Anda di halaman 1dari 36

ABORTUS PROVOKATUS

KRIMINALIS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakanng

Abortus atau pengguguran kandungan selalu menjadi permasalahan dari masa ke

masa. Dari segi kesehatan secara alami terjadi keguguran pada 10-15% kehamilan. Di

lain pihak ada keadaan yang memaksa pengguguran kandungan yang harus ditempuh

(provokasi) untuk menyelamatkan ibu hamil, tetapi banyak pula pengguguran dilakukan

bukan untuk tujuan ini.1

Permasalahn abortus tidak hanya berkaitan dengan bidang forensic saja, tetapi

juga berkaitan dengan hukum kesehatan. Perbedaan intinya adalah hukum kesehatan

lebih tertuju pada ketentuan hukum yang mengatur dalam keadaan apa, oleh siapa

pengguguran dapat dilakukan, sementara dalam bidang kedokteran forensic tertuju pada

pemeriksaan dan pembuktian bagaimana pengguguran kandungan dilakukan, kapan,

berapa umur bayi dan lain-lain.1

Abortus provokatus kriminalis merupakan abortus yang dilakukan secara ilegal.

Pengguguran yang dilakukan biasanya dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat

tertentu,"1

Abortus provokatus kriminalis yang dilakukan secara illegal akan mengakibatkan

tiga hal besar. Pertama bisa menimbulkan perlukaan jalan lahir dari luka kecil sampai

luka tembus ke dalam perut. Pernah ada dukun yang memasukkan ruji sepeda ke dalam

vagina sampai menembus rahim. Ada yang memasukkan potongan kayu secara "buta"

karena tak mengenal anatomi alat kelamin dalam dengan baik. Akibat kedua, bisa terjadi

perdarahan -- jika tak tertolong bisa mati di tempat. Ketiga, karena pengerjaannya tak

1
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

memperhatikan sterilitas, maka pasti mengundang infeksi dari ringan sampai mengenai

seluruh organ perut yang menyebabkan perut kembung, usus busuk, dan bila sudah ada

pernanahan terjadilah opersi pengangkatan rahim, memotong sebagian usus yang sudah

busuk. Kalaupun masih selamat hidup pasti akan meninggalkan penyesalan karena cacat,

tak bisa hamil, dan menderita kesakitan kronis sepanjang hidup.2

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan abortus secara umum

2. Bagaimana pandangan hukum terkait dengan kasus abortus terkhusus abortus

provokatus kriminalis di Indonesia

3. Bagaimana pemeriksaan forensik pada kasus abortus provokatus kriminalis

1.3 Tujuan Penulisan Referat

Penulisan referat ini bertujuan untuk mempelajari mengenai ilmu kedokteran

forensik dari aspek hukum dan prosedur medikolegal melibatkan profesi kedokteran

dalam kasus abortus. Selain itu, mempelajari mengenai pemeriksaan forensik dalam

menentukan kasus abortus apakah legal atau tidak.

BAB 2

2
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Abortus provokatus kriminalis adalah tindakan pengguguran kandungan yang

sengaja dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu. Secara

hukum tindakan ini melenggar ketentuan yang berlaku.2

Abortus provokatus kriminalis dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau

dengan bantuan orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak dan lain-lain).

Tindakan ini biasanya dilakukan sejak yang bersangkutan terlambat datang bulan dan

curiga akibat hamil.3

2.2 Epidemiologi

Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan, karena pihak si ibu

merupakan korban juga sebagai pelaku, sehingga sukar diharapkan adanya laporan kasus.

Umunya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi ( si ibu sakit

berat atau meninggal) atau bila ada pengaduan dari si ibu atau suaminya.4

Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak abortus terhadap kesehatan

ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus tergantung

kondisi masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20

juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita mening-gal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8

kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara, WHO

memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai

1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia

3
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut

memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.5

Laporan Sadik (UNFPA 1997 dan WHO 1998) menyebutkan dari 180 - 200 juta

kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan

dan 50 juta di antaranya dilakukan aborsi yang disengaja dan 20 juta mendapat perlakuan

aborsi yang tidak aman (unsafe abortion).6

Hasil penelitian Ali Rustaman dan Firman Fuad tahun di RSHS 1987 - 1988

memperlihatkan, abortus kriminalis banyak terjadi pada wanita berusia antara 20-34

tahun (79,7%), yang mempunyai anak (30,3%) dan yang mempunyai empat anak atau

lebih (32,1%). Wanita dengan pendidikan sekolah menengah ternyata menempati jumlah

terbanyak (57,1%) dan kebanyakan tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga non medis.7

2.3 Peraturan Perundang - undangan

2.3.1 Prosedur Medikolegal

Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun

Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan

pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan

menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang

didasarkan atas Deklarasi Geneva yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di

mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat

pembuahan.

Dari aspek etika profesi, profesi dokter didasarkan atas Kode Etik Kedokteran

Indonesia (Kodeki) yang terdiri dari 4 kewajiban, yaitu kewajiban umum, kewajiban

4
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri.

Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam KODEKI mengenai kewajiban

umum yaitu Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

melindungi hidup makhluk insani.

Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka

penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik

di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi

tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari

kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari

komunitasnya.

 Pasal 53 UU Kesehatan
a. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam

melaksanakan tugas sesuai profesinya.


b. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk

mematuhi standar profesi dan menghormati pasien.


c. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan

tindakan medic terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan

dan keselamatan yang bersangkutan.


d. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

 Pasal 54 UU Kesehatan
a. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau

kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan

tindakan displin.
b. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh

Majlis Displin Tenaga Kesehatan.

5
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

c. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja

MDTK ditetapkan dengan Keppres.


 Pasal 55 UU Kesehatan

Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang

dilakukan tenaga kesehatan.8

2.3.2 Aspek Hukum

Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus adalah tidak bersifat mutlak.

Abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu :

1. Abortus Provokatus Medisinalis (Abortus Provocatus Therapeutica)

Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

 Pasal 15

1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau

janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu

dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan

pertimbangan tim ahli

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.

d. Pada sarana kesehatan tertentu

6
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:

 Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan

apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma

kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya

untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil

tindakan medis tertentu


 Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar

mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis

tertentu itu,ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.


 Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah

tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang

dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
 Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang

bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan

persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya.


 Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga

dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh

pemerintah.
 Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan

antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau

janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian danwewenang bentuk

persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

2. Abortus Buatan Ilegal (Abortus Provocatus Criminalis)

7
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Disebut abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur

kriminal atau kejahatan.

Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) :

 PASAL 299

1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,

dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya

dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda

paling banyak empat pulu ribu rupiah.

2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan

perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan

atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian,

maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.

 PASAL 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

 PASAL 347

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara

paling lama lima belas tahun.

 PASAL 348

8
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang

wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

enam bulan.

2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

 PASAL 349

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut

pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat

ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam

mana kejahatan dilakukan.

 PASAL 535

Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk

menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta

menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa

diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,

diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu

lima ratus rupiah

 UU Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan PASAL 80

Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang

tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),

dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).9

9
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

2.4 Metode Abortus Buatan

Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus provokatus

kriminalis yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi

dan bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk

menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang

terjadi pada si-ibu. Berdasarkan survey cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan

bidan/perawat adalah berturut-turut:

Gambar 2.1 Kuret Isap (91%)

Gambar 2.2 Pemijatan (79%)

10
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Gambar 2.3 Dilatasi dan kuretase (30%)

 Jamu/obat tradisional (33%)


 Alat lain (17%)

Gambar 2.4 Alat – alat yang digunakan untuk Aborsi


 Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%)

Gambar 2.5 Obat yang digunakan untuk Aborsi


 Serta prostaglandin / suntikan (4%).

11
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Gambar 2.6 Obat yang digunakan untuk Aborsi

a. Kekerasan mekanik

(1) Umum: Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus

atau tidak langsung dengan menyebabkan kongesti dari organ-organ pelvis dan

menyebabkan perdarahan diantara uterus dan membrane pelvis. Metode ini misalnya:

(i) Penekanan berat pada abdomen seperti pemukulan, penendangan, pengurutan dan

melompat-lompat

(ii) Aktifitas berlebihan seperti mengenderai sepeda, berkendara pada jalanan yang

rusak berat, meloncat dari ketinggian, mengangkat benda berat

(iii) Cupping: meletakkan sebuah sumbu api pada area hipogastrium dan menutupnya

dengan sebuah mangkuk yang kemudian menyebabkan penarikan oleh mangkuk

tersebut yang menyebabkan separasi dari plasenta dibawahnya. Metode ini digunakan

pada kehamilan lanjut, (iv) mandi dengan air hangat dan dingin bergantian,

(vi) Mengurut uterus pada dinding abdomen

(2) Lokal: yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan

manipulasi vagina dan uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan

12
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio, pemasangan laminaria stif atau

kateter kedalam serviks, manipulasi serviks dengan jari tangan, manipulasi uterus

dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau penyuntukan ke dalam uterus.

b. Obat-obatan Abortifasien

Dalam masyarakat penggunaan obat tradisional seperti nenas muda, jamu peluntur

dan lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan promosi obat di media elektronik

beberapa obat peluntur ditawarkan secara terselubung, misalnya obat terlambat datang

bulan; dilarang untuk wanita hamil dan lain-lain. Abortivum, obat yang sering dipakai di

masyarakat awam untuk pengguguran dapat dibagi dalam beberapa golongan:

1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran darah

menstruasi (obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala, oleum rutae.

Gambar 2.7 Obat yang merangsang aliran darah menstruasi

2. Ecbolics: obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot, kinina, ekstrak

pituitari, estrogen sintetik dan strychnine. Obat-obatan ini, untuk tujuan abortivum

harus dipergunakan dalam dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya.

13
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Gambar 2.8 Obat yang berfungsi membuat kontraksi uterus

3. Obat yang bekerja pada traktus gastrointestinal yang menyebabkan muntah

(emetikum) seperti asam tartar, obat ini menyebabkan eksitasi uterus untuk

berkontraksi dengan adanya kontraksi paksa dari lambung dan kolon serta juga

dapat menyebabkan hyperemia.

4. Obat yang bekerja melalui traktus digestivus bekerja sebagai pencahar (purgative)

seperti, castor oil, croton oil dan magnesium sulphate dan lain-lain, menyebabkan

peredaran darah di daerah pelvik meningkat, sehingga mempengaruhi hasil

konsepsi.

5. Obat-obat bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang mempengaruhi refleks

kontraksi uterus seperti Tansy oil, turpentine oil, ekstrak cantharidium (dalam

dosis besar menyebabkan inflamasi pada ginjal dan albuminuria), kalium

permanganas (120-300 ml per vaginam) menyebabkan inflamasi dan perdarahan

oleh karena erosi pembuluh darah.

6. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti (i) iritan inorganic metalik seperti

timah, antimony, arsenik, fosforus, mercuri, (ii) iritan organic seperti ppepaya,

nenas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, akar Plumago rosea dan jus
14
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

calotropis, (iii) Abortion pill F-6103 yang dikembangkan di Swedia yang

mengandung diphenyl-ephylene dan juga pil berbahaya lainnya.

Obat atau jamu yang mujarab untuk pengguguran tidak ada, kebanyakan obat

malah menyebabkan si ibu mengalami intoksikasi.

c. Instrumen

Instrumen-instrumen yang digunakan untuk aborsi dilakukan dengan berbagai

mekanisme: 4,5

(1) Menyebabkan rupturnya membran: hal ini dapat terjadi dengan

memasukkan alat-alat seperti sonde uterus, kateter, penjepit rambut, tongkat, jarum

merajut, dan bahkan jari tangan. Pasien bisa datang ke dokter dengan alasan bahwa

uterusnya mengalami displacement, oleh karena itu dokter yang tidak hati-hati dapat

menyebabkan aborsi dengan memasukkan sonde uterus. Pada kasus ini, dokter

diharapkan harus yakin dahulu bahwa pasien tidak hamil.

(2) Abortion stick: tongkat aborsi adalah kayu atau bambu kecil dengan

panjang 12 sampai 18 cm dimana salah satu ujungnya dibungkus dengan kapas atau

rombengan yang dibalut dengan campuran zat-zat seperti calotropis, arsen, sulfat,

timah, dan lain-lain.

(3) Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan dengan

menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun,

desinfektan atau air biasa/ air panas. Campuran air dan udara ini dimasukkan secara

paksa ke dalam kavum uteri dengan tekanan tinggi dibandingkan dengan vena uterus.

Cairan ini menyebabkan lepasnya kantung amnion dan plasenta dari dinding uterus.

Uterus kemudian akan berkontraksi menyebabkan perdarahan dan aborsi.

15
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Penyemprotan ini berbahaya dapat menyebabkan inhibisi vagal akibat air dingin dan

juga emboli udara.

(4) Listrik: Pengaliran listrik dimana kutub negatif pada serviks dan kutub

positif pada daerah pembuluh darah sakrum ataupun lumbal yang menyebabkan

kontraksi uterus.10

2.5 Pemeriksaan Korban Abortus Provokatus Kriminalis

2.5.1. Pemeriksaan pada Korban Hidup

Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada

payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya

usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna,

daerah perut bagian bawah.


Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang

dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha

penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kematian janin di dalam rahim

dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.


Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan

bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau

penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal. Lagipula

selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang

bersangkutan. Pada perempuan yang disangka sebagai pelaku dan juga ibu pada mayat

16
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

bayi tersebut boleh dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda

telah melahirkan. Antara tanda-tanda yang boleh dilihat adalah adakah: 1,6,7
 Terdapat tanda involusi uterus iaitu setelah placenta lahir uterus adalah

merupakan organ yang keras karena kontraksi dan retraksi otot-otot uterus.
 Perubahan pada cervix dan vagina iaitu lebih longgar di mana canalis

cervicalis masih dapat dilalui oleh dua jari, dimana pinggirnya tidak rata,

tetapi retak-retak karena terjadi robekan selama partus.


 Dinding perut dan peritoneum menjadi longgar karena diregang begitu lama.
 Dinding kandung kencing mengalami oedema dan hyperemia dan terjadinya

obstruksi dari urethra dan terjadinya retention urin.


 Apakah terdapat lochia iaitu cairan yang keluar dari vagina yang merupakan

sekret dari luka akibat partus.


 Apakah terjadi robekan pada perineum.
Perlu juga untuk mengetahui berapa lamanya waktu si ibu tersebut sudah

melahirkan bayi tersebut. Antara yang pemeriksaan yang boleh digunakan adalah
 Pemeriksaan lochia :
Lochia adalah sekret dari luka akibat partus, terutama luka pada bekas

perlekatan placenta dan sifat lochia ini berubah sesuai dengan tingkat

penyembuhan luka.
o
Pada dua hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia

rubra.
o
Setelah hari ke-3 dan 4, berupa darah encer iaitu disebut lochia

serosa.
o
Pada hari ke-10 menjadi cairan putih disebut lochia alba.
 Pemeriksaan darah atau lekosit.
o
Lekosit pada hari pertama nifas bias sampai 30,000/mm3
o
Normal leukosit adalah 4000-10000/mm3
Selain itu dilakukan juga pemeriksaan golongan darah pada ibu untuk memastikan

apakah terdapat kecocokan DNA dari perempuan tadi dan bayi tersebut. Antara

pemeriksaan darah yang boleh dilakukan adalah :


a) Pemeriksaan golongan darah.

17
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

a. Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh :

 Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti

pada penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan

1 tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi.


 Aglutinasi yang terjadi pada suatu antiserum merupakan golongan

darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi aglutinasi pada

antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.

b.Bila sel darah merah sudah rusak :



Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis

aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil

dibandingkan dengan aglutinin.



Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi,

absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah

cara absorpsi elusi.10

2.5.2 Pemeriksaan pada Korban Mati

Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan

abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.


Pada korban yang melakukan abortus dengan obat-obatan dilakukan pemeriksaan

toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan. Obat yang biasa ditemukan

umumnya obat yang bersifat mengiritasi saluran pencernaan. 11


Abortus yang dilakukan dengan instrumen dapat diketahui bila terjadi robekan

atau perforasi dari rahim atau jalan lahir. Robekan umumnya terjadi pada dinding lateral

uterus sedangkan perforasi biasanya terdapat padaa bagian posterior forniks vagina.
Abortus dengan penyemprotan diketahui dengan tampaknya cairan yang berbusa

diantara dinding uterus dengan fetal membran separasi sebagian plasenta dapat dijumpai.

Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada pembuluh vena mulai dari

18
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

rahim sampai ke bilik jantung kanan. Pengukuran kandungan fibrinolisis dalam darah

dapat berguna untuk mengetahui korban mati secara mendadak.12


Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen

sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis

sebagai penyebab kematian korban.


Pemeriksaan korban :12
 Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
 Identifikasi umum
1. Tinggi badan, berat badan, umur
2. Pakaian, cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian

dalam.
 Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenazah.
 Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
 Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada arteri coronaria,

ventrikel kanan, arteri pulmonalis, arteri dan vena dipermukaan otak dan vena-

vena pelvis.
 Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Vagina

dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas kekerasan yang

biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya pada perforasi uterus. Cara

pemeriksaannya yaitu uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama 24

jam, kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk

melihat saluran perforasi.


 Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada serviks (abrasi, laserasi).
 Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat, mengalami kongeti atau adanya

memar.
 Pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda

kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian

kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intavitalitas.


 Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
 Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
o isi vagina
o isi uterus

19
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

o darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel


o urine
o isi lambung
o rambut pubis

Gambar 2.9 Sampel pemeriksaan toksikologis

2.6 Pemeriksaan Forensik

Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan

tanda-tanda sisa kehamilan dan usaha penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi,

pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, terhadap jaringan dan janin yang mati serta

menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan.

2.6.1 Gambaran Klinis Akibat Aborsi



terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu ( untuk memperkirakan usia

kandungan saat di aborsi)



pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,

tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil,

suhu badan normal atau meningkat



perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil

konsepsi

rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat

kontraksi uterus 13

20
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

2.6.2 Pemeriksaan ginekologi



Pemeriksaan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi,

hormonal

Pemeriksaan luar pada perineum, genitalia eksternal dan vagina harus diteliti

dengan baik untuk melihat adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi,

memar dan lain-lain. Kondisi ostium serviks juga harus diamati, dimana masih

dalam keadaan dilatasi dalam beberapa hari. Besarnya dilatasi bergantung pada

ukuran fetus yang dikeluarkan. Adanya perlukaan, tanda bekas forsep ataupun

instrumen yang lainnya di sekitar genitalia harus diamati juga.



Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,

tercium bau busuk dari vulva



Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah

tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau

jaringan berbau busuk dari ostium.



Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak

jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia

kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,

cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.14

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik



Pada USG :14
o endometrium nampak saling mendekat tanpa visualisasi adanya hasil

konsepsi.

Darah lengkap14
o Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
o LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.

Pemeriksaan test kehamilan14

21
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

o masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari

kandungan, dimana serum dan urin wanita memberikan hasil positif untuk

hCG sampai sekitar 7-10 hari.


o Sekiranya wanita tersebut pernah hamil, maka kadar hormon ini akan

meningkat dan hasilnya akan positif.



Pemeriksaan DNA 14
o untuk pemastian hubungan ibu dan janin.
o Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk sampel tes

DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut

pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasus-kasus

forensik, sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis apa

saja yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan

sampel tes DNA.



Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang

pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka,

peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama.



Pemeriksaan toksikologik 14
o untuk menilai apakah ada obat atau zat yang diminum untuk menginduksi

aborsi.

Pemeriksaan mikroskopik 14
o meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan, kerusakan

jaringan yang merupakan jejas dan tanda usaha penghentian kehamilan.


o Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.
o Darah yang masih basah atau baru mengering diletakkan pada kaca obyek

dan ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca

penutup. Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan

pewarnaan Wright atau Giemsa. Dari kedua sediaan tersebut dapat dilihat

bentuk dan inti sel darah merah.

22
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

o Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak

berinti, sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti.


o Bila terlihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapatlah

dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.



Pemeriksaan kimiawi. 14
o Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan

rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi.


o Pemeriksaan kimiawi terdiri dari pemeriksaan penyaring darah dan

pemeriksaan penentuan darah


o Pemeriksaan penyaring yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin dan

reaksi fenoftalin.
o Reaksi benzidin(Test Adler) :
 Reagen yang digunakan adalah larutan jenuh kristal benzidin

dalam asam asetat glasial


 Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai

kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen benzidin.


 Hasil positif bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.
o Reaksi fenoftalin (Kastle – Meyer Test):
 Digunakan reagens yang dibuat dari fenolftalein 2 g + 100 ml.

NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji-biji Zinc sehingga

terbentuk fenoftalin yang tidak berwarna.


 Kertas saring yang telah digosokkan pada bercak yang dicurigai

langsung diteteskan dengan reagen fenoftalin yang akan

memberikan warna merah muda bila positif


o Hasil negatif pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak

tersebut bukan darah, sedangkan hasil positif menyatakan bahwa bercak

tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut.

Pemeriksaan penentuan darah 14

23
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

o Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/kristal

hematin (hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan

adalah reaksi Teichman dan reaksi Wagenaar.


o Reaksi Teichman
 Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek,

tambahkan 1 butir kristal NaCl dan 1 tetes asam aseta glasial, tutup

dengan kaca penutup dan dipanaskan.


 Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal hemin-HCl

yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan

mikroskop.
o Reaksi Wagenaar
 Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan

juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara

kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat.

Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan

diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan.


 Hasil positif bila terlihat kristal aceton-hemin berbentuk batang

berwarna coklat.
o Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa

bercak adalah darah.


o Hasil yang negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak

darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang

struktur kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama

sekali, terbakar dan sebagainya.


 Penentuan spesies
o Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan gram faal.

Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 g darah kering, tetapi

tidak melebihi separuh bahan yang tersedia.


o Reaksi cincin (reaksi presipitin dalam tabung).

24
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

 Ke dalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum anti globulin

manusia, dan ke atasnya dituangkan ekstrak darah perlahan-lahan

melalui tepi tabung. Biarakan pada temperatur ruang kurang lebih

1,5 jam.
 Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada

perbatasan kedua cairan.

o Reaksi presipitat dalam agar.


 Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak,

dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras,

dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang

dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti

globulin manusia ke lubang di tengaj dan ekstrak darah dengan

berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya.

Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber)

pada temperatur ruang selama satu malam.


 Hasil positif memberikan presipitium jernih pada perbatasan

lubang tengah dan lubang tepi.

Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan

abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang

dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah

berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang

menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.

Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam

(autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada :3\

25
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk itu

diperiksa :

a. Payudara secara makros maupun mikroskopik

b. Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik

c. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara

mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua.

2. Mencari tanda-tanda cara abortus provocatus yang dilakukan.

a. Mencari tanda-tanda kekerasan local seperti memar, luka, perdarahan pada

jalan lahir.

b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril.

c. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri.

3. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok, emboli

udara, emboli cairan atau emboli lemak.

4. Pemeriksaan toksikologik (ambil darah dari jantung) bila terdapat cairan dalam

rongga perut atau kecurigaan lain.

5. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya sel trofoblast, kerusakan

jaringan, dan sel radang.

6. Pada autopsi dilihat adakah pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi pada uterus.

Periksa genitalia eksterna apakah pucat, kongesti atau memar.

7. Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Ambil darah dari jantung

(segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Uterus diiris mendatar

dengan jarak antar irisan 1 cm untuk deteksi perdarahan dari bawah.

26
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

8. Sampel urin diambil untuk tes kehamilan dan toksikologik. Pemeriksaan organ

lain seperti biasa.

2.6.4 Pemeriksaan Pada Janin

Tentukan usia bayi (janin).Usia bayi dapat ditentukan dari :

a. Panjang bayi

Dari rumus empiris de Haas umur bayi dapat ditaksir dari panjang badan (PB)

bayi, ukuran dari puncak kepala sampai ke kaki. Untuk bayi dibawah 25 minggu :

Umur (minggu) = akar kuadrat dari PB. Untuk bayi diatas 25 minggu: Umur

(minggu) = PB/5. Oleh karena batas umur antara korban abortus dan pembunuhan

anak adalah 28 minggu (7 bulan), maka perbedaan tersebut adalah pada panjang

bayi 35 cm (7x5) cm.

b. Lingkaran kepala

 Bayi 5 bulan : 38,5 – 41cm


 Bayi 6 bulan : 39 – 42cm
 Bayi 7 bulan : 40 – 42cm
 Bayi 8 bulan : 40 – 43cm
 Bayi 9 bulan : 41 – 44cm

c. Pusat penulangan

Ada 2 tempat yang lazim diperiksa yaitu pada telapak kakidan lutut. Pada telapak

kaki pemeriksaan ditujukan kepada tulang halus, calcaneus dan cuboid. Ketiga

tulang ini dapat diperiksa melalui sayatan (pemotongan) dari sela jari ke 3-4 ke

arah tumit. Adanya pusat penulangan di tulang talus menunjukkan bayi telah

berumur 7 bulan, tulang calcaneus 8 bulan dan tulang cuboid 9 bulan. Di lutut

ditujukan untuk memeriksa pusat penulangan di proksimal tulang tibia dan distal

27
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

femur. Untuk mencapai kedua tulang, tulang patella harus disingkirkan. Setelah

tampak tulang femur, maka tulang dipotong melintang selapis demi selapis seperti

pengiris bawang. Demikian juga pada tulang tibia. Adanya pusat penulangan pada

kedua tulang menunjukkan bayi telah berumur 9 bulan dalam kandungan (cukup

umur).15

2.6.5 Interpretasi Hasil Temuan

Berdasarkan kasus, terdapat 3 orang wanita yang saat tersebut sedang dirawat di bagian

kebidanan karena diduga melakukan aborsi. Ternyata hasil laboratorium yang dilakukan

pada campuran darah dan jaringan hasil suction yang dibawa oleh penyidik menunjukkan

salah seorang wanita itu baru sahaja melakukan aborsi. Hasil pemeriksaan dokter dari

bagian kebidanan juga menunjukkan wanita tersebut baru saja melakukan aborsi

berdasarkan hasil temuan berikut :

1. Adanya tanda kehamilan yaitu perubahan pada payudara dan striae.


2. Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah menurun,

denyut nadi n cepat dan kecil, suhu badan normal.


3. Ada perdarahan pervaginam, tercium bau busuk dari vulva.
4. Adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar sesuai penggunaan

instrumen pada bagian perinium dan bagian genitalia interna.


5. Kondisi ostium serviks masih dalam keadaan dilatasi Besarnya dilatasi tidak

terlalu luas.
6. Terdapat tanda involusi uterus. Cervix dan vagina iaitu lebih longgar.
7. Dinding perut dan peritoneum menjadi longgar karena diregang begitu lama
8. Pemeriksaan lochia berupa darah.
9. Kadar leukosit meningkat 27.000/mm3 dan kadar Hb yang rendah yaitu 7.0g/dL

akibat perdarahan pervaginam.


10. DNA wanita tersebut cocok dengan campuran darah hasil suction.
11. Kadar hCG darah dan urin masih tinggi,yaitu wanita tersebut pernah hamil.
12. Pemeriksaan toksikologik negative.

28
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

13. Pemeriksaan mikroskopik


 Hasil
 Adanya sel trofoblas dan sel radang PMN.
 Sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti
o
Sel darah merah merupakan sel mamalia
 Pada sediaan hapus dengan pewarnaan , terlihat sel leukosit berinti

banyak, telihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0.05% .


o
Darah berasal dari seorang wanita

14. Pemeriksaan penentuan darah

i. Reaksi Teichman
 Hasil
 Tampak batang berwarna coklat
o
Bercak adalah darah
ii. Reaksi Wagenaar
 Hasil
 Tampak batang berwarna coklat
o
Bercak adalah darah

15. Penentuan spesies

i. Reaksi cincin
 Hasil
 Tampak cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan
 Hasil positif
ii. Reaksi presipitat dalam agar
 Hasil
 Tampak presipitium jernih pada perbatasan lubang tengah dan

lubang tepi.
 Hasil positif

Daripada ketiga-tiga jenis darah dari ketiga-tiga jaringan didapati kesemua bercak adalah

darah manusia dan kesemuanya berasal dari wanita.

16. Penentuan golongan darah


o
terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak

darah tersebut adalah A.

29
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

o
dari ketiga wanita tersebut,hanya seorang yang mempunyai

golongan darah A. 15

2.7 Komplikasi

Abortus provokatus kriminalis cenderung menyebabkan penyulit ketimbang

abortus spontan. Penyulit-penyulit itu antara lain:

A. Perdarahan hebat. Akibat luka jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal.

B. Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi dapat

menyebabkan kematian yang mendadak.

C. Emboli udara. Dapat terjadi akibat penyemprotan cairan ke dalam uterus.

D. Infeksi kadang-kadang sampai menyebabkan sepsis yang dapat mengakibatkan

kematian atau timbul kemandulan karena infeksi tuba falopii. Organisma yang

terlibat dalam sepsis bervariasi, yang paling berbahaya adalah streptococcus non-

hemolituk dan Clostridium perfringens, walaupun coliform dan staphylococcus

juga bisa bertanggungjawab. Rahim menjadi bengkak, bersifat sepon dan berubah

warna. Permukaan serosal yang ditemukan pada saat otopsi bisa berwarna

kecoklat-coklatan – terutama pada infeksi clostridium – dan endometrium bisa

tampak buruk, berbau busuk bahkan bernanah. Tanda-tanda septisemia bisa

berkembang dengan limpa lunak membesar, node getah bening menonjol dan

gagal hepatorenal.

E. Fungsi ginjal rusak (renal failure). Ginjal bisa menunjukkan necrosis cortical

bilateral pada kasus yang ekstrim. Pada septisemia clostridium bisa timbul warna

coklat khas pada kulit. Tampilannya bisa berlurik-lurik mirip tetes air hujan

30
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

F. Perforasi (terjadi robekan pada rahim, misalnya karena abortus provokatus

kriminalis atau tindakan pertolongan kuretase). 16

BAB III

RINGKASAN

Abortus provokatus kriminalis adalah tindakan pengguguran kandungan

yang sengaja dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang

membantu. Secara hukum tindakan ini melenggar ketentuan yang berlaku.


Di wilayah Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan

setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko

kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250,

negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa

masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.


Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pasal 299,346, 347, 348, 349, dan 535.
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus

provokatus kriminalis yang perlu diketahui, yaitu : kuret isap, pemijatan, dilatasi,

kuretase, jamu obat tradisional, abortus yang dilakukan sendiri, dan prostaglandin

atau suntikan.
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya

perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya.

31
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda

kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.


Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat

yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap

hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kematian janin

di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.


Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara

melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.
Pada korban yang melakukan abortus dengan obat-obatan dilakukan

pemeriksaan toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan. Obat yang

biasa ditemukan umumnya obat yang bersifat mengiritasi saluran pencernaan.


Abortus yang dilakukan dengan instrumen dapat diketahui bila terjadi

robekan atau perforasi dari rahim atau jalan lahir. Robekan umumnya terjadi pada

dinding lateral uterus sedangkan perforasi biasanya terdapat padaa bagian

posterior forniks vagina.


Abortus dengan penyemprotan diketahui dengan tampaknya cairan yang

berbusa diantara dinding uterus dengan fetal membran separasi sebagian plasenta

dapat dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada

pembuluh vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung kanan. Pengukuran

kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk mengetahui korban mati

secara mendadak.
Untuk pemeriksaan forensik, Pemeriksaan pada ibu yang diduga

melakukan aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan

dan usaha penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan

makroskopik dan mikroskopik, terhadap jaringan dan janin yang mati serta

32
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama

melahirkan.
Gambaran klinis akibat aborsi yaitu : terlambat haid atau amenorhe kurang

dari 20 minggu, pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran

menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan

kecil, suhu badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam mungkin

disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi, rasa mulas atau kram perut,

didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus .


Untuk pemeriksaan ginekologi, Pemeriksaan tanda kehamilan misalnya

perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal. Pemeriksaan luar pada

perineum, genitalia eksternal dan vagina harus diteliti dengan baik untuk melihat

adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar dan lain-lain. Kondisi

ostium serviks juga harus diamati, dimana masih dalam keadaan dilatasi dalam

beberapa hari. Besarnya dilatasi bergantung pada ukuran fetus yang dikeluarkan.

Adanya perlukaan, tanda bekas forsep ataupun instrumen yang lainnya di sekitar

genitalia harus diamati juga.


Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,

tercium bau busuk dari vulva


Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah

tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau

jaringan berbau busuk dari ostium.


Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak

jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia

kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,

cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

33
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

Untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik bisa dilakukan tes USG,

darah lengkap, DNA, kehamilan, penentuan darah, kimiawi, dan mikroskopis.


Komplikasi dari abortus provokatus kriminalis adalah perdarahan hebat,

syok, emboli udara, infeksi yang terkadang menyebabkan sepsis, fungsi ginjal

rusak, dan terjadi robekan pada rahim.

Daftar Pustaka

34
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

1. M. Husni Ghani : Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas. 2002; 106-110

2. Prof. dr. Amri Amir : Ilmu Kekteran Forensik. Fakultas Kedokteran USU Medan.

205; 159-168

3. Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian

Kedokteran Forensik FK UI, 1997. 159-164.

4. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran, Bagian Kedokteran Forensik

FKUI ;1994; hal. 1-25.

5. Amir, Amri. Abortus. Dalam : Amri Amir. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi II.

Medan : Ramadhan, 2005. 159-168.

6. Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Palembang:

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI. 1-19.

7. Mansjoer, Arief. Pengguguran Kandungan dan Pembunuhan Anak Sendiri. Dalam

: Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Badan

Penerbit FK UI, 2007. 225-226.

8. Amir, Amri. Autopsi Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Amir, Amri. Autopsi

Medikolegal Edisi II. Medan : USU Press, 2001. 40-44.

9. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Bagian Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Cetakan II. Jakarta:FKUI,2001.h.11-

25;41-2.

10. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam

Proses penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174

35
Halaman
ABORTUS PROVOKATUS
KRIMINALIS

11. Budiyanto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

12. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara. Jakarta: 1997

13. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jilid

1. Jakarta : EGC. 1998. p 209

14. Amir A. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran USU. Medan: 2005

15. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, AbdulMun’im,

Sidhi, et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI, 1997.h.159-64;177-82;207-

13.

16. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong

CY.Obstentri Williams volume 1.Edisi 23.Jakarta:EGC,2012.h.226-46.

36
Halaman

Anda mungkin juga menyukai