Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 19 TAHUN DENGAN


HEAT STROKE

Oleh:
dr. Salicha Oktamila Astiti

Pembimbing:
dr. Suharto, Sp. PD
dr. Ahmad Arif Wibowo

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS DR. SISWANTO LANUD ADI SOEMARMO
KARANGANYAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul “SEORANG LAKI-LAKI 19 TAHUN DENGAN


HEAT STROKE ” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu syarat
Program Internsip Dokter Indonesia

pada :

Hari / Tanggal : Rabu, 4 Desember 2019

Dosen Pendamping Internsip Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

dr. Dewi Haryanthi dr. Ahmad Arif Wibowo dr. Suharto, Sp. PD

Mengetahui,

Kepala RSAU dr. Siswanto

dr. Wayan Sumandyasa, Sp.OG

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
• Nama : Sis. D
• No RM : 041756
• Umur : 19 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Komplek Kodam Jaya Cililitan II 8/2 Kramat Jati
• Pekerjaan : Siswa
• Agama : Islam
• Status : Belum menikah
• Tanggal Masuk : 07 November 2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Tidak sadarkan diri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dibawa oleh tim kesehatan ke IGD RS dr. Siswanto dalam keadaan
tidak sadarkan diri. Pasien tidak sadarkan diri setelah melakukan long march
(berjalan jauh).. Setelah itu psien segera dibawa ke IGD RS AU dr.
Siswanto.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat Sakit Serupa : Disangkal
 Riwayat Mondok : (+) pada tanggal 01 Oktober 2019 (Sprain
ankle), tanggal 28 Oktober 2019 (Dengue
Fever)

3
 Riwayat DM : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat Stroke : Disangkal
 Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat Sakit Serupa : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat DM : Disangkal
 Riwayat Stroke : Disangkal

Riwayat Kebiasaan :
 Riwayat merokok : Disangkal
 Riwayat alkohol : Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Deskripsi Umum (Tanggal 07 November 2019)
 Kesadaran : Stupor
 GCS : E2 V2 M4
 TD : 130/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 RR : 20x/menit
 Suhu : 41,8°C rectal
 SpO2 : 98%

2. Kepala
Normocephali, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), bibir kering (-),
lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorhea (-)
3. Leher

4
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
peningkatan jugular venous pressure (-)

4. Thorax
Paru
Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak napas (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (N), kembang dada (N)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung di linea parasternalis dextra–linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : suara S1-S2 normal, bising (-),S3 S4 (-)

5. Abdomen
Inspeksi : supel, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltic usus (+) dalam batas normal.
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, hepato/spleno-megali (-).

6. Ekstremitas
Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (07 November 2019)

1. Darah Rutin

5
Pemeriksaan Darah Hasil Satuan
Hemoglobin 12,1 g/Dl
Leukosit 16.500 ↑ Ribu/ mmk
Hematokrit 35 %
Eritrosit 4.26 Juta/mmk
Trombosit 202.000 Ribu/mmk
GDS 97
Ureum 17
Creatinin 1.1
SGPT 29
SGOT 22

2. EKG

Hasil: Irama sinus takikardi 115x/menit

VI. DIAGNOSIS
- HEAT STROKE

VII. DIAGNOSIS BANDING

6
- HEAT EXHAUSTION

VIII. PENANGANAN AWAL


- Bawa pasien ke tempat teduh dan aman
- Longgarkan pakaian pasien
- Melakukan prosedur Basic Life Support, Cek Airway, Breathing,
Circulation
- Cek suhu rektal, tekanan darah, nadi, respirasi, saturasi
- Dinginkan suhu dengan air es, cool pack ataupun diguyur air
- Setelah itu segera bawa pasien ke IGD Rumah Sakit

IX. TERAPI
- O2 6 Lpm
- IVFD 2 jalur RL
- Pasang DC
- Cooling temperature
- Inf Sanmol 1gr
- Inj Furosemide
- Inj Diazepam 2,5 ml + 10cc aquabidest
- Inj NB drip
- Inj Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj Ondansetron 1A/12 jam

IX. OBSERVASI
Tanggal/ Keadaan
TD NADI SUHU SPO2 KETERANGAN
Jam Umum
7/11/2019 Stupor 130/80 90 41,8 98% Loading RL 2
16.00 jalur
90/60 88 41 99% - RL
- Inj

7
Furosemide
16.50 39 Urine: 150 cc
16.50 Inj Furosemide
17.00 CM 90/70 96 38.4 - Inj Diazepam
2.5 ml + 10 cc
Aquabidest
- Urine output
1000cc
17.15 CM 130/80 100 38.3 99%
17.30 CM 120/80 90 38.3 99%
17.45 CM 120/80 88 38,5 99%
18.00 CM 120/80 72 38.4 99% - Inf Sanmol
18.15 CM 129/80 84 38.3 99%
18.30 CM 120/80 84 38.4 99% Infus ganti flabot
ke 9, 800cc
18.45 CM 120/80 80 38.5 99% Urine output
200cc
19.00 CM 120/60 95 38.2 99% Inj Ceftriaxone 1
gr
19.15 CM 120/60 95 38.1 99%
19.30 CM 151/92 101 99%
19.45 CM 151/91 100 99%

20.00 CM 114/46 84 99% - Inj


Ondansetron
1A
- Urine output
1100cc
20.15 CM 123/47 84 99%
20.30 CM 120/44 78 99% Inj Santagesic 1A

8
Inj NB drip
20.45 CM 124/44 79 99%
21.00 CM 117/44 75 38.2 99% Inj Omeprazole 1
vial
21.15 CM 117/47 74 99%
21.30 CM 123/45 74 99%
21.45 CM 123/46 71 99%
22.00 CM 111/43 75 100%
22.15 CM 109/40 71 99%
22.30 CM 112/46 66 99%
22.45 CM 115/42 95 99%
23.00 CM 115/41 65 99%
23.15 CM 117/48 67 99%
23.30 CM 109/46 62 99%
23.45 CM 109/46 65 98%
00.00 CM 124/46 69 37.5 100%
00.15 CM 110/43 61 99%
00.30 CM 113/42 60 99%
00.45 CM 113/45 58 99%
01.00 CM 125/46 85 99%
01.15 CM 115/44 70 99%
01.30 CM 117/47 52 99%
01.45 CM 129/48 65 100%
02.00 CM 115/48 60 99%
02.15 CM 120/47 59 100%
02.30 CM 118/47 57 99%
02.45 CM 121/50 55 99%
03.00 CM 125/52 55 37.5 99%
03.15 CM 125/61 64 99%
03.30 CM 117/47 59 99%

9
03.45 CM 119/49 53 99%
04.00 CM 119/58 70 99%
04.15 CM 121/55 62 99%
04.30 CM 126/60 60 99%
04.45 CM 123/55 58 99%
05.00 CM 118/56 57 99% Urine output
800cc
Aff infus sinistra
05.15 CM 118/53 55 99%
05.30 CM 124/54 54 99%
05.45 CM 123/55 70 100%
06.00 CM 120/54 58 37.2 100%
07.00 CM 127/60 80 100% Inj Ceftriaxone 1
gr
08.00 Inj Ondansetron
1A

X. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Qua ad sanam : dubia ad malam

XI. FOLLOW-UP

Tanggal S O A P
08/11/19 Badan lemas TD : 130/80mmHg Heat O2 2Lpm
N : 90x/mnt Stroke Inf. RL 20 tpm
RR : 20x/mnt Inj Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Suhu : 37,3◦C Inj Noragesic 1A/8 jam

10
Inj Ondansetron k/p
Inj NB 5000 drip/24 jam
Levofloxacin 2 x 500mg
Omeprazole 2x 1 caps
09/11/19 Badan lemas TD : 120/80mmHg Heat O2 2Lpm
N : 82x/mnt Stroke Inf. RL 20 tpm
RR : 20x/mnt Inj Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Suhu : 37.2◦C Inj Noragesic 1A/8 jam
Inj Ondansetron k/p
Inj NB 5000 drip/24 jam
Levofloxacin 2 x 500mg
Omeprazole 2x 1 caps
10/11/19 Lemas TD : 120/80mmHg Heat Aff DC
berkurang N : 78x/mnt Stroke O2 2Lpm
RR : 20x/mnt Inf. RL 20 tpm
Suhu : 36,8◦C Inj Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj Noragesic 1A/8 jam
Inj Ondansetron k/p
Inj NB 5000 drip/24 jam
Levofloxacin 2 x 500mg
Omeprazole 2x 1 caps

11/11/19 - TD : 110/70mmHg Heat BLPL


N : 70x/mnt Kontrol Jumat
RR : 20x/mnt
Suhu : 36,8◦C

11
12
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Heat stroke merupakan kondisi berbahaya suatu penyakit yang
progesif dari heat exhaustion ke heat stroke. Ditandai dengan hipertemia
(akumulasi kenaikan suhu saat aktvitas/ latihan maupun karena terpapar
cuaca panas.
Secara klinis heat stroke dapat ditandai dengan adanya disfungsi central
nervous system, kegagalan multiorgan dan hipertermia ekstrem (>40,5C)
(Epstein et al, 2019).

II.2 Klasifikasi, Epidemiologi dan faktor risiko


Heat stroke dibagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya yaitu,
classic dan exertional. Classic heat stroke terjadi karena adanya paparan
lingkungan yang panas dan mekanisme penghilang panas yang buruk.
Sedangkan exertional heat stroke terjadi karena adanya aktivitas/latihan
fisik yang mengahasilkan produksi panas yang lebih besar dari mekanise
fisiologis tubuh dalam menghilangkan panas. Di tabel berikut dijelaskan
mengenai epidemiologi dan tanda klinis dari kedua jenis heat stroke
(Epstein et al, 2019).

Tabel.1. Epidemiologi dan Tanda Klinis


Tanda Classic heat stroke Exertional heat stroke
Usia Prepubertas, Orang Postpubertas dan aktif
tua, Lansia
Kejadian Epidemic Sporadic
Tingkat aktivitas Ringan Berat
Status kesehatan Sakit kronis Sehat
Pengobatan Sering digunakan Tidak ada
Mekanisme Penyerapan panas dari Produksi panas

13
lingkungan dan berlebih yang lebih
buruknya mekanisme besar dari mekanisme
kehilangan panas kehilangan panas
Berkeringat Tidak (kulit keirng) Ada (kulit basah)
Disfungsi CNS Ada Ada
Keseimbangan asam- Alkalosis respiratori Asidosis metabolik
basa
Rhabdomyolisis Jarang ditemukan Sering
Disfungsi Hepar Ringan Berat
Disfungsi Ginjal Jarang (<5%) Biasa (25-30%)
DIC Ringan Berat
ARDS Ada Ada
Kreatinin Meningkat sedikit Meningkat signifikan
Kalsium Normal Rendah (hipokalsemia)
Potasium Normal Biasanya tinggi
(hiperkalemia)

Selain itu ada pendapat lain dari Japanese Association of Acute


Medicine (JAAM) yang menyatakan bahwa heat stroke dibagi berdasarkan
tanda klinis (Hifumi et al, 2018).

Tabel.2. Klasifikasi Japanese Association of Acute Medicine (JAAM)


Gejala Keparahan Terapi Klasifikasi
berdasarkan
tanda klinis
Tahap Pusing, pingsan, Ringan Dapat Heat cramps
I sedikit meguap, ditangani di Heat syncope
Keringat berlebih tempat
Nyeri otot, kaku Istirahatkan

14
otot (kram otot) ditempat
Tidak ada dingin,
penurunan Dinginkan
kesadaran permukaan
(JCS=0) tubuh, dan
berikan air
secara oral
Tahap Nyeri kepala, Sedang Pemeriksaan Heat
II muntah, lemas, di instansi exhaustion
perasaan medis jika
tenggelam, dan diperlukan
konsentrasi Manajemen
menurun, suhu tubuh,
menolak perintah istirahat,
JCS ≤1 dan beri air
secukupnya
(dengan
infus jika
sulit melalui
oral)
Tahap Ada minimal Berat Penanganan Heat stroke
III salah satu di rumah
dibawah ini: sakit (jika
- Disfungsi perlu masuk
CNS ICU)
(JCS≥2, Manajemen
gejala suhu tubuh,
cerebral, Penanganan
kejang respirasi dan
konvulsi) sirkulasi,

15
- Disfungsi Terapi DIC
hati/ ginjal
- Masalah
koagulasi
(DIC)

Faktor risiko heat stroke


Classic heat stroke sering terjadi sebagai epidemi di antara orang
lanjut usia yang kemampuan penyesuaian fisiologisnya dengan stres akibat
panas telah berkurang, seperti pada orang dengan penyakit kronis, dan
mereka yang tidak dapat merawat diri mereka sendiri. Meningkatnya suhu
global yang menyebabkan gelombang panas, serta urbanisasi dengan pulau
panas di pusat kota, adalah faktor ekstrinsik utama. Menurut US National
Weather Service, gelombang panas membunuh lebih banyak orang,
daripada peristiwa cuaca ekstrem lainnya. Beberapa risiko fisiologis,
sosial, dan medis intrinsik membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap
panas yang terus-menerus karena kapasitas termoregulasi mereka yang
berkurang (Tabel 3). Akibatnya, banyak pasien lanjut usia dengan
heatstroke klasik dirawat di rumah sakit atau ditemukan meninggal dalam
1 sampai 3 hari setelah onset penyakit. Angka kematian akibat sengatan
panas di antara orang tua melebihi 50% (Epstein et al, 2019).

Anak-anak prapubertas juga dianggap sebagai populasi yang berisiko.


Kerentanan anak-anak terhadap classic heat stroke disebabkan oleh
tingginya rasio luas permukaan terhadap massa (yang mengarah pada
peningkatan laju penyerapan panas), sistem termoregulasi yang kurang
berkembang (mekanisme pembuangan panas yang kurang efektif), volume
darah yang relatif kecil terhadap ukuran tubuh (membatasi konduksi panas
dan menghasilkan akumulasi panas yang lebih besar), dan produksi
keringat yang rendah (mengurangi potensi pembuangan panas melalui

16
penguapan keringat). Pada bayi, faktor risiko utama kematian selama
cuaca panas adalah berada dalam mobil tertutup, di mana kematian dapat
terjadi dalam beberapa jam (Morch et al, 2017).

Tabel.3. Faktor Risiko Heat Stroke


Classic heat stroke
Cuaca Gelombang panas, siang dan malam
Faktor Fisiologi insufisiensi kardiovaskuler menghalangi mekanisme
normal tubuh menghadapi stress panas:
ketidakmampuan untuk menerima stroke volume
saat panas, vasodilatasi perifer yang tidak adekuat
karena perubahan struktur, penurunan densitas
kapiler dan kualitas mikrosirkulasi, dan penurunan
produksi kelenjar keringat dalam merespon stress
panas.
Faktor sosial Isolasi, tempat tinggal tanpa ventilasi,
ketidakmampuan mengurus diri sendiri, imobilisasi
Penyakit yang Eksaserbasi mental, kardiovaskuler, cerebrovaskuler,
mendasari paru dan multiple sklerosis karena paparan stress
panas
Pengobatan Betablockers, diuretik, calcium channel
blocker,laksativ, obat antikolinergik, salycilat,
agonis tiroid, benzotropine, trifluoperazine,
butyphenoness, Alfa-agonis, monoamie oxidase
inhibitor, simpatomimetik,tricyclic antidrepresant,
SSRIs
Exertional heat stroke
Faktor sosial tekanan dari pelatih
Faktor fungsional kebugaran fisik yang rendah, penyesuaian terhadap
panas yang rendah, efisiensi kerja rendah, berat

17
badan berlebih, baju pelindung
Faktor yang infeksi bakterial atau viral, dehidrasi
diperoleh
Faktor kongenital Kronik idiopatik
Penyalahgunaan amfetamine, ektasi, kokain, alkohol
narkoba

II.4 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi heat stroke adalah transisi dari fase
termoregulasi yang dapat dikompensasi (di mana kehilangan panas
melebihi kenaikan panas) ke fase yang tidak dapat dikompensasi (di mana
kenaikan panas lebih besar daripada kehilangan panas), ketika cardiac
output tidak cukup mengkompensasi kebutuhan yang termoregulasi tinggi
mengakibatkan terus meningkatnya suhu inti tubuh yang mengarah ke efek
sitotoksik dan respon inflamasi, menciptakan siklus setan, dan akhirnya
menyebabkan kegagalan multiorgan (Epstein et al, 2019).

a. Respon inflamasi
Hipertermia memicu respons stres yang melibatkan sel endotel,
leukosit, dan sel epitel, yang memberikan perlindungan terhadap
kerusakan jaringan dan mendorong perbaikan sel. Reaksi ini dimediasi
oleh molekul protein heat-shock dan sitokin proinflamasi dan
antiinflamasi. Dengan hipertermia yang berkepanjangan, perubahan
fisiologis akut (termasuk kegagalan sirkulasi, hipoksemia, dan
meningkatnya tuntutan metabolisme) ) dan efek sitotoksik terkait panas
langsung meningkat, menyebabkan disregulasi reaksi inflamasi.
Respon inflamasi pada heat stroke mirip dengan systemic
inflamatory respone syndrome (SIRS). SIRS dimediasi oleh messenger
Rna yang mencetuskan keluarnya sitokin dan protein high-mobility
group box 1 (HMGB1). Sitokin dan HMGB1 ini menyebabkan aktivasi

18
leukosit dan sel endotelial yang berlebihan. Sama seperti syok septik,
SIRS dapat memperburuk status klinis dengan cepat, dengan
munculnya DIC, kegagalan multiorgan, dan kematian. Dalam sebuah
studi pasien yang dirawat di rumah sakit karena exertional heat stroke,
84% pasien juga masuk kriteria diagnosis SIRS, dan lama rawat
inapnya diperpanjang. Demikian pula, pada classic heat stroke terjadi
aktivasi neutrofil yang juga berhubungan dengan respon inflamasi dan
koagulasi (Hifumi et al, 2018).

b. Integritas Gastrointestinal dan endotoxemia


Heat stroke menyebabkan pengurangan aliran darah ke usus yang
menyebabkan iskemia gastrointestinal, dan mempengaruhi viabilitas
sel dan permeabilitas dinding sel. Stres oksidatif dan nitrosatif yang
dihasilkan dapat merusak membran sel dan membuka celah rapat
antara sel ke sel, maka hal ini memungkinkan endotoksin dan patogen
merembes masuk ke dalam sirkulasi sistemik, akhirnya membebani
kapasitas detoksifikasi hati dan mengakibatkan endotoksemia.
Meskipun konsep hubungan antara heatstroke dan endotoksemia
bukanlah hal baru, banyak dokter cenderung mengabaikan atau salah
mengartikan temuan laboratorium. Hal ini dapat memperburuk kondisi
klinis pasien heatstroke dan memperburuk prognosis (Epstein et al,
2019).

II.5 Diagnosis
Diagnosis heatstroke ditentukan berdasarkan gejala klinis,
terutama didasarkan pada trias berikut: hipertermia, disfungsi neurologis,
dan paparan terhadap cuaca panas (dalam bentuk klasik) atau aktivitas
fisik (dalam bentuk exertional) (Gopinath, 2018). Selain itu takikardia,
takipnea, dan hipotensi juga sering terjadi. Keringat yang banyak dan kulit
basah adalah tipikal dari exertional heatstroke, sedangkan pada classical
heatstroke , kulit biasanya kering, menunjukkan penurunan respon

19
kelenjar keringat dan output pada orang tua di bawah tekanan panas. Kulit
bisa memerah, menunjukkan adanya vasodilatasi perifer yang berlebihan,
atau pucat menunjukkan pembuluh darah kolaps (Epstein et al, 2019).

II.6 Diagnosis Banding


Setiap penyakit sistemik dengan gambaran klinis demam dan
manifestasi disfungsi otak harus dipertimbangkan setelah yakin heat stroke
dikesampingkan, karena keterlambatan dalam perawatan heatstroke secara
substansial meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Setelah heatstroke
dikesampingkan berdasarkan riwayat klinis dan konteks, kondisi lain yang
perlu dipertimbangkan adalah meningitis, ensefalitis, epilepsi, keracunan
obat (misalnya, atropin, MDMA [3,4-metilenedoksimetamfetamin],
kokain, atau amfetamin), dehidrasi berat, dan semua sindrom metabolik
(misalnya, sindrom neuroleptik maligna, katatonia letal, sindrom
serotonin, krisis tiroid, atau krisis multisistem pheochromocytoma)
(Gopinath, 2018).

II.7 Komplikasi
a. Kejang
b. Hipotensi
c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
d. Respiratory distress syndrome
e. Gagal ginjal
f. Rhabdomyolisis
g. Kegagalan multiorgan (Gopinath, 2018).

II.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana di Lapangan

20
a. CPR : sesuai protokol ACLS, beri oksigen 4L/ menit untuk
meningkatkan saturasi oksigen menjadi >90%
b. Suhu tubuh inti: Monitor suku rektal dan mendinginkan hipertermia
dengan air dingin
c. Cairan: Beri isotonik salin IV 1-2L/ jam, dehidrasi bukan masalah
utama
d. Pengobatan kejang: Beri benzodiazepin IV (5mg) sampai kejang
berhenti ( tidak lebih dari 20 mg)
e. Evakuasi: Untuk classic heart stroke segera bawa ke IGD. Untuk
exertional heart stroke setelah menurunkan suhu tubuh <39°C
(Gopinath, 2018).

Tatalaksana di IGD
a. Suhu tubuh inti : Monitor suhu rektal atau intravesikal dan dinginkan
suhu sampai <38°C bisa menggunakan baju dingin atau cairan dingin
(4°C, 1000ml/ 30 menit) infus melalui kateter sentral, antipiretik
merupajan toksik dan harus dihindari
b. Pengobatan kejang: Beri benzodiazepin IV (5 mg, diulang) atau
phenytoin IV (loading dose 15-20 mg/kg dalam 15 menit) sampai
kejang berhenti.
c. Tes Laboratorium : cek darah lengkap, urinalisis, kultur darah, fungsi
ginjal, fungsi hepar ( ALT, AST, ammonia, INR), cek glukosa darah,
elektrolit, analisis gas darah dan keseimbangan asam basa, fungsi
pembekuan darah, CK, LDH, myoglobilin, CRP
d. Monitoring sirkulasi : untuk kegagalan sirkulasi, kelola cairan
(30ml/kg), monitor JVP atau monitor invasif hemodinamik dengan
menjaga tekanan mean arterial >65mmHg atau >75 mmHg jika pasien
lanjut usia atau dengan hipertensi, monitor kadar laktat tetap normal
dan urin output >50 ml/kg/ jam, vasopresor dapat diberikan jika terapi
cairan gagal (Epstein et al, 2019).

21
Tatalaksana menurunkan suhu tubuh
Prognosisnya memburuk jika suhu inti tubuh dipertahankan di atas
ambang kritis 40,5 ° C. Pendinginan yang cepat dan efektif adalah hal
yang utama dalam tatalaksana heat stroke, dan hanya ditunda untuk
resusitasi kardiopulmonal. Karena tidak adanya suhu titik akhir yang
ditentukan secara khusus untuk penghentian pendinginan yang aman,
maka sesuai kebiasaan ditentukan suhu target di bawah 39 ° C (lebih baik
38,5 ° hingga 38,0 ° C) untuk mengurangi risiko kerusakan klinis
(Gopinath, 2018).
Untuk exertional heatstroke, laju pendinginan lebih cepat dari 0,10
° C per menit aman dan diperlukan untuk meningkatkan prognosis. Salah
satu metode pilihan yang dapat dipakai untuk penurunan suhu pada
exertional heatstroke adalah perendaman dalam air dingin untuk
mencapai laju pendinginan 0,20 ° hingga 0,35 ° C per menit. Dalam
kondisi militer di mana es tidak tersedia, laju pendinginan sekitar 0,10 ° C
per menit dapat dicapai dengan menyiramkan air dalam jumlah banyak ke
seluruh tubuh dan mengipasi (Iso et al, 2016).
Pada orang tua dengan classical heat stroke, perendaman air dingin
dapat menghasilkan tingkat pendinginan yang dapat diterima, tetapi
pilihan tatalaksana diharapkan dapat menggunakan satu atau lebih jenis
pendingin konduktif atau evaporatif, seperti infus cairan dingin
(manajemen suhu intravaskular); aplikasi kompres es, kompres dingin,
atau lembaran kasa basah; dan mengipasi. Metode-metode ini, meskipun
kurang efisien daripada perendaman air dingin, lebih dapat ditoleransi oleh
orang tua dan juga mudah diakses dan mudah diterapkan selama epidemi
heatstroke klasik (Epstein et al, 2019).
Tidak ada agen farmakologis yang mempercepat pendinginan.
Agen antipiretik seperti aspirin dan asetaminofen tidak efektif pada pasien
dengan heatstroke, karena demam dan hipertermia meningkatkan suhu inti

22
tubuh melalui jalur fisiologis yang berbeda. Selanjutnya, agen antipiretik
memperburuk koagulopati dan cedera hati pada pasien dengan heatstroke.
Antagonis reseptor ryanodine dantrolene, yang digunakan dalam
pengobatan hipertermia ganas, sedang diselidiki untuk terapi heatstroke
tetapi saat ini tidak ada bukti untuk mendukung bahwa agen ini efektif
untuk terapi heat stroke.

Tatalaksana Kegagalan Multiorgan


Tatalaksana pendinginan yang cepat dan efektif dalam banyak
kasus akan memperbaiki disfungsi organ yang disebabkan heat stroke.
Namun, pendinginan saja mungkin tidak cukup untuk memulihkan seperti
semula, dan pemberian perawatan adjuvant sesegera mungkin penting
untuk kelangsungan hidup (Hifumi et al, 2018).
Beberapa pendekatan pengobatan baru, sedang diselidiki pada
penelitian hewan dan dalam studi klinis awal. Seperti xanthine oksidase
inhibitor (allopurinol) untuk mengurangi kadar lipopolysaccharide dengan
melindungi integritas cell to cell junctions, rekombinan protein C yang
diaktifkan untuk memperbaiki inflamasi dan disfungsional koagulasi,
konsentrat antitrombin tipe III dan rekombinan trombomodulin-α larut
untuk mengobati DIC dan serin protease untuk menekan aktivitas enzim
pankreas dalam lumen usus, sehingga secara substansial mengurangi
marker inflamasi sistemik. Terapi tambahan dengan rhubarb Cina, spesies
tanaman keluarga Polygonaceae dilaporkan mengurangi respon inflamasi
dan memulihkan disfungsi hati akut dan ginjal yang disebakan heat stroke.
Terapi potensial ini berada pada tahapan investigasi yang berbeda, dan
datanya masih terbatas. Perlu lebih banyak informasi dan pengalaman
yang diperlukan sebelum dapat disetujui untuk digunakan pada pasien
(Epstein et al, 2019).

II.9 Pencegahan

23
Pencegahan heat stroke lebih efektif daripada pengobatan dan tentu
saja lebih mudah. Saat cuaca hangat dan terutama selama gelombang
panas, langkah-langkah perlindungan harus diambil untuk mengurangi
risiko classic heatstroke. Hal yang dapat dilakukan tinggal di rumah ber-
AC atau tempat ber-AC lainnya (misalnya, pusat perbelanjaan atau
bioskop), menggunakan kipas angin, sering mandi air dingin, mengurangi
aktifitas menguras tenaga, dan bersosialisasi. Selain itu, keluarga anggota,
tetangga, dan pekerja sosial disarankan untuk memeriksa lansia secara
berkala untuk memastikan kesejahteraan mereka (Hifumi et al, 2018).
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk exertional heat
stroke adalah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah,
menyesuaikan tingkat aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran fisik,
menghindari cuaca panas untuk jadwal pelatihan, melepas peralatan dan
pakaian yang mengganggu penguapan keringat, mempertahankan tubuh
tetap terhidrasi, dan menjadwalkan waktu istirahat selama aktivitas; orang
dengan tanda-tanda awal penyakit harus dicegah dari melakukan aktivitas
fisik (Iso et al, 2016).

II.10 Prognosis
Tingkat morbiditas dan mortalitas sangat dipengaruhi oleh durasi
dan intensitas dari peningkatan core body temperatur dari pasien.
Heatstroke harus dilihat sebagai suatu bentuk kegagalan multisistem.
Disfungsi dan kegagalan sistem multiorgan ini (lebih jelas pada exertional
heatstroke daripada pada classical heatstroke) dapat memuncak dalam 24
hingga 48 jam (Satya et al, 2018).
Cedera sistem saraf pusat adalah permanen pada 20% kasus dan
berhubungan dengan prognosis buruk. Rhabdomyolysis yang disebabkan
oleh kerusakan jaringan sering terjadi dapat menyebabkan myoglobinuria
dan risiko gagal ginjal. Hepatosit mungkin rusak, menyebabkan
koagulopati dan hepatitis. Otot miokard mungkin rusak dan
mengakibatkan aritmia atau bahkan henti jantung (Hifumi et al, 2018).

24
Jika pengobatan dilakukan cepat dan efektif dalam banyak kasus,
tanda-tanda klinis menjadi lebih ringan dan berkurang dalam beberapa
hari, dan sebagian besar pasien pulih tanpa efek yang lama (Satya et al,
2018).
Prognosis memburuk ketika disfungsi ginjal dan hati tidak teratasi
selama lebih dari 96 jam. Studi otopsi menunjukkan bahwa kegagalan
organ akhir karena heat stroke terutama disebabkan oleh kematian sel
nekrotik dan apoptosis yang dipicu oleh panas yang menyertai
mikrothrombosis, perdarahan, dan cedera inflamasi yang meluas.
Beberapa gejala neurologis (misalnya, ataksia serebelar, disartria,
gangguan kognitif) , dan amnesia anterograde) dapat bertahan selama
beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Satu studi menunjukkan bahwa
risiko kematian, selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun setelah pulih
dari heat stroke lebih tinggi daripada risiko pada populasi umum.

25
DAFTAR PUSTAKA

Epstein Y, Yanovich R. 2019. Heatstroke. N Engl J Med; 380:2449-2459.


Gopinath KG. 2018. Heat stroke and heat exhaustion: An update. Curr Med Issues
;16:5‑9.
Hifumi T, Kondo Y, Shimizu K, Miyake Y. 2018. Heat stroke. Journal of
Intensive Care 6:30
Iso S, Tobing A. 2016. Prinsip umum penatalaksanaan cedera olahraga Heat
stroke. Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 12, Nomor 2.
Mørch S, Andersen J, Bestle M. 2017. Heat Stroke: A Medical Emergency
Appearing in New Regions. Case Reports in Critical Care.
Satya IMH, Wiryana IM, Sutawan IBKJ. 2018. Exertional heatstroke: sebuah
laporan kasus. Medicina49(3): 303-307.

26

Anda mungkin juga menyukai