Anda di halaman 1dari 48

PENGARUH SENAM KAKI DAN AROMATERAPI TERHADAP

KUALITAS TIDUR PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI


PUSKESMAS RAMBIPUJI KABUPATEN JEMBER

PROPOSAL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan (S. Kep)

Oleh :
Nanda Indira Meidilasari
NIM. 15010169

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus/DM adalah penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai

adanya peningkatan glukosa dalam darah (hiperglikemi), yang disebabkan adanya

ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa

dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel (Izzati dan Nirmala,

2015). Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan

menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang

sangat di butuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Izzati dan Nirmala, 2015).

Peningkatan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia adalah kondisi terjadinnya

abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan

sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Menurut International Diabetes Federatiaon/ IDF (2014), kawasan Asia Pasifik

merupakan kawasan terbanyak yang menderita diabetes melitus, dengan angka kejadianya

138 juta kasus (8.5%). IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan

mengalami peningkatan menjadi 205 juta kasus di antara usia penderita DM 40-59 tahun

(IDF, 2014). 8,5% dari orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas menderita DM dan

menjadi penyebab kematian utama dari 1,5 juta pada tahun 2012 dan Sedangkan Pada tahun

2014, Indonesia memiliki sekitar 9,1 juta penyandang DM dan merupakan jumlah terbanyak

kelima di dunia menurut World Health Organization/WHO,


1 (2014).

Tahun 2013 Indonesia menduduki peringkat 7 dunia setelah China, India, Amerika,

Brasil, Rusia dan Meksiko dengan jumlah 8,5 juta penderita, dan diperkirakan naik menjadi
14.1 juta pada tahun 2035 (IDF, 2013). Prevalensi DM di Jawa Timur mengalami

peningkatan dari tahun 2007 sebesar 1,8% dan pada tahun 2013 menjadi 2.5%, Jawa Timur

menempati urutan ke-10 dengan jumlah terbanyak DM di Indonesia (Riskesdas, 2013).

Sedangkan prevalensi DM di tahun 2018 yang terdiagnosis oleh dokter di provinsi jawa timur

sebesar 2,0% menduduki peringkat ke 4 di Indonesia, dimana prevalensi DM yang

terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DKI jakarta sebesar 2,6%, DI yogyakarta sebesar

2,4% , dan Kalimantan Timur sebesar 2.3%. (Riskesdas ,2018).

Prevalensi penderita DM di wilayah Kabupaten Jember mengalami peningkatan dari

4.762 jiwa menjadi 7.504 jiwa pada tahun 2018 menurut data dari Dinas Kesehatan (Dinkes,

2018). Jumlah kunjungan penderita DM di puskesmas Rambipuji di tahun 2018 seabanyak

299 jiwa (Dinkes, 2018). Dan dari data puskesmas Rambipuji jumlah kunjungan pasien DM

di Puskesmas Rambipuji pada bulan Januari-Maret 2019 sebanyak 121 jiwa.

Meningkatnya jumlah penderita DM dipicu oleh beberapa faktor diantaranya adalah

faktor keturunan, obesitas, perubahan gaya hidup, kesalahan pola makan, obat-obatan yang

dapat mempengaruhi kadar gula darah, kurangnya aktifitas, penuaan, merokok dan stres

(Muflihatin, 2015). Tanda dan gejala pada pasien DM adalah peningkatan frekuensi urin

(poliuria), peningkatan rasa haus (polidipsia) dan peningkatan masukan makanan (polifagia),

penurunan berat badan dan mudah merasa lelah (Black dan Hawks, 2009). Tanda-tanda

tersebut bisa terjadi jika kadar gula yang beredar dalam darah tinggi atau hiperglikemia

kronik dan gangguan metabolik diabetes melitus lainnya akan menyebabkan kerusakan

jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan sistem vaskular. Kerusakan jaringan yang

terlokalisir yang disebabkan adanya penekanan jaringan lunak yang menonjol atau biasa

disebut ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum adalah salah satu penyulit pada pasien diabetes

yang menyerang kulit yang ditandai rasa kesemutan (Soegondo, 2009).


Seiring berkembangnya zaman banyak masyakarat yang memilih Complementery and

Alternative Medicine (CAM) sebagai pengobatan alternatif dan menjadi trend baru yang bisa

dikembangkan. Menurut National Institute of Health, CAM adalah salah satu jenis

pengobatan untuk menyembuhkan suatu penyakit yang didalamnya terdapat bermacam-

macam pengobatan dan perawatan kesehatan, produk dan praktik yang secara umum tidak

termasuk pengobatan konvensional (Kamaluddin, 2010). WHO mendefinisikan pengobatan

alternatif atau pengobatan dengan terapi komplementer sering disebut dengan CAM

(Complementary and Alternatif Medicine) sebagai kumpulan praktik perawatan kesehatan

secara meluas yang bukan merupakan bagian dari tradisi suatu negara dan tidak terintegrasi

kedalam sistem perawatan kesehatan yang dominan (Pallivalappila et al. 2013). Tidak heran

jika saat ini banyak masyarakat yang menggunakan metode pengobatan CAM sebagai

pengganti pengobatan konvensional, karena biayanya yang murah.

Salah satu CAM yang dapat diaplikasikan pada pasien DM adalah dengan latihan jasmani

dan olahraga yaitu senam kaki, Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilakukan senam kaki

secara teratur dapat mencegah kenaikan kadar gula dalam darah dan bisa mecegah terjadinya

gangren karena menurunnya kadar gula darah (Nathaniel Clark, 2009). Selain itu Senam kaki

bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi ke jaringan lebih lancar, yang

dapat memperkuat otot-otot kecil, otot betis dan otot paha, menurunkan kadar gula darah

serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang dialami oleh penderita diabetes mellitus

(Sutedjo, 2010). Senam kaki diabetes melitus bisa dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan

tidur dengan menggerakkan kaki dan sendi misalnya dengan kedua tumit diangkat,

mengangkat kaki dan menurunkan kaki (Soegondo, 2013).

Tingginya kadar gula dapat mengganggu konsentrasi untuk tidur nyenyak, dikarenakan

seringnya keinginan untuk buang air kecil pada malam hari dan terkadang muncul rasa haus

yang berlebihan. Beberapa Penelitian menyebutkan bahwa pemberian aromaterapi juga dapat
menurunkan angka stres dan mengatasi masalah gangguan tidur. Aromaterapi adalah salah

satu CAM yang menggunakan ekstrak dari minyak esensial dari berbabagi macam tanaman

yang bisa dihirup untuk menyembuhkan berbagai kondisi (Dewi, 2012). Salah satunya adalah

aromaterapi lavender, Kelebihan dari aromaterapi lavender dibanding dengan aromaterapi

lain adalah kandungan racunnya yang relatif sangat rendah, jarang menimbulkan alergi dan

merupakan salah satu dari sedikit minyak essensial yang dapat digunakan langsung pada kulit

(Babar Ali, 2015). Aromaterapi lavender merupakan minyak esensial analgesik yang

mengandung 8% terpena dan 6% keton dan memiliki kandungan lanalool dan linaly asetat

yang dapat meningkatkan gelombang-gelombang alfadi pada otak dan gelombang inilah yang

merangsang pengeluaran hormon endorfrin sehingga menciptakan keadaan yang rileks atau

menenangkan, dan dapat mengatasi gangguan tidur juga depresi (Maifrisco,2005). Lavender

juga jenis bunga yang beraroma ringan yang dikenal memiliki efek sedatif ( memberikan

rasa kantuk) dan anti-neurodepresive sehingga bagus untuk pasien yang mengalami masalah

susah tidur (Jeannie, 2009).

Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, tidur merupakan masalah umum yang

terjadi pada pasien DM. Gangguan tidur adalah kelainan yang bisa menyebabkan masalah

pada pola tidur, baik karena tidak bisa tertidur, sering terbangun pada malam hari, atau

ketidakmampuan untuk kembali tidur setelah terbangun (Sadock JB, 2010). Kualitas tidur

seseorang dapat dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan

tidak mengalami masalah dalam tidurnya (Hidayat, 2006). beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas dan kuantias tidur seseorang, diantaranya yaitu faktor fisiologis,

psikologis, dan lingkungan (Potter & Perry, 2009). Penelitian telah membuktikan kurangnya

jumlah jam tidur selama 2 malam dapat menyebabkan meningkatnya kadar gula darah

(Arieselia dkk, 2014). Dapat disimpulkan bahwa Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang
terhadap tidur sehingga seseorang tersebut tidak merasa lelah, lesu dan gelisah, perhatian

terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kuliatas tidur sangat diperlukan bagi

setiap manusia terutama pada penderita DM, maka dari itu penerapan CAM bagi penderita

DM yaitu dengan kombinasi senam kaki dan pemberian aromaterpi lavender diharapkan

dapat membantu penderia DM untuk memenuhi kualitas tidunya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah

“apakah ada pengaruh senam kaki dan aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur pada

pasien diabetes melitus ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis adanya pengaruh senam

kaki dan aromaterapi terhadap kualitas tidur pada pasien Diabetes Melitus.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kualitas tidur pasien diabetes sebelum melakukan senam kaki

dan diberi aromaterapi.

b. Mengidentifikasi kualitas tidur pasien diabetes sesudah melakukan senam kaki

dan diberi aromaterapi.

c. Menganalisis adakah perbedaan sebelum dan sesudah melakukan senam kaki dan

diberi aromaterapi.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pendidikan

keperawatan yang berguna dalam mengembangkan metode yang efektif untuk melakukan

CAM bagi kesehatan.

1.4.2 Manfaat Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada responden

tentang CAM sebagai pengobatan alternatif yaitu senam kaki dan aromaterapi untuk

mengatasi kualitas tidur pada penderita Diabetes melitus.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan dalam

menulis karya ilmiah serta meningkatkan kemampuan melalui metode eksperimen dan dapat

menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Hirdes Harlan

Yuanto. “Pengaruh Kombinasi Senam Kaki dan Aromaterapi Terhadap ABI dan Tingkat

Stres Pada Penderita DM di Puskesmas Jajag”, penelitian 2 penelitian yang dilakukan oleh

Intry N. Tentoro “Hubungan Diabetes Melitus dengan Kualitas Tidur”. Penelitian 3 penelitian

yang dilakukan oleh Jessy Kurnia “Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa Darah

Puasa Pada Pasien DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Pancaran Kasih Gmim Manado” Dalam

penelitian saya dengan judul “Pengaruh Senam Kaki dan Aromaterapi Terhadap Kualitas

Tidur pada Pasien DM di Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember”.


Tabel 1.5 Keaslian Penelitian

Variable Penelitian sebelumnya Penelitian


sekarang
1 2 3
Judul Pengaruh Hubungan Hubungan Pengaruh senam
kombinasi senam diabetes melitus kualitas tidur kaki dan
kaki dan dengan kualitas dengan kadar aromaterapi
aromaterapi tidur glukosa darah terhadap kualitas
terhadap ABI dan puasa pada pasien tidur pada pasien
tingkat stres pada diabetes melitus Diabetes Melitus
penderita DM di tipe 2 di RS di puskesmas
puskesmas Jajag pancaran kasih Rambipuji
gmim manado kabupaten Jember
Tempat Puskesmas jajag RSU pancaran Rumah Sakit Pukesmas
kasih Manado Pancaran Kasih Rambipuji
GMIM Manado
Tahun 2018 2016 2017 2019
Sample 32 responden 78 responden 68 responden 15 responden
Peneliti Hirdes Harlan Intry N. Tentoro Jessy Kurnia Nanda Indira
Yuanto Meidilasari
Desain Quasy- cross- sectional cross sectional Pra-eksperimen
eksperimental study study dengan
dengan pendekatan pre
pendekatan pre test post test one
test post test group design
control group
design
Teknik consecutive Total sampling Total sampling Proposive
sampling sampling sampling
Perbedaan Senam kaki Adanya hubungan Teradapat
kombinasi aroma antara kualitas hubungan antara
terapi dapat tidur dengan kadar Diabaetes melitus
menurunkan glukosa darah dengan kulitas
tingkat stress pada puasa pada pasien tidur pada pasien
pasien Diabetes Diabetes Melitus DM
Mellitus
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai

oleh Hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya, keadaan

Hiperglikemia Kronis dari diabetes behubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan

fungsi dan kegagalan dari berbagai organ, terutama mata,ginjal,saraf,jantung, dan pembuluh

darah (American Diabetes Association/ADA, 2012).

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang menyebabkan tingginya angka

morbiditas dan mortalitas. Penyakit tersebut termasuk dalam gangguan metabolisme yang

mempengaruhi produksi energi di dalam sel. Diabetes mellitus ditandai dengan hilangnya

toleransi karbohidrat yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia (Price dan Wilson, 2006).

Diabetes melitus adalah suatu kondisi yang mengakibatkanmeningkatnya kadar gula

di dalam darah. Diabetes merupakan suatu kelainanreaksi kimia dalam hal pemanfaatan yang

tepat atas karbohidrat, lemak danprotein dari makanan, karena tidak cukupnya pengeluaran

atau kurangnyainsulin. Dengan kata lain, diabetes terjadi ketika tubuh tidak

dapatmemanfaatkan beberapa makanan karena kekurangan produk insulin (Ramaiah, 2006).

DM merupakan penyebab hiperglikemi, Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam

darah sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin

jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon


9 insulin merupakan hormon yang membantu

masuknya gula darah (World Health Organization /WHO, 2016).


2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus memmpunyai etiologi yang heterogen, penyebab dari berbagai lesi

dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik memegang peranan

penting pada penderita DM. Beberapa faktor yang dapat mempertinggi risiko ternyadinya

DM menurut Riyandi dan Sukarmin (2008) :

a. Kelainan Genetika

Penyakit DM dapat menurun dari keluarga, hal ini terjadi karena DNA pada pasien

Diabetes Melitus akan ikut menginformasikan pada gen berikutnya terkait dengan

penurunan produksi insulin.

b. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan dan penurunan fisiologis yang secara

drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan yang dialami inilah

yang akan beresiko pada penurunan fungsi endroktin pankreas untuk memproduksi

insulin dalam tubuh.

c. Stres

Stres dapat meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan akan sumber energi yang

berakibat pada kenaikan kerja pankreas, beban yang tinggi menyebabkan pankreas

mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan insulin.

d. Pola makan yang salah

Pola makan yang salah dan cenderung tidak teratur juga dapat menyebabkan kerja sel

pankreas tidak stabil, Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan Obesitas

meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin.

e. Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan sel-sel beta pankreas mengalami Hipertropi yang akan

berpengaruh pada produksi insulin, Hipertropi pankreas disebabkan karena


peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien obesitas untuk mencukupi

energi sel yang terlalu banyak.

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

DM dibagi menjadi 3, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, dan DM gestasional. Pasien yang

menderita DM tipe I memerlukan suplai insulin dari luar (eksogen insulin), seperti injeksi

untuk mempertahankan hidup, pasien dengan DM tipe 2 resisten terhadap insulin, suatu

kondisi dimana tubuh atau jaringan tubuh tidak berespon terhadap aksi dari insulin,

sedangkan DM gestasional adalah DM yang diderita pada ibu Hamil (Sofiana, 2012).

a. DM Tipe 1

Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β

pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Destruksi otoimun dari sel-sel

β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin.

Defisiensi insulin menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1.

Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1

juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang

berlebihan oleh sel-sel α β pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan

menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi,

sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia (Sofiana, 2012).

b. DM Tipe 2

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya

dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari

keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-

akhir ini populasi penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak meningkat

(Sofiana, 2012).
c. DM Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional (Gestational Diabetes Mellitus/GDM ) adalah keadaan

diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya

berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui

menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes

yang dialami dalam masa kehamilan, umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat

setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat

buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi

ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang

pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa

depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Sofiana,

2012).

2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau

lebih faktor pencetus diantaranya obesitas, kelainan genetik, stres, usia dan pola makan tidak

sehat. Ada kemungkinan lain bahwa kelainan genetik yang dihubungkan dengan kegemukan

dan rangsangan berkepanjangan reseptor hormon insulin. Rangsangan berkepanjangan

tersebut dapat menurunkan jumlah reseptor insulin yang ada di tubuh (Corwin, 2009).

Penderita Diabetes Melitus tipe 2 sebenarnya masih memproduksi insulin, tetapi

sering terjadi keterlambatan saat memproduksi atau jumlah produksi insulin menurun. Hal ini

cenderung semakin parah saat bertambahnya usia. Selain itu , sel tubuh terutama sel otot dan

adiposa mengalami resitensi terhadap insulin, sehingga pembawa glukosa (transport glukosa

glut -4) pada sel tidak adekuat. Akibatnya, sama dengan yang terjadi pada penderita Diabates

Melitus tipe 1 hati melakukan proses glikoneogenesis dan seterusnya. Bedanya, karena
penderita Diabetes Melitus tipe 2 masih memproduksi hormon insulin sehingga jarang

mengendalikan pemecahan asam lemak sebagai energi. Oleh sebab itu penderita Diabetes

Melitus tipe 2 tidak rentang terhadap ketosis (Corwin, 2009).

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Gejala umum yang sering ditimbulkan Diabetes melitus diantaranya :

a. Pengeluaran urin /Poliuria

Poliuria adalah suatu keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat

melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk

mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada

malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).

b. Timbul rasa haus /Polidipsia

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh

urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

c. Timbul rasa lapar /Polifagia

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa

dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi

(PERKENI, 2011).

2.1.6 Penatalaksanaan

Apabila Diabetes Mellitus tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai

penyakit dan dibutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk meningkatan pelayanan

kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, di antaranya:

a. Perencanaan Makanan.
Standar makanan yang dianjurkan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik seperti :

a) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

b) Protein sebanyak 10 – 15 %

c) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan

kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori memakai

rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga disimpulkan :

a) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

b) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

c) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

d) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal

yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah

untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi

(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stres akut sesuai

dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut

diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :

a) Makanan pagi sebanyak 20%

b) Makanan siang sebanyak 30%

c) Makanan sore sebanyak 25%

d) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % (Iwan S, 2010).

b. Latihan jasmani

Latihan jasmani sangat dianjurkan dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama

kurang lebih 30 menit yang dapat disesuaikan dengan kemampuan pasien. Latihan
jasmani juga merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya gangren pada

kaki. Selain untuk menjaga kebugaran latihan jasmani dapat menurunkan berat badan

dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah dan agar otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, laihan jasmani yang

dapat dilakukan adalah olahraga senam kaki, jogging, bersepedah santai dan berenang

(PERKENI, 2011).

c. Kontrol kesehatan

Pasien DM harus rutin mengontrol kadar gula darah agar mengetahui nilai kadar gula

darah untuk mencegah terjadinya diabetes melitus supaya ada penanganan yang cepat

dan tepat saat terdiagnosa diabetes melitus (Sugiarto & Suprihatin, 2012). Pasien

dapat mencari sumber informasi sebanyak mungkin untuk mengetahui tanda dan

gejala dari diabetes melitus yang mungkin timbul, sehingga pasien mampu mengubah

tingkah laku sehari-hari supaya terhindar dari penyakit diabetes melitus.

d. Obat

Oral hipoglikemik, insulin. Jika pasien telah melakukan penganturan makan dan

latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikn kadar gula darah maka

dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.

2.1.7 Komplikasi

Menurut PERKENI 2011 komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemi adalah kadar glukosa darah seseorang yang rendah bawah batas

normal (<50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes

melitus tipe 1 pada diabetes melitus tipe 2.


2) Hiperglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang miningkatkan dalam batas

normal. Peningkatan kadar glukosa darah sesorang meningkat dalam batas

normal. Peningkatan kadar glukosa dapat membayahakan penderita diabetes

melitus, antara lain ketoadidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik

(KHNK) dan kemolakto asidosis.

b. Komplikasi kronis

1) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang

pada penderita diabetes melitus adalah trombosit otak (pembekuan darah pada

sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung

kongetif, dan stroke.

2) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada

penderita diabetes melitus tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),

neuropati, dan amputasi.

2.2 Konsep Senam Kaki

2.2.1 Definsi Senam Kaki

Senam kaki diabetes melitus adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien

yang menderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu

memperlancar peredaran darah pada bagian kaki (setyoadi & kushariyadi. 2011).

Latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah, maka akan

lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan

reseptor menjadi aktif yang akan berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah pada pasien

diabetes (Soegondo, 2013).

Latihan jasmani atau olahraga yang dianjurkan salah satunya adalah senam kaki

diabetes melitus. Senam kaki bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi
ke jaringan lebih lancar, memperkuat otot-otot kecil, otot betis dan otot paha, menurunkan

kadar gula darah serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang dialami oleh penderita

diabetes mellitus (Sutedjo, 2010). Senam kaki diabetes melitus bisa dilakukan dengan posisi

berdiri, duduk dan tidur dengan menggerakkan kaki dan sendi misalnya dengan kedua tumit

diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki (Soegondo, 2013).

2.2.2 Fisiologi

Kegiatan fisik senam kaki melibatkan otot-otot yang dapat meningkatkan oksigen

sebesar 15-20 kali lipat karena peningkatan laju metabolik pada otot yang aktif. Ventilasi

pulmoner dapat mencapai 100 L/ menit dan curah jantung meningkat hingga 20-30 menit,

untuk memenuhi kebutuhan otot yang aktif. Terjadi dilatasi arteriol maupun kapiler yang

menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehinga reseptor insulin lebih banyak dan

lebih aktif/lebih peka (Damayanti, 2015).

Kepekaan reseptor insulin berlangsung lama bahkan sampai latihan insulin berakhir.

Jaringan otot yang aktif /peka insulin disebut jaringan non insulin dependet dan jaringan otot

pada keadaan istirahat membutuhkan insulin untuk menyimpan glukosa, sehingga disebut

jaringan insulin dependet. Pada fase pemulihan post-execise terjadi pengisian kembali

cadangan glikogen otot dan hepar. Aktivitas glikogenik berlangsung terus sampai 12-24 jam

post exercise, menyebabkan glukosa darah kembali normal (Damayanti, 2015).

Latihan fisik selama lebih dari 30 menit akan mengubah sumber energi menjadi asam

lemak bebas yang berasal dari lipolosis jaringan adipose. Diatur oleh berbagai macam

hormon terutama insulin , juga katekolamin, kortisol, glukagon ,dan growth hormone (GH).

Glukosa merupakan sumber energi selama latihan fisik berlangsung yang diperoleh dari

proses glikogenolisis. Semua mekanisme tersebut menimbulkan meningkatnya kadar glukosa

darah (Damayanti, 2015).


2.2.3 Tujuan Senam Kaki

a. Memperbaiki sirkulasi darah

b. Menurunkan kadar gula darah

c. Memperkuat otot-otot kecil

d. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

e. Meningkatkan kekuatan oto betis dan paha

f. Mengatasi keterbatasan gerak sendi

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

2.2.4 Manfaat Senam Kaki

a. Jantung

Otot jantung akan bertambah kuat dan bilik jantung bertambah besar, sehingga

denyutan lebih kuat. Hal ini akan meningkatkan efesiensi kerja jantung, dengan

efesiensi kerja jantung yang tinggi jantung tidsk perlu berdenyut terlalu

berlebihan (Kushartanti, 2007).

b. Pembuluh darah

Elastisitas pembuluh darah akan bertambah, karena berkurangnya timbunan

lemak dan penambahan kontraktilitas otot dinding pembuluh darah. Elastisitan

pembuluh darah yang tinggi akan memperlancar jalannya darah dan mencegah

timbulnya hipertensi ( Khusartanti, 2007).

c. Paru-paru

Elastisitas paru-paru akan bertambah, sehingga kemampuan berkembang kempis

juga akan bertambah (Khusartanti, 2007).

d. Otot
Kekuatan, kelentukan dan daya tahan otot akan bertambah. Hal ini disebabkan

karena bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya sistem penyediaan

energi pada otot ( Khusartanti, 2007).

2.2.5 Indikasi Dan Kontraindikasi Senam Kaki

a. Indikasi Senam Kaki

1) Diberikan kepada semua penderita Diabetes Melitus ( Tipe 1 dan Tipe 2)

2) Sebaiknya diberikan sejak pasien di Diagnosis menderita Diabetes Melitus

sebagai tindakan pencegahan dini (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

b. Kontraindikasi Senam Kaki

1) Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsneu dan nyeri

dada

2) Pasien yang mengalami depresi, khawatir, dan cemas (Setyoadi &

Kushariyadi, 2011).

2.2.6 Standart Operasional Prosedur (SOP) Senam Kaki

a. Persiapan Perawat

1) Lakukan verifikasi data sebelumnya bila ada

2) Cuci tangan 6 langkah

3) Tempatkan alat didekat pasien.

b. Persiapan Klien

1) Berikan salam sebagai pendekatan teraputik

2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien

3) Tanyakan kesepian klien sebelum kegiatan dilakukan.

c. Persiapan Alat
1) Sarung tangan/ hand scoen bersih

2) Kursi untuk tempat duduk pasien

3) Kertas koran

d. Cara Kerja

1) Pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. Pasien duduk

diatas kursi

2) Dengan tumit yang diletakkan dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan

keatas lalu di bengkokkan kembali kebawah seperti cakarayam sebanyak 10

kali. Tumit kaki dilantai dan jari-jari kaki diluruskan ke atas

3) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki keatas.

Kemudian sebaliknya pada kaki yang lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai

dan tumit kaki diangkatkan ke atas. Gerakkan ini dilakukan secara bersamaan

pada kaki kanan dan kiri bergangian dan diulangi sebanyak 10 kali. Tumit kaki

di lantai sedangkan telapak kaki diangkat.

4) Tumit kakai diletakkan dilantai kemuadian bagian ujung jari kaki diangkat ke

atas dan buat gerakan memutar pada pergelangan sebanyak 10 kali.Ujung kaki

diangkat ke atas.

5) Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Kemudian tumit diangkat dan buat gerakan

memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10kali. Jari-jari

kaki dilantai.

6) Kemudian angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Lalu gerakan jari-jari

kaki kedepan kemudian turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke

kanan. Ulangi gerakan ini sebanyak 10 kali.

7) Selanjutnya luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki

tersebut dan gerakkan ujung jari-jari kaki kearah wajah lalu turunkan kelantai.
8) Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi sama seperti pada langkah ke-9,

namun gunakan kedua kaki kanan dan kiri secara bersamaan. Ulangi gerakan

tersebut sebayak 10 kali.

9) Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Kemudian

gerakkan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.

10) Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada

pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari

angka 0-10 lakukan secara bergantian. Kaki diluruskan dan diangkat.

11) Lektakkan selembar koran dilantai, kemudian bentuk kertas koran tersebut

menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki. Lalu buka kembali bola tersebut

menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki . gerakkan

ini dilakukan hanya sekali saja.

12) Kemudian robek koran menjadi 2 bagian, lalu pisahkan kedua bagian koran

tersebut.

13) Sebagaian koran disobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.

14) Kemudian pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki

lalu letakkan sobekan kertas pada bagiankertasyang utuh tadi.

15) Lalu bungkus semua sobekan-sobekan tadi dengan kedua kaki kanan dan kiri

menjadi bentuk bola. Kaki merobek kertas koran kecil-kecil dengan

menggunakan jari-jari kaki lalu bungkus menjadi bentuk bola.

2.3 Konsep Aromaterapi

2.3.1 Definisi Aromaterapi

Aromaterapi adalah pengobatan yang menggunakan wangi-wangian. Istilah tersebut

merujuk pada penggunaan minyak esensial dalam penyembuhan holistik untuk memperbaiki
kesehatan dan kenyamanan emosional dan dalam mengembalikan keseimbangan tubuh.

Terapi komplementer adalah pengobatan pelengkap seperti homoeopati, aromaterapi dan

akupuntur harus dilakukan seiring dengan pengobatan konvensional (Sharma, 2009).

Aromaterapi adalah minyak esensial murni yang berasal dari berbagai bagian

tumbuhan, seperti bunga, akar, atau daun, untuk memperbaiki kesehatan fisik dan mental,

kualitas hidup secara umum, atau hanya untuk kesenangan. saat ini, aromaterapi dapat

tersedia dalam beberapa bentuk, seperti sabun, pencuci rambut, pengharum ruangan, parfum,

massage oils, dan lilin. Dalam penggunaannya, aromaterapi dengan minyak esensial seperti

mawar, lemon, lavender, geranium, dan bergamot dapat diberikan melalui beberapa cara,

seperti berendam, kompres kulit, inhalasi langsung, ataupun dijadikan pengharum ruangan

(Sharma, 2009).

Tumbuhan aromatik menghasilkan minyak aromatik. Apabila disuling, senyawa yang

manjur ini perlu ditangani secara hati-hati. Sebagian besar senyawa ini akan menimbulkan

reaksi kulit, tetapi jika digunakan secara tepat, senyawa ini memilki nilai teraupetik. Senyawa

ini dapat dihirup, digunakan dalam kompres, dalam air mandi, atau dalam minyak pijat

(Sharma, 2009).

2.3.2 Aromaterapi Lavender

Aromaterapi lavender adalah aromaterapi yang menggunakan bunga lavendula atau

biasa disebut lavender, yang memiliki zat aktif berupa linaloolacetatedan linalylacetate yang

dapat berefek sebagai analgesik (Wolfgang dan Michaela, 2008). Kelebihan dari minyak

lavender dibandingkan minyak essensial lainnya adalah kandungan racunnya yang relatif

sangat rendah, jarang menimbulkan alergi (Yunita, 2010).

Lavender merupakan bunga-bungaan yang beroma ringan dan merupakan aromaterapi

essensial yang dikenal memiliki efek sedatif dan anti-neurodepresive (Andriana, 2014).
Selain itu aromaterapi lavender juga memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis

aromaterapi lainnya yaitu ekonomis, mudah diperoleh, aman digunakan, tidak memerlukan

waktu lama dan praktis karena tidak memerlukan peralatan yang rumit. Kombinasi terapi

lavender dengan pengobatan medis akan meningkatkan kondisi pasien.

2.3.3 Efek Aromaterapi Lavender Untuk Tubuh

Terapi non farmakologis dengan cara relaksasi menggunakan aromaterapi lavender

adalah metode yang menggunakan wewangian lavender untuk meningkatkan kesehatan fisik

dan emosi. Aromaterapi lavender adalah aroma alami yang di ambil dari tanaman aromatik

lavender (Koensoemardiyah, 2009).

Berbagai efek aroma lavender yaitu sebagai antiseptik, antimikroba, antivirus dan anti

jamur, zat analgesik, anti radang, anti toksin, zat balancing, immunostimulan, pembunuh dan

pengusir serangga, mukolitik dan ekspektoran. Kelebihan minyak lavender dibanding minyak

essensial lain adalah kandungan racunnya yang relatif sangat rendah, jarang menimbulkan

alergi dan merupakan salah satu dari sedikit minyak essensial yang dapat digunakan langsung

pada kulit (Frayusi, 2012).

Aromaterapi lavender memiliki kandungan utama yaitu linalool asetat yang mampu

mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat saraf dan otot-otot yang tegang.

Menghirup aromaterapi lavender dapat meningkatkan frekuensi gelombang alfa dan keadaan

ini dapat memberikan rasa tenang (relaksasi). Lavender juga membantu keseimbangan

kesehatan tubuh yang sangat bermanfaat dalam menghilangkan sakit kepala, premenstrual

sindroma, ketegangan, kejang otot dan regulasi jantung (Andria, 2014). Aromaterapi lavender

dipercaya dapat mengurangi rasa stres dan mengurangi kesulitan tidur, sehingga dapat

memperbaiki kualitas tidur (Prabuseenivasan S, 2006).


2.3.4 Manfaat Aromaterapi

Ada beberapa manfaat Aromaterapi menurut Shinobi (2008) antara lain :

a. Aromaterapi merupakan salah satu metoda perawatan yang tepat dan efisien dalam

menjaga tubuh tetap sehat.

b. Aromaterapi banyak dimanfaatkan dalam pengobatan, khususnya untuk membantu

penyembuhan beragam penyakit, meskipun lebih ditujukan sebagai terapi pendukung

(supporttherapy)

c. Aromaterapi dapat membantu meningkatakan stamina dan gairah seseorang, walapun

sebelumnya tidak atau kurang memiliki gairah dan semangat hidup.

d. Aromaterapi dapat menumbuhkan perasaan yang tenang pada jasmani, pikiran dan

rohani (soothing the physical, mind and spiritual)

e. Aromaterapi mampu menghadirkan rasa percaya diri, sikap yang berwibawa, jiwa

pemberani, sifat familiar, perasaan gembira, damai, juga suasana romantis.

2.3.5 Macam-Macam Aromaterapi

Macam aromaterapi yang banyak ditemukan adalah aromaterapi yang berbentuk dupa

dan lilin (incense stick and incase cone) Adapula yang berbentuk minyak esensial tapi

umumnya tidak murni, hanya beberapa persen saja menurut Sunito (2010) sebagai berikut :

a. Dupa

Dupa terbuat dari bubuk akar yang dicampur minyak esensial yang digunakan dengan

cara dibakar.

b. Lilin

Pada umumnya lilin aromaterapi wanginya itu-itu saja, misalnya sandalwood dan

lavender. Sebab, sejumlah minyak esensial tertentu membuat lilin sulit membeku.

Bahan baku lilin itu kemudian dicampur dengan beberapa tetes minyak esensial grade
III. Kualitas lilin di pasaran berbeda-beda. Cara sederhana untuk mengetahuinya

adalah mencoba membakarnya lebih dahulu, lilin yang bagus tak mudah meleleh dan

asapnya tidak hitam.

c. Minyak Esensial

Minyak esensial adalah konsentrat yang umumnya merupakan hasil penyulingan dari

bunga, buah, semak-semak, dan pohon (Sunito, 2010).

2.3.6 Cara Menggunakan Aromaterapi

Cara menggunakan aromaterapi menurut Jaelani (2009) antara lain :

a. Kompres

Kompres adalah salah satu upaya dalam mengatasi kondisi fisik dengan cara

memanipulasi suhu tubuh atau dengan memblokir efek rasa sakit . Caranya dengan

menambahkan 3-6 tetes minyak esensial pada setengah liter air. Masukan handuk

kecil pada air tersebut dan peras. Lalu, letakkan handuk tersebut pada wilayah yang

diinginkan. Bisa juga untuk mengompres wajah dengan menambahkan 2 tetes minyak

esensial pada satu mangkuk air hangat. Masukan kain atau handuk kecil pada air atau

larutan dan peras. Letakan pada wajah selama beberapa menit. Ulangi cara tersebut

selama tigakali.

b. Pemijatan/ Massage

Pemijatan/ massage termasuk cara terapi yang sudah berumur tua. Meskipun metode

ini tergolong sederhana, namun cara terapi ini masih sering digunakan. Caranya

dengan menggunakan 7-10 tetes minyak esensial yang sejenis dalam 10-14 tetes

minyak dasar, atau tiga kali dari dosis tersebut bila menggunakan tiga macam minyak

esensial. Cara pemijatan ini dapat dilakukan dengan suatu gerakan khusus melalui
petrissage (mengeluti, meremas, mengerol dan mencubit); effleurage (usapan 23 dan

belaian) friction (gerakan menekan dengan cara memutarmutarkan telapak tangan

atau jari).

c. Streaming

Streaming merupakan salah satu cara alami untuk mendapatkan uap aromatis melalui

penguapan air panas. Dalam terapi ini, setidaknya digunakan 3-5 tetes minyak

esensial dalm 250 ml air panas. Tutuplah kepala dan mangkok dengan handuk, sambil

muka ditundukkan selama 10-15 menit hingga uap panas mengenai muka.

d. Hirup atau Inhalasi

Maksud dari terapi ini adalah untuk menyalurkan khasiat zat-zat yang dihasilkan oleh

minyak esensial secara langsung atau melalui alat bantu aromaterapi, seperti tabung

inhaler dan spray, anglo, lilin, kapas, tisu ataupun pemanas elektrik. Zat-zat yang

dihasilkan dapat berupa gas, tetes-tetes uap yang halus, asap, serta uap sublimasi yang

akan terhirup lewat hidung dan tertelan lewat mulut. Hirup selama menit 1-2 menit.

2.3.7 SOP ( Standar Operasional Prosedur)

a. Persiapan Perawat

1) Lakukan verifikasi data sebelumnya bila ada

2) Cuci tangan 6 langkah

b. Persiapan Klien

1) Berikan salam sebagai pendekatan teraputik

2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien

3) Tanyakan kesepian klien sebelum kegiatan dilakukan

c. Persiapan Alat

1) Sarung tangan/ hand scoen bersih


2) Kursi atau tempat tidur untuk pasien

3) Bola-bola Kapas dan minyak esensial Lavender

d. Cara kerja

1) Posisikan pasien dengan posisi yang nyaman

2) Ambil bola-bola kapas yang telah diberi minyak esensial lavender

3) Ajarkan pasien untuk menghirup bola kapas yang telah diberi minyak esensial

lavender selama 1-2 menit sebelum pasien memulai untuk tidur malam (waktu

tidur disesuaikan dengan kebiasaan tidur pasien)

4) Anjurkan pasien untuk melakukan hal tersebut selama 7 hari.

2.4 Konsep Kualitas Tidur

2.4.1 Definisi Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai

domain, antara lain, penilaian terhadap lama waktu tidur, gangguan tidur, masa laten tidur,

disfungsi tidur pada siang hari, efisiensi tidur, kualitas tidur, penggunaan obat tidur. Apabila

salah satu dari ketujuh domain tersebut terganggu maka akan mengakibatkan terjadinya

penurunan kualitas tidur (Indarwati, 2012).

Kualitas tidur berbeda dengan kuantitas tidur. Kuantitas tidur adalah lama waktu tidur

berdasarkan jumlah jam tidur sedangkan kualitas tidur mencerminkan keadaan tidur yang

restoratif dan dapat menyegarkan tubuh keesokan harinya. Kualitas tidur yang buruk berbeda

dengan kuantitas tidur yang buruk. Kuantitas tidur yang buruk mencakup durasi tidur pendek

sedangkan kualitas tidur yang buruk mencakup kesulitan untuk tidur dan seringkali terbangun

pada malam hari (Putra, 2011).

Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah waktu dari tidur yang

sebenarnya yang dialami seseorang pada malam hari. Pada penilaian terhadap gangguan tidur
dinilai apakah seseorang terbangun tidur pada tengah malam atau bangun pagi terlalu cepat,

bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas secara nyaman, batuk atau mendengkur

keras, merasa kedinginan, merasa kepanasan, mengalami mimpi buruk, merasa sakit, dan

alasan lain yang mengganggu tidur (Indarwati, 2012).

Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan untuk

mendapatkan jumlah tidur yang tepat untuk mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat

terbangun dari tidurnya. Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak

menunjukkantanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya

(Indarwati, 2012). Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan

keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang sesuai (Indarwati,

2012).

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang sangat berbeda-beda, ada yang yang

dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Status Kesehatan

Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan

nyenyak, sedangkan untuk seseorang yang kondisinya kurang sehat (sakit) dan

merasakan nyeri kebutuhan tidurnya akan tidak nyenyak (Asmadi, 2008).

b. Lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada

lingkungan bersih, bersuhu dingin, suasana yang tidak ramai (tenang), dan

penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat seseorang tersebut tertidur

dengan nyenyak, begitupun sebaliknya jika lingkungan kotor, bersuhu panas, susana
yang ramai dan penerangan yang sangat terang, dapat mempengaruhi kualitas tidur

seseorang (Asmadi, 2008).

c. Stres Psikologis

Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Kecemasan

tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur seseorang. Kecemasan

dapat menyebabkan seseorang menjadi terjaga. Keadaan terjaga terus menerus inilah

yang dapat mengakibatkan gangguan tidur (Asmadi, 2008).

d. Diet

Makanan yang banyak menandung L–Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan

tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya minuman yang

menandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur seseorang (Asmadi,

2008).

e. Gaya hidup

Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat juga memengaruhi kualitas tidur seseorang.

Kelelahan tingkat menengah dapat membuat orang tidur dengan nyenyak. Sedangkan

pada kelelahan yang berlebih akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek

(Asmadi, 2008).

f. Obat-obatan

Sebagian Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang dapat berefek menyebabkan rasa

kantuk, adapula yang sebaliknya yaitu mengganggu kualitas tidur (Asmadi. 2008).

2.4.3 Cara Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan untuk

mendapatkan jumlah tidur yang tepat. Kualitas tidur yang baik akan ditandai dengan tidur

yang tenang, merasa segar pada pagi hari dan merasa semangat untuk melakukan aktivitas.
Pengukuran kualitas tidur dapat menggunakan the pittsburgh sleep quality index (PSQI)

(agustin, 2012). PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk, kualitas

tidur dapat dilihat melalui 7 komponen, yaitu : (Indawati, 2012).

1. Kualitas tidur subjektif yaitu penilaian subjektif diri sendiri terhadap kualitas tidur

yang dimiliki, adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri sendiri berperan

terhadap penilaian kualitas tidur.

2. Latensi tidur yaitu berapa waktu yang dibutuhkan sehingga seseorang bisa tertidur, ini

berhubungan dengan gelombang tidur sesorang.

3. Efisiensi tidur yaitu didapatkan melalui presentase kebutuhan tidur manusia, dengan

menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur seseorang dan durasi tidur sehingga dapat

disimpulkan apakah sudah tercukupi atau tidak.

4. Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang

dialami, karena penggunaan obat tidur diindikasikan apabila orang tersebut sudah

sangat terganggu pola tidurnya dan obat tidur dianggap perlu untuk membantu tidur.

5. Gangguan tidur yaitu seperti adanya mengorok, gangguan pergerakan sering

terbangun dan mimpi buruk dapat mempengaruhi proses tidur seseorang.

6. Durasi tidur yaitu dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu terbangun, waktu tidur

yang tidak terpenuhi akanmenyebabkan kualitas tidur yang buruk.

7. Daytime disfunction atau adanya gangguan pada kegiatan sehari-hari diakibatkan oleh

perasaan mengantuk.

Masing – masing komponen memiliki kisaran nilai 0-3 dengan 0 menunjukkan tidak

ada kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang berat. Skor dari 7 komponen

tersebut dijumlahkan menjadi 1 skor global dengan kisaran 0-21. Skor 0 mengidentifikasi

tidak adanya kesulitan tidur dan skor 21 mengidentifikasikan adanya kesulitan tidur yang

berat di berbagai area. Total skor yang menunjukkan hasil kurang dari atau sama dengan 5
menandakan kualitas tidur yang baik, sedangkan total PSQI yang menunjukkan hasil lebih

dari 5 menandakan kualitas tidur yang buruk. PSQI memiliki konsistensi internal dan

koefesien reliabilitas (Cronbach’s Alpha). Jika nilai Cronbach’s Alpha >r tabel maka

kusioner dinyatakan reliable, tetapi jika nilai Cronbach Alpha <r tabel maka kusioner

dinyatakan tidak reliable.

2.4.4 Kualitas Tidur Dengan Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan

meningkatnya glukosa darah (Budiatri, 2014). Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan

pada sekresi insulin atau gangguan kerja insulin maupun keduanya. Penderita DM tidak dapat

memproduksi atau tidak dapat merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ

pankreas, sehingga kadar gula darah menjadi meningkat (Pesanlab, 2016). Kadar gula darah

yang tinggi sangat mengganggu konsentrasi pasien untuk tidur nyenyak, dikarenakan

seringnya keinginan untuk buang air kecil pada malam hari dan terkadang muncul rasa haus

yang berlebihan. Gangguan tidur merupakan masalah umum yang terjadi pada pasien DM

dan sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya keluhan nokturia

dan nyeri (Suranto, 2014).

Gangguan tidur adalah kelainan yang bisa menyebabkan masalah pada pola tidur, baik

karena tidak bisa tertidur, sering terbangun pada malam hari, atau ketidakmampuan untuk

kembali tidur setelah terbangun. Gangguan tidur menyebabkan berbagai gangguan seperti

gangguan sistem kardiovaskular dan endokrin, serta memperberat persepsi nyeri (Imadudin,

2012). Empat gejala utama menandai sebagian besar gangguan tidur yaitu; insomnia,

hipersomnia, parasomnia, dan gangguan jadwal tidur-bangun. Gangguan tidur dapat membuat

kualitas tidur menjadi terganggu (Sadock, 2010).


BAB 3

KERANGKA KONSEP & HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah Justifikasi ilmiah terhadap topik yang dipilih sesuai dengan

identifikasi masalah. Kerangka konsep harus didukung dengan landasan teori yang kuat serta

di tunjang oleh informasi yang bersumber pada berbagai laporan ilmiah, hasil penelitian

,jurnal penelitian, dan lain – lain (Hidayat, 2014).

Efek relaksasi :
Senam kaki
1. memperbaiki
sirkulasi darah
sehingga nutrisi
Senam kaki dalam jaringan
lebih lancar
2. menurunkan
kadar gula
darah
3. memperkuat
otot-otot kecil
Diabetes Melitus Kualitas Tidur

Efek Aromaterapi
lavender
1. meningkatkan
kesehatan fisik
Faktor yang
dan mengurangi
Aromaterapi mempengaruhi
stres
kualitas tidur :
lavender 2. Memberikan 1. Status
rasa tenang kesehatan sakit
Keterangan : (rilex) 2. Lingkungan
3. Mengurangi 3. Stres psikologis
kesulitan/susah 4. Diet
: Diteliti tidur 5. Gaya hidup
6. Obat-obatan
:Tidak Ditelitti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis Penelitian


37
Hipotesis adalah jawaban sementara pada penelitian, patokan duga, atau dalil sementara

yang kebenaranya akan di buktikan dalam penelitian (Notoatmojo, 2010).

Dalam penelitian ini rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ho :Tidak Ada pengaruh senam kaki dan aromaterapi lavender terhadap Kualitas Tidur pada

pasien Diabetes Melitus.

Ha : Ada pengaruh senam kaki dan aromaterapi lavender terhadap Kualitas Tidur pada pasien

Diabetes Melitus.
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitan

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, memungkinkan

pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat memengaruhi akurasi suatu hasil

(Nursalam, 2016). Istilah desain penelitian digunakan dalam dua hal: pertama, rancangan

penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum

perencanaan akhir pengumpulan data dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk

mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan.

Penelitian ini menggunakan pra eksperimen dengan satu kelompok one gruop Pre-post

Test Desain. Penelitian ini responden akan diukur kualitas tidur sebelum melakukan senam

kaki dan diberi aromaterapi dan kemudian akan diukur kualitas tidur setelah melakukan

senam kaki dan diberi aromaterapi.

Desain satu kelompok pre-post test pada peneletian seperti dibawah ini :

A1 X A2

Senam kaki yang


dilakukan 3-4x
Kualitas tidur sebelum seminggu selama 30 Kualitas tidur setelah
melakukan senam kaki menit dan aromterapi melakukan senam kaki
dan diberi aromaterapi yang dilakukan setiap dan diberi aromaterapi
hari selama 1 menit
sebelum tidur malam

Gambar 4.1 Desain penelitian

39
Keterangan :

A1 :Kualitas tidur sebelum melakukan senam kaki dan diberi aromaterapi

A2 :Kualitas tidur sebelum melakukan senam kaki dan diberi aromaterapi

X :Perlakuan senam kaki yang dilakukan 1 minggu sekali selama 30 menit

dan aromaterapi

4.2 Populasi Dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan element, unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki

ciri atau karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai objek penelitian atau menjadi perhatian

dalam suatu penelitian (pengamatan). Dengan demikian populasi tidak terbatas pada

kelompok orang, tetapi ada saja yang menjadi perhatian kita (Abdurahman dkk, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes melitus di puskesmas Rambipuji

kabupaten jember yang berjumlah 33 responden.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Apabila peneliti melakukan penelitian terhadap populasi yang besar, sementara

peneliti ingin meneliti tentang populasi tersebut dan peneliti memeiliki keterbatasan dana,

tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel, sehingga

generalisasi kepada populasi yang diteliti. (Sugiyono, 2010)

Sample yang digunakan pada penelitian ini ialah non probability sampling dengan

metode proposive sampling yaitu penentuan sampel dengan cara mengambil sebagian

anggota dari populasi sebagai responden atau sampel (Notoatmodjo, 2010). Menurut federrer,

rumus penelitian sample untuk uji eksperimental adalah :


(t-1) (r-1) > 15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan r merupakan jumlah sample

setiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 1 kelompok perlakuan sehingga perhitungan

sample menjadi :

(t-1) (r-1) > 15

(1-1)(r-1) > 15

0 (r-1) > 15

r-0 > 15

r > 15

Jadi sample yang digunakan yaitu sebanyak 15 responden dan jumlah kelompok yang

digunakan yaitu 1 kelompok intervensi sehingga penelitian ini menggunakan 15 responden

dari 33 populasi.

Untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen maka dilakukan koreksi dengan :

Keterangan :

N = n/(1-f) N = besar sample koreksi

n = besar sample awal

f = perkiraan proporsi drop out sebesar


10%
Sehingga,

N = n/(1-f)

N = 1/(1-10%)

N = 1/(1-0.1)

N = 1/0.9

N = 1.1

N=1
Jadi, sample yang digunakan tiap kelompok sebanyak 16 responden yang merupakan

kelompok intervensi atau kelompok perlakuan dengan pre dan post design.

4.2.3 Kriteria Sample

a. Kriteria inklusi adalah berdasarkan kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah puskesmas Rambipuji yang

mengalami susah tidur

2. Bersedia menjadi responden dan mengisi informed consent

3. Mampu berkomunikasi, membaca dan menulis

b. Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai

sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eklusi pada penelitian ini adalah:

1. Responden yang mempunyai penyakit komplikasi

2. Pasien yang mengalimi neuropati

3. Pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas/ bedrest.

4.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember.

4.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan April 2019. Waktu penelitian ini dihitung

dari selesainya pembuatan proposal sampai penyusunan laporan dan publikasi penelitian.
4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penentuan konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga

menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara yang digunakan

untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang

lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan

cara pengukuran konstrak yang lebih baik (Sugiyono,2014).

Table 4.5.1 Tabel Definisi Operasional

No Variable Definisi Indikator Skala Alat ukur Hasil

1. Kualitas Keadaan yang dijalani Pengukuran Interval Kuisioner Skor dari PQSI

tidur pre-test responden penelitian kualitas PSQI 0=tidak ada

untuk mendapatkan tidur terdiri kesulitan tidur

kesegaran dan dari 9 21=kesulitan

kebugaran saat pertanyaan tidur yang

terbangun dari tidurnya berat

2. Kualitas Keadaan yang dijalani Pengukuran Interval Kuisioner Skor dari PQSI

tidur post- responden penelitian kualitas PSQI 0=tidak ada

test untuk mendapatkan tidur terdiri kesulitan tidur

kesegaran dan dari 9 21=kesulitan

kebugaran saat pertanyaan tidur yang

terbangun dari tidurnya berat


4.6 Pengumpulan Data

4.6.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran kuesioner tentang

kualitas tidur, sedangkan data sekunder adalah data yang didapat dari pasien DM di

puskesmas Rambipuji.

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau daftar

pertanyaan yang berisi tentang kualitas tidur . Peneliti mengumpulkan data sesuai dengan

data yang ada pasien tentang kualitas tidur pasien dan memberikan kuesioner kepada pasien.

Pengumpulan data ini dilakukan sampai jumlah sampel sesuai dengan jumlah yang sudah

ditentukan, Serta peneliti melakukan observasi kepada responden pada saat responden

mengisi kuesioner. Cara pengisian kuesioner di isi sendiri oleh responden dengan didampingi

oleh penelitin.

a. Instrument 1

Instrument 1 digunakan untuk mendapatkan data tentang karakteristik responden yang

meliputi kode responden,usia, jenis kelamin, dan status pernikahan.

b. instrumen 2

Instrumen 2 digunakan untuk mengetahui tingakat penegtahuan dengan kuesioner

PSQI yang berisi pertanyaan tentang kualitas tidur yang berjumlah 9 pertanyaan

dengan teknik multiple choiice.


4.6.3 Alat Atau Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner PSQI, jenis pengukuran

dimana peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab

pertanyaan. subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara

terbuka oleh peneliti (Nursalam, 2015). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian berjudul pengaruh senam kaki dan aromaterapi terhadap kualitas tidur pasien

Diabetes melitus ini adalah kuesioner PSQI yang didalamya berisi pertanyaan tentang

kualitas tidur pasien.

4.6.4 Alur Penelitian

Populasi Pasien DM

Mengukur tingkat kualitas tidur


sebelum mekaukan senam kaki dan
diberi aromaterapi

Diberikan perlakuan senam kaki dan


diberi aromaterapi

Mengukur tingkat kualitas tidur


sesudah mekaukan senam kaki dan
diberi aromaterapi

Analisa uji statistik T-test

Kesimpulan

Gambar 4.6.4 Alur Penelitian


4.6.5 Uji Validitas

Uji Validitas adalah pengukuran data pengamatan yang berarti prinsip keadaan

instumen dalam mengumpulkan data. Instumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur (Nursalam, 2015).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui jumlah mana ketetapan suatu alat ukur

dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui suatu validitas suatu instrument (dalam hal

ini kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor masing-masing variabel

dengan skor totalnya.

4.6.6 Uji Reliabilitas

UJi Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran

dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo,

2012). Jika nilai Cronbach’s Alpha >r tabel maka kusioner dinyatakan reliable, tetapi jika

nilai Cronbach Alpha <r tabel maka kusioner dinyatakan tidak reliable.

4.7 Pengolahan dan Analisa Data

4.7.1 Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah mengecek daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh pengumpul

data. Pengecekan daftar pertanyaan yang telah selesai ini dilakukan terhadap

kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi jawaban. Jika terdapat

kuesioner PSQI yang kosong atau pengisian tidak sesuai dengan petunjuk dan tidak

relevan jawaban dan pertanyaan, sebaiknya diperbaiki dengan jalan menyuruh isi
kembali kuesioner yang masih kosong pada responden semula. Tetapi apabila tidak

memngkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak

diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”

b. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan (Notoatmodjo,2012). Kode dalam kuesioner penelitian ini untuk

variable independen apabila responden menjawab iya diberi kode 1, apabila

responden menjawab tidak diberi kode 0.

c. Scoring

Scoring adalah pemberian penilaian pada instrument, yang perlu diberikan skor

dalam peneltian ini yaitu pada kuesioner variable kualitas tidur yang terdiri dari 9

pertanyaan.

d. Tabulasi

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga data sudah

dicoding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Proses

pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke paket

program komputer pengolahan data statistik.

4.7.2 Analisa Data

Analisis data merupakan pengumpulan data dari semua responden yang dikumpulkan.

Teknik analisa data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik (Notoatmodjo,2012).

Analisis data terdiri dari:

a. Analisa Univariat

Analisis data ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariate tergantung dari jenis datanya
(Notoatmodjo,2012). Analisa univariat pada penelitian ini adalah kualitas tidur pada

responden.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo,2012). Analisa bivariat pada penelitian

ini adalah pemberian senam kaki dan aromaterapi pada pasien Diabetes melitus. Skala

pada penelitian yang akan dilakukan adalah skala rasio

c. Teknik analisa data

Data yang telah diperoleh dari hasil pengkukuran akan diolah dengan baik secara

komputasi dengan program statistic package for the social sciences (SPSS) yang

kemudian dianalisis untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kualitas tidur

sebelum dan sesudah melakukan senam kaki dan pemberian aromaterapi. Data

kemudian dianalisis melalui perhitungan paired t test pada statistik parametrik dengan

syarat skala data Numerik (interval dan rasio).

Adapun prosedur uji t-test adalah sebagai berikut :

1) data yang diuji adalah data kuantitatif (data interval atau data rasio)

2) data harus sejins atau homogen

3) uji ini dilakukan dengan jumlah data yang sedikit.

4.8 Etika Penelitian

Peneliti yang akan melakukan suatu penelitian, perlu memperhatikan etika penelitian

antara lain :

4.8.1 Lembar Persetujuan (Informedconsent)

Peneliti memberikan informed consent (lembar persetujuan) kepada setiap responden

dengan lembar ini dapat melihat kesediaan responden sekaligus memberikan informasi
tentang hak dan kewajiban responden. Dalam lembar persetujuan ini responden juga dapat

menolak jika tidak setuju untuk menjadi responden.

4.8.2 Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti tidak menyebarkan atau melakukan publikasi yang berlebihan sehingga tidak

mengganggu rasa nyaman dari responden. Kerahasiaan wajib dilakukan oleh peneliti karena

tidak semua responden mau berbagi informasi yang bersifat sangat rahasia bagi dirinya.

Jaminan kerahasiaan ini telah memberikan rasa nyaman pada responden saat dimintai

informasi apapun.

4.8.3 Keanoniman (Anonimity)

Keanoniman adalah suatu jaminan kerahasiaan identitas dari responden. Nama

responden dan segala identitas diganti dengan kode untuk menghindari obyektifitas

penelitian, pengkodean juga memudahkan dalam pengolahan data.

4.8.4 Asas Kemanfaatan (Benefience)

Peneliti secara jelas mengetahui manfaat dan resiko yang terjadi. Penelitian dilakukan

karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada resiko atau dampak negatif yang akan

terjadi. Penelitian yang dilakukan tidak membahayakan dan menjaga kesejahteraan manusia.

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil

yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subjek penelitian dan dapat digeneralisasikan di

tingkat populasi (beneficence) (Nursalam, 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Agustin , D., 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada pekerja shift di PT
Krakatau Tirta Industri Cilegoin. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.
Jakarta.

Andria, Agusta.2014. Aroma Terapi Cara Sehat dengan Wewangian Alami. Jakarta: Penerba
Swadaya

American Diabetes Association. (2010). Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes


Care, S11-S61.

Arieselia Z, Tasia Y, Sasmita PK. (2014). Pengaruh Kurangnya Jumlah Jam Tidur Terhadap
Perubahan Kadar Gula Darah Pada Mahasiswa Preklinik Fakultas Kedokteran Unika Atma
Jaya, Damianus Journal of Medicine; Vol.13 No.2, hlm. 128-136. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jay

Asmadi, 2008. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat Darmojo, R.B Martono, 2004,
Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Babar Ali, et al. (2015). Aromatherapy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Management For
Positive Outcomes. (R. G. Carroll & S. Quallich, Eds.) (8th ed., Vol. 1). United Stated
America: Saunders Elsevier.

Budiatri F. Diabetes Melitus [makalah]. [Surakarta]: Universitas Muhammadiyah


Surakarta; 2014

Corwin, E. 2009. Buku saku patofisiologi. Alih bahasa. Nike Budhi Subekti. Jakarta

Damayanti, S. 2015. Diabetes mellitus dan penatalaksanaan keperawatan. Cetakan pertama.


Yogyakarta ; Nuha medika

Dewi, I.P.2012. Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Jurnal kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Frayusi A. (2012). Pengaruh Pemberian Terapi Wewangian Bunga Lavender Secara Oles
Terhadap Skala Nyeri pada Klien Infark Miokardium di CVCU RSUP DR. M. Djamil
Padang. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.http://www.respiratory.unand.ac.id.

Hidayat, A. Aziz. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A.A.. (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data. Jakarta :
Salemba Medika
Imadudin MI. Pevalensi insomnia pada mahasiswa FKIK UIN angkatan 2011 pada tahun
2012 [skripsi]. [Jakarta]: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2012

Indarwati, Nova. (2012). Hubungan Antara Kualitas tidur Mahasiswa yang mengikuti UKM
dan tidak mengikuti UKM pada Mahasiswa Reguler

International Diabetes Federation. (2014). IDF Atlas: Six Edition 2014 Update. Retrieved
from IDF Atlas: http://www.idf.org/site/default/files/atlasposter-2014_EN.pdf

Izzati, W. & Nirmala. (2015). Hubungan Tingkat Stres Dengan Peningkatan Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad, Bukit Tinggi. Jurnal Program Studi D III Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi.

Jealanie. (2009). Aromaterapi. Jakarta:Pustaka Populer Obor.

Kamaluddin, Ridlwan. 2010. Pertimbangan Dan Alasan Pasien Hipertensi Menjalani Terapi
Alternatif Komplementer Bekam Di Kabupaten Banyumas.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Kemenkes RI.
Jakarta.

Kushartanti, (2007), Diabetes Educator Training, Yogyakarta , Fakultas Kedokteran UGM

Kushariyadi & Setyoadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta: Salemba Medika.

Maifrisco, 2005. Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Strees Mahasiswa,


www.indoskripsi.com.

Muflihatin, K.S. (2015). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah Pasien
Diabetes Melitus tipe 2 Di RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda. Jurnal STIKES
Muhammadiyah Samarinda.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo,S. (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurarif, H.A & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asyhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Nanda dan NIC-NOC. Yogyakarta : Medi Action

Nursalam (2009). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Nursalam (2015). Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pesanlab. Pemeriksaan lab untuk deteksi dini diabetes beserta biayanya. 2015 June 16 [cited
2016 Sep 28]. Available from: https://ww.pesanlab.com/blog/peme riksaan-lab-untuk-
deteksi-dinidiabetes/
PERKENI, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.

Potter dan Perry. (2009). Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Salemba medika,
Jakarta

Prabuseenivasan S, Jayakumar M, Ignacimuthu S, 2006. In vitro antibacterial activity of


some plant essential oils. BMC complementary and alternative medicine. p 39.

Price, S.A., dan Wilson, L.M., (2006), Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses
Penyakit,Edisi 6, hal. 1271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds),
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Putra, S. R. (2011). Tips Sehat dengan Pola Tidur dan Cerdas. Yogyakarta : Penerbit Buku
Biru.

Ramaiah, 2006, Diabetes, Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksi Sejak Dini, PT
Buana Ilmu Populer, Jakarta.

Riyadi S. dan Sukarmin, 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta

Sadock JB, Sadock VA. Tidur normal dan gangguan tidur. In: Muttaqin H, Sihombing RNE,
editors. Kaplan & Sadock: Buku ajar psikiatri klinis. 2nd ed. USA: Buku Kedokteran EGC,
2010. p, 339.

Sharma S, 2009. Aromaterapi. Tangerang: Karisma

Shinobi, 2008. Pijat aromaterapi. Available from URL: http://id.88db.com/id/ Discussion


/Discussion/reply.page/Health_Medical/?Di scID=1309. [Accessed 18 Mei 2017].

Soegondo, S., 2009., Farmakologi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2,
dalam Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (3rd Ed.). Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI

Soegondo, S. 2013. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Jakarta: FKUI.

Sofiana, L. I., Elita, V. &Utomo, W., 2012. Hubungan Antara Stres Dengan Konsep Diri
Pada Penderita Diabetes MelitusTipe 2. 1(1), pp. 167-176

Sugiarto B R dan Suprihatin. 2012. Kepatuhan Kontrol Dengan Tingkat Kadar Gula Darah
Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal. Kediri

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : penerbit
Afabet

Sunito, dkk, 2010. Aroma alam untuk kehidupan. Jakarta : PT Raketindo Primamedia
mandiri.
Suranto E. Hubungan insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien diabetes
mellitus (DM) diruang rawat inap RSUD. Dr. Moewardi [skripsi]. [Surakarta]: Stikes
Kusuma Husada; 2014

Wahyuningsih, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperaatan: Konsep, Proses dan
Praktik. EGC. Jakarta

Wolfgang, Steflitsch, Michaela, 2008. Aromaterapie. Springer: Vinna.

World Health Organization. Diabetes. 2016 June [cited 2016 Sep 29]. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/facts heets/fs312/en/

Yunita R, 2010. Hubungan anatara karateristik responden, kebiasaanakan dan minum serta
pemakaian NSAID dengan terjadinya gastritis.

Anda mungkin juga menyukai