OLEH KELOMPOK 3
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan kekuatan yang diberikan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik pada waktunya. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kulia Hukum Tata Negara.
Penulis mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penulisan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………………i
Kata Pengantar……………………………………………………………………….......ii
BAB I. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Secara umum, sistem pemerintahan bisa diartikan sebagai sistem yang menjaga kestabilan
masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas, menjaga fondasi
pemerintahan, menjaga kekuatan politik, ekonomi, pertahanan, keamanan sehingga menjadi
sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut
turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Secara Sempit, Sistem
pemerintahan dapat diartikan sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan
guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku
reaksioner maupun radikal dari masyarakat. Suatu negara sangatlah tergantung pada sistem
pemerintahannya, jika sistem pemerintahan suatu negara tidak dapat berjalan dengan baik
maka akan berdampak pada keadaan dan kondisi suatu negara. Di Indonesia sendiri terjadi
perubahan-perubahan sistem pemerintahannya mulai dari sistem pemerintahan sebelum
amandemen dan sampai pada sistem pemerintahan sesudah amandemen.
Sistem Pemerintahan Periode 1945 – 1949 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
Sistem pemerintahan: Presidensial
Bentuk pemerintahan: Republik
Bentuk negara: Kesatua
Konstitusi: UUD 1945
Sistem pemerintahan Indonesia pada periode ini adalah presidensial. Artinya presiden
adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, sehingga pengambilan keputusan,
pengambilan kebijakan, pengaturan negara, dan lain-lain ditentukan oleh presiden. Namun
seiring berjalannya waktu, melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 ada
pembagian kekuasaan.
Sistem pemerintahan periode 1949 – 1950 (27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950)
Sistem pemerintahan: Parlemen semu (Quasi perlemen)
Bentuk pemerintahan: Republik
Bentuk negara: Serikat (federasi)
Konstitusi: Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada periode pemerintahan 1949 – 1950 pernah terjadi 2 kali perjanjian yang dilakukan
oleh Indonesia dan Belanda, yaitu perjanjian Renville (1949) dan Konferensi Meja Bundar
(1949). KMB menghasilkan berbagai perjanjian antara Indonesia dan Belanda, salah
satunya yaitu pembentukan negara perserikatan, yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS).
Bentuk negara serikat ini seperti di Amerika, negara dibagi menjadi beberapa bagian,
antara negara satu dengan yang lainnya saling bersekutu. Begitu juga Indonesia pada
periode 1949 – 1950. Setelah perjanjian tersebut, pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuk
pemerintahan sementara, Soekarno sebagai presiden dan Hatta sebagai Pendana Menteri.
Dengan adanya Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan, itu artinya bahwa
Indonesia pada saat itu menggunakan sistem pemerintahan parlemen. Sistem pemerintahan
parlemen artinya bahwa pengambilan keputusan dan lain-lainnya berada di tangan Perdana
Menteri.
Dan itu tidak terjadi pada pemerintahan periode tersebut, pengambilan keputusan
tertinggi tetap berada di tangan presiden. Bisa dikatakan bahwa pada saat itu Indonesia
menggunakan sistem parlementer semu atau quai parlementer.
Sistem pemerintahan periode 1950 – 1959 (15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Sistem pemerintahan: Parlementer
Bentuk pemerintahan: Republik
Bentuk negara: Kesatuan
Konstitusi: UUDS 1950
Pada periode ini bentuk Negara Indonesia bukan lagi Serikat, tapi sudah kembali menjadi
negara kesatuan. Tahun 1956 dibentuk lembaga negara yang bernama konstituante.
Konstituante bertugas untuk membentuk Konstitusi baru negara atau UUD baru. Selama
periode 1950 – 1959 Indonesia menggunakan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS)
1950.
Ternyata sampai tahun 1959 konstituante tidak dapat membentuk konstitusi negara baru,
sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang
menyatakan pembubaran lembaga tersebut. Bukan hanya itu saja, tetapi ada 3 hal pokok
dekrit presiden yang dikeluarkan oleh Sukarno, yaitu:
Pembubaran konstituante.
Pemberlakuan kembali UUD 1945 untuk menggantikan UUDS 1950.
Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dan Majelis
Permusyawaratan Sementara (MPRS).
Sistem pemerintahan periode 1959 – 1966 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
Sistem pemerintahan: Presidensial
Bentuk pemerintahan: Republik
Bentuk negara: Kesatuan
Konstitusi: UUD 1945
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa konstituante tidak dapat menjalankan
tugasnya, sehingga pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit presiden. Selain itu,
alasan lain munculnya dekrit presiden karena sistem pemerintahan parlemen pada periode
1950-1959 dirasa tidak sesuai dengan kepemerintahan Indonesia, sehingga pada tahun
1959 setelah dekrit presiden, Indonesia kembali menggunakan sistem pemerintahan
presidensial dan tetap menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Sistem pemerintahan periode 1966 – 1998 (Orde Baru – 18 Agustus 1945 – 27 Desember
1949)
Sistem pemerintahan: Presidensial
Bentuk pemerintahan: Republik
Bentuk negara: Kesatuan
Konstitusi: UUD 1945
Orde Baru menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Tetapi apabila Anda mau
belajar lebih, penerapan sistem pemerintahan yang dilakukan pada zaman Soekarno dan
Soeharto sangat berbeda. Terutama kekuasaan yang dimiliki oleh presiden dan MPR.
Pada zaman itu pemegang kekuasaan tertinggi adalah MPR, dan presiden memiliki
kekuasaan yang sangat luas. Maka setelah Soeharto diturunkan dari jabatannya (zaman Gus
Dur) rakyat mendesak untuk melakukan amandemen UUD 1945 agar tidak
disalahgunakan.
sejak kemerdekaan tahun 1945 Indonesia telah beberapa kali berganti sistem
pemerintahan. Pergantian sistem pemerintahan tersebut berakhir setelah dekrit presiden 5
Juli 1959. Setelah dekrit presiden hingga sekarang Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan presidensial.
Membuat putusan yang tidak dapat ditentang oleh lembaga negara lain, termasuk
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaaanya
dimandatkan kepada Presiden.
Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan GBHN.
Memberhentikan presiden bila yang bersangkutan melanggar GBHN
Mengubah Undang-Undang Dasar.
Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah anggota MPR
Menetapkan peraturan tata tertib Majelis
2. DPR
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan rakyat yang tidak dapat
dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR adalah Anggota Partai Politik peserta pemilu yang
dipilih oleh rakyat. DPR tidak bertanggung jawab terhadap Presiden. Sebelum diadakannya
amandemen, tugas dan wewenang DPR adalah:
3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Di Indonesia, presiden menjabat sebagai kepala negara dan juga kepala
pemerintahan. Sebelum amandemen dilakukan Presiden diangkat oleh MPR dan bertanggung
jawab kepada MPR. Selain itu sebelum amandemen juga tidak dijelaskan adanya aturan
mengenai batasan periode jabatan seorang presiden dan mekanisme yang jelas mengenai
pemberhentian presiden dalam masa jabat. Selain itu pada masa sebelum amandemen, Presiden
memiliki hak prerogatif yang besar. Adapun wewenang Presiden antara lain:
Setelah dilakukan amandemen UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia tetap presidensial,
tetapi yang berbeda, jika periode sebelumnya (Orde Baru) kekuasaan tertinggi berada di MPR,
maka tidak demikian setelah dilakukan amandemen. Kekuasaan tertinggi negara seperti sebelum
Orde Baru, berada di tangan rakyat. Sedangkan pengambil keputusan tertinggi adalah Presiden
dengan pertimbangan DPR dan MPR. Agar lebih jelas, berikut beberapa pokok sistem
pemerintahan Indonesia setelah dilakukan amandemen.
Bentuk negara adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan adalah republik, dengan
sistem pemerintahan presidensial.
Presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan (eksekutif).
Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (pemilu)
Dalam menjalankan perannya sebagai eksekutif presiden dibantu oleh menteri yang dipilih
langsung oleh presiden.
Pembuatan kebijakan dilakukan oleh DPR, DPD, dan MPR (legislatif).
Mempertahankan pelaksanaan undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial.
Setelah amandemen UUD 1945, ada perbaikan-perbaikan sistem pemerintahan yang berusaha
dilakukan oleh Indonesia. Untuk mengurangi kelemahan yang ada pada sistem pemerintahan
presidensial, maka ada beberapa perbaikan yang dilakukan yaitu:
Kebijakan yang diambil oleh presiden harus berdasarkan persetujuan dari DPR.
Rancangan undang-undang yang dibuat oleh DPR harus mendapatkan persetujuan dari
presiden.
DPR tetap mengawasi kerja presiden meskipun tidak secara langsung, sehingga presiden
bisa sewaktu-waktu diberhentikan dari jabatannya oleh MPR berdasarkan usul dari DPR.
Sistem pemerintahan yang digunakan Indonesia saat ini sama dengan sistem pemerintahan setelah
amandemen UUD 1945, yaitu presidensial. Sistem pemerintahan presidensial berarti bahwa
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Sistem pemerintahan presidensial
berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer. Mari kita lihat bedanya,
Malaysia merupakan negara yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer, dimana Perdana
Menteri sebagai kepala pemerintahan dan Sultan (bisa juga raja atau ratu) sebagai kepala negara.
Indonesia pernah mencoba menerapkan sistem pemerintahan parlementer tersebut pada periode
1949-1950 (parlemen semu) dan 1950-1959 (parlemen), namun tidak berhasil, sehingga kembali
ke khitrahnya semula yaitu menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan
presidensial ini, presiden memang menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun
yang harus diketahui bahwa kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan rakyat. Jadi jangan abaikan
terhadap negara karena mereka yang menempati jabatan hanyalah sebagai wakil kita. Suara
rakyatlah yang paling menentukan, bukan suara segelintir orang berkepentingan.
2.4 Struktur Lembaga Negara setelah Amandemen
1. MPR
Setelah amandemen, MPR adalah lembaga tinggi negara yang memiliki kedudukan sejajar dengan
lembaga tinggi lainnya. MPR juga kehilangan i wewenang untuk memilih presiden dan wakilnya.
Selain itu diatur juga mengenai sistem keanggotaan MPR yaitu:
1. Untuk memberhentikan Presiden, harus didapat suara setidak dua pertiga dengan minimum
kehadiran anggota dalam sidang sebanyak tiga perempat dari total jumlah anggota MPR.
2. Dalam mengamandemen dan menetapkan UUD, suara yang dicapai harus dua pertiga dari total
suara MPR
3. Selain sidang-sidang diatas, sekurang-kurangnya mendapatkan suara 50%+1 dari jumlah anggota
MPR.
2. DPR
Pasca dilakukannya perubahan terhadap UUD, DPR semakin diperkuat keberadaannya. Kini DPR
memiliki wewenang untuk membuat Undang-undang. Wewenang ini sebelum amandemen
dimiliki oleh Presiden.
1. Hakim agung dipilih oleh presiden berdasarkan pengajuan KY dan disetujui oleh DPR.
2. Anggota BPK tidak lagi diangkat oleh Presiden, kini presiden hanya meresmikan anggota BPK,
yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Wewenang yang dimiliki oleh presiden setelah Amandemen diantaranya:
1. Memiliki fungsi yang berhubungan dengan kuasa kehakiman. Fugsi ini diatur dalam UU
2. Berwenang mengadili di tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang.
3. Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
4. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
5. Mengajukan anggota Hakim Konstitusi sebanyak 3 orang
8. MK (Mahkamah Konstitusi)
Keberadaan MK dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi. Bersama dengan MA, MK
menjadi lembaga tinggi negara yang memegang kuasa kehakiman. Anggota Hakim Konstitusi
ditetapkan oleh Presiden, sedang calonnya diusulkan oleh MA, DPR dan pemerintah. MK
Mempunyai kewenangan:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas mengenai sistem pemerintah Indonesia,
sistem pemerintahan yang dianut saat ini merupakan sistem pemerintahan presidensial.
Sistem presidensial ini merupaka suatu sistem dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui
pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislative. Sistem ketatanegaraan Indonesia sendiri
tidak terlepas dari konsep trias politica yang digagaskan oleh Montesquieu. Dalam
pemerintahan Indonesia terdapat pembagian kekuasaan yaitu legislative, eksekutif, dan
yudikatif. Dengan menganut sistem pambagian kekuasaan ini maka tata pemerintaha
Indonesia dapat berjalan sesuai arah yang teratur dan tidak saling mengintervensi
antarlembaga yang satu dan yang lain.
3.2 Saran
Melalui berbagai pembahasan mengenai tata pemerintahan Indonesia ini, sangat
diharapakan agar sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia berlangsung secara
efektif dan efisien.