengan melakukan pengamatan dan pencatatan berdasarkan gaya

bahasa dan nilai pendidikan moralnya. Untuk menganalisis gaya bahasa pada

kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-


34

Februari 2014 yaitu dengan cara mendeskripsikan gaya bahasa yang

terkandung di dalam kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37

November 2013-Februari 2014.

F. Teknik Penyajian Data

Untuk menyajikan hasil analisis data penelitian ini, penulis menggunakan

teknik informal. Teknik informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa

walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145).

Dengan penyajian analisis informal, penyajian analisis stilistika dan nilai

pendidikan moral kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37

November 2013-Februari 2014 menggunakan tabel.


35

BAB IV

PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah geguritan yang

terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013 - Februari

2014. Data-data yang terdapat dalam penyajian data merupakan gambaran

tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dan nilai

pendidikan moral yang akan penulis bahas. Penyajian data penulis buat dalam

bentuk tabel yang terdiri dari dua tabel yaitu: tabel 3 berisi tentang gaya

bahasa kiasan dan tabel 4 berisi tentang nilai pendidikan moral. Adapun

penyajian hasil pengolahan data yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan

dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari

2014

Berdasarkan penelitian terhadap gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37

November 2013-Februari 2014, ditemukan gaya bahasa yaitu gaya bahasa

kiasan yang meliputi personifikasi, sinekdoce pars pro toto, sinekdoce

totem pro parte, ironi, persamaan atau simile, metafora, dan hiperbola.

35
36

Tabel 3
Gaya Bahasa kiasan pada Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang Edisi
26-37 November 2013-Februari 2014

Jenis Gaya
No. Kutipan dan Terjemahan Judul
Bahasa
1. metafora 1) Akh prenjak, ocehanmu Prenjak
Metha kidung crita uripku pencokan
Sing dak simpen dhipet ngarep
primpen omahku
Kareben ora ana wong
kang krungu
Merga jasad iki mung
bantal turu
Kanggo nguja hawane
sang jalu

Ah prenjak kicauanmu
Mengukir cerita hidupku
Yang tersimpan dalam
Tak seorangpun tahu
Karena tubuh ini hanya
jasad mati
untuk memenuhi nafsu
sang lelaki
(PPNO, 26, 23/11/2013)
2) Sing dakgantung iku kowe Marang
mengkone pangreksa
Aja pijer ngece marang tali
bocah wingi sore gantungan
Aja dumeh bisa ngereh
Aja waton ngramut
ombyaking lakon
Aja ngumbar nepsu lan
pasemon
Aja dianggep aku iki lola
ing kawruh
Asor ing pakewuh

Yang ku gantung itu kamu


tadinya
Jangan hanya menghina
kepada anak kemarin sore
Jangan merasa bisa
menenangkan
37

Jangan asal melawan arus


kehidupan
Jangan membiarkan nafsu
dan mengandai-andai
Jangan menganggap aku
ini jauh dari ilmu
Merendahkan dalam
tingkah laku
(MPTG, 27, 30/11/2013)
3) Pindhane kembang Sambate
Aku mung kembang wanita P
bangah
Kang wus alum, gogrog
sakdurunge megar
Maduku wis asat

Kalaupun aku bunga


Aku hanya bunga bangkai
Yang sudah layu,
berguguran sebelum
mekar
Maduku sudah kering
(SWP, 29, 14/12/2013)
4) Nanging emane Crita lawas
Esuk iki
Mendhung klawu
Lagi mayungi atiku
Nyangking grimis salah
mangsa
Pindha ilining waspa
Kang wis sue kemembeng
Nggetuni ketiga dawa
Kang nganti ngrujit
Bantala
Nyemplah pang-pang
aking
Tanpa semaya

Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
Membawa gerimis yang
salah musim
Seperti mengalirnya air
mata
38

Yang sudah lama tertahan


Menyesali kemarau
panjang
Yang sampai merobek-
robek
Tanah
Mematahkan dahan-dahan
kering
Tanpa bisa ditahan
(CL, 29, 14/12/2013)
5) jalaran wiji-wiji katresnan Panjerina
kang dak tanem ing tanjung
ana jero taman atimu mas
wus kudu punthes
sadurunge
nuwuhake kembang-
kemmbang kang endah

karena benih-benih cinta


yang hendak ku tanam
di dalam taman hatimu
sudah harus patah sebelum
menumbuhkan bunga-
bunga yang indah
(PITM, 31, 28/12/2013)
6) Sing tansah ngambra- Kemaruk
ambra tekan kana-kana
Mengkone bakal krasa
nalika kantaka katula-tula
yen bandha donya lan
panguwasa
jebul sagebyare netra
kepara bisa gawe
sengsara

Yang telah merembet


kemana-mana
Nantinya akan merasakan
ketika jatuh terkatung-
katung
apabila harta dunia dan
kekuasaan
ternyata hanya sekejab
mata lalu membawa
sengsara
(Kemaruk, 33,11/01/2014)
39

7) Nalika sema ati iki Nalika


bungah semana
Amarga tresna kang
ngrembaka
ati iki madhep manteb
milih priya,
kang dadi sigaring nyawa

Ketika itu hati ini bahagia


Karena cinta yang bersemi
hati ini mantab memilih
lelaki,
yang menjadi belahan
jiwa
(NS, 36, 01/02/14)
2. Personifikasi 1) Prenjaak ngarep omahku Prenjak
Pengin dakrusak pencokan
kurunganmu ana ngarep
Kareben bisa mabur omahku
ngulandara
Mabura….mabura,
bareng karo tangising
jiwaku

Prenjak di depan
rumahmu
Ingin kurusak
kurunganmu
Supaya bisa terbang bebas
Terbanglah-terbanglah
Bersama tangisnya jiwa
terbanglah…terbanglah,
bersama dengan tangisan
jiwaku
(PPNO, 26,23/11/2013)
2) Dawaning wektu tansah Ambuka
lumaku nut dhawuh gusti korining
Ewone pepalang nyampar alas purwo
nyandhung ing bumi
Werdi wigati cetha
katampi ing wekt semedi
Ambuka rasa sejati
mecaki laku utami ninggal
sipat angkara lan dengki

lamanya waktu yang


40

sedang berjalan menurut


perintah tuhan
Ketidaksukaan
menghalangi bumi
Sangat jelas kuterima
diwaktu bersemedi
Membuka rasa sejati
menjalani perilaku benar
meninggalkan sifat
angkara dan dengki
(AKAP, 27,30/11/2013)
3) Ana surup lelimengan, Candhik
koncatan endahe wektu ala
nguyak wengi
dilanggung sawah nuju
omahku
adohe tansaya nglangut

ada surup bayangan,


melompati indanya waktu
mengejar malam
Kegelapan sawah menuju
rumahku
Jauh semakin tak
kelihatan
(CA, 28,7/12/2013)
4) Abyor lintang akasa Kejot
cahya ngrebda nyangking panonku
impen
babut biru, sinebarayan
barieyan
impen endah kumawasa
ing bumi sepi

berkelipbintang di
angkasa
cahaya sinarnya
membawa mimpi
Baju hangat biru,
bertebaran berlian
Mimpi indah berkuasa di
bumi sepi
(KP, 29,14/12/2013)
5) Srengenge gumlewang Mabur
Nguyak kumlebate kumleyang
ayang-ayang
41

Kluwung mlengkeng
rinegem bumi
Rinenda warna nngelam-
ngelami

Percikan sinar matahari


mengejar bayang-bayang
Pelangi melengkung
menggenggam bumi
Menandai warna
kekaguman
(MK, 30,21/12/2013)
6) Srengenge gumlewang Mabur
Nguyak kumlebate ayang- kumleyang
ayang
Kluwung mlengkeng
rinegem bumi
Rinenda warna nngelam-
ngelami

Percikan sinar matahari


mengejar bayang-bayang
Pelangi melengkung
menggenggam bumi
Menandai warna
kekaguman
(MK, 30,21/12/2013)
7) Angin liwat kumlebat Mabur
Mbalangake kumleyang
pangangenku
Mabur kumleyang
Kauntal mega malang

Angin lewat berhembus


Melempar anganku
Terbang melayang
tertelan mega malang
(MK, 30,21/12/2013)
8) Saben dina aku sara Nelangsani
Saraning ana ing kalbuku ng ati
Sang dewangkara teturu
Tanpa madhangi atiku

Setiap hari aku sengsara


Sengsara ada di hatiku
Sang Matahari tertidur
42

Tanpa menerangi hatiku


(NA, 30,21/12/2013)
9) Nelangsaning kalbuku Nelangsani
Tansaya mundhak ng ati
ngrembaka
Ambaning samudralaya
kang bawera ayem
tentrem

Sakitnya kalbuku
Semakin menjadi-jadi
luasnya samudra
yang begitu damai dan
tentram
(NA, 30,21/12/2013)
10) Panglamuning mega ndadra
nyingset samirana
Ron garing mangling,
wurung nggennya seba
Ancik-ancik pang cilik
kang nandhang paceklik
Dene kudu dicandet
mangsa kandheg?
Nyathut darbe liyan
Ambabar lelakon sangar

Mega yang berarak


tersapu angin
Daun kering yang
melengkung, tak jadi
tumbuh
Berdiri pada dahan yang
sedang kemarau
Apakah harus
menghentikan waktu?
Merampas milik orang
lain
Menebar kejahatan
(Ndadra, 35,25/01/2014)
11) Tangan emoh kalah Aja
krungu umuke mripat rumangsa
Kuping karo malangkerik bisa
lan nuding-nuding nanging
Kandha: bisoa
Pancen kowe bisa weruh rumangsa
43

apa wae, lan kowe


Kuping, kowe bisa krungu
apa wae kang bakal
kelakon

tangan tak mau kalah


mendengar sombongnya
mata dan telinga dengan
berkacak pinggang dan
menunjuk-nunjuk berkata:
“memang kamu bisa
melihat apa saja dan kamu
telinga, kamu bisa
mendengar apa sajayang
terjadi
(ARBNBR,36,01/02/2014)
12) Huh, anggepmu Aja
Ngono kandhane sikil rumangsa
kanthi ngotot mbegagah bisa
Neng ngarepe perangan nanging
raga tetelune bisoa
Kowe kidha ra bisa rumangsa
mingset, mbegegeg ana
Papanmu dhewe-dhewe
Mula aku luwih penting

Huh, anggapanmu
seperti itu kata kaki
dengan bersikeras
Didepan ketiga anggota
badan yang lain
Kalian semua tidak bisa
kemana-mana, diam
ditempatmu masing-
masing
Maka akulah yang paling
penting
(ARBNBR, 36,01/02/2014)
13) Uteg kang tansah ndelik Aja
ing sajroning sirah lan tan rumangsa
katon lemes kanthi bisa
wicaksono nengahi nanging
anggone padha regejegan bisoa
rumangsa
otak yang berada di dalam
44

kepala tampak lemas dan


bijaksana dalam
menengahi keributan
(ARBNBR, 36,01/02/2014)
14) Samirana datan Setya tuhu
lumampah rinten dalu
Ron-ronan datan ebah
Sepi nyenyet ngelangut
angelam-elami
Tan ana sabawaning
walang ngalisik
Kang kapireng among
swarane sato saba bengi.

angin yang berjalan


Daun-daun yang
bergoyang
Sepi sunyi sedih
menyelimuti
Yang ada dipenjuru hanya
belalang yang bergemisik
Yang terdengar hanyalah
hewan malam
(STRD, 36,01/02/2014)
15) Samirana datan Setya tuhu
lumampah rinten dalu
Ron-ronan datan ebah
Sepi nyenyet ngelangut
angelam-elami
Tan ana sabawaning
walang ngalisik
Kang kapireng among
swarane sato saba bengi.

angin yang berjalan


Daun-daun yang
bergoyang
Sepi sunyi sedih
menyelimuti
Yang ada dipenjuru hanya
belalang yang bergemisik
Yang terdengar hanyalah
hewan malam
(STRD, 36,01/02/2014)
45

16) Ana suling semendhe Layang


gedhek warung kangen
Daksaut daksebul mawa
napas nglentrih
Ngoyak wewayanganmu
tumumpang mendhung
Sacleraman mesem
ginubet sengsem

Ada seruling tergeletak di


dinding warung
Ku ambil ku tiup dengan
nafas lemah lunglai
Mengejar bayangmu di
atas awan
Sekelebat senyuman
terikat ketertarikan
(LK, 37,11/02/2014)
17) Akasa ngudhal crita Tangeh
kawuri lamun
Saka senthong pangimpen
ing mangsa...
Titi yoni nganti ocehing
prenjak parak esuk
Pangumbaraning
wewayangmu
Rinasa nunjem telenging
nala

Langit bercerita kelam


masa silam
Dari kamar impian di
suatu musim…
Sangat sakti sampai
ocehan prenjak menjelang
pagi
Kepergian bayanganmu
Terasa menghujam hati
(TL, 37,11/02/2014)
3. simile 1) Sasuwene iki jare mung Marang
dianggep klilip pangreksa
Jabang bayi lali urip, tali
kebacut-bacut nggone gantungan
46

mbarut
Kinudang-kudang dadi
bujang pindha kidang
Keplayu kebat nggayuh
drajat pangkat lan semat

Selama ini katanya hanya


dianggap remang-remang
Jabang bayi lupa hidup,
terlanjur lanjur dalam
melangkah
Digadang-gadang menjadi
remaja bagai rusa
Berlari kencang mencapai
drajat pangkat dan
kemuliaan
(MPTG, 27,30/11/2013)
2) Sasuwene iki jare mung Marang
dianggep klilip pangreksa
Jabang bayi lali urip, tali
kebacut-bacut nggone gantungan
mbarut
Kinudang-kudang dadi
bujang pindha kidang
Keplayu kebat nggayuh
drajat pangkat lan semat
Dialembana dadi raja
pindha singa

Selama ini katanya hanya


dianggap remang-remang
Jabang bayi lupa hidup,
terlanjur lanjur dalam
melangkah
Digadang-gadang menjadi
remaja bagai rusa
Berlari kencang mencapai
drajat pangkat dan
kemuliaan
Disanjung menjadi raja
bagai singa
(MPTG, 27,30/11/2013)
3) Kayadene aku kang lelaku
cendhek, semut uga cilik
Nanging, bisa mrambat
47

tekan omag Loteng utawa


Menara kang dhuwur
Gene samubarang remeh
bisa nemu papan utama?!

seperti halnya aku yang


pendek, semut juga kecil
Tapi, bisa merambat
sampai loteng atau menara
yang tinggi seperti sesuatu
yang remeh bisa
menemukan tempat yang
utama?!
(Lelaku, 28,7/12/2013)
4) Pindhane kembang, aku Sambate
mung kembang bangah wanita P
kang wus alum gogrog
sadurunge megar maduku
wis asat

Bagaikan aku bunga aku


hanya bunga bangkai yang
sudah layu berguguran
sebelum mekar maduku
sudah kering
(SWP, 29,14/12/2013)
5) nanging emane
esuk iki
mendhung klawu
lagi mayungi atiku
nyangking grimis salah
mangsa
pindha ilining waspa
kang wes suwe
kemembeng
Nggetuni ketiga dawa
kang nganti nggrujit
Bantala
Nyemplah pang-pang
aking
Tanpa semaya

Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
48

Membawa gerimis yang


salah musim
Seperti mengalirnya air
mata
Yang sudah lama tertahan
menyesali kemarau
panjang yang sampai
merobek-robek
tanah
Mematahkan dahan-dahan
kering
Tanpa bisa ditahan
(CL, 29,14/12/2013)
4. hiperbola 1) Apuranen aku Kidung
Susuh paleremanku manuk
kabesem prenjak
Mbusak donya kang
paweh tentrem
Nutupi impen-impen
ayem

Maafkan aku
Sarangkutelah terberangus
menghapus dunia yang
memberi ketentraman
menghalangi impian
damai
(KMP, 26,23/11/2013)
2) Sing dak gantung iku Marang
bandha kaya pangreksa
Dakkereke ing tugu tali
sinukarta gantungan
Dimen kabeh padha
wanuh
Sasuwene iki mung
dianggep uwuh
Sanajan direwangi adus
kringet lan luh

Yang ku gantung itu harta


benda
Ku tinggalkan di alam
tugu kekotoran
Supaya semuanya selamat
Selama ini hanya
dianggap sampah
49

Walaupun dengan
bermandikan keringat
dan air mata
(MPTG, 27,30/11/2013)
3) Regeneg-regeneg Gandarwo
klebating bleger
wewayanganmu
Tansah gawe kaget saben
wayah ing rasaku,
gumregel
Sakkabehing kang
dakcandhak ambyar
sedalan-dalan ing
Pangangenku, lakak-lakak
gumuyumu manawa
mlorok
Ngadhang gawe pepalang
sucining sedyaku, ambeg
Watak candhalamu
jumlegur angguntur
nyeret bledheg
Mecah-mecahna langit
mbedah bumi
panguripanku

Perlahan lahan besar


bayangmu
Selalu membuat kaget
rasaku, gemetar
Semua yang ku dapat
derai sepanjang jalan
dalam
angan-anganku, terbahak-
bahak tertawamu jika
melotot menanti untuk
rintangan sucinya niatku,
nafas
watak kerasmu
menggelegar petir dan
menyeret petir
memecah belah langit
membedah bumi
penghidupanku
(Gandarwa,
28,7/12/2013)
50

4) Sabar tuwekal, lambaran Lelaku


gegayuhan luhur
Nyingkiri cidra, supaya
ora cintraka
Laku utama njaga
aruming asma,
sumrambah ing Nusa
Bangsa

Sabar tawakal, dasar dari


cita-cita yang tinggi
Menyingkirkan ketidak
setiaan supaya tidak
celaka
jalan utama menjaga
keharuman nama,
menyebar di nusa bangsa
(Lelaku, 28,7/12/2013)
5) Aku pengen surup iki Candhik
ora buthek mengkene ala
Merga wengiku bakal
coblong
Tangeh keranggeh
cahyane rembulan
Sing dakgadhang
leledhangan

aku ingin surup ini tak


keruh seperti ini, karena
malamku akan semakin
hampa
Masih jauh untuk
menggapai cahaya
rembulan
Yang ku harapkan
membahagiakan hati
(CA, 28,7/12/2013)
6) Abyor lintang akasa Kejot
cahya ngrebda nyangking panonku
impen
babut biru, sinebarayan
barieyan
impen endah kumawasa
ing bumi sepi

berkelipbintang di
51

angkasa
cahaya sinarnya
membawa mimpi
tenunan hangat biru,
bertebaran berlian
Mimpi indah berkuasa
di bumi sepi
(KP, 29,14/12/2013)
7) Saben bengi... Sambate
Dakrewangi thethek neng wanita P
pinggir ril
Mung luru rejeki secuwil,
kanggo njejegke kendil

setiap malam...
Aku rela untuk mangkal
dipinggir ril
hanya mencari secuil
rejeki, untuk
menyambung hidup
(SWP, 29,14/12/2013)
8) nanging emane Crita lawas
esuk iki
mendhung klawu
lagi mayungi atiku
nyangking grimis salah
mangsa
pindha ilining waspa
kang wes suwe
kemembeng
Nggetuni ketiga dawa
kang nganti nggrujit
Bantala
Nyemplah pang-pang
aking
Tanpa semaya

Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
Membawa gerimis yang
salah musim
Seperti mengalirnya air
mata
Yang sudah lama tertahan
52

menyesali kemarau
panjang yang sampai
merobek-robek
tanah
Mematahkan dahan-dahan
kering
Tanpa bisa ditahan
(CL, 29,14/12/2013)
9) Dak kunci katresnan iki Kancing
Kanthi ngronce tampar katresnan
dimen ora gagar wigar

kukunci cinta ini


Dengan tali supaya tidak
lepas
(KK, 30,21/12/2013)
10) Ati angluh tumiyung Mabur
Anguk-anguk sapinggiring kumleyang
jurang cerung
Nglanga memala ing
klakon

hatiku luluh lantah,


hampir jatuh di pinggir
jurang curam
Menelan dosa dalam
perbuatan yang semakin
gila
(MK, 30,21/12/2013)
11) Saben dina aku sara Nelangsani
Saraning ana ing kalbuku ng ati
Sang dewangkara teturu
Tanpa madhangi atiku

Setiap hari aku sengsara


Sengsara ada di hatiku
Sang Matahari tertidur
Tanpa menerangi hatiku
(NA, 30,21/12/2013)
12) Jalaran wiji katresnan Panjerina
kang ndak tanem, ing tanjung
ana jero taman atimu mas
wus kudu punthes
sadurunge
nuwuhake kembang-
kembang kang endah
53

karena benih-benih cinta


yang kutanam,
di dalam taman hatimu
harus patah sebelum
bertumbuhnya bunga-
bunga yang indah
(PITM, 31,28/12/2013)
13) Dak pecaki lurung- Esem
lurung panguripan sandhuwur
Menawa wae isih ana sing e gurit
gelem andum rasa adil
Marang aku lan kowe

kutapaki lorong-lorong
kehidupan
mungkin saja masih ada
yang mau membagi rasa
adil
terhadap aku dan kamu
(ESG, 31,28/12/2013)
14) Ya, pancena aku sarujuk, sarujuk
nimas
Menawa jenengku lan
jenengmu
tinulis jejer ing mega-
mega kae
kang katon putih memplak
kadya
kapas kang ngrenggani
langit biru
indah edi peni dinulu

Ya, memang aku setuju,


nimas
kalau namaku dan
namaku
tertulis berjajar di
awan-awan itu
yang terlihat putih bersih
seperti
kapas yang nampak di
langit biru
(sarujuk, 31,28/12/2013)
54

15) Nganti mengko tumiba Titi mangsa


Ana jurange siksa
Sapa bakal kuwawa
nduwa
Yen wis tekan titi mangsa

Sampai nanti tiba


ada jurang siksa
siapa yang bisa
menghalangi
kalau telah tiba waktunya
(TM, 32,4/1/2014)
16) Dak oyak playune awang- Gurit
awang klawu ing atimu rinonce
Sumurup ing pethithing
sore
Kang wus wiwit samar-
samar
Mau awan mentas wae
dak untabake
Atimu kabur

kukejar bayang-bayang
semu di hatimu
terbenam diujung sore
yang telah mulai samar-
samar
Siang tadi baru saja
kuungkapkan
hatimu pergi
(GR, 33,11/1/2014)
17) Merga ati wus kabuntel Kemaruk
dening nafsu-nafsu
angkara
Sing tansah ngambra-
ambra tekan kana-kana

karena hati telah


tertutup dengan nafsu-
nafsu jahat yang telah
menyebar kemana-mana
(DL, 33,11/1/2014)
18) Tekane pancen ngagetake ngrangu
pengangen
Apa maneh praupan sing
tansah beda
55

Esemmu sing ndudut


lelamunan lawas
Kalane teka dadakan
ngranuhi
Kowe banjur crita kanthi
nglangut

Datangnya memang
mengagetkan lamunan
Apa lagi raut wajah yang
beda
senyummu yang
menyadarkan dari
lamunanku
kadang kala datang tanpa
diduga
kau lalu bercerita dengan
sedih
(ngrangu, 34,18/1/2014)
19) Iki ilusi apa impen aku Sekar
ora perduli cempaka
Patrapku dak oyak
nglamar lelewane

Ini ilusi atau hanya mimpi


aku tak perduli
inginku mengejar
bayangan dirinya
(DL, 34,18/1/2014)
20) Nalika solah bawa wis Entenana
bisa micara ing
Nalika tingkah laku wis watesing
dadi wakiling rasa wektu
Kang ora kawetu lan
mung kandheg ana
dhadha
Nalika tresna wis
mawujud dadi laku
Lan rasa kang padha wis
kawaca saka bening
netramu
Ukara saka lathi wis ora
perlu maneh kanggoku

ketika tingkah laku telah


berbicara,
56

ketika tingkah laku telah


mewakili rasa yang tak
bisa keluar dan terhenti di
dada
ketika cinta sudah
berwujud menjadi
perbuatan
dan rasa yang sama
telah terbaca dari bening
matamu
kata-kata dari bibir tak
perlu lagi bagiku

(EIWW, 35,25/1/2014)
21) Nadyan nganti tekan Tengahe
tengahe ratri ratri
Ora kendhat nggonku
tansah nganti-anti
Peparing sih nugrahaning
Gusti
Nyadong rezeki pating
tlethik riwis-riwis
Saka langite katresnan
edi

Walau sampai tengahnya


malam
Tak putus untukku
mmenanti
Pemberian dari Tuhan
Meminta rizki sedikit
demi sedikit
dari langitnya penuh
cinta
(TR, 35,25/1/2014)
22) Nalika semana ati iki Nalika
bungah, semana
amarga tresna kang
ngrembaka
ati iki madhep manteb
milih priya
kang dadi sigaraning
nyawa

ketika itu hati ini


bahagia,
57

karena cinta yang


bersemi
hati ini mantab memilih
lelaki
yang menjadi belahan jiwa
(NS, 36,01/02/2014)
23) Jagad raya panci wanci Setya tuhu
dalu rinten dalu
Surem kalem kang kadulu
Lintang rembulan
kinemulan ing mendhung
ngendhahanu

Jagad raya memang pada


malam hari
Suram kelam yang terlihat
bintang rembulan yang
diselimuti awan yang
berarak
(DL, 36,01/02/2014)
24) Daktulis layang kangen Layang
srengenge sore kangen
Mendhung buthek metha
ukara
Dakjentrek ing dluwang
kumel
Ginawe gurit blebering
jiwa

Kutulis surat rindu sore


hari
mendung gelap
menyambung rasa
ku rangkai di kertas kumal
untuk membuat kata
ungkapan jiwa
(LK, 37,08/02/2014)
25) Pangumabaraning Tangeh
wewayanganmu, lamun
rinasa nunjem telenging
nala
anglega cetha tumeka
candhikala
dak sawang kanthi ati
gothang
nyuwek mbaka siji
58

cathetaan lawas
angeruk turahan tresna
saka lelakon kapungkur

kepergianmu terasa
menghujam hati
Terlihat jelas datang saat
sore hari
Ku tatap dengan hati
kosong
Menyobek satu per satu
catatan lama
Mengeruk sisa cinta saat
masa silam
(TL, 37,08/02/2014)
5. Ironi 1) Arep nata ngowahi uwis Donyaku
kliwat lemah sing loh kali
sing resik banyu sing
bening ora bisa
ditemokake ing donya
kang wis clorang-cloreng
iki

mau menata membenahi


sudah terlambat tanah
yang subur sungai yang
bersih air yang jernih
sudah tidak ditemukan
di dunia yang telah
tercoret-coret
(DL, 34,18/02/2014)
2) Kula parinem saking Layang
ndesa rumiyin mbatur babune
dhateng paduka rumaos koruptor
mongkog lan ngempek
mulya, mboten nyono
jebul kula ngenger ing
priyayi durjana , kulatan
saged tilem miring
pawarta bilih paduka
cidra mring amanahing
para kawula

saya parinem dari desa


dulu mengabdi kepada
tuan, merasa bangga
59

dan merasa mulya ,


tidak kusangka ternyata
saya mengabdi di
pejabat jahat saya tidak
bisa tidur mendenga
beritakalau tuan
membohongi nterhadap
amanah rakyat
(DL, 31,28/12/2013)
3) Sliramu kang banget tak Isih tresna
tresnani sliramu kang ora
tau lali tansah tuhu
ngenteni tansah setya ing
janji ananging kena apa
sliramu ninggalke aku
agawe miris lan kekesing
ati apa iki pacoban saka
gusti

dirimu yang kucinta,


dirimu yang tak pernah
kulupakan selalu setia
menanti dengan setianya
janji tapi kenapa dirimu
meninggalkan aku
membuat miris dan
lemah hatiku apa ini
ujian dari Tuhan
(DL, 26,23/11/2013)
6. Sinekdoce 1) Wus ora kapetung kaping Sujud
a. pars pira sujud ing sajadah
prototo Mu

tak dapat dihitung


berapa kali sujud di
sajadah Mu
(DL, 26,23/11/2013)
b. Totem pro a) Sabar tuwekal, lambaran Lelaku
parte gegayuhan luhur
Nyingkiri cidra, supaya
ora cintraka
Laku utama njaga
aruming asma,
sumrambah ing Nusa
Bangsa
60

Sabar tawakal, dasar dari


cita-cita yang tinggi
Menyingkirkan ketidak
setiaan supaya tidak
celaka
jalan utama menjaga
keharuman nama,
menyebar di nusa
bangsa
(Lelaku, 28,7/12/2013)

2. Nilai pendidikan moral pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang

edisi 26-37 November 2013-Februari 2014

Berdasarkan penelitian terhadap nilai pendidikan moral pada

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-

Februari 2014, ditemukan 1) nilai pendidikan moral manusia dengan diri

sendiri meliputi; kepasrahaan dan bersyukur; 2) nilai pendidikan moral

manusia dengan manusia lain meliputi; sabar&ikhlas, kesetiaan dan

pengharapan; 3) nilai pendidikan moral manusia dengan Tuhannya

meliputi; senantiasa mengingat Tuhan, ibadah, dan perzinaan.

Tabel 4
Nilai Pendidikan moral pada Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
Nilai
No. pendidikan Kutipan dan Terjemahan Nilai Moral
moral
1. Manusia 1) sing dak gantung iku nasib Kepasrahan
dudu aib
dengan diri
sasuwene iki jare mung
sendiri dianggep klilip
Jabang bayi lali urip,
kebacut-bacut nggone
mbarut
61

Kinudang-kudang dadi
bujang pindha kidang
Keplayu kebat nggayuh
drajat pangkat lan semat

Yang ku gantungkan itu


nasib
Bukan aib
Selama ini katanya hanya
dianggap remang-remang
Jabang bayi lupa hidup,
terlanjur lanjur dalam
melangkah
Digadang-gadang menjadi
remaja bagai rusa
Berlari kencang mencapai
drajat pangkat dan kemuliaan
(MPTG, 27,30/11/2013)
2) pancen uripku kebak Kepasrahan
cangkriman
nanging urip tetep lumaku
kaya lakuku sing tanpa kesel
ngunggahi pucuk gunung
embuh tekan ngendi

Memang hidupku ini penuh


dengan teka-teki
Tapi hidup tetap berjalan
Seperti jalanku yang tanpa
lelah
Mendaki pucuk gunung
Entah sampai mana ujungnya
(AIPG, 29, 14/12/2013)
3) kanggo sangu mecaki urip Kepasrahan
sing kebak dalan-dalan
rumpil
kebak coba lan panggoda
kebak pitenah lan pandakwa
ala
ya wis ben kudu bisa
tinampa kanthi legawa
pasrah sumarah gumregah
ngranggeh pengarep

Untuk bekal menjalani hidup


Yang banyak jalan yang
62

berliku
Banyak cobaan dan godaan
Banyak fitnah dan hujatan
Ya sudah memang harus
diterima dengan lapang
dada
Pasrah dan tawakal dalam
menggapai cita
(TR, 35, 25/01/2014)
4) nalika lintang ing angkasa Bersyukur
isih bisa paring cahya
tumrap manungsa
nalika iku uga aku bisa
ngrasa bungah
nalika kukila isih bisa ngoceh
kanthi swanten kang endah
nalika iku uga aku bisa
ngrasa ati ayem lan tentrem

Saat bintang di langit


Masih bisa member cahaya
terhadap manusia
Ketika itu juga aku merasa
bahagia
Ketika burung bisa besiul
dengan suara yang indah
Ketika itu juga aku bisa
merasa hati yang tenang
dan tentram
(NS, 36, 01/02/2014)
2. Manusia 1) ananging kena apa sliramu Sabar &
ninggalke aku
dengan ikhlas
agawe miris lan kekesing ati
manusia lain apa iki pacoban saka Gusti
apa iki kang dadi nasib
tresnaku
kudu pisah mring sliramu

tapi mengapa dirimu


meninggalkanku
membuat miris dan lemah
hatiku
apa ini ujian dari Tuhan
apa ini yang menjadi nasib
cintaku
harus pisah denganmu
63

(IT, 26, 23/11/2013)

2) kancing katresnan Kesetiaan


ora mung mawar biru
utawa ali-ali kang rinonce
ing astamu
dak kunci katresnan iki
kanthi ngronce tampar dimen
ora gagar wigar

Kunci cinta
Tidak hanya mawar biru
Atau cincin yang melingkar
di jarimu
Ku kunci cintaku ini
Dengan tali supaya tidak
lepas
( KK, 30, 21/12/2013)
3) lintang panjerina kang Sabar &
jumedhul ing wektu iku
ikhlas
dadi lintang kang
pungkasan kanggoku lan
sliramu
jalaran wiji-wiji katresnan
kang ndak tanem ana jero
taman atimu
wes kudu punthes sadurunge
nuwuhake kembang-kembang
kang endah

Bintang bersinar yang


muncul diwaktu itu
Menjadi bintang terkhir
untukku untukmu
Karena benih-benih cinta
yang kutanam didalam
hatimu
Sudah harus patah sebelum
menumbuhkam yang indah
(PITM, 31, 28/12/2013)
4) nuwun sewu, bendara Sabar &
sareng serat punika
ikhlas
kula kintun arta dhateng
paduka
upah nggennya kawula
64

ngabdi bendara
pitung taun lawasnya

Permisi tuan
Bersama datangnya surat ini
Saya mengembalikan uang
terhadap tuan
Upah saya mengabdi
kepada tuan
Tujuh tahun lamanya
(LBK, 31, 28/12/2013)
5) ya, pancena aku sarujuk, Kesetiaan
nimas
menawa jenengku lan
jenengmu
tinulis jejer ing mega-mega
kae
kang katon putih memplak
kadya
kapas kang ngrenggani
langit biru
indah edi peni dinulu

Ya aku memang setuju


padamu sayang
Kalau namamu dan
namamu tertulis sejajar di
mega-mega itu
Yang terlihat putih bersih
Kapas yangbersih di langit
biru
Indah terlihat
( Sarujuk , 31, 28/12/2013)
6) dak pecaki lurung-lurung Pengharapan
panguripan
menawa wae isih ana sing
gelem andum rasa adil
marang aku lan kowe

Kutapaki lorong-lorong
kehidupan
Kalau saja masih ada yang
mau berbagi rasa adil
Terhadap aku dan kamu
(ESG, 31, 28/12/2013)
65

7) muga aja ana panduwa bab Pengharapan


atiku sing nglanglang
pambagyaku kanggo
sliramu kang isih perduli
nampa ngenteni ing wayah
sore

semoga saja jangan ada


pendua di hatiku lagi
bagimu yang masih perduli
kepadaku
masih menerima menunggu
di waktu sore
( ngrangu , 34, 10/01/2014)
8) nanging kabeh mau wus liwat Pengharapan
uripku kepenak mung nalika
semana
atiku krasa bungah uga gur
wektu wektu semana
saiki jroning dhadha
anane mung lara lan kuciwa
sigaraning nyawa iya
kasebut garwa
mindhah ati dhateng Kenya
liya

Tetapi semua itu sudah


terlambat
Hidupku damai hanya saat itu
Hatiku measa bahagia juga
hanya saat itu
Sekarang didalam dada yang
ada hanyalah sakit dan
kecewa
Belahan jiwa yang ku sebut
suami
Berpaling hati dengan
wanita lain
(NS, 36, 01/02/2014)
9) o kangen sing peplayon ijen Pengharapan
teka angel dakluru jembare
wektu kesingkur
o kangen sing ndelik kebonan
suwung
karo sapa sliramu ngranti
tekaku
66

O rinduyang berlari sendiri


Datang susah ku cari diwaktu
luang
O rindu yang sembunyi di
kebun kosong
Bersama siapa kau menanti
diriku datang
(LK, 37, 08/02/2014)
10) rampungna rasamu Sabar &
ati iki wis darbe rasa liya
ikhlas
tan bisa kok ranggeh maneh
ron garing sumadya
nyandhet karepmu
ing kene dak punthes
sunggingmu!

Selesaikanlah rasamu
Hati ini sudah mempunyai
rasa lain
Yang tak bisa ku gapai lagi
Daun kering menghalangi
inginmu
Disini ku potong senyummu!
(TL, 37, 08/02/2014)
11) o anak putu, biraten angen Sabar &
tumlawung
ikhlas
tipak sejarah aja nganti
suwung
bumi pindaka aja nganti
diregedi
nepsu-nepsu murahan ora
mbejaji
nyendhal ati!

O anak cucu, hilang angan


terdengar dari kejauhan
Jejak sejarah jangan sampai
kosong
Bumi tempat berpijak jangan
sampai dikotori
Nafsu murahan tak terpuji
Menyayat hati!
( Megatruh , 37, 08/02/2014)
67

3 Manusia 1) ing jero winatesing kurungan Senantiasa


kidung dongaku ngumandhang
dengan mengingat
kapan Gusti bakal paring
Tuhannya pepadhang Tuhan
saka tangan-tangan kang
brangasan

Didalam terbatasnya sangkar


Panjatann doa ku ungkapkan
Kapan tuhan memberi
petunjuk
dari tangan-tangan jahil
(KMP, 26, 23/11/2013)
2) o sujud kudune tetep jejeg Ibadah
ora gampang keblinger
satengahe jaman saya cepet
nggone mubeng
kudu cekelan kenceng
paugerane illahi

Sujud harus tetap lurus


Tidak gampang terpengaruh
Waktu cepat berlalu
Harus berpegang pada aturan
illahi
( Sujud , 26, 23/11/2013)
3) kinanthen tulusing galih kang Senantiasa
wening prasaja,
mengingat
golong gilinging tekad kang
manunggal Tuhan
sucining sedya kang tansah
rinegem ing sajroning dhadha,
sumarah mring
panguwasaning Sang Hyang
Maha Wasesa

Dengan tulusnya hati yang


bening mulia
Bersatunya tekat yang menyatu
Sucinya tekad yang
tergenggam didalam dada
Pasrah terhadap penguasa
sang maha hidup
(AKAP, 27, 30/11/2013)
4) aku ora perduli Perzinaan
merga isaku golek pangan mung
68

kaya ngono kuwi


dhuh Gusti…
kalampahana karsa dalem
dhumateng ingkang abdi
nanging mugi Gusti tansah
ngijabahi nggen kula pados
rejeki

aku tidak perduli


karena kemampuanku mencari
makan hanya seperti ini
ya Tuhan..
tunjukkanlah jalan hamba
tapi semoga Engkau meridhoi
dalam saya mencari rezeki
(SWP, 29, 14/12/2013)
5) kudu ditampa saben naskah Senantiasa
ing lembar gesang
mengingat
pakaryan datan oncat sinebat
dening laknat Tuhan
percayaa marang kridhaning
roh suci
setya njampangi pribadi kang
tinarbuka ati

harus diterima setiap naskah


dilembar kehidupan
pekerjaan akan secara
sendirinya pergi karena laknat
percaya kepada keridhaan
sang maha suci
kesetiaan akan tertanam di
keterbukaan hati
(EL, 33, 11/01/2014)
69

B. Pembahasan Data

1. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan

dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari

2014

a. Metafora

Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang

dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa

kiasan. Penggunaan gaya bahasa metafora pada geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014

terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.

1) Akh prenjak, ocehanmu


Metha kidung crita uripku
Sing dak simpen dhipet primpen
Kareben ora ana wong kang krungu
Merga jasad iki mung bantal turu
Kanggo nguja hawane sang jalu

Ah prenjak kicauanmu
Mengukir cerita hidupku
Yang tersimpan dalam
Tak seorangpun tahu
Karena tubuh ini hanya jasad mati
untuk memenuhi keinginan sang lelaki
(PPNO, 26, 23/11/2013)

Pada kutipan di atas, penulis bercerita tentang wanita yang

dirampas haknya sebagi seorang wanita seutuhnya diperlakukan tidak

adil oleh pasanganya. Burung dalam puisi tersebut diibaratkan sebagai

wanita dan sangkar diibaratkan sebagai aturan yang mengekang. Gaya

bahasa metafora terdapat pada kutipan “sang jalu” ‘sang lelaki’.


70

Maksud dari kutipan di atas adalah di sini laki-laki dikiaskan secara

langsung menjadi jalu yang dipuja-puja wanita.

2) Sing dakgantung iku kowe mengkone


Aja pijer ngece marang bocah wingi sore
Aja dumeh bisa ngereh
Aja waton ngramut ombyaking lakon
Aja ngumbar nepsu lan pasemon
Aja dianggep aku iki lola ing kawruh
Asor ing pakewuh

Yang ku gantung itu kamu tadinya


Jangan hanya menghina kepada anak kemarin sore
Jangan merasa bisa menenangkan
Jangan asal melawan arus kehidupan
Jangan membiarkan nafsu dan mengandai-andai
Jangan menganggap aku ini jauh dari ilmu
Merendahkan dalam tingkah laku
(MPTG, 27, 30/11/2013)

Pada bait di atas, bercerita tentang sebuah nasehat kepada

pembaca agar jangan menghina terhadap generasi penerus tetapi

jangan pula melawan tata aturan yang sudah ada serta jangan

mengumbar hawa nafsu, jangan menganggap narapidana tak punya

ilmu atau sopan santun. Pada bait tersebut terdapat gaya bahasa

Metafora ditunjukkan pada kutipan “bocah wingi sore” ‘anak kemarin

sore’. Maksud dari kutipan tersebut adalah tidak boleh merendahkan

para pemuda atau remaja yang di sini disebutkan ”bocah wingi sore”

yang artinya ”anak kemarin sore”, karena belum tentu yang lebih tua

yang lebih tahu segalanya.

3) Pindhane kembang
Aku mung kembang bangah
Kang wus alum, gogrog sakdurunge megar
Maduku wis asat
71

Kalaupun aku bunga


Aku hanya bunga bangkai
Yang sudah layu, berguguran sebelum mekar
Maduku sudah kering
(SWP, 29, 14/12/2013)

Pada bait di atas, bercerita tentang wanita penghibur yang bila

diibaratkan sebagai bunga yang sudah busuk dan tidak ada madunya,

bunga itu telah kering. Pada kutipan di atas terdapat gaya bahasa

metafora ditunjukkan pada kutipan “kembang bangah” ‘bunga

bangkai. Maksud dari kutipan tersebut adalah bukan nama bunga

bangah yang sebenarnya, tetapi secara tidak langsung bunga bangah

yang menggambarkan seorang wanita pekerja seks komersial.

4) Nanging emane
Esuk iki
Mendhung klawu
Lagi mayungi atiku
Nyangking grimis salah mangsa
Pindha ilining waspa
Kang wis sue kemembeng
Nggetuni ketiga dawa
Kang nganti ngrujit
Bantala
Nyemplah pang-pang aking
Tanpa semaya

Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
Membawa gerimis yang salah musim
Seperti mengalirnya air mata
Yang sudah lama tertahan
Menyesali kemarau panjang
Yang sampai merobek-robek
Tanah
Mematahkan dahan-dahan kering
Tanpa bisa ditahan
(CL, 29, 14/12/2013)
72

Pada kutipan di atas, bercerita tentang kesedihan si aku yang

mendalam karena tidak jadi menikah dengan perempuan pilihannya.

Pada bait tersebut terdapat gaya bahasa metafora ditunjukkan pada

kutipan “mendhung klawu”, ‘mendung kelabu’. Maksud dari kutipan

tersebut adalah bukan hatinya yang berwarna kelabu atau hatinya yang

dipayungi mendung kelabu tetapi maksudnya kesedihan yang sedang

dirasakan.

5) Lintang panjerina kang jumedhul ing wektu iku


Dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu
jalaran wiji-wiji katresnan kang dak tanem
ana jero taman atimu
wus kudu punthes sadurunge
nuwuhake kembang-kemmbang kang endah

Bintang bersinar yang muncul diwaktu itu


Menjadi bintang terkhir untukku untukmu
karena benih-benih cinta yang hendak ku tanam
di dalam taman hatimu
sudah harus patah sebelum
menumbuhkan bunga-bunga yang indah
(PITM, 31, 28/12/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang perpisahan si aku yang

berpisah dengan seorang wanita yang dicintainya, namun wanita itu

bertepuk sebelah tangan. Pada kutipan di atas terdapat gaya bahasa

metafora ditunjukkan pada kutipan “taman atimu”, ‘taman hatimu’.

Maksud dari kutipan tersebut adalah bukan hatinya yang mempunyai

taman tetapi mengkiaskan tentang perasaan si aku yang sedang jatuh

cinta terhadap wanita sehingga si aku menggambarkan perasaannya

seperti sedang berada ditaman yang indah.


73

6) Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana


Mengkone bakal krasa nalika kantaka katula-tula
yen bandha donya lan panguwasa
jebul sagebyare netra kepara bisa gawe sengsara

Yang telah merembet kemana-mana


Nantinya akan merasakan ketika jatuh terkatung-katung
apabila harta dunia dan kekuasaan
ternyata hanya sekejab mata lalu membawa sengsara
(Kemaruk, 33, 11/01/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang nasehat kepada pembaca

bahwa harta dan tahta itu hanya sekejap mata di dunia ini yang bisa

membuat sengsara. Pada kutipan di atas terdapat gaya bahasa metafora

ditunjukkan pada kutipan “sagebyare netra”, ‘sekejab mata’. Maksud

dari kutipan tersebut adalah menggambarkan bahwa harta di dunia itu

hanya sekejap mata, yang dimaksud sekejap mata itu bukan berarti

mata berkedip lalu hilang tapi membandingkan kesenangan dan

kekuasaan dunia ini sebentar sekali bagaikan kejapan mata.

7) Nalika sema ati iki bungah


Amarga tresna kang ngrembaka
ati iki madhep manteb milih priya,
kang dadi sigaring nyawa

Ketika itu hati ini bahagia


Karena cinta yang bersemi
hati ini mantab memilih lelaki,
yang menjadi belahan jiwa
(NS, 36, 01/02/14)

Pada kutipan di atas, berisi tentang kegembiraan seorang wanita

sedang jatuh cinta yang telah mantap memilih pria sebagai calon

pendamping hidupnya. Pada bait tersebut terdapat gaya bahasa

metafora ditunjukkan pada kutipan “sigaring nyawa” ‘belahan jiwa’.


74

Maksud dari kutipan tersebut adalah menggambarkan bahwa seorang

perempuan yang telah menemukan belahan jiwanya dan sudah mantab

memilih lelaki tersebut. Yang dimaksud belahan jiwa di sini bukan

jiwa yang terbelah tetapi belahan jiwa menggambarkan seorang yang

terkasih.

b. Personifikasi

Personifikasi adalah suatu keadaan atau peristwa alam sering

dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia.

Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau

di”personifikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas

penggambaran peristiwa dan keadaan itu.

Penggunaan gaya bahasa Personifikasi pada geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014

terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.

1) Prenjaak ngarep omahku


Pengin dakrusak kurunganmu
Kareben bisa mabur ngulandara
Mabura….mabura, bareng karo tangising jiwaku

Prenjak di depan rumahmu


Ingin kurusak kurunganmu
Supaya bisa terbang bebas
Terbanglah-terbanglah
Bersama tangisnya jiwa
terbanglah…terbanglah, bersama dengan tangisan jiwaku
(PPNO, 26,23/11/2013)

Pada bait di atas, penulis bercerita tentang wanita yang dirampas

haknya sebagi seorang wanita seutuhnya diperlakukan tidak adil oleh


75

pasanganya dan si aku ingin lepas dari kekangan. Burung dalam puisi

tersebut diibaratkan sebagai wanita dan sangkar diibaratkan sebagai

aturan yang mengekang. Gaya bahasa personifikasi pada kutipan

“Mabura….mabura, bareng karo tangising jiwaku”,

‘terbanglah…terbanglah, bersama dengan tangisan jiwaku’. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena jiwa

adalah benda mati, dalam puisi tersebut jiwa diibaratkan manusia yang

mempunyai mata dan menangis.

2) Dawaning wektu tansah lumaku nut dhawuh gusti


Ewone pepalang nyampar nyandhung ing bumi
Werdi wigati cetha katampi ing wekt semedi
Ambuka rasa sejati mecaki laku utami ninggal sipat angkara lan
dengki

lamanya waktu yang sedang berjalan menurut perintah tuhan


Ketidaksukaan menghalangi bumi
Sangat jelas kuterima diwaktu bersemedi
Membuka rasa sejati menjalani perilaku benar meninggalkan sifat
angkara dan dengki
(AKAP, 27,30/11/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang seseorang yang akan

memperbaiki diri yang diibaratkan seperti membuka hutan raya yang

sangat lebat, sebelum memperbaiki diri penulis mencari ilmu yang

diibaratkan seperti bersemedi mencari petunjuk kepada Yang Maha

Kuasa, dalam semedinya si penulis mendapat petunjuk agar

menghindari sifat angkara murka dan menjanlakan sifat utama berbudi

pekerti. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Dawaning

wektu tansah lumaku nut dhawuh gusti” ‘lamanya waktu yang sedang

berjalan menurut perintah tuhan’. Kalimat tersebut dikategorikan


76

sebagai gaya bahasa personifikasi karena waktu adalah benda mati

yang tidak dapat dilihat namun bisa dirasakan, waktu diibaratkan

seperti manusia yang memiliki kaki untuk berjalan.

3) Ana surup lelimengan,


koncatan endahe wektu nguyak wengi
dilanggung sawah nuju omahku
adohe tansaya nglangut

ada surup bayangan,


melompati indanya waktu mengejar malam
Kegelapan sawah menuju rumahku
Jauh semakin tak kelihatan
(CA, 28,7/12/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana disenja sore hari

matahari tenggelam di ufuk barat yang ditinggal hanya bayangan semu.

Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Ana surup

lelimengan, koncatan endahe wektu nguyak wengi”, ‘ada surup

bayangan, melompati indanya waktu mengejar malam’. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena

bayangan yang merupakan benda mati, pada puisi candhik ala

bayangan diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki yang

dapat melompat dan mengejar.

4) Abyor lintang akasa


cahya ngrebda nyangking impen
babut biru, sinebarayan barieyan
impen endah kumawasa ing bumi sepi

berkelipbintang di angkasa
cahaya sinarnya membawa mimpi
Baju hangat biru, bertebaran berlian
Mimpi indah berkuasa di bumi sepi
(KP, 29,14/12/2013)
77

Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana langit malam

hari sunyi sepi dan dingin. Di malam itu hanya mimpi-mimpi sang

penulis yang memenuhi indahnya malam. Gaya bahasa personifikasi

terdapat pada kutipan “Cahya ngrebda nyangking impen”, ‘cahaya

sinarnya membawa mimpi’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa personifikasi karena cahaya yang merupakan suatu

pancaran sinar dan termasuk benda mati, pada puisi kejot panonku

cahaya diibaratkan seperti manusia yang mempunyai tangan untuk

membawa.

5) Srengenge gumlewang
Nguyak kumlebate ayang-ayang
Kluwung mlengkeng rinegem bumi
Rinenda warna nngelam-ngelami

Percikan sinar matahari


mengejar bayang-bayang
Pelangi melengkung menggenggam bumi
Menandai warna kekaguman
(MK, 30,21/12/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang kekaguman penulis

terhadap suasan setelah hujan reda yang kemudian munculnya pelangi

yang indah berwarna-warni. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “Srengenge gumlewang Nguyak kumlebate ayang-ayang”,

‘Percikan sinar matahari mengejar bayang-bayang’. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena sinar matahari

termasuk benda mati, pada puisi mabur kumleyang sinar diibaratkan

seperti manusia yang mempunyai kaki untuk mengejar.


78

6) Srengenge gumlewang
Nguyak kumlebate ayang-ayang
Kluwung mlengkeng rinegem bumi
Rinenda warna nngelam-ngelami

Percikan sinar matahari


mengejar bayang-bayang
Pelangi melengkung menggenggam bumi
Menandai warna kekaguman
(MK, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas bercerita tentang kekaguman penulis

terhadap suasan setelah hujan reda yang kemudian munculnya pelangi

yang indah berwarna-warni. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “Kluwung mlengkung rinegem bumi”, ‘pelangi melengkung

menggenggam bumi’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya

bahasa personifikasi karena pelangi yang merupakan suatu lengkungan

warna yang ada di langit yang di sebabkan oleh pembiasan sinar

matahari termasuk benda mati, pada puisi mabur kumleyang pelangi

diibaratkan seperti manusia yang mempunyai tangan untuk

menggenggam.

7) Angin liwat kumlebat


Mbalangake pangangenku
Mabur kumleyang
Kauntal mega malang

Angin lewat berhembus


Melempar anganku
Terbang melayang
tertelan mega malang
(MK, 30,21/12/2013)

Pada bait di atas, bercerita tentang seseorang yang sedang

terbawa lamunan sambil memandang mega yang lewat dan teringat

pada suatu masa. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan


79

“Angin liwat kumlebat Mbalangake pangangenku Mabur kumleyang

Kauntal mega malang”, ‘Angin lewat berhembus Melempar anganku

Terbang melayang tertelan mega malang’. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena angin adalah

benda mati yang tidak terlihat tapi bisa dirasakan, pada puisi mabur

kumleyang angin diibaratkan seperti manusia yang mempunyai tangan

untuk melempar dan mulut untuk menelan.

8) Saben dina aku sara


Saraning ana ing kalbuku
Sang dewangkara teturu
Tanpa madhangi atiku

Setiap hari aku sengsara


Sengsara ada di hatiku
Sang Matahari tertidur
Tanpa menerangi hatiku
(NA, 30,21/12/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang kesengsaraan hati

seseorang yang setiap hari merasa sedih dan kesepian yang mendalam

karena belum mempunyai pendamping hidup. Gaya bahasa

personifikasi terdapat pada kutipan “sang dewangkara teturu”, ‘sang

matahari tertidur’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa

personifikasi karena matahari adalah benda mati yang merupakan pusat

tata surya di angkasa, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai

mata untuk tidur.

9) Nelangsaning kalbuku
Tansaya mundhak ngrembaka
Ambaning samudralaya
kang bawera ayem tentrem
80

Sakitnya kalbuku
Semakin menjadi-jadi
luasnya samudra
yang begitu damai dan tentram
(NA, 30,21/12/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang kesengsaraan hati

seseorang yang setiap hari merasa sedih dan kesepian yang mendalam

karena belum mempunyai pendamping hidup. Gaya bahasa

personifikasi terdapat pada kutipan “Ambaning samudralaya kang

bawera ayem tentrem ”, ‘luasnya samudra yang begitu damai dan

tentram’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa

personifikasi karena samudra adalah benda mati yang merupakan

hamparan lautan, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai hati

untuk merasakan damai dan tentram.

10) Panglamuning mega nyingset samirana


Ron garing mangling, wurung nggennya seba
Ancik-ancik pang cilik kang nandhang paceklik
Dene kudu dicandet mangsa kandheg?
Nyathut darbe liyan
Ambabar lelakon sangar

Mega yang berarak tersapu angin


Daun kering yang melengkung, tak jadi tumbuh
Berdiri pada dahan yang sedang kemarau
Apakah harus menghentikan waktu?
Merampas milik orang lain
Menebar kejahatan
(Ndadra, 35,25/01/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang kekuatan tekad seseorang

yang akan balas dendam karena telah merasa di kecewakan. Pada bait

di atas, gaya bahasa personifikasi pada kutipan “Ron garing mangling,

wurung nggennya seba Ancik-ancik pang cilik kang nandhang


81

paceklik”, ‘Daun kering yang melengkung, tak jadi tumbuh beridiri

padha dahan yang sedang kemarau’. Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa personifikasi karena daun kering adalah benda

mati, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki untuk berdiri.

11) Tangan emoh kalah krungu umuke mripat


Kuping karo malangkerik lan nuding-nuding
Kandha:
Pancen kowe bisa weruh apa wae, lan kowe
Kuping, kowe bisa krungu apa wae kang bakal kelakon

tangan tak mau kalah mendengar sombongnya mata dan


telinga
dengan berkacak pinggang dan menunjuk-nunjuk berkata:
“memang kamu bisa melihat apa saja dan kamu telinga, kamu bisa
mendengar apa sajayang terjadi
(ARBNBR, 36,01/02/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang konflik antara anggota

tubuh yang saling menyombongkan diri. Pada bait di atas, gaya bahasa

personifikasi pada kutipan “tangan emoh kalah krungu umuke

mripat”, ‘tangan tidak mau kalah mendengar sombongnya mata’.

Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi

karena tangan adalah benda mati yang merupakan salah satu anggota

tubuh, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai telinga untuk

mendengar.

12) Huh, anggepmu


Ngono kandhane sikil kanthi ngotot mbegagah
Neng ngarepe perangan raga tetelune
Kowe kidha ra bisa mingset, mbegegeg ana
Papanmu dhewe-dhewe
Mula aku luwih penting

Huh, anggapanmu
seperti itu kata kaki dengan bersikeras
82

Didepan ketiga anggota badan yang lain


Kalian semua tidak bisa kemana-mana, diam ditempatmu masing-
masing
Maka akulah yang paling penting
(ARBNBR, 36,01/02/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang konflik antara anggota

tubuh yang saling menyombongkan diri. Gaya bahasa personifikasi

terdapat pada kutipan “ngono kandhane sikil kanthi ngotot mbegaga ”,

‘seperti itu kata kaki dengan bersikeras’. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kaki adalah

benda mati yang merupakan salah satu anggota tubuh, diibaratkan

seperti manusia yang mempunyai mulut untuk berkata.

13) Uteg kang tansah ndelik ing sajroning sirah lan


tansah katon lemes kanthi wicaksono nengahi
anggone padha regejegan.

otak yang berada di dalam kepala dan


tampak lemas dengan bijaksana dalam menengahi keributan
(ARBNBR, 36,01/02/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang anggota tubuh yaitu otak

yang sedang menengahi kesombongan anggota badan yang lain. Gaya

bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Uteg kang tansah ndelik

ing sajroning sirah lan tan katon lemes kanthi wicaksono nengahi

anggone padha regejegan”, ‘otak yang berada di dalam kepala tampak

lemas dan bijaksana dalam menengahi keributan. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena otak adalah

benda mati yang merupakan salah satu anggota tubuh, diibaratkan

seperti manusia yang dapat menengahi kericuhan dalam keributan.


83

14) Samirana datan lumampah


Ron-ronan datan ebah
Sepi nyenyet ngelangut angelam-elami
Tan ana sabawaning walang ngalisik
Kang kapireng among swarane sato saba bengi.

angin yang berjalan


Daun-daun yang bergoyang
Sepi sunyi sedih menyelimuti
Yang ada dipenjuru hanya belalang yang bergemisik
Yang terdengar hanyalah hewan malam
(STRD, 36,01/02/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana hening tengah

malam yang terdengar hanya suara hewan malam dan gemerisik

dedaunan. Penulis seperti merasa bahwa dirinya di dunia ini belum

bisa berbuat baik pada sesama. Gaya bahasa personifikasi terdapat

pada kutipan “samirana datan lumampah”, ‘angin yang berjalan’.

Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi

karena angin adalah benda mati yang tidak dapat dilihat tapi bisa

dirasakan, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki untuk

berjalan.

15) Samirana datan lumampah


Ron-ronan datan ebah
Sepi nyenyet ngelangut angelam-elami
Tan ana sabawaning walang ngalisik
Kang kapireng among swarane sato saba bengi.

angin yang berjalan


Daun-daun yang bergoyang
Sepi sunyi sedih menyelimuti
Yang ada dipenjuru hanya belalang yang bergemisik
Yang terdengar hanyalah hewan malam
(STRD, 36,01/02/2014)
84

Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana hening tengah

malam yang terdengar hanya suara hewan malam dan gemerisik

dedaunan. Penulis seperti merasa bahwa dirinya di dunia ini belum

bisa berbuat baik pada sesama. Gaya bahasa personifikasi terdapat

pada kutipan “ron-ron datan ebah”, ‘daun-daun yang bergoyang’.

Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi

karena daun adalah benda mati, diibaratkan seperti manusia yang dapat

begoyang.

16) Ana suling semendhe gedhek warung


Daksaut daksebul mawa napas nglentrih
Ngoyak wewayanganmu tumumpang mendhung
Sacleraman mesem ginubet sengsem

Ada seruling tergeletak di dinding warung


Ku ambil ku tiup dengan nafas lemah lunglai
Mengejar bayangmu di atas awan
Sekelebat senyuman terikat ketertarikan
(LK, 37,11/02/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang sesorang yang sedang

jatuh cinta kepada sang pujaan hati, untuk menggambarkan bahwa

suasana hatinya sedang senang penulis membunyikan seruling itu.

Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Ana suling

semendhe gedhek warung Daksaut daksebul mawa napas nglentrih

Ngoyak wewayanganmu tumumpang mendhung Sacleraman mesem

ginubet sengsem”, ‘Ada seruling tergeletak di dinding warung Ku

ambil ku tiup dengan nafas lemah lunglai Mengejar bayangmu di atas

awan Sekelebat senyuman terikat ketertarikan’. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena suling adalah


85

benda mati, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki untuk

mengejar seseorang.

17) Akasa ngudhal crita kawuri


Saka senthong pangimpen ing mangsa...
Titi yoni nganti ocehing prenjak parak esuk
Pangumbaraning wewayangmu
Rinasa nunjem telenging nala

Langit bercerita kelam masa silam


Dari kamar impian di suatu musim…
Sangat sakti sampai ocehan prenjak menjelang pagi
Kepergian bayanganmu
Terasa menghujam hati
(TL, 37,11/02/2014)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang sebuah mimpi yang tidak

tersampaikan karena seseorang yang dikasihi untuk menemani

membangun mimpi bersamanya telah pergi. Gaya bahasa personifikasi

terdapat pada kutipan “akasa ngudhal crita kawuri ”, ‘langit becerita

kelam masa silam’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya

bahasa personifikasi karena langit adalah benda mati yang merupakan

ruang luas yang terbentang di atas bumi, diibaratkan seperti manusia

yang mempunyai mulut untuk bercerita.

c. Perbandingan atau simile

Perbandingan atau simile adalah kiasan yang tidak langsung.

Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan

digunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan sebagainya. Kadang-

kadang juga tidak digunakan kata-kata pembanding.


86

Penggunaan gaya bahasa Perbandingan atau simile pada

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-

Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.

1) Sasuwene iki jare mung dianggep klilip


Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut
Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang
Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat

Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang


Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah
Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa
Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan
(MPTG, 27,30/11/2013)

Pada bait di atas, bercerita tentang sebuah nasehat kepada

pembaca agar jangan menghina terhadap generasi penerus tetapi

jangan pula melawan tata aturan yang sudah ada serta jangan

mengumbar hawa nafsu, jangan menganggap narapidana tak punya

ilmu atau sopan santun. Gaya bahasa perbandingan atau simile pada

kutipan yang dicetak tebal “Kinudang-kudang dadi bujang pindha

kidang”, ‘Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa’, dikategorikan

gaya bahasa perbandingan atau simile karena pengarang

mengumpamakan seorang remaja diibaratkan rusa yang anggun, gagah

dan dapat berlari cepat supaya dalam kehidupan yang keras ini dapat

bertahan dan berlari mengejar harta dunia serta jabatan. Gaya bahasa

perbandingan atau simile ditunjukkan dengan penggunaan kata

pindha.

2) Sasuwene iki jare mung dianggep klilip


Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut
Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang
87

Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat


Dialembana dadi raja pindha singa

Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang


Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah
Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa
Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan
Disanjung menjadi raja bagai singa
(MPTG, 27,30/11/2013)

Pada bait di atas inti ceritanya sama seperti analisis sebelumnya,

gaya bahasa perbandingan atau simile pada kutipan yang dicetak tebal

“Dialembana dadi raja pindha singa”, ‘disanjung menjadi raja seperti

singa’, dikategorikan gaya bahasa perbandingan atau simile karena

pengarang mengumpamakan seorang diibaratkan singa yang buas dan

pemberani. Gaya bahasa perbandingan atau simile ditunjukkan dengan

penggunaan kata pindha.

3) Kayadene aku kang cendhek, semut uga cilik


Nanging, bisa mrambat tekan omag Loteng utawa Menara kang
dhuwur
Gene samubarang remeh bisa nemu papan utama?!

seperti halnya aku yang pendek, semut juga kecil


Tapi, bisa merambat sampai loteng atau menara yang tinggi seperti
sesuatu yang remeh bisa menemukan tempat yang utama?!
(Lelaku, 28,7/12/2013)

Pada kutipan di atas, bercerita tentang sebuah nasehat kepada

pembaca agar jangan meremehkan suatu hal sekecil apapun karena hal

yang kecil bila disepelekan bisa menjadi hal besar juga. Gaya bahasa

perbandingan atau simile pada kutipan yang dicetak tebal “kayadene

aku kang cendhek, semut uga cilik”, ‘seperti halnya aku yang pendek,

semut juga kecil’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya bahasa


88

perbandingan atau simile karena pengarang mengumpamakan aku

(rumput) yang pendek diibaratkan seperti semut yang jg kecil dan

pendek. Gaya bahasa perbandingan atau simile ditunjukkan dengan

penggunaan kata kayadene.

4) Pindhane kembang,
aku mung kembang bangah
kang wus alum gogrog sadurunge megar
maduku wis asat

Bagaikan aku bunga


aku hanya bunga bangkai
yang sudah layu berguguran sebelum mekar
maduku sudah kering
(SWP, 29,14/12/2013)

Pada kutipan di atas, menceritakan tentang wanita pekerja seks

komersial yang merasa bahwa hidupnya sudah tak berharga lagi. Gaya

bahasa perbandingan atau simile pada kutipan yang dicetak tebal

“Pindhane kembang, aku mung kembang bangah kang wus alum

gogrog sadurunge megar maduku wis asat”, ‘Bagaikan aku bunga aku

hanya bunga bangkai yang sudah layu berguguran sebelum mekar

maduku sudah kering’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya

bahasa perbandingan atau simile karena pengarang mengumpamakan

aku (seorang wanita) yang mengibaratkan dirinya seperti bunga

bangkai yang sudah layu berguguran sebelum mekar dan sudah tidak

punya madu. Gaya bahasa perbandingan atau simile ditunjukkan

dengan penggunaan kata pindhane.

5) nanging emane
esuk iki
mendhung klawu
89

lagi mayungi atiku


nyangking grimis salah mangsa
pindha ilining waspa
kang wes suwe kemembeng
Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit
Bantala
Nyemplah pang-pang aking
Tanpa semaya

Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
Membawa gerimis yang salah musim
Seperti mengalirnya air mata
Yang sudah lama tertahan
menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek
tanah
Mematahkan dahan-dahan kering
Tanpa bisa ditahan
(CL, 29,14/12/2013)

Pada kutipan di atas, menceritakan tentang kekecewaan dan

kesedihan yang begitu lama di musim kemarau karena si aku gagal

menikah. Merobek-robek tanah itu penggambaran dari karena begitu

panasnya musim kemaru sehingga tanah menjadi pecah-becah bagai

dirobek-robek. Gaya bahasa perbandingan atau simile pada kutipan

yang dicetak tebal “nyangking grimis salah mangsa pindha ilining

waspa”, ‘membawa grimis salah musim seperti bergelinangnya air

mata’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya bahasa perbandingan

atau simile karena pengarang mengumpamakan grimis yang

diibaratkan seperti keluarnya air mata. Gaya bahasa perbandingan atau

simile ditunjukkan dengan penggunaan kata pindhane.


90

d. Hiperbola

Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa

perlu melebih-lebihkan hal yang dibanding itu agar mendapatkan yang

lebih saksama dari pembaca. Hiperbola tradisional dapat kita dapati

dalam bahasa sehari-hari seperti : bekerja membanting tulang,

menunggu seribu tahun, hatinya bagai dibelah sembilu, serabut dibagi

tujuh dan sebagainya.

Penggunaan gaya bahasa hiperbola pada geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014

terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.

1) Apuranen aku
Susuh paleremanku kabesem
Mbusak donya kang paweh tentrem
Nutupi impen-impen ayem

Maafkan aku
Sarangkutelah terberangus
menghapus dunia yang memberi ketentraman
menghalangi impian damai
(KMP, 26,23/11/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbol ditunjukkan pada

kutipan “Mbusak donya kang paweh tentrem Nutupi impen-impen

ayem”, ‘menghapus dunia yang memberi ketentraman

menghalangi impian damai’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya

bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-

lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna

yang mendalam. Kutipan di atas menceritakan tentang seekor burung

yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam sangkar sehingga burung


91

merasa seperti dirinya sudah tidak bisa lagi melihat dunia karena selalu

di dalam sangkar. Burung tersebut juga merasa kecewa dengan

perbuatan manusia yang telah merusak dan itu sama saja menghapus

dunia bagi burung.

2) Sing dak gantung iku bandha kaya


Dakkereke ing tugu sinukarta
Dimen kabeh padha wanuh
Sasuwene iki mung dianggep uwuh
Sanajan direwangi adus kringet lan luh

Yang ku gantung itu harta benda


Ku tinggalkan di alam tugu kekotoran
Supaya semuanya selamat
Selama ini hanya dianggap sampah
Walaupun dengan bermandikan keringat dan air mata
(MPTG, 27,30/11/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Sasuwene iki mung dianggap uwuh Sanajan direwangi adus

kringet lan luh”, ‘Selama ini hanya dianggap sampah walau dibantu

mandi keringat dan air mata’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya

bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-

lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna

yang mendalam. Kutipan di atas menceritakan tentang seorang

narapidana yang tinggal menunggu hukuman di tiang gantung, dulu

bergantung pada harta yang kotor, tetapi sekarang bergantung pada

tali gantungan yang menantinya, apapun yang diusahakannya sia-sia

walaupun telah berusaha keras.

3) Regeneg-regeneg klebating bleger wewayanganmu


Tansah gawe kaget saben wayah ing rasaku, gumregel
Sakkabehing kang dakcandhak ambyar sedalan-dalan ing
92

Pangangenku, lakak-lakak gumuyumu manawa mlorok


Ngadhang gawe pepalang sucining sedyaku, ambeg
Watak candhalamu jumlegur angguntur nyeret bledheg
Mecah-mecahna langit mbedah bumi panguripanku

Perlahan lahan besar bayangmu


Selalu membuat kaget rasaku, gemetar
Semua yang ku dapat derai sepanjang jalan dalam
angan-anganku, terbahak-bahak tertawamu jika melotot menanti
untuk rintangan sucinya niatku, nafas
watak kerasmu menggelegar petir dan menyeret petir
memecah belah langit membedah bumi penghidupanku
(Gandarwa, 28,7/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Mecah-mecahna langit mbedah bumi panguripanku”,

‘memecah belah langit membedah bumi penghidupanku’. Pada

kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan

suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan

suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas

menceritakan tentang penggambaran petir yang sedang menyambar-

nyambar begitu dasyatnya sampai-sampai seperti membelah bumi

kehidupan.

4) Sabar tuwekal, lambaran gegayuhan luhur


Nyingkiri cidra, supaya ora cintraka
Laku utama njaga aruming asma,
sumrambah ing Nusa Bangsa

Sabar tawakal, dasar dari cita-cita yang tinggi


Menyingkirkan ketidak setiaan supaya tidak celaka
jalan utama menjaga keharuman nama,
menyebar di nusa bangsa
(Lelaku, 28,7/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Laku utama njaga aruming asma, sumrambah ing Nusa


93

Bangsa”, ‘jalan utama menjaga keharuman nama, menyebar di

nusa bangsa’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola

karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Kutipan di atas menceritakan tentang perilaku yang baik, jujur dan

bertanggung jawab dapat menjaga nama baik nusa bangsa walaupun

sekecil apapun perbuatan baik tersebut.

5) Aku pengen surup iki ora buthek mengkene


Merga wengiku bakal coblong
Tangeh keranggeh cahyane rembulan
Sing dakgadhang leledhangan

aku ingin surup ini tak keruh seperti ini, karena malamku
akan semakin hampa
Masih jauh untuk menggapai cahaya rembulan
Yang ku harapkan membahagiakan hati
(CA, 28,7/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Aku pengen surup iki ora buthek mengkene Merga

wengiku bakal coblong”, ‘aku ingin surup ini tak keruh seperti ini,

karena malamku akan semakin hampa’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan

yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk

mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas menceritakan

tentang keinginan seseorang agar sore tidak hanya seperti sore yang

lalu, karena seorang sedang menanti datangnya seorang dambaan hati

yang selama ini hampa.


94

6) Abyor lintang akasa


cahya ngrebda nyangking impen
babut biru, sinebarayan barieyan
impen endah kumawasa ing bumi sepi

berkelipbintang di angkasa
cahaya sinarnya membawa mimpi
tenunan hangat biru, bertebaran berlian
Mimpi indah berkuasa di bumi sepi
(KP, 29,14/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Babur biru, sinebaran barleyan”, ‘Tenunan biru,

bertebaran berliyan’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa

hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan,

dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang

mendalam. Kutipan di atas menceritakan tentang kemewahan sesuatu

sehingga digambarkan menggunakan berliyan.

7) Saben bengi...
Dakrewangi thethek neng pinggir ril
Mung luru rejeki secuwil,
kanggo njejegke kendil

setiap malam...
Aku rela untuk mangkal dipinggir ril
hanya mencari secuil rejeki, untuk menyambung hidup
(SWP, 29,14/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Mung luru rejeki secuwil, kanggO njejegke kendil”, ‘hanya

mencari secuil rejeki, untuk menyambung hidup’. Pada kutipan

tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu

pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu

hal untuk mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas


95

menceritakan tentang betapa susahnya dalam mencari rezeki untuk

mencukupi kehidupan sehari-hari, sampai-sampai harus menjual diri.

8) nanging emane
esuk iki
mendhung klawu
lagi mayungi atiku
nyangking grimis salah mangsa
pindha ilining waspa
kang wes suwe kemembeng
Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit
Bantala
Nyemplah pang-pang aking
Tanpa semaya

Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
Membawa gerimis yang salah musim
Seperti mengalirnya air mata
Yang sudah lama tertahan
menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek
tanah
Mematahkan dahan-dahan kering
Tanpa bisa ditahan
(CL, 29,14/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit bantala”,

‘menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek tanah’.

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Kutipan di atas menceritakan tentang kekecewaan yang begitu lama di

musim kemarau. Merobek-robek tanah itu penggambaran dari karena


96

begitu panasnya musim kemaru sehingga tanah menjadi pecah-becah

bagai dirobek-robek.

9) Dak kunci katresnan iki


Kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar

kukunci cinta ini


Dengan tali supaya tidak lepas
(KK, 30,21/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Dak kunci katresnan iki”, ‘kukunci cinta ini’. Pada kutipan

tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu

pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu

hal untuk mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas bermakna

bahwa penulis sudah meyakini satu cintanya untuk selamanya sehingga

digambarkan cintanya sudah dikunci agar tidak tertarik pada yang lain.

10) Ati angluh tumiyung


Anguk-anguk sapinggiring jurang cerung
Nglanga memala ing klakon

hatiku luluh lantah,


hampir jatuh di pinggir jurang curam
Menelan dosa dalam perbuatan yang semakin gila
(MK, 30,21/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Ati angluh tumiyung Anguk-anguk sapinggiring jurang

cerung”, ‘hatiku luluh lantah, hampir jatuh di pinggir jurang curam’.

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.


97

Kutipan di atas menceritakan perasaan seseorang yang hatinya sedang

tidak menentu yaitu dengan menggunakan kalimat hatiku luluh lantah.

Hati yang luluh lantah dan bagaikan akan jatuh di jurang yang curam,

dengan kalimat itu sangat menggambarkan makna yang sangat

mendalam pada puisi tersebut.

11) Saben dina aku sara


Saraning ana ing kalbuku
Sang dewangkara teturu
Tanpa madhangi atiku

Setiap hari aku sengsara


Sengsara ada di hatiku
Sang Matahari tertidur
Tanpa menerangi hatiku
(NA, 30,21/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Saben dina aku sara Saraning ana kalbuku”, ‘setiap hari

aku sengsara sengsaranya ada dalam kalbuku’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan

yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk

mencapai makna yang mendalam menggunakan kalimat ”setiap hari

aku sengsara”. Kalimat tersebut mengandung makna seakan-akan

setiap hari hidupnya sengsara padahal ini hanya penggambaran bahwa

disetiap harinya penulis belum ada seorang pendamping yang

menemaninya.

12) Jalaran wiji katresnan kang ndak tanem,


ana jero taman atimu
wus kudu punthes sadurunge
nuwuhake kembang-kembang kang endah
98

karena benih-benih cinta yang kutanam,


di dalam taman hatimu
harus patah sebelum
bertumbuhnya bunga-bunga yang indah
(PITM, 31,28/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “jalaran wiji katresnan kang dak tanem ana jero taman

atimu”, ‘karena benih-benih cinta yang kutanam, di dalam taman

hatimu’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam

menggunakan kalimat ”jalaran wiji katresnan kang dak tanem ana

jero taman atimu”. Kalimat tersebut menceritakan bahwa begitu masih

awalnya pendekatan antara penulis dengan orang yang dituju dan

menggambarkan banyak rasa yang sebenarnya akan ditanam agar

tumbuh. Rasa-rasa tersebut diibaratkan dengan sebuah pohon.

13) Dak pecaki lurung-lurung panguripan


Menawa wae isih ana sing gelem andum rasa adil
Marang aku lan kowe

kutapaki lorong-lorong kehidupan


mungkin saja masih ada yang mau membagi rasa adil
terhadap aku dan kamu
(ESG, 31,28/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Dak pecaki lurung-lurung panguripan”, ‘kutapaki lorong-

lorong kehidupan, di dalam taman hatimu’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan

yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk


99

mencapai makna yang mendalam menggunakan kalimat ”Dak pecaki

lurung-lurung panguripan”. Kalimat tersebut menceritakan bahwa

penulis masih menunggu harapan rasa adil dengan menjalani hari demi

hari yang di geguritan tersebut digambarkan dengan kalimat Dak

pecaki lurung-lurung panguripan.

14) Ya, pancena aku sarujuk, nimas


Menawa jenengku lan jenengmu
tinulis jejer ing mega-mega kae
kang katon putih memplak kadya
kapas kang ngrenggani langit biru
indah edi peni dinulu

Ya, memang aku setuju, nimas


kalau namaku dan namaku
tertulis berjajar di awan-awan itu
yang terlihat putih bersih seperti
kapas yang nampak di langit biru
(sarujuk, 31,28/12/2013)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Menawa jenengku lan jenengmu tinulis jejer ing mega-

mega iku”, ‘kalau namaku dan namaku tertulis berjajar di awan-

awan itu’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola

karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam

menggunakan kalimat “kalau namaku dan namaku tertulis berjajar

di awan-awan itu”. Bait tersebut menceritakan bahwa aku (penulis)

akan mempunyai kehidupan bersama seorang calon istri yang akan

dijalaninya dengan bahagia. Kalimat tersebut di lukiskan dengan kata-

kata kalau namaku dan namaku tertulis berjajar di awan-awan itu.


100

15) Nganti mengko tumiba


Ana jurange siksa
Sapa bakal kuwawa nduwa
Yen wis tekan titi mangsa

Sampai nanti tiba


ada jurang siksa
siapa yang bisa menghalangi
kalau telah tiba waktunya
(TM, 32,4/1/2014)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Nganti mengko tumiba Ana jurange siksa”, ‘Sampai nanti

tiba ada jurang siksa’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa

hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan,

dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang

mendalam. Di bait tersebut penulis menceritakan akan adanya hari

pembalasan bagi mereka yang suka berbuat jahat dengan

sesama,membuat susah orang lain dan meninggalkan budi pekerti akan

ada balasan berupa siksa yang mendalam maka penulis

menggambarkan dengan Nganti mengko tumiba Ana jurange siksa.

16) Dak oyak playune awang-awang klawu ing atimu


Sumurup ing pethithing sore
Kang wus wiwit samar-samar
Mau awan mentas wae dak untabake
Atimu kabur

kukejar bayang-bayang semu di hatimu


terbenam diujung sore
yang telah mulai samar-samar
Siang tadi baru saja kuungkapkan
hatimu pergi
(GR, 33,11/1/2014)
101

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Dak oyak playune awang-awang klawu ing atimu”,

‘kukejar bayang-bayang semu di hatimu’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan

yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk

mencapai makna yang mendalam. Di kalimat tersebut menceritakan

yang dialami penulis yang hanya bisa membayangkan gadis pujaannya

karena cintanya bertepuk sebelah tangan, penulis menggambarkan

keadaan tersebut dengan kata-kata kukejar bayang-bayang semu di

hatimu.

17) Merga ati wus kabuntel dening nafsu-nafsu angkara


Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana

karena hati telah tertutup dengan nafsu-nafsu jahat yang telah


menyebar kemana-mana
(kemaruk, 33,11/1/2014)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Merga ati wus kabuntel dening nafsu-nafsu angkara Sing

tansah ngambra-ambra tekan kana-kana”, ‘karena hati telah

tertutup dengan nafsu-nafsu jahat yang telah menyebar kemana-

mana’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Di kalimat tersebut penulis menceritakan keadaan hati manusia yang

telah dipenuhi sifat jahat karena terpengaruh harta dunia, maka penulis
102

menggambarkan dengan kata-kata Merga ati wus kabuntel dening

nafsu-nafsu angkara Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana.

18) Tekane pancen ngagetake pengangen


Apa maneh praupan sing tansah beda
Esemmu sing ndudut lelamunan lawas
Kalane teka dadakan ngranuhi
Kowe banjur crita kanthi nglangut

Datangnya memang mengagetkan lamunan


Apa lagi raut wajah yang beda
senyummu yang menyadarkan dari lamunanku
kadang kala datang tanpa diduga
kau lalu bercerita dengan sedih
(ngrangu, 34,18/1/2014)

Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada

kutipan “Apa maneh praupan sing tansah beda Esemmu sing ndudut

bayangmu di hari lalu”, ‘Apa lagi raut wajah yang beda senyummu

yang menyadarkan dari lamunanku’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan

yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk

mencapai makna yang mendalam. Di kalimat tersebut menceritakan

penulis saat membayangkan senyuman sang wanita pujaan hingga

sadar bahwa sang wanita sudah pergi, sehingga penulis menuliskan

kalimat dengan kata-kata Apa maneh praupan sing tansah

beda,Esemmu sing ndudut bayangmu di hari lalu.

19) Sapa kae methik sekar cempaka


Ruruh pasuryane ngelingake endahe ketawang puspawarna
Iki ilusi apa impen aku ora perduli
Patrapku dak oyak nglamar lelewane

siapa itu yang memetik bunga cempaka


raut wajahnya mengingatkanku indahnya warna warni bunga
103

Ini ilusi atau hanya mimpi aku tak perduli


inginku mengejar bayangan dirinya
(SC, 34,18/1/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Di kalimat tersebut penulis menceritakan tekad kuat saat mengejar

wanita impiannya hingga tidak bisa bisa membedakan antara bayangan

dengan kehidupan nyata, sehingga penulis menuliskan dengan kata-

kata Iki ilusi apa impen aku ora perduli Patrapku dak oyak nglamar

lelewane.

20) Nalika solah bawa wis bisa micara


Nalika tingkah laku wis dadi wakiling rasa
Kang ora kawetu lan mung kandheg ana dhadha
Nalika tresna wis mawujud dadi laku
Lan rasa kang padha wis kawaca saka bening netramu
Ukara saka lathi wis ora perlu maneh kanggoku

ketika tingkah laku telah berbicara,


ketika tingkah laku telah mewakili rasa
yang tak bisa keluar dan terhenti di dada
ketika cinta sudah berwujud menjadi perbuatan
dan rasa yang sama telah terbaca dari bening matamu
kata-kata dari bibir tak perlu lagi bagiku
(EIWW, 35,25/1/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Di kalimat tersebut penulis menceritakan saat berjumpa dengan

kekasihnya lebih nyaman dengan bahasa isyarat daripada

menggunakan bahasa verbal yang diwakili oleh bibir, penulis


104

menggambarkan keadaan itu dengan kata-kata Lan rasa kang padha

wis kawaca saka bening netramu, Ukara saka lathi wis ora perlu

maneh kanggoku.

21) Nadyan nganti tekan tengahe ratri


Ora kendhat nggonku tansah nganti-anti
Peparing sih nugrahaning Gusti
Nyadong rezeki pating tlethik riwis-riwis
Saka langite katresnan edi

Walau sampai tengahnya malam


Tak putus untukku mmenanti
Pemberian dari Tuhan
Meminta rizki sedikit demi sedikit
dari langitnya penuh cinta
(TR, 35,25/1/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Penulis menceritakan saat berdoa di tengah malam berharap tidak

berlebihan serta mensyukuri nikmat yang turun dari langit karena

Tuhan akan senantiasa mendengar setiap doa hambanya apabila berdoa

dan berusaha sunggug-sungguh, penulis melukiskan keadaan itu

dengan kata-kata Nyadong rezeki pating tlethik riwis-riwis, Saka

langite katresnan edi.

22) Nalika semana ati iki bungah,


amarga tresna kang ngrembaka
ati iki madhep manteb milih priya
kang dadi sigaraning nyawa

ketika itu hati ini bahagia,


karena cinta yang bersemi
hati ini mantab memilih lelaki
105

yang menjadi belahan jiwa


(NS, 36,01/02/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Penulis menceritakan saat mengalami jatuh cinta seperti, hati sang

penulis seperti suasana saat musim semi, sehingga penulis

mengutarakannya dengan kalimat Nalika semana ati iki bungah,

amarga tresna kang ngrembaka.

23) Jagad raya panci wanci dalu


Surem kalem kang kadulu
Lintang rembulan kinemulan ing mendhung
ngendhahanu

jagad raya memang pada malam hari


Suram kelam yang terlihat
bintang rembulan yang diselimuti awan yang berarak
(STRD, 36,01/02/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Di bait tersebut penulis menceritakan suasana di malam hari yang

gelap gulita serta bintang dan rembulan ditutupi oleh awan, sehingga

penulis menggunakan kata-kata Surem kalem kang kadulu,Lintang

rembulan kinemulan ing mendhung ngendhahanu.

24) Daktulis layang kangen srengenge sore


Mendhung buthek metha ukara
Dakjentrek ing dluwang kumel
Ginawe gurit blebering jiwa
Kutulis surat rindu sore hari
106

mendung gelap menyambung rasa


ku rangkai di kertas kumal
untuk membuat kata ungkapan jiwa
(LK, 37,08/02/2014

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Di kalimat tersebut penulis menceritakan rasa rindunya seperti

mendung karena belum mengetahui rasa rindunya akan terbalas atau

tidak, penulis menggambarkan situasi itu dengan kata-kata Mendhung

buthek metha ukara, mendung gelap menyambung rasa.

25) Pangumabaraning wewayanganmu,


rinasa nunjem telenging nala
anglega cetha tumeka candhikala
dak sawang kanthi ati gothang
nyuwek mbaka siji cathetaan lawas
angeruk turahan tresna saka lelakon kapungkur

kepergianmu
terasa menghujam hati
Terlihat jelas datang saat sore hari
Ku tatap dengan hati kosong
Menyobek satu per satu catatan lama
Mengeruk sisa cinta saat masa silam
(TL, 37,08/02/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena

merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan

membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.

Di kalimat tersebut penulis menceritakan rasa sedih yang mendalam

karena ditinggal seseorang sehingga penulis melukiskannya dengan


107

kata-kata Pangumabaraning wewayanganmu, rinasa nunjem telenging

nala.

e. Ironi

Dalam puisi pamflet, demontrasi, dan kritik sosial, banyak

digunakan ironi yakni kata-kata yang bersifat berlawanan untuk

memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan

sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk

menyindir atau mengeritik. Jika ironi haru mengatakan kebalikan dari

apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Tapi

ketiga-tiganya mempunyai maksud yang sama, yakni untuk

memberikan kritik atau sindiran. Penggunaan gaya bahasa hiperbola

pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November

2013-Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.

1) Arep nata ngowahi uwis kliwat lemah sing loh kali sing resik
banyu sing bening ora bisa ditemokake ing donya kang wis
clorang-cloreng iki

mau menata membenahi sudah terlambat tanah yang subur


sungai yang bersih air yang jernih sudah tidak ditemukan di
dunia yang telah tercoret-coret
(donyaku, 34,18/02/2014)

Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi

karena ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap

seseorang yang yang merusak bumi. Kutipan tersebut menceritakan

tentang sindiran seseorang yang merasa kecewa karena bumi telah

dirusak sedemikian rupa hingga dunia sudah terlambat untuk

dibenahi.
108

2) Kula parinem saking ndesa rumiyin mbatur dhateng paduka


rumaos mongkog lan ngempek mulya, mboten nyono jebul kula
ngenger ing priyayi durjana , kulatan saged tilem miring pawarta
bilih paduka cidra mring amanahing para kawula

saya parinem dari desa dulu mengabdi kepada tuan, merasa


bangga dan merasa mulya , tidak kusangka ternyata saya
mengabdi di pejabat jahat saya tidak bisa tidur mendenga
beritakalau tuan membohongi nterhadap amanah rakyat
(LBK, 31,28/12/2013)

Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi

karena ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap

seseorang pejabat yang telah korupsi. Kutipan tersebut

menceritakan tentang sindiran seseorang yang merasa kecewa

karena tuannya yang seorang pejabat ternyata korupsi ,menciderai

amanat rakyat.

3) Sliramu kang banget tak tresnani sliramu kang ora tau lali
tansah tuhu ngenteni tansah setya ing janji ananging kena apa
sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati apa iki
pacoban saka gusti

dirimu yang kucinta, dirimu yang tak pernah kulupakan selalu


setia menanti dengan setianya janji tapi kenapa dirimu
meninggalkan aku membuat miris dan lemah hatiku apa ini
ujian dari Tuhan
(IT, 26,23/11/2013)

Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi

karena ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap

seseorang yang kesetiaannya berubah menjadi suatu penghianatan.

Kutipan tersebut menceritakan tentang sindiran seseorang yang

merasa kecewa karena kesetiaanya dibalas dengan penghianatan.


109

f. Sinekdoce

Sinekdoce adalah semacam bahasa figuratif yang

mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan

keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk

menyatakan sebagian (totem pro parte). Penggunaan gaya bahasa

sinekdoce proteron pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi

26-37 November 2013-Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan

berikut ini.

1) Totem pro parte

a) Sabar tuwekal, lambaran gegayuhan luhur


Nyingkiri cidra, supaya ora cintraka
Laku utama njaga aruming asma,
sumrambah ing Nusa Bangsa

Sabar tawakal, dasar dari cita-cita yang tinggi


Menyingkirkan ketidak setiaan supaya tidak celaka
jalan utama menjaga keharuman nama,
menyebar di nusa bangsa
(Lelaku, 28,7/12/2013)

Kutipan tersebut dikatogorikan sebagai gaya bahasa

sinekdoce totem pro parte yaitu kata sumambrah nusa lan bangsa

sebagai pengganti nama sebagian daerah di nusantara. Kutipan

tersebut menceritakan tentang seseorang yang harus menjaga nama

baik demi nusa dan bangsa.

2) Pars pro toto

a) Wus ora kapetung kaping pira


sujud ing sajadah Mu
110

tak dapat dihitung berapa kali


sujud di sajadah Mu
(sujud, 26,23/11/2013)

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa sinekdoce

pars pro toto yaitu pada kata sujud menyebutkan sebagian dari

sholat sebagai pengganti nama atau mewakili keseluruhan dari

sholat. Kutipan tersebut menceritakan tentang sesorang yang

telah melakukan ibadah sholat yang tak dapat lagi dihitung

tetapi belum mengetahui makna dari ibadah sholat tersebut.

2. Nilai Pendidikan moral pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang

edisi 26-37 November 2013-Februari 2014

Nilai pendidikan moral nilai yang berkaitan dengan tingkah laku atau

budi pekerti manusia yang baik dan buruk agar menjadi pribadi yang baik.

Ajaran moral dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan

manusian mencakup hubungan antara manusia dengan diri sendiri,

manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan Tuhannya.

Nilai pendidikan moral pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang

edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan

berikut ini.

a. Hubungan manusia dengan diri sendiri

1) sing dak gantung iku nasib


dudu aib
sasuwene iki jare mung dianggep klilip
Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut
Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang
Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat
111

Yang ku gantungkan itu nasib


Bukan aib
Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang
Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah
Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa
Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan
(MPTG, 27,30/11/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang kesadaran seseorang bahwa

di dunia ini juga bergantung pada nasib yang telah digariskan. Nilai

pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri sendiri

ditunjukkan pada kutipan “sing dak gantung iku nasib” ‘Yang ku

gantungkan itu nasib’. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa kita harus

sadar apa yang kita lakukan di dunia ini telah digariskan oleh sang

pencipta, tergantung kita mau ikhtiar dan berusaha atau tidak dalam

memperbaiki kehidupan.

2) pancen uripku kebak cangkriman


nanging urip tetep lumaku
kaya lakuku sing tanpa kesel
ngunggahi pucuk gunung
embuh tekan ngendi

Memang hidupku ini penuh dengan teka-teki


Tapi hidup tetap berjalan
Seperti jalanku yang tanpa lelah
Mendaki pucuk gunung
Entah sampai mana ujungnya
(AIPG, 29, 14/12/2013)

Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri

sendiri ditunjukkan pada kutipan “pancen uripku kebak cangkriman

nanging urip tetep lumaku kaya lakuku sing tanpa kesel ngunggahi

pucuk gunung embuh tekan ngendi’. Kutipan tersebut mengajarkan

tentang kepasrahan dalam menjalani kehidupan. Jika manusia


112

menginginkan sesuatu maka mereka harus berusaha untuk

mendapatknya jangan patah semangat. Setelah berusaha dengan

maksimal lalu pasrah menunggu hasilnya.

3) kanggo sangu mecaki urip


sing kebak dalan-dalan rumpil
kebak coba lan panggoda
kebak pitenah lan pandakwa ala
ya wis ben kudu bisa tinampa kanthi legawa
pasrah sumarah gumregah ngranggeh pengarep

Untuk bekal menjalani hidup


Yang banyak jalan yang berliku
Banyak cobaan dan godaan
Banyak fitnah dan hujatan
Ya sudah memang harus diterima dengan lapang dada
Pasrah dan tawakal dalam menggapai cita
(TR, 35, 25/01/2014)

Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan

diri sendiri ditunjukkan pada kutipan “ya wis ben kudu bisa

tinampa kanthi legawa pasrah sumarah gumregah ngranggeh

pengarep’. Kutipan di atas mengajarkan tentang kepasrahan

dalam menjalani kehidupan yang terkadang berjalan tidak selalu

sesuai dengan yang kita harapkan. Oleh karena itu, apabila terjadi

kejadian yang mengecewakan dalam hidup itu merupakan

ketentuan Yang Maha Kuasa, sehingga harus diterima dengan

keiklasan karena dibalik semua kejadian itu pasti ada hikmahnya.

4) nalika lintang ing angkasa


isih bisa paring cahya tumrap manungsa
nalika iku uga aku bisa ngrasa bungah
nalika kukila isih bisa ngoceh kanthi swanten kang endah
nalika iku uga aku bisa ngrasa ati ayem lan tentrem

Saat bintang di langit


113

Masih bisa member cahaya terhadap manusia


Ketika itu juga aku merasa bahagia
Ketika burung bisa besiul dengan suara yang indah
Ketika itu juga aku bisa merasa hati yang tenang dan tentram
(NS, 36, 01/02/2014)

Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri

sendiri ditunjukkan pada kutipan “nalika lintang ing angkasa isih bisa

paring cahya tumrap manungsa nalika iku uga aku bisa ngrasa

bungah nalika kukila isih bisa ngoceh kanthi swanten kang endah

nalika iku uga aku bisa ngrasa ati ayem lan tentrem’. Kutipan

tersebut mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak harus menggunakan

uang atau harta dunia, kebahagiaan cukup selalu bersyukur masih bisa

diberikan hidup, melihat bintang di angkasa, merasakan hangatnya

cahaya matahari dan mendengar kicauan burung yang merdu.

b. Hubungan manusia dengan manusia lain

1) ananging kena apa sliramu ninggalke aku


agawe miris lan kekesing ati
apa iki pacoban saka Gusti
apa iki kang dadi nasib tresnaku
kudu pisah mring sliramu

tapi mengapa dirimu meninggalkanku


membuat miris dan lemah hatiku
apa ini ujian dari Tuhan
apa ini yang menjadi nasib cintaku
harus pisah denganmu
(IT, 26, 23/11/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang seorang kecewa karena

telah ditinggalkan oleh kekasihnya tapi ia masih mempunyai perasaan

cinta dan kasih. Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia

dengan manusia lain ditunjukkan pada kutipan “ananging kena apa


114

sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati”. Kutipan

tersebut mengajarkan bahwa walaupun orang lain menyakiti tapi tetap

harus sabar dan ikhlas. Ingat bahwa semua yang terjadi pada manusia

adalah sudah menjadi kehendak dari Tuhan. Apabila ikhlas dan sabar

niscaya Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk umatNya.

2) kancing katresnan
ora mung mawar biru
utawa ali-ali kang rinonce ing astamu
dak kunci katresnan iki
kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar

Kunci cinta
Tidak hanya mawar biru
Atau cincin yang melingkar di jarimu
Ku kunci cintaku ini
Dengan tali supaya tidak lepas
( KK, 30, 21/12/2013)

Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri

sendiri ditunjukkan pada kutipan “kancing katresnan ora mung mawar

biru utawa ali-ali kang rinonce ing astamu dak kunci katresnan iki

kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar’. Kutipan tersebut

mengajarkan tentang keyakinan kepada diri sendiri kalau tidak akan

mencari cinta yang lain karena telah mengikat janji suci pada gadis

pujaan hatinya, tidak perlu bergonta-ganti pasangan dan cinta tidak

diukur melalui sebuah cincin ataupun bunga namun cinta itu keyakinan.

3) lintang panjerina kang jumedhul ing wektu iku


dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu
jalaran wiji-wiji katresnan kang ndak tanem ana jero taman atimu
wes kudu punthes sadurunge
nuwuhake kembang-kembang kang endah

Bintang bersinar yang muncul diwaktu itu


115

Menjadi bintang terkhir untukku untukmu


Karena benih-benih cinta yang kutanam didalam hatimu
Sudah harus patah sebelum menumbuhkam yang indah
(PITM, 31, 28/12/2013)

Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri

sendiri ditunjukkan pada kutipan “lintang panjerina kang jumedhul ing

wektu iku dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu jalaran

wiji-wiji katresnan kang ndak tanem ana jero taman atimu wes kudu

punthes sadurunge nuwuhake kembang-kembang kang endah”. Kutipan

di atas menceritakan tentang seorang yang kecewa karena cintanya

yang tidak diterima. Nilai pendidikan moral khususnya hubungan

manusia dengan manusia lain yang dapat diambil yaitu dalam cerita ini

aku (penulis) tetap terus menjalani kehidupannya walau luka dalam hati

yang dirasakan.

4) nuwun sewu, bendara


sareng serat punika
kula kintun arta dhateng paduka
upah nggennya kawula ngabdi bendara
pitung taun lawasnya

Permisi tuan
Bersama datangnya surat ini
Saya mengembalikan uang terhadap tuan
Upah saya mengabdi kepada tuan
Tujuh tahun lamanya
(LBK, 31, 28/12/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang seorang pembantu yang

mempunyai majikan seorang koruptor, dalam cerita ini pembantu

tersebut mengembalikan uang gajinya kepada majikannya karena ia

tahu bahwa uang majikannya adalah uang haram. Nilai pendidikan


116

moral khususnya hubungan manusia dengan manusia lain yang dapat

diambil yaitu kita juga harus tahu asal usul uang yang didapat itu halal

atau tidak. Jangan tergoda dengan uang yang banyak namun tidak halal.

5) ya, pancena aku sarujuk, nimas


menawa jenengku lan jenengmu
tinulis jejer ing mega-mega kae
kang katon putih memplak kadya
kapas kang ngrenggani langit biru
indah edi peni dinulu

Ya aku memang setuju padamu sayang


Kalau namamu dan namamu tertulis sejajar di mega-mega itu
Yang terlihat putih bersih
Kapas yangbersih di langit biru
Indah terlihat
(sarujuk, 31, 28/12/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang sepasang kekasih yang akan

melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius. Nilai

pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan manusia lain

yang dapat diambil yaitu kesetiaan dalam hubungan itu penting agar

hubungan percintaan yang dijalani berakhir dengan indah dan bahagia

seperti pada puisi sarujuk tersebut.

6) Esem sandhuwure guritan


Kaya maca sasmita kang tinulis ing antarane langit sorre
dak pecaki lurung-lurung panguripan
menawa wae isih ana sing gelem andum rasa adil marang aku lan
kowe

Senyum di atas puisi


Seperti membaca pertanda yang ditulis diantara langit sore
Kutapaki lorong-lorong kehidupan
Kalau saja masih ada yang mau berbagi rasa adil
Terhadap aku dan kamu
(ESG, 31, 28/12/2013)
117

Kutipan di atas menceritakan tentang keluh kesah yang dialami

sepasang suami istri yang masih berusaha mencari rejeki demi

mencukupi kehidupan sehari-hari. Nilai pendidikan moral khususnya

hubungan manusia dengan manusia lain yang dapat diambil yaitu tetap

berusaha bersabar dan semangat dalam menjali hidup karena dunia

masih terus berputar dan Tuhan pasti akan menolong hambaNya yang

mau berusaha dan berdoa.

7) muga aja ana panduwa bab atiku sing nglanglang


pambagyaku kanggo sliramu kang isih perduli
nampa ngenteni ing wayah sore

semoga saja jangan ada pendua di hatiku lagi


bagimu yang masih perduli kepadaku

masih menerima menunggu di waktu sore


(ngrangu, 34, 10/01/2014)

Kutipan di atas menceritakan tentang kekecewaan seseorang

karena telah di duakan oleh pasangannya, walaupun sudah meminta

maaf tapi pebuatannya tetap membuat bekas luka di hatinya. Nilai

pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan manusia lain

yang dapat diambil yaitu jadilah manusia yang baik maka akan

mendapat pasangan yang baik pula.

8) nanging kabeh mau wus liwat


uripku kepenak mung nalika semana
atiku krasa bungah uga gur wektu wektu semana
saiki jroning dhadha
anane mung lara lan kuciwa
sigaraning nyawa iya kasebut garwa
mindhah ati dhateng Kenya liya

Tetapi semua itu sudah terlambat


Hidupku damai hanya saat itu
118

Hatiku measa bahagia juga hanya saat itu


Sekarang didalam dada yang ada hanyalah sakit dan kecewa
Belahan jiwa yang ku sebut suami
Berpaling hati dengan wanita lain
(NS, 36, 01/02/2014)

Pada kutipan di atas, niali pendidikan moral ditunjukkan pada

kutipan “sigaraning nyawa iya kasebut garwa mindhah ati dhateng

Kenya liya”. Kutipan di atas menceritakan tetang rasa sakit hati seorang

wanita yang ditinggal suamiya dengan wanita lain. Berdasarkan kutipan

di atas nilai pendidikan moral khususnya hubungan dengan orang lain

yang dapat diambil adalah dalam menjalin sebuah hubungan percintaan

harus senantiasa menjaga kesetiaan. Suatu hubungan yang dilandasi

dengan kesetiaan akan langgeng dan sebaliknya jika tidak dilandasi

kesetiaan maka hubungan tersebut akan mudah hancur. Hal tersebut

bisa terjadi karena adanya perselingkuhan yang akan menimbulkan rasa

kekecewaan dan sakit hati bagi pihak yang ditinggalkan.

9) o kangen sing peplayon ijen


teka angel dakluru jembare wektu kesingkur
o kangen sing ndelik kebonan suwung
karo sapa sliramu ngranti tekaku

O rinduyang berlari sendiri


Datang susah ku cari diwaktu luang
O rindu yang sembunyi di kebun kosong
Bersama siapa kau menanti diriku datang
(LK, 37, 08/02/2014)

Kutipan di atas menceritakan tetang penantian dan rasa kangen

kepada seseorang namun hanya cinta dalam hati saja. Berdasarkan

kutipan di atas nilai pendidikan moral khususnya hubungan dengan

orang lain mengajarkan bahwa dalam usaha untuk mendapatkan sebuah


119

cinta dari seorang itu membutuhkan sebuah kesabaran dan perjuangan.

Kesabaran dan perjuangan yang dilakukan seseorang akan

membuahkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.

10) rampungna rasamu


ati iki wis darbe rasa liya
tan bisa kok ranggeh maneh
ron garing sumadya nyandhet karepmu
ing kene dak punthes sunggingmu!

Selesaikanlah rasamu
Hati ini sudah mempunyai rasa lain
Yang tak bisa ku gapai lagi
Daun kering menghalangi inginmu
Disini ku potong senyummu!
(TL, 37, 08/02/2014)

Kutipan di atas menceritakan tetang kekecewaan karena cinta.

Berdasarkan kutipan di atas nilai pendidikan moral khususnya

hubungan dengan orang lain mengajarkan bahwa dalam suatu hubungan

harus ada salah satu dari mereka yang tegas agar hati yang telah disakiti

tidak terus menerus disakiti. Jika memang sudah tidak cocok disudahi

saja.

11) o anak putu, biraten angen tumlawung


tipak sejarah aja nganti suwung
bumi pindaka aja nganti diregedi
nepsu-nepsu murahan ora mbejaji
nyendhal ati!

O anak cucu, hilang angan terdengar dari kejauhan


Jejak sejarah jangan sampai kosong
Bumi tempat berpijak jangan sampai dikotori
Nafsu murahan tak terpuji
Menyayat hati!
(megatruh, 37, 08/02/2014)
120

Kutipan di atas menceritakan tentang usaha seseorang dalam

melestarikan kebudayaan lama di zaman yang modern karena bumi

yang telah dipenuhi dengan manusia-manusia yang hanya

mementingkan hawa nafsunya untuk kepentingan sendiri. Nilai

pendidikan moral ditunjukkan pada kutipan “o anak putu, biraten

angen tumlawung tipak sejarah aja nganti suwung bumi pindaka aja

nganti diregedi nepsu-nepsu murahan ora mbejaji nyendhal ati!”.

Kutipan tersebut mengajarkan bahwa dalam mengerjakan sesuatu harus

didasari dengan niat yang ikhlas tanpa mengharapkan suatu imbalan

dari orang lain dan usaha yang dilakukan itu tidak hanya bermanfaat

untuk diri sendiri tetapi juga data bermanfaat untuk orang lain juga.

c. Hubungan manusia dengan Tuhannya

1) ing jero winatesing kurungan


kidung dongaku ngumandhang
kapan Gusti bakal paring pepadhang
saka tangan-tangan kang brangasan

Didalam terbatasnya sangkar


Panjatann doa ku ungkapkan
Kapan tuhan memberi petunjuk
dari tangan-tangan jahil
(KMP, 26, 23/11/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang sebuah doa dari penulis

agar orang-orang yang berbuat tidak baik di sadarkan karena sudah

tidak mempan lagi dengan aturan-aturan yang dibuat manusia. Nilai

pendidikan moral ditunjukkan pada kutipan “kidung dongaku

ngumandhang kapan Gusti bakal paring pepadhang saka tangan-

tangan kang brangasan”. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa dalam


121

mengerjakan sesuatu apalagi sesuatu yang tidak baik harus ingat bahwa

Allah itu maha melihat.

2) o sujud kudune tetep jejeg


ora gampang keblinger
satengahe jaman saya cepet nggone mubeng
kudu cekelan kenceng paugerane illahi

Sujud harus tetap lurus


Tidak gampang terpengaruh
Waktu cepat berlalu
Harus berpegang pada aturan illahi
(Sujud, 26, 23/11/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang mahluk hidup pasti dalam

hidupnya mengalami pasang surut keimanannya apalagi manusia

dianugerahi akal pikiran dan nafsu. Nilai pendidikan moral khususnya

hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada kutipan “o

sujud kudune tetep jejeg ora gampang keblinger satengahe jaman saya

cepet nggone mubeng kudu cekelan kenceng paugerane illahi”. Kutipan

tersebut mengajarkan bahwa manusia pasti selalu digoda oleh setan

agar menjauhi semua perintah dan kewajiban Allah, maka agar tidak

mudah tergoda harus selalu membenahi setiap ibadah yang kerjakan

dan delalu berpegang pada aturan illahi.

3) kinanthen tulusing galih kang wening prasaja,


golong gilinging tekad kang manunggal
sucining sedya kang tansah rinegem ing sajroning dhadha,
sumarah mring panguwasaning Sang Hyang Maha Wasesa

Dengan tulusnya hati yang bening mulia


Bersatunya tekat yang menyatu
Sucinya tekad yang tergenggam didalam dada
Pasrah terhadap penguasa sang maha hidup
(AKAP, 27, 30/11/2013)
122

Kutipan di atas menceritakan tentang dalam melakukan sesuatu

harus disertai hati yang tulus bening mulia. Nilai pendidikan moral

khususnya hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada

kutipan “kinanthen tulusing galih kang wening prasaja, golong

gilinging tekad kang manunggal sucining sedya kang tansah rinegem

ing sajroning dhadha, sumarah mring panguwasaning Sang Hyang

Maha Wasesa”. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa Tuhan pasti akan

mengabulkan doa umatnya yang berdoa dengan hati yang bersih dan

tulus serta kepasrahan kepada-Nya.

4) kudu ditampa saben naskah ing lembar gesang


pakaryan datan oncat sinebat dening laknat

percayaa marang kridhaning roh suci


setya njampangi pribadi kang tinarbuka ati

harus diterima setiap naskah dilembar kehidupan


pekerjaan akan secara sendirinya pergi karena laknat
percaya kepada keridhaan sang maha suci
kesetiaan akan tertanam di keterbukaan hati
(EL, 33, 11/01/2014)

Kutipan di atas menceritakan tentang nasihat kepada manusia

agar tidak melupakan Tuhan. Nilai pendidikan moral khususnya

hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada kutipan “kudu

ditampa saben naskah ing lembar gesang pakaryan datan oncat sinebat

dening laknat percayaa marang kridhaning roh suci setya njampangi

pribadi kang tinarbuka ati”. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa


123

jangan sombong terhadap harta dan tahta yang ada di dunia karena

secara gampang Tuhan akan mengambilnya. Oleh karena itu, harus

senantiasa bersyukur, selain itu ridha Tuhan sangatlah penting.

5) aku ora perduli


merga isaku golek pangan mung kaya ngono kuwi
dhuh Gusti…
kalampahana karsa dalem dhumateng ingkang abdi
nanging mugi Gusti tansah ngijabahi nggen kula pados rejeki

aku tidak perduli


karena kemampuanku mencari makan hanya seperti ini
ya Tuhan..
tunjukkanlah jalan hamba
tapi semoga Engkau meridhoi dalam saya mencari rezeki
(SWO, 29, 14/12/2013)

Kutipan di atas menceritakan tentang kehidupan kelam wanita

pekerja seks komersial yang rela menjual dirinya demi uang. Nilai

pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan Tuhannya

ditunjukkan pada kutipan “aku ora perduli merga isaku golek pangan

mung kaya ngono kuwi, dhuh Gusti… kalampahana karsa dalem

dhumateng ingkang abdi nanging mugi Gusti tansah ngijabahi nggen

kula pados rejeki”. Kutipan tersebut memberi pelajaran agar menjauhi

dan menghindari perbuatan zina karena perbuatan itu sangat dibenci

oleh Tuhan maupun oleh manusia yang lain. Perbuatan zina tersebut

tidak hanya berdosa tetapi juga dapat menyebabkan berbagai penyakit

salah satu contohnya adalah virus AIDS yang masih belum ada obatnya.

6) nadyan nganti tekan tengahe ratri


ora kendhat nggonku tansah nganti-anti
peparing sih nugrahaning Gusti
nyadhong rezeki pating tlethik riwis-riwis
saka langite katresnan edi
124

Walau sampai tengahnya malam


Tak putus untukku memenanti
Pemberian dari Tuhan
Meminta rejeki sedikit demi sedikit
Dari langit yang penuh cinta
(TR, 35, 25/01/2014)

Kutipan di atas menceritakan tentang seseoang yang tengah

berdoa di tengahnya malam, ia terus berdoa dan berikhtiar pada Tuhan

agar diberi rezeki walaupun sedikit demi sedikit. Nilai pendidikan

moral khususnya hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan

pada kutipan “nadyan nganti tekan tengahe ratri ora kendhat nggonku

tansah nganti-anti peparing sih nugrahaning Gusti nyadhong rezeki

pating tlethik riwis-riwis saka langite katresnan edi”. Kutipan tersebut

mengajarkan bahwa rezeki itu datangnya dari Tuhan, manusia wajib

meminta kepada Tuhan. Rejeki juga tidak datang dengan sendirinya,

harus berusaha serta berdoa selebihnya pasrahkan pada sang pemberi

rezeki.
125

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah

diuraikan dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa analisis gaya

bahasa dan nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan majalah

Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 adalah sebagai

berikut.

1. Jenis-jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang

terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37

November 2013-Februari 2014 adalah gaya bahasa kiasan meliputi:

metafora 7 indikator, personifikasi 17 indikator, persamaan atau simile

6 indikator, hiperbola 25 indikator, ironi 3 indikator, sinekdoce pars

pro toto 1 indikator, sinekdoce tatum pro parte 1 indikator. Gaya

bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang paling banyak

terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37

November 2013-Februari 2014 yaitu gaya bahasa hiperbola, gaya

bahasa hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa

perlu melebih-lebihkan hal yang dibanding itu agar mendapatkan yang

lebih saksama dari pembaca, dalam geguritan ini banyak

menggunakan bahasa yang sudah mengalami pembentukan kata

puistis, sehingga tidak begitu saja dapat diartikan perkata.

125
126

2. Nilai-nilai pendidikan moral yang terdapat terdapat pada geguritan

dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari

2014 anatara lain: nilai pendidikan moral meliputi: ditemukan 1) nilai

pendidikan moral manusia dengan diri sendiri meliputi; kepasrahaan

dan bersyukur; 2) nilai pendidikan moral manusia dengan manusia lain

meliputi; sabar&ikhlas, kesetiaan dan pengharapan; 3) nilai pendidikan

moral manusia dengan Tuhannya meliputi; senantiasa mengingat

Tuhan, ibadah, dan perzinaan. Nilai pendidikan yang paling banyak

terdapat terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi

26-37 November 2013-Februari 2014 adalah nilai pendidikan moral

yang berhubungan antara manusia dengan orang lain, nilai pendidikan

moral dalam geguritan yang masih relevan apabila diterapkan dengan

kehidupan sekarang adalah nasihat sesama teman untuk mencapai cita-

cita harus dilandasi kejujuran, seorang istri patuh kepada suami agar

terjalin keluarga yang harmonis.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, saran-saran yang dapat

diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

1. Bagi pembaca, sebaiknya jadilah pembaca yang cerdas khususnya saat

membaca sebuah karya sastra misalnya geguritan. Pembaca yang

cerdas yaitu pembaca dapat mengetahui makna lain yang tersirat

dibalik kata-kata yang diungkapkan oleh seorang pengarang dan dapat


127

mengambil hikmah dari geguritan yang telah dibaca. Selain itu, bagi

pembaca yang ingin mencoba membuat geguritan sebaiknya

memperbanyak membaca geguritan agar memunculkan inspirasi-

inspirasi baru, menambah pengetahuan, dan menambah

perbendaharaan kosa kata. Dengan demikian, geguritan yang

dihasilkan akan berkualitas baik dari segi bahasa maupun makna yang

terkandung di dalamnya.

2. Bagi mahasiswa atau peneliti lain, sebaiknya lebih memperdalam

pengetahuan tentang sastra sehingga dengan sendirinya akan timbul

perasaan cinta terhadap sastra. Dengan demikian, maka akan tergugah

untuk melakukan penelitian lanjutan dalam bidang sastra misalnya

penelitian terhadap geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-

37 November 2013-Februari 2014dalam bentuk analisis yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakmatik.


Jakarta : Rineka Cipta

Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama

Deswari, Priska Tias. 2011. Nilai Pendidikan Moral Dalam Suluk Suksmalelana
Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito (Tinjauan Structural Sastra)
(skripsi). Purworejo. Universitas Muhamaddiyah Purworejo

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta:


CAPS

Endraswara, Suwardi. 2013. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS

Finoza, Lamuddin, 2002. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan


Mulia

Herman, J Waluyo ,. 2010. Pengkajian Apresiasi Puisi. Salatiga : Widya Sari


Press

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Poerwadarminta . 1939 . Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers –


Maatschappij N.V

Prabowo, Dhanu Priyo, V. Risti Ratnawati, Suyami, dan Titi Mumfangati. 2002.
Geguritan Tradisional dalam Sastra Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional

Purwadi. 2007. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ratna, Nyoman Kutha. 2014. Stilistika Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Richana, Asri 2014. “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Taman
Geguritan dalam Majalah Panjebar Semangat Edisi 12-26 Tahun 2013”
(skripsi) . Purworejo. Universitas Muhamaddiyah Purworejo

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press

Sunarto dan Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Tirtarahardja dan Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Widayat, Afendi. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher

Widoyoko, Eko Putro, S. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara
LAMPIRAN
A Sardi Dengan setianya janji

Nyanyian burung prenjak Tapi kenapa dirimu meninggalkan aku

Maafkan aku Membuat miris dan lemah hatiku

Tidak bisa memberi tanda Apa ini ujian dari tuhan

Kapan bakal ada tamu datang Apa ini nasib kisah cintaku

Membawa kabar gembira Harus berpisah dengan dirimu

Maafkan aku walaupun seperti ini

Sarangku telah terberangus hati ini selalu setia

Menghapus dunia yang memberi hati ini selalu cinta


ketentraman cinta ini tak akan kulupa

Menghalangi impian damai cinta ini tak akan kuingkari

Didalam terbatasnya sangkar cinta suci dari hati

Panjatann doa ku ungkapkan

Kapan tuhan memberi petunjuk Bambang Nugroho

dari tangan-tangan jahil Sujud

solo baru Tak dapat dihitung berapa lagi

Sujud di sajadah-Mu

Brian riangga dhita Setiap pagi dan malam tak berakhir

Masih cinta Tapi rasana belum bisa bertemu

Ketika aku mengingat dirimu Sejatine sujud yang lurus

Menetes air mataku Sampai garis kiblat

Teringat dulu saat bersama Saat godaan masih banyak

Kuucap dengan seribu rasa, seribu Datang dari kiri kanan


bahasa
Selalu mengajak
Dirimu yang sangat kucinta
Dalam kesenangan bersama syahwat
Dirimu yang tak pernah kulupa
Yang selalu terasa haus
Kan selalu setia menanti
Mengajar segala kecukupan
Meninggalkan tempat sujud Tak seorangpun tahu

Yang bertahun-tahun depan Karena tubuh ini hanya jasad mati

Sujud harus tetap lurus Untuk memenuhi keinginan sang lelaki

Tidak gampang terpengaruh Prenjak di depan rumahmu

Waktu cepat berlalu Ingin kurusak kurunganmu

Harus berpegang pada aturan illahi Supaya bisa terbang bebas

bangunjiwo, ramadhan 1434 Terbanglah...terbanglah

Bersama tangisnya jiwa

Anis Jogja, 102013

Prejak hinggap di depan rumahku

Burung hinggap di depan rumahku

Betapa senangnya tingkah laku

Melihat langit terang benderang

Menyambut mentari pagi hingar bingar

Betapa manisnya hidupmu

Walaupun tak panjang umurmu

Tetapi berguna disetiap langkah

Mengukir cerita indah mempesona

Menyanyi pagi penuh harap

Prenjak depan rumahku kudengar pagi


ini suaranya lesu

Karena sekarang rumahmu bukan alam

Tetapi kurungan

Penjara yang semu

Ah prenjak kicauanmu

Mengukir cerita hidupku

Yang tersimpan dalam


Bambang Nugroho Tatiek Poerwa Kalinggo

Masih ada maaf Membuka gerbang hutan raya

Jika nafsu-nafsu ini msih menjerat Dengan tulusnya hati yang bening mulia
Sejauh mata memandng Bersatunya tekat yang menyatu
Sampai panjangnya ingingetarnya hati Sucinya tekad yang tergenggam di
penuh rasa iri dalam dada
Minta supaya cepat dituruti Pasrah terhadap penguasa sang maha
Kemudian lupa dengan janji setia hidup
Sanggup melangkah garisnya syariat Lamanya waktu yang sedang berjalan
sampai atasnya marifat menurut perintah tuhan
Yang kemarin keluar dari hati karena Ketidaksukaan menghalangi bumi
ucapan hati Sangat jelas kuterima diwaktu
Dimana jalan kebenaran bersemedi
Yang hanya omong kosong untuk Membuka rasa sejati menjalani perilaku
mencapai kesombingan diri benar meninggalkan sifat angkara dan
Meninggalkan ajaran agama suka dengki
melakukan dosa Tetapi bertapanya dewa bidadari belum
Tidak ada jejak walau mengaku orang selesai,
bijak Damai dan tentram dimulanya atau pura
Karena hanya tipu daya mencari pujian giri selaka untuk menempa diri
Yang berarti setan-setan di dalam jiwa Ingat dan waspada menghilangkan rasa
Belum terpenjara walaupun perut lapar kawatir harus tertulis di hati
mengaku puasa Membawa rasa menerima situasi yang
Masih ada waktu untuk bertaubat minta dihadapi
maaf Tuhan berikanlah kelanggengan jauh
Kalau mau berkelana hidup sebentar dari bahaya minta keberuntungan dan
bertaruhkan nyawa kesenangan
Di bulan ramdahan yang mulia Alas Purwo Banyuwangi, 6 Juli 2013
bangunjiwo, ramadhan 1434
Eko Wahyudi Supaya angin-angin tidak membuat
Untuk penghuni Tali Gantungan porak porandaa
Yang ku gantungkan itu nasib Supaya kicauan gagak tidak membawa
Bukan aib kematian
Selama ini katanya hanya dianggap Namun jika semua harus terbongkar
remang-remang Ku nanti datangnya musuh di belakang
Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur Kebumen, 2013-03-13
dalam melangkah
Digadang gadang bagai rusa
Berlari kencang mencapai drajat
pangkat dan kemuliaan
Disanjung menjadi raja bagai singa
Membanjiri daerah berkobar kobar
anginnya
Yang ku gantung itu harta benda
Ku tinggalkan di alam tugu kekotoran
Supaya semuanya selamat
Selama ini hanya dianggap sampah
walaupun diusahakan mandi keringat
dan air mata
Yang ku gantung itu kamu tadinya
Jangan hanya menghina kepada anak
kemaren sore
Jangan merasa bisa menenangkan
Jangan asal melawan arus kehidupan
Jangan membiarkan nafsu dan
mengandai-andai
Jangan menganggap aku ini jauh dari
ilmu
Merendahkan dalam tingkah laku
Yang ku gantung itu tinggal pendapat
Bagaimana dirimu menjelaskan
Supaya angin besar tak membuat rebut
Dewata nafas watak keburukan terpendam rapat
Raksasa yang ada hanya tentramnya hidup abadi
Perlahan lahan besar bayangmu dalam keslamatan
Selalu membuat kaget rasaku, gemetar Pucuking Pertapan, 12 April 2013
Semua yang ku dapat derai sepanjang
jalan dalam
angan-anganku, terbahak-bahak Agung Putradi
tertawamu jika melotot menanti untuk Perjalanan
rintangan sucinya niatku, nafas Aku ini rumput
watak kerasmu menggelegar petir dan Yang hanya diinjak orang berlalu
menyeret petir Dicabut ketika tumbuh di halaman
memecah belahkan langit membedah Mau bangga seperti apa
bumi penghidupanku Tidak bisa melebihi pohon beringin
adilnya Tuhan Yang Maha Esa Kemuliaanku hanya ketika musim
mencipta raksasa penghujan
untuk melilit rekat pilar tulusnya cita- Bisa tumbuh dan berkembang di kebun
cita, dan perkebunan
besarnya godaan sewaktu-waktu Merasa berwibawa saat berguna
memilah niat supaya sia-sia Seperti merumput untuk makan
menjadi mayat sapi,kerbau atau kambing
terbukanya cipta, tertanya raksasa guna Serperti halnya aku yang pendek, semut
memilah juga kecil
adanya Tuhan, ternyata rintangan untuk Tapi, bisa merambat sampai loteng atau
mengasah menara yang tinggi seperti sesuatu yang
hati, ternyata godaan hanya untuk remeh bisa menemukan tempat yang
memilah cita-cita utama?!
terbuka dalam cipta semua perjalanan Sabar tawakal, berharap cita-cita yang
ini kutrima tinggi
perlahan-lahan bayang raksasa Menyingkirkan kecewa supaya tidak
menghilang seketika celaka
cahaya cipta yang telah menyatu dengan Jalan utama menjaga keharuman nama
niat, terbahak-bahak Menjalar di seluruh bangsa
tertawanya musnah tertelan senyum
yang membuat tentram,
Anis
Sore Hari
Ada surup bayangan
Melompati indahnya waktu mengejar
malam
Kegelapan sawah menuju rumahku
Jauh semakin tak kelihatan
Aku ingin surup ini tak keruh seperti ini
Karena malamku akan semakin hampa
Masih lama menggapai cahaya
rembulan
Yang ku harapkan membahagiakan hati
Ada surup keruh tergambar
Di buku catatan harianku
Seharusnya cahaya menakutkan ini ku
hapus
Untuk doa dan contoh
Ada surup keruh kejahatan
Setiap waktu matahari tenggelam
Ingin ku gambar berbeda warna
Tapi seberapa bangga tangan berkreasi
Menghambat tanpa henti
Ada surup di rumahku
Menunggu bulan purnama
Tapi kapan datangmu
Padahal waktu semakin sedikit
kesetiaan ku bujuk pulang
kesetiaan ku gapai berani

Jogja, 092013
Aris P. Aku hanya bunga bangkai
Tersentak Aku Melihatnya Yang sudah layu, berguguran sebelum
Berkerlip bintang di angkasa mekar
Cahaya sinarnya merauh mimpi Maduku sudah kering
Baju hangat biru, bertebaran berlian Setiap malam…
Mimpi indah berkuasa di bumi sepi Aku rela untuk mangkal dipinggir ril
Ku puji indahnya malam Hanya mencari secuwil rejeki
Seperti malam tanpa batas Untuk menyambung hidup
Senangnya hati ini Apakah perbuatanku ini dosa?
Mengiringi irama tarian malam Aku dianggap sampah, berserakan?
Tiba-tiba aku terkejut Oh itu kan hanya khotbahnya para alim
Terkejut aku melihat badan tergeletak ulama
terabaikan Pastur dan juga pendeta
Tergeletak di semak-semak taman kota Yang memastikan ku masuk neraka
“tolong..tolong..” Aku tak perduli
Teriaknya menuntaskan hari dan malam Karena kemampuanku mencari makan
Sanggar Imajiner hanya dengan seperti itu
Oh Tuhan…
Kabulkanlah permintaan hamba ini
CantrikCodhe Semoga Tuhan mengijabahi dalam
Keluh Kesah Wanita P hamba mencari rejeki
Aku bukan perawan sebab memang Dsn. Madran, Bringin Srumbung 24
sudah tidak perawan Juni 2013
Perawanku sudah hilang
Ditukar uang untuk makan
Kalau aku masih laku Mbah Met
Itu karena aku masih kelihatan cantik Cerita Lama
Maduku… Seharusnya
Setiap kumbang atau kupu bisa Pagi ini aku duduk
membeli Berdampingan
Walaupun aku bisa tersenyum Ada dikananmu
Senyumku hanya semu Crita impian sepanjang malam
Sejatinya batinku menangis Tanpa batas
Kalaupun aku bunga Tapi sayangnya
Pagi ini Anis
Mendung kelabu Awan Dipucuk Gunung
Sedang memayungi hatiku Jalan kecil yang terus ku susuri
Membawa gerimis yang salah musim Entah sampai mana ujungnya
Seperti mengalirnya air mata Aku hanya menuruti kata hati
Yang sudah lama tertahan Langkah kaki
Menyesali kemarau panjang Menyaksikkan indahnya pemandangan
Yang sampai merobek-robek kelam
Tanah Karena yang ku dengar
Mematahkan dahan-dahan kering Hanya derunya angin
Tanpa bisa ditahan Dan ocehan burung yang bebas di alam
Critamu ku tulis Menyanyikan indahnya awan
Yang ada di puisiku Sepinya swasana
Yang kata mu dahulu kala Jalan kecil yang semakin keatas
Dirimu bersimpuh jejaknya
Dirimu ada dipangkuan ibu Semakin membuat heran hatiku
Kau genggam kain putih Di bawah desa-desa tampaknya
Bersamaan kata hatiku Gerombolan antaranya pepohonan
Sayangnya pangkuan dan Dan kokoknya ayam di perkebunan
Ceritamu tadi Menemani para tani istirahat kelelahan
Tinggal sisa-sisa cerita lama Memang hidupku ini penuh dengan
Mulai dari sekarang sudah tak bisa teka-teki
pulang Tapi hidup tetap berjalan
Tak bisa memutar balik waktu Seperti jalanku yang tanpa lelah
Jika tidak ada terbitnya matahari Mendaki pucuk gunung
Dari barat Entah sampai mana ujungnya
Dirga Antara Terbang melayang
Kunci Cinta Bersamaan mega malang
Kasihku… Jangkar Bumi, Januari 2013
Nyanyian suci penuh keindahan
Menyebar meresap dalam jiwa
Tertanam bersemi di relung hati
Empat mata bertemu Sugeng Riyadi
Kunci cinta Sakitnya Hati
Tidak hanya mawar biru Setiap hari aku sengsara
Atau cincin yang melingkar di jarimu Sengsara ada di hatiku
Ku kunci cintaku ini Sang Matahari tertidur
Dengan tali supaya tidak lepas Tanpa menerangi hatiku
Prambanan, 5 Agustus 2013 Awan mendung tlah menyingkir
Terganti kecerahan
Semoga Tuhan mengasihi
Terganti kemuliaan
Haryadi Widada Bs. Sakitnya kalbuku
Terbang Melayang Semakin menjadi-jadi
Mendung bergemulung tergantung Luasnya samudera
mega Yang begitu damai dan tentram
Mengeluarkan hujan rintik-rintik Semoga Sang Tuhan
Menyapa tanah Member kemuliaan hati
Percikan sinar matahari Sakitnya hati ini
Mengejar bayang-bayang Hilanglah dari perasaanku
Pelangi melengkung menggenggam Dinginnya air mengalir
bumi Semilirnya sang angin
Menandai warna kekaguman Sakitnya hati ini
Hatiku luluh Pergilah dari jiwaku
Mengangguk-angguk di pinggir jurang
curam
Menelan dosa dalam perbuatan yang
semakin gila
Angin lewat berhembus
Melempar anganku
Sapta Nugraha Saya mengembalikan surat terhadap
Cahaya di tanjung mas tuan
Bintang bersinar yang muncul diwaktu Tujuh tahun lamanya
itu Maaf…
Menjadi bintang terkhir untukku Saya malu dan merasa nista
untukmu Menerima bayaran dari merampok
Karena benih-benih cinta yang kutanam Negara
didalam hatimu Saya, painem dari desa
Sudah harus patah sebelum Dulu mengabdi kepada tuan
menumbuhkam yang indah Merasa bangga dan merasa mulya
Apalagi bersama aku membakar Tidak ku sangka
Rimbunya dahan-dahan cintamu Ternyata
Yang melangkung di halaman rumahku Saya mengabdi di pejabat jahat
Telah tega kau patah-patahkan Saya tidak bisa tidur mendengar berita
Sinar bintang malam itu Kalau tuan membohongi terhadap
Sinarnya terlihat pucat seperti amanah para rakyat
menyimpan tanda Mohon maaf…
Bersma dengan suasana malam yang Saya sekarang memilih pulang
dingin Di desa
Semakin menambah sepi hati ini Pedagang rongsok, barang-barang rusak
Berjalan, menyusuri tepi pantai Malah tentram damai
Di pelabuhan tmur Tidur enak bisa ngorok
Sinar malam itu Kowen-Sewon, Februari 2012
Hanya sebentar muncul
Kemudian tenggelam meninggalkan
malam yang sepi Zuly Kristanto
Meninggalkan aku yang terus berjakan Senyum Di atas Puisi
Ditepi waktu menuju…entah Seperti senyum diatas puis
Kalau itu namanya hidup seperti angin
yang mengalir
Eswe Sidi Aku tunggu sampai sore tiba
Surat Pelayan Koruptor Dengan menatap luasnya lagit
Permisi tuan Mengucapkan kata-kata yang terangkai
Bersama datangnya surat ini
Tapi kenapa seperti sudah kehilangan Manis dan harumnya bnga
pengarang Pemberian tuhan
Senyum diatas puisi Bersyukur pada Allah Swt
Seperti membaca pertanda yang ditulis Terlihat indah
diantara langit sore Ya memangaku setuju dik
Kutapaki lorong-lorong kehidupan Aku diimu nyata akan menyatu
Wlaupun masih ada yang mau berbagi Menjadi satu mengharap kasih illahi
rasa adil Semoga bisa menjadi contoh siang
Terhadap aku dan kamu malam
Bermanfaat terhadap kesucian rumah
tangga
H Riyadi Afiat Senantiasa berkeseninambungan
Setuju Bersama selamanya
Ya aku memang setuju padamu dik Saknah ma wahdah warohmah
Kalau namamu dan namamu tertulis
sejajar di mega-mega itu
Yang terlihat putih bersih
Kapas yangbersih di langit biru
Indah terlihat
Ya aku setuhu padamu dik
Klau mega-mega itu bakal
Menjadi mendung yang gelap
Tertiup angin kemudian menajdi air
Menyirami bumi pertiwi
Bumi terkihat indah hijau
Bunga lalu
Menghiasi taman sari
Terlihat indah
Ya aku memang setuju dik
Bunga-bunga itu lalu mekar dan
berkembang
Member pertandadan menggoda
Kupu lebah dan semt juga kmbang
Kemudian berpesta dan menghisap
Aris P. sampai nanti tiba saatnya
Mengeluh ada siksa yang mmenanti
Di suatu malam aku merasakan siapa yang bisa menghalangi
keterpaksaan hati kalau telah tiba waktunya
Harus merasakan kegalauan ketika Bangunjiwo, 1 Oktober 2013
rembulan meninggalkanku
Kenyataannya benar hitam
membutuhkan terangnya Dyah Katrina
Aku tak rela ketika mega menutupi Bintang Tengah Malam
Mengolah rasa dibawah keinginan Bintang tengah malam
Bosan terhadap dunia Yang menjadi petunjuk jalan
Hatiku sakit dan butuh obat Para ahli ramal
Tuhan sembuhkanlahsakit ini Yang mencari tempatnya sang pencerah
Dari hatiku Yang dinanti berabad-abad
Sanggar Imajiner Yang diharapkan membuka gelapnya
dunia
Yang berselimutkan mukzijat
Bambang Nugroho Yang menjadi sebuah kesedihan
Waktu Bintang tengah malam
Kalau telah tiba waktu Yang berpijar diatas gua
Siapapun tidak bisa menolak Member pertanda lahirnya sang pemberi
Hanya dapat menerima kabar
dengan ikhlas Yang turun ke dunia
apa yang telah terjadi Bintang tengah malam
walaupun ketika itu terasa berat dan Telah lama berlalu
sakit Namun kunanti lagi kedatangannya
nyatanya masih saja berbuat dosa Berharap menyinari gelapnya malam
meninggalkan ajaran hidup Suramnya keadaan ibu pertiwi
membuat kerugian orang lain Jogjakarta, desember 2012
menggunakan kekuasaan
tidak tahu diri
pamer kekayaan dunia
yang hanya sekejap mata
menyimpang dari ajaran hidup
Anis
Tiba Saatnya
Tiba saatnya pergantian waktu
Sebelum menggembala di malam hari
Bersama menjaga domba kami
Mendengar nyanyian indah
Malaikat-malaikat memuji Tuhan
Sang fajar menyambut
Tanggal 25 Desember lalu
Berkumandang kidung suci
Memenuhi seisi bumi
Sang Putra telah tiba
Allah Yang Maha Mulia
Yang bersedia menebus dosa
Dosa kita semua
Supaya kita jauh dari halangan
Dari berbagai bahaya
Tentram di dunia
Damai di hati
Umat manusia
Di alam jagad ini
Jogja, 05122013
Harya Widada Bs. dirangkai oleh bidadari kembar
Rangkaian Kata Sembilan
Ku kejar bayang-bayang semu suasana magis melingkupi setiap orang
di hatimu apa daya bendera telah dikibarkan
yang tenggelam di senja sore hari sebagai pertanda tantangan
yang telah mulai samar-samar jawaban keinginan belum kembali
Siang tadi baru saja kuungkapkan kejalan yang benar
hatimu pergi tetapi setiap tingkah laku berharap
bersama semilirnya angin jatuhnya hujan gerimis
saat awan diatas jatuh dipangkuanmu berharap bisa mendamaikan suasana
sebait puisi ku persembahkan tanpa menimbulkan banjir
agar ketentraman ada dihatimu dan iya, terpaan hembusan debu
di halaman Unpam, sayang merangsang kuatnya tekat
ku salami hatimu harus diterima setiap naskah dilembar
yang setiap waktu kuucap kehidupan
sebagai pengingat pekerjaan akan secara sendirinya pergi
jangan sampai terlupa karena laknat
saat terangkainya kata yang ku selipkan percaya kepada keridhaan sang maha
diikal rambutmu suci
yang telah ku temukan di sudut hatimu kesetiaan akan tertanam di keterbukaan
Jangkar Bumi, September 2013 hati
(cathetan: Unpam= Universitas Sanggar Imajiner
Pamulang Ciputat)

Aris P. Bambang Nugroho


Episode Yang Lain Ketamakan
ada kabar burung di ruang keluarga Indahnya dunia yang berupa harta dan
dan apalagi terdengar tembang kidung kekuasaan
dinyanyikan Yang dianggap meninggalkan peraturan
apa ini pertanda dunia ini akan semakin dan tata karma
luas Memang membuat manusia serakah
tidak ada jawaban atas doa lupa dari mana ia berasal
dan itu diikuti bunga yang baru mekar Bisa terkena oleh siapa saja
Entah laki-laki ataupun perempuan
Walaupun sudah banyak nasihat dan
contoh
Dari kitab suci, para nabi, para wali dan
alim ulama
Sepertinya hanya dibibir saja yang
mengoceh keluar dari mulut
Tidak tulus tertanam dalam hati
Karena hati telah tertutup oleh nefsu-
nafsu jahat
Yang telah merembet kemana-mana
Nantinya akan merasakan ketika jatuh
terkatung-katung
Ternyata hanya sekejab mata lalu
membawa sengsara
Kalau tidak waspada semua akan sia-sia
Karena ketamakan saat berkuasa
Bangunjiwo, 5 Oktober 2013
Ariesta Widya tentang apa saja dengan harapan bisa
Kangen mewujudkannya
terbayang diangan-angan lamunan menyusuri jalan-jalan yang
selalu menggoda disetiap senja akan datang
mengingatmu menyayat hati semoga saja jangan ada pendua di
tergila-gila saat terbayang senyummu hatiku lagi
pada waktu mendung datang bagi siapaun yang masih perduli
masih teringat jelas bayangmu di hari kepadaku
lalu aku masih menunggu di waktu sore
kedatangannya memang mengagetkan petercngan tengah 371
lamunan
apalagi raut wajah yang berbeda
senyumanmu menyadarkanku dari Bambang Nugroho
lamunan Pernikahan
kadang kala datang tanpa diduga tibalah saatnya penyatuan cinta
kau lalu bercerita dengan sedih: ramainya suara gamelan
“eh, ceritamu itu yang menarik hati mendayu-dayu di angkasa
Perjuanganmu mengabdi tanpa keluh bergandengan manisnya jari
kesah dihiasi pakaian indah warna warni
dan pertemuanmu dengan dua harum baunya dianjang pernikahan
perempuan duduk di depan para saksi
yang berbeda dengan harapan datangnya berduyun-duyun dengan rapi
kau malah pergi melangkah berkelana” membuat bahagia berbangga hati
tapi hari ini aku yang akan bercerita semoga menjadi pasangan suami istri
rinduku sangat ingin rasanya kuat menghadapi halangan dan
menumpahkan isi yang ada di dada rintangan
kau masih mau mendengarkannya: menjalani hidup sempurna
“telah lama aku menyusuri jalan ini ditengah-tengah dunia luar dan dunia
sengaja aku simpan dengan rasa sakit rumah tangga
ku tahan dan kurasakan saat malam sampai hari nanti
ku terima dengan kepasrahan Bangunjiwo, 22 Oktober 2013
ku pasrahkan semua pada Tuhan
ku jalani dengan penuh harap”
permintaan maafmu setiap aku bercerita
Sanggar Imajiner Ranti P.
Bunga Cempaka Duniaku
siapa itu yang memetik bunga cempaka Dunia ini sudah takkaruan
raut wajahnya mengingatkanku Amburadul
indahnya warna warni bunga Hanya ada nafsu dan nafsu
ini ilusi atau impian aku tak peduli Rasanya dunia ini akan musnah
ingin ku gapai dirinya Bahaya ada di mana-mana
tapi apa daya tangan tak sampai Banjir, tanah longsor dan lumpur panas
wajahnya memang tak menawan tetapi Sudah tidak bisa diperingatkan lagi
hatinya bagaikan emas Alam marah tidak salah
telah sampai waktunya ditepi Manusia, manusia serakah
pengharapan Tidak punya rasa cukup terhadap apa
aku belum bisa bertemu dengan pemetik yang dipunya
bunga cempaka itu Semua dihabiskan
tapi apa harus mundur ketika terlanjur Tanpa berpikir apa yang akan terjadi
cinta Salah benar tidak kelihatan
serpihan harapan masih terletak Semua merasakan susahnya
ditempatnya Mau menata, membenahi
menorehkan harapan didalam hati Sudah terlambat
menatapi indahnya pemandangan dekat Tanah yang subur
gunung emas Sungai yang bersih
pemandangan buyar kehilangan bunga Air yang jernih
cempaka Sudah tidak ditemukan di dunia
mengerutkan mata menahan kehendak Yang telah tercoret-coret
nafsu
seketika bunga cempaka kehilangan
harum
Noviana Lestari Aris P.
Tunggulah Dibatas Waktu Peperangan
di dalam hati ini hidup ini memang seperti peperangan
terselip rasa yang suci banyak perang yang menyedihkan di
rasa ingin dicintai setiap waktu
juga rasa ingin dimiliki banyak korban berjatuhan
wujud sempurnanya ciptaan illahi digariskan atau tidak digariskan
yaitu dirimu yang menarik hati dan mati didalam hidup
menyejukkan hati Sanggar Imajiner
ketika tingkah laku telah berbicara,
ketika tingkah laku telah mewakili rasa
yang tak bisa keluar dan terhenti di dada Bambang Nugroho
ketika cinta sudah berwujud menjadi Tengahnya Malam
perbuatan Walau sampai tengahnya malam
dan rasa yang sama telah terbaca dari Tak putus untukku mmenanti
bening matamu, Pemberian dari Tuhan
ucapan sudah tak berlaku lagi bagiku, Meminta rejeki sedikit demi sedikit
tapi, ini belum waktunya aku membalas Dari langit yang penuh cinta
cintamu Rupiah demi rupiah
masih banyak tanngung jawab Ku ambil dengan sabar
dipundakmu, Ku simpan rapat di hati yang terdalam
begitu juga terhadapku Untuk bekal menjalani hidup
masih banyak cita-cita yang harus ku Yang banyak jalan yang berliku
tuju Banyak cobaan dan godaan
terhadapmu juga terhadapku Banyak fitnah dan hujatan
kepadamu yang menjadi pujaan hatiku, Ya sudah memang harus diterima
tunggu aku dibatas waktu dengan lapang dada
Godean, 15 Januari 2013 Pasrah dan tawakal dalam menggapai
cita
Seperti ketika mengikat kesetiaan
Susah lapar ku jalani bersamamu
Berjalan ditengah teriknya matahari
Berselimutkan mendung terbasahi hujan
Berpegang cahaya iman yang kadang-
kadang pasang surut
Harus berani tetap melangkah tegak
Sejalur jalan yang lurus
Bangunjiwo, Nov 2013

Asti Pradnya Ratri


Nekat
Mega yang berarak tersapu angin
Daun kering yang melengkung, tak jadi
tumbuh
Berdiri pada dahan yang sedang
kemarau
Apakah harus menghentikan waktu?
Merampas milik orang lain
Menebar kejahatan
Daun kering…
Berbau amis
Kelakuanmu
Api-api yang mati dimusim kemarau
Iya kalau waktunya hancur, masih
diberi jalan
Menyisiri jalan dan menjadi contoh
Mengumbar janji palsu
Banggakan kesalahanmu
Ukurlah luasnya nistanya dirimu
Rasakan adilnya pembalasan
Diakhir kehidupan
Tak terbatas, siksaan terhadapmu!
01.00am _Wiwitan Des. ‘13
Cantrik Codhe Apalagi otak itu memang sumbernya
Jangan Merasa Bisa Tapi Bisalah logika
Merasa Kalian-kalian itu bisanya hanya
Apabila mata bisa berbicara, mata akan sombong terhadapku
sombong terhadap anggota badan Kalian berdebat itu peribahasa hanya
lainnya: “aku ini ang paling penting berebut tulang tanpa isi
karena aku yang bisa melihat segalanya Ingatlah kalau kalian tidak bisa apa-apa
Telinga sebal mendengar kesombongan tanpa pertolongan lainnya
mata, lalu menjawab: “aku lebih Kalian membutuhkan satu sama lain
penting sebelum kamu melihat, aku Maka ayo bekerja sama
telah mendengar apa saja yang akan Ingatlah bersatu kita teguh, bercerai kita
terjadi” runtuh
Tangan tak mau kalah mendengar Kedudukan dan manfaat kamu semua
kesombongan mata dan telinga, dengan Maka resapilah kata-kata ku ini:
berkacak pinggang dan menunjuk- Jangan Merasa Bisa Tapi Bisalah
nunjuk berkata: “memang kamu bisa Merasa
melihat apa saja dan kamu telinga, Madran, 16 Maret 2009
kamu bisa mendengar apa sajayang
terjadi
tetapi itu saja tidak cukup didengar dan Elisabeth Erika Wijayanti
dilihatkan tetapi juga harus ditindak Saat Itu
lanjuti, Saat bintang di langit
Ya hanya aku yang bisa bertindak Masih bisa member cahaya terhadap
Maka aku yang paling penting manusia
Huh, anggepmu! Ketika itu juga aku merasa bahagia
Seperti itu kata kaki dengan ngotot Ketika burung bisa besiul dengan suara
bersikeras yang indah
Didepan ketiga anggota badan yang lain Ketika itu juga aku bisa merasa hati
Kalian semua tidak bisa kemana-mana, yang tenang dan tentram
diam ditempatmu masing-masing Ketika itu hati ini bahagia
Maka akulah yang paling penting Karena cinta yang bersemi
Otak yang berada didalam kepala Hati ini memantabkan hati memilih
seperti tampak lemas dan bijaksana lelaki
menengahi keributan, Yang menjadi belahan jiwa
Tetapi semua itu sudah terlambat dengan setia memutari garis-garis detik
Hidupku damai hanya saat itu dan menit
Hatiku measa bahagia juga hanya saat tak putus walau hanya sekejap mata
itu berlapang dada, mengeluh yang ada
Sekarang didalam dada yang ada pantas menjadi contoh terhadap
hanyalah sakit dan kecewa semuanya
Berpaling hati dengan wanita lain setia menunggu diwaktu malam tanpa
Smago, Yogyakarta pamrih
antara siang dan malam menunjukkan
patokan waktu
HR Sumarsono tanpa mengharap sanjungan dan pujian
Setia Menunggu Diwaktu Malam kalaupun berenti itu hanya karena batu
Angin yang melangkah baterai
Daun-daun yang bergoyang tamat…bersama habisnya waktu
Sepi sunyi sedih menyelimuti
Yang ada dipenjuru hanya belalang
yang bergemisik
Yang terdengar hanyalah hewan malam
Jagad raya memang malam hari
Suram kelam yang terlihat
bintang rembulan yang diselimuti awan
berarak
perintah manusia dalam kenikmatan
menutup mata
berlomba ditengahnya malam
samar-samar merangkai hidup di alam
mimpi
hilang musnah banyaknya halangan di
kehidupan nyata
lupa keluarga lupa teman lupa janji lupa
kesetiaan
beda tempat tetapi masih satu cerita
lihatlah jarum jam dinding yang di sana
itu
Sastraliwung Di pucuk pohon semboja memekik
Surat Rindu suara gagak
Ku tulis surat rindu sore hari Garis takdir siapa bisa menghalangi
Awan gelap menyambung rasa O anak cucu, bersamaan angin suara
Ku rangkai di kertas kumal keras
Untuk membuat kata ungkapan jiwa Jejak sejarah jangan sampai kosong
Ada capung hinggap di dahan cabai Bumi tempat berpijak jangan sampai
Menghadang mega-mega tak beraturan dikotori
Mengundang bulan purnama Nafsu murahan tak terpuji
Meredup musim penghujan menyimpan Menyayat hati!
teka-teki Donohudan, 2013
Ada seruling tergeletak di dinding
warung
Ku ambil ku tiup dengan nafas lemah
lunglai Asti Pradnya Ratri
Mengejar bayangmu di atas awan Mustahil
Sekelebat senyuman terikat ketertarikan Langit bercerita masa silam
O rinduyang berlari sendiri Dari kamar impian di musim…
Datang susah ku cari diwaktu luang Sangat sakti sampai ocehan prenjak
O rindu yang sembunyi di kebun menjelang pagi
kosong Kepergian bayanganmu
Bersama siapa kau menanti diriku Terasa menghujam hati
datang Terlihat jelas datang saat sore hari
Surat rindu kulipat indah Ku tatap dengan hati kosong
Sebelum tenggelam ku kejar Menyobek satu per satu catatan lama
Siapa dulu menjauhi keluangan Mengeruk sisa cinta saat masa silam
Sebelum jiwa mengeluh sakit? Selesaikanlah rasamu
Jogja, 5 Januari 2014 Hati ini sudah mempunyai rasa lain
Yang tak bisa ku gapai lagi
Irul S Budianto Daun kering menghalangi inginmu
Megatruh Disini ku potong senyummu!
Ada tangis terisak-isak Pangimpen, pungkasan Nov’13
Tangisan anak mencari ibu
Aris P. Deny Eko S
Merajut Cinta Saat Pagi Menjadi Hiburan
Apa tak ada kesempatan merajut cinta, Kokokkan jago mengagetkan ku saat
adik berolah raga
Dari awal sudah jelas terlihat benci Terdengar juga langkah nenek tua
Dan para tokoh kehilangan kedamaian Menggendong kayu segulung
Kasihan jika menjalani keterpaksaan Untuk membawa beras demi upah
cinta Bersama suara gerobak pergi mencari
Siapa saja bisa pergi jauh penghidupan
Dan entah kapan bisa pulang untuk mengisi kekosongan perut
membentangkan layar juga suara kaki jaran menginjak
Apa itu harus menjadi cerita hari sepinya waktu pagi
selanjutnya gemuruh suara kaki pergike sawah
Apa bakal menjadi lakon dipahlawan juga menambah semangat waktu pagi
yang hilang suara pedagang menjajakkan
Coba bukalah nuranimu, adik dagangannya menjadi irama tersendiri
Sanggar Imajiner waktu pagi menjadi hiburan saat pulang
kampong
yang tidak pernah terdengar di kota
metropolitan

Anda mungkin juga menyukai