Anda di halaman 1dari 34

Visum et Repertum No.

KS 04/VR/1999
Halaman 1 dari 9 halaman

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
Jl. Kandea No. 2A Makassar
Ujung Pandang, 15 Mei 1999

PRO JUSTISIA

Visum et Repertum
KS 04/VR/1999
Hasil Pemeriksaan Bedah Jenazah
Atas Nama Sahir Dg. Tutu Ai Cai
(Tembusan Kepada Yth. Jaksa Agung)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dokter Lucia Suriyanti, DSPAWirasugena dari
bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Ilmu-Ilmu Kedokteran Universitas
Hasanuddin Ujung Pandang, menerangakan bahwa: berhubung dengan surat
permintaan Visum et Repertum dari Polri Kota Besar Ujung Pandang sector kota
Tamalate yang ditandatangani oleh Drs. S. M. Mahendra Jaya Kapten Polisi Nrp:
66070505 tertanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan, Nomor
Polisi B/79/V/1999. -----------------------------
Saya pada tanggal empat Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan, yang
dibantu asisten dokter Nur Nisa dengan dokter muda M. Nur Misbah,S.Ked., Sri
Lestari,S.Ked., Iman Subekti,S.Ked., Sri Malta,S.Ked., MusliminS.Ked., Ismail,S.Ked.,
Putu Melaya,S.Ked., Nurbaety,S.Ked., Musrah Muzakkar,S.Ked., M. Irwan
Gunawan,S.Ked., mulai jam sembilan sampai jam dua belas siang di Rumah Sakit
Bhanyangkara Ujung Pandang, telah melakukan bedah mayat atas satu mayat laki-laki
yang ditunjuk oleh Polisi dimana mayat tanpa segel tersebut adalah satu-satunya yang
terdapat di dalam kamar mayat.
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 2 dari 9 halaman

Penunjukkan ini sesuai dengan surat permintaan Visum et Repertum dari Polisi tersebut
di atas, yang menerangkan bahwa mayat laki-laki ini:-------------------------
Nama : Sahir Dg. Tutu Ai Cai. ----------------------------------------------------------
Umur : Dua puluh sembilan tahun. ---------------------------------------------------
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia. -----------------------------------------------------------
Jenis Kelamin : Laki-laki. ------------------------------------------------------------------
Agama : Islam. ----------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : Tidak dicantumkan. -------------------------------------------------------------
Alamat : Jl. Dg. Tata Lama No.48 RT B RW I, Kel. Mangasa. ---------
Ditemukan meninggal di jalan Dg. Tata Lama, pada hari Minggu, tanggal dua Mei seribu
sembilan ratus sembilan puluh sembilan, jam sembilan WITA. ----------------

HASIL PEMERIKSAAN: --------------------------------------------------------------------------

I. PEMERIKSAAN LUAR: -----------------------------------------------------------------------

1. Mayat laki-laki telah ada di atas meja bedah mayat Rumah Sakit Bhayangkara
ditutupi kain sarung batik warna merah muda kembang-kembang putih hijau,
tangan diikat dengan kain bergaris putih dan hitam, bagian kaki ditutupi kain batik
dasar oranye kembang-kembang coklat, kepala dialasi dengan kain dasar hitam
kembang-kembang ungu, memakai celana pendek krem polos, tidak memakai
celana dalam. ------------------------
2. Rambut kepala warna hitam, lurus, panjang delapan sentimeter, tidak mudah
dilepas, alis mata hitam, bulu mata hitam, rambut kemaluan hitam. -----------------
3. Warna kulit sawo matang, terdapat tattoo pada lengan atas bergambar seorang
Indian, sebagian kulitnya menonjol, dan pada bagian paha kiri bagian depan
bergambar naga dan seorang wanita bertuliskan GAGAL 92, umur kira-kira dua
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 3 dari 9 halaman

puluh sembilan tahun, panjang badan seratus lima puluh empat sentimeter, berat
badan tidak diukur, gizi baik, kira-kira termasuk bangsa Indonesia.
---------------------------------------------------------------------------
4. Kaku mayat seluruh badan, sukar dilawan, lebam mayat pada muka, leher,
punggung, tidak hilang pada penekanan, sudah mulai ada tanda-tanda
pembusukan di daerah perut bagian bawah. -----------------------------------------
5. Mata kiri dan kanan: kelopak mata menutup, bola mata tidak menonjol, selaput
bening (kornea) keruh, selaput putih (sklera) kemerahan, selaput lendir mata
(konjungtiva) tidak ada perdarahan. -------------------------------------
6. Hidung: bentuk luar tidak ada kelainan, keluar cairan darah warna coklat dari
lubang hidung kanan. -----------------------------------------------------------------
7. Mulut: bibir kebiruan, keluar cairan warna coklat dari mulut, gigi geligi utuh, tidak
ada kelainan. ---------------------------------------------------------------------------
8. Telinga: tidak ada kelainan. ---------------------------------------------------------------
9. Kemaluan: laki-laki, disunat, panjang tujuh sentimeter, lingkaran penis delapan
sentimeter, terdapat asesoris di bagian bawah penis. ------------------
10. Lubang pelepasan (anus): terdapat kotoran (feses), tidak ada kelainan. -----
11. Ekstremitas: kuku-kuku pada kaki dan tangan biru (sianosis). -------------------
12. Luka-luka pada kulit:----------------------------------------------------------------------------
a. Kulit kepala : tidak ada perlukaan. ------------------------------------------
b. Kulit muka : tidak ada perlukaan. ------------------------------------------
c. Kulit leher : luka memar, sebesar kepala jarum pentul pada bahu kiri
dua sentimeter dari bahu kanan. ------------------------------------------------
d. Kulit dada : tidak ada perlukaan. ------------------------------------------
e. Kulit pinggang : luka memar ukuran dua kali dua sentimeter, pada
pinggang sebelah kiri warna ungu kehitaman, lokasi tujuh belas sentimeter di
sebelah kiri bawah pusat. --------------------------------------------
f. Kulit perut : tidak ada perlukaan. ------------------------------------------
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 4 dari 9 halaman

g. Kulit ekstremitas : luka listrik pada jari ketiga, keempat dan kelima tangan
kiri, ketiganya pada ruas jari tengah (kulit terkelupas warna putih,
terdapat bintik hitam di tengah luka dan sekitar luka membengkak). Ukuran
luka: pada jari ketiga nol koma lima kali nol koma lima sentimeter, jari keempat
satu kali nol koma lima sentimeter, dan jari kelima nol koma lima kali nol koma
lima sentimeter. ----------------------------

II. PEMERIKSAAN DALAM: --------------------------------------------------------------------


13. Lemak di bawah kulit banyak, tebal lemak pada kulit perut empat sentimeter, pada
bagian dada dua setengah sentimeter, tulang dada tidak ada patah tulang.
----------------------------------------------------------------------------
14. Kantong jantung (pericardium): bagian yang tidak ditutupi oleh paru-paru sembilan
sentimeter, perlengketan tidak ada. ----------------------------------------
15. - Jantung: ukuran lima belas kali sebelas kali lima sentimeter, warna merah
kecoklatan, bentuk bilik tidak ada kelainan, tebal otot bilik kiri tiga koma lima
sentimeter, bilik kanan dua sentimeter. ------------------------------------------
Mikroskopis: pada bilik kiri dan kanan tampak gambaran sel-sel otot jantung yang
patah-patah (reksis). -----------------------------------------------------------------
- Nadi aorta: diameter enam koma empat sentimeter, tidak ada kelainan. ---
- Nadi pembuluh koronaria: tidak ada penyumbatan. ------------------------------
- Katup jantung kanan dan kiri: tidak didapatkan kelainan. -----------------------
16. – Lidah: tidak ada kelainan. ---------------------------------------------------------------
– Tonsil: tidak ada kelainan. --------------------------------------------------------------
– Kelenjar gondok: tidak ada kelainan. -------------------------------------------------
– Selaput lender kerongkongan: tidak ada kelainan. -------------------------------
– Tulang lidah: tidak ada patah tulang. -------------------------------------------------
17. Dalam rongga paru-paru tidak ada cairan. Selaput paru-paru: paru-paru kanan dan
paru-paru kiri tidak ada perlengketan. -----------------------------------
18. – Paru-paru kiri: ukuran dua puluh satu kali tiga kali enam setengah sentimeter,
warna merah, permukaan licin, perabaan seperti spons, tepi berwarna kehitaman
(bintik-bintik antrakosis). ---------------------------------------
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 5 dari 9 halaman

Mikroskopis: diantara alveoli-alveoli tampak pembuluh darah melebar dan berisi


eritrosit, alveoli juga tampak melebar dan terdapat bintik-bintik antrakosis.
-------------------------------------------------------------------------------------
- Paru-paru kanan: ukuran dua puluh dua kali lima belas kali enam setengah
sentimeter, warna merah, permukaan licin, permukaan licin, perabaan seperti
spons, tepi berwarna kehitaman (bintik-bintik antrakosis).
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Mikroskopis: diantara alveoli-alveoli tampak pembuluh darah melebar dan berisi
eritrosit, alveoli juga tampak melebar dan terdapat bintik-bintik antrakosis.
-------------------------------------------------------------------------------------
19. – Hati: ukuran tiga puluh satu kali tujuh belas kali sembilan sentimeter, warna
merah kecoklatan, permukaan licin. -------------------------------------------

Mikroskopis: tampak vena sentralis melebar berisi eritrosit, sinusoid juga berisi
eritrosit dan terdapat degenrasi lemak. ----------------------------------------
- Kantong empedu: tidak berisi penuh, tidak ada batu, tidak ada kelainan. --
20. Limpa: ukuran dua belas kali enam koma lima kali dua setengah sentimeter, warna
merah kehitaman, perabaan kenyal, tepi tajam. ------------
Mikroskopis: diantara stroma terisi eritrosit. ------------------------------------------
21. Kelenjar ludah perut: tidak ada kelainan. ----------------------------------------------
22. Lambung: ukuran tiga puluh dua kali enam belas kali tiga belas sentimeter, berisi
sisa makanan, tidak ada kelainan. ----------------------------------------------
23. Usus: usus dua belas jari, usus halus dan usus besar berisi gas pembusukan.
----------------------------------------------------------------------------------
24. Ginjal:-----------------------------------------------------------------------------------------------
a. Ginjal kanan: ukuran dua belas kali enam kali tiga sentimeter, warna merah
kehitaman, permukaan rata, perubaan lunak, tidak ada kelainan. -
Mikroskopis: tampak pembuluh darah-pembuluh darah melebar berisi eritrosit.
-------------------------------------------------------------------------------------
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 6 dari 9 halaman

b. Ginjal kiri: ukuran sebelas kali enam kali tiga koma lima sentimeter, warna
merah kehitaman, terdapat warna kehitaman pada bagian depan, ukuran lima
kali tiga setengah sentimeter, permukaan rata, perabaan lunak.
----------------------------------------------------------------------------------------
25. Kelenjar air mani: tidak ada kelainan. --------------------------------------------------
26. Kandung kencing: tidak ada kelainan. --------------------------------------------------
27. Saluran ureter dan uretra: tidak ada kelainan. ---------------------------------------
28. - Tulang-tulang panggul: ilium, pubis, sacrum, tidak ada patah tulang. --------
- Tulang-tulang belakang: tulang leher, tulang punggung, tulang pinggang, tulang
kelangkang, tulang ekor, tidak ada patah tulang. ---------------------------
- Tulang tengkorak: tidak ada kelainan. -----------------------------------------------
29. Kulit kepala dalam: terdapat hematoma pada bagian depan kanan ukuran tiga kali
dua setengah sentimeter, bagian belakang kiri tiga koma lima kali empat
sentimeter, dan bagian belakang kanan empat kali empat sentimeter dan terdapat
bintik-bintik perdarahan di seluruh kulit kepala dalam. -----------
Selaput otak keras: ada bercak-bercak perdarahan, bekuan darah di bawah
selaput otak keras seluas tiga belas kali enam sentimeter dan perlengketan
sepanjang enam sentimeter pada otak bagian kiri dan delapan sentimeter pada
tepi atas otak kanan. ----------------------------------------------------------------
30. Otak:------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada mikroskopis: di antara sel-sel otak besar tampak perdarahan-perdarahan,
terdapat bagian yang nekrose, dan tampak sebagian pembuluh darah melebar
berisi eritrosit. -----------------------------------------------
Otak kecil: ukuran sepuluh kali tujuh kali empat sentimeter, tidak ada kelainan.
----------------------------------------------------------------------------------------
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 7 dari 9 halaman

III. RINGKASAN:
Telah dilakukan bedah mayat laki-laki pada tanggal empat Mei seribu sembilan ratus
sembilan puluh sembilan di kamar bedah mayat di Rumah Sakit Bhayangkara Ujung
Pandang atas surat permintaan Visum et Repertum dari Polri Kota Besar Ujung
Pandang sector kota Tamalate yang ditandatangani oleh Drs. S. M. Mahendra Jaya
Kapten Polisi Nrp: 66070505 tertanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan
puluh sembilan, Nomor Polisi B/79/V/1999, yang menerangkan bahwa mayat laki-laki
tersebut bernama Sahir Dg, Tutu Ai Cai, agama Islam, umur dua puluh sembilan
tahun, suku/bangsa: Makassar/Indonesia, alamat jalan Dg, Tata Lama No. 48 RT B
RW I, Kel. Mangasa yang ditemukan meninggal di jakan Dg. Tata Lama pada hari
Minggu, tanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan, jam
sembilan WITA. ----------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan didapatkan: Mayat laki-laki telah berada di atas meja bedah
mayat Rumah Sakit Bhayangkara, ditutupi kain sarung batik warna merah muda
kembang-kembang putih hijau, tangan diikat dengan kain bergaris putih dan hitam,
bagian kaki ditutupi kain batik dasar oranye kembang-kembang coklat, kepala dialasi
dengan kain dasar hitam kembang-kembang ungu, memakai celana pendek krem
polos, tidak memakai celana dalam. Rambut kepala warna hitam, lurus, panjang
delapan sentimeter, tidak mudah dilepas, alis mata hitam, bulu mata hitam, rambut
kemaluan hitam. Warna kulit sawo matang, terdapat tattoo pada lengan atas
bergambar seorang Indian, sebagian kulitnya menonjol, dan pada bagian paha kiri
bagian depan bergambar naga dan seorang wanita bertuliskan GAGAL 92, umur kira-
kira dua puluh sembilan tahun, panjang badan seratus lima puluh empat sentimeter,
berat badan tidak diukur, gizi baik, kira-kira termasuk bangsa Indonesia. Kaku mayat
seluruh badan, sukar dilawan, lebam mayat pada muka, leher, punggung, tidak hilang
pada penekanan, sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan di daerah perut bagian
bawah. Selaput putih pada mata (sklera) kemerahan. Keluar cairan darah warna
coklat dari lubang hidung kanan. Bibir kebiruan, keluar cairan warna coklat dari mulut.
Pada leher terdapat luka memar, sebesar kepala jarum pentul pada bahu kiri dua
sentimeter dari bahu kanan. Pada pinggang terdapat luka
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 8 dari 9 halaman

memar ukuran dua kali dua sentimeter, pada pinggang sebelah kiri warna ungu
kehitaman, lokasi tujuh belas sentimeter di sebelah kiri bawah pusat.------------------
Pada ekstremitas terdapat luka listrik pada jari ketiga, keempat dan kelima
tangan kiri, ketiganya pada ruas jari tengah (kulit terkelupas warna putih, terdapat
bintik hitam di tengah luka dan sekitar luka membengkak). Ukuran luka: pada jari
ketiga nol koma lima kali nol koma lima sentimeter, jari keempat satu kali nol koma
lima sentimeter, dan jari kelima nol koma lima kali nol koma lima sentimeter. --------
Pada pemeriksaan mikroskopis jantung pada bilik kiri dan kanan tampak
gambaran sel-sel otot jantung yang patah-patah (reksis). Pada pemeriksaan
mikroskopis paru-paru kiri dan kanan, diantara alveoli-alveoli tampak pembuluh darah
melebar dan berisi eritrosit, alveoli juga tampak melebar dan terdapat bintik-bintik
antrakosis. Pada pemeriksaan mikroskopis pada hati, tampak vena sentralis melebar
berisi eritrosit, sinusoid juga berisi eritrosit dan terdapat degenerasi lemak.
Pemeriksaan mikroskopis pada limpa tampak diantara stroma terisi eritrosit.
Pemeriksaan mikroskopis ginjal kanan tampak pembuluh darah-pembuluh darah
melebar berisi eritrosit. Terdapat warna kehitaman pada bagian depan ginjal kiri,
ukuran lima kali tiga setengah sentimeter. Pada kulit kepala dalam terdapat
hematoma pada bagian depan kanan ukuran tiga kali dua setengah sentimeter,
bagian belakang kiri tiga koma lima kali empat sentimeter, dan bagian belakang
kanan empat kali empat sentimeter dan terdapat bintik-bintik perdarahan di seluruh
kulit kepala dalam. Pada selaput otak keras ada bercak-bercak perdarahan, bekuan
darah di bawah selaput otak keras seluas tiga belas kali enam sentimeter dan
perlengketan sepanjang enam sentimeter pada otak bagian kiri dan delapan
sentimeter pada tepi atas otak kanan. Pada pemeriksaan mikroskopis di antara sel-
sel otak besar tampak perdarahan-perdarahan, terdapat bagian yang nekrose, dan
tampak sebagian pembuluh darah melebar berisi eritrosit.
Visum et Repertum No. KS 04/VR/1999
Halaman 9 dari 9 halaman

IV. KESIMPULAN
Menurut surat permintaan Visum et Repertum dari Polri Kota Besar Ujung Pandang
sector kota Tamalate yang ditandatangani oleh Drs. S. M. Mahendra Jaya Kapten
Polisi Nrp: 66070505 tertanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh
sembilan, Nomor Polisi B/79/V/1999, telah dilakukan bedah mayat atas nama Sahir
Dg. Tutu Ai Cai, umur dua puluh sembilan tahun, agama Islam, suku/bangsa
Makassar/Indonesia, alamat Jl. Dg. Tata Lama No.48 RT B RW I, Kel. Mangasa.
-----------------------------------------------------------
Berdasarkan pemeriksaan, kami berkesimpulan bahwa korban meninggal oleh
karena kegagalan fungsi jantung akibat aliran listrik, diperberat oleh adanya
gangguan fungsi otak akibat trauma tumpul. ---------------------------------------------

V. PENUTUP
Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan penguraian sejujur-jujurnya dan
dengan menggunakan pengetahuan saya sebaik-baiknya, serta mengingat sumpah
pada menerima jabatan. -------------------------------------------

Dokter yang Memeriksa,

Dr. Lucia Suryanti, DSPA


NIP. 130 359 355
B. RESUME KASUS

PRO JUSTISIA

Visum et Repertum
KS 04/VR/1999
(Tembusan Kepada Yth. Jaksa Agung)

 Surat Permintaan Visum


Visum et Repertum dari Polri Kota Besar Ujung Pandang sector kota Tamalate
yang ditandatangani oleh Drs. S. M. Mahendra Jaya Kapten Polisi Nrp:
66070505 tertanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan,
Nomor Polisi B/79/V/1999

 Tim Kedokteran Forensik


Dipimpin oleh dokter Dr. Lucia Suryanti, DSPA dan dibantu asisten dokter Nur
Nisa dengan dokter muda M. Nur Misbah,S.Ked., Sri Lestari,S.Ked., Iman
Subekti,S.Ked., Sri Malta,S.Ked., MusliminS.Ked., Ismail,S.Ked., Putu
Melaya,S.Ked., Nurbaety,S.Ked., Musrah Muzakkar,S.Ked., M. Irwan
Gunawan,S.Ked.

 Waktu dan Tempat Pemeriksaan Bedah Mayat (Otopsi)


Pada tanggal empat Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan mulai
jam sembilan sampai jam dua belas siang Waktu Indonesia Bagian Tengah, di
kamar bedah mayat Rumah Sakit Bhanyangkara Ujung Pandang.

 Identitas Korban
Mayat laki-laki tersebut bernama Sahir Dg, Tutu Ai Cai, agama Islam, umur dua
puluh sembilan tahun, suku/bangsa: Makassar/Indonesia, alamat jalan Dg, Tata
Lama No. 48 RT B RW I, Kel. Mangasa yang ditemukan meninggal di jalan Dg.
Tata Lama pada hari Minggu, tanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan
puluh sembilan, jam sembilan WITA.
 Keterangan Temuan Korban
Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan luar didapatkan Mayat laki-laki telah berada di atas meja
bedah mayat Rumah Sakit Bhayangkara, ditutupi kain sarung batik warna merah
muda kembang-kembang putih hijau, tangan diikat dengan kain bergaris putih dan
hitam, bagian kaki ditutupi kain batik dasar oranye kembang-kembang coklat, kepala
dialasi dengan kain dasar hitam kembang-kembang ungu, memakai celana pendek
krem polos, tidak memakai celana dalam. Rambut kepala warna hitam, lurus,
panjang delapan sentimeter, tidak mudah dilepas, alis mata hitam, bulu mata hitam,
rambut kemaluan hitam. Warna kulit sawo matang, terdapat tattoo pada lengan atas
bergambar seorang Indian, sebagian kulitnya menonjol, dan pada bagian paha kiri
bagian depan bergambar naga dan seorang wanita bertuliskan GAGAL 92, umur kira-
kira dua puluh sembilan tahun, panjang badan seratus lima puluh empat sentimeter,
berat badan tidak diukur, gizi baik, kira-kira termasuk bangsa Indonesia. Kaku mayat
seluruh badan, sukar dilawan, lebam mayat pada muka, leher, punggung, tidak hilang
pada penekanan, sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan di daerah perut bagian
bawah. Selaput putih pada mata (sklera) kemerahan. Keluar cairan darah warna
coklat dari lubang hidung kanan. Bibir kebiruan, keluar cairan warna coklat dari mulut.
Pada leher terdapat luka memar, sebesar kepala jarum pentul pada bahu kiri dua
sentimeter dari bahu kanan. Pada pinggang terdapat luka memar ukuran dua kali dua
sentimeter, pada pinggang sebelah kiri warna ungu kehitaman, lokasi tujuh belas
sentimeter di sebelah kiri bawah pusat. Pada ekstremitas terdapat luka listrik pada
jari ketiga, keempat dan kelima tangan kiri, ketiganya pada ruas jari tengah (kulit
terkelupas warna putih, terdapat bintik hitam di tengah luka dan sekitar luka
membengkak). Ukuran luka: pada jari ketiga nol koma lima kali nol koma lima
sentimeter, jari keempat satu kali nol koma lima sentimeter, dan jari kelima nol koma
lima kali nol koma lima sentimeter

Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam ditemukan Pada pemeriksaan mikroskopis jantung
pada bilik kiri dan kanan tampak gambaran sel-sel otot jantung yang patah-patah
(reksis). Pada pemeriksaan mikroskopis paru-paru kiri dan kanan, diantara alveoli-
alveoli tampak pembuluh darah melebar dan berisi eritrosit, alveoli juga tampak
melebar dan terdapat bintik-bintik antrakosis. Pada pemeriksaan mikroskopis pada
hati, tampak vena sentralis melebar berisi eritrosit, sinusoid juga berisi eritrosit dan
terdapat degenerasi lemak. Pemeriksaan mikroskopis pada limpa tampak diantara
stroma terisi eritrosit. Pemeriksaan mikroskopis ginjal kanan tampak pembuluh darah-
pembuluh darah melebar berisi eritrosit. Terdapat warna kehitaman pada bagian
depan ginjal kiri, ukuran lima kali tiga setengah sentimeter. Pada kulit kepala dalam
terdapat hematoma pada bagian depan kanan ukuran tiga kali dua setengah
sentimeter, bagian belakang kiri tiga koma lima kali empat sentimeter, dan bagian
belakang kanan empat kali empat sentimeter dan terdapat bintik-bintik perdarahan di
seluruh kulit kepala dalam. Pada selaput otak keras ada bercak-bercak perdarahan,
bekuan darah di bawah selaput otak keras seluas tiga belas kali enam sentimeter dan
perlengketan sepanjang enam sentimeter pada otak bagian kiri dan delapan
sentimeter pada tepi atas otak kanan. Pada pemeriksaan mikroskopis di antara sel-
sel otak besar tampak perdarahan-perdarahan, terdapat bagian yang nekrose, dan
tampak sebagian pembuluh darah melebar berisi eritrosit.

C. TINJAUAN PUSTAKA
LUKA LISTRIK

1. Definisi

Luka Listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik, yang merupakan
jenis trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan benda yang
memiliki arus listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas.
Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial rendah.
Arahnya sama dengan arah gerak muatan-muatan positif (berlawanan arah dengan
elektron-elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
a. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)
mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam industri
elektrolisis, misalnya pada pemurnian dan pelapisan/penyepuhan logam.
Juga digunakan pada telepon (30-50 volt), dan kereta listrik (600-1500
volt). Sumber misalnya baterai dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan pabrik-pabrik,
biasanya 110 volt atau 220 volt, jauh lebih berbahaya daripada arus DC,
tubuh manusia 4-6 kali lebih sensitif terhadap arus AC.
b. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50 dan 60
hertz, yang paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-40.000 volt tidak begitu
berbahaya dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak peka terhadap
frekuensi yang sangat tinggi atau sangat rendah, contohnya kurang dari 40 hertz
atau lebih dari 1.000 hertz.

c. Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan
intensitas listrik sebesar 1 ampere melalui sebuah konduktor (penghantar) yang
memiliki tahanan sebesar 1 ohm.
- Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan, pabrik, tram listrik.
- Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik.
- Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep X-rays therapy
dan diatermi. Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan 20 ribu - 40 ribu
volt. Kuat arus yang sering kita gunakan dibawah 6 ampere. LET GO
CURRENT = kuat arus dari aliran listrik dimana korban masih bisa
melepaskan diri darinya.
d. Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)
Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya intensitas listrik (I) sama
dengan besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan (R) dari medium.
Panas yang terjadi tergantung dari :
1. banyaknya arus V
2. lamanya kontak I =
---
3. besarnya hambatan
Hal ini sesuai dengan rumus :
Keterangan : W = panas yang dihasilkan (kalori)
I = kuat arus (ampere)
W = I2 R t
R = hambatan (ohm)
t = waktu (detik)

2. Etiologi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, trauma listrik terjadi saat seseorang
menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik atau bisa disebabkan pada saat
berada dekat dengan sumber listrik.
Secara umum, terdapat 2 jenis tenaga listrik:
a. Tenaga listrik alam, seperti petir dan kilat.
b. Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti baterai dan
accu, dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik PLN pada rumah maupun
pabrik.

3. Patofisiologi

Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan


atau kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik
pada jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun
eksternal melalui panas dan pembentukan pori di membran sel.
Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan
penurunan kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak. Arus AC dapat
menghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik yang lama
membuat kerusakan iskemik otak terutama yang diikuti gangguan nafas. Seluruh
aliran dapat mengakibatkan mionekrosis, mioglobinemia, dan mioglobinuria dan
berbagai komplikasi. Selain itu dapat juga mengakibatkan luka bakar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek listrik terhadap tubuh:
a. Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat sengatan
arus listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas 70-80
mA dapat menimbulkan kematian, sedangkan arus DC dengan intensitas 250 mA
masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan kerusakan.
b. Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi biologis
kurang berarti. Tegangan yang paling rendah yang sudah dapat menimbulkan
kematian manusia adalah 50 volt. Makin tinggi tegangan akan menghasilkan
efek yang lebih berat pada manusia baik efek lokal maupun general. +60%
kematian akibat listrik arus listrik dengan tegangan 115 volt. Kematian akibat
aliran listrik tegangan rendah terutama oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel,
sementara itu pada tegangan tinggi disebabkan oleh karena trauma
elektrotermis.
c. Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan
perbedaan kandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar
terdapat pada kulit tubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat
saraf, otot, darah dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm.
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini
bergantung pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar
keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit yang kering.
Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat dapat menurunkan tahanan
sebesar 3000-2500 ohm. Pada kulit yang lembab karena air atau saline, maka
tahanannya turun lebih rendah lagi antara 1200-1500 ohm. Tahanan tubuh
terhadap aliran listrik juga akan menurun pada keadaan demam atau adanya
pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan produksi keringat meningkat.
Pertimbangkan tentang ”transitional resistance”, yaitu suatu tahanan yang
menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di antara konduktor dengan
tubuh atau antara tubuh dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet,
sepatu karet, dan lain-lain.
d. Kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat tertentu
perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas
60 mA dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek aliran listrik terhadap
tubuh :
mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
4,0 Parestesia lengan bawah
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari
aliran listrik
40,0 Kehilangan kesadaran
75-100 Fibrilasi ventrikel

Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang,


pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi
pada kuat arus 100 mA atau lebih.

e. Adanya hubungan dengan bumi / earthing


Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah
yang basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri
dengan mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama
tahanannya rendah.
f. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor maka makin banyak jumlah
arus yang melalui tubuh sehingga kerusakan tubuh akan bertambah besar &
luas. Dengan tegangan yang rendah akan terjadi spasme otot-otot sehingga
korban malah menggenggam konduktor. Akibatnya arus listrik akan mengalir
lebih lama sehingga korban jatuh dalam keadaan syok yang mematikan
Sedangkan pada tegangan tinggi, korban segera terlempar atau melepaskan
konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan
tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk
otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.
g. Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak masuk
sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of entry) & letak
titik keluar bervariasi sehingga efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan
sampai berat. Arus listrik masuk dari sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya
daripada jika masuk dari sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung
atau otak berada dalam posisi aliran listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai
kutub negatif. Orang yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran
listrik, alas kaki dapat berfungsi sebagai isolator, terutama yang terbuat dari
karet.
4. Sebab Kematian

Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma
mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian,
dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera.
Sebab kematian karena arus listrik yaitu :
a. Fibrilasi ventrikel
Bergantung pada ukuran badan dan jantung. Dalziel (1961)
memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam
waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling
berbahaya adalah jika arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan
keluar melalui kaki yang berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh
melalui tangan yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang
meninggal dunia.
b. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal
karena asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih
tetap berdenyut sampai timbul kematian. Terjadi bila arus listrik yang
memasuki tubuh korban di atas nilai ambang yang membahayakan, tetapi
masih di batas bawah yang dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. Menurut
Koeppen, spasme otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA,
sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pada arus 75-100 mA.
c. Paralisis pusat nafas
jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh
trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek
hipertermias. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada,
jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan
buatan korban masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala
merupakan jalur arus listrik.
5. Pemeriksaan Korban
a. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena
listrik, kadang-kadang ada busa pada mulut. Yang perlu dilakukan pertama kali
adalah mematikan arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering.
Lalu kemudian korban diperiksa apakah hidup atau sudah meninggal dunia.
Bilamana belum ada lebam mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati
suri dan perlu diberi pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung
dan kalau perlu segera dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika
dilakukan dengan baik dan benar masih merupakan pengobatan utama untuk
korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini dilakukan sampai korban
menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian pasti.
b. Pemeriksaan Jenazah

a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan
pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda
listrik atau current mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn.
Tanda-tanda listrik tersebut antara lain :
1. Electric mark adalah kelainan yang dapat dijumpai pada tempat dimana
listrik masuk ke dalam tubuh. Electric mark berbentuk bundar atau oval
dengan bagian yang datar dan rendah di tengah, dikeliilingi oleh kulit yang
menimbul. Bagian tersebut biasanya pucat dan kulit diluar elektrik mark
akan menunjukkan hiperemis. Bentuk dan ukurannya tergantung dari
benda yang berarus lisrtrik yang mengenai tubuh.
Gambar electric mark
2. Joule burn (endogenous burn) dapat terjadi bilamana kontak antara
tubuh dengan benda yang mengandung arus listrik cukup lama, dengan
demikian bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam hangus terbakar.

Gambar Joule burn


3. Exogenous burn, dapat terjadi bila tubuh manusia terkena benda yang
berarus listrik dengan tegangan tinggi, yang memang sudah mengandung
panas; misalnya pada tegangan di atas 330 volt. Tubuh korban hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat, yang tidak jarang disertai
patahnya tulang-tulang.

Gambar exogenous burn


b. Pemeriksaan Dalam
Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada
otak didapatkan perdarahan kecil-kecil dan terutama paling banyak
adalah pada daerah ventrikel III dan IV. Organ jantung akan terjadi
fibrilasi bila dilalui aliran listrik . Pada paru didapatkan edema dan
kongesti. Pada korban yang terkena listrik tegangan tinggi, Custer
menemukan pada puncak lobus salah satu paru terbakar, juga ditemukan
pneumothorak, hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran listrik yang
melalui paru kanan. Organ viscera menunjukkan kongesti yang merata.
Petekie atau perdarahan mukosa gastro intestinal ditemukan pada 1 dari
100 kasus fatal akibat listrik. Pada hati ditemukan lesi yang tidak khas.,
sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai tahanan listrik yang
besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi panas sehingga tulang
meleleh dan terbentuklah butiran-butiran kalsium fosfat yang menyerupai
mutiara atau pearl like bodies. Otot korban putus akibat perubahan
hialin. Perikard, pleura, dan konjungtiva korban terdapat bintik-bintik
pendarahan. Pada ekstremitas, pembuluh darah korban mengalami
nekrosis dan ruptur lalu terjadi pendarahan kemudian terbentuklah
gangren.

c. Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada electric
mark. Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda kekerasan oleh
listrik tetapi sangat menolong untuk menegakkan bahwa korban telah
mengalami trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat adanya bagian sel yang memipih,
pada pengecatan dengan metoxyl lineosin akan bewarna lebih gelap dari
normal. Sel-sel pada stratum korneum menggelembung dan vakum. Sel
dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun secara
palisade. Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel
yang rusak dari stratum korneum. Folikel rambut dan kelenjar keringat
memanjang dan memutar ke arah bagian yang terkena listrik.
Gambaran histologis luka petir
6. Luka Akibat Petir

Petir/lightning, adalah muatan listrik statis dalam awan dengan voltase sampai
10 mega volt dan kekuatan arus listrik sampai seratus ribu ampere yang dalam
waktu 1/1000-1 detik dilepaskan ke bumi.
Seseorang yang disambar petir pada tubuhnya terdapat kelainan yang
disebabkan oleh faktor arus listrik, faktor panas dan faktor ledakan:
a. Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :
- Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek ini termasuk salah satu
tanda utama luka listrik (electrical burn).
- Aborescent markings. Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul
tanpa daun akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai
reaksi dari persentuhan antara kulit dengan petir. Tanda ini akan hilang
sendiri setelah beberapa jam.
Gambar aborescent marking
- Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir akan berubah menjadi
magnet. Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

b. Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :


- Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan seluruh tubuh
korban dapat terbakar atau hangus.
- Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti perhiasan
dan komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita
gunakan untuk menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk
salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Gambar metalisasi
c. Efek ledakan:
- Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi akibat
perpindahan volume udara yang cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar,
udara setempat menjadi vakum lalu terisi oleh udara kembali sehingga
menimbulkan suara menggelegar/ledakan.
- Akibat pemindahan udara ini, pakaian korban koyak, korban terlontar
sehingga terdapat luka akibat persentuhan dengan benda tumpul, misalnya
abrasi, kontusi, patah tulang tengkorak, epidural/subdural bleeding.

7. Aspek Medikolegal

Kematian oleh arus listrik biasanya tidak disengaja dari peralatan listrik rusak
atau kelalaian dalam penggunaan peralatan. Dalam industri, kematian dapat
dihasilkan dari kontak dengan kabel yang berarus, atau dari alat-alat penerangan,
alat-alat elektronik, ataupun saklar-saklar. Kematian dapat terjadi selama terapi
kejang untuk pasien dengan gangguan jiwa namun kasus tersebut jarang, kecuali
sebagai kasus bunuh diri, dan bahkan pembunuhan telah terjadi. Organ dalam harus
dianalisis untuk mengetahui apakah korban telah rusak pada saat kecelakaan.
Bunuh diri jarang terjadi. Orang biasanya menggulung kawat ke pergelangan tangan
atau jari-jarinya, yang kemudian dihubungkan ke arus listrik, dimana saklar terlihat
dalam posisi on.
Kurang dari setengah korban sambaran petir meninggal. Mati akibat petir adalah
selalu akibat dari kecelakaan. Kadang-kadang, mayat korban luka petir terlihat
sebagai korban kekerasan. Korban tersebut dapat ditemukan di lapangan terbuka
dengan gambaran memar, luka robek, dan fraktur. Pada kasus ini, diagnosis harus
ditegakkan berdasarkan riwayat badai petir di wilayah lokal tersebut, bukti adanya
efek dari sambaran petir, dan magnetisasi terhadab bahan logam.

TRAUMA TUMPUL
Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kasus forensik.
Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan, skar atau hambatan dalam
fungsi organ. Agen penyebab trauma dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara
lain akibat kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan
trauma emboli. Dalam prakteknya seringkali terdapat kombinasi trauma yang
disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat
penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma. Dan dalam pembahasan referat ini
akan dipaparkan mengenai trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul. Trauma atau
luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami atau dibuat
manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah, martil
dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman pra sejarah dalam
usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-senjata
masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh
dapat dibedakan dari penyebabnya. Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka
antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari
benda tumpul itu sendiri adalah :
1. Tidak bermata tajam
2. Konsistensi keras / kenyal
3. Permukaan halus / kasar.(1)
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang
mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak
ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang
hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.

Luka Akibat Trauma Tumpul


Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:
1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh
mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya
tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni:
1. Luka lecet (abrasi)
2. Luka memar
3. Luka robek
4. Cedera kepala.

1. Luka lecet (abrasi)


Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada
lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal
sekali, luka lecet mempunyai arti penting dalam ilmu kedokteran kehakiman, oleh karena
dari luka tersebut dapat memberikan banyak petunjuk dalam banyak hal. Manfaat
interpretasi luka lecet ditinjau dari aspek medikolegal seringkali diremehkan. Padahal
pemeriksaan luka lecet yang diteliti disertai pemeriksaan di TKP dapat mengungkapkan
peristiwa yang sebenarnya terjadi. Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet
dapat diklasifikasi sebagai luka lecet gores, luka lecet serut, luka lecet tekan, dan luka
lecet geser.
2. Luka Memar (Hematom)
Luka memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya
kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar
kadangkala member petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya. Letak, bentuk dan
luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kekerasan, jenis benda
penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit,
kerapuhan pembuluh darah, penyakit.

3. Luka Robek (Laserasi)


Luka robek (laserasi) merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang
menyebabkan kulit terengang kesatu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui,
maka akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini mempunyai cirri bentuk luka yang
umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara
kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka
memar di sisi luka. Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan
tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera, beberapa hari,
dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan dengan
yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan. Luka karena kererasan
tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka
robek, patah tulang atau luka tekan.
4. Cedera Kepala
Tulang tengkorak yang tidak terlindung oleh kulit hanya mampu menahan benturan
sampai 40 pound/inch2, tetapi bila terlindung oleh kulit maka dapat menahan sampai
425.900 pound/inchi. Selain kelainan pada kulit kepala dan patah tulang tengkorak,
cidera kepala dapat pula mengakibatkan perdarahan dalam rongga tengkorak berupa
perdarahan epidural, subdural da subarachnoid, kerusakan selaput otak dan jaringan
otak.
a. Perdarahan Epidural
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak
yang kaku dan keras. Epidural hematom terjadi 1-2% dari semua kasus trauma
kepala dan kira-kira 10 % diantaranya mengalami koma. Dilaporkan angka
kematian dari 5 – 43%. Kasus ini sering terjadi umur 5 tahun dan umur 55 tahun.
Pasien yang lebih muda dari 20 tahun terhitung 60 % terjadi epidural hematom.
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematoma yang membesar di daerah temporal
menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam.
Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi
otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial
yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural terjadi antara duramater dan arachnoid, yang secara umum
terjadi karena cidera otak secara mekanik dan merupakan angka kematian
tertinggi. Sering terjadi pada alkoholik. Perdarahan ini timbul apabila terjadi
“bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini
juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena
perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga lebih
lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc,
sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal.
c. Perdarahan subarachnoid
Merupakan perdarahan di bawah selaput laba - laba otak. Dapat
diakibatkan karena : Trauma, penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma
circulus willisi. Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma,
sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang
ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan
banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi
yang serius atau bahkan kematian. Perdarahan subarakhnoid ringan yang
terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada
otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini
menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan
subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila
tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang
buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma
yang terjadi pada kepala.

Coup dan Contre coup


Lesi otak tidak selalu terjadi hanya pada daerah benturan (coup) tetapi dapat
pula terjadi diseberang titik benturan (contre coup). Contre coup hanya dapat terjadi bila
kepala bergerak atau kepala dapat bebas bergerak waktu terjadi persentuhan. Antara
otak dan tengkorak terdapat cairan cerbrospinal. Berat jenis otak lebih besar daripada
berat jenis cairan cerebrospinal. Mekanisme terjadinya contre coup dapat dijelaskan
sebagai berikut: Bila kepala mengalami gerak percepatan, karena adanya dorongan
cairan cerebrospinal otak akan bergerak dan menempel pada sisi tengkorak yang
berlawanan dengan arah gerakan kepala dan waktu kepala menyentuh rintangan terjadi
oskilasi pada otak. Kerusakan terberat karena oskilasi itu terjadi di tempat otak
menempel pada tengkorak.
Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa
medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun
karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya.
Foto korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola
trauma. Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab
trauma adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma.

D. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan luar mayat, hal pertama yang dapat dinilai adalah saat
kematian. Hasil pemeriksaan didapatkan Kaku mayat seluruh badan, sukar dilawan,
lebam mayat pada muka, leher, punggung, tidak hilang pada penekanan, sudah mulai
ada tanda-tanda pembusukan.
Baik lebam mayat maupun kaku mayat merupakan tanda pasti kematian. Lebam
mayat sendiri adalah hal yang terjadi setelah kematian dimana eritrosit akan menempati
tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula,
membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali
bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas
fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai
tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi
lengkap dan menetap selama 8-12 jam. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh
tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi.
Penekanan pada daerah lebam mayat yang dilakukan setelah 8-12 jam tersebut tidak
akan menghilang. Tidak hilangnya lebam mayat tersebut dikarenakan telah terjadi
perembesan darah akibat rusaknya pembuluh darah ke dalam jaringan di sekitar
pembuluh darah tersebut.
Kaku mayat sendiri terjadi akibat kelenturan otot yang menghilang setelah
kematian karena metabolisme tingkat selular sudah tidak ada lagi khususnya dalam
pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi untuk mengubah ADP
menjadi ATP yang dipakai oleh serabut aktin dan miosin agar tetap lentur. Pada orang
yang telah mati, cadangan glikogen dalam otot lama kelamaan akan habis dan energi
tidak terbentuk lagi, sehingga aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat ini mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar
tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2
jam post mortal dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam post mortal, keadaan ini
akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai
dengan urutan terjadinya yaitu dimulai dari otot wajah, leher, lengan, dada, perut dan
tungkai.
Pembusukan adalah suatu proses dari perkembangan post mortem.
Pembusukan merupakan hasil dari autolisis dan aktivitas mikroorganisme. Autolisis
adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui
proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ
yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada
organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pancreas akan mengalami
autolisis lebih cepat dari pada jantung. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat
kira-kira 24-48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian
bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih
banyak bakteri dan letaknya yang lebih superficial.
Berdasarkan ilmu thanatologi, dapat disimpulkan bahwa kematian telah terjadi
lebih dari 24 jam karena didapatkannya lebam mayat yang tidak hilang dengan
penekanan, kaku mayat pada seluruh tubuh dan ditemukannya tanda-tanda
pembusukan awal.
Pada kedua mata didapatkan kedua kelopak mata menutup, bola mata tidak
menonjol, selaput bening (kornea) keruh, selaput putih (sklera) kemerahan, selaput
lendir mata (konjungtiva) tidak ada perdarahan. Pengeringan dari kornea yang akan
menyebabkan kekeruhan akan tampak beberapa menit setelah kematian. Jika mata
dalam keadaan terbuka, kekeruhan pada kornea secara keseluruhan dan tampak jelas
dalam waktu 10-20 menit setelah kematian. Kekeruhan yang menyeluruh pada kornea
yang terjadi 10-12 jam setelah kematian tersebut tidak dapat dihilangkan dengan air, lain
halnya dengan kekeruhan yang segera terjadi setelah kematian.
Pada pemeriksaan luar pada mulut dan lubang pelepasan di temukan keluar cairan
warna coklat dari mulut dan kotoran (feses) dari lubang pelepasan (anus). Hal ini
menunjukkan terjadi relaksasi pada otot spingter pada anus dan lambung yang di
sebabkan karena gangguan kontraksi- relaksasi akibat masuknya aliran listrik dari luar.
Pada leher terdapat luka memar, sebesar kepala jarum pentul pada bahu kiri dua
sentimeter dari bahu kanan. Pada pinggang terdapat luka memar ukuran dua kali dua
sentimeter, pada pinggang sebelah kiri warna ungu kehitaman, lokasi tujuh belas
sentimeter di sebelah kiri bawah pusat. Perlukaan tersebut sesuai dengan perlukaan
yang diakibatkan oleh benda tumpul.
Pada ektremitas terdapat luka listrik pada jari ketiga, keempat dan kelima tangan
kiri, ketiganya pada ruas jari tengah (kulit terkelupas warna putih, terdapat bintik hitam di
tengah luka dan sekitar luka membengkak). Ukuran luka: pada jari ketiga nol koma lima
kali nol koma lima sentimeter, jari keempat satu kali nol koma lima sentimeter, dan jari
kelima nol koma lima kali nol koma lima sentimeter. Hal ini merupakan Joule burn
(endogenous burn) yang di temukan pada pemeriksaan luar trauma listrik. Hal ini dapat
terjadi bilamana kontak antara tubuh dengan benda yang mengandung arus listrik cukup
lama, dengan demikian bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam hangus terbakar. Electric mark adalah kelainan yang dapat dijumpai pada
tempat dimana listrik masuk ke dalam tubuh. Bentuk dan ukurannya tergantung dari
benda yang berarus lisrtrik yang mengenai tubuh.
Pada pemeriksaan mikroskopis paru-paru kiri dan kanan, diantara alveoli-alveoli
tampak pembuluh darah melebar dan berisi eritrosit, alveoli juga tampak melebar dan
terdapat bintik-bintik antrakosis. Pada pemeriksaan mikroskopis pada hati, tampak vena
sentralis melebar berisi eritrosit, sinusoid juga berisi eritrosit dan terdapat degenerasi
lemak. Pemeriksaan mikroskopis pada limpa tampak diantara stroma terisi eritrosit.
Pemeriksaan mikroskopis ginjal kanan tampak pembuluh darah-pembuluh darah
melebar berisi eritrosit. Terdapat warna kehitaman pada bagian depan ginjal kiri, ukuran
lima kali tiga setengah sentimeter. Hal tersebut menunjukkan adanya kongesti yang
merata pada organ visceral akibat masuknya aliran listrik.
Pada pemeriksaan mikroskopis jantung pada bilik kiri dan kanan tampak
gambaran sel-sel otot jantung yang patah-patah (reksis). Hal ini dapat menerangkan
penyebab kematian diakibatkan karena kegagalan fungsi jantung akibat aliran listrik,
ditunjukkan oleh gambaran otot jantung yang rusak. Yang paling sering menjadi
penyebab kematian adalah fibrilasi ventrikel, apalagi pada pasien ini di temukan aliran
masuk listrik berasal dari tangan kiri yang posisinya dekat dengan jantung dan mudah
mengganggu sistem konduksi kelistrikan jantung.
Pada kulit kepala dalam terdapat hematoma pada bagian depan kanan ukuran tiga
kali dua setengah sentimeter, bagian belakang kiri tiga koma lima kali empat sentimeter,
dan bagian belakang kanan empat kali empat sentimeter dan terdapat bintik-bintik
perdarahan di seluruh kulit kepala dalam. Pada selaput otak keras ada bercak-bercak
perdarahan, bekuan darah di bawah selaput otak keras seluas tiga belas kali enam
sentimeter dan perlengketan sepanjang enam sentimeter pada otak bagian kiri dan
delapan sentimeter pada tepi atas otak kanan. Pada pemeriksaan mikroskopis di antara
sel-sel otak besar tampak perdarahan-perdarahan, terdapat bagian yang nekrose, dan
tampak sebagian pembuluh darah melebar berisi eritrosit. Perdarahan tersebut
merupakan perdarahan subdural(perdarahan di bawah selaput keras otak) yang di
akibatkan oleh trauma. Perdarahan ini dapat mengungkapkan tekanan trauma yang
terjadi pada kepala yang mengakibatkan disfungsi serius dan berakibat pada kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price D. Epidural Hematoma. [online]. 2009. [7 Februari 2010]. Available from:URL .


http://cintalestari.wordpress.com/2009/11/22/trauma-tumpul/
2. Dimaio VJ, Dimaio D. Blunt Trauma Wounds. In: Forensic Pathology. 2 nd Edition.
USA: CRC Press. 2001. P. 110.
3. Idris AM. Kecelakaan transportasi. Dalam: Pedoman Ilmu Forensik. Jakarta:
Binarupa Aksara: 1997. Hal. 91-92.
4. Para penyusun. Traumatologi Forensik. dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
FK-UI. 1997. Hlm.37-40.
5. Hariadi A. Luka Akibat Benda Tumpul. [online]. 2009. [7 Februari 2010]. Available
from:URL http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/02/referat-epidural-hematoma/
6. Price DD, Wilson SR. Epidural Hematoma. [online]. 2009. [7 Februari 2010].
Available from:URL . http://emedicine.medscape.com/article/824029-overview
7. Oehmichen M, Auer RN, Konig H.G. Injuries of the brain`s Coverings. In: Forensic
Neuropathology end Neurology. Germany: Springer Verlag. 2005. P.126.
8. Idries, Abdul Mun’im. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. 1997
9. Budiyanto, A., Widiatamaka, W., Sudiono, S. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997
10. Tsokos, Michael. Forensic Pathology Reviews. Volume 5. Humana Press.
11. Rao, Dinesh. Electrical Injury. Dikutip dari:

http://forensicpathologyonline.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=61&Itemid=87 [diakses tanggal 10 juni 2011]

Library Manager
Date Signature

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
JULI 2011

PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
KS 04/VR/1999

Oleh:
Aksimitayani
C 111 06 151

Penguji:
Prof. Dr. Randanan Bandaso, Sp. PA (K), MSc, SPAnd, DFM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DI BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

Anda mungkin juga menyukai