Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

OLEH KELOMPOK 3

1. LAURENSIUS BRINDISI MAULARAK


2. MARIA NATALIA FITRIANI SONGSI
3. ASTRI LEDIS REO
4. ANDRIANI AMELIA M. PALA
5. MARIA SISILIA SIO LONGA

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan kekuatan yang diberikan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik pada waktunya. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kulia Hukum Tata Negara.

Penulis mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penulisan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Kupang, November 2019

penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………………i

Kata Pengantar……………………………………………………………………….......ii

Daftar Isi ………………………………………………….……………………………...iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Blakang Masalah …………………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………... 2

1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………... .3

1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………………………....4

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 sistem pemerintahan Indonesia sebelum amandemen……………………………..5

2.2 lembaga-lembaga negara sebelum amandemen ……..……………………………..6

2.3 sistem pemerintahan Indonesia sesudah amandemen ……………………..………7

2.4 lembaga-lembaga negara sesudah amandemen…………………………………….8

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………..9

3.2 Saran …………………………………………………………………………………10


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Secara umum, sistem pemerintahan bisa diartikan sebagai sistem yang menjaga kestabilan
masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas, menjaga fondasi
pemerintahan, menjaga kekuatan politik, ekonomi, pertahanan, keamanan sehingga menjadi
sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut
turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Secara Sempit, Sistem
pemerintahan dapat diartikan sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan
guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku
reaksioner maupun radikal dari masyarakat. Suatu negara sangatlah tergantung pada sistem
pemerintahannya, jika sistem pemerintahan suatu negara tidak dapat berjalan dengan baik
maka akan berdampak pada keadaan dan kondisi suatu negara. Di Indonesia sendiri terjadi
perubahan-perubahan sistem pemerintahannya mulai dari sistem pemerintahan sebelum
amandemen dan sampai pada sistem pemerintahan sesudah amandemen.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan beberapa
pertanyaan yang akan menjadi pokok bahasannya, yaitu:
1. Bagaimana sistem pemerintahan di Indonesia sebelum amandemen UUD
1945?
2. lembaga-lembaga negara apa saja yang ada sebelum amandemen UUD
1945?
3. Bagaimana sistem pemerintahan di Indonesia sesudah amandemen?
4. Lembaga-lembaga negara apa saja yang ada sesudah amandemen UUD
1945?
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk menjelaskan:
1. Menjelaskan Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Sebelum Diamandemen
2. Menjelaskan lembaga-lembaga negara sebelum amandemen UUD 1945
3. Menjelaskan Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Setelah Diamandemen
4. Menjelaskan lembaga-lembaga negara sesudah amandemen UUD 1945

1.4 Manfaat penulisan


Manfaat penulisan makalah ini yaitu untuk meningkatkan dan memperluas wawasan serta
pengetahuan pembaca tentang sistem pemerintahan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem pemerintahan indonesia sebelum amandemen


Sistem pemerintahan Indonesia memiliki beberapa perubahan sebelum amandemen,
berikut beberapa sistem pemerintahan yang pernah berlaku di Indonesia sebelum amandemen
UUD 1945.

 Sistem Pemerintahan Periode 1945 – 1949 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
 Sistem pemerintahan: Presidensial
 Bentuk pemerintahan: Republik
 Bentuk negara: Kesatua
 Konstitusi: UUD 1945

Sistem pemerintahan Indonesia pada periode ini adalah presidensial. Artinya presiden
adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, sehingga pengambilan keputusan,
pengambilan kebijakan, pengaturan negara, dan lain-lain ditentukan oleh presiden. Namun
seiring berjalannya waktu, melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 ada
pembagian kekuasaan.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia masih di sibukkan dengan perjuangan


mengusir penjajah. Dunia belum mau mengakui kedaulatan bangsa Indonesia, pada tahun
1946, dengan menggandeng pasukan NICA, Belanda kembali datang ke Indonesia. Bahkan
setelah kemerdekaan sekalipun Indonesia masih harus melalui proses yang sangat panjang
agar dunia Internasional mau mengakui kedaulatan bangsa kita.

Itu semua ditempuh melalui perundingan-perundingan, seperti Konferensi Meja


Bundar, Perjanjian Linggar Jati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem Royen, dan lainnya.
Pada periode 1945 – 1949 ada 2 perjanjian yang pernah dilakukan oleh Indonesia dan
Belanda, yaitu Perjanjian Linggar Jati (1947) dan Perjanjian Renville (1948). Bahkan
banyak kesepakatan ketika perjanjian itu yang justru merugikan Indonesia. Itulah salah satu
alasan munculnya maklumat wakil presiden tahun 1945.

Maklumat tersebut berisi pembagian kekuasaan negara, kekuasaan negara di bagi


menjadi 2, kekuasaan legislatif yang dijalankan oleh Komisi Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dan kekuasaan lainnya tetap berada di tangan presiden. Pada saat itu masih belum
terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
yang mengatur legislatif seperti saat ini.

 Sistem pemerintahan periode 1949 – 1950 (27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950)
 Sistem pemerintahan: Parlemen semu (Quasi perlemen)
 Bentuk pemerintahan: Republik
 Bentuk negara: Serikat (federasi)
 Konstitusi: Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

Pada periode pemerintahan 1949 – 1950 pernah terjadi 2 kali perjanjian yang dilakukan
oleh Indonesia dan Belanda, yaitu perjanjian Renville (1949) dan Konferensi Meja Bundar
(1949). KMB menghasilkan berbagai perjanjian antara Indonesia dan Belanda, salah
satunya yaitu pembentukan negara perserikatan, yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS).

Bentuk negara serikat ini seperti di Amerika, negara dibagi menjadi beberapa bagian,
antara negara satu dengan yang lainnya saling bersekutu. Begitu juga Indonesia pada
periode 1949 – 1950. Setelah perjanjian tersebut, pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuk
pemerintahan sementara, Soekarno sebagai presiden dan Hatta sebagai Pendana Menteri.

Dengan adanya Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan, itu artinya bahwa
Indonesia pada saat itu menggunakan sistem pemerintahan parlemen. Sistem pemerintahan
parlemen artinya bahwa pengambilan keputusan dan lain-lainnya berada di tangan Perdana
Menteri.

Dan itu tidak terjadi pada pemerintahan periode tersebut, pengambilan keputusan
tertinggi tetap berada di tangan presiden. Bisa dikatakan bahwa pada saat itu Indonesia
menggunakan sistem parlementer semu atau quai parlementer.

 Sistem pemerintahan periode 1950 – 1959 (15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Bentuk pemerintahan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan
 Konstitusi: UUDS 1950

Pada periode ini bentuk Negara Indonesia bukan lagi Serikat, tapi sudah kembali menjadi
negara kesatuan. Tahun 1956 dibentuk lembaga negara yang bernama konstituante.
Konstituante bertugas untuk membentuk Konstitusi baru negara atau UUD baru. Selama
periode 1950 – 1959 Indonesia menggunakan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS)
1950.

Ternyata sampai tahun 1959 konstituante tidak dapat membentuk konstitusi negara baru,
sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang
menyatakan pembubaran lembaga tersebut. Bukan hanya itu saja, tetapi ada 3 hal pokok
dekrit presiden yang dikeluarkan oleh Sukarno, yaitu:

 Pembubaran konstituante.
 Pemberlakuan kembali UUD 1945 untuk menggantikan UUDS 1950.
 Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dan Majelis
Permusyawaratan Sementara (MPRS).
 Sistem pemerintahan periode 1959 – 1966 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
 Sistem pemerintahan: Presidensial
 Bentuk pemerintahan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan
 Konstitusi: UUD 1945

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa konstituante tidak dapat menjalankan
tugasnya, sehingga pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit presiden. Selain itu,
alasan lain munculnya dekrit presiden karena sistem pemerintahan parlemen pada periode
1950-1959 dirasa tidak sesuai dengan kepemerintahan Indonesia, sehingga pada tahun
1959 setelah dekrit presiden, Indonesia kembali menggunakan sistem pemerintahan
presidensial dan tetap menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

 Sistem pemerintahan periode 1966 – 1998 (Orde Baru – 18 Agustus 1945 – 27 Desember
1949)
 Sistem pemerintahan: Presidensial
 Bentuk pemerintahan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan
 Konstitusi: UUD 1945

Orde Baru menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Tetapi apabila Anda mau
belajar lebih, penerapan sistem pemerintahan yang dilakukan pada zaman Soekarno dan
Soeharto sangat berbeda. Terutama kekuasaan yang dimiliki oleh presiden dan MPR.

Pada zaman itu pemegang kekuasaan tertinggi adalah MPR, dan presiden memiliki
kekuasaan yang sangat luas. Maka setelah Soeharto diturunkan dari jabatannya (zaman Gus
Dur) rakyat mendesak untuk melakukan amandemen UUD 1945 agar tidak
disalahgunakan.

sejak kemerdekaan tahun 1945 Indonesia telah beberapa kali berganti sistem
pemerintahan. Pergantian sistem pemerintahan tersebut berakhir setelah dekrit presiden 5
Juli 1959. Setelah dekrit presiden hingga sekarang Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan presidensial.

Pembentukan undang-undang (UU) dan peraturan-peraturan yang diambil oleh


pemerintah tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Hanya melalui amandemen saja
UUD 1945 bisa diperbaiki. Melakukan amandemen juga bukan perkara yang mudah,
karena UUD 1945 memang rujukan aturan yang dibuat oleh pendiri bangsa pada saat itu,
jadi tidak bisa sembarangan. Sampai saat ini Indonesia telah melakukan sebanyak 4 kali
amandemen, yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Itu pun diakibatkan karena adanya
hal yang sangat mendesak, seperti adanya pasal-pasal multitafsir yang disalahgunakan
pada pemerintahan Orde Baru.
Pada pemerintahan Orde Baru kekuasaan tertinggi negara berada di tangan MPR dan
kekuasaan yang sangat besar berada di tangan Presiden. Mengacu pada amandemen UUD
1945, artinya sistem pemerintahan sebelum amandemen, yaitu pada masa Orde Lama dan
Orde Baru. Berikut beberapa sistem pemerintahan yang pernah berlaku di Indonesia
sebelum amandemen UUD 1945.

2.2 lembaga-lembaga negara sebelum amandemen

Selain system pemerintahan sebelum amandemen adapun lembaga-lembaga negara


sebelum amandemen. Berikut lembaga negara sebelum amandemen:
1. MPR
Sebelum amandemen, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan lembaga
tertinggi negara yang diberikan kekuasaan tak terbatas. Pada saat itu MPR memiliki
wewenang untuk :

 Membuat putusan yang tidak dapat ditentang oleh lembaga negara lain, termasuk
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaaanya
dimandatkan kepada Presiden.
 Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
 Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan GBHN.
 Memberhentikan presiden bila yang bersangkutan melanggar GBHN
 Mengubah Undang-Undang Dasar.
 Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
 Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah anggota MPR
 Menetapkan peraturan tata tertib Majelis
2. DPR
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan rakyat yang tidak dapat
dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR adalah Anggota Partai Politik peserta pemilu yang
dipilih oleh rakyat. DPR tidak bertanggung jawab terhadap Presiden. Sebelum diadakannya
amandemen, tugas dan wewenang DPR adalah:

1) Mengajukan rancangan undang-undang


2) Memberikan persetujuan atas Peraturan Perundang-undangan (Perpu)
3) Memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
4) Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa.

3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Di Indonesia, presiden menjabat sebagai kepala negara dan juga kepala
pemerintahan. Sebelum amandemen dilakukan Presiden diangkat oleh MPR dan bertanggung
jawab kepada MPR. Selain itu sebelum amandemen juga tidak dijelaskan adanya aturan
mengenai batasan periode jabatan seorang presiden dan mekanisme yang jelas mengenai
pemberhentian presiden dalam masa jabat. Selain itu pada masa sebelum amandemen, Presiden
memiliki hak prerogatif yang besar. Adapun wewenang Presiden antara lain:

 Memegang posisi dominan sebagai mandatori MPR


 Memegang kekuasaan eksekutif, kuasaan legislatif dan yudikatif.
 Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK
 Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam situasi yang
memaksa
 Menetapkan Peraturan Pemerintah
 Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri
4. Mahkamah Agung (MA)
Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan hanya oleh
mahkamah agung. Lembaga mahkamah agung bersifat mandiri dan tidak boleh diintervensi atau
dipengaruhi oleh cabang kekuasaan lainnya. Wewenang sebelum amandemen

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi


2. Menguji peraturan perundang-undangan
3. Mengajukan tiga orang hakim konstitusi
4. Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk memberikan grasi dan rehabilitasi.
5. BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan)
Sebelum amandemen tidak banyak dijelaskan menenai BPK. BPK bertugas untuk memeriksa
tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil dari pemeriksaan keuangan tersebut kemudian
dilaporkan kepada DPR.

6. DPA (Dewan Pertimbangan Agung)


DPA memiliki kewajiban untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan Presiden. DPA juga serta
berhak untuk mengajukan usulan kepada pemerintah. Sama Seperti BPK, UUD 1945 tidak banyak
menjelaskan tentang DPA.

2.3 Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen

Setelah dilakukan amandemen UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia tetap presidensial,
tetapi yang berbeda, jika periode sebelumnya (Orde Baru) kekuasaan tertinggi berada di MPR,
maka tidak demikian setelah dilakukan amandemen. Kekuasaan tertinggi negara seperti sebelum
Orde Baru, berada di tangan rakyat. Sedangkan pengambil keputusan tertinggi adalah Presiden
dengan pertimbangan DPR dan MPR. Agar lebih jelas, berikut beberapa pokok sistem
pemerintahan Indonesia setelah dilakukan amandemen.

 Bentuk negara adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan adalah republik, dengan
sistem pemerintahan presidensial.
 Presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan (eksekutif).
 Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (pemilu)
 Dalam menjalankan perannya sebagai eksekutif presiden dibantu oleh menteri yang dipilih
langsung oleh presiden.
 Pembuatan kebijakan dilakukan oleh DPR, DPD, dan MPR (legislatif).
 Mempertahankan pelaksanaan undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial.

Setelah amandemen UUD 1945, ada perbaikan-perbaikan sistem pemerintahan yang berusaha
dilakukan oleh Indonesia. Untuk mengurangi kelemahan yang ada pada sistem pemerintahan
presidensial, maka ada beberapa perbaikan yang dilakukan yaitu:

 Kebijakan yang diambil oleh presiden harus berdasarkan persetujuan dari DPR.
 Rancangan undang-undang yang dibuat oleh DPR harus mendapatkan persetujuan dari
presiden.
 DPR tetap mengawasi kerja presiden meskipun tidak secara langsung, sehingga presiden
bisa sewaktu-waktu diberhentikan dari jabatannya oleh MPR berdasarkan usul dari DPR.

Sistem Pemerintahan Indonesia Saat Ini (Setelah Diamandemen)

Sistem pemerintahan yang digunakan Indonesia saat ini sama dengan sistem pemerintahan setelah
amandemen UUD 1945, yaitu presidensial. Sistem pemerintahan presidensial berarti bahwa
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Sistem pemerintahan presidensial
berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer. Mari kita lihat bedanya,

Malaysia merupakan negara yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer, dimana Perdana
Menteri sebagai kepala pemerintahan dan Sultan (bisa juga raja atau ratu) sebagai kepala negara.
Indonesia pernah mencoba menerapkan sistem pemerintahan parlementer tersebut pada periode
1949-1950 (parlemen semu) dan 1950-1959 (parlemen), namun tidak berhasil, sehingga kembali
ke khitrahnya semula yaitu menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan
presidensial ini, presiden memang menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun
yang harus diketahui bahwa kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan rakyat. Jadi jangan abaikan
terhadap negara karena mereka yang menempati jabatan hanyalah sebagai wakil kita. Suara
rakyatlah yang paling menentukan, bukan suara segelintir orang berkepentingan.
2.4 Struktur Lembaga Negara setelah Amandemen

1. MPR
Setelah amandemen, MPR adalah lembaga tinggi negara yang memiliki kedudukan sejajar dengan
lembaga tinggi lainnya. MPR juga kehilangan i wewenang untuk memilih presiden dan wakilnya.
Selain itu diatur juga mengenai sistem keanggotaan MPR yaitu:

1. MPR terdiri atas Anggota DPR dan DPD .


2. Anggota MPR memiliki masa jabat selama 5 tahun.
3. Mengucapkan sumpah atau janji sebelum menjalankan amanat sebagai anggota MPR
Tugas dan Wewenang MPR setelah amandemen:

1. Amandemen dan menetapkan Undang-Undang Dasar


2. Melantik Presiden dan wakil Presiden yang dipilih lewat Pemilu
3. Memutuskan usulan yang diajukan DPR berdasarkan keputusan MK dalam hal pemberhentian
presiden atau wakilnya
MPR diharuskan untuk bersidang paling tidak sekali dalam 5 tahun. Sidang MPR dinyatakan sah
apabila:

1. Untuk memberhentikan Presiden, harus didapat suara setidak dua pertiga dengan minimum
kehadiran anggota dalam sidang sebanyak tiga perempat dari total jumlah anggota MPR.
2. Dalam mengamandemen dan menetapkan UUD, suara yang dicapai harus dua pertiga dari total
suara MPR
3. Selain sidang-sidang diatas, sekurang-kurangnya mendapatkan suara 50%+1 dari jumlah anggota
MPR.
2. DPR
Pasca dilakukannya perubahan terhadap UUD, DPR semakin diperkuat keberadaannya. Kini DPR
memiliki wewenang untuk membuat Undang-undang. Wewenang ini sebelum amandemen
dimiliki oleh Presiden.

Tugas, wewenang dan fungsi DPR setelah Amandemen:


1. Membentuk undang-undang bersama dengan presiden agar dicapai persetujuan bersama
2. Membahas dan memberikan persetujuan atas peraturan pemerintan pengganti undang-undang
3. Menerima dan membahas usulan RUU dari DPD mengenai bidang tertentu.
4. Menetapkan APBN bersama dengan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
5. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN serta kebijakan pemerintah.
Hak-hak DPR
1. Hak Interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah
2. Hak angket, merupakan hak untuk menyelidiki pelaksanaan UU dan kebijakan yang dibuat
pemerintah
3. Hak imunitas, yaitu hak kekebalan hukum. Anggota DPR tidak bisa dituntut karena pernyataan
atau pertanyaan yang dikemukakan dalam rapat DPR selama hal tersebut tidak melanggar kode
etik
4. Hak menyatakan pendapat, DPR berhak untuk berpendapat mengenai:
1. Pelaksanaan hak angket dan hak interpelasi.
2. Dugaan bahwa Presiden atau wakil persiden melakukan pelanggaran hukum.
3. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentang kejadian luar biasa baik di dalam maupun
luar negeri.
3. Presiden
Setelah amandemen, kini rakyat dapat secara langsung memilih presidennya lewat pemilihan
umum. Presiden juga tidak perlu lagi bertanggung jawab kepada MPR karena posisi antara MPR
dan Presiden kini sama tinggi.

Wewenang Presiden yang berubah setelah amandemen antara lain:

1. Hakim agung dipilih oleh presiden berdasarkan pengajuan KY dan disetujui oleh DPR.
2. Anggota BPK tidak lagi diangkat oleh Presiden, kini presiden hanya meresmikan anggota BPK,
yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Wewenang yang dimiliki oleh presiden setelah Amandemen diantaranya:

1. Memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD


2. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU
3. Melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan RUU bersama DPR
4. Mengesahkan RUU menjadi UU
5. Menetapkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang dalam sutuasi yang memaksa
6. Menetapkan peraturan pemerintah
7. Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri
8. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan persetujuan DPR
9. Mengangkat duta dan konsul
10. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR
11. Memberi grasi dan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan MA
12. Memberi amnesti dan abolisi berdasar pertimbangan DPR
13. Menetapkan hakim agung yang dicalonkan KY dan disetujui DPR
14. Menetapkan hakim konstitusi yang calonnya diajukan oleh DPR dan MA
15. Mengangkat dan memberhentikan KY dengan persetujuan DPR.
4. DPD
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang dibentuk setelah amandemen. DPD
merupakan langkah untuk mengakomodir kepentingan daerah di tingkat nasional. Tugas dan
wewenang DPD

1. Mengajukan RUU pada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah


2. Memberi pertimbangan tentang RUU perpajakan, pendidikan dan keagamaan.
5. BPK
BPK merupakan lembaga tinggi Negara yang memiliki wewenang untuk mengawas serta
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, temuan BPK dilaporkan kepada
DPR dan DPD, kemudian ditindak oleh penegak hukum. BPK berkantor di ibukota negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi. DPR memilih anggota BPK dengan pertimbangan DPD.
Barulah setelah itu Anggota baru diresmikan oleh Presiden.

6. DPA. Keberadaan DPA dihapuskan pada amandemen UUD 1945 yang ke 4


7. MA
MA merupakan lembaga negara yang memiliki kuasa untuk menyelenggarakan peradilan
bersama-sama dengan MK. MA membawahi badan peradilan dalam wilayah Peradilan Umum,
Peradilan militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kewajiban dan
wewenang MA

1. Memiliki fungsi yang berhubungan dengan kuasa kehakiman. Fugsi ini diatur dalam UU
2. Berwenang mengadili di tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang.
3. Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
4. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
5. Mengajukan anggota Hakim Konstitusi sebanyak 3 orang
8. MK (Mahkamah Konstitusi)
Keberadaan MK dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi. Bersama dengan MA, MK
menjadi lembaga tinggi negara yang memegang kuasa kehakiman. Anggota Hakim Konstitusi
ditetapkan oleh Presiden, sedang calonnya diusulkan oleh MA, DPR dan pemerintah. MK
Mempunyai kewenangan:

1. Menguji UU terhadap UUD


2. Memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga negara
3. Memutuskan pembubaran partai politik
4. Memutuskan sengketa yang berhubungan dengann hasil pemilu
5. Memberikan putusan tentang dugaan pelanggaran oleh presiden atau wakilnya.
9. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon Hakim
Agung. KY merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri. Anggota Komisi Yudisial terdiri
atas 7 orang yaitu, dua orang mantan hakim, dua orang akademisi hukum, dua orang praktisi
hukum, dan satu dari anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama
masa 5 (lima) tahun.

Wewenang dan tanggung jawa KY,

1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc MA.


2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, serta perilaku hakim.
3. Dengan MA, bersama menetapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
4. Menegakkan KEPPH.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas mengenai sistem pemerintah Indonesia,
sistem pemerintahan yang dianut saat ini merupakan sistem pemerintahan presidensial.
Sistem presidensial ini merupaka suatu sistem dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui
pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislative. Sistem ketatanegaraan Indonesia sendiri
tidak terlepas dari konsep trias politica yang digagaskan oleh Montesquieu. Dalam
pemerintahan Indonesia terdapat pembagian kekuasaan yaitu legislative, eksekutif, dan
yudikatif. Dengan menganut sistem pambagian kekuasaan ini maka tata pemerintaha
Indonesia dapat berjalan sesuai arah yang teratur dan tidak saling mengintervensi
antarlembaga yang satu dan yang lain.
3.2 Saran
Melalui berbagai pembahasan mengenai tata pemerintahan Indonesia ini, sangat
diharapakan agar sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia berlangsung secara
efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai