Anda di halaman 1dari 12

27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424

Be randa Abo ut

OKT
Kode Internasional
25
Tatanama Tumbuhan
Posted on Oktober 25, 2011 by swelf3424

KODE INTERNASIONAL TATANAMA TUMBUHAN

(Makalah Botani Tumbuhan Rendah)

Kelompok 5 :

Herniyanti (1013024077)
Cari

Linda Asrina (1013024081)

Nadia Dewi Septiani (1013024083) Tulisan Terakhir


Sri Wahyuningsih (1013024063)
Mikroalga
PENDIDIKAN BIOLOGI 100 nama ilmiah tumbuhan
Kode Internasional
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Tatanama Tumbuhan

UNIVERSITAS LAMPUNG Super Junior Superman


hoi hoi
BANDAR LAMPUNG

2011

Arsip
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat November 2011
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa pula shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Oktober 2011
September 2011
Makalah yang penulis buat ini berisi tentang Kode Internasional Tatanama Tumbuhan. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan agar dapat menunjang kesempurnaan makalah ini, demi terciptanya tulisan yang lebih baik lagi dalam
penulisan-penulisan selanjutnya.
Kategori
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bgi semua pihak pada umumnya dan bagi penyusun pada khususnya.
education
Bandar Lampung, Oktober 2011
entertaiment

Penulis Super Junior

DAFTAR ISI

Halaman Meta

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… i
Daftar

DAFTAR ISI ………..ii Masuk


RSS Entri
BAB I PENDAHULUAN
RSS Komentar
1.1 LatarBelakang 1 WordPress.com

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kode Internasional Tatanama Tumbuhan…….. …………………………..2

2.2 Isi KITT………………………………………………………………….3

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 1/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
BAB III PENUTUP

Kesimpulan 28

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tatanama tubmbuhan merupakan bagian dari kegiatan taksonomi yang bertujuan untuk mendeterminasi nama yang
benar da ri suatu takson a tau kesatuan taksonomi. Menurut Kode Internasional Tatanama T umbuhan (KITT), pemberian
nama ilmiah tumbuh didasarkan pada bahasa Latin atau yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, sehingga
diharapkan dapat dipergunakan secara universal oleh para ahli botani.

Dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai begitu banyak nama tumbuhan yang diberikan dalam bahasa yang sesuai
dengan bahasa induk yang digunakan oleh daerah masing-masing, yang sering disebut nama biasa. Oleh karena
nama biasa itu terbatas pengertiannya pada orang-orang sebahasa saja, maka pemakaian nama ilmiah sekarang
sudah menjadi kebiasaan umum yang diterapkan di seluruh dunia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu KITT ?

2. Bagaimana p eraturan tatanama ilmiah menurut KITT ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui makna dari Kode Internasional T atanama Tumbuhan

2. Mengetahui peraturan tatanama ilmiah menurut KITT.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kode Internasional T atanama Tumbuhan

Untuk menerapkan nama-nama ilmiah secara tepat, kita harus menguasai ketentuan-ketentuan yang termuat dalam
KITT yang susunan maupun isinya menggunakan gaya bahasa yang tidak mudah dipahami oleh ilmuwan pada
umumnya. Isi KITT yang disusun dengan menggunakan bahasa yuris seperti buku undang-undang, membuat ahli
taksonomi kurang berminat untuk mencermati isinya.

Penerapan KITT tidaklah sesederhana yang kita kira. Dalam penggunaan nama ilmiah sering terjadi kekisruhan-
kekisruhan seperti dalam pemakaian nama-nama biasa. Ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITT dapat
mengalami perubahan, atau tidak berlaku lagi sebagai akibat ususl-usul perubahan, penyempurnaan, penghapusan
dan lain-lain dari para ahli Muktamar Botani Internasional. Sehingga setelah selesai suatu muktamar, biasanya akan
terbit edisi KITT terbaru. Ini menunjukkan, bahwa siapapun yang melibatkan diri dengan kegiatan taksonomi tumbuhan,
harus selalu mengikuti perkembangan, agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan ketentuan-ketentuan yang telah
berubah atau yang tidak berlaku lagi.

Sampai pada umurnya yang hampir ¼ abad ini peraturan tentang tatanama tumbuhan telah mengalami bermacam-
macan ujian dan cobaan, namun tampaknya segala ujian dan cobaan telah di lalui dengan gemilang, sehingga
kedudukannya menjadi semakin kokoh dan isinya boleh dianggap sebagai aturan main bagi siapapun yang ingin
mendalami taksonomi tumbuhan.

Ujian-ujian dan cobaan-cobaan yang cukup berat telah harus dihadapi oleh Kode Paris sebelum mencapai usia 10
tahun terhitung dari kelahirannya pada tahun 1967. Dalam waktu yang relative singkat segera diketahui bahwa Kode
Paris mengandung banyak sekali kekurangan-kekurangan, dan sebagai akibatnya untuk hal yang dalam Kode Paris
belum ada ketentuannya para ahli taksonomi memberikan interpretasinya sendiri-sendiri dan mulai muncul ketentuan-
ketentuan yang bukan atau belum merupakan kesepakatan internasional.

2.2 Isi KITT

Dalam bentuknya sebagai hasil Muktamar Sydney tahun 1981, Kode Internasianal Tatanama Tumbuhan yang
diterbitkan dalm tiga bahasa: Inggris, Perancis, dan Jerman pada tahun 1983, memuat bagian-bagian penting berikut:

a. Mukadimah

b. Bagian I Asas-asas

c. Bagian II Peraturan dan Saran-saran yang terdiri atas 75 pasal, terbagi dalam 6 bab, dengan masing-masing bab
terbagi lagi dalam beberapa seksi

d. Bagian III Ketentuan-ket entuan untuk mengub ah kode

e. Lampiran I Nama-nama hibrida

f. Lampiran II Nama-nama suku yang dilestarikan

g. Lampiran III Nama-nama marga yang dilestarikan dan ditolak

h. Lampiran IV Nama-nama yang bagaimaapun ditolak

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 2/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
A. Mukad imah

Mukadimah KITT memuat sepuluh butir yang penting , yaitu:

1. Pembenaran, bahwa ilmu tumbuhan memerlukan system tatanama yang sederhana namun tepat, yang digunakan
oleh semua ahli ilmu tumbuhan di seluruh dunia.

2. Asas-asas yang seluruhnya hanya berjumlah enam merupakan dasar atau pangkal tolak system tatanam tumbuhan,
yang selanjutnya dijabarkan kedalam peraturan-peraturan dan saran-saran atau rekomedasi yang lebih terinci,

3. Ketentuan-ketentuan yang terinci dibagi dalam peraturan-peraturan yang harus ditaati, dan saran-saran yang
seyogyanya diikiuti demi keseragaman yang lebih luas, da tidak menjadi contoh yang tidak selayaknya untuk di tiru.

4. Sasaran yang ingin dicapai dengan penyusunan peraturan-peraturan tatanama tumbuhan adalah untuk penertiban
tatanama di masa lampau dan penyediaan system tatanama untuk masa mendatang.

5. Sasaran yang ingin dicapai dengan pemberian saran- saran atau rekomendasi adalah keseragaman yang lebih luas
serta kejelasan yang lebih terang, terutama untuk masa mendatang.

6. Ketentuan untuk mengubah kode tatanama tumbuhan merupakan bagian terakhir kode ini.

7. Peraturan –peraturan dan saran-saran berlaku untuk semua makhluk yang diperlakukan sebagai tumbuhan (
termasuk jamur, tetapi bakteri tidak), baik yang telah bersifat fosil maupun yang sekarang masih hidup.

8. Dalam butir ini dinyatakan, bahwa satu-satunya alasan yang tepat untuk mengubah suatu nama adalah atau adanya
studi yang lebih mendalam yang menghasilkan data yang membenarkan pengubahan suatu nama, karena identifikasi
sebelumnya dipandang tidak tepat lagi, atau karena nama yang bersangkutan ternyata bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku.

9. Butir ini menyatakan bahwa dalam hal tidak adanya peraturan yang relevan, atau dalam hal yang hasilnya akan
meragukan bila suatu peraturan diterapkan, maka kelaziman lah yang harus diikuti .

10. Butir terakhir mukadimah KITT menyatakan, bahwa dengan diterbitkannya edisi terbaru, otomatis semua edisi
sebelumnya tidak berlaku lagi.

B. Bagian I Asas-asas Tatanama Tumbuhan

Asas I

Tatanama tumbuhan dan tatanama hewan b erdiri sendiri-sendiri. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan berlaku
sama bagi nama-nama takson yang sejak semua diperlakukan sebagai tumbuhan atau tidak.

Kalimat pertama menunjukkan bahwa peraturan nama ilmiah hewan dan tumbuhan itu berbeda. Misalnya istilah
“phylum” untuk suatu kategori dalam klasifikasi hewan yang dalam klasifikasi tumbuhan disebut “division”. Kalimat
kedua menunjukkan bahwa bila organism itu dianggap hewan, maka nama organism itu harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang ada dalam Kode Internasional Tatanama Hewan, sebaliknya, bila organism diperlakukan sebagai
tumbuhan, maka namanya harus tunduk pada KITT.

Asas II

Penerapan nama-nama takson ditentukan dengan perantaraan tipe tatanamanya .

Yang dimaksud dengan tipe tatanama adalah unsure suatu takson yang dikaitkan secara permanen dengan nama yang
diberikan kepada takson itu.

Asas III

Tatanama takson didasarkan atas perioritas publikasinya.

Bila suatu takson mempunyai lebih dari satu nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku. Tentu
saja dalam hal ini pemberian nama telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Asas IV

Setiap takson dengan sirkum skripsi, dan tingkat tertentu hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, yaitu nama
tertua yang sesuai dengan peraturan, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara khusus.

Bila ditekankan pada hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, maka adanya sinonima merupakan suatu hal
yang tidak dimungkinkan, namun dinyatakan pula bahwa hal itu ada pengecualiannya. Seperti beberapa nama suku
yang secara eksplisit dinyatakan, bahwa suku-suku tadi mempunyai nama alternative. Nama-nama suku Gramineae,
Palmae, Umbelliferae, Compositae misalnya, berturut-turut boleh diganti dengan Poaceae, Arecaceae, Apiaceae, dan
Asteraceae .

Asas V

Nama-nama ilmiah diperlakukan sebagai bahasa latin tanpa memperhatikan asal nya.

Nama ilmiah adalah nama yang terdiri atas kata-kata yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, dan tidak tepat bila
nama ilmiah disamakan dengan nama latin.

Asas VI

Peraturan tatanama berlaku surut kecuali bila dibatasi dengan sengaja.

Peraturan tatanama tumbuhan lahir pada tahun 1867 yang diawali oleh Muktamar Botani Internasional I di Paris.
Namun demikian ketentuan-ketentuan yang termuat di dalamnya dinyatakan berlaku sejak lebih seabad sebelumnya,

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 3/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
yaitu dinyatakan berlaku per 1 Mei 1753, jadi peraturan tatanama tumbuhan itu berlaku surut.

C. Bagian II Peraturan-peraturan dan Saran-saran (rekomendasi)

Bab I . Tingkat-tingkat t akson dan istilah-istilah untuk menyebutnya

Bab ini terdiri atas lima pasal. Pasal satu sampai lima yang memuat butir-butir utama sebagai berikut.

1. Bahwa dalam taksonomi tumbuhan, setiap kelompok taksonomi dari kategori yang manapun disebut suatu takson.

2. Bahwa dari sederetan takson yang bertingkat-tingkat itu yang dijadikan unit dasar adalah kategori jenis.

3. Bahwa tingkat-tingkat takson (kategori) yang pokok berturut-turut dari bawah ke atas disebut dengan istilah jenis
(spesies), marga (genus), suku (familia), bangsa (ordo), kelas (classis), dan divisi (division).

4. Bahwa bila dikehendaki jumlah tingkat takson yang lebih banyak dapat ditambahkan atau diantara takson-takson
lama disisipkan takson-takson baru, asal hal itu tidak akan berakibat terjadinya kekeliruan atau kekacauan. Untuk
sederetan tingkat takson yang telah mendapat kesepakatan internasional dari yang besar ke yang kecil disebut dengan
istilah-istilah dunia (regnum), anak dunia (sub regnum), divisi (division), kelas (classis), anak kelas (sub classis), bangsa
(ordo), anak bangsa (sub ordo), suku (familia), anak suku (sub familia), rumpun (tribus), anak rumpun (sub tribus), marga
(genus), anak marga (sub genus), seksi (sectio), anak seksi (sub section), seri (series), anak seri (sub series), jenis
(spesies), anak jenis (sub spesies), varitas (varietas), anak varitas (sub varietas), f orma (forma), anak forma (sub forma).

5. Bahwa urutan-urutan tingkat-tingkat takson (kategori) itu tidak boleh di ubah.

Bab II Ketentuan umum untuk nama-nama takson

Bab ini terbagi dalam empat seksi yang seluruhnya memuat 10 pasal (pasal 6 sampai dengan 15).

Seksi pertama yang berjudul “definisi-definisi” hanya terdiri atas satu pasal, yaitu pasal 6 dan isi yang penting pasal ini
antara lain adalah definisi-definisi untuk:

1. Publikasi yang mangkus (efektif), yaitu publikasi yang sesuai dengan persyaratan seperti tersebut dalam Pasal 29-31.

2. Publikasi yang sahih (berlaku), bila memenuhi persyaratan seperti tersebut dalam Pasal-pasal 32-45.

Dalam seksi ini selanjutnya juga diberikan definisi-definisi untuk berbagai nama dengan sebutan tertentu, antar lain:

a. Nama sah (legitimate), bila sesuai dengan bunyinya peraturan dan tidak sah (illegitimate) bila bertentangan dengan
bunyinya peraturan.

b. Nama yang benar (correct), merupakan nama sah yang tertera publikasi, kecuali untuk nama-nama tertentu yang
dinyatakan sebagai perkecualian terhadap ketentuan itu.

c. Nama kombinasi, adalah nama-nama takson di bawah tingkat marga (jenis, anak jenis, varietas, dst) yang terdiri atas
nama marga digabung dengan nama sebutan (epitheton) yang berjumlah satu sehingga membentuk kombinasi ganda.
Seperti pada nama jenis Hibiscus sabdariffa, yang terdiri atas nama marga Hibiscus digabung dengan sebutan jenis
sabdariffa.

d. Autonima atau nama automatis, yaitu nama yang harus berbentuk tertentu, sesuai dengan bunyinya ketentuan.

e. Sinonima, dua nama atau lebih untuk suatu takson, misalnya Gramineae=Poaceae, Compositae=Asteraceae untuk
nama-nama suku.

f. Basionima, yaitu nama dasr yang dijadikan pangkal tolak dalam pemberian nama kepada suatu takson tertentu,
misalnya pemberian nama suatu jenis yang mengalami perubahan status, yaitu dipindah ke lain marga, sehingga
namanya harus berubah. Sebagai contoh adalah Pseudodatura arborea yang dipindahkan ke marga Brugmansia yang
namanya berubah menjadi Brugmansia arborea. Dalam contoh ini Pseudodatura arborea merupakan basionimanya
Brugmansia arborea.

g. Homonima, yaitu suatu nama yang digunakan untuk dua takson yang berbeda. Nama Setaria misalnya oleh Acharius
digunakan untuk nama marga lumut kerak, tetapi Palisot de Beauvais menggunakan nama Setaria untuk marga rumput.
Ini merupakan contoh homonima, yang sesuai dengan asas prioritas nama Setaria untuk marga rumput itu harus diganti
karena Setaria sudah lebih digunakan untuk nama lumut kerak.

h. Tautonima, yaitu nama jenis yang nama marga dan sebutan jenisnya terdiri atas kata-kata yang persis sama atau
hampir sama, misalnya Linaria linaria, Boldu boldus. Berbeda dalam taksonomi hewan, dalam taksonomi tumbuhan
tautonima merupakan nama yang tidak sah, jadi tidak boleh digunakan.

i. Nama telanjang (nomen nudum), nama yang diberikan tanpa disertai candra atau diagnosis dalam bahasa Latin yag
sesuai dengan ketentuan. Seperti tautonima, nomen nudum juga merupakan nama yang tidak sah.

j. Na ma ya ng meragu kan (nomen ambigu um), ad alah nama yang oleh penci ptanya tidak secara ekspli sit di nyatakan
sebagai nama suatu takson tertentu, sehingga meragukan, apakah kata-kata yang dipakai itu benar-benar dimaksud
sebagai nama takson atau bukan.

k. Nama-nama yang dilestarikan (nomen conservandum), nama yang dipertahankan untuk terus dipakai, walaupun
nama itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

1. Nama-nama marga yag dilestarikan (nomina generic conservanda)

2. Nama-nama suku yang dilestarikan (nomina familiarum conservanda)

l. Nama-nama yang ditolak (nomen rejiciendum), nama-nam yang secara luas dan terus dipakai untuk takson yang tidak
mencakup tipe-tipe tatanamanya.

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 4/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
Seksi II memuat masalah “tipifikasi”, terdiri atas 4 pasal (pasal 7-10), memuat antara lain:

1. Penerapan nama-nama takson tingkat suku ke bawah harus didasarkan atas tipe tatanamanya.

2. Tipe tatanama adalah unsure suatu takson yang padanya melekat secara permanen nama dan candra takson yang
bersangkutan, dan bahwa tiep tatanama tidak harus merupakan wakil takson tadi yang dianggap paling tipikal.

3. Specimen atau unsure lain yang dipilih sebagai tipe tatanama disebut holotipe.

4. Bila seorang ahli member nama dan mencandra suatu takson tidak menentukan holotipenya, atau karena sesuatu
sebab holotipe itu hilang atau binasa, dapat ditentukan penggantinya yang disebut lektotipe atau neotipe.

Seksi III dalam bab ini yang terdiri atas 1 pasal, yaitu pasal 11 memuat masalah “prioritas” dan “nama yang benar” yang
pada dasrnya tidak berbeda dengan bunyi Asas IV, dengan ditambah bahwa: nama yang benar untuk marga atau
genus adalah nama tertua yang sah yang diberikan untuk tingkat takson itu kecuali bila ada pembatasan prioritas
karena adanya nama-nama yang dilestarikan.

Nama yang benar untuk setiap jenis atau takson di bawahnya adalah kombinasi sebutan (epitheton) dalam nama sah
yang tertua yang diberikan kepada takson tadi, dengan nama marga atau nama jenis yang membawahinya, kecuali bila
kombinasi itu menjadi tidak berlaku karena adanya pembatasan asas prioritas, atau sebab lain yang menyebabkan
harus digunakannya kombinasi yang berbeda.

Seksi IV yang terdiri atas 3 pasal (pasal 13-15) berjudul “pembatasan asas prioritas” berisi antara lain ketentuan-
ketentuan, bahwa:

Nama-nama tumbuhan dari berbagai kategori diperlakukan seakan-akan dipublikasikan mulai dari tanggal-tanggal
seperti di bawah ini.

Bagi tumbuhan yang sekarang masih hidup:

a. 1 Mei 1753 untuk Spermatophyta dan Pteridophyta

b. 1 Januari 1801 untuk Musci dan Sphagnaceae

c. 1 Mei 1753 untuk Sphagnaceae dan Hepaticae

d. 1 Mei 1753 untuk Fungi dan Fungi pembentuk Lichenes

e. 31 Desember 1801 untuk jamur bangsa Uredinales, Ustilaginales dan Gasteromycetes yang dipakai oleh Persoon

f. 1 Januari 1821 untuk Fungi Caeteri, selain Myxomycetes dan jamur pembentuk Lichenes

g. 1 Mei 1753 untuk Algae

h. 1 Januari 1892 untuk Nostocaceae Homocysteae

i. 1 Januari 1886 untuk Nostocaceae Heterocysteae

j. 1 Janua ri 1 848 untuk Desmid iacea e

k. 1 Januari 1900 untuk Oedogoniaceae

Bagi tumbuhan yang telah bersifat fosil, 31 Desember 1820 untuk semua golongan.

Bab III Tatanama takson sesuai dengan tingkatnya

Nama-nama ilmiah untuk takson tingkat mana pun lazin ditulis dengan menggunakan huruf besar (capital) untuk huruf
pertama setiap nama. Bab III ini terdiri atas 13 pasal yang dikelompokkan ke dalam 6 seksi.

Seksi I dalam bab ini terdiri atas Pasal 16 dan 17 diberi judul “nama-nama takson di atas tingkat suku” dan di dalamnya
terdapat butir-butir penting sebagai berikut:

1. Bahwa untuk takson di atas tingkat suku tidak diterapkan metode tipe, dan bahwa asas prioritas tidak berlaku
baginya.

2. Bahwa nama-nama takson di atas tingkat suku automatis dapat disebut mempunyai tipe tatanama bila nama-
namanya didasarkan atas nama suatu marga yang tergolong di dalamnya, ditambah dengan akhiran yang sesuai untuk
takson itu.

Namun demikian, bagi kelompok ini ada beberapa saran yang menyangkut pemberian namanya yang pantas untuk
mendapatkan perhatian, adalah:

a. Untuk nama-nama divisi seyogyanya digunakan satu kata majemuk berbentuk jamak yang diambilkan dari cirri khas

yang berlaku untuk semua warga divisi dengan ditambah akhiran –phyta, kecuali untuk jamur yang disarankan untuk
diberi akhiran –mycota.

b. Untuk nama anak divisi melalui cara yang sama dengan diberi akhiran –phytina dan untuk golongan jamur dengan
akhiran –mycotina.

c. Untuk nama-nama kelas juga dengan cara yang sama, namun disarankan untuk menggunakan akhiran –phyceae
bagi Algae, -mycetes bagi Fungi, dan –opsida bagi Cormophyta.

d. Untuk anak kelas pun demikian, akhirannya saja yang berbeda-beda, yaitu –phycidae untuk Algae, -mycetidae untuk
Fungi, dan –idae untuk Cormophyta.

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 5/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
Seksi kedua Bab III yang memuat dua pasal (pasal 18 dan 19) membahas masalah “nama-nama suku, anak suku,
rumpun, dan anak rumpun”. Nama-nama suku merupakan satu kata sifat yang diperlakukan sebagai kata benda yang
berbentuk jamak, biasanya diambil dari nama marga yang dipilih sebagai tipe tatanamanya ditambah dengan akhiran –
aceae, seperti misalnya: Malvaceae (dari Malva+aceae).

Seksi III yang terdiri atas Pasal-pasal 20-22 membahas “nama-nama marga dan takson-takson di bawahnya.” Terdiri
atas 3 pasal dengan butir-butir yang penting sebagai berikut:

1. Nama marga merupakan kata benda berbentuk mufrad, atau kata lain yang diperlakukan sebagai kata yang bersifat
demikian, bahkan dapat dibentuk dengan cara mana suka.

2. Nama marga tidak dibenarkan berupa istilah yang lazim digunakan dalam morfologi tumbuha, misalnya Radicula
atau Tuber (yang masing-masing berarti akar lembaga dan umbi), kecuali bila pemberian nama itu telah terjadi sebelum
1 Januari 1912, dan pada waktu nama itu dipublikasikan dilengkapi pula dengan nama jenis yang disusun sesuai
dengan system biner menurut Linnaeus.

3. Nama marga tidak boleh terdiri atas dua kata, atau kedua kata itu harus disatukan dengan tanda penghubung,
misalnya Uva-ursi.

4. Kata-kata yang tidak dimaksud sebagai nama marga tidak dapat dianggap sebagai nama marga, seperti kata
Anonymo s.

Dalam pembentukan nama-nama marga ada sejumlah saran yang dimohonkan perhatian, dan sedapat mungkin tidak
dilanggar, antara lain:

a. Agar sedapat mungkin menggunakan bentuk Latin

b. Menghindarkan penggunaan kata-kata yang tidak mudah disesuaikan dengan bahasa Latin

c. Tidak menggunakan kata yang panjang dan sukar dilafalkan dalam bahasa Latin

d. Tidak menggunakan kata-kata yang merupakan gabungan kata dari bahasa yang berlainan

e. Bila mungkin, dengan pemberian akhiran tertentu menunjukkan kekerabatan atau anlogi suatu marga dengan marga
lain

f. Menghindarkan penggunaan kata sifat sebagai kata benda

g. Tidak menggunakan kata yang dijabarkan dari sebutan jenis yang tergolong dalam marga itu

h. Tidak menggunakan nama orang yang tidak ada kaitannya dengan dunia ilmu tumbuhan

i. Menggunakan sebagai nama marga potongan-potongan dari dua nama marga lain.

Seksi IV Bab III “nama-nama jenis” hanya terdiri atas satu pasal, yaitu Pasal 23, yang berisi ketentuan-ketentuan dan
saran-saran tentang nama jenis, memuat butir-butir penting berikut:

1. Nama jenis adalah suatu kombinasi biner atau binomial yang terdiri atas nama marga disusul dengan sebutan jenis,
yang dalam penulisannya hanya huruf pertamanya saja yang ditulis dengan huruf besar, bagian lainnya termasuk
sebutan jenisnya, semua ditulis dengan huruf kecil.

2. Sebutan jenis dapat diambil dari sumber yang mana pun, bahkan dapat dibentuk secara arbitrar.

3. Lambang yang merupakan bagian sebutan jenis harus ditranskripsikan, jadi nama Scandix pecten o L. harus ditulis
Scandix pecten-veneris L., Veronica anagallis L. harus ditulis Veronica anagallis aquatica L.

4. Sebutan jenis tidak boleh terdiri atas kata yang merupakan ulangan yang sama atau hampir sama nama marga,
dengan atau tanpa ditambah lambing yang telah ditranskripsikan.

5. Sebutan jenis yang merupakan kata sifat, harus diberi bentuk yang menurut tata bahasa sesuai dengan jenis kelamin
nama marganya, misalnya: Aspergilllus niger, Sambucus nigra, Piper nig rum, Crocus sativus, Oryza sativa, T riticum
sativum. Aspergillus dan Crocus berjenis kelamin jantan, Sambucus dan Oryza betina, sedangkan Piper dan Triticum
banci.

6. Ada beberapa kata yang ditempatkan di belakang nama marga namun kata itu tidak dianggap sebagai sebutan jenis,
karena kata-kata itu memang tidak dimaksud sebagai sebutan jenis, melainkan untuk menunjukkan sesuatu hal/sifat
mengenai tumbuhan yang dimaksud. Atriplex “nova”, yang di sini kata “nova” hanya untuk menunjukkan bahwa
tumbuhan yang dimaksud adalah suatu jenis baru (nova) dalam marga Atriplex, yang belum ada namanya.

7. Angka: dalam huruf yang menyatakan nomor urut, misalnya Boletus vicessimus sextus, Agaricus octogesimus nonus.
Kata sextus (=keenam) dan nonus (kesembilan) di sini dimaksud untuk menunjukkan jenis yang ke-6 dan ke-9 dalam
urutan dalam marga masing-masing, jadi tidak merupakan bagian sebutan jenis.

8. Kata-kata yang biasanya menunjukkan suatu sifat, yang termuat sebagai sebutan jenis, namun belum secara
konsisten digunakan sesuai dengan system ganda menurut Linnaeus. Dalam nama Abutilon flore flvo, kata “flore flavo”
bukan suatu sebutan jenis, melainkan suatu deskripsi yang menunjukkan salah satu ciri tumbuhan yang bersangkutan,
ialah bahwa tumbuhan iitu mempunyai bunga yang berwarna kuning (flore flavo= berbunga kuning).

9. Formula yang menunjukkan nama hibrida. Nama-nama hibrida yang juga tampak bersifat ganda, bagian belakang
kombinasi nama hibrida itu tidak dapat dikatakan sebagai sebutan jenis, namun merupakan sebagian formula yang
merupakan nama hibrida, yang biasanya dicirikan dengan adanya suatu tanda x (tanda perkalian=multiplication sign)

Seksi V Bab III yang terdiri atas pasal 24, 25, dan 26 memuat ketentuan-ketentuan untuk “nama-nama takson di bawah
tingkat jenis” (takson infraspesifik). Ketentuan-ketentuan yang penting yang berkaitan dengan pemberian nama-nama
takson di bawah tingkat jenis (anak jenis, varitas, anak varitas, forma dan anak forma), antara lain ialah:

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 6/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
1. Nama takson di bawah tingkat jenis terdiri atas nama jenis dan suatu sebutan yang dihubungkan dengan istilah untuk
takson di bawah tingkat jenis yang dimaksud, sehingga dengan demikian nama itu sekurang-kurangnya terdiri atas
empat kata, yaitu dua kata untuk nama jenis, satu kata untuk sebutan takson di bawah tingkat jenis, dan satu kata yang
merupakan istilah untuk takson di bawah tingkat jenis (biasanya dalam bentuk singkatan) yang dimaksud. Contoh:
Pedilanthus tithymaloides subspecies retusus; Hibiscus sabdariffa varietas alb a; Trifolium stellatum forma nanum.

2. Sebutan untuk takson di bawah tingkat jenis, seperti halnya dengan sebutan jenis, harus mempunyai bentuk yang
dari segi tata bahasa disesuaikan dengan jenis kelamin nama marganya.

3. Kata-kata typcus, srcinalis, orginarius, genuinus, verus, dst, yang berarti tipikal, asli, atau sungguh, dan dimaksud
untuk menunjukkan bahwa takson di bawah tingkat jenis itu memuat tipe tatanama takson yang berada setingkat di
atasnya, justru sebutan-sebutan itu tidak dibenarkan untuk dipakai dan juga tidak dapat dipublikasikan.

4. Penggunaan kombinasi ganda sebagai sebutan takson di bawah tingkat jenis tidak dibenarkan, dan bila hal itu terjadi
penulisannya harus dibetulkan

5. Takson-takson di bawah tingkat jenis yang tergolong dalam jenis yang berbeda, dapat mempunyai sebutan yang
sama dan takson di bawah tingkat jenis dapat mempunyai sebutan yang sama dengan sebutan yang digunakan untuk
jeni s la in di luar jenis yang membaw ahi takson tadi.

Seksi VI yang merupakan seksi terakhir dalam Bab III ini, berjudul “nama tumbuhan budidaya”, yang hanya memuat satu
pasal (Pasal 28) dan berisi ketentuan-ketentuann berikut:

1. Tumbuhan dari keadaan liar yang kemungkinan dibudidayakan , mempertahankan nama seperti yang diberikan
kepada takson itu ketika masih tumbuh di alam, misalnya untuk tebu namanya tetap Saccharum officinarum.

2. Hibrida atau bastar, baik yang putative maupun yamg merupakan hasil pembastaran dengan sengaja, diberi nama
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam lampiran KITT tentang nama hibrida, yang seluruhnya terdiri
atas 12 pasal, yang dicirikan dengan tanda perkalian (x) atau dengan penggunaan awalan “Noto-“, misalnya: x
Agropo gon (bastar antar marga Agrostis x Pol ypogo n).

3. Unit-unit hasil kegiatan dalam pertanian yang tercakup dalam istilah pemuliaan, lazimnya disebut sebagai kultivar,
mempunyai tatanama yang diatur dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan Budidaya.

Bab IV Publikasi mangkus (efektif) dan publikasi sahih (berlaku)

Bab ini dibagi dalam 4 seksi yang seluruhnya mencakup 22 pasal (Pasal 29 sampai dengan 50). Adapun ketentuan-
ketentuan yang perlu mendapat perhatian kita antara lain:

Seksi I tentang “kondisi dan tanggal publikasi yang mangkus”, yang terdiri atas tiga pasal (Pasal 29 sampai dengan 31):

1. Di bawah KITT, publikasi hanya dianggap mangkus apabila merupakan distribusi barang cetakan (melalui penjualan,
tukar menukar, atau pemberian) kepada khalayak umum atau sekurang-kurangnya kepada lembaga-lembaga ilmu
tumbuhan dengan perpustakaan yang terbuka bagi ilmuwan tumbuhan pada umumya.

2. Pemasaran barang cetakan yang tidak ada untuk dijual tidak merupakan publikasi yang mangkus.

3. Publikasi tulisan tangan yang tidak dapat dihapus merupakan publikasi yang mangkus, bila hal itu terjadi sebelum 1
Januari 1953.

4. Publikasi nama-nama dalam catalog dagang pada 1 Januari 1953 dan setelah itu, demikian pula publikasi nama-
nama dalam daftar tukar menukar biji pada tanggal 1 Januari 1973 dan sesudahnya, merupakan publikasi yang tidak
dianggap mangkus.

5. Tanggal publikasi yang mangkus adalah tanggal mulainya barang cetakan itu tersedia bagi masyarakat. Bila tidak
ada bukti lain, tanggal yang disebut pada barang cetakan itu harus diterima sebagai tanggal publikasinya yang benar.

6. Bila makalah-makalah lepas dari suatu berkala atau karya lain yang ditawarkan untuk dijual terbit lebih dulu, tanggal
pada separat itu dianggap sebagai tanggal publikasinya yang mangkus, kecuali bila kemudian terbukti, bahwa tanggal
tadi keliru.

7. Mulai tanggal 1 Januari 1953 dan setelah itu distribusi barang cetakan yang menyertai bahan kering tidak dapat
dianggap sebagai publikasi yang mangkus.

Seksi II, “kondisi dan tanggal publikasi nama yang sahih”

Seksi II Bab IV ini meliputi sampai 15 pasal (Pasal 32-46) yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan dan
aspek publikasi yang dapat dinyatakan sebagai publikasi yang sahih (valid). Di antara butir-butir yang penting yang
mempunyai kaitan erat dengan masalh publikasi yang sahih itu adalah:

1. Agar dapat terpublikasikan dengan sahih, nama suatu takson (kecuali bila berupa autonima) harus memenuhi
ketentuan-ket entuan berikut:

a. Telah dipublikasikan dengan cara yang mangkus pada tanggal mulai berlakunya tatanama yang diakui bagi
kelompok yag bersangkutan, atau dipublikasikan setelah tanggal tersebut.

b. Mempunyai bentuk yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk tingkat takson masing-masing.

c. Disertai candra atau diagnosis yang pernah dipublikasikan secara mangkus sebelumnya.

d. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan khusus seperti termuat dalam Pasal-pasal 33-45.

2. Nama yang dipublikasikan dengan sahih melalui rujukan dengan deskripsi atau diagnosis yang dipublikasikan
sebelumnya, mempunyai sebagai tipe tatanamanya suatu unsure yang dipilih sesuai dengan bunyi candra atau
diagnosis, yang menyebabkan nama tadi dapat dipublikasikan dengan sahih.

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 7/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
3. Diagnosis suatu takson merupakan suatu candra yang pendek yang menurut penulisnya dapat digunakan untuk
membedakan takson itu dari takson yang lain, yang berarti dapat digunakan untuk mengidentifikasikan takson tadi
tanpa kemungkinan kekeliruan dengan takson lain.

4. Rujukan tidak langsung merupakan petunjuk yang jelas, melalui sitasi penulisnya atau dengan cara lain, bahwa
untuk kesahihan publikasi suatu nama, dapat digunakan candra atau diagnosis yang pernah diterbitkan sebelumnya.

5. Nama yang dipublikasikan dengan bentuk bahasa Latin yang salah, tetapi selain itu telah sesuai dengan KITT,
dianggap telah dipublikasikan dengan sahih, namun kesalahnnya harus diperbaiki tanpa mengubah nama pencipta
dan tanggal publikasinya.

6. Autonima dianggap sebagai nama yang dipublikasikan dengan sahih, sejak diterbitkannya karya yang memuat nama
itu untuk pertama kali.

Seksi III Sitasi nama pencipta (author’s name) dan pustaka demi ketepatan.

Dalam karya-karya ilmiah, nama-nama takson tingkat suku ke bawah seringkali diikuti dengan satu nama atau lebih
yang lazimnya ditulis dalam bentuk singkatan. Pemberi nama atau pencipta nama itu dalam pustaka berbahasa asing
disebut “author” (Inggris), “auteur” (Belanda), “autor” (Jerman), yang kata-kata itu sebenarnya berarti penulis. Contoh
nama takson dengan penciptanya adalh seperti di bawah ini:

1. Rosaceae Juss.

2. Rosa L.

3. Rosa gallica L.

4. Adiantum lunulatum Burm. F.

Pada contoh-contoh di atas Rosaceae merupakan nama suku yang diciptakan oleh de Jussieu (seorang ahli taksonomi
Prancis), yang di situ nama de Jussieu disingkat Juss.

Pasal 46 KITT menyatakan bahwa pencantuman nama pencipta bertujuan agar:

1. Nama ilmiah disebut dengan lebih akurat dan lebih lengkap.

2. Tersedia suatu sarana untuk melakukan verivikasi mengenai tanggal publikasi nama dan memungkinkan seseorang
yang berminat terhadap takson itu membaca candra atau diagnosis orisinal yang dibuat oleh pencipta nama tadi.

Seksi IV Bab IV Saran-saran umum mengenai sitasi

Dalam hubungannya dengan masalah sitasi nama-nama dalam seksi ini terdapat beberapa saran atau anjuran, antara
lain:

1. Sitasi nama yang dipublikasikan sebagai sinonima, kata “sebagai sinonima” atau “pro syn.” harus ditambahkan, dan
bila seorang penulis mempublikasikan sebagai sinonima nama dari suatu naskah tulisan lain orang, dalam sitasi itu
harus digunakan kata “ex” untuk menghubungkan nama orang yang dikutip dan nama pengutipnya.

2. Dalam mengutip suatu “nama telanjang”, agar ditambahkan kata-kata “nomen nodum” atau disingkat “nom. nud”.

3. Sitasi homonima yang lebih muda harus diikuti dengan nama pencipta homonima yang lebih tua yang didahului
dengan kata “non”.

4. Nama yang merupakan hasil identifikasi yang keliru, seyogyanya tidak dimasukkan sebagai sinonima tetapi
ditambahkan di belakangnya. Penggunaannya harus ditunjukkan dengan kata-kata “auct. non” diikuti oleh nama
penciptanya yang asli dan rujukan pustaka yang memuat identifikasi yang salah tadi.

5. Bila nama marga atau nama jenis diterima sebagai nama yang dilestarikan di belakang nama-nama itu harus
ditambahkan kata-kata “nomen conservandum” yang biasnya disingkat dengan “nom. cons.”

Bab V Retensi (pelestarian), pemilihan, dan penolakan nama serta sebutan

Seksi I. pelestarian nama atau sebutan pada takson yang diubah atau dipecah.

Dalam KITT ada tiga pasal (51-53) yang memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan masalah-masalah seperti
tercermin dari judul Bab IV dan Seksi I ini, yang berbunyi:

1. Perubahan cirri-ciri diagnostic atau sirkumskripsi suatu takson tidak menjamin terjadinya perubahan namanya,
kecuali bila hal itu dituntut sebagai akibat adanya:

a. Pemindahan ke takson lain

b. Penggabungan dengan takson lain yang setinkat

c. Perubahan tingkt takson itu

2. Bila suatu marga dibagi menjadi dua marga atau lebih, nama marga yang lama (bila nama marga itu merupakan
nama yang benar harus dipertahankan untuk salah satu marga baru yang merupakan pecahannya), yaitu untuk tetap
mencakup tipe tatanama marga yang asli, sedang untuk pecahan yang lain harus ditemukan tipe tatanama baru yang
lain bagi masing-masing.

3. Bila suatu jenis dipecah menjadi dua jenis atau lebih, sebutan jenisnya harus dipertahankan bagi pecahan yang
sebagai tipe tatanamnya tetap mempertahankan tipe tatanama seberlumnya.

Seksi II Retensi sebutan jenis atau takson lain di bawah tingkat marga pada pemindahan ke marga lain (pasal-pasal 54-
56)

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 8/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
Bila bagian suatu marga dipindahkan ke marga lain atau ditempatkan di bawah nama lain untuk marga yang sama
tanpa perubahan tingkat, sebutan untuk nama yang benar sebelumnya harus dipertahankan, kecuali bila terdapat
perintang-perintang sebagai berikut:

1. Kombinasi nama yang terjadi merupakan suatu nama yang sebelumnya telah dipublikasikan dengan sahih untuk
suatu bagian marga yang didasrkan pada tipe tatanama yang lain.

2. Terdapat sebutan untuk nama sah yang lebih tua

3. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 21 dan 22 harus digunakan sebutan yang lain.

Seksi III bab IV “pemilihan nama pada penggabungan takson yang setingkat”

Seksi yang hanya memuat atas dua pasal ini (Pasal 57 dan 58), memuat ketentuan-ketentuan yang menyatakan bahwa:

1. Bila dua takson atau lebih yang setingkat digabungkan, nama yang harus dipakai untuk takson hasil penggabungan
itu adalah nama tertua yang sah dari nama-nama takson yang digabungkan itu.

2. Untuk hasil penggabungan dua takson atau lebih (yang merupakn takson di bawah tingkat marga) nama yang harus
digunakan adalah nama dengan sebutan yang tertua dan sah.

Seksi V Pemilihan nama pada perubahan tingkat takson

Seksi ini terdiri atas dua pasal (60-61), dan antara lain memuat butir-butir berikut:

1. Dalam keadaan yang bagaimanapun prioritas suatu nama tidak dapat dipersoalkan di luar tingkatnya.

2. Bila suatu takson tingkat suku atau di bawahnya diubah ke tingkat pada tingkat yang baru itu, dan bila hal itu tidak
ada, nama sebelumnya dapat dipertahankan dengan mengganti akhirannya agar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk nama takson di tingkatnya yang baru itu.

Seksi VI Penolakan nama dan sebutan

Seksi ini terdiri atas sejumlah pasal (Pasal 62-72), dan di antara butir-butir yang penting adalah:

1. Sebutan atau nama yang sah tidak dapat ditolak hanya karena nama atau sebutan itu dianggap tidak tepat atau tidak
dapat diterima, atau karena ada nama atau sebutan lain yang lebih disukai atau lebih dikenal.

2. Nama-nama jenis atau suatu bagian di bawah marga yang ditempatkan di bawah suatu marga, yang namnya
merupakan homonima lebih muda yang dilestarikan, dan yang sebelumnya ditempatkan pada marga dengan nama
yang merupakn homonima yang ditolak, nama marga yang merupakan homonima yang dilestarikan adalah nama yang
sah tanpa perubahan nama penciptanya, selama di bawah ketentuan itu tidak ada lain penghalang.

3. Suatu nama merupakan nama yang tidak sah dan oleh karena iru harus ditolak, bila nama itu pada waktu
dipublikasikan merupakan nama yang berlebihan.

4. Suatu homonima, yaitu nama dengan ejaan yang persis sama dengan nama yang telah digunakan untuk takson lain
dengan tipe ttanama yang berbeda, merupakan nama yang tidak sah dan harus ditolak, kecuali bila homonima yang
lebih muda itu merupakan nama yang dilestarikan atau diakui karena misalnya telah lama biasa dipakai atau dikenal.

5. Dua nama marga atau lebih, demikian pula nama jenis atau takson di bawah tingkat jenis, dengan tipe tatanama
yang berbeda, tetapi memiliki nama yang sangat mirip sehingga besar kemungkinannya untuk terjadinya kekeliruan.

6. Nama-nama bagian suatu marga yang sama atau dua takson di bawah satu jenis yang tergolong dalam jenis yang
sama, meskipun bagian-bagian itu terholong dalam takson yang berbeda tingkatnya, diperlakukan sebagai homonima
bila nama-nama tadi mempunyai sebutan yang sama dan tidak didasrkan pada tipe tatanama yang sama.

7. Bila dua homonima atau lebih mempunyai prioritas yang sama, homonima pertama yang diterima oleh seorang
penulis dan sekaligus menolak homonima yang lain, diperlakukan sebagai homonima dengan prioritas paling tinggi
dan harus dipertahankan.

8. Pertimbangan mengenai homonima tidak berlaku untuk nama takson yang tidak diperlakuakn sebagai tumbuhan.

9. Nama suatu bagian marga merupakan nama yang tidak sah dan harus ditolak bila nama itu dipublikasikan
bertentangan dengan pasapl-pasal yang menyatakan bahwa pwnulis tidak menggunakan sebutan yang tersedia pada
nama yang sah yang tertua untuk takson yang bersangkutan.

10. Nama suatu jenis tidak dapat dinyatakan tidak sah hanya karena sebutannya pernah digunakan dalam kombinasi
nama yang tidak sah.

11. Suatu nama dapat dianggap sebagai nama yang ditolak, bila nama itu secara luas dan terus-menerus digunakan
untuk takson yang tidak mencakup tipe tatanamanya.

12. Nama-nama yang ditolak harus diganti dengan nama yang dalam tingkat takson yang bersangkutan mempunyai
prioritas.

Bab VI Penulisan (ejaan) nama-nama dan sebutan yang benar dan kelamin (gender) nama-nama marga

Seksi I Penulisan (ejaan) nama dan sebutan yang benar

Seksi I bab VI terdiri atas tiga pasal (73-75) memuat hal yang sesuai dengan judulnya menyangkut penulisan nama-
nama serta sebutan-sebutan dengan cara yang tepat.

1. Ejaan asli suatu nama atau sebutan harus dipertahankan, kecuali bila terdapat salah ketik/cetak atau salah eja.

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 9/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424
2. Kebebasan untuk membetulkan penulisan nama yang salah harus dilakukan dengan hati-hati, lebih-lebih bila
perbaikan itu akan berpengaruh terhadap suku kata pertama, dan lebih dari itu mempengaruhi huruf pertama suatu
nama.

3. Bila suatu nama atau sebutan dipublikasikan dalam suatu karya yang huruf u dengan v, i dengan j, digunakan secara
bergantian, seyogyanya dipilih yang menurut kelaziman dalam praktek lebih banyak digunakan.

4. Dalam penulisan nama-nama ilmiah tidak digunakan tanda-tanda diakritik.

5. Penggunaan bentuk kata majemuk yang salah dalam suatu sebutan diperlakukan sebagai salah ejaan yang harus
dibetulkan.

6. Penggunaan tanda hubung dalam suatu sebutan yang merupakan kata majemuk dengan awalan yang tidak dapat
berdiri sendiri diperlakukan sebagai kesalahan ejaan yang harus dibetulkan.

7. Sebutan jenis dan takson di bawah tingkat jenis yang terdiri atas dua kata yang dapat berdiri sendiri harus ditulis
dengan tanda penghubung atau digabung menjadi satu kata.

Seksi II Bab VI Jenis kelamin (gender) nama-nama marga

Kata-kata benda menurut tata bahasa Latin mempunyai satu di antara tiga kemungkinan jenis kelamin, yaitu: jantan
(masculinum), betina (feminum), banci (neutrum). Karena nama marga merupakan kata benda, maka nama-nama
marga pun mempunyai jenis kelamin, yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Latin.

Nama-nama Hibrida

Khusus untuk tumbuhan yang merupakan hibrida ketentuan-ketentuan yang mengatur tatanamanya terdapat sebagai
salah satu Lampiran KITT yang dalam KITT hasil Muktamar Internasional ke-XIII di Sidney memuat 12 pasal dengan
kode H.

1. Pada nama hibrida, sifat hibrida dicirikan dengan tanda perkalian (x) atau dengan penggunaan awalan “notho”, yang
berasal dari bahasa Yunani “nothos”=hibrida atau bastar.

2. Hibrida antara dua takson yang diketahui namanya dapat ditunjukkan dengan menempatkan tanda perkaian di
antara kedua nama takson yang menghasilkan hibrida itu.

3. Hibrida yang berasal dari dua takson atau lebih dapat diberi nama tersendiri (bukan formula). Sifatnya sebagai
hibrida juga dicirikan dengan penempatan tanda perkalian (x).

BAB III

KESIMPULAN

1. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan merupakan peraturan internasional yang mengatur tatanama ilmiah
tumbuhan.

2. Tujuan diciptakannya KITT adalah untuk menyediakan metode yang mantap dalam pemberian nama takson-takson
tumbuhan dengan menghindarkan dan menolak penggunaan nama-nama yang dapat menimbulkan kekeliruan atau
keraguan atau mengacaukan ilmu pengetahuan.

3. Pada bagian Mukadimah KITT memuat 10 butir yang penting.

4. Kode internasional Tatanama Tumbuhan mempunyai 6 asas.

5. Pada bagian peraturan-peraturan dan saran-saran KITT, bagian ini terdiri atas 75 pasal yang dikelompokkan dalam
sejumlah bab dan setiap bab selanjutnya dapat dibagi lagi dalam seksi.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Arwin dan Tri Jalmo . 200 2. Bio logi Umum. L ampun g : Unive rsitas Lampun g

Hasnunidah, Neni. 2007. Buku Ajar Botani Tumbuhan Rendah. Lampung : Universitas Lampung

Tjitrosoepeomo, G. 1991. Taksonomi Umum.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

http://e-dukasi .net/mapok/mpfull

http://id.wikipedia.org/wiki/ kode-internasional-tatanama-t umbuhan

http://qthabz.blogspot.com/2008/09/blog-post12.html

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 10/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424

Sꚷ䇯 ꚷ
䄭:

Twitter Facebook

 Suka
Jadilah yang pertama menyukai ini.

Filed under education| 2 Komentar

ABOUT SWELF3424
I'm an E.L.F responsif, prosedural, n sistematis AB-Line

View all posts by swelf3424 »

Previous Next
Post Post

2 responses »

Yonathan rivandra on Oktober 29, 2011 pukul 3:30 am said:

100 nama hewan(nama ilmiah)


100 nama tumbuhan(nama imiah)

Reply ↓

swelf3424 on Oktober 29, 2011 pukul 3:38 am said:

ini maksudnya minta 100 nama ilmiah tumbuhan dan hewan ya??
akan sy coba buat..

Reply ↓

inggalkan Balasan

Ketikkan komentar di sini...

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 11/12
27/1/2017 Kode Internasional TatanamaTumbuhan| swelf3424

Blog di WordPress.com.

https://swelf3424.wordpress.com/2011/10/25/kode-internasional-tatanama-tumbuhan/ 12/12

Anda mungkin juga menyukai