LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh
2. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan pada jaringan parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa (Librianty, 2015). Pneumonia
adalah suatu penyakit infeksi pernapasan bawah akut (ISNBA) dengan batuk dan
disertai dengan sesak napas disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif dan Kusuma, 2013).
4. Etiologi Pneumonia
Syamsudin dan Keban (2013) mengemukakan bahwa etiologi dari
pneumonia di sebabkan oleh:
a) Mikroorganisme
1) Bakteri yaitu bakteri gram positif, streptococus pneumoniae, bakteri
staphylococcus aureus, streptococus beta hemolitikus grup A, mycoplasma
legionella, dan chaamydia penyebab pneumonia atipikal.
2) Jamur yaitu jamur candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coocidioido
mycosis, cryptococosis, pneumocytis carinii.
3) Virus (virus sinsisial pernafasan, hantavirus, virus influenza, adenovirus,
rhinovirus, virus herpes simpleks, sitomegalovirus, virus synsitical
respiratorik, rubeola, varisella).
b) Mikroplasma
1) Individu yang mengidap AIDS sering mengalami pneumonia yaitu
pneumocystis carinii
2) Individu yang terlalu lama berada didalam ruanggan yang terdapat aerosol
dari air dengan waktu yang lama seperti AC atau alat pelembab yang kotor
bisa mengidap pneumonia legionella.
3) Individu yang mengalami inspirasi lambung karena muntah/air karena
tenggelam dapat menyebabkan pneumonia asporasi
Faktor risiko seseorang dapat terkena pneumonia yaitu merokok, kekebalan
tubuh yang menurun, menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit
autoimun, penyakit paru kronis. Selain itu juga dapat berisiko pada seseorang
yang mengkonsumsi obat-obatan golongan kortikosteroid, kepadatan hunian
rumah, dan ventilasi hunian rumah (Integra, 2016).
5. Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ( 2011) pada balita klasifikasi
penyakit pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan umur 2 bulan
sampai 5 tahun, adalah sebagai berikut:
a. Untuk golongan umur < 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1) Pneumonia berat : ditandai dengan napas yang cepat, yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang kuat. Tindakan : segera dirujuk ke rumah
sakit.
2) Bukan pneumonia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam yang kuat, tidak ada napas yang cepat, frekuensi napas : kurang dari
60 kali per menit.
Tindakan : nasehati ibu untuk tindakan perawatan di rumah seperti
menjaga kebersihan lingkungan dan memberikan nutrisi yang cukup pada
anak .
b. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan menjadi 3 :
1) Pneumonia berat : tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam kuat.
Tindakan : segera dirujuk ke rumah sakit.
2) Pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, ada
napas cepat : 2 bulan - < 12 bulan : > 50 x / menit 12 bulan - < 5 tahun : >
40 x / menit
Tindakan : nasehati ibu untuk tindakan perawatan di rumah, anjurkan ibu
untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk.
3) Batuk bukan pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, tidak ada napas cepat : 2 bulan - < 12 bulan : < 50 x / menit 12
bulan - < 5 tahun : < 40 x / menit
Tindakan : bila batuk > 3 minggu, rujuk kerumah sakit
Anak dengan pneumonia akan lebih sulit bernapas jika mengalami demam
tinggi (> 38,5ºC) , sehingga perlu diterapi dengan paracetamol tiap 6 jam selama 3
hari dengan dosis yang sesuai, sampai demamnya reda. Demam itu sendiri bukan
indikasi untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi yang berumur kurang dari
2 bulan. Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan jika menderita demam maka
harus dirujuk, jangan diberikan paracetamol untuk mengatasi demamnya.
c. Berdasarkan Etiologi
1) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadi infeksi di luar
lingkungan rumah sakit. Infeksi yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat
di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit
selama >14 hari.
2) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial)
Pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah
sakit, jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1%
dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama
dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat
di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia.
3) Pneumonia aspirasi/anaerob
Infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi
orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada
pasien dengan status mental depresi maupun pasien dengan gangguan
refleks menelan.
4) Pneumonia oportunistik
Pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV)
mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikrobakteri.
5) Pneumonia rekuren
Disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob yang terjadi pada fibrosis
kristik dan bronkietaksis.
6. Patofisiologi Pneumonia
Di antara semua bakteri pneumonia, patogenesis dari pneumonia
pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya
mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-
paru paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang
berurutan (Price dan Wilson, 2012):
a) Kongesti (24 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan
magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c) Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d) Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasieng dengan
pneumonia, yaitu (Somantri, 2007) :
a) Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial), dapat juga
menunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus);
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive
nodul infiltrat (sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray
mungkin bersih.
b) Analisis Gas Darah dan Pulse Oximetry
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c) Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan
organisme penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan,
seperti Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A. Hemolytic
streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
d) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih
(white blood count-WBC) rendah pada infeksi virus.
e) Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f) Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan saluran
udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hiposekmia.
g) Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
h) Bilirubin mungkin meningkat
i) LED terjadi peningkatan
9. Penatalaksanaan
Menurut Seyawati dan Marwiati (2018), adapun tatalaksana pneumonia yaitu:
a. Pneumonia ringan
1) Anak di rawat jalan
2) Berikan antibiotik : Kortimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3
hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
b. Pneumonia berat
1. Anak dirawat di rumah sakit
2. Terapi antibiotik
Berikan ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kg BB/kali IV atau IM setiap 6
jam), dipantau dalam 24 jam selama 72 jam. Bila anak memberi respon
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di
rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kg BB/kali tiga
kali sehari) untuk 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum
48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak
sadar, sianosis, distres pernafasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol
(25 mg/kg BB/kali IM atau IV setiap 8 jam). Bila pasien datang dengan
keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai alternatif, beri
seftriakson (80-100 mg/kg BB IM atau IV sekali sehari). Bila anak tidak
membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan foto dada.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin
(7,5 mg/kg BB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kg BB Im atau IV
setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kg BB/hari-3 kali pemberian). Bila
keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin atau dikloksasilin secara oral
4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau
klindamisin secara oral selama 2 minggu.
3. Terapi oksigen
Bila anak disertai demam (≥39⁰C) yang menyebabkan distres, maka berikan
parasetamol. Bila ditemukan adanya wheeze, berikan bronkhidilator kerja cepat.
Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan, hilangkan
dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak memperoleh kebutuhan
cairan rumatan sesuai umur, anjurkan ASI dan cairan oral. Jika anak tidak bisa
minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan sedikit tapi sering.
jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya
pada lubang hidung yang sama. Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa
menelan makanan. Berikan makan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai
kemampuan anak dalam menerimanya.
5. Pemantauan
Pantau anak sedikitnya 3 jam dan oleh dokter minimal 1x per hari. Jika
tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis (bernafas tidak
cepat, tidak ada tarikan dinding dada, bebas demam dan anak dapat makan dan
minum).
B. Clinical Pathway
Penderita sakit berat yang Kontaminasi peralatan Bakteri, virus, jamur,
dirawat di RS benda asing
Penderita yang mengalami
supresi sistem imun Masuk saluran
Droplet
pernafasan
Pertahanan tubuh Lolos dari pertahanan
menmenurun paru
Mudah terpapar bakteri, Menginfeksi area
virus, jamur, parasit bronkus dan parenkim
paru
Pneumonia
Hipoksia Ketidakefektifan
Pola Nafas
Metabolisme
anaerob
Akumulasi asam
Intoleransi Aktivitas
laktat
Kelemahan
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Pneumonia
1. Pengkajian
a) Identitas klien
1) Nama: mengetahui identitas klien
2) Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada
usia rentan yaitu bayi dan lansia.
3) Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
4) Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
5) Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan pneumonia dapat memicu
lebih banyak terjadinya misalnya pekerjaan yang setiap hari terpapar
dengan AC, lingkungan udara yang kurang sehat.
6) Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami
proses penyakit
7) Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
8) Diagnosa medis: Pneumonia
b) Keluhan Utama
Tanyakan kepada pasien adanya keluhan seperti sesak napas, demam tinggi,
menggigil dan batuk. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan
frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat
batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang
tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif
dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali
berbau busuk.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi
(misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya
epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi,
ventilasi mekanik, pascaoperasi.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal yang
sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami penyakit
degeneratif.
f) Pola pemeliharaan kesehatan
1) Kebiasasaan minum alkohol
2) Kebiasaan merokok
3) Menggunakan obat-obatan
4) Aktivitas atau olahraga
5) Stress
g) Pengkajian Fisik (B1-B6)
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit
kering, dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses
inflamasi dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu
tubuh (Muttaqin, 2008).
1) B1 Breathing
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
2) B2 Blood
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun. Berhubungan dengan adanya agen asing yang masuk di dalam
tubuh.
3) B3 Brain
Pada klien pneumonia, fase akut dapat terjadi penurunan GCS, refleks
menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau bakteri di dalam
paru bersirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem saraf pusat.
4) B4 Bladder
Pada pneumonia produksi urin dapat menurun atau normal. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah
atau syok hipovolemik.
5) B5 Bowel
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal
atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
6) B6 Bone
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2 ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot bantu pernapasan.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler ditandai dengan peningkatan frekuensi pernapasan,
pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
c) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan eksudat dalam
alveoli, mukus berlebihan ditandai dengan peningkatan frekuensi
pernapasan dan klien mengatakan susah mengeluarkan sekret di
tenggorokannya.
d) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan suhu
meningkat lebih dari 37,5oC, kulit teraba hangat, klien menggigil, dan sakit
kepala.
e) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan anoreksia, penurunan berat
badan, dan klien tampak tidak dapat menghabiskan makanannya.
f) Kekurangan volume cairan kehilangan cairan aktif ditandai dengan haus,
kelemahan, kulit kering, dan membran mukosa kering.
g) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan klien tampak lemah dan tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Perencanaan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
1. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan asuhan Monitor pernapasan 1. indeks pernapasan normal dapat
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 1. Monitor RR, kedalaman, dilihat dari RR. Semakin besar
hiperventilasi ditandai dengan jam, pola napas pasien irama pernapasan RR maka seseorang mengalami
peningkatan frekuensi pernapasan, efektif dengan criteria hasil: 2. Monitor adanya suara sesak napas
pernapasan cuping hidung, dan 1. Saturasi oksigen dalam napas tambahan, 2. pada pasien yang mengalami
penggunaan otot bantu batas normal (95-100%) penggunaan otot bantu sesak napas, akan terdengar suara
pernapasan. 2. RR 14-20x/menit pernapasan tambahan, dan terlihat
3. Tidak ada suara 3. Monitor saturasi oksigen menggunakan otot bantu
tambahan pernapasan Terapi oksigen pernapasan
4. Tidak ada penggunaan 4. Beri terapi oksigen sesuai 3. indeks pernapasan normal dapat
otot bantu pernapasan kebutuhan dilihat dari saturasi oksigen.
5. Monitor terapi oksigen 4. Terapi oksigen dapat diberikan
pada pasien yang mengalami
masalah oksigenasi\
5. Untuk memastikan terapi oksigen
efektif digunakan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan perawatan Manajemen jalan napas Membuka jalan napas klien agar tidak
napas berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, jalan 1. Posisikan klien untuk ada hambatan jalan napas
eksudat dalam alveoli, mukus napas pasien dapat memaksimalkan ventilasi
berlebihan ditandai dengan dipertahankan, dengan 2. Identifikasi kebutuhan
peningkatan frekuensi pernapasan criteria hasil: aktual/ potensial klien untuk
dan klien mengatakan susah 1. RR dalam batas normal memasukan alat membuka
mengeluarkan sekret di (16-20x/mnt) jalan napas
tenggorokannya. 2. Irama pernapasan regular 3. Lakukan fisioterapi dada
3. Kedalaman inspirasi 4. Motivasi klien untuk
normal bernapas pelan, dalam, dan
4. Mampu mengeluarkan batuk
secret/ batuk efektif 5. Instruksikan bagaimana
5. Tidak ada suara napas agar dapat melakukan batuk
tambahan efektif
6. Kelola pemberian
bronkodilator, jika
diperlukan
7. Monitor status pernapasan
dan oksigenasi
3. Hipertermia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pastikan kepatenan jalan Membantu klien dalam penanganan
proses peradangan ditandai perawatan selama 1 x 24 nafas hipertermia
dengan suhu meningkat lebih dari jam, termogulasi pasien 2. Monitor TTV
37,5oC, kulit teraba hangat, klien adekuat dengan criteria 3. Berikan oksigen tambahan,
menggigil, dan sakit kepala. hasil: sesuai kebutuhan
1. Suhu dalam rentang 4. Berikan cairan IV, sesuai
normal (36.5-37.5 °C) kebutuhan
2. Tidak ada perubahan 5. Berikan obat anti menggigil
warna kulit sesuai kebutuhan
3. RR dalam batas normal 6. Jauhkan pasien dari sumber
(16-20 x /menit) panas
4. Nadi dalam batas normal 7. Longgarkan atau lepaskan
(60-100x/mnt) pakaian
8. Berikan metode kompres
hangat (misal kompres
hangat pada leher, abdomen,
ketiak, selangkanan), sesuai
kebutuhan
9. Lakukan pemeriksaan
laboratorium serum elektrolit,
urinalisis, enzim jantung dan
hitung DL, monitor hasilnya
4. Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan Manajemen nutrisi 1. Adanya alergi makanan dapat
kurang dari kebutuhan tubuh perawatan selama 3 x 24 1. Identifikasi adanya alergi menghambat proses metabolism
berhubungan dengan jam, nutrisi pasien makanan pada pasien makanan
ketidakmampuan makan ditandai adekuat dengan criteria 2. Atur diet yang diperlukan 2. Diet TKTP dapat menambah
dengan anoreksia, penurunan hasil: (TKTP) energi dan berat badan
berat badan, dan klien tampak 1. Asupan makanan dan 3. Ciptakan lingkungan yang 3. Lingkungan yang nyaman dapat
tidak dapat menghabiskan cairan secara oral dan nyaman untuk meningkatkan nafsu makan
makanannya. intravena adekuat mengkonsumsi makanan
2. Pasien menghabiskan (berventilasi, bersih, tidak
porsi makanan dari gizi ada bau yang menyengat)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen energi Manajemen energi
dengan ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3 x 7 1. kaji penyebab kelelahan 1. Untuk menentukan rencana
suplai dan kebutuhan oksigen jam, pasien dapat toleran pasien tindakan yang akan dilakukan
ditandai dengan klien tampak terhadap aktifitas dengan 2. anjurkan pasien kepada pasien
lemah dan tidak dapat melakukan criteria hasil: mengungkapkan perasaan 2. Untuk mengidentifikasi
aktivitas sehari-hari. secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami oleh
5. Saturasi oksigen dalam keterbatasan yang dialami pasien dan untuk merencanakan
batas normal (95-100%) 3. monitor intake/asupan intervensi yang akan diberikan.
6. Frekuensi nadi dalam nutrisi. 3. Untuk memastikan pasien
batas normal (60- Terapi oksigen mendapatkan asupan nutrisi
100x/menit) 1. siapkan pemberian sebagai sumber energi. Energi
7. Tekanan darah dalam oksigen merupakan sumber kekuatan
batas normal 2. monitor aliran oksigen untuk beraktivitas.
(90/60mmHg- 3. monitor efektivitas terapi Terapi oksigen
120/80mmHg) oksigen (tekanan 1. Untuk membantu pernapasan
8. Kemudahan dalam oksimetri, ABGs) pasien
melakukan aktivitas 2. Untuk memastikan aliran oksigen
sehari-hari dengan skala yang sesuai kebutuhan pasien
5 (tidak terganggu) 3. Untuk melihat efektif atau
tidaknya pemberian terapi
oksigen. Pemantauan tekanan
oksimetri merupakan salah satu
cara efektif untuk memantau
pasien terhadap perubahan
saturasi oksigen yang kecil dan
mendadak.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar dan Dharmayanti. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal
kesehatan masyarakat nasional. 8(8)
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Seyawati dan Marwiati. 2018. Tatalaksana Kasus Batuk Dan Atau Kesulitan
Bernapas: Literature Review. Jurnal ilmiah kesehatan. 30-52