Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berbicara mengenai kualitas pendidikan, yang paling utama adalah variable kualitas guru.
Ketika guru memenuhi kompetensi yang harus dimilikinya yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan professional, maka dapat diharapkan pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik akan optimal.
Tidak dapat dipungkiri bahwa waktu yang digunakan oleh peserta didik pada pendidikan
dasar dan menengah banyak dihabiskan di sekolah. Sehingga, apa yang peserta didik dapatkan
dari aspek pengetahuan dan prilaku didapatkan dari para pendidik. Pendidik yang berkualitas
akan memancarkan kualitasnya, dan peserta didik akan menerima pancaran tersebut, berikut
menjadikannya sebagai bagian dari dirinya.
Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada guru untuk mendidik
tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensi anaknya secara profesional.
Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat
terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut adalah mensyaratkan guru harus
memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja, namun mampu
mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun
kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.
Staf secara bahasa sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan adalah
sekelompok orang yang bekerjasama membantu seorang ketua dalam mengelola sesuatu.
Dikaitkan dengan lembaga pendidikan maka staf dapat juga diartikan sebagai tenaga pendidik
atau tenaga kependidikan di sekolah.
Terdapat beberapa alasan mengapa pengembangan staf menjadi kebutuhan bagi lembaga
pendidikan, diantaranya adalah: Pertama, bahwa perubahan kurikulum yang sedemikian rupa
menuntut tenaga pendidik dan kependidikan untuk berpartisipasi dalam meningkatkan
kapabilitasnya, dengan harapan dapat memenuhi tujuan dari kurikulum nasional. Kedua, peta
demografi kondisi peserta didik yang beraneka ragam, melahirkan kebutuhan untuk pelayanan
yang lebih baik bagi setiap komponen. Ketiga, bermula dari perkembangan kurikulum dan
1
peta demografi, berdasarkan hal tersebut metodologi pendidikan dan pembelajaran juga
dituntut untuk berkembang. Dengan harapan proses pendidikan dan pembelajaran menarik
dan mudah dimengerti oleh peserta didik. Keempat, adalah tekanan kerja, yang dimaksud di sini
adalah pengembangan staf diharapkan mampu untuk menjaga keseimbangan antara guru
dan karyawan sebagai penyelenggara pendidikan dengan murid dalam hal ini sebagai
konsumen pendidikan.
Pengembangan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan mutlak dibutuhkan.
Untuk mengetahui kebutuhan pengembangan maka kepala sekolah mengadakan evaluasi
melalui berbagai metode, diantaranya adalah melalui penilaian kinerja dan supervisi.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman mengenai evaluasi:

Al-Baqoroh : 142
2

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang- orang yang sabar”.1

Al-Baqoroh : 214

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat”.2
Dua ayat tersebut secara tersirat memerintahkan kepada kita untuk selalu berhitung dalam
rangka meningkatkan diri, karena memang merupakan sifat dasar manusia untuk merasa cukup.
Oleh karena itu Allah SWT memerintahkan kepada manusia khususnya orang-orang yang
beriman untuk senantiasa mengukur diri atau mengevaluasi, kemudian meningkatkannya agar
apa yang dicita-citakan dan diharapkan dapat dicapai.
Evaluasi merupakan tahapan awal dalam proses pengembangan staf. Sedangkan
evaluasi merupakan peng-indonesiaan dari kata evaluation dalam bahasa Inggris, yang lazim
diartikan dengan penaksiran. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti menaksir dan menilai.
Sedangkan orang yang menaksir disebut sebagai evaluator.
Secara terminologis, sebagaimana dikutip pendapat para pakar oleh Ali Imron adalah:
1. Grounlund, “… a systematic process of determining the extent to wich instructional
objectives are achieved by pupil.”
2. Nurkancana, menyatakan bahwa evaluasi dilakukan berkenaan dengan proses kegiatan
untuk menentukan nilai sesuatu.
3. Raka Joni, mengartikan suatu proses dimana kita mempertimbangkan suatu barang atau
gejala dengan mempertimbangkan patokan-patokan tertentu: patokan-patokan mana yang
mengandung pengertian baik-tidak baik, memadai-tidak memadai, memenuhi syarat-tidak
memenuhi syarat; dengan perkataan lain kita menggunakan value judgement.
Dari definisi tersebut, Ali Imron mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
menentukan nilai seseorang dengan menggunakan patokan-patokan tertentu untuk mencapai
suatu tujuan. Supervisi dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi staf dalam hal ini
adalah supervisi guru. 3
Pengembangan staf adalah pertumbuhan professional, pelatihan-pelatihan kerja,
pendidikan keterampilan, dan dukungn organisasi terhadap kelangsungan pendidikan
karyawannya. Melalui pengembangan staf, sekolah dan karyawannya akan sama-sama
mendapatkan keuntungan dengan kualitas kerja yang tinggi dan karyawan akan mendapatkan
kepuasan kerja baik secara materi atau mental. Lebih jauh lagi, para siswa akan menerima
manfaat yang luar biasa melalui program pendidikan berkualitas yang diberikan oleh para
pegawai yang berkualitas.
Untuk menunjang peningkatan dan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan
dibutuhkan peranan kepala sekolah sebagai pemimpin dalam institusi lembaga pendidikan.

1
Al-Qur’an Al-Fatih dengan Alat Peraga Tajwid Kode Arab, (Jakarta: PT. Insan Media Pustaka, 2013) Q.S. Al-
Baqarah (2) : 142.
2
Al-Qur’an Al-Fatih , ……. Q.S. Al-Baqarah (2) : 214.
3
Ali Imron, Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 197.
3

Dengan peranannya diharapkan identifikasi kebutuhan pengembangan staf, dan rencana


pengembangannya dapat dikelola dengan baik. Maka kemudian makalah ini mencoba
untuk mengungkap bagaimana peranan pemimpin dalam pengembangan, penilaian, dan
perencanaan pengembangan staf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Evaluasi Pengembangan Staf
Salah satu kegiatan manajemen adalah optimalisasi dari sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi, sumber daya tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sumber daya
material dan sumber daya manusia.
Pengembangan staff adalah satu usaha yang dilakukan oleh organisasi dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam lembaga pendidikan, sumber daya
manusia yang dimaksud adalah tenaga pendidik dan kependidikan. Sebagaimana Undang-
Undang mensyaratkan empat kompetensi yang harus dimiliki untuk meningkatkan kualitas
pendidikan yang diberikan tenaga pendidik dan kependidikan. Empat kompetensi tersebut
adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional. Untuk mengembangkan empat kompetensi tersebut terdapat proses evaluasi
pengembangan staf, dalam hal ini melalui dua metode yang saling melengkapi yaitu
penilaian kinerja dan supervisi pendidikan.
Dalam Dictionary of Education Good Carter sebagaimana dikutip Piet A. Sehartian
bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru
dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi,
menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan
pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran. Definisi tersebut masih
dalam bentuk umum, pada perkembangan selanjutnya konsep supervisi pendidikan sudah
menuju kepada sasaran yang khusus yang lebih spesifik, yaitu pengajaran.
Made Pidarta memberikan bagan mengenai tujuan dan fungsi dari supervisi sebagai
berikut:4
Tabel 1
Tujuan dan Fungsi Supervisi
Fungsi Tujuan
1. Membantu sekolah dan 1. Membantu menciptakan lulusan yang
Pemerintah mencapai optimal dalam kuantitas dan
lulusan yang berkuwalitas kuwalitas
2. Membantu guru 2. Membantu guru mengembangkan
mengembangkan profesinya pribadi, kempetensi, dan sosialnya
3. Membantu sekolah bekerja 3. Membantu kepala sekolah
sama dengan masyarakat mengembnagkan program yang
sesuai dengan kondisi masyarakat
setempat
4. Ikut meningkatkan kerja sama dengan
masyarakat atau komite sekolah
Sumber: Made Pidarta, Supervisi Pembelajaran Kontekstual.

4
Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 236-237.
4

Dari tabel di atas, dapat dimengerti bahwa diantara tujuan dan fungsi supervisi adalah
untuk mengembangkan staf, dalam hal ini staf adalah guru. Sedangkan untuk tenaga
kependidikan adalah dengan penilaian kinerja, diantara definisi penilaian kinerja adalah:5
1. Penilaian kinerja adalah pendadaran (deskripsi) secara sistematik (teratur) tentang relevansi
antara tugas-tugas yang diberikan dengan pelaksanaannya oleh seorang pekerja.
2. Penilaian kinerja adalah usaha mengidentifikasi, mengukur (menilai) dan mengelola
(manajemen) pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pekerja di lingkungan suatu
organisasi/perusahaan.
3. Penilaian kinerja adalah kegiatan mengidentifikasi pelaksanaan pekerjaan dengan menilai
aspek-aspeknya, yang difokuskan pada pekerjaan yang berpengaruh pada kesuksesan
organisasi/perusahaan.
4. Penilaian kinerja adalah kegiatan pengukuran (measurement) sebagai usaha menetapkan
keputusan tentang sukses atau gagal dalam melaksanakan pekerjaan oleh seorang
pekerja. Untuk itu diperlukan perumusan standar pekerjaan sebagai pembanding.
Dari definisi mengenai penilaian kinerja, maka dapat digambarkan bahwa penilaian
kinerja dapat juga dijadikan sebagai dasar bagi pemimpin dalam hal ini adalah kepala sekolah
dalam proses pengembangan staf.
B. Peranan Kepemimpinan dalam Pengembangan Staf
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kualitas kegiatan-kegiatan dan integrasi di
dalam situasi pendidikan.6 Dapat diartikan bahwa kepemimpinan pendidikan merupakan
kemampuan untuk menggerakkan pelaksana pendidikan, dengan harapan tujuan dari pendidikan
tercapai dengan efektif dan efisien.
Kepemimpinan dalam hal ini, dalam bentuk kepala sekolah, memiliki peranan yang
penting dalam pengembangan staf dalam rangka menjalankan fungsi supervisi. Demikian itu
dengan landasan bahwa pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh kepala sekolah
merupakan faktor yang mempengaruhi kepemimpinannya.
Fungsi utama pemimpin pendidikan diantaranya adalah bertanggungjawab dalam
mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin memberi kesempatan kepada
kelompok untuk belajar dari pengalaman. Sehingga pemimpin mempunyai tanggung jawab
untuk melatih kelompok, menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai
hasilnya secara jujur dan objektif. Selain daripada itu, Pemimpin bertanggungjawab dalam
mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi, yaitu dengan mengembangkan
staf.7
Kepala sekolah sebagai pemimpin resmi harus mampu menggunakan proses-proses
demokrasi atas dasar kualitas sumbangannya. Sehingga peranan yang dilakukan adalah:
1. Bertindak sebagai konsultan bagi guru-guru yang dapat membantu mereka memcahkan
permasalahan mereka.
2. Berusaha meningkatkan kemampuan staf untuk bekerja dan berfikir bersama.
3. Mampu mengatasi setiap perbedaan pendapat dan mengambil keputusan melalui
pertimbangan kelompok.
4. Menerima keputusan kelompok sebagai dasar pertimbangan.

5
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cet. VIII. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2011), 236-237.
6
Abdul Aziz Wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan: Telaah terhadap Organisasi dan
Pengelolaan Organisasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), 133.
7
Ibid., 133-134.
5

5. Menyadari bahwa partisipasi staf di dalam perencanaan dan pembuatan keputusan adalah
membantu mereka tumbuh.
6. Membantu guru-guru untuk memberi kesempatan kepada setiap orang untuk
berpartisipasi dalam program pengajaran. 8
Peranan yang bisa dilakukan kepala sekolah sebagai pemimpin dalam pengembangan
staf, menurut Made Pidarta adalah: Menganalisis kemampuan guru, mengadakan penelitian
dan pengembangan proses pembelajaran, mengadakan pembinaan secara preventif dan
kuratif, mengadakan hubungan masyarakat dan analisis kebutuhan daerah, dan pengembangan
kurikulum lokal.
Lebih lanjut, Made Pidarta mengungkapkan terkait pengembangan pada diri setiap guru
oleh kepala sekolah sebagai supervisor adalah: (1) kepribadian guru, (2) peningkatan profesi
secara kontinu, (3) proses pembelajaran, (4) penguasaan materi pelajaran, (5) keragaman
kemampuan guru, (6) keragaman daerah, (7) kemampuan guru dalam bekerja sama dengan
masyarakat. Butir 1 sampai dengan 4 menyangkut pengembangan individu guru dan butir 5
sampai dengan 7 menyangkut pengembangan sekolah.9
Menurut cara kerjanya, supervisor dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu supervisor
yang berorientasi pada teori dan supervisor yang berorientasi pada pengembangan guru. Macam
pertama disebut sebagai supervisor tradisional dimana yang dilakukan adalah dengan cukup
mengumpulkan teori-teori pembelajaran kemudian meminta guru untuk memilih salah satu atau
beberapa teori yang cocok dengan materi yang akan diajarkan dalam proses supervise.
Sedangkan, macam kedua disebut sebagai supervisor modern, yaitu mensupervisi guru dengan
cara meminta kepda guru untuk mengadakan penelitian kelas agar menemukan sendiri metode
yang terbaik untuk mengajarkan materi tertentu.10 Dengan mendapatkan pengetahuan mengenai
kategori supervisor berdasarkan cara kerjanya, diharapkan kepala sekolah sebagai pemimpin
mampu untuk memberikan pola yang tepat terhadap pengembangan individu guru.
Tugas kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan diantaranya adalah sebagai
supervisor, dengan kapabilitasnya sebagai supervisor kepala sekolah dapat mengidentifikasi
kebutuhan pengembangan bagi guru-guru. Dengan data tersebut juga kepala sekolah dapat
memberikan penilaian mengenai kinerja guru-guru yang dampaknya bisa kepada pemberian
reward, kenaikan jabatan, atau bahkan pemberhentian.
Untuk mengembangkan staf, maka kepala sekolah mengadakan penilaian terhadap
stafnya atau yang disebut dengan tindakan pengukuran. Dalam istilah bahasa Inggris
pengukuran juga disebut sebagai measurement yang secara terminologis memiliki arti sebagai
usaha untuk mengetahui sesuatu sebagaimana adanya. Sehingga dalam mengukur dapat
digunakan dua teknik pada umumnya yaitu test dan nontest. Test adalah sejumlah tugas yang
diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk dikerjakan sesuai dengan harapan yang
dikehendaki oleh yang memberi test. Sedangkan non test adalah seperti observasi, wawancara,
angket, sosiometri, anecdotal record, dan skala penilaian.11
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi
yang diperlihatkan, dan kemampuan kerja. Dalam bahasa inggris kata kinerja sering juga
disebut dengan performance yang berarti prestasi kerja.

8
Hendyat Soetopo dan Waty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Malang: Bina Aksara: 1984), 26.
9
Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, …..., 18.
10
Made Pidarta, hlm. 49-50
11
Ali Imron, hlm. 198-199
6

Husaini Usman mendefinisikan kinerja yaitu produk yang dihasilkan oleh seorang
pegawai dalam satuan waktu yang telah ditentukan dengan kriteria tertentu pula.12
Robbins mengemukakan bahwa, kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan
yang dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil kerja dengan kriteria yang telah
ditetapkan bersama. Kinerja menekankan pada hasil akhir atau tujuan yang ingin dicapai, baik
tujuan seseorang yang bekerja maupun tujuan organisasi tempat orang tersebut menjalankan
pekerjaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu pencapai tujuan adalah definisi kinerja.
Colquitt, LePine, dan Wesson menyebutkan bahwa “Job Performance is formally defined
as the value of the set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively, to
organizational goal accomplishment.” Dapat difahami bahwa kinerja dari suatu pekerjaan
terfokus pada tujuan pencapaian, tujuan organisasi, terlepas dari prilaku karyawan yang positif
ataupun sebaliknya.
Menurut Helfert kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh organisasi selama
periode waktu tertentu, dan merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
operasional organisasi untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki.13
Hafizurrahman, Kinerja adalah penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi yang
ditetapkan.14
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan.
Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan memiliki unsur berikut: 1)
kuantitas hasil, 2) kualitas hasil, 3) ketepatan waktu hasil, 4) kehadiran, dan 5) kemampuan
bekerjasama.
Tercapainya tujuan menjadi perhatian dalam melihat kinerja, sedangkan tujuan, terutama
tujuan organisasi sangat beragam tergantung dari bidangnya masing-masing. Tujuan itu
dapat berupa kuantitas, kualitas hasil, kreativitas, fleksibilitas, akuntabilitas, atau sesuatu
yang lain sesuai dengan yang diinginkan organisasi.
Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan staf, baik
itu guru ataupun tenaga kependidikan yang lainnya. Peranan kepala sekolah itu bisa
dijabarkan dari proses penilaian kinerja dan supervise yang dilakukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Diharapkan dengan dua alat yang saling melengkapi yaitu supervisi dan penilaian kinerja,
kepala sekolah sebagai pemimpin dapat menjalankan perannya untuk mengembangkan staf baik
itu tenaga pendidik ataupun tenaga kependidikan lainnya.
C. Menilai Kebutuhan Pengembangan Staf
Pada saat ini yang kita saksikan adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang begitu cepat, humanisasi dari proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang
dihadapi manusia serta proses demokratisasi, memberikan dampak yang luar biasa
terhadap masyarakat pada umumnya. Masyarakat beberapa tahun yang akan datang, mungkin
akan berbeda dengan yang ada saat ini. Anak-anak saat ini adalah anggota masyarakat di masa
yang akan datang, oleh karena itu perlu persiapan yang matang. Dalam rangka persiapan itu
maka guru sebagai agen perubahan, dipandang perlu untuk memiliki wawasan dan

12
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011). Cet.ke-3., 489.
13
Hafizurrahman, Manajemen Pendidikan dan Kesehatan, (Jakarta: Sagung Seto, 2009). Hlm. 3
14
Ibid., 3.
7

keterampilan baru dalam membimbing siswa agar mereka kelak dapat menghadapi dan
menyelesaikan tantangan-tantangan sosial yang kompleks dan dinamis.
Pengembangan staf adalah pertumbuhan profesional, pelatihan-pelatihan kerja, pendidikan
keterampilan, dan dukungan organisasi terhadap kelangsungan pendidikan karyawannya.
Tujuan dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah membantu para karyawan agar mampu
berprestasi baik dalam pekerjaannya saat ini dan/atau untuk mempercayakan tanggungjawab
dan tugas-tugas baru kepada mereka.
Pelatihan dan pengembangan merupakan dua terminologi yang berbeda tetapi sering kali
dianggap sebagai hal yang sama. Dalam istilah bahasa inggris pelatihan disebut sebagai
training sedangkan pengembangan disebut sebagai development. Dari dua penyebutan
tersebut memiliki makna yang berbeda; pelatihan adalah pendidikan yang membantu
pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya saat ini, sedangkan pengembangan adalah
pendidikan yang membantu pekerja untuk bisa melaksanakan pekerjaan yang akan diembannya
kelak.15
Kaswan memberikan definisi pelatihan secara khusus berfokus pada memberi
keterampilan khusus atau membantu karyawan memperbaiki kekeurangan dalam kinerja.
Pengembangan sebaliknya merupakan upaya memberi kemampuan kepada karyawan
kemampuan yang akan diperlukan organisasi di masa yang akan datang.16
Tabel 2
Perbedaan pelatihan dan pengembangan
Pelatihan Pengembangan
Fokus Pekerjaan saat ini Pekerjaan saat ini dan yang
akan datang
Ruang lingkup Karyawan secara Kelompok kerja atau
individual organisasi
Kerangka waktu Segera/jangka pendek Jangka panjang
Sasaran Memperbaiki Mempersiapkan tuntutan
kekurangan kerja di masa yang akan
kemampuan saat ini datang
Aktifitas Menunjukkan / Pembelajaran
memperlihatkan

Dari pengertian tersebut dapat difahami diantaranya bahwa pelatihan memiliki fokus
pada apa yang dikerjakan saat ini dengan pendekatan kekinian, sedangkan pengembangan
adalah dampak dari apa yang dikerjakan pada saat ini untuk ditingkatkan pada masa yang akan
datang. Namun dua hal tersebut memiliki keberurutan dalam pengembangan pegawai.
Kaswan mengungkapkan mengenai pendekatan yang dapat digunakan terhadap
pengembangan karyawan yaitu:
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal meliputi program di luar maupun di dalam perusahaan yang
dirancang secara khusus untuk karyawan perusahaan, kursus singkat yang ditawarkan oleh

15
Dewi Hangraeni, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2012), 97.
16
Kaswan, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012), 96.
8

konsultan atau universitas pada saat mengikuti kuliah. Program ini mungkin meliputi
perkuliahan oleh pakar bisnis, permainan, dan simulasi bisnis, pembelajaran petualangan,
dan pertemuan dengan pelanggan.
2. Penilaian (assessment)
Penilaian meliputi pengumpulan informasi dan menyediakan umpan balik kepada
karyawan mengenai perilaku, komunikasi, gaya atau keterampilan.
Karyawan juga koleganya, manajer dan pelanggan mungkin diminta untuk memberi
informasi.
3. Penilaian Kinerja
Penialain kinerja adalah proses dimana organisasi memperoleh informasi tentang
seberapa baik seorang karyawan mengerjakan pekerjaannya. Ada beberapa pendekatan
untuk mengukur kinerja. Hal ini meliputi memperingkat karyawan, menilai perilaku
kerjanya, menilai sejauh mana karyawan itu memiliki sifat-sifat yang diyakini
diperlukan untuk kesuksesan kerja (misalnya kepemimpinan), dan secara langsung
mengukur hasil kinerja pekerjaannya (misalnya produktifitas).
4. Umpan Balik
Umpan balik merupakan informasi tentang perilaku masa lalu, disampaikan
sekarang, yang mungkin mempengaruhi perilaku di waktu yang akan datang. Umpan balik
menjadi tanggung jawab manajer dan pekerja karena keduanya memperoleh manfaat
dari komunikasi yang jelas dan sedang berlangsung.17
Hal yang memungkinkan untuk mendapatkan gambaran mengenai pelatihan dan
pengembangan staf maka manajemen dalam hal ini harus melakukan penilaian kinerja.
Karena pengukuran kinerja atau penilaian kinerja merupakan alat manajemen untuk menilai
keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan strategi untuk mencapai tujaun dan sasaran
organisasi.
Penilaian kinerja adalah sebuah proses dimana perusahaan melakukan evaluasi dan
penilaiaian kinerja individu setiap pekerjaannya.18 Tinggi rendahnya kinerja seseorang bisa
dipengaruhi oleh diri-sendiri juga dari dari orang lain atau lingkungan luar.
Sejalan dengan hal tersebut Muhaimin, dkk. Mengungkapkan bahwa pengukuran
kinerja merupakan upaya untuk mengetahui tingkat capaian kinerja yang digunakan sebagai
dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan pencapaian sasaran
sesuai tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi lembaga.19
Judge dan Robbins memberikan gambaran untuk mengevaluasi atau memberikan
penilaian kinerja yang berpusat pada tiga kriteria “individual task outcomes, behaviors, and
traits” yaitu hasil dari tugas individu, prilaku, dan karakter.
Selain pendapat dari Judge dan Robbins, terdapat lima faktor dalam penialaian
kinerja yang populer yaitu 1) Kualitas pekerjaan, meliputi: akurasi, ketelitian, penampilan
dan penerimaan keluaran, 2) Kuantitas pekerjaan, meliputai: volume keluaran dan
kontribusi, 3) Supervisi yang diperlukan, meliputi: saran, arahan, dan perbaikan, 4)
kehadiran, meliputi: regulasi, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu, 5) konservasi,
meliputi: pencegahan pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan peralatan.20

17
Ibid., 119-122.
18
Dewi Hangggraeni, Manajemen Sumber Daya Manusia, 121.
19
Muhaimin, Suti’ah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Kencana, 2011), 411.
20
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, …….., 489.
9

Dengan adanya penilaian kinerja yang dilakukan secara berkala diharapkan para
guru dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, dan selanjutnya
menjadi bahan acuan untuk perbaikan kinerja pada waktu yang akan datang. Selain daripada
itu lembaga dapat menggunakan hasil dari penialaian kinerja sebagai informasi dasar yang
akan digunakan untuk mengevaluasi keefektifan dan kesuksesan berbagai kebijakan
sumber daya manusia.
Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, menurut Robbins dalam Prilaku
Organisasi yang ditulis oleh Dewi Hanggraeni adalah sebagai berikut:
1. Membuat keputusan dalam manajemen SDM seperti promosi, transfer, dan pemecatan.
2. Mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan.
3. Memvalidasi program seleksi dan pengembangan.
4. Memberikan umpan balik kepada pekerja atas kinerjanya
5. Dasar untuk penentuan keputusan alokasi dan remunerasi.21
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penilaian kinerja
diantaranya:
1. Pendekatan Komparatif
Pendekatan ini menilai karyawan berdasarkan kinerjanya yaitu seperti rangking,
forced distribution, paired comparison.
2. Pendekatan Sikap
Pendekatan sikap adalah menilai karyawan berdasarkan pada sifat-sifat tertentu
yang diyakini harus dimiliki oleh karyawan agar keberhasilan perusahaan dapat
tercapai. Metode yang dapat digunakan adalah graphic rating scales, mixed standard
scales.
3. Pendekatan Prilaku
Pendekatan ini mencoba menjelaskan perilaku yang harus dimiliki karyawan
agar efektif dalam pekerjaan. Metode yang digunakan adalah insiden kritis (Critical
Incident Method), BARS (Behaviorally Anchored Rating Scales), BOS (Behavioral
Observation Scales), OBM (Organizational Behavior Modification), Pusat assessment
(Assesment Centers).
4. Pendekatan Hasil
Pendekatan hasil berasumsi bahwa subjektifitas dapat dihilangkan dari proses
pengukuran sedangkan hasil yang dicapai adalah indicator untuk mengukur kontribusi
individu terhadap efektifitas organisasi. Contoh metode yang dapat digunakan: MBO
(Management By Objectives) atau ProMes (Productivity Measurement and Evaluation
System).
5. Pendekatan Mutu
Pendekatan mutu memiliki dua karakteristik dasarnya yaitu orientasi pada pelanggan
dan menghindar dari kesalahan.22
Memperhitungkan pengembangan staff dapat dilakukan melalui proses penilaian
kinerja karyawan, karena sistem penilaian prestasi karyawan menyediakan beragam
data penting menyangkut tingakat prestasi mereka. Kekuatan-kekuatan yang ditemukan
dalam proses penilaian tersebut perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan: dan
kelemahan-kelemahannya perlu diperbaiki.

21
Dewi Hanggraeni, Perilaku Organisasi Teori, Kasus, dan Analisis, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2011), 172.
22
Jusmaliani, Pengelolaan Sumber Daya Insani, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 113-116.
10

Kegiatan supervisi juga dapat digunakan sebagai alat dalam memperhitungkan


pengembangan staf. Sebagaimana tujuan supervisi yaitu dalam rangka perbaikan
pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Karena bahwa perkembangan definisi
supervisi menjadikannya semakin relevan dengan kegiatan perbaikan mutu. Dalam berbagai
bentuk pendekatan supervisi seperti supervisi kelas, supervisi klinis, supervisi artistik dan
supervisi saintifik.
Sebagaimana diungkapkan Rifai diantara peranan supervisi adalah:
1. Supervisi sebagai kepemimpinan
Kepemimpinan supervisor adalah kepemimpinan pendidikan, yang membantu
perkembangan yang dididiknya. Supervisor sebagai pemimpin mendapat kepercayaan
guru-gurunya dan mempunyai pengaruh terhadap guru-gurunya dan mempunyai
pengaruh terhadap guru-gurunya. Dan dengan pengaruhnya itu ia dapat memimpin guru-
gurunya ke arah tujuan yang akan dicapai, yaitu peningkatan kemampuan guru-guru itu.
2. Supervisi sebagai inspeksi
Inspeksi sebagai fungsi dalam rangka supervise. Inspeksi merupakan titik tolak
untuk selanjutnya diteruskan dengan kegiatan-kegiatan supervisi. Setiap administrasi
memerlukan inspeksi, yaitu control, sampai di mana ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan, dijalankan.
3. Supervisi sebagai penelitian
Usaha untuk memperoleh data-data yang lebih lengkap, lebih obyektif dan relevant
berdasarkan inspeksi dibutuhkan penelitan untuk: (a) menemukan sebab-sebab yang
menghambat/mempersukar jalannya dan hasil belajar. (b) mencari dan menemukan
cara/metoda yang kiranya dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan proses dan hasil
belajar. (c) memperoleh data yang dapat dipakai untuk menyusun program peningkatan
guru.
4. Supervisi sebagai latihan dan bimbingan
Kesimpulan yang dihasilkan dalam peneliian akan memberikan kemungkinan
untuk memberikan latihan kepada guru-guru, sebagai usaha peningkatan kemampuan
profesionalnya, sesuai dengan kebutuhan mereka. Latihan itu dapat berupa: diskusi,
demonstrasi, penataran, tugas- tugas tertentu yang harus dikerjakan, melakukan
observasi, dan sebagainya. Setelah dilatih, para guru perlu mendapat dorongan dan
bimbingan, mendapat petunjuk-petunjuk bagaimana menerapkan hasil latihan yang
mereka telah peroleh.
5. Supervisi sebagai sumber dan pelayanan
Supervisor merupakan sumber bagi mereka yang disupervisinya. Ia merupakan
sumber nasihat, sumber petunjuk, sumber pengetahuan dan sumber idea. Sedikitnya ia
merupakan sumber informasi yang dapat memberi tahu di mana dan bagaimana
memperoleh sumber yang diperlukan. Dengan fungsinya sebagai sumber, maka
supervisor harus memiliki cukup kesediaan untuk membantu, untuk melayani guru-guru
itu dalam usaha mereka meningkatkan kemampuannya.
6. Supervisi sebagai koordinasi
Fungsi koordinatif dalam supervisi terutama diperankan oleh kepala sekolah di
sekolahnya. Kepala sekolah harus memimpin sejumlah anggota staf, yang masing-masing
harus dibantu dan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-
masing. Kepala sekolah harus membagi-bagi perhatiannya secara merata kepada semua
11

guru-gurunya, dapat mengatur cara bekerja mereka, pembagian tugas yang adil dan
merata, sehingga terperlihara sikap kooperatif.
7. Supervisi sebagai evaluasi
Evaluasi supervise mengikutsertakan guru sejak perencanaanya sampai ke penentuan
hasilnya; karena gurulah yang seharusnya lebih tahu tentang situasi dan kondisi di
sekolahnya, dan tentang kebutuhannya. Supervisor berfungsi sebagai pembantu yang
bersama-sama dengan guru itu turut mencari dan menemukan hal-hal yang perlu
ditingkatkan, dan bagaimana meningkatkannya.23
Dari berbagai peranan supervisi tersebut dapat dimengerti bahwa kegiatan ini
menjadi hal yang penting dalam pengelolaan pendidikan. Dengan dilaksanakannya
kegiatan supervisi identifikasi terhadap problem tenaga pendidik dan kependidikan dapat
terurai dan diberikan solusi yang tepat sasaran.
D. Perencanaan Pengembangan Staf
Untuk mewujudkan pelatihan dan pengembangan yang bermutu, maka dibutuhkan
manajemen pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Bermula dari kegiatan identifikasi akan
kebutuhan pelatihan hingga evaluasi atas kegiatan pelatihan.
Adapun Langkah-langkah dalam pengembangan staf sebagaimana diungkapkan
Dewi Hanggraini adalah sebagaimana gambar berikut:24

Setting Evaluation of
Making
Need Analysis training and training and
program
Development development
content
Objevtives

Gambar. 1
Langkah-langkah Kegiatan Pengembangan Staf
1. Analisis Kebutuhan
Analisis pengembangan adalah proses diagnosis permasalahan- permasalahan yang
ada saat ini dan kemungkinan tantangan-tantangan yang harus dihadapi kelak. Sehingga dari
proses analisis ini didapatkan pengetahuan tentang kesenjangan yang dihadapi antara
kemapuan dan keahlian pekerja dengan situasi kerja yang dihadapi saat ini dan yang akan
datang.
Informasi yang didapatkan memberikan manfaat akan apa yang akan diberikan
dalam pengembangan staf. Informasi tersebut dapat menentukan jenis pelatihan atau
pengembangan yang dibutuhkan pekerja untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
lembaga.
2. Penyusunan Tujuan Pelatihan dan Pengembangan.
Penyusunan tujuan pelatihan dan pengembangan merupakan hal mutlak untuk
dilakukan setelah analisis kebutuhan dilaksanakan, dengan tujuan untuk memastikan bahwa
program pelatihan dan pengembangan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dan dapat
dijadikan alat ukur mengenai keberhasilan proses kegiatan.

23
Moh. Rifai, Administrasi dan Supervisi Pendidikan: Pengantar bagi Administrator dan Supervisor Sekolah,
(Bandung: Jemmars Bandung, 1982), 47-52.
24
Dewi Hanggraeni, Manajemen Sumber Daya Manusia, ……, 99-102.
12

Dalam penyusunan tujuan pelatihan dan pengembangan harus disebutkan dengan jelas
hasil-hasil apa yang diharapkan dari pelaksanaan program. Dengan penetapan tujuan yang
jelas, maka ketika kinerja individu sebelum dan sesudah dilakukan program pelatihan dan
pengembangan dapat dibandingkan serta dilihat apakah telah mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.
Apabila tujuan dari penelitian pelatihan dan pengembangan telah ditentukan,
selanjutnya adalah komitmen dari pelaksanaan pelatihan dan pengembangan untuk fokus
pada tujuan tersebut.
3. Program Content
Program content adalah daftar dari materi-materi yang akan disampaikan selama
proses pelatihan dan pengembangan berlangsung. Dalam program content juga dijelaskan
mengenai metode apa yang akan dipilih untuk menyampaikan materi-materi tersebut.
Dalam penyusunan program content harus mempertimbangkan learning principles
sehingga materi-materi bisa dicerna dengan baik oleh peserta pelatihan dan pengembangan.
Learning principle terdiri dari:
a. Participation, yaitu prinsip bahwa pembelajaran akan lebih cepat untuk dicerna apabila
peserta diajak untuk berpartisipasi secara aktif selama proses belajar.
b. Repetition, yaitu prinsip bahwa pembelajaran akan lebih cepat dipahami dan menempel
lebih lama apabila dilakukan secara berulang-ulang.
c. Relevance, yaitu prinsip bahwa materi belajar harus dipahami manfaatnya bagi peserta
apabila mereka menguasai materi tersebut.
d. Transference, yaitu prinsip bahwa materi belajar akan lebih cepat dipahami dan
dicerna apabila dikaitkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari atau
permasalahan nyata di lapangan. Jadi tidak hanya berisi tentang teori-teori belaka.
e. Feedback, yaitu prinsip bahwa pengajar harus memberikan umpan balik kepada para
peserta mengenai seberapa jauh kemajuan mereka serta melakukan diskusi mengenai
kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi peserta selama proses belajar.
4. Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan
Ada empat kriteria yang bisa digunakan untuk melakukan penilaian:
a. Reaction, yaitu penilaian yang didasarkan pada respon dari para trainee terhadap materi
dan proses pembelajaran selama pelatihan dan pengembangan berlangsun.
b. Knowledge, yaitu penilaian yang didasarkan pada bertambah atau tidaknya pengetahuan,
kemampuan, dan keahlian pekerja setelah mengikuti program pelatihan dan
pengembangan.
c. Behavior, yaitu penilaian yang didasarkan pada ada tidaknya perubahan perilaku pekerja
setelah mengikuti pelatihan dan pengembangan.
d. Improvements, yaitu penilaian yang didasarkan pada ada tidaknya peningkatan
efisiensi, efektivitas, produktifitas, dan kualitas kerja individu setelah mengikuti
program pelatihan dan pengembangan.
Dari keempat criteria tersebut, kita kemudian bisa memberikan evaluasi apakah
program pelatihan dan pengembangan telah dilaksanakan sesuai tujuan dan telah meraih
sasaran-sasaran yang diharapkan atau sebaliknya.
13

Sejalan dengan pendapat tersebut, adalah dirumuskan oleh Margaret Attwood dan
Stuart Dimmock dalam Manajemen Personalia adalah sebagaimana gambar tersebut di
bawah ini:25

Rencana perusahaan (kebijakan perusahaan)

Mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan rencana


pelatihan (Tahap 1)

Merencanakan program pelatihan (Tahap 2)

Melaksanakan program pelatihan (Tahap 3)

Menilai program pelatihan (Tahap 4)


Gambar. 2
Manajemen Pelatihan Staf

Gambar 2 di atas, menunjukkan akan tahapan-tahapan dalam proses pelatihan


karyawan. Dimana kebijakan mengenai pengembangan dan pelatihan bermula dari rencana
perusahaan. Untuk menunjang rencana perusahaan maka pelatihan dibutuhkan. Tahapan
pertama dari proses pelatihan adalah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangaran rencana pelatihan. Tahapan kedua adalah merencanakan program pelatihan.
Tahapan ketiga adalah melaksanakan program pelatihan. Dan pada tahap terakhir atau keempat
adalah menilai program pelatihan.
Dessler sebagaimana dikutip oleh Jusmaliani mengungkapkan lima langkah dalam
pelatihan dan pengembangan, yaitu pertama, analissi kebutuhan, kedua rancangan instruksional,
ketiga validasi, keempat implementasi, dan kelima evaluasi dan tindak lanjut.
Tidak jauh beda dengan Dessler, Fisher, Schoenfeldt & Shaw memberikan tahapan yang
selintas terlihat lebih sederhana karena hanya dikelompokkan dalam tiga langkah, yaitu
pertama tahap assessment, kemudian tahap pelatihan dan terakhir tahap evaluasi,
sebagaimana gambar berikut:

25
Margaret Attwood dan Stuart Dimmock, Manajemen Personalia, (Bandung: Penerbit ITB, 1999), 134.
14

Tahap Assessment
Penilaian
terhadap Tahap Pelatihan
kebutuhan
pelatihan
Pilih metode dan Tahap Evaluasi
Kenali tujuan terapkan prinsip
pelatihan pembelajaran

Ukur dan bandingkan


Laksanakan hasil pelatihan
Kembangkan
pelatihan terhadap kriteria
kriteria

Tahap assessment adalah tahap dimana kita mengenali adanya kebutuhan terhadap
pelatihan. Kebutuh ini terasa dengan adanya masalah-masalah berkaitan dengan pekerjaan.
Selain itu juga adanya tantangan masa depan yang diperkirakan akan berubah, dan ini semua
memtutuhkan pelatihan dan pengembangan. Selanjutnya, isi dari program harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan serta peserta pelatihan. Dalam mlaksanakan
prinsip pembelajaran (kerangka dimana seseorang dapat mempelajari sesuatu seefektif
mungkin) harus diperhatikan. Prinsip yang harus diperhatikan ini antara lain partisipasi,
repetisisi (pengulangan), sesuainya kebutuhan pelatihan dengan kebutuhan pekerjaan dan
terakhir adal umpan balik atau tahap evaluasi.26
Menurut Sondang Siagian, langkah-langkah dalam melaksanakan pelatihan dan
pengembangan meliputi 7 tahapan yaitu: (1) Penentuan kebutuhan, (2) Penentuan sasaran,
(3) Penetapan isi program, (4) Identifikasi prinsip-prinsip belajar, (5) Pelaksanaan program,
(6) Pelaksanaan program, (7) Identifikasi manfaat, (8) Penilaian pelaksanaan program.27
Hadari Nawawi dalam mendesain program pengembangan karier para pekerja
membedakannya dalam tiga fase, yaitu:28
1. Fase Perencanaan
Fase ini merupakan aktivitas menyelaraskan rancangan pekerja dan rancangan
organisasi/perusahaan mengenai pengembangan karir di lingkungannya. Tujuan dari fase ini
adalah untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pekerja dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Dengan demikian dapat dilakukan berbagai usaha untuk membantu para
pekerja.
2. Fase Pengarahan
Fase ini bermaksud untuk membantu para pekerja agar mampu mewujudkan
perencanaanya menjadi kenyatan, yakni dengan memantapkan tipe karier yang
diinginkannya, dan mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
mewujudkannya.
3. Fase Pengembangan

26
Jusmaliani, Pengelolaan, 104.
27
Sondang Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 186.
28
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, …….., 307-309.
15

Fase ini adalah tenggang waktu yang dipergunakan pekerja untuk memenuhi
persyaratan yang memungkinkannya melakukan gerak dari suatu posisi ke posisi lain yang
diinginkannya. Selama fase ini pekerja dapat melakukan kegiatan memperbaikidan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikapnya, sebagaimana
dipersyaratkan oleh posisi yang diinginkannya seperti tersebut di atas. Dalam fase ini juga
pekerja harus berusaha mewujudkan kreativitas dan inisiatifnya, yang dapat mendukung
untuk memasuki posisi/jabatan di masa mendatang. Diantara kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan adalah: Penyelenggaraan sistem mentor, pelatihan, rotasi jabatan, dan
program beasiswa.
Dari pendapat-pendapat tersebut, pengembangan staf terbentuk dengan rencana
strategis bersumber pada kebutuhan tenaga kerja dalam hal ini tenaga pendidik dan
kependidikan akan pengembangan diri terhadap tujuan organisasi. Dengan kata lain, bahwa
pengembangan staf membutuhkan kegiatan yang terstruktur, terencana, dan dapat dievaluasi.
Selain dengan proses pelatihan dan pengembangan terdapat proses yang dapat
dikategorikan perencanaan pengembangan staf yaitu dengan proses pemberdayaan.
Pemberdayaan sebagaimana didefiniskan oleh para ahli sebagai berikut:
1. Menurut Smith, memberdayakan orang berarti mendorong mereka menjadi lebih terlibat
dalam keputusan dan aktivitas yang memengaruhi pekerjaan mereka.
2. Menurut Cook dan Macaulay, pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada
falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap
individu dapat menggunakan kemampuan dan eneginya untuk meraih tujuan organisasi.
Seorang karyawan memiliki wewenang dan berinisiatif untuk melakukan sesuatu yang
dipandang perlu, jauh melebihi tugasnya sehari-hari.
3. Menurut Robbins, memberikan pengertian pemberdayaan sebagai menempatkan pekerja
bertanggungjawab atas apa yang mereka kerjakan. Dengan demikian, manajer belajar untuk
berhenti mengontrol, dan pekerja belajar bagaimana bertanggungjawab atas pekerjaannya
dan membuat keputusan yang tepat. Pemberdayaan dapat mengubah gaya
kepemimpinan, hubungan kekuasaan, cara pekerjaan dirancang dan cara organisasi
distrukturkan.
4. Menurut Greenberg dan Baron, pemberdayaan adalah suatu proses di mana pekerja
diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasan dalam hubungannya dengan pekerjaan
mereka.
5. Menurut Newstrom dan Davis, pemberdayaan merupakan setiap proses yang memberikan
otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar informasi yang relevan
dan ketentuan pengawasan atas factor- faktor yang memengaruhi prestasi kerja.
Pemberdayaan membantu menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidak berayaan
sambil meningkatkan perasaan self-efficacy pekerja. Self-efficacy adalah suatu perasaan
bahwa dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan apa saja yang diberikan padanya.29
Dari definisi tersebut Wibowo menyimpulkan bahwa, pemberdayaan adalah suatu
proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya atu lebih berkemampuan untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan
sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya.30

29
Wibowo, Manajemen Perubahan, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), 331-332.
30
Ibid., 332.
16

Dalam pemberdayaan seseorang akan lebih banyak memainkan peranannya dengan


mengambil kebijakan dan keputusan tanpa harus mengacu kepada yang lebih senior, demikian
itu dengan acuan untuk pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Pada prosesnya
pemberdayaan memiliki banyak variasi, dimulai dari memberikan dorongan untuk
optimalisasi tugas dan kewajiban yang dimilikinya untuk memainkan peranan yang lebih
aktif. Dan bisa juga dilakukan dengan memindahkan tempat tugas, dimana karyawan
dapat mengaktualisasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan lebih bertanggungjawab.

Anda mungkin juga menyukai