Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PATIENT SAFETY PADA BAYI DAN ANAK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah stase Keperawatan Anak
Program Profesi Ners Angkatan XXXVIII

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Silviana Fauziah
Rena Sapitri
Neng Sari Wahyuni SL
Tineu Hijriani
Via Oktaviani
Pitria Sri Pujhiyani
Yuli Yani

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVIII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam semoga tercurah-

limpahkan kepada junjunan kita yakni Nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patient

Safety pada Bayi dan Anak”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah stase
Keperawatan Anak Program Profesi Ners Angkatan XXXVIII. Penulis menyadari
bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini ke
depannya.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat maupun bidang pendidikan khususnya keperawatan anak dalam

implementasi di lapangan.

Jatinangor, Oktober 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Definisi Patient Safety ........................................................................ 4
2.2 Tujuan Patient Safety .......................................................................... 5
2.3 Insiden Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit ............. 5
2.4 Sistem Pelaporan Insiden Patient Safety............................................. 6
2.5 Pelaksanaan Patient Safety ................................................................. 8
2.6 Sasaran Patient Safety pada Bayi dan Anak ....................................... 9
2.7 Standar Patient Safety ......................................................................... 16
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 19
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 19
3.2 Saran ................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isu pelayanan keselamatan pasien merupakan salah satu yang penting
diperhatikan dalam memenuhi pelayanan kesehatan salah satunya patient safety.
Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi
pelayanan. Berbagai resiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari
pelayanan kepada pasien (Pinzon, 2008). Patient safety didefinisikan sebagai terbebas
dari accidental injury dengan menjamin keselamatan pasien melalui penetapan sistem
operasio-nal, meminimalisasi kemungkinan kesalahan, dan meningkatkan pencegahan
agar kecelakaan tidak terjadi dalam proses pelayanan (Elrifda, 2011).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih penting
dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Penelitian yang dilakukan oleh Dhinamita dkk
pada tahun 2013 mengatakan bahwa Upaya peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien di rumah sakit sudah merupakan sebuah gerakan universal.
Berbagai negara maju telah menggeser paradigma ”quality” kearah paradigma baru
“quality safety”. Ini berarti bukan hanya mutu pelayanan yang harus ditingkatkan tetapi
yang lebih penting lagi adalah menjaga keselamatan pasien secara konsisten dan terus
menerus.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka-
angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan
Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3.2-16,6%. Data-data tersebut menjadikan
pemicu berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan sistem
keselamatan pasien (Departemen Kesehatan, 2008). Di Indonesia, berdasarkan laporan
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada konggres nasional PERSI
tahun 2007,dilaporkan bahwa insiden keselamatan pasien sebanyak 145 insiden yang
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) 46%, Kejadian Nyaris Cidera (KNC)
48% serta yang lainnya 6%. Lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan
DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI

1
2

Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali
1,4%, Sulawesi Selatan 0,69%,dan Aceh 0,68%.
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang terakreditasi. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-
Saving Patient Safety Solutions dari WHOPatient Safety yang digunakan juga oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint
Commission International (JCI) . Tujuan dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah
mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien (Depkes RI, 2008).
Meminimalkan cedera merupakan salah satu dari sasaran keselamatan pasien/
International Patient Safety Goal (IPSG), yang juga salah satu dari standar Joint
Commission International (JCI). Cedera yang dimaksud dalam hal ini adalah cedera
yang diakibatkan karena jatuh yang terjadi saat perawatan dirumah sakit. Sebagian
besar standar IPSG khususnya pencegahan risiko jatuh diterapkan oleh perawat,
terutama di instalasi rawat inap. Perawat dituntut untuk selalu berinteraksi dengan
pasien selama 24 jam, waktu kontak/interaksi paling banyak dibandingkan tenaga
kesehatan lainnya untuk berhubungan dengan pasien. Perawat sebagai tenaga
kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (sebesar 40-60%) memiliki tugas
untuk selalu menerapkan pencegahan risiko jatuh (Aprilia, 2011).
Jatuh dapat terjadi pada semua tipe institusi pelayanan kesehatan, pada semua
populasi pasien kecuali pasien yang tidak sadar dan bayi yang belum dapat berjalan.
Pada usia anak-anak, kejadian jatuh sering tidak dilaporkan karena sering dianggap
sebagai masa perkembangan anak dalam hal belajar berjalan atau memanjat dan jatuh
ke kelantai (Morse, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Heri Saputro pada tahun 2016 didapatkan hasil
hanya sebanyak 52,8% pasien anak yang didekatkan dengan ruang jaga perawat (nurse
station) dan sebanyak 36,1% ruangan dengan pintu yang terbuka pada pasien anak
dengan risiko tinggi jatuh. Berdasarkan hasil diskusi kelompok didapatkan kinerja
perawat baik terhadap pencegahan risiko jatuh serta kinerja perawat yang baik, hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya kejadian jatuh selama pasien anak berada dalam ruang
rawat inap, serta sebagian besar tindakan pencegahan lain sudah dilakukan oleh
3

perawat dengan baik. Dengan kinerja yang baik maka akan meningkatkan motivasi dan
kepatuhan perawat dalam pelaksanaan pencegahan risiko jatuh di ruang rawat inap
perawatan anak.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1) Apa yang dimaksud dengan patient safety pada bayi dan anak?
2) Apa tujuan dari patient safety pada bayi dan anak?
3) Bagaimana insiden patient safety di Rumah Sakit?
4) Bagaimana sistem pelaopran insiden patient safety di Rumah Sakit? patient safety
di Rumah Sakit?
5) Bagaimana pelaksanaan patient safety pada bayi dan anak di Rumah Sakit?
6) Apa saja sasaran patient safety pada bayi dan anak?
7) Apa saja standar patient safety pada bayi dan anak?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang
patient safety pada bayi dan anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui pengertian dari patient safety pada bayi dan anak.
2) Untuk mengetahui tujuan dari patient safety pada bayi dan anak.
3) Untuk mengetahui insiden patient safety di Rumah Sakit.
4) Untuk mengetahui sistem pelaporan insiden patient safety di Rumah Sakit.
5) Untuk mengetahui pelaksanaan patient safety pada bayi dan anak di Rumah Sakit.
6) Untuk mengetahui sasaran patient safety pada bayi dan anak.
7) Untuk mengetahui standar patient safety pada bayi dan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Patient Safety


Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS mendefinisikan
keselamatan (safety) merupakan keadaan bebas dari bahaya risiko. Keselamatan pasien
(patient safety) merupakan suatu keadaan pasien bebas dari cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang akan terjadi seperti penyakit, cedera
fisik, sosial, kecacatan dan kematian terkait dengan pelayanan kesehatan. Patient safety
adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat
perawatan medis, infeksi nosocomial dan kesalahan pengobatan yang tidak seharusnya
(Ariyani, 2009).
Patient safety di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Kepmenkes Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2011).
Patient safety pada bayi dan anak merupakan upaya pencegahan injuri pada
bayi dan anak yang disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri.
Perawat yang memberi asuhan keperawatan selama 24 jam seharusnya memiliki peran
penting dalam menjamin keselamatan pasien, mengingat pasien di unit anak dan bayi
merupakan kelompok rentan yang memiliki resiko lebih tinggi dalam insiden patient
safety (Miller et al., 2006). Cedera, kecacatan bahkan kematian menjadi ancaman masa
depan bagi pasien anak karena mereka belum bisa menyadari dan mengungkapkan
adanya bahaya dari tingakan yang tidak benar atau salah dilakukan oleh pelayanan
kesehatan (Wong, 2009).

19
5

2.2 Tujuan Patient Safety


Keselamatan pasien (patient safety) merupakan priotitas utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan dan perawatan di rumah sakit. Untuk menggambarkan
betapa pentingnya patient safety di rumah sakit, maka akan diuraikan tujuan dari
patient safety itu sendiri yaitu:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien dalam hal ini terutama bayi dan anak di
Rumah Sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien terutama bayi dan anak
serta masyarakat.
3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi pada pasien bayi dan
anak di Rumah Sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahab sehungga tidak terjadi pengulangan
kejaidan tidak diharapkan.
5) Menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas kesehatan, dan
pengunjung.
6) Memberikan pelayanan yang lebih efektif dan efisien.

2.3 Insiden Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan tempat pelayanan dengan berbagai kebutuhan terkait
kesehatan pasien. Pelayanan terkait berbagai macam obat, tes prosedur, peralatan dan
teknologi, serta jenis tenaga profesi dan non profesi memberikan pelayanan kepada
pasien. Pelayanan tersebut apabila tidak dilaksanakan dengan baik dapat menimbulkan
kejadian yang tidak diharapkan termasuk insiden yang dapat mengancam keselamatan
pasien (Depkes RI, 2008).
Insiden keselamatan pada bayi dan anak merupakan kejadian yang tidak
disengaja atau kondisi yang dapat mengakibatkan serta berpotensi mengakibatkan
cedera. Insiden dibagi menjadi 4 macam, yaitu kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera, kejadian tidak cedera, dan kejadian potensial cedera (Permenkes Nomor
1 Menkes/Per/VIII/2011).
6

1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), merupakan insiden yang dapat membuat


pasien cedera.
2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC), merupakan insiden yang belum sampai terjadi ke
pasien.
3) Kejadian Tidak Cedera (KTC), merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera.
4) Kejadian Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi
untuk terjadinya cedera, tetapi belum terjadi insiden.
5) Kejadian Sentinel, merupakan kejadian tidak diharapkan yang menimbulkan
cedera serius, kecacatan bahkan kematian.

2.4 Sistem Pelaporan Insiden Patient Safety


Menurut Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa sistem
pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC dilakukan setelah
analisis mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS. Sistem pelaporan insiden
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin
keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh
yang tidak berhak. Pelaporan insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan
mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk
menyalahkan orang (non-blaming).
Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu
paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang TKPRS melakukan analisis dan
memberikan rekomendasi serta solusi insiden yang dilaporkan. TKPRS melaporkan
hasil kegiatannya ke Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan secara nasional
(Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011).
Alur pelaporan insiden kepada Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
(Internal):
7

1) Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib segera


ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak
diharapkan.
2) Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Atasan langsung.
(Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda laporan.
3) Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan langsung
pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen :
Supervisor/Kepala Bagian/ Instalasi/ Departemen / Unit).
4) Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan.
5) Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut:
- Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1
minggu.
- Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2
minggu.
- Grade kuning: Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim
KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
- Grade merah:Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah / RCA oleh Tim
KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6) Setelah selelasi melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
7) Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden
untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan
melakukan Regrading.
8) Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
8

9) Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi


untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk / "Safety alert" untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10) Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11) Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit
12) Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing – masing
13) Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

2.5 Pelaksanaan Patient Safety pada Bayi dan Anak di Rumah Sakit
Setiap rumah sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(TKPRS) dengan susunan organisasi sebagai berikut, Ketua: Dokter; Anggota: Dokter,
Dokter Gigi, Perawat, Tenaga Kefarmasian, dan Tenaga Kesehatan lainnya. Kemudian
Rumah Sakit mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden. Setelah adanya pelaporan insiden, Rumah Sakit melakukan pelaporan
insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia. Setelah
insiden dilaporkan, Rumah Sakit harus memenuhi standar keselamatan pasien rumah
sakit dan menerapjan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. Dalam
rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, rumah melaksanakan 7 (tujuh)
langkah menuju keselamatan pasien rumah yang terdiri dari (Permenkes 1691/Menkes/
Per/VIII/2011):
1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2) Memimpin dan mendukung staf
3) Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4) Mengembangkan sistem pelaporan
5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7) Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
9

Kepala Rumah Sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan menyusun tugas


bagi Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit yaitu sebagai berikut:
1) Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit dengan kekhususan
rumah sakit tersebut.
2) Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselam pasien rumah
sakit.
3) Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang program keselamatan pasien rumah
sakit.
4) Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit.
5) Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden mengembangkan solusi
untuk pembelajaran.
6) Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah dalam rangka
pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah.
7) Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

2.6 Sasaran Patient Safety pada Bayi dan Anak


Sasaran keselamatan pasien bayi dan anak pada dasarnya tidak berbeda dengan
sasaran keselamatan pasien dewasa umumnya. Sasaran keselamatan pasien harus
mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions World Health Organization
(WHO), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan yang mirip (look-alike, sounds alike,
medication name).
2) Pastikan identifikasi pasien.
3) Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
4) Pastikan tindakan yang benar pada tubuh yang benar.
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
7) Hindari salah kateter dan salah selang (tube).
10

8) Gunakan alat injeksi sekali pakai.


9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosocomial

Sedangkan, menurut Joint Commision International (JCI) menyatakan sasaran


pelaksanan patient safety dirumah sakit yang disebut dengan National Patient Safety
Goals For Hospital yang mengandung 6 prinsip patient safety, diantaranya :
1) Identify patients correctly (identifikasi pasien secara tepat)
2) Improve effective communication ( meningkatkan komunikasi yang efektif)
3) Improve the safety of High-Alert Medications (meningkatkan kemanan
penggunaan obat yang membutuhkan perhatian)
4) Ensure correct-site, correct-procedur, correct-patient surgery (meningkatkan
benar lokasi, benar pasien, benar prosedur pembedahan)
5) Reduce the risk of health care – associated infections (Mengurangi Resiko Infeksi)
6) Reduce the risk of patient harm resulting from falls (mengurangi resiko pasien
cedera karena jatuh)

Sasaran patient safety pada bayi dan anak:


1) Identify Patients Correctly (Identifikasi Pasien secara Tepat)
Gelang identitas dibedakan dengan kriteria sebagai berikut: gelang berwarna
merah muda digunakan untuk pasien wanita, gelang warna biru digunakan untuk
pasien laki-laki, gelang warna putih untuk bayi baru yang belum jelas atau belum
dapat dipastikan jenis kelaminnya (pemasangan gelang penanda pada bayi yang
belum jelas identitas jenis kelaminnya dilakukan setelah bayi lahir). Perbedaan
pemasangan gelang identitas pada bayi baru lahir yaitu dilakukan oleh
perawat/bidan penanggung jawab pelayanan, bukan dilakukan oleh petugas
administrasi bagian admisi. Untuk pemasangan gelang identitas minimal
menggunakan 2 identitas pasien dengan kombinasi sebagai berikut:
a. Nama lengkap dan tanggal lahir
b. Nama lengkap dan nomor medical record
c. Nama lengkap dan alamat.
11

Selain gelang, ada juga pemasangan kancing untuk mengidentifikasi pasien


dengan ciri tertentu. Kancing warna merah sebagai tanda alergi terhadap suatu obat
atau makanan tertentu, pemasangannya dilakukan oleh petugas pertama kali
mengidentifikasi adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu. Kancing
warna kuning untuk penanda pada pasien yang memiliki risiko jatuh, dipasang
1x24 jam setelah dilakukan identifikasi. Kancing ungu untuk pasien ‘do not
resuscue’ (DNR) dilakukan setelah terdapat keputusan tidak boleh dilakukan resus
pada pasien, dan stiker berwarna coklat untuk pasien dengan nama sama dirawat
diruang yang sama.
Rekomendasi untuk menciptakan sistem identifikasi pasien yang baik:
a. Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses
ini.
b. Standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan, tetapkan kapan identifikasi pasien harus dilakukan
yaitu pada saat pengambilan sampling darah, pengambilan transfusi darah,
pengumpulan sampel yang berasal dari tubuh pasien (urin, dahak, darah, pus,
dan lain-lain), pemberian obat-obatan, prosedur bedah atau invasif, merujuk
pasien, pemeriksaan radiologi, dan bayi baru lahir. Partisipasikan pasien dalam
konfirmasi ini.
c. Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.
2) Improve Effective Communication ( Meningkatkan Komunikasi yang Efektif)
Komunikasi yang dilakukan haruslah efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas
dan mudah dipahami oleh penerima sehingga dapat mengurangi kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien. Aspek-aspek yang harus dibangun dalam
komunikasi efektif yaitu:
a. Kejelasan komunikasi harus dilakukan dengan menggunakan bahasa jelas
mudah diterima serta dipahami oleh penerima pesan.
b. Ketepatan terkait kebenaran informasi yang disampaikan kepada penerima
pesan.
12

c. Konteks bahasa yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan lingkungan


dimana komunikasi itu terjadi.
d. Alur informasi disusun dengan sistematika yang jelas.
e. Budaya, dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya orang yang
diajak berkomunikasi baik dalam penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal
agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
Adapun sistem pendokumentasian yang tepat harus diterapkan untuk
mencegah kesalahan atau misscommunication. Prinsip yang digunakan dalam
komunikasi yang afektif di ruang perawatan adalah:
a. Teknik TBAK (Tulis, Baca Kembali, Konfirmasi Ulang), berlaku untuk semua
petugas kesehatan yang melakukan dan menerima perintah verbal atau melalui
telepon.
b. Teknik “SBAR” (Situation, Background, Assas Recomendation), berlaku untuk
semua petugas kesehatan melakukan pelaporan/ serah terima pasien kepada
Dokter Penang Jawab (DPJP) dan atau saat pergatiaan petugas.
Adapun rekomendasi lain untuk mengurangi kesenjangan dalam
komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien yaitu:
a. Melakukan proses feedback saat menerima instruksi per telepon
b. Melakukan hand over saat serah terima pasien
c. Melakukan critical result dalam waktu 30 menit
d. Menggunakan singkatan yang dibakukan.
3) Improve the safety of High-Alert Medications (Meningkatkan Kemanan
Penggunaan Obat yang Membutuhkan Perhatian)
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan serius, obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan seperti pada Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip (NORUM) atau Look Alike Sound Alike (LASA). Obat-obatan yang
sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit
konsentrat secara tidak sengaja. NORUM yang membingungkan staf pelaksana
13

adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication
error).
Solusi :
a. NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko.
b. Memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak
lebih dulu.
c. Pembuatan resep secara elektronik.
d. Tidak menyimpan elektrolit konsentrasi tinggi di ruang perawatan (termasuk
Potassium chloride/KCL dan Sodium chloride/NaCL >0,9%)
4) Ensure Correct-Site, Correct-Procedur, Correct-Patient Surgery (Meningkatkan
Benar Lokasi, Benar Pasien, Benar Prosedur Pembedahan)
Penyimpangan pada hal ini adalah pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah. Sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor
yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasi:
a. Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan
b. Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah (site marking) oleh petugas yang
akan melaksanakan prosedur
c. Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai prosedur
untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan
dibedah.
d. Menggunakan dan melengkapi surgical checklist
5) Reduce The Risk Of Health Care – Associated Infections (Mengurangi Resiko
Infeksi)
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
14

Rekomendasi:
a. Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs”
tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran.
b. Pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan tangan yang benar mengingatkan
penggunaan tangan bersih ditempat kerja
c. Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan teknik-teknik yang lain.
5 Momen melakukan cuci tangan:
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien.
6) Reduce The Risk Of Patient Harm Resulting From Falls (Mengurangi Resiko
Pasien Cedera Karena Jatuh)
Kejadian pasien jatuh masih menempati urutan ke empat dari seluruh kejadian
yang tidak diinginkan (KTD). Upaya untuk mengantisipasi dan mencegah
terjadinya pasien jatuh dengan atau tanpa cidera sangat diperlukan, dilakukan
dimulai dari pengkajian di awal pasien masuk maupun pengkajian ulang secara
berkala. Untuk pengkajian, bisa dilakukan screening menggunakan form screening
pasien resiko jatuh yaitu Morse Fall Scale (MFS) untuk dewasa dan untuk pasien
anak menggunakan Humpty Dumpy Scale, kemudian pasien dengan hasil
screening memiliki resiko jatuh akan diberi gelang identitas resiko jatuh.
15

Skala Resiko Jatuh Humpty Dumpy untuk Pediatri


16

2.7 Standar Patient Safety


Dalam keselamatan pasien, ditetapkan 7 standar keselamatan pasien, yaitu
sebagai berikut.
1) Hak Pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD.
2) Mendidik Pasien dan Keluarga
RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Rumah Sakit harus
ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Rumah Sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
17

3) Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan


Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4) Penggunaan Metode-metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi Dan
Program Peningkatan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5) Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
Kriteria:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
18

d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan


kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien
6) Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Kriteria:
a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien.
b. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
c. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.
7) Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien
Kriteria:
a. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Insiden keselamatan pasien bayi dan anak yang tidak disengaja yang berpotensi
mengakibatkan cedera, yaitu kejadian tidak diharap kejadian nyaris cedera, kejadian
tidak cedera, dan kejadian potensial cedera. Sama halnya dengan pasien dewasa pada
umumnya, pasien bayi dan anak juga harus tetap diperhatikan keselamatannya.
Terdapat 9 sasaran patient safety diantaranya: perhatikan nama obat, rupa dan ucapan
yang mirip (look-alike, sounds alike, medication name); pastikan identifikasi pasien;
komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien; pastikan tindakan
yang benar pada tubuh yang benar; kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated);
pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan; hindari salah kateter dan
salah selang (tube); gunakan alat injeksi sekali pakai; dan tingkatkan kebersihan tangan
untuk pencegahan infeksi nosokomial. Pelaksanaan keselamatan pasien pada bayi dan
anak bisa dibilang tidak berbeda dengan pelaksanaan keselamatan pasien dewasa, yang
membedakannya hanya dari cara pengkajian dan intervensi yang dilakukan.

3.2 Saran
Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan
rumah sakit agar selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan prosedur yang
telah di tentukan. perawat melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar yang
sudah di sosialisasikan dengan komite keselamatan pasien, perawat juga harus
nelaporkan segala insiden yang terjadi kepada kepala ruangan dan baiknya perawat
aktif dalam meningkatkan pengetahuan tentang pelaksanaan patient safety dengan cara
mengikuti pelatihan. Saran untuk Rumah Sakit agar menyelenggarakan pelatihan
tenaga kesehatan terkait dengan pelaksanaan patient safety dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan patient safety dan melakukan pelatihan
untuk perawat-perawat yang berkaitan dengan perilaku caring dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia,S. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat Dalam Penerapan IPSG


(International Patient SafetyGoal) Pada Akreditasi JCI (Joint
CommissionInternational) di Instalasi Rawat Inap RSSwasta X tahun 2011.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Bawelle, S. C., Sinolungan, J. S. V., dan Hamel, R. (2013). Hubungan pengetahuan dan
sikap perawat dengan pelaksanaaan keselamatan pasien (patient safety) di ruang
rawat inap RSUD Liun Kendage Tahuna. Jurnal Keperawatan, 1(1).
Darmadi. (2008). Infeksi Nososkomial Problematika dan Pengendalian Jakarta: Salemba
Medika.
Depkes RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Elrifda, S. (2011). Budaya patient safety dan karakteristik kesalahan pelayanan: implikasi
kebijakan di salah satu rumah sakit di Kota Jambi. Kesmas: National Public
Health Journal, 6(2), 67-76.
Komite Keselamatan Rumah Sakit (KKP-RS) PERSI., 2007. Pedoman Pelap Insiden
Keselamatan Pasien. Jakarta.
Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku Dengan
Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Di Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado.
JURNAL KEPERAWATAN, 4(2).
Mulianingsih, M, et. all. 2015. Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR Situa Background,
Assesment, Recomendation) Di RSUD Kota Mata
http://stikesyarsimataram.ac.id
MorseJ.2009.PreventingPatientFalls:Establishing A Fall Intervention Program-2nd
ed.Springer Publishing;New York.
Nivalinda, D., Hartini, M. I., & Santoso, A. (2013). Pengaruh motivasi perawat dan gaya
kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan pasien oleh
perawat pelaksana pada rumah sakit pemerintah di Semarang. Jurnal Manajemen
Keperawatan, 1(2).
Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien di Rumah Jakarta
Sakit, K. K. P. R. (2008). Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta:
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Saputro, H. (2016). Kinerja perawat dalam pelaksanaan pencegahan risiko jatuh di ruang
rawat inap anak. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2), 26-31
Susiati, M. 2008. Keterampilan Keperawatan Dasar.Jakarta:Erlangga.
World Health Organization (WHO 2009). WHO Guidelines on Hand Hygie Health Care
World Health Organization.(2011).Patient sa http://www.euro.who.int/en/health-
topics/Health-systems/patient-safety/patient-safety. Accessed October28, 2017.
World Health Organization (WHO). (2015). WHO Safe Childbirth Chec Implementation
Guide.

Anda mungkin juga menyukai