MAKALAH
Oleh:
Mentor:
DIAN KHUMAYA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Penyusunan Instruksi Kerja untuk
Pekerjaan Track Work di Proyek Light Rail Transit Jakarta.”
Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Sonny Setiawan, selaku Project Director Proyek LRT Jakarta atas bantuan dan
kepercayaanya.
2. Ibu Dian Khumaya selaku Mentor dan Manajer QA/QC LRT. Terima kasih atas semua
waktu, bimbingan, motivasi, dan bantuan, serta kepercayaan Ibu untuk bisa menyelesaikan
makalah ini.
3. Tim HRD Wika yang telah memberikan pembekalan dan pondasi dasar nilai Wika.
4. Semua rekan kerja divisi Quality Assurance / Control LRT Pusat dan rekan kerja di Section
Depot LRT Jakarta
5. Seluruh tim Track Work Wika dan Wika Beton Emrail.
6. Orangtua dan keluarga yang telah memberikan support dan doa nya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran demi perbaikan akan diterima
dengan terbuka. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya dalam bidang pekerjaan Track
Work.
Penulis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proyek Light Rail Transit Jakarta Fase 1 merupakan salah satu mega project berupa infrastruktur
transportasi penunjang terselenggaranya Asian Games pada tahun 2018 yang sedang dikerjakan
oleh PT. Wijaya Karya . Proyek ini memiliki durasi 610 hari dengan durasi pekerjaan konstruksi
hanya 425 hari dengan nilai kontrak mencapai 5,3 Triliun Rupiah. Proyek besar yang menuntut
percepatan dalam pengerjaannya ini tentu harus dibarengi dengan kualitas pekerjaan yang baik.
Proyek Jakarta LRT fase 1 dari Kelapa Gading sampai dengan Velodrome sepanjang 5,8 km
terdiri dari 6 stasiun dan 1 Depot.
Proyek LRT merupakan proyek EPC (Engineering, Procurement, Construction) pertama Wijaya
Karya di Departemen Sipil Umum 1 dimana WIKA berperan sebagai kontraktor utama. Proyek
EPC memiliki scope pekerjaan yang beragam, rumit dan menyeluruh. Dimana desain, pengadaan
material hingga konstruksi semuanya dilakukan oleh WIKA. Beberapa pekerjaan pada proyek
LRT Jakarta Fase 1 ini juga tergolong baru untuk WIKA, salah satunya adalah pekerjaan Track
work. Pekerjaan track yang akan dilintasi kereta ringan ini menggunakan metode pekerjaan yang
tidak konvensional yaitu Ballastless Track / Slab Track . Slab Track yaitu tipe konstruksi track
dimana digunakan beton prategang sebagai bantalan rel menggantikan pecahan batu / kerikil (
ballasted track).
Pekerjaan Track work ini merupakan pekerjaan vital dan harus mendapat perhatian terkait
dengan kualitas pekerjaannya. Dikarenakan pekerjaan ini tergolong baru, belum ada
panduan/prosedur pengendali kualitas pada pekerjaan ini. Pada proyek pun belum ditemukan
Quality plan dan instruksi kerja terkait pekerjaan Track work yang lengkap dan terencana.
Quality plan merupakan dasar dari kontrol kualitas meliputi dokumen, prosedur, material hingga
inspeksi dan tes yang direncanakan. Sedangkan instruksi kerja akan menjadi panduan
pelaksanaan dan inspeksi di lapangan yang telah disesuaikan dengan metode dan standar
teknikal spesifikasi yang digunakan. Oleh karena itu adanya Quality plan Track work dan
Pada suatu proyek proses manajemen mutu terdiri dari perencanaan mutu (Quality plan),
pengendalian mutu (Quality control) dan penjaminan mutu (Quality assurance) . Ketiga proses
ini dilakukan dalam suatu manajemen proyek agar proyek tersebut menghasilkan mutu yang
baik. (Imam , http://manproimam.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 15 November 2017)
Perencanaan
•Tahap
Mutu (Quality Perencanaan
planning)
Penjaminan
•Tahap
Mutu (Quality Pelaksanaan
assurance )
Pengendalian
•Tahap
Mutu (Quality Pelaksanaan
control )
Quality plan dibuat untuk mengidentifikasi dan menetapkan standar mutu yang relevan bagi
proyek dan merumuskan strategi pencapaian mutu yang telah disepakati melalui bagan rencana
inspeksi.
b. Sebagai proses analisa dan menetapkan standar kualitas yang ditargetkan proyek :
1. Penyusunan dan penetapan Spesifikasi Umum dan Teknis.
2. Penetapan peraturan-peraturan yang digunakan dan harus ditaati dalam pelaksanaan
pekerjaan.
5. Sinkronisasi, evaluasi dan validasi keselarasan antara standar kualitas (metode, volume,
kemampuan) dengan biaya dan waktu penyelesaian pekerjaan.
Dalam proses pembuatan Project Quality plan, harus selaras dan seimbang secara optimal
dengan aspek Cost (Budget) dan Time (Schedule). (https://lauwtjunnji.weebly.com/project-
quality-management.html diakses pada 15 November 2017)
Bentuk dari Quality plan yaitu berupa diagram Proses Flow (P0…Pn) dan Inspeksi (Q0…Qn)
disusun berdasarkan urutan pekerjaan, sesuai dengan prosedur mutu. Setiap proses utama
dilengkapi Instruksi Kerja Proses dan Metode Kerja serta setiap Quality control Point dilengkapi
Instruksi Kerja Inspeksi dan persetujuan hasil inspeksi ( Approval of Inspection). (Sumber :
WIKA -KON-PM-01-01).
Secara prinsip Instruksi kerja menguraikan bagaimana satu langkah dalam suatu prosedur
dilakukan. Terkadang penulisan prosedur sangat panjang sehingga tidak rinci penguraiannya
sehingga memerlukan penjelasan yang lebih detail dan rinci dengan menggunakan instruksi
kerja. Instruksi kerja berfungsi sebagai pandauan pekerjaan dan inspeksi di lapangan yang
mencakup sequence pekerjaan, tahapan inspeksi, peralatan yang digunakan dan persyaratan mutu
yang harus dipenuhi.`
Item yang dimasukan dalam Instruksi Kerja dan Inspeksi adalah sebagai berikut :
1. Nama Instruksi Kerja
2. Ilustrasi alur kerja / inspeksi
3. Urutan Kerja
4. Material
5. Peralatan
6. Persyaratan-Persyaratan.
Untuk kajian di bidang ketekniksipilan, lebih banyak terfokus kepada prasarana kereta api pada
pembangunan jalur atau jalan rel, bangunan stasiun dan jembatan. Meskipun demikian, dalam
lingkup kajian prasarana transportasi disini, pembahasan materi studi lebih ditumpukan kepada
perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalur dan jalan rel.
Ada beberapa persyaratan khusus yang perlu diperhatikan sebelum disain dan konstruksi slab
track. Menurut referensi (Lichtberger,22) persyaratan ini dibentuk terutama sesuai dengan
kondisi dasar, desain pelat slab yang dipilih, lapisan pendukung di bawah slab, lokasi yang akan
dibangun seperti di terowongan atau jembatan. Slab Track membutuhkan lapisan bawah tanah
yang stabil, pada dasarnya bebas dari penurunan/settlement agar bisa berfungsi dengan baik.
Inilah sebabnya mengapa slab track paling banyak ditemukan di terowongan dan jembatan. Ini
adalah fakta bahwa penyesuaian terhadap geometri lintasan setelah konstruksi sangat terbatas,
maka persiapan khusus lapisan tanah sebelum konstruksi sangat penting
Struktur jalan rel dibagi ke dalam dua bagian struktur yang terdiri dari kumpulan komponen-
komponen jalan rel yaitu:
1. Struktur bagian atas, atau dikenal sebagai superstructure yang terdiri dari komponen-
komponen seperti rel (rail), penambat (fastening) dan bantalan (sleeper, tie).
2. Struktur bagian bawah, atau dikenali sebagai substructure, yang terdiri dari komponen
bantalan beton bertulang.
1. Rel (Rail)
Rel merupakan batangan baja longitudinal yang berhubungan secara langsung, dan memberikan
tuntunan dan tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api secara berterusan. Oleh karena itu, rel
juga harus memiliki nilai kekakuan tertentu untuk menerima dan mendistribusikan beban roda
kereta api dengan baik. Standar spesifikasi rel yang digunakan pada proyek LRT adalah :
a. Rel yang digunakan adalah tipe 54E1 dengan syarat inklinasi 1:40 . Model rel 54E1 (UIC54)
diproduksi sesuai dengan standar Eropa EN 13674-1. Rel ini digunakan untuk konstruksi
Dimensi :
Dimensions mm Section S Mass m
Tipe Rel Standard H B C D E cm² kg/m
European standard EN 13674-1
54E1 (UIC54) EN 13674 - 1 159,00 140,00 70,00 49,40 16,00 68,77 54,77
Properti mekanikal :
Mechanical properties
Standard Steel grades
Rm MPa min A5 % HB
min
R200 14 200 - 240
680
min
R260 10 260 - 300
880
EN 13674 - 1 (2006)
min
R260 MN 10 260 - 300
880
min
R350 HT 9 350 - 390
1175
Untuk menghubungkan diantara bantalan dengan rel digunakan suatu sistem penambat yang
jenis dan bentuknya bervariasi sesuai dengan jenis bantalan yang digunakan serta klasifikasi
jalan rel yang harus dilayani. Standar Spesifikasi penambat yang digunakan adalah :
a. Sistem pengikat rel untuk slab track sesuai untuk kereta api 54E1 harus menyediakan metode
perbaikan, panduan, kemiringan, ketahanan dan Sistem Fastening harus memiliki layanan
terbukti paling tidak 5 tahun, dengan 25MGT / tahun, desain poros loading sebesar 12 ton
dan desain kecepatan 80 km/jam.
b. Penambat harus memiliki chip baja pegas , resilient rail pad , pengunci lateral dan vertical
dengan plat shimming dengan minimal 2 anchor baut.
c. Penambat harus bisa memenuhi standar inklinasi 1:40 (termasuk saat kereta melintas).
d. Kontraktor harus menentukan resistan pemuaian pada lintasan pada setiap bagian proyek
sesuai dengan kondisi di site . Isolasi listrik disediakan paling sedikit oleh dua lapisan:
penambat - rel dan penambat-sleeper .
e. Kereta api harus diinsulasi dari sistem pengikat dan slab:
• Slab Track (2 rel) baru, seperti yang dibangun: 0.01S / stkm (100Ω - stkm);
• Slab Track (2 rel) selama operasi terbuka 0.05S / stkm (20Ω - stkm);
f. Jarak minimum 50mm harus dicadangkan di antara permukaan rel bawah dan pelat. Di
sekitar Insulated Sendi Rel , penambat yang sama harus digunakan.
g. Sistem penambat harus diuji menurut EN 13146.
h. Sistem penambatan harus memungkinkan seseorang memasang atau menukar perakitan
dengan alat manual.
i. Sistem penambat harus memiliki tanda berhenti atau tanda yang menunjukkan lokasi yang
benar dimana klip diposisikan setelah pemasangan.
(Sumber : Technical Specfication LRT Jakarta Project Clause 7.2)
Keterangan Gambar :
1. Plastic Dowel Sdu 26
2. Elastic pad Zwp 300 UTS /
Bantalan Elastis
3. Base plate Grp 22 / Pelat dasar
Baja
4. Rail Pad Zw 693 / Bantalan Rel
5. Angled guide plate Wfp 300 UTS /
Plat dudukan Siku
6. Tension Clamp Skl 21
7. Sleeper screw Ss 36
.
8. Pasang [7] baut sleeper (2 buah setiap dudukan rel) lalu kencangkan searah jarum
jam.
[7]
Gambar 2.7 Instalasi [1] Elastic Pad , [2] Pelat Dasar Baja, [3] Rail Pad , [4] Pelat Siku ,
[5] Tension Clamp, [6] Letak Lengan Pegas , [7] Baut Sleeper
(sumber : vossloh manual system 300 UTS )
2. Longgarkan baut sleeper sekitar 2-3 putaran berlawanan arah jarum jam.
3. Pindahkan tension clamps dari posisi pra dirakit ke posisi perakitan. Lengan pegas
harus berada pada posisi kaki rel [2] .
4. Untuk konstruksi, kencangkan baut sleeper dengan gaya sekitar 150 Nm.
Gambar 2.8 Instalasi [1] Instalasi rel , [2] Posisi Lengan Pegas
(sumber : vossloh manual system 300 UTS )
Gambar 2.9 Instalasi [1] middle bend , [2] grooves/lekukan, [3] Celah Udara
(sumber : vossloh manual system 300 UTS )
3. Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberapa fungsi yang penting, diantaranya menerima beban dari rel dan
mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan yang kecil, mempertahankan
sistem penambat untuk mengikat rel pada kedudukannya, dan menahan pergerakan rel arah
longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan konstruksinya, seperti bantalan
Pengelasan Flash butt adalah salah satu proses pengelasan resistensi yang digunakan untuk
penggabungan logam. Dalam proses pengelasan butt flash, ujung-ujung potongan yang dilas
dihubungkan ke sirkuit sekunder transformator, sementara satu potong dipegang dengan kuat
oleh perangkat penjepit yang menempel pada plester stasioner; bagian yang lain dijepit ke pelat
bergerak. Pada proyek LRT Flash Butt Welding dilakukan untuk menyambung rel hingga
menjadi rel dengan panjang 250 m yang disebut dengan Long Welded Rail (LWR).
[c] [d]
Hasil reaksi tersebut berupa besi ditambah dengan kerak Al2O3 serta panas yang terjadi cukup
untuk mencairkan besi yang berada disekitar rel yang pada gilirannya akan memadukan besi
hasil reaksi dengan rel.
Las termit adalah penyambungan/las antara dua batang rel melalui suatu reaksi kimia dengan
menggunakan termit (besioksida dengan bubuk aluminium). Metode ini dilaksanakan dengan
bahan yang sederhana dan menghasilkan sambungan yang baik.
Hasil reaksi tersebut berupa besi ditambah dengan kerak Al2O3 serta panas yang terjadi cukup
untuk mencairkan besi yang berada disekitar rel yang pada gilirannya akan memadukan besi
hasil reaksi dengan rel.
a. Menyediakan produk dan jasa yang unggul dan terpadu dibidang EPC dan Investasi untuk
Infrastruktur, Gedung Bertingkat, Energi, Industrial Plant, Industri Beton dan Property.
b. Memenuhi Harapan Pemangku Kepentingan Utama.
c. Menjalankan Praktik Etika Bisnis untuk Menjadi Warga Usaha yang Baik dan
d. Memelihara Keberlanjutan Perusahaan.
e. Ekspansi Strategis Keluar Negeri
f. Mengimplementasikan “Praktek-praktek terbaik” Sistem Manajemen Terintegrasi.
2.2..2. Nilai-Nilai WIKA
Nilai-nilai WIKA telah bertranformasi menjadi baru yakni sebagai berikut :
a. Agility
• Passionate • Adaptable
• Creativity • High Mobility
• Future Oriented • Speed of Change
b. Caring
• Care • Safety
• People Oriented • Trust
• Healthy • Respect Individuals
c. Excellent
• Reliable • Commitment
• Performance Oriented • Deliver the Result
• Market Driven • Faster
• Customer Focus
a. OHSAS 18001 tentang spesifikasi sistem manajemen kesehatan dan keselamatan pekerjaan
b. OHSAS 18002 tentang pedoman implementasi dari OHSAS 18001
Implementasi sistem manajemen K3 dilakukan dengan HIRARC (Hazard
Identification, Risk Analysis, & Risk Control. HIRARC berisi daftar kegiatan beserta
identifikasi bahaya, analisa resiko, dan pengendalian resiko dari pekerjaan tersebut.
2.2.3.3. 5R
Penerapan 5R menggunakan perubahan perilaku individu melalui perubahan tempat kerjanya.
Kondisi tempat kerja mencerminkan perlakuan seseorang terhadap pekerjaannya dan perlakuan
terhadap pekerjaan ini mencerminkan sikap terhadap pekerjaannya.
a. Ringkas : hanya yang diperlukan saja yang ada di area kerja, tidak ada barang
yang berlebihan jumlahnya
b. Rapi : setiap item dan tempat penyimpanannya mempunyai nama atau kode
identifikasi yang distandarkan sesuai kebutuhan dan tempatnya.
c. Resik : mewujudkan kebersihan dan menghilangkan sumber penyebab kotor.
d. Rawat : memelihara barang /lingkungan tetap berfungsi dan terjaga dengan baik.
e. Rajin : terbiasa melaksanakan ringkas, rapi, resik, rawat, disiplin, dan terbiasa
melaksanakan standar kerja lainnya
2.2.5.3. Definisi
Kebijakan adalah batas-batas bagi Organisasi dan atau Pejabat-pejabatnya dalam pengambilan
keputusan.
2.2.5.4 Produk pada matrik penelitian dan pengembangan meliputi : bahan, pekerjaan dan pasar.
2.2.5.5 Technical Proposal adalah usulan teknik untuk memenuhi keinginan pemberi kerja,
baik mulai dari tahap perencanaan maupun mulai tahap pelaksanaan proyek.
2.2.5.6 Preliminary design/basic design adalah perencanaan awal dari suatu proyek
2.2.5.7 Detailed design adalah perencanaan secara terperinci, lengkap dan jelas dari suatu
proyek yang terdiri dari spesifikasi teknis, analisa perhitungan, dan
gambar-gambar kerja.
2.2.5.8 Value Engineering adalah suatu alternatif desain atau metode pelaksanaan yang
mempengaruhi analisa biaya dari suatu proyek yang sedang direncanakan untuk
mendapatkan penghematan, tetapi tanpa mengurangi
fungsi dan mutu/kualitas proyek/pekerjaan tersebut.
4.2 Rencana Jangka Panjang PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tahun 2010-2014.
a. Litbang yang dilakukan difokuskan pada produk lama dengan teknologi baru dan produk
baru dengan teknologi baru.Hasil litbang yang dilakukan oleh PjPU harus diinformasikan
ke semua Biro Engineering masing-masing PjPU agar dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan perusahaan.
b. Design Proposal dilakukan pada proyek-proyek strategis sesuai tugas yang diberikan oleh
Direksi atau General Manager Terkait.
3.1 Umum
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis yaitu penelitian yang
bukan bersifat eksperimen dan dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan
(berupa data primer dan data sekunder) yang berkaitan dengan penelitian, kemudian data-data
tersebut akan dilanjutkan dengan proses analisis. Deskripsi berarti pemaparan (identifikasi)
masalah-masalah yang ada, sedangkan analisis berarti data yang dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan dan dianalisis. Pengertian dari metode deskriptif analisis adalah penelitian
yang ditujukkan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan manusia dan hasil
penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang
akan datang.
Berdasarkan pengertian di atas, penelitian didasarkan pada data yang dikumpulkan selama
penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti,
kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori dan literatur-literatur yang berhubungan
dengan pekerjaan Track work itu sendiri. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran
yang cukup jelas atas masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis memperoleh data
dengan pengamatan langsung yang selanjutnya disusun berdasarkan studi literatur.
Mulai
Identifikasi Masalah
Pengamatan Langsung :
Mock Up Slab
Pengambilan Keputusan
dan Kesimpulan
Mulai
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, yaitu diolah dan disajikan
oleh pihak lain . Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1. Data yang digunakan sebagai landasan teori dari penelitian, yang diperoleh dari buku-
buku, jurnal, makalah, dan lain – lain.
2. Data dari pendapat expert, yang telah berpengalaman di pekerjaan/ perencanaan Track
work.
Dekripsi Uraian
Lokasi Proyek Jl. Pegangsaan Dua (Depot) – Jl. Raya Kelapa Nias –Jl. Kelapa
Gading Boulevard di Kelapa Gading, Jakarta Utara- Jl. Kayu Putih
Raya di Pulo Gadung, Jakarta Timur – Jl. Balap Sepeda (Velodrome)
di Rawamangun, Jakarta Timur
Ruang Lingkup EPC (Design, Procurement and Construction) Pekerjaan Sipil dan
Pekerjaan Sistem untuk Main Line, 6 Stasiun dan 1 Depo
Alur pekerjaan track work di atas akan diulas pada bahasan berikut :
a. Perletakan Rel dan Sleeper
Rel yang digunakan merupakan produk fabrikasi yang diproduksi di Rusia oleh perusahaan
Vossloh sedangkan Sleeper diproduksi oleh Wika Beton di pabrik Majalengka .Spesifikasi
Teknik Rel dan Sleeper telah tercantum di Sub Bab 2.4.1.2 Ballastless Track / Slab Track.
Tahapan pekerjaan perletakan rel dan sleeper diuraikan sebagai berikut :
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2 Pekerjaan Perletakan Rel dan Sleeper
(a) Produksi Sleeper (b) Posisi Perletakan Rel dan Sleeper
(c) Pemasangan Fastening System (d) Penempatan dan Pengangkatan Rel dengan Rail Changer
(sumber: dokumentasi pribadi)
(a) (b)
g. Pekerjaan Pengecoran
Pekerjaan pengecoran pada track dimulai setelah seluruh inspeksi rebar, formwork , support dan
alinyemen telah selesai. Pengecoran pada track work secara metode sama hal nya dengan
pengecoran konvensional dengan beberapa catatan yaitu alinyemen lurus dan miring dapat
ditemukan pada pengecoran track dengan sudut inklinasi yang beragam. Sehingga pengecoran
harus sesuai dengan panduan metode kerja atau instruksi kerja yang ada. Beton yang digunakan
adalah beton mutu fc 35 Mpa dengan slump 162 cm. Pelaksanaan pengecoran meliputi
pekerjaan persiapan lahan, pekerjaan pembesian dan pekerjaan bekisting. PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk melalui Instruksi Kerja Proses Pekerjaan Pengecoran Beton (No. Dok: WIKA-
KON-IK-02.01 Rev 01) dapat menjadi pedoman pengecoran track work disesuaikan dengan
kondisi site. Langkah-langkah umum pekerjaan pengecoran yaitu:
(a)
(b)
Gambar 4.9 (a) Survey Elevasi (b) Cek Batas Pengecoran
(sumber: dokumentasi pribadi)
(a) (b)
Gambar 4.10 Pengujian Slump On-Site
(a) Uji Slump Normal , (b) Pembuatan Sampel Benda Uji
(sumber: dokumentasi pribadi)
• Pengecoran Slab
- Tuang beton ke dalam bekisting secara perlahan menggunakan concrete pump, tinggi
jatuh beton segar jangan terlalu tinggi untuk mencegah segregasi
Pada produksi penyambungan rel, digunakan dua metode yaitu Flash Butt Welding untuk
menyambungkan antara rel satuan dengan panjang 24 m menjadi 250 m (Long Welded Rail) dan
Alumino Thermit Welding untuk menyambung antar rel LWR menjadi Continue Welded Rail
(CWR). Berikut tahapan pekerjaan kedua metode pengelasan rel :
Inspeksi rel dilakukan setelah sleeper dan rel terinstal dan dikunci dengan fastening system. Hal
yang perlu diinspeksi adalah sebagai berikut :
1. Pastikan sebelum rel diinstal, marking survey sudah benar.
2. Cek kondisi rebar shear connector.
3. Cek fastening system dan perkuatan antara rel dan sleeper.
4. Pastikan rel telah di adjust sesuai alinyemennya.
(a) (b)
Gambar 4.21 Inspeksi Leveling Alinyemen
(a) Inspeksi Cross Level , (b) Bacaan Gauge Cross Level
(sumber: dokumentasi pribadi)
2. Ultrasonic Test
Pengujian ultrasonic (UT test) adalah salah satu jenis pengujian non destructive test dengan
cara memberikan gelombang frekuensi tinggi ke dalam material benda uji untuk mengukur
sifat geometris dan fisik dari bahan. Dari setiap tes dengan sudut derajat papar yang berbeda
dapat dipantau jika terbaca pada monitor ultrasonic ada grafik yang melebihi batas toleransi.
(a) (b)
Gambar 4.26 Inspeksi Ultrasonic 3
(a) Sketch Area Tes , (b) Inspeksi Ultrasonic,
(sumber: dokumentasi pribadi)
(a) (b)
Gambar 4.27 Inspeksi Ultrasonic 4
(a) Sketch Area Tes , (b) Inspeksi Ultrasonic,
(sumber: dokumentasi pribadi)
(a) (b)
Gambar 4.28 Inspeksi Ultrasonic 5
(a) Sketch Area Tes , (b) Inspeksi Ultrasonic,
(sumber: dokumentasi pribadi)
(a) (b)
Menurut Prosedur Sistem Manajemen Risiko No. Dok: WIKA-SMR-PM-01.01, No. Rev: 02 PT
Wijaya Karya (Persero) Tbk., risiko (risk) adalah probabilitas terjadinya peristiwa yang
membawa akibat yang tidak dikehendaki atas hal yang ingin dicapai pada perumusan tujuan,
strategi, sasaran dan atau rencana hasil kegiatan. Setiap kemungkinan risiko yang terjadi harus
dapat diminimalisir dengan baik dan menggunakan prosedur yang jelas.
Manajemen risiko (risk management) adalah proses manajemen, pengorganisasian dan budaya
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang diarahkan terhadap analisis risiko dan tanggapan serta
perlakuan atas risiko. Di dalamnya termasuk mengoptimalkan tingkat probabilitas dan
konsekuensi atas suatu kejadian yang bersifat merugikan dalam mencapai suatu proyek.
Tolak ukur keberhasilan suatu manajemen risiko adalah bila manajemen risiko ini telah menjadi
landasan atau suatu alat dalam memutuskan suatu kebijakan tertentu. Salah satu cara untuk
mewujudkan hal tersebut adalah membangun suatu budaya sadar risiko, dimana setiap proses
dan struktur diarahkan untuk mengelola manajemen yang tepat guna terhadap peluang yang
potensial dan dampak yang merugikan. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengetahui risiko
yang akan dihadapi oleh semua tingkatan di perusahaan.
Identifikasi risiko dapat mencakup risiko-risiko yang berasal dari sumber internal atau dari dalam
PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk sendiri, maupun sumber eksternal atau dari luar PT Wijaya
Karya (Persero) Tbk sesuai dengan Matriks Faktor Risiko dan Konteks Kegiatan. Identifikasi
risiko dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi dan teknik, yang
mencakup (bila sesuai):
1. Rekaman (record)
2. Praktek dan pengalaman pihak lain di perusahaan sejenis atau yang relevan
3. Studi literatur
Untuk memutuskan kedalam tingkat mana suatu risiko harus digolongkan maka lebih dahulu
harus ditentukan:
1. Rating akibatnya (bila risiko itu terjadi). Akibat yang ditimbulkan bila suatu risiko terjadi
dibagi ke dalam 4 (empat) rating berikut
Analisis risiko harus didasarkan pada matriks analisis risiko seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 5.3 Matriks Analisis Risiko
Akibat / Consequences
Matrik
Tidak Sangat
Analisis Berat Malapetaka
Berat Berat
Risiko
1 2 3 4
Sangat Besar 4 4 T 8 T 12 E 16 E
Probablitas
Besar 3 3 M 6 T 9 E 12 E
Kecil 2 2 R 4 M 6 T 8 E
Sangat Kecil 1 1 R 2 R 3 M 4 E
(sumber: Prosedur Sistem Manajemen Risiko No. Doc : WIKA SMR-PM-01.0, Rev 02)
a. Prioritas 1
Melakukan prioritas berdasarkan nilai risiko. Apabila terdapat nilai yang sama, maka akan
diurutkan dengan melihat konsekuensi (akibat) dari risiko tersebut.
b. Prioritas 2
Melakukan prioritas berdasarkan otoritas risiko. Untuk mengetahui prioritas risiko dapat
dilihat pada Tabel 5.4.
c. Prioritas 3
Melakukan prioritas dengan melihat urgensi risiko mempertimbangkan evaluasi berdasarkan
nilai risiko dan evaluasi berdasarkan otoritas risiko.
Dalam hal terdapat lebih dari satu risiko yang tingkatnya sama, maka prioritas tindak lanjut harus
ditetapkan dengan mempertimbangkan perbedaan besarnya akibat yang tercantum di dalam
Kertas Kerja Analisis Probabilitas dan Akibat Risiko.
Nilai Risiko
No Area Kategori Subkategori Risiko Penyebab Akibat Probilita Konsekuen
Sebelum RTL (juta) Score Prioritas Prioritas Prioritas
s si (Akibat)
Standar
pengawasan Tidak ada Quality Tidak tercapainya mutu
Pengendalian
1 Engineering QA/QC pekerjaan track Planning pekerjaan pekerjaan track work 93,981.30 2 3 6 4 orange 4
Proses
work oleh QC Track Work sesuai spesifikasi teknik
rendah
Kesalahan Input
Kurangnya referensi
Standart dalam Tidak diakuinya
untuk standart QC
2 Engineering QA/QC Instruksi Kerja Instruksi kerja pekerjaan trackwork 93,981.30 2 4 8 1 merah 1
trackwork non balas di
Trackwork Non oleh owner
Indonesia
Balas
Kegagalan / Tidak dilakukan
Pengendalian Penundaan inspeksi levelling
3 Engineering QA/QC Alinyemen Track Salah 2,000.00 2 3 6 6 orange 6
Proses Pekerjaan alinyemen track sesuai
Alinyemen Track standar
Penambahan personil
Prosedur
Prosedur Desain khusus untuk QC
Good Rp 185 Rp 940 2 2 4 Desain Good Repair/Rework Rp 500
Struktur trackwork dan membuat
Struktur
panduan IK Track
Prosedur Prosedur
Menghire tenaga ahli Melakukan Koordinasi lebih
Administrasi Good Rp 450 Rp 4,699 2 3 6 Administrasi Good Rp 100
spesialis trackwork intens
Kontrak Kontrak
Prosedur
Prosedur Penambahan surveyor
Perencanaan
Perencanaan dan khusus Trackwork dan Melakukan Koordinasi lebih
Good Rp 45.00 Rp 100 2 2 4 dan Good Rp 100
Pengendalian Instruksi Inspeksi sesuai intens
Pengendalian
Proses Standart
Proses
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dan pembahasan pada makalah ini yaitu :
1. Sequence pekerjaan Track work yang digunakan sebagai landasan penyusunan quality plan dan
instruksi kerja adalah sebagai berikut :
a. Penataan Sleeper dan Rel
b. Produksi Penyambungan Rel ( Flash Butt Welding dan Alumino Thermal Welding)
c. Adjust Level Rel dan Sleeper
d. Pembesian Slab Track dan Stray Current Collecting System
e. Instalasi Dowel Third Rail
f. Formwork Track
g. Support Track
h. Pengecoran Track
i. Curing Track
5.2 Saran
Pada makalah ini hanya mencakup pekerjaan Track Work secara structural sipil dan elemen
system yang terinstal langsung pada Track. Makalah ini juga masih terbatas pada pekerjaan
main track / jalur utama saja. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melengkapi penelitian ini
dengan memperluas ke scope pekerjaan system dan signaling serta kondisi rel khusus seperti
pada turn out dan crossing .
a. Agility
Berdasarkan sasaran nilai dan penerapan perilaku yang telah dibuat oleh WIKA, nilai Agility
mencakup perilaku berikut :
1. Setiap melakukan pekerjaan lapangan saya selalu menggunakan APD lengkap dan
menaati apa yang sebelumnya telah diinduksikan.
2. Selalu berusaha menciptakan suasana kerja yang kondusif namun tidak kaku. Pertama kali
dipindahkan ke LRT pusat sebagai QA/QC saya berusaha mengajak rekan kerja untuk
memiliki waktu di luar pekerjaan agar koordinasi dan rasa saling melengkapi untuk tugas-
tugas dapat lebih terbangun.
3. Berusaha menempatkan diri sesopan mungkin ketika berhadapan dengan atasan.
4. Menghormati seluruh pekerja proyek, baik dari office boy , satpam, tukang .berusaha
minimal memberi salam jika berpapasan.
5. Saling mencoba membantu ketika rekan kerja kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan.
6. Menggiatkan kembali olahraga rutin futsal dan bulutangkis di proyek. Agar imbang antara
pekerjaan dan olahraga juga memperbanyak interaksi lintas bidang kerja.
7. Membangun hubungan baik dengan konsultan dan owner baik di dalam pekerjaan maupun
di luar ranah kerja.
B PERALATAN
P2
01 Pilok 05 Three Point 09 Theodolite/Total Station
P3 02 Markers 06 Temporary Jigs 10 Waterpass
P4 03 Cable Ties 07 Track Gauge 11 Track Jack/ Rail Changer
04 Roller 08 Vibrator 12 Meteran
P5
C TAHAPAN PEKERJAAN
P1. PERSIAPAN
Q1 a Tim survei harus memverifikasi posisi "as-built" dari pekerjaan sipil sebelum instalasi track
dimulai.
b Semua pemeriksaan dan uji drainase (termasuk uji Mandrel) akan dilakukan oleh kontraktor
P6
sipil dan disaksikan oleh sub kontraktor track sebelum penyerahan.
Q2 c Sleeper dan rel harus dikirim ke titik angkat pada pengiriman malam dan diangkat ke arah
panduan. Stockpiles akan dibuat pada waktu malam untuk pemasangan pada siang hari.
P7
P2 Marking dan Pembersihan Viaduct
a. Lokasi harus dibersihkan jika perlu digunakan pressure wash .
Q3
b. Crane dibutuhkan di setiap lokasi viaduct untuk mendukung aktivitas kerja. Spesifikasi derek
akan diperiksa dan disesuaikan tergantung ketinggian viaduct di jalur akses yang disepakati
P8 dengan site engineer Sipil, radius balik untuk boom, kondisi lokasi di tanah dan bongkar bahan
berat.
Q4 c. Pekerja akan memarking tata letak lintasan track yang disediakan oleh tim survei dengan jarak
offset. Mandor akan menandai lokasi menggunakan kerangka panel sesuai dengan marking 1,2
P9 survei, scribe corners (jika perlu) atau cat semprot.
SELESAI
4
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN SLAB TRACK
No Dokumen :
No Rev.
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
d. Sebelum pergerakan LWR, seorang kepala mandor memposisikan diri ke arah menarik dan dia
dilengkapi dengan radio. Mandor akan memastikan bahwa jalur tarik untuk LWR akan bebas
dari hambatan.
e. Selama distribusi, dua jenis konfigurasi akan ditemui yaitu viaduct ganda dan viaduct tunggal.
Dalam kedua kasus operasi penarikannya sama. Seiring kemajuan operasi penarikan, rol rel
didistribusikan kembali ke belakang mesin penarik untuk mempertahankan operasi menerus.
f. LWR ditempatkan di lokasi longitudinal di sisi dinding parapet dan didistribusikan rata untuk
kedua jalur track.
P4 Sleeper Laying
a Sleeper ditumpuk dan didistribusikan dengan alat forklift.
b Sleeper akan ditempatkan di deck dan didistribusikan sesuai marking dengan referensi marking
2
centreline atau marking offset.
c Sleeper akan diselaraskan sesuai dengan titik koordinat survei 9
d. Jarak spasi centre ke centre akan disesuaikan dengan jarak 700mm ± 25mm. 12
P5 INSTALASI REL
Dua metode bisa diadopsi untuk menempatkan rel pada sleepers.
- Metode A
1a. Dengan menggunakan mesin rail treader yang melakukan perjalanan di rel bagian luar dan
mesin akan menyeimbangkan pada center track menggunakan centre jack.
2a. Ketika Centre Jack diterapkan, penjepit luar mesin akan menarik rel ke pelat dasar.
3a. Setelah menyelesaikan instalasi rel, tim fastening/pengikat akan melanjutkan menjepit setiap
pelat dasar. Pekerja akan terus melakukan pekerjaan berulang sampai rel akhir diletakkan.
4a. Tim lain akan mengikuti inspektur QC, yang akan melakukan pengecekan gauge dan
penyesuaian pelat dasar dan menyelesaikan klip di bawah rel.
- Metode B
1b. Hal ini dilakukan dengan menggunakan rail changer
2b. Rail Changer ditempatkan di atas string rel dan katrol akan menjatuhkan penjepit rel yang
dipasang pada rel. 11
3b. Rel diangkat oleh katrol pada ketinggian tertentu dan digerakan melintang ke lokasi pelat dasar
tempat rel akan ditempatkan.
4b. Setelah menyelesaikan instalasi rel, tim fastening/pengikat akan melanjutkan untuk menjepit
setiap pelat dasar. Pekerja akan terus melakukan pekerjaan berulang sampai rel akhir
diletakkan.
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN SLAB TRACK
No Dokumen :
No Rev.
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
5b. Tim lain akan mengikuti inspektur QC, yang akan melakukan pengecekan gauge dan
penyesuaian pelat dasar dan menyelesaikan klip di bawah rel.
P6 Pembesian Track
a. Pembesian diaplikasikan sesuai dengan drawing dan desain yang disetujui. Technical Spesification- Mainline and Depot Slab
Track WIKA-P102-ALL-TSP-140-010
b. Distribusi material flat bar dan rebar polos untuk SCCS, menyesuaikan posisi marking slab
track yang telah di adjust pada level rencana.
c. Setelah Rel di Adjust, Flat bar di las dengan besi polos untuk membentuk Stray Current Mat di
bawah sleeper.
d. Stray Current Mat diikat pada rebar slab track atas dengan cable ties yang berbahan plastik/
tidak dapat menghantarkan listrik.
e. Untuk memastikan SCCS tidak ada koneksi dengan rebar slab dilakukan tes resistensi.
P7 Pemasangan Formwork
a. Bekisting akan dipasang seperti yang disebutkan dalam gambar konstruksi
b. Saluran under track crossings (UTX) akan ditempatkan sesuai dengan persyaratan
pemasangan. Bekisting diadaptasi pada semua lubang tarik kabel, lubang drainase, kotak
akses dan relai ikatan impedansi.
c. Setelah bekisting sudah terpasang, dilakukan check akhir untuk memastikan posisi lintasan
10
track sudah betul.
d. Kedua sisi dinding luar rel akan dipasang bersamaan dengan pembangunan bekisting track.
e. Bekisting akan dipasang di sepanjang garis marking bekisting yang sebelumnya dimarking oleh
tim survei.
f. Bekisting diangkut dan disimpan dalam tumpukan, diperiksa untuk toleransi dimensi dan
deformasi sebelum digunakan kembali untuk konstruksi.
g. Kelebihan debu dan residu beton harus dibersihkan sebelum bekisting digunakan kembali.
h. Setelah final survei , semua kelebihan bahan akan dilepas dengan menggunakan troli kecil
i. Pelumas diaplikasikan pada sekrup levelling agar pengangkatannya mudah setelah dilakukan
pengecoran.
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN SLAB TRACK
No Dokumen :
No Rev.
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
j Rel dan fastening rel harus ditutup dengan plastik untuk mencegah kontaminasi beton.
k Cek sistem drainase dan harus ada proteksi terhadap kontaminasi drainase akibat grouting.
P8. Support Installation
a Di antara kedua jalur itu, jig/penopang akan dipasang di braket penopang luar, yang akan
dipasang di dek viaduct.
b Biasanya temporary support akan diatur pada interval setiap 2 ~ 4 sleeper (jarak dukungan
akan menjadi 1,2 m ~ 2,4.m). Setiap set akan digunakan untuk casting trek normalnya 84m per 6,7
hari. Oleh karena itu, sekitar 35 ~ 70 support akan dibutuhkan untuk pengecoran per hari.
c Sekrup leveling harus digunakan untuk penyesuaian vertikal
b. Final check pada titik trasver absolut untuk memastikan trek bisa di cor. Dan pengecekan pada
seluruh rebar dan SCCS apakah sudah terinstal sesuai shop drawing dan alinyemen.
c. Concrete pump disetting pada lokasi tanah rata dengan plat. Belalai CP diikat pada chain block Technical Specification - Track Concrete WIKA-P102-
untuk menanggulangi tekanan yang besar ALL-TSP-140-0070
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN SLAB TRACK
No Dokumen :
No Rev.
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
d. Beton akan dipompa ke lokasi dan akan ditempatkan dan dipadatkan secara menyeluruh
dengan menggunakan vibrator dengan metode yang benar dengan tidak meningkatkan 8
segregasi material.
e. Pengecoran beton akan mulai di ujung ekstrim. Akses material akan dijaga . Permukaan hasil
beton harus rata sesuai dengan alinyemen desain. 8
f. Operasi untuk pengecaran beton diantisipasi dilakukan 5 ~ 6 hari seminggu. Waktu perputaran
minimum adalah 24 jam dan setting time paling sedikit 12 jam. Pemasangan sekrup jigs dapat
dilepaskan dari jalur pada hari setelah melakukan pengecoran (sekitar 6 jam atau lebih setelah
pengecoran sesuai dengan kondisi awal initial beton).
g. Lubang bekas levelling Screw pada slab akan diisi dengan grouting
h. Semua sisa beton harus dibuang.
i. Periode minimum pembongkaran bekisting harus 12 jam dengan mengacu pada BS8110-1 dan Pembongkaran bekisting 12 jam - BS8110-1
standar lainnya yang sesuai
P10 Curing
a Curing compound akan diaplikasikan pada permukaan beton dengan menggunakan sprayer
dengan nozzle yang menyebar. Dan Curing Compound harus dilakukan setelah permukaan
beton terlapisi media curing.
b Curing Coumpound tidak boleh diaplikasikan pada permukaan kering.
c Tingkat kualitas yang direkomendasikan harus sesuai rekomendasi suplier
Segera setelah Curing Compound dilakukan, plat beton ditutupi oleh kain / karung goni (agar
tetap basah dan terus menerus disiram air selama 2 hari yang tersisa) atau ditutupi oleh
d. lembaran plastik.
e. Curing beton akan dimonitoring
P11 Pengecekan Pasca Curing
a Jika diperlukan pekerjaan penyempurnaan dan koreksi akan dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Klien / Owner mengenai metode rektifikasi
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN SLAB TRACK
No Dokumen :
No Rev.
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
Q2 Inspeksi Rebar
a. Memastikan besi yang terpasang sudah sesuai dengan yang ada di drawing ( diameter, jumlah
, overlap, spasi )
b. Seluruh besi terpasang tidak menyentuh besi SCCS ( Stray Current Collecting System)
c. Besi tidak menyentuh bekisting dan selimut beton dipastikan cukup sesuai dengan TS
Q3 Inspeksi Formwork
a. Pastikan formwork telah dibersihkan dari kotoran / cat .
b. Bekisting harus sudah diolesi oleh pelumas khusus agar beton tidak menempel pada
permukaan.
c. Menggunakan beton decking agar rebar tidak menyentuh badan formwork
d. Memastikan adjust alinyemen akhir sebelum instalasi formwork/bekisting
e. Cek dimensi formwork dan posisi marking survey
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN SLAB TRACK
No Dokumen :
No Rev.
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
f Pastikan tidak ada lubang tertinggal bekas lubang dowel atau kabel
Q4 Inspeksi Support
a. Cek temporary support dan support utama sudah kuat dan tidak bergeser.
b. Cek alinyemen support setelah di adjust screws dengan toleransi +- 15 mm
c. Cek seluruh bolt/anchor support telah terinstal dengan baik.
2b Cek peralatan fastening system pastikan sudah sesuai dengan merk yang di propose dengan
kondisi yang baik.
3b Ukur jarak spasi antar sleeper dari as ke as . Pastikan tidak melebihi / kurang dari batas 1.Jarak antar Sleeper Lintasan Lurus = 700mm ±
toleransi. 25mm
2.Jarak spasi sleeper pada tikungan < 200m =
650mm ±25 mm
4b Ukur Jarak 2 sisi luar sleeper untuk menentukan squarring/ keselarasan ( Hasil pengukuran 3.Sleeper squaring = ±20 mm ( Hasil pengurangan
kedua sisi sleeper di kurangkan ) . Tidak boleh melebihi / kurang dari batas toleransi dari panjang jarak antar slipeer kanan dan kiri )
12
B PERALATAN
P1
01 Straight Edge 05 Roller 09 Gerindra Listrik / Mekanik
02 Feeler Gauge 06 Holland H650 FBW 10 Penggaris 1000mm
P2 03 Rail Bender 07 Pendingin 11 Boom Loader
04 Hand Grinding 100/125 mm 08 Cat/Spray Khusus 12 Crack Meter
C TAHAPAN PEKERJAAN
P3
P1. PERSIAPAN
a Semua rel harus diperiksa untuk mengecek adanya penyimpangan sebelum rel dinaikan untuk
pengelasan. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan straight edge dan alat feeler gauge 1,2
P4
yang bersertifikat.
Q1 b Setiap tekukan di ujung rel, yang membuatnya tidak dapat mencapai toleransi pada spesifikasi
teknik, harus diluruskan dengan menggunakan bender rel horizontal dan vertikal, atau dipotong
sesuai batasan yang diperlukan sebelum melakukan proses pengelasan dalam kasus ini 3
P5
potongan panjang rel harus lebih panjang dari panjang yang ditentukan (kecuali rel penutupan)
dan alignment rel harus diatur dengan tepat. -Section 8.2 of EN14587-2
Q2 c Ujung rel harus selalu digerinda atau dipotong dan squarring / kelselarasan akhir harus berada - MS Flash Butt Welding WIKA-P102-ALL-140-
dalam toleransi seperti yang ditentukan dalam Metode Kerja. MTS-006
P6 d Untuk memastikan kontak penuh antara elektroda pengelasan dan rel, pekerjaan gerinda
4
dilakukan dengan menggunakan gerinda tangan 100 / 125mm
P7 P2 SETTING FLASH BUTT WELDING PLANT
a Menyiapkan dan setting mesin FBW
Q3 b Operator juga harus memeriksa kelebihan material geser untuk memastikan bahwa tiga lapisan
yang berbeda terbentuk. Hasil las yang tidak membentuk tiga lapisan yang berbeda harus
dianggap gagal dan harus dipotong dari LWR.
P8
P3 PENGELASAN FLASH BUTT
a Rel pada awalnya diselaraskan secara otomatis dengan rollers. Lalu periksa alinyemen secara
5
P9 manual dan selanjutnya disesuaikan dengan rol untuk meminimalisir ketidakselarasan rel.
b Begitu rel berada di posisi, penjepit las dikunci pada rel. Pengelasan secara otomatis
menyesuaikan ujung rel sesuai dengan parameter yang ditetapkan untuk memastikan toleransi
SELESAI
geometri rel yang ditentukan tercapai.
PT. WIJAYA KARYA
INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN FLASH BUTT WELDING
No Dokumen :
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 No Rev. :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
c Penyesuaian tersedia di dalam sistem untuk memastikan keselarasan dengan toleransi ±
0.2mm, di dalam welding head. Mesin Flash Butt Welding kemudian diaktifkan dan siklus
pengelasan dimulai.
d Operator pada awalnya akan memulai siklus pengelasan dalam mode manual sampai kontak
penuh tercapai antara ujung rel yang ditunjukkan saat mesin reverse, yaitu saat mesin berhenti.
Hal ini memastikan bahwa ujung rel tepat sebelum proses pengelasan sebenarnya. Operator
6
kemudian akan mengaktifkan mode otomatis untuk sisa durasi proses pengelasan. Mesin
kemudian secara otomatis melakukan pengelasan berdasarkan parameter yang telah
ditentukan sebelumnya
P4 Pembersihan Material yang Mengganggu (Upset Material)
a Kelebihan logam harus dibersihkan dengan mesin pencabut pada mesin FBW, sehingga
tingkat gangguan pengelasan yang terukur tidak melebihi batas.
e Untuk kelas 350HT, pendinginan pasca las dibutuhkan. Sebuah kotak pendingin ditempatkan di
7
poros pengelasan, setelah upsetting.
PT. WIJAYA KARYA
INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN FLASH BUTT WELDING
No Dokumen :
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 No Rev. :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
P5 Identifikasi Pengelasan
a Lasan harus ditandai dengan nomor lasan yang secara otomatis dihasilkan oleh program
pengelasan butt flash. Nomor lasan unik ini harus ditandai dengan ketinggian min.10 mm pada
8
web rel di sisi lapangan dalam jarak 1.000 mm dari lasan dengan penanda cat putih yang
sesuai untuk aplikasi baja dan tahan cuaca.
b Tanda unik akan dimasukkan ke web rel masing-masing las dengan cat UV-yang distabilkan
8
atau huruf tinta yang tak terhapuskan.
c Daftar pengelasan rel akan berisi informasi seperti apakah lasan melewati semua pengujian
8
dan inspeksi dan apakah lasan tersebut adalah pengganti lasan yang gagal.
P6 Gerinda Bagian Bawah dan Web Rel
a Gerinda rel ke profil rel (di bagian bawah dan web rel) karena posisi pengelasan mungkin
9
secara tidak sengaja jatuh pada fastener/pengikat, selama operasi fastening akhir.
P7 Gerinda Profil Rel
a Pengikisan / Gerinda profil rel lasan dilakukan pada bagian rel yang dilas di area pengujian.
Peralatan yang akan digunakan untuk profil grinding adalah mesin penggilingan gerinda listrik 9
atau mekanik.
b Grinding akhir harus dibatasi 400mm dari lasan di atas salah satu atau kedua rel untuk
mencegah over-grinding.
c Batasan miss alignment pada sambungan las, diukur dengan menggunakan penggaris lurus
10
1000 mm yang dipegang tegak lurus.
P8 Stockpilling Long Welded Rail (LWR)
a LWR akan ditarik menggunakan boom loader yang dilengkapi dengan penjepit dan roller. 5,11
b Setelah semua lasan untuk string selesai, string LWR harus diangkat dari sistem roller melalui
alat rel changers menuju ke pemeriksaan grinding dan pengujian yang berdekatan di sepanjang
jalur perakitan dan dibiarkan dingin sebelum diluruskan (jika diperlukan) .
c Rel yang dilas panjang akan ditata / disimpan minimum 4 lapis dan setiap lapisan berisi 20 rel Lampiran B MS Flash Butt Welding WIKA-P102-
dilas yang panjang di bagian bawah. ALL-140-MTS-006-C
P9 Demobilisasi
a Mesin FBW tidak terkunci dari dudukan mesin FBW sebelum diangkat oleh derek.
b FBW diangkat dari viaduct melalui derek dan dimuat ke loader.
c Tangki diesel untuk mesin FBW akan diputus dari mesin FBW sebelum diturunkan dari viaduct
melalui derek dan dimasukkan ke loader
d Rol dan rail changers yang digunakan di pabrik FBW akan diangkat dari viaduct melalui derek
dan dimuat ke loader.
PT. WIJAYA KARYA
INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN FLASH BUTT WELDING
No Dokumen :
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 No Rev. :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
C TAHAPAN PEKERJAAN
P3
P1. PERSIAPAN
a Seluruh ujung rel yang akan di las harus dibersihkan dari kotoran, oil dan residu beton.
b Longgarkan fastener pada dua sisi joint. Cek potongan ujung rel telah sesuai dan rata.
P4
P2 SETTING GAP PENGELASAN DAN ALINYEMEN
a Gap antar ujung rel adalah 24-26 mm , sesuai dengan MSA ATW. Jika gap lebih besar dari
P5 yang disyaratkan , adjust dengan menarik rel menggunakan rail tensors.
P6
P7
Q1
P8
b Pada turout dan diamond crossing, gap las dibuat dengan memotong rel dengan gap 24-26
mm.
c Cant / camber/ superelevasi pada joint diset da periksa dengan penggaris lurus 1000mm 4
SELESAI
d Rel kemudian diangkat untuk diselaraskan mengguakan rail jack 6
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN ALUMINO THERMIT WELDING
No Dokumen :
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 No Rev. :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
e Potongan antara pelat rel dan sleeper dipukul pada kedua sisi sendi sampai setiap ujung 1 m SL = Cant Left ; SR = Cant Right
terpusat adalah 1,2 sampai1,8mm di atas permukaan yang sedang berjalan sebagai SL=SR= Harus selaras pada dua sisi
kompensasi terhadap kendur akibat penyusutan diferensial saat pendinginan. Pengukurannya
diambil dengan alat taper gauge.
P4 Fixing Mould
a Mould pengelasan harus di cek dari kerusakan dan crack. Diperiksa simetris idaknya dengan MS Flash Butt Welding WIKA-P102-ALL-140-MTS-
gap pengelasan. 6
006-C
b Setelah fixing mould, gunakan luting sand dan oleskan pada molding agar cairan las tidak
keluar dari mould.
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN ALUMINO THERMIT WELDING
No Dokumen :
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 No Rev. :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
P5 Pemanasan Awal Obor dan Crubicle
a Prehater Torch disetting dan dikaitkan dengan cradle pada universal clamp. Dengan tinggi 45-
50 mm.
b Crubicle dipanaskan dengan api kecil dari tempurung dalam hingga mencapai 100' C. 8
c Obor pemanasan pertama dipastikan telah terpasang pada support preheater.▪ Turunkan
burner ke cetakan dengan api kecil. Kemudian harus ditempatkan terpusat di sendi dan
dikencangkan. Hanya dengan begitu sebaiknya katup gas dan oksigen dibuka secara
bergantian dengan gagangnya, sehingga nyala api tidak padam, sampai katup oksigen benar-
benar terbuka.
Perhatian yang cermat harus dijaga di atas rel selama periode pemanasan awal untuk
memastikannya berjalan secara merata. Pemanasan awal memastikan pemindahan uap air
secara penuh yang mungkin ada di rel.
Sebelum memuat crucible, bagian thermit harus dicampur secara menyeluruh dalam wadah
non-logam dan kering. Saat pencampuran, sarung tangan kering dan bersih harus digunakan
oleh tukang las. Katalis harus dijaga pada ketinggian 25-30mm dari atas cetakan
2 Ultrasonic Test
a Test 0' derajat, Twin Crystal, 2-2,5 MHz
1a Lakukan ultrasonik tes dengan memindai lasan setidaknya pada 250 mm di kepala rel, 100 mm
di sisi dan kaki rel di kedua sisi lasan (seperti pada gambar di bawah )
2a Berhati-hatilah terhadap indikasi yang terdeteksi dari radius lasan dan dalam
penginterpretasiannya.
3a Catat hasil pengukuran yang termonitor pada UT monitor. Jika pada grafik menunjukan angka
kebocoran, selidiki dengan melakukan pengukuran dengan penggaris dari sisi atas dan tengah
rel sesuai dengan angka yang ditunjukan (berapa mm sesuai yg terbaca pada monitor ) untuk
menentukan prediksi lokasi kebocoran las.
PT. WIJAYA KARYA
(PERSERO) Tbk INSTRUKSI KERJA DAN INSPEKSI : PEKERJAAN ALUMINO THERMIT WELDING
No Dokumen :
PROYEK : LIGHT RAIL TRANSIT JAKARTA PHASE 1 CORRIDOR 1 No Rev. :
ILUSTRASI NO URUTAN KERJA ALAT PERSYARATAN-PERSYARATAN
b Tes 70' derajat, Single/Twin Crystal, 2-2,5 MHz.
1b Periksa area las kepala rel dan bagian atas web. Jarak pemindaian harus cukup untuk
memindai pengelasan setidaknya 150 mm pada kedua sisi pengelasan.
2b Pindai kepala di atas bidang, tengah, dan sisi ( seperti pada gambar di bawah )
Catat hasil pengukuran yang termonitor pada UT monitor. Jika pada grafik menunjukan angka
kebocoran, selidiki dengan melakukan pengukuran dengan penggaris dari sisi atas kepala rel
sesuai dengan angka yang ditunjukan (berapa mm sesuai yg terbaca pada monitor )untuk
3b menentukan prediksi lokasi kebocoran las.
Nilai Resiko =
= Rp 93,981,301,081.00
= Rp 93,981.30 juta
d. Biaya RTL
Biaya Repair Biaya perawatan = Rp 500,000,000.00
= Rp 500.00 juta
BACK UP PERHITUNGAN RISIKO
2 Kesalahan Input Standard
a. Nilai Resiko sebelum RTL
Kesalahan Input Standart dalam Slab track with Bi-Block sleeper, Concrete Class fc'=35 Mpa (K-400) = 9,362,696,835
Instruksi kerja Trackwork Non Total Pekerjaan yang tidak diakui =
Balas Reinforced steel to slab track with Bi-Block sleeper = 9,573,256,476
Pre-cast concrete bi block sleepers = 74,498,589,150
Misc sundries - fixings = 546,758,620
93,981,301,081.00
Nilai Resiko =
= Rp 93,981,301,081.00
= Rp 93,981.30 juta
=
b. Biaya RTL Proaktif
- Pembuatan Instruksi Kerja dan
Inspeksi Jumlah Tenaga Ahli = 2.00 orang
Gaji staff quality = Rp 75,000,000.00 /bulan/orang
Lama waktu pelaksanaan = 3.00 bulan
biaya staff khusus quality = Jumlah Tenaga Ahli x Gaji staff quality x Lama waktu pelaksanaan
= 2.00 x Rp 75,000,000.00 3.00
= Rp 450,000,000.00
= 450.00 juta
c. Sisa Risiko
- Risiko output desain tidak
Sisa Resiko = 1% dari Total nilai resiko
memenuhi persyaratan
Kualitatif 5% x Rp 93,981,301,081.00
= Rp 4,699,065,054.05
= Rp 4,699.07 juta
d. Biaya Reaktif
-Melakukan Koordinasi Intens Biaya Koordinasi = Rp 100,000,000.00
= Rp 100.00 juta
BACK UP PERHITUNGAN RISIKO
3 Kegagalan / Penundaan Pekerjaan Alinyemen Track
d. Biaya Reaktif
-Melakukan Koordinasi Intens Biaya Koordinasi = Rp 100,000,000.00
= Rp 100.00 juta
= Rp 100,000,000.00
= Rp 100.00 juta