REFERAT Trauma Kapitis
REFERAT Trauma Kapitis
PENDAHULUAN
Trauma kepala adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh
struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling “ringan”,
tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik
berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1
2.2 Anatomi
e. Perikarnium
2
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di
regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu
anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa
media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak
bawah dan serebelum.1,2
3. Meningen
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat
3
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri
meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di
ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater
terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan
yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.
Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam
ruang sub araknoid.2,3
4. Otak
4
Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik.
Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran
lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari
mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus
memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior,
berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.2
5. Cairan serebrospinal
5
Gambar 3. Cairan serebrospinal pada otak 3
6. Tentorium
2.3 Fisiologi
6
1. Tekanan Intrakranial
2. Doktrin Monro-Kellie
7
Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa
yang ekspansi. 5
ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit.
Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan
hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan
terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi
mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata
50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO menurun
curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif
pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering
mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-
penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia
sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak
bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang,
8
terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat
hematoma intra cranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah
yang adekuat tetap harus dipertahankan.2,4
9
2.5 Glasgow Coma Scale (GCS)2,3
10
Trauma kapitis 13-15 Pingsan ≤ 10 Normal
ringan menit, defisit
neurologis (-)
Trauma kapitis 9-12 Pingsan > 10 Abnormal
sedang menit s/d ≤ 6
jam, defisit
neurologis (+)
Trauma kapitis 3-8 Pingsan > 6 jam, Abnormal
berat defisit neurologis
(+)
Diagnosa
Pemeriksaan Penunjang
Tata Laksana
11
Perawatan
Bed rest hingga semua keluhan hilang
Mobilisasi berangsur-angsur, belajar duduk, berdiri, berjalan dan
selanjutnya dipulangkan dengan pesan kontrol seminggu setelah
meninggalkan rumah sakit
Lama perawatan juga dilakukan terhadap luka atau fraktur yang ada
Selama perawatan dilakukan observasi paling sedikit 2 x 24 jam terhadap
kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, gejala tekanan intrakranial
meningkat, defisit neurologis yang timbul progresif, pupil mata
Pasien pingsan harus dirawat, EEG & rontgen
Medikamentosa
Pengobatan terhadap luka dan perdarahan dengan antibiotik untuk
pencegahan :
Antikoagulan
Ampisilin/amoksisilin
Tetrasiklin
ATS profilaksis
Hemostatistika :
Karbasokrom Na-sulfonat (adona AC 17)
Asam treneksamat
Vit. B1, B6 dan B12 untuk neurologis
Obat encephalotropik
Pengobatan simptomatik, hanya diperlukan pada keadaan terpaksa/sangat
diperlukan :
Analgetika : metampyron, paracetamol, asam mefenamat.
Antimuntah : metoklopramid, dimenhidrinat (dramamine)
Tranquilizer : diazepam
Prognosa
Sembuh sempurna
12
Sembuh dengan gejala sisa berupa Sindroma Cerebral Post Traumatika,
meliputi :
Neurosis post traumatika
Gangguan emosi, intelektual dan kecerdasan
Cephalgia/pusing/vertigo
Epilepsi
Gejala tersebut timbul segera setelah trauma kapitisnya sembuh atau dapat
juga jauh sesudahnya.
Anamnesa
Traumanya bagaimana
Penderita tertabrak mobil, terpelanting, kepala bagian depan terbentur
aspal langsung pingsan. Tidak ada lucide interval (masa bebas serangan
atau gejala). Bila tdk pingsan lalu pingsan hati-hati kemungkinan
adanya epidural/subdural hematom.
Penderita sedang duduk tiba-tiba dipukul dari belakang. Kepala dalam
keadaan diam dipukul kerusakan besar. Lesi bentur lebih hebat
dari lesi kontra. Bila terbentur di dahi tapi occipital lbh parah
kemungkinan jatuh terpelanting
Setelah sadar penderita merasa pusing, mual, muntah, ada darah keluar dari
hidung, mata, telinga.
Pemeriksaan Fisik
Periksa :
Tanda vital
Luka-luka di tempat lain
Periksa nn. Craniales n. VII & VIII yg sering
Refleks Babinsky & Chaddock
Lumpuh jarang
Rontgen & EEG
13
2.6.2 Contusio Cerebri (memar otak)
Patofisiologi
Bentuk Klinik
Contusio ringan
Contusio sedang
14
Contusio berat, bahkan pada keadaan yg sangat berat dapat segera diakhiri
dengan kematian.
Diagnosa
Pemeriksaan Penunjang
Tata Laksana
Prinsip ditujukan terhadap 2 hal yaitu efek primer dan sekunder. Tujuannya untuk
mencegah/mengatasi edema otak, menurunkan tekanan intrakranial serta
memperbaiki aliran darah ke otak sehingga otak terlindungi dari kerusakan lebih
lanjut dan proses penyembuhan dipercepat.
15
Perawatan
Bed rest total, dan lamanya tergantung keadaan klinis. Bila keadaan membaik,
mobilisasi berangsur. Perawatan juga dilakukan terhadap luka/fraktur yang
ada. Selama perawatan perhatian ditujukan pada :
Sistem kardiovaskuler
Pengawasan sedini mungkin terhadap gangguan sirkulasi seperti tensi dan
nadi.
Sistem respirasi
Menjamin jalan nafas yang lancar dan faal paru yang optimal :
16
Infeksi
Perhatikan kemungkinan infeksi sekunder
Medikamentosa
Terapi steroid
Untuk mencegah/mengatasi edema otak diberikan kortikosteroid kuur,
yaitu deksametazon parenteral
Terapi homeostatistika
Untuk mengatasi/mencegah perdarahan lebih lanjut dapat diberikan
karbosokrom sodium sulfonat (adona AC 17), asam traneksamat
Terapi simptomatik
Bila febris, dikompres
Muntah dapat diberikan sulfas atropine 0,25 mg subcutan
17
Kejang/sangat gelisah diberikan diazepam IV
Terapi profilaksis thdp infeksi
Antibiotika : ampisilin/amoksisilin, tetrasiklin
ATS profilaksis
Neurotropik vitamin dan encephalotropics drugs
Vit. B1, B6, B12, E tablet
Pyritinol HCl tab/sirup, cutucholine (nicholin)
Terapi Suportif
Psikoterapi diberikan pada penderita sadar.
Komplikasi
Akibat lanjut benturan, bila tidak segera diobati akan menimbulkan edema serebri
bertambah hebat, tekanan intrakranial meningkat dg akibat terjadinya herniasi
dan disusul dg kematian penderita.
Prognosa
Sembuh sempurna
Meninggal dunia akibat kerusakan otak difus dan permanen
Memberikan gejala sisa, baik gejala neurofisik atau neuropsikologik
Jarang menimbulkan sindroma serebral post traumatik
Patofisiologi
18
Perdarahan di sini paling sering disebabkan pecahnya a.meningea media
akibat trauma kepala area temporoparietal yg biasanya disertai fraktur linier
horizontal. Perdarahan tsb berlangsung cepat sekali sehingga defisit neurologis yg
timbul sangat progresif dan bila tidak teratasi maka penderita akan meninggal
akibat herniasi.
Diagnosa
Pemeriksaan Penunjang
Tata Laksana
Komplikasi
19
Bila tidak segera dioperasi, edema serebri akan bertambah hebat, tekanan
intrakranial makin meningkat. Selanjutnya terjadi herniasi yg disusul dg kematian
penderita.
Prognosa
Mortalitas hampir 100% dan lebih dari 50% pada kasus yg diobati
disebabkan keterlambatan dlm menegakkan diagnosa dan sebagian lagi memang
karena beratnya kerusakan jaringan otak yg terjadi.
Patofisiologi
Bentuk Klinik
Diagnosa
20
Pemeriksaan Penunjang
Komplikasi
Jika diagnosa dapat segera ditegakkan dan tindakan operatif cepat dilakukan maka
komplikasi tidak akan terjadi.
Prognosa
Etiologi
Non traumatik
Spontan, akibat pecahnya aneurisma. Disebut perdarahan subarakhnoid
primer.
Traumatik
21
Akibat trauma kepala. Disebut perdarahan subarakhnoid sekunder.
Patofisiologi
Diagnosa
Gejala dijumpai dari tingkat yg paling ringan sampai yang paling berat,
tergantung beratnya perdarahan yang terjadi.
Dimulai dengan keluhan sakit kepala ringan yang makin lama makin hebat
Kemudian disertai Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : kaku kuduk, kernig
sign (+)
Selanjutnya pada keadaan berat akan dijumpai :
- Gangguan kesadaran sampai koma
- Defisit neurologis : hemipharese, refleks patologis
- Kejang : rigiditas deserebrasi, gangguan pernapasan dan dilatasi pupil
Pemeriksaan Penunjang
Tata Laksana
Perawatan
Bed rest total
Medikamentosa
Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat
22
Metabolic activator : citicholine (nicholin), pyritinol mesylate (hidrogin)
Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi
Fisioterapi
Bila ada gejala sisa neurofisik spt hemipharese dpt dilakukan fisioterapi
Prognosa
Pada bentuk ringan, prognosa lebih baik daripada bentuk yang berat.
Bahkan pada bentuk yg berat sekali dapat menyebabkan kematian.
Pembagian klinik
Diagnosa
23
Gejala akibat fraktur tergantung lokalisasi, bisa di fossa cranii anterior atau
media.
Gejala penyerta : comosio cerebri, contusio cerebri, hematome epidural atau
subdural
Hilang kesadaran +/- bila (+) fraktur basis bersama-sama combusio atau
contusio, tergantung kesadaran, bila (-) fraktur basis murni tapi jarang
Khas :
- Perdarahan/likwore dari hidung, mulut dan telinga. Pada telinga kadang
disertai cairan. Tulis serinci-rincinya telinga berdarah, lihat apa daun
telinganya robek, bila iya bukan fraktur basis. Bila mulut berdarah krn ada
gigi yg lepas, juga bukan fraktur basis.
- Hematom tgt letak kerusakan di fossa mana.
- Kebiruan di sekitar kelopak mata (monocele hematome : untuk satu mata ;
Brill hematome : untuk dua mata)
- Gejala lesi nn.craniales (lesi n.IX-XII hampir tdk pernah dijumpai)
Refleks Babinski (+)
Defisit neurologis (-)
Kelainan neurologis tergantung tempat fraktur, bisa terjadi gangguan
penciuman atau pendengaran periksa nn. craniales
Kebiruan di belakang telinga Battle sign
Pemeriksaan Penunjang
Perawatan
Bed rest total, kepala ditahan dg bantal pasir dg posisi perdarahan/likwore
di sebelah atas
Perawatan thdp perdarahan/likwore, jika perlu konsul ke THT
24
Medikamentosa
Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat
Antibiotik adekuat diberikan guna menghadapi ancaman komplikasi
meningitis : ampisilin, amoksisilin. Harus diberikan antibiotik dosis tinggi
karena pada fraktur basis terdapat celah yang memungkinkan terjadi
infeksi.
Jika dengan contusio beri KIR
Obat-obat yg ditujukan untuk gejala penyerta
Komplikasi
Prognosa
Sembuh sempurna
Meninggalkan gejala sisa berupa lesi nn.Craniales dan sindroma cerebral post
traumatika.
25
2.7 Pemeriksaan penunjang6,8,10
26
CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak.
Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto
dengan jelas.43 Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis :
c.1. GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran c.2. Trauma kapitis ringan
yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak c.3. Adanya tanda klinis fraktur
basis kranii c.4. Adanya kejang c.5. Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit
kepala yang menetap.
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
8. Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer.
Kelompok Gramedia, Jakarta, 2007.
30