OLEH
KELOMPOK 09 :
Deni dwi kurniawan (P17212195022)
Khairunnisa (P17212195018)
Yuniarti (P17212195048)
OLEH:
KELOMPOK 09 :
Deni dwi kurniawan (P17212195022)
Khairunnisa (P17212195018)
Yuniarti (P17212195048)
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan seminar asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Tn. N Dengan Diagnosa Medis Ckr 456 Tanpa Perdarahan Intrakranial +
Post Op Achbar” sebagai salah satu syarat tugas akhir Praktik Klinik
Keperawatan Medikal Bedah di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Program
Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan Malang.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat diatasi. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing Akademik Program Studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang yang telah membimbing kami.
2. Perseptor Klinik Ruang 19 RSUD dr. Saiful Anwar Kota Malang yang telah
membimbing kami.
3. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam
menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, sehingga kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini.
Kelompok 09
DAFTAR ISI
Sampul Luar
Sampul Dalam
Kata Pengantar................................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan..............................................................................................................
1.4 Manfaat............................................................................................................
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan......................................................................................................
4.2 Saran................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Pain
Slow pain
a) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadisetelah cedera akut,
penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat)
dan berlangsung untuk waktu singkat (kurang dari 6 bulan).
b) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas
yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
2.2.7 Pengukuran Intensitas Nyeri
Menurut Perry & Potter (1993) nyeri tidak dapat diukur secara
objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang
muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejala. Kadang-
kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan
prilaku pasien, serta dengan pengkajian nyeri:
1. P (Pemacu) : faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri
2. Q (Quality) : kualitas nyeri dikatakan seperti apa yang
dirasakan pasien misalnya, seperti diiris-iris pisau, dipukul-
pukul, disayat.
3. R (Region): Daerah perjalanan nyeri
4. S (Severity) : Keparahan atau intensitas nyeri
5. T (Time) : Lama/ waktu serangan atau frekuensi nyeri
(Hidayat, 2008).
2.2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut
Potter& Perry (2006), antara lain:
a) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengruhi nyeri,
khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi
bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
b) Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna
dalam respon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis
kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan
nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subyek penelitian
yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap
nyeri dipengaruhioleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal
yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis
kelamin.
c) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka
menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku
psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat
mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen dan sehingga
terjadilah persepsi nyeri.
d) Makna Nyeri
Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap
nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang
budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri
dengan cara berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya
seseorang wanita yang melahirkan akan mempersepsikan nyeri,
akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas
nyeri yang dipersiapkan nyeri klien berhubungan dengan makna
nyeri.
e) Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan
konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat
menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya hal ini
menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya
terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama waktu pengalihan.
f) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan
otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Stimulus nyeri
mengaktifkan bagian sistim limbik dapat memproses reaksi emosi
seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses
reaksi emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau
menghilangkan nyeri.
g) Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada
setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.
Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri
terasa lebih berat dan jika mengalami suatu proses periode tidur
yang baik maka nyeri berkurang.
h) Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang
akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami
serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut
akan muncul, dan juga sebaiknya. Akibatnya klien akan lebih siap
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri
i) Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang
membuat merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi untuk
mengatasi nyeri.
j) Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhirespon nyeri
adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana siakap
mereka terhadap klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang
yang bermakna bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan
ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan, sebaliknya
tersedianya seseorang yang memberi dukungan sangatlah berguna
karena akan membuat seseorang merasa lebih nyaman. Kehadiran
orang tua sangat penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri.
5. B5 (Bowel)
Kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah
pada fase akut. Konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Inkontinensia alvi yang belanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas. Lesi pada mulut atau perubahan pada lidah menunjukkan
dehidrasi. Pemeriksaan bising usus dilakukan observasi selama 2
menit. Penurunan motilitas usus.
6. B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adanya kelamahan pada
seluruh ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan dan turgor
kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukkan
sianosis. Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan
dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Pucat dan sianosis
pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat
hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit menunjukkan demam dan
infeksi. Integritas kulit adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitas
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, mudah lelah.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan trauma
kepala (Doenges, et al, 2013).
b. Risiko ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular (Doenges, et al, 2013).
c. Risiko konfusi kronik berhubungan dengan injuri kepala (Doenges, et
al, 2013).
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, gangguan kogntif dan gangguan sensori persepsi (Doenges, et al,
2013).
e. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, prosedur invasive
dan malnutrisi (Doenges, et al, 2013).
f. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (Doenges, et
al, 2013).
g. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi (Doenges,
et al, 2013).
h. Defisit pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, potensial komplikasi,
pengobatan, perawatan diri (Doenges, et al, 2013).
i. Kebingungan akut berhubungan dengan cedera otak traumatic,
hospitalisasi dilingkungan yang asing, pengaruh obat-obat yang
diberikan (Black dan Hawks, 2014).
j. Defisit kelebihan volume cairan berhubungan dengan kebutuhan untuk
resusitas cairan (Black dan Hawks, 2014).
k. Nyeri akut atau kronis berhubungan dengan cedera (Black dan Hawks,
2014).
l. Defisit perawatan diri: mandi/keberishan, berpakaian/berdandan,
makan, kebersihan oral, toilet (Black dan Hawks, 2014).
m. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama
(Black dan Hawks, 2014).
n. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak
traumatic (Black dan Hawks, 2014).
o. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan kemampuan fisik,
kemampuan mentak dan penampilan (Black dan Hawks, 2014).
p. Ketergantungan peran pemberi asuhan berhubungan dengan upaya
untuk merawat klien, anggota keluarga dan menjalankan rumah tangga
(Black dan Hawks, 2014).
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 PENGUMPULAN DATA
I. BIODATA
3.2 IMPLEMENTASI BERSIHAN JALAN NAFAS
NAMA &
NO. TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TANDA
TANGAN
1. 01 Oktober 09.00 1. Melakukan komunikasi terapeutik Kelompok 09
2019 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
10.00 3. Mengkaji Frekuensi Nafas
RR : 32x/menit SPO2 : 97%
4. Melakukan auskultasi bagian dada
anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan ventilasi atau adanya suara
nafas tambahan
Ronchi (+/+) Wheezing (-/-)
5. Mengkaji adanya sekret yang kental dan
batuk tidak efektif
- Sekret berwarna putih kental
- Batuk tidak efektif mengeluarkan
sekret
6. Menginformasikan kepada keluarga
tentang larangan merokok di RS
7. Mengajarkan keluarga tentang makna
perubahan sputum seperti warna,
11.00 karakter, jumlah
8. Memberikan terapi yang tepat
- IUFD D5 1/2 NS 1250cc/24 jam
- Syringe pump Aminopilin 12 mg/jam
- Inj. Cefotaxim 3x400mg
- Inj. Chlorampenicol 3x200mg
- Inj. Dexametason 3x1/2 amp
- Inj. Antrain 3x125mg
- P.O Ikalep 2xcth ½
12.00 - Puyer ambroxol/sabutamol 3x1
9. Menganjurkan posisi klien dengan aman
dan nyaman.
12.15 -posisi telentang dengan ganjalan 1 bantal
10. Menganjurkan aktifitas fisik untuk
memfalidasi pengeluaran sekret
- Nebuliser 4x1 hari denga dosis 1,5
Combivent dan 1,5 pz (pengencer)
2. 02 Oktober 08.00 1. Melakukan komunikasi terapeutik
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
2019
melakukan tindakan
3. Mengkaji Frekuensi Nafas
09.00 RR : 29x/menit SPO2 : 98%
4. Melakukan auskultasi bagian dada anterior
dan posterior untuk mengetahui penurunan
10.00
ventilasi atau adanya suara nafas tambahan
Ronchi (+/+) Wheezing (-/-)
5. Mengajarkan keluarga tentang makna
perubahan sputum seperti warna, karakter,
jumlah
6. Menganjurkan posisi klien dengan aman
dan nyaman
- Posisi telenteng dengan ganjalan 1
bantal
7. Menganjurkan Menganjurkan aktifitas
fisik untuk memfalidasi pengeluaran sekret
- Nebuliser 4x1 hari denga dosis 1,5
Combivent dan 1,5 pz (pengencer)
12.00
8. Mengkaji adanya sekret yang kental dan
batuk tidak efektif
- Sekret berwarna putih kental
- Batuk tidak efektif mengeluarkan
sekret
12.15
1. Membina hubungan saling percaya
- Memperkenalkan perawat jaga
2. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan
3. Memberikan terapi yang tepat sesui
3. 03 Oktober 08.00 advice dokter
2019 - IUFD D5 1/2 NS 1250cc/24 jam
- Inj. Cefotaxim 3x400mg
- Inj. Chlorampenicol 3x200mg
09.00 - Inj. Antrain 3x125mg
- P.O Ikalep 2xcth ½
- Puyer ambroxol/sabutamol 3x1
4. Melakukan auskultasi dada anterio dan
posterior untuk mengetahui adanya suara
nafas tambahan
Ronchi
+ +
- -
10.00
-
Wheezing
- -
- -
-
5. Menganjurkan aktifitas fisik memfalidasi
pengeluaran secret
- Nebuliser combivent 1,5 cc dengan
pengencer pz 1,5 cc
6. Mengkaji adanya secret yang kental dan
batuk tidak efektif
- Batuk berkurang
- Secret sedikit dengan warna putih
12.00 kental
7. Mengkaji frekuensi nafas
- RR : 26x/menit
12.10
12.00
14.00
IMPLEMENTASI HIPERTERMI
NAMA & TANDA
NO TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN
TANGAN
1. 01 Oktober 08.00 1. Memantau hidrasi Kelompok 09
2019 - Turgor cukup, crt 3 dtk
kelembapan membran mukosa
kering
08.05 2. Memantau aktivitas kejang
- Klien kejang saat MRS kurang
lebih 7 menit, saat pindah ke
ruang nusa indah tidak ada
kejang berulang
10.30 3. Mengukur tanda-tanda vital
TTV :
N : 112x/menit RR : 28x/menit
S : 38,30C SPO2 : 98%
10.40 4. Mengajarkan keluarga mengukur
suhu dengan baik dan benar untuk
mencegah dan mengenali hipertermi
11.00 5. Mengajarkan indikasi akibat panas
dan tindakan kegawatdarurataran
yang dibutuhkan :
- Memakaikan pakaian yang
mudah menyerap keringat, tipis
serta penggunaan selimut yang
tipis
- Menggunakan waslap dengan
air hangat (hangatk kuku)
didaerah lipatan seperti ketiak,
kening, tengkuk, lipat paha
- Menganjurkan memenuhi
asupan cairan oral ( anjurkan
keluarga memberi minum
sedikit tapi sering)
- Menganjurkan tidak
menggunakan pendingin
ruangan seperti AC ataupun
kipas angin.
6. Memberikan terapi antipiretik
- Antrain 125 mg
11.00 7. Mengajarkan keluarga teknik
penurunan demam dengan
menggunakan metode tepid sponge
hangat.
- Metode penurunana demam
dengan cara menyeka tubuh
dengan air hangat. Suhu
sebelum : 38,3
- Saat hari pertama klien hanya
mendapatkan antrain untuk
penurun demam dan
penggunaan baibaifiver (30
september saat pengkajian)
2. 02 Oktober 09.00 1. Memantau aktivitas kejang
2019 - Klien kejang saat MRS kurang
lebih 7 menit, saat pindah ke
ruang nusa indah tidaj ada
kejang berulang
11.20
11.30
IMPLEMENTASI GANGGUAN TUMBUH KEMBANG
NAMA & TANDA
NO TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN
TANGAN
1. 01 Oktober 08.00 Diagnotik : Kelompok 09
2019 (Kaji, evaluasi, observasi, monitor
ukur) :
1. Mengakaji tingkat tumbuh kembang
anak
2. Mengkaji peningkatan dalam
berespon
Terapeutik:
siapkan,mobilisasi,atur,posisi, dll
3. Melakukan stimulasi yang dapat di
08.05
capai sesuai dengan usia:
gerakan( motorik halus dan
kasar,Rom, posisi duduk,
memberikan benda yang di dapat di
capai)
10.30 4. Memberikan aktivitas yang sesuai,
menarik dan dapat dilakukan oleh
anak.
Edukatif:
(ajarkan, beritahu,jelaskan)
5. Menjelaskan pada orang tua
10.40
pentingnya melakukan stimulasi
tumbuh kembang dengan
menyesuaikan kondisi anak : seperti
perlu istirahat
6. Memberikan pendidikan kesehatan
11.00 stimulasi tumbuh kembang anak
pada keluarga
7. Memberikan motivasi dan informasi
tentang perawatan anak dengan
hydrocapalus serta dapat
memaksimalkan keadaan pasien
dengan cara kontrol ke ahli terapi
wicara ke klinik fisioterapi untuk
mencegah kontraktur otot
Diagnotik :
(Kaji, evaluasi, observasi, monitor
ukur) :
1. Mengkaji peningkatan dalam
berespon
2. 02 Oktober 09.00 Terapeutik:
(siapkan,mobilisasi,atur,posisi, dll)
2019
2. Melakukan stimulasi yang dapat di
capai sesuai dengan usia:
gerakan( motorik halus dan
kasar,Rom, posisi duduk,
10.00
memberikan benda yang di dapat
di capai)
3. Memberikan aktivitas yang sesuai,
menarik dan dapat dilakukan oleh
11.00
anak.
Edukatif:
(ajarkan, beritahu,jelaskan)
4. Memberikan pendidikan kesehatan
stimulasi tumbuh kembang anak
pada keluarga
5. Memberikan motivasi dan
informasi tentang perawatan anak
dengan hydrocapalus serta dapat
memaksimalkan keadaan pasien
dengan cara kontrol ke ahli terapi
10.30
wicara ke klinik fisioterapi untuk
mencegah kontraktur otot
Diagnotik :
(Kaji, evaluasi, observasi, monitor
ukur) :
1. Mengkaji peningkatan dalam
berespon
Terapeutik:
(siapkan,mobilisasi,atur,posisi, dll)
2. Melakukan stimulasi yang dapat di
capai sesuai dengan usia:
gerakan( motorik halus dan
3. 03 Oktober 11.00 kasar,Rom, posisi duduk,
2019 memberikan benda benda yang di
dapat di capai)
3. Memberikan aktivitas yang sesuai,
menarik dan dapat dilakukan oleh
anak.
Edukatif:
(ajarkan, beritahu,jelaskan)
11.20 4. Memberikan motivasi dan
informasi tentang perawatan anak
dengan hydrocapalus serta dapat
memaksimalkan keadaan pasien
dengan cara kontrol ke ahli terapi
wicara ke klinik fisioterapi untuk
11.30
mencegah kontraktur otot
3.3 EVALUASI
DIAGNOSA TANGGAL
NO
KEPERAWATAN 01 Oktober 2019 02 Oktober 2019 03 Oktober 2019
1. Bersihan jalan nafas S: ibu pasien S: ibu pasien S: ibu pasien mengatakan
mengatakan anaknya mengatakan anaknya batuk pilek anaknya
batuk, pilek, keluar batuk, pilek, keluar sudah berkurang
dahak sesak nafas(-), dahak sesak nafas(-), O:
sejak kamis sejak kamis K/U : Cukup
O: O: Kesadaran:
K/U : Lemah K/U : Lemah Composmentis
Kesadaran: Kesadaran: N : 98x/menit
Composmentis Composmentis RR : 26x/menit
N : 112 x/ mnt N : 112 x/ mnt S : 36,20C
S :380 C S :380 C SPO2 : 98%
RR: 26x/Menit RR: 26x/Menit
Frekuensi batuk klien
SpO2 : 97 % SpO2 : 97 %
sudah berkurang
Klien Tampak Klien Tampak
Suara Nafas
batuk sulit untuk batuk sulit untuk
Terdengar ronchi
dikeluarkan dikeluarkan
+ + +
Nafas dangkal Nafas dangkal
Suara Nafas Suara Nafas - -
Terdengar ronchi Terdengar ronchi -
+ + + + + +
Mendapat therapy
+ + + + nebulizer 4x sehari
+ + dengan dosis 1,5 cc
combivent ditambah
1,5 cc NaCL
A:
Bersihan jalan nafas
Mendapat therapy Mendapat therapy
teratasi sebagian, klien
nebulizer 4x nebulizer 4x sehari
KRS pukul 15.00 . Revisi
sehari dengan dengan dosis 1,5 cc
VP Shunt ditunda
dosis 1,5 cc combivent
menunggu kondisi klien
combivent ditambah 1,5 cc
stabil
ditambah 1,5 cc NaCL
NaCL A:
P:
A: Bersihan jalan nafas
Bersihan jalan nafas teratasi sebagian Hentikan Intervensi
teratasi sebagian P:
DIAGNOSA TANGGAL
NO
KEPERAWATAN 01 Oktober 2019 02 Oktober 2019 03 Oktober 2019
P: Lanjutkan intervensi
2. Perfusi Jaringan Lanjutkan intervensi 2-10 S: Ibu pasien
Serebral 2-10
mengatakan anaknya
S : Ibu pasien
S : Ibu pasien mengatakan anaknya tidak sesak nafas batuk
mengatakan anaknya terkena hydrocephalus berkurang
terkena sejak lahir
hydrocephalus sejak O:
lahir O:
K/U : Cukup
K/U : Lemah
Vena diarea cerebral
O: Vena diarea cerebral
melebar, kelemahan
K/U : Lemah melebar, kelemahan
pada ekstremitas.
Vena diarea pada ekstremitas.
Sutura Melebar
cerebral melebar, Sutura Melebar
Lingkar Kepala 59 cm
kelemahan pada Lingkar Kepala 59
Usia 3 tahun
ekstremitas. cm Usia 3 tahun
Hasil foto scan : tanda-
Sutura Melebar Hasil foto scan :
tanda peningkatan
Lingkar Kepala 59 tanda-tanda
tekanan interakranial
cm Usia 3 tahun peningkatan tekanan
kronik berupa
Hasil foto scan : interakranial kronik
imopprresio digitae dan
tanda-tanda berupa imopprresio
erosi prosessus
peningkatan digitae dan erosi
kilonidalis posterior.
tekanan prosessus kilonidalis
posterior. Bentuk kepala
interakranial
dolikosepalik
kronik berupa Bentuk kepala
dolikosepalik Perubahan respon
imopprresio digitae
motoric
dan erosi prosessus Perubahan respon
kilonidalis motoric Abnormalitas bicara
posterior. Abnormalitas bicara Klien terpasang
Bentuk kepala oksigen saat kejang
A: (saat awal MRS)
dolikosepalik
Perubahan respon Perfusi jaringan
A:
motoric serebral
teratasisebagian Perfusi jaringan serebral
Abnormalitas
bicara teratasi sebagian, klien
P: KRS pukul 15.00
A:
Perfusi jaringan Lanjutkan intervensi P:
serebral 1-7
Hentikan intervensi
teratasisebagian
S : ibu pasien
mengatakan suhu
P: S: ibu pasien mengatakan
tubuh anaknya naik
Lanjutkan intervensi sejak hari sabtu klien sudah tidak demam
DIAGNOSA TANGGAL
NO
KEPERAWATAN 01 Oktober 2019 02 Oktober 2019 03 Oktober 2019
1-7 sejak semalam
O:
3. Hipertermi Klien tampak lemas O:
S : ibu pasien
dan pucat Keadaan umum klien
mengatakan suhu
Suhu tubuh : 38,30 C cukup
tubuh anaknya naik
Klien keadaan Suhu tubuh : 36,20 C
sejak hari sabtu
berkeringat pendingin ruangan (-)
O: pendingin ruangan akral hangat
Klien tampak (-)
lemas dan pucat akral hangat kulit A:
Hipertemi teratasi , klien
Suhu tubuh : 38,30 teraba hangat
leukosit 15000/com KRS pukul 15.00
C
Klien keadaan hasil lab tanggal 25
september 2019 P:
berkeringat
Hentikan intervensi
pendingin ruangan
(-) A:
akral hangat kulit Hipertemi teratasi
teraba hangat P:
leukosit Lanjutkan intervensi
15000/com hasil 1-12
lab tanggal 25
september 2019
A:
Hipertemi teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1-12
S:-
S : Ibu klien
O:
S : Ibu pasien mengatakan 2 jam
mengatakan anak R sekali mengganti Klien tidur dengan
DIAGNOSA TANGGAL
NO
KEPERAWATAN 01 Oktober 2019 02 Oktober 2019 03 Oktober 2019
sering tidur dengan posisi tidur klien posisi terlentang
posisi terlentang Klien bedrest total
O: Lesi (kemerahan) di
4. Gangguan O: Klien tidur dengan area oksipital
Integritas Kulit Klien tidur posisi sedikit miring Gangguan pada
Terlentang diganjal guling kecil ekstremitas bawah
Klien bedrest total Klien bedrest total (deformitas)
Lesi (kemerahan) Lesi (kemerahan) di
A:
di area oksipital area oksipital
Gangguan integritas kulit
Gangguan pada Gangguan pada
teratasi sebagian, klien
ekstremitas bawah ekstremitas bawah
KRS pukul 15.00
(deformitas) (deformitas)
P:
A: A:
Hentikan intervensi
Gangguan integritas Gangguan integritas
kulit teratasi kulit teratasi sebagian
sebagian
P:
P: Lanjutkan intervensi
Lanjutkan intervensi 2-6
1-7
TANGGAL
DIAGNOSA
NO
KEPERAWATAN 17 Oktober 2018 18 Oktober 2018
16 Oktober 2018
5. Gangguan Tumbuh S: Ibu pasien S: - S: -
kembang klien mengatakan O: O:
perkembangan K/U : Lemah K/U : Cukup
anaknya Imobilitas Fisik Imobilitas Fisik
terhambat. Tidak mampu Tidak mampu
O: melakukan melakukan
K/U : Lemah keterampilan/prila keterampilan/prilaku
Imobilitas Fisik ku khas sesuai khas sesuai usiannya.
Tidak mampu usiannya. (Fisik (Fisik bahasa, motorik)
melakukan bahasa, motorik) anak usia 3 tahun
keterampilan/pri anak usia 3 tahun (Tetapi seperti anak 9
laku khas sesuai (Tetapi seperti bulan)
usiannya. (Fisik anak 9 bulan) Pertumbuhan fisik
bahasa, Pertumbuhan fisik terganggu (kelemahan
motorik) anak terganggu pada ekstremitas)
usia 3 tahun (kelemahan pada Afek datar (tidak ada
(Tetapi seperti ekstremitas) ekspresi)
anak 9 bulan) Afek datar (tidak Kontak mata terbatas
Pertumbuhan ada ekspresi) Nafsu makan menurun
fisik terganggu Kontak mata Denver Terlampir
(kelemahan terbatas
pada Nafsu makan A:
ekstremitas) menurun Masalah tumbuh
Afek datar Denver Terlampir kembang belum teratsi
(tidak ada P:
ekspresi) A: Hentikan intervensi
Kontak mata Masalah tumbuh
terbatas kembang belum
Nafsu makan teratsi
menurun P:
Denver Terlampir Lanjutkan intervensi
A:
Masalah tumbuh
kembang belum
teratsi
P:
Lanjutkan
intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada pasien dengan kasus hidrosefalus terdapat banyak sekali
Shunt.
Bersihan jalan nafas tidak efektif, perfusi jaringan serebral tidak efektif,
4.2 Saran
1.2.1 Bagi Bidang Keperawatan
Saran penulis dalam tindakan keperawatan selanjutnya yaitu
pastikan dahulu data yang didapat di dalam pengkajian yang
kemudian dirumuskan menjadi masalah keperawatan. Dan berikan
penanganan atau tindakan keperawatan yang terupdate dengan
mengacu pada jurnal jurnal terbaru. Namun selalu koordinasikan
dengan tim kesehatan lainnya untuk mengurangi adanya kesalahan
atau justru merugikan pasien.
1.2.2 Bagi Orangtua
Bagi keluarga, Diharapkan keluarga untuk mencari
informasi tentang perawatan anak dengan Hydrocephalus serta
dapat memaksimalkan keadaan pasien yang ada dengan cara
mengajak anak ke ahli terapi wicara, ke klinik fisioterapi untuk
mencegah terjadinya kontraktur (kekakuan otot), dan
memberikan pendidikan anak yang layak (SLB).
BAB 5
REVIEW JURNAL
Analisis Jurnal 1
Judul : Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia
(Studi Kasus Di RSUD Tugurejo Semarang)
Penulis : Ns. Sri Haryani S, S.Kep, Ns. Syamsul Arif, S.Kep.,M.Kes
Biomed
Tahun : 2012
ABSTRACT
Hyperthermia is a condition when the body temperature is over the set point
and more than 370C. Hyperthermia can be overcome pharmacologically or
non-pharmacologically. Non- pharmacological therapy there are several
ways, one of which is using warm tepid sponge compress therapy. The
purpose of this research is to find out the effect of tepid sponge warm
compress to decrease the body temperature of children aged 1-10 who suffer
hyperthermia in the case study of RSUD Tugurejo Semarang. The design of
the research is using apparent one group pre test post test, the number of the
samples are 36 respondents using total sampling method. In the research the
researcher used digital thermometer and 350C warm water. The result of the
research shows that there is an effect of tepid sponge warm compress towards
the body temperature decrease of children aged 1-10 who suffer
hyperthermia. Based on the result analysis of wilcoxon signed rank test is
shown that the p-value is 0,0001 < 0,05 whith the average decrease is 1,4 0C.
The recommendation of the research is tepid sponge non- pharmacological
therapy can be used to overcome hyperthermia so the patients do not depend
on antipyretic medication.
Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 1-10
tahun yang mengalami hipertermia (suhu tubuh >37 0C) yang
dirawat di RSUD Tugurejo Semarang yang berjumlah 31
pasien.
Intervension : Pada penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimental
dengan bentuk rancangan one group pretest-postest. Peneliti
mengukur suhu tubuh sebelum dilakukan eksperimen kemudian
setelah dilakukan eksperimen peneliti mengukur kembali suhu
tubuh responden. Pengambilan data peneliti menggunakan
thermometer digital dan menggunakan air hangat dengan suhu
350C. Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara mengukur
suhu dengan menggunakan thermometer digital. Termometer
tersebut sudah dikalibrasi dengan tingkat keakuratan 99%
(tercantum dalam brosurnya).
Comparisson : Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal
satu dengan jurnal yang lain, hanya ada satu jurnal saja yaitu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawati, (2009)
menyatakan terdapat perbedaan suhu sebelum dan setelah
intervensi pemberian tepid sponge pada pengukuran pertama 10
menit setelah selesai tepid sponge dan pengukuran kedua (30
menit setelah pengukuran pertama) dengan p value 0,000.
Terdapat perbedaan suhu setelah 10 menit selesai dilakukan
tepid sponge dan 30 menit setelah pengukuran pertama, dengan
p value 0,000.
Outcomes : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan nilai rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid
sponge sebesar 38,50C dengan standar deviasi 0,40C. Nilai
rata-rata setelah diberikan tepid sponge sebesar 37,10C dengan
standar deviasi 0,50C. Sehingga dapat diketahui ada penurunan
nilai rata-rata suhu tubuh sebesar 1,40C. Ada pengaruh
kompres tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada
pasien hipertermi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis
wilcoxon didapatkan nilai p=0,0001 (<0,005).
Times : Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 – 17 Januari
2012.
Analisis Jurnal 2
Judul : Efektifitas Tepid Sponge Bath Suhu 32oc Dan 37oc Dalam
Menurunkan Suhu Tubuh Anak Demam
Penulis : Kusnanto*, Ika Yuni Widyawati*, Indah Sri Cahyanti*
Tahun : 2008
ABSTRACT
Introduction: Tepid sponge bath is a therapeutic bath by washing all around of
the body with warm water to decrease body temperature. Warm water that used
were 32oC (nail warm) and 37oC (warm). The aimed of this study was to
compare the effectivity of tepid sponge bath with 32oC and 37oC warm water
on decreasing body temperature at toddler with fever. Method: A quasy
experimental pre post test design was used in this study. The population was
toddler who had body temperature ≥38oC which treated in anggrek pediatric
room dr. Iskak public hospital Tulungagung. There were 26 respondents
recruited by using purposive sampling technique and divided into two group,
each of 13 respondents received tepid sponge bath with 32 oC and others
received tepid sponge bath with 37oC warm water. The independent variable
was tepid sponge bath and dependent variable was body temperature. Data were
collected by using digital termometere and noted in respondent observation,
then analyzed by using Paired t-Test and Mann Withney U- Test. Result: The
result showed that there was an effectivity on decreasing body temperature by
giving tepid sponge bath with 32oC and 37oC warm water with significance
level p=0.000 and there was a difference decreasing body temperature among
both of them with significance level p=0.016. Discussion: It can be concluded
that tepid sponge bath with 37oC warm water was more effective than tepid
sponge bath with 32oC warm water. Further studies should be observed the
effectivity of tepid sponge bath with more specific age, fever character and
more time and respondent.
Analisis Jurnal 3
Judul : Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic
Drug Versus Only Antipyretic Drug in the Management of Fever
Among Children: A Randomized Controlled Trial
Penulis : S Thomas, C Vijaykumar, R Naik, Pd Moses* And B
Antonisamy**
Tahun : 2009
ABSTRACT
Objective: To compare the effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug
versus only antipyretic drug among febrile children. Design: Randomized
controlled trial. Setting: Tertiary care hospital. Participants: 150 children 6 mo –
12yr age with axillary temperature ≥ 101ºF. Intervention: Tepid sponging and
antipyretic drug (Paracetamol) (n=73) or only antipyretic drug (Paracetamol)
(n=77). Main outcome measures: Reduction of body temperature and level of
comfort. Results: The reduction of body temperature in the tepid sponging and
antipyretic drug group was significantly faster than only antipyretic group;
however, by the end of 2 hours both groups had reached the same degree of
temperature. The children in tepid sponging and antipyretic drug had
significantly higher discomfort than only antipyretic group, but the discomfort
was mostly mild.
Conclusion: Apart from the initial rapid temperature reduction, addition of tepid
sponging to antipyretic administration does not offer any advantage in ultimate
reduction of temperature; moreover it may result in additional discomfort.
KESIMPULAN :
Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. R adalah salah satunya
Hipertermia berhubungan dengan respon inflamasi karena masuknya bakteri
(SDKI,2017). Hipertermia adalah suatu keadaan peningkatan suhu tubuh diatas
kisaran normal (Nanda, 2012). Pada kasus ini dimunculkan diagnosa hipertermia
ini karena ditemukan data-data sebagai berikut: anak mengalami peningkatan suhu
tubuh menjadi 38ºC, Nadi 158x/ menit, RR 32x/ menit, akral hangat, mukosa bibir
kering. Penulis menegakan diagnosa tersebut menjadi diagnosa prioritas Kedua
karena hipertermia ini terdapat pada gejala penyerta yang ada pada pasien dengan
Hydrocephalus, yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan
ketidaknyamanan pada anak dan akan mengakibatkan pada komplikasi lain,
seperti kejang pada anak (Wong, 2010).
Pada anak Hidrosefalus tindakan yang paling sering dilakukan adalah
pemasangan VP-Shunt dengan efek samping atau komplikasi yang sering muncul
pada tindakan tersebut adalah peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh
disini diungkapkan sebagai dari proses infeksi yang terjadi dari komplikasi
pemasangan VP-Shunt. Jika dikaitkan dengan kasus yang diangkat, maka terdapat
kesamaan yaitu terjadinya peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh pada kasus anak
dengan hidrosefalus adalah 38ºC. Selain itu terdapat data penunjang yang
menguatkan untuk mengangkat data infeksi, yaitu kadar leukosit dalam darah
yaitu 17,000X103/µL. Dengan terjadi peningkatan suhu tubuh tersebut maka harus
segera dilakukan tindakan keperawatan maupun farmakologis untuk menurunkan
suhu. Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk banyak
minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge. Penatalaksanaan
lainnya anak dengan demam adalah dengan menempatkan anak dalam ruangan
bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak tebal (Budi
(2006)dalam Setiawati (2009).
Dari ke tiga jurnal diatas ini terdapat kesamaan hasil penelitian yang
dilakukan yaitu dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh penurunan suhu tubuh
pada tindakan tepid sponge.
Pada Jurnal 1 dalam penelitian ini peneliti menggunakan thermometer digital
dan menggunakan air hangat dengan suhu 35ºC. Hasil penelitian menunjukkan
ada pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada
anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia. Uji validitas instrumen dilakukan
dengan cara mengukur suhu dengan menggunakan thermometer digital.
Termometer tersebut sudah dikalibrasi dengan tingkat keakuratan 99% (tercantum
dalam brosurnya). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan nilai rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponge sebesar
38,50C dengan standar deviasi 0,40C. Nilai rata-rata setelah diberikan tepid sponge
sebesar 37,10C dengan standar deviasi 0,50C. Sehingga dapat diketahui ada
penurunan nilai rata-rata suhu tubuh sebesar 1,40C. Ada pengaruh kompres tepid
sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien hipertermi.
Pada Jurnal 2 Jumlah sampel sebanyak 28 responden, dibagi menjadi
kelompok perlakuan (diberikan intervensi tepid sponge bath dengan suhu air
hangat 37ºC) dan kelompok kontrol (diberikan intervensi tepid sponge bath
dengan suhu air hangat 32ºC) dengan jumlah sampel pada masing-masing
kelompok sebanyak 14 orang. Penelitian dilakukan selama bulan Januari 2008.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tepid sponge bath dengan air
hangat suhu 32ºC dan tepid sponge bath dengan air hangat suhu 37ºC, dengan
lama pemberian masing-masing 10 menit. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah suhu tubuh, diukur sebelum dan selang 30 menit setiap pemberian tepid
sponge bath selesai dilakukan. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian tepid sponge bath dengan menggunakan air hangat suhu 32ºC atau
37ºC efektif menurunkan suhu tubuh pada anak demam dan pemberian tepid
sponge bath dengan air hangat suhu 37ºC lebih efektif dalam menurunkan suhu
tubuh pada anak demam.
Pada Jurnal ke 3 Efektivitas komparatif dari dua metode itu dinilai
berdasarkan analisis kovarians. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan suhu rata-rata dari waktu ke waktu antara metode pengobatan setelah
disesuaikan untuk temperatur awal sebagai kovariat. Analisis kovarians
menegaskan pengurangan cepat dari suhu di spons hangat gabungan dan
kelompok antipiretik grafik terlampir. Namun, pada akhir 2 jam kedua kelompok
telah mencapai tingkat yang sama suhu. Tidak ada perbedaan dalam pengurangan
akhir dari suhu antara kedua kelompok. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk
membandingkan efektivitas metode ini. Beberapa dari mereka telah menunjukkan
bahwa spons hangat dengan obat antipiretik lebih efektif daripada hanya obat
antipiretik (5,6), sementara yang lain menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
dalam pengurangan suhu (3,4). Kami mengamati bahwa pemberian spons hangat
dan obat antipiretik mengakibatkan penurunan suhu yang cepat di awal 15-30
menit dibandingkan dengan obat antipiretik saja; Namun, pada akhir 2 jam kedua
kelompok telah mencapai tingkat yang sama suhu. Tidak ada perbedaan dalam
pengurangan akhir dari suhu antara kedua kelompok.
Table 1.1 Menunjukkan bahwa Suhu sebelum dan sesudah dilakukan teknik
tepid sponge didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan suhu dengan rata-rata 1-
0,60C.
A. Ali Keliobas. 2016. Perbandingan Keefektifan Tepid Sponge Dan Kompres Air
Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak.
Aoriyanto ett al. 2013. Hidrosefalus Pada Anak.
Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 jilid 2. Jakarta : Media
Aesculopius.
Meddoy, R, and Newell,S. 2007. Lecture Note Pediatrik. Jakarta: EMS
Wong, D. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC.
Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus, (online),
(http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html), di
akses pada tanggal 07 Oktober 2019.
Nanda. 2018. Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis & NANDA NOC
NIC. Jogjakarta: Mediaction.
Hartatik, S. 2014. Laporan Pendahuluan Hidrosepalus, (online),
(http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-
hidrosefalus.html.V8K_dzUlmqk), di akses pada tanggal 07 Oktober 2019.
JURNAL TERKAIT :