Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PT. ANEKA TAMBANG

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Analisis Laporan Keuangan

JUFROH
12160235
6H-AK

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BINA BANGSA

TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, lindungan dan hidayah-Nya sehingga penulis penulis dapat
merampungkan Makalah ini walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.

Makalah ini berjudul “Analisis Laporan Keuangan Untuk mengukur kinerja


rasio keuangan pada PT. Aneka Tambang Tbk. Makalah ini di susun sebagai tugas
dalam memenuhi studi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Bina Bangsa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mulai dari penyusunan Makalah sampai


rampung, penulis menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Akan tetapi,
Alhamdulillahi Robbil Alamin berkat Do’a dan usaha penulis tempuh semua
hambatan bisa teratasi.

Serang, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1


B. IDENTIFIKASI MASALAH .................................................................... 2
C. RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 3
D. MAKSUD DAN TUJUAN ....................................................................... 3
E. BATASAN MASALAH ........................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 5

A. LAPORAN KEUANGAN ........................................................................ 5


B. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN ..................................................... 7
C. KINERJA KEUANGAN .......................................................................... 10
D. PT. ANEKA TAMBANG TBK ................................................................ 12
E. RASIO KEUANGAN PADA PT. ANEKA TAMBANG TBK ............... 19
F. LAMPIRAN ANALISA LAPORAN KEUANGAN PADA PT. ANEKA
TAMBANG TBK ..................................................................................... 34

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Analisis laporan keuangan adalah suatu proses penelitian laporan
keuangan beserta unsure-unsurnya yang bertujuan untuk mengevaluasi dan
memprediksi kondisi keuangan perusahaan atau badan usaha dan juga
mengevaluasi hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan atau badan usaha pada
masa lalu dan sekarang.
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya
karena ingin mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko dan tingkat
kesehatan suatu perusahaan.
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya
karena ingin mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko dan tingkat
kesehatan suatu perusahaan. Analisis semacam ini mengharuskan seorang
analis untuk melakukan beberapa hal :
1. Menentukan dengan jelas tujuan analisis.
2. Memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasari laporan
keuangan dan rasio-rasio keuangan yang diturunkan dari laporan
keuangan tersebut.
3. Memahami kondisi perekonomian dan kondisi bisnis lain pada
umumnya yang berkaitan dengan perusahaan dan mempengaruhi usaha
perusahaan.
Sebelum melakukan analisis seorang analis harus memahami ketiga
langkah diatas,baru kemudian melakukan analisis dengan menggunakan alat-
alat analisis seperti rasio-rasio keuangan atau rasio-rasio lainnya.
Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan tersebut
diperlukan beberapa tolak ukur. Analisis yang biasa dipakai adalah rasio atau
indeks yang merupakan perbandingan di antara data-data keuangan. Analisis
rasio keuangan merupakan alat utama yang dapat digunakan dalam melakukan
analisis terhadap laporan keuangan.

1
Melalui analisis rasio dapat dihasilkan pengukuran dalam bentuk rasio
atau relatif dan bukan dalam angka yang absolut. Dengan demikian dapat
mempermudah dalam melihat perubahanperubahan yang terjadi, apakah
menunjukkan arah yang tetap, meningkat atau bahkan menurun. Faktor-faktor
yang paling utama untuk mendapatkan perhatian analisis adalah tingkat
likuiditas, profitabilitas atau rentabilitas, solvabilitas dan aktivitas. Likuiditas
dapat menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Profitabilitas dapat
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama
periode tertentu. Solvabilitas dapat menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut
dilikuidasikan, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka
panjang. Aktivitas dapat mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan dalam
menggunakan sumber dayanya.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Adanya Rasio keuangan sebagai alat ukur yang digunakan perusahaan
utuk mengalisis laporan keuangan didalam posisi dan kinerja keuangan
perusahaan, dan untuk menilai kinerja keuangan di masa depan.
Tujuan:
1. Profitabilitas (Rasio Laporan Rugi Laba) adalah kemampuan perseroan
untuk menghasilkan suatu keuntungan dan menyokong pertumbuhan baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Profitabilitas perseroan
biasanya dilihat dari Laporan laba rugi perseroan (income statement) yang
menunjukkan laporan hasil kinerja perseroan.
2. Rasio Solvabilitas (Rasio Neraca) adalah kemampuan perseroan untuk
memenuhi seluruh kewajibannya, yang diukur dengan membuat
perbandingan seluruh kewajiban terhadap seluruh aktiva dan perbandingan
seluruh kewajiban terhadap ekuitas.

2
3. Rasio Likuiditas (Rasio Neraca) adalah kemampuan perseroan untuk
memenuhi kewajiban lancarnya yang diukur dengan menggunakan
perbandingan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar.
4. Rasio Aktivitas (Rasio antar Laporan Keuangan-Neraca dan Rugi/Laba)
adalah kemampuan perseroan dalam mempertahankan usahanya dalam
jangka waktu panjang tanpa harus menderita kerugian. Untuk menilai
stabilitas perseroan digunakan laporan laba rugi dan neraca. keuangan
(balance sheet) perseroan serta berbagai indikator keuangan dan non
keuangan lainnya.

C. RUMUSAN MASALAH
Rasio Keuangan merupakan Alat yang sangat penting dalam Analisi
Keuangan Perusahaan, dari rasio Keuangan kita harus dapat mengetahui hal-hal
sebagai berikut:
1. Apa Manfaat Rasio Keuangan Bagi Perusahaan?
2. Bagaimana Pengertian,Kegunaan,serta keunggulan dan keterbatasan
Analisis keuangan?
3. Apa saja Jenis-jenis Rasio Keuangan itu?
4. Bagaimana Fungsi dan kegunaan Rasio keuangan?
5. Seperti apa penerapan dan penyelesaiannya dalam bentuk kasus dari suatu
perusahaan?

D. MAKSUD DAN TUJUAN


Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah Rasio keuangan
dapat digunakan sebagai Analisis keuangan suatu perusahaan, dan diharapkan
dapat membantu Proses Pengambilan keputusan Laporan keuangan dalam
perusahaan. Dari laporan keuangan dapat mencerminkan baik buruknya kinerja
perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan pun bisa menjadi lebih
mudah oleh pihak yang berkepentingan.

3
E. BATASAN MASALAH
Mengingat begitu banyak bentuk dari rasio Keuangan dan beberapa sub-
sub nya, maka dalam makalah ini saya batasi dan hanya akan membahas rasio
keuangan yang sering digunakan dalam analisis keuangan dalam
perusahaan.yakni rasio keuangan seperti: Rasio Likuiditas, Rasio
Solvabilitas/leverage, Rasio Profitabilitas / Rentabilitas, dan Rasio aktivitas.

4
BAB II PEMBAHASAN

A. LAPORAN KEUANGAN
a) Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan perusahaan umumnya terdiri dari laporan laba
rugi, laporan posisi keuangan, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan pada dasarnya adalah
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi anatar data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan
tersebut. (Munawir, 2012:2).
Menurut Subramanyam (2014:105), “Laporan keuangan merupakan
produk proses pelaporan keuangan yang diatur oleh standar dan aturan
akuntansi, insentif manajer, serta mekanisme pelaksanaan dan pengawasan
perusahaan.”
Sedangkan menurut Kasmir (2017:7), “Laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau
dalam suatu periode tertentu.”
Berdasarkan uraian pengertian di atas maka penulis menyimpulkan
bahwa laporan keuangan adalah catatan dari proses kegiatan-kegiatan di
perusahaan pada suatu periode tertentu yang menunjukkan kondisi
keuangan perusahaan yang digunakan sebagai alat komunikasi.
b) Jenis-jenis Laporan Keuangan
Menurut Dwi Prastowo (2011:15) menyatakan bahwa :
Pada umumnya laporan keuangan yang lengkap biasanya akan
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan,
catatan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan, termasuk juga skedul dan informasi
tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan.
Menurut Kasmir (2017:28-30), dalam praktiknya secara umum ada
lima macam jenis laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu:

5
a) Neraca (Balance Sheet), Merupakan laporan yang menunjukan posisi
keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi keuangan
dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva (harta) dan pasiva
(kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan.
b) Laporan Laba Rugi (Income Statement), Merupakan laporan keuangan
yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode
tertentu.
c) Laporan Perubahan Modal, Laporan perubahan modal merupakan
laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini.
Kemudian, laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-
sebab terjadinya perubahan modal di perusahaan.
d) Laporan Arus Kas, Merupakan laporan yang menunjukan semua aspek
yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik yang berpengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap kas.
e) Laporan Catatan atas Laporan keuangan, Merupakan laporan yang
memberikan informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan
penjelasan tertentu. Artinya terkadang ada komponen atau nilai dalam
laporan keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dulu sehingga
jelas.
c) Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan menurut
Kasmir (2017:11) adalah:
a) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta)
yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
b) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan saat ini.
c) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan
yang diperoleh pada suatu periode tertentu.
d) Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya
yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.

6
e) Memberikan informasi tentang perubahan – perubahan yang
terjadi terhadap aktiva, pasiva, dam modal perusahaan.
f) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam satu periode.
g) Memberikan informasi tentang catatan – catatan laporan keuangan.
h) Informasi keuangan lainnya.
d) Sifat Laporan Keuangan
Pencatatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan
harus sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Demikian pula dalam hal penyusunan laporan keuangan didasarkan
kepada sifat laporan keuangan.
Sifat laporan keuangan menurut Kasmir (2017:11-12) adalah :
a) Bersifat historis, artinya bahwa laporan keuangan dibuat dan
disusun dari data masa lalu atau masa yang suda lewat dari masa
sekarang. Misalnya laporan keuangan disusun berdasarkan data satu
atau dua atau beberapa tahun ke belakang (tahun atau periode
sebelumnya).
b) Bersifat menyeluruh maksudnya laporan keuangan dibuat selengkap
mungkin. Artinya laporan keuangan disusun sesuai dengan standar
yang telahditetapkan. Pembuatan atau penyusunan yang hanya
sebagian- sebagian (tidak lengkap) tidak akan memberikan
informasi yang lengkap tentang keuangan suatu perusahaan.

B. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN


a) Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Menurut Dwi Prastowo (2011:50), “Secara harfiah, analisis laporan
keuangan terdiri atas dua kata, yaitu analisis dan laporan keuangan. Ini juga
berarti bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu kegiatan
menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan.”
Menurut Munawir (2012:31), Analisis laporan keuangan adalah
analisis laporan keuangan yang terdiri dari penelaahan atau mempelajari

7
daripada hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk
menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan
perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis
laporan keuangan adalah proses untuk mempelajari data keuangan dengan
cara mempelajari hubungan data keuangan dalam suatu laporan keuangan.
b) Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Menurut Dwi Prastowo (2011:51), tujuan analisis laporan keuangan
yaitu:
a) Sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau
merger.
b) Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan di masa
datang.
c) Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen.
d) Operasi atau masalah lainnya, atau sebagai alat evaluasi terhadap
manajemen.
Sedangkan menurut Kasmir (2017:68), tujuan dari analisis
laporan keuangan adalah:
a) Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik aset, kewajiban, ekuitas, maupun hasil usaha yang telah
dicapai untuk beberapa periode.
b) Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan.
c) Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
d) Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang
perlu dilakukan ke depan berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan
saat ini.
e) Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu
penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.
f) Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan
sejenis tentang hasil yang mereka capai.

8
c) Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2012:36), ada dua metode analisis yang
digunakan oleh setiap penganalisis laporan keuangan, yaitu:
a) Analisis Horisontal, Analisis horisontal adalah analisis dengan
mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode
atau beberapa saat sehingga akan diketahui perkembangannya.
b) Analisis Vertikal, Analisis vertikal adalah apabila laporan keuangan
yang dianalisis hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, yaitu
dengan memperbandingkan antara akun yang satu dengan akun yang
lain dalam laporan keuangan tersebut sehingga hanya akan diketahui
keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja.
Menurut Munawir (2012:36-37), teknik analisis laporan keuangan
terdiri dari :
a) Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, adalah metode dan teknik
analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua
atau lebih periode, dengan menunjukkan:
1) Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah.
2) Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah.
3) Kenaikan atau penurunan dalam persentase.
4) Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio.
5) Persentase dalam total.
Analisis dengan menggunakan metode ini akan dapat diketahui
perubahan- perubahan yang terjadi dan perubahan mana yang
memerlukan penelitian lebih lanjut.
b) Trend atau tendensi atau posisi dan kemajuan keuangan perusahaan
yang dinyatakan dalam persentase (Trend Percentage Analysis), adalah
suatu metode atau teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada
keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau
bahkan turun.
c) Laporan dengan persentase per komponen (Common Size Statement),
adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi

9
pada masing-masing aset terhadap total asetnya, juga untuk mengetahui
struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi
dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
d) Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, adalah suatu analisis
untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau
untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode
tertentu.
e) Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis),
adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah
uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang
kas selama periode tertentu.
f) Analisis Rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui
hubungan dari akun-akun tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi
secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
g) Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis), adalah suatu
analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu
perusahaan dari suatu periode ke periode yang lain atau perubahan laba
kotor dari suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode
tersebut.
h) Analisis Break Even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat
penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan
tersebut tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh
keuntungan. Dengan analisis ini juga akan diketahui berbagai tingkat
keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.

C. KINERJA KEUANGAN
a) Pengertian Kinerja Keuangan
Menurut Sutrisno (2009:53), “Kinerja keuangan perusahaan
merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu
yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut.”

10
Menurut Fahmi (2011:2) menyatakan bahwa Kinerja perusahaan
merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan
yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui
mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang
mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting
agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan
lingkungan.”
Jadi, kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan
menggunakan aturan- aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
b) Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan
Menurut Munawir (2012:31) menyatakan bahwa tujuan dari
pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah:
a) Mengetahui Tingkat Likuiditas, Likuiditas menunjukkan kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus
segera diselesaikan pada saat ditagih.
b) Mengetahui Tingkat Solvabilitas, Solvabilitas menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek
maupun jangka panjang.
c) Mengetahui Tingkat Rentabilitas, Rentabilitas atau yang sering disebut
dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu.
d) Mengetahui Tingkat Stabilitas, Stabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur
dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya
tepat pada waktunya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
keuangan memberikan penilaian atas pengelolaan aset perusahaan oleh

11
perusahaan dan perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi dan tindakan
perbaikan atas kinerja keuangan perusahaan yang tidak sehat.

D. PT. ANEKA TAMBANG TBK


PT Aneka Tambang Tbk atau yang biasa disebut dengan PT Antam
merupakan perusahaan pertambangan yang sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia (65%) dan masyarakat (35%). PT Antam didirikan
pada tanggal 5 Juli 1968. Kegiatan Antam mencakup eksplorasi, penambangan,
pengolahan serta pemasaran dari sumber daya mineral.
Pendapatan PT Antam diperoleh melalui kegiatan eksplorasi dan
penemuan deposit mineral, pengolahan mineral tersebut secara ekonomis, dan
penjualan hasil pengolahan tersebut kepada konsumen jangka panjang yang
loyal di Eropa dan Asia. Kegiatan ini telah dilakukan semenjak perusahaan
berdiri tahun 1968. Komoditas utama Antam adalah bijih nikel kadar tinggi atau
saprolit, bijih nikel kadar rendah atau limonit, feronikel, emas, perak dan
bauksit. Jasa utama Antam adalah pengolahan dan pemurnian logam mulia serta
jasa geologi.
Anak Perusahaan PT Antam
1. PT Indonesia Coal Resources (Indonesia)
2. PT Cibaliung Sumberdaya (Indonesia)
3. PT Gag Nikel (Indonesia)
4. Asia Pacific Nickel Pty., Ltd. (Australia)
5. PT Antam Resourcindo (Indonesia)
6. PT Borneo Edo International (Indonesia)
7. PT Mega Citra Utama (Indonesia)
8. PT Indonesia Chemical Alumina (Indonesia)
9. PT Antam Jindal Stainless Indonesia (Indonesia)
10. PT Indonesia Chemical Alumina (Indonesia)
a) Perkembangan Bisnis
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menyatakan kegiatan
penambangan emas di Cikotok, kabupaten Lebak, Banten telah berakhir.

12
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Direktur
Umum dan CSR PT Aneka Tambang I Made Surata menuturkan
pertambangan emas Cikotok telah menjadi salah satu bagian dalam sejarah
bangsa Indonesia saat dikuasai penjajah pada 1936 hingga akhirnya menjadi
perusahaan negara pada 1960, dan menjadi bagian dari Antam pada 1968.
“Setelah lebih dari 40 tahun, PT Aneka Tambang Tbk melaksanakan proses
pengakhiran tambang Cikotok sebagai bagian dari implementasi praktik
penambangan yang baik,” ujar Surata.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah membentuk
komite konsolidasi pertambangan. Komite tersebut akan bertugas mengkaji
pembentukan induk usaha pertambangan (holding pertambangan) yang
ditargetkan akan terbentuk akhir 2016. Deputi Usaha Pertambangan,
Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno
mengatakan anggota komite konsolidasi tersebut adalah PT Bukit Asam
Tbk (PTBA), PT Timah Tbk (TINS), PT Indonesia Asahan Alumunium
(Persero), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
PT Antam dan PT Inalum mendapat kepercayaan dari Kementerian
Badan Usaha Milik Negara untuk membeli saham PT Freeport Indonesia
sebesar 1,7 miliar dollar AS. Jika kedua perusahaan tersebut tidak mampu,
maka akan dibantu PT Timah dan PT Bukit Asam sebagai bagian dari
holding perusahaan tambang BUMN.
b) Sejarah Perusahaan
Antam, sebuah BUMN pertambangan tanggal kelahirannya
ditetapkan berdasarkan terbitnya PP No. 22 Th. 1968 tentang Pembentukan
PN Aneka Tambang pada tanggal 5 Juli 1968.
Peraturan pemerintah tersebut menyatakan bahwa PN Aneka
Tambang dibentuk sebagai merger dari beberapa perusahaan tambang milik
negara serta proyek-proyek eksplorasi di bidang mineral selain batubara dan
timah. Yakni BPU Pertambun, PN Perbaki, PN Tambang Mas Tjikotok, PN
Logam Mulia, PT Nikel Indonesia dan berbagai proyek pertambangan yang
dilakukan oleh Departemen Pertambangan yang pelaksanaan selanjutnya

13
dilimpahkan berdasarkan SK Presidium Kabinet Dwikora tahun 1966
kepada PN Aneka Tambang.
Selain PN Aneka Tambang, Pemerintah RI juga membentuk dua
buah perusahaan pertambangan lain sebagai pengelola pertambangan timah
yakni PN Timah dan pertambangan batubara milik Negara yakni PN
Batubara, keduanya adalah peralihan dari BPU Timah yang beroperasi di P.
Bangka, P. Singkep, P. Belitung dan BPU Batubara yang mengelola
tambang batubara di Sawahlunto, Muaraenim dan Samarinda.
Usai Pengakuan Kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949,
Negara RI segera terlibat dalam berbagai upaya untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Tindakan ini tegas sebagaimana tampak pada
upaya-upaya pembasmian pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah
pada masa itu yang asal muasal penyebabnya beraneka ragam. Baik karena
alasan-alasan ideologis seperti DI/TII, etnis kultural seperti APRA dan
RMS, bahkan hingga pada alasan-alasan ketimpangan ekonomi antara Pusat
dan daerah, seperti PRRI dan Permesta.
Bahkan pada pemberontakan PRRI, gerakan tersebut mampu
menguasai beberapa lapangan minyak di Riau milik Amerika Serikat
(Caltex), selain juga sempat mengganggu operasional tambang bauksit di P.
Bintan yang pada waktu itu dipegang oleh NV NIBEM (perusahaan Belanda
yang merupakan bagian dari Billiton yang kemudian menjadi bagian dari
Rio Tinto). Keadaan seperti demikian tentu menjadi bukti kuat bahwa
penguasaan pengusahaan pertambangan merupakan bagian dari upaya
penegakan kedaulatan Negara.
Sekitar bulan Juli 1951, seorang anggota DPRS bernama Teuku
Mohamad Hassan menggalang teman-temannya sesama anggota DPRS
untuk menyusun sebuah mosi pembentukan Panitia Urusan Pertambangan
yang sebagai hasilnya diputuskan dalam Keputusan DPRS No. 47/K/1951.
Selanjutnya tindakan legislatif tersebut lebih dikenal sebagai “Mosi Teuku
Moh. Hassan dkk”.

14
Mosi tersebut memberikan pengaruh besar pada pengembangan
industri pertambangan di Indonesia. Isinya antara lain mendesak
Pemerintah RI untuk menyelidiki berbagai soal terkait tambang emas/perak
di Indonesia, memberikan pertimbangan status (legalitas) yang ada dan
memajukan usul-usul tentang pertambangan yang menguntungkan Negara.
Selain itu Mosi tersebut juga meminta Pemerintah untuk mempersiapkan
rencana undang-undang pertambangan Indonesia yang sesuai dengan
keadaan pada masa tersebut.
Perkembangan pengusahaan pertambangan di Indonesia berlanjut
terus dan pada sekitar 1956 hingga 1959, kita semua melihat bahwa sebelum
pemberontakan PRRI/Permesta usai ditumpas, Pemerintah RI juga harus
menangani akibat-akibat yang terjadi karena adanya nasionalisasi pada
sekitar tahun 1957. Nasionalisasi yang terjadi sebagai akibat dari
hengkangnya berbagai modal asing dari Barat karena situasi keamanan yang
mereka anggap riskan pada waktu itu. Termasuk dalam berbagai perusahaan
dan property milik asing yang dinasionalisasi adalah berbagai perusahaan
tambang yang ada di Indonesia. Yakni tambang emas di Cikotok (NV
MMZB), tambang bauksit di Bintan (NV NIBEM) serta pengolahan dan
pemurnian logam mulia di Jl. Gajah Mada, Jakarta (NV Brakensiek).
Ketiga perusahaan ini, yakni NV MMZB, NV NIBEM dan NV
Brakensiek diakuisisi oleh NV Perusahaan Pembangunan Pertambangan,
sebuah operating vehicle milik Bank Industri Negara (cikal bakal Bapindo
yang kemudian dimerger menjadi Bank Mandiri). Selanjutnya setelah upaya
rehabilitasi yang dilakukan dinilai berhasil, termasuk dengan mengubah
status hukum semua perusahaan ex Belanda itu menjadi milik Negara RI,
maka Bank Industri Negara menyerahkan ketiga perusahaan tersebut pada
Pemerintah RI untuk dikelola dalam sebuah lembaga pengelola yang lazim
disebut pada waktu itu sebagai BPU (Badan Pimpinan Umum).
Pemerintah RI pada sekitar tahun 1958 hingga 1962, membentuk
banyak sekali BPU sebagai pengelola perusahaan, antara lain untuk
mengelola berbagai perusahaan yang dinasionalisasi dari pemilik awalnya

15
yang pihak asing karena berbagai sebab. Umpamanya akibat dari perginya
para pemilik sebelumnya yang keturunan Belanda setelah berakhirnya
KMB (Konferensi Meja Bundar) tahun 1949, peristiwa yang dikenal
sebagai exodust loyalist Belanda.
Nasionalisasi juga dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai rentetan
peristiwa sesudah KMB. Seperti gangguan keamanan akibat aksi DI/TII
yang menyeruak di berbagai daerah (berbagai perkebunan di P. Jawa dan P.
Sumatra), akibat Kebijakan Anti Dwi Kewarganegaraan (berbagai asset
bangunan, lahan dan perkebunan ex milik orang Cina yang kembali ke
RRC), akibat aksi-aksi sepihak kaum komunis (berbagai perkebunan dan
tambang minyak di Sumatra Utara dan Jawa Tengah) serta akibat dari
pencanangan Trikora (perusahaan-perusahaan perniagaan besar, konstruksi,
pabrik-pabrik dan perbankan yang kemudian menjadi BUMN).
Sebuah BPU (Badan Pimpinan Umum) pada prinsipnya berlaku
sebagai holding company dari berbagai perusahaan milik negara yang
dikelolanya. Berbentuk sebagai quasi-korporasi, bukan merupakan entitas
bisnis penuh berbadan hukum karena sifat lembaga pemerintah masih
tampak jelas dan pimpinannya harus melapor pada kementerian teknis.
Ranah kewenangan sebuah BPU antara lain untuk menangani secara lebih
sentralistis atas bidang logistik dan pengadaan, pendanaan dan pembiayaan,
pemasaran serta masalah penelitian dan pengembangan dari berbagai
perusahaan milik negara yang menjadi kewenangannya.
BPU Pertambun yang dibentuk berdasarkan PP No. 88 Th. 1961
yang dikeluarkan pada tanggal 17 April 1961, menjadi pengelola dari:
a) PN Pertambangan Bauksit Indonesia (Perbaki) yang dibentuk
berdasarkan PP No. 89 Th. 1961. Perusahaan ini adalah ex NV
NIBEM (Nederland Indisch Bauxite Explotatie Matschapij) yang
mengelola tambang bauksit di P. Bintan.
b) PN Tambang Mas Tjikotok yang dibentuk berdasarkan PP No. 91
Th. 1961. Perusahaan ini adalah ex NV MMZB (Mijnbouw

16
Matschapij van Zuid Bantam) yang mengelola tambang emas di
Cikotok.
c) PN Logam Mulia yang dibentuk berdasarkan PP No. 218 Th. 1961
jo PP No. 29 Th. 1962. Perusahaan ini adalah ex NV Brakensiek
yang memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian logam mulia di
Jl. Gajah Mada, Jakarta.
d) PT Nikel Indonesia, yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Mr.
RE Abdulkarnen No. 32 Th. 1960 (dikeluarkan tanggal 16 Juli
1960). Perusahaan ini merupakan joint venture antara Pemerintah RI
sebesar 80% dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara
sebesar 20% dan kegiatannya menambang bijih nikel di sekitar
daratan Pomalaa dan P. Maniang untuk diekspor ke Jepang.
Sekitar satu tahun kemudian dasar hukum keberadaan BPU
Pertambun diperkuat dengan dikeluarkannya PP No. 30 Th. 1962. Regulasi
ini memberikan penugasan pada BPU Pertambun untuk melakukan kegiatan
eksplorasi dengan melanjutkan berbagai pekerjaan penyelidikan yang telah
dikerjakan oleh pihak kolonial Belanda sebelumnya. Berdasarkan PP ini
maka BPU Pertambun melakukan kegiatan eksplorasi emas di daerah
Rejang Lebong Bengkulu, eksplorasi mangaan di Tasikmalaya dan Bima,
eksplorasi pasir besi di sepanjang pantai selatan P. Jawa, eksplorasi emas di
Logas Riau Daratan serta eksplorasi intan di Cempaka Banjarbaru.
Beberapa dari kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh BPU
Pertambun dapat berlanjut menjadi kegiatan eksploitasi. Sebagaimana
dilakukan oleh Antam dengan menambang pasir besi lewat UBPPB Cilacap
sejak tahun 1971 hingga 2004 dan pembentukan PT Galuh Cempaka pada
tahun 1998, sebuah joint venture dengan MMC dari Malaysia untuk
menambang intan. Meski beberapa diantaranya juga terpaksa tidak
dilanjutkan lagi karena alasan bisnis, seperti halnya potensi emas di Logas
Riau Daratan dan potensi mangaan di Bima serta Tasikmalaya.
Dinamika industri pertambangan di Indonesia terus berlanjut dan
Perpu No. 37 Th. 1960 tentang Pertambangan digantikan oleh UU No. 11

17
Th. 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan. Begitu pula dinamika politik
dan bisnis berubah pula, sehingga format BPU yang quasi-korporasi
dianggap sudah tidak memadai lagi dengan perkembangan zaman sehingga
harus dirubah menjadi entitas bisnis sepenuhnya sebagai sebuah korporasi
komersial.
Sebagai hasilnya maka dikeluarkanlah PP No. 22 Th. 1968 pada
tanggal 5 Juli 1968 yang membentuk PN Aneka Tambang, sebagai merger
dari berbagai perusahaan pertambangan milik Negara RI. Kebijakan
Pemerintah RI ini pun masih dilengkapi lagi dengan dikeluarkannya PP No.
26 Th. 1974 tanggal 14 Juni 1974 yang mengalihkan bentuk Aneka
Tambang dari PN atau Perusahaan Negara menjadi PT atau Perseroan
Terbatas, yang kemudian menjadi dasar bagi keluarnya akta notaris dari
Notaris Warda Sungkar Alurmei tentang anggaran dasar Aneka Tambang
pada tanggal 30 Desember 1974.
Berubahnya status hukum Aneka Tambang dari PN menjadi PT
menjadi dasar diperingatinya tanggal 30 Desember sebagai hari jadi Antam.
Hal ini dilakukan sejak sekitar tahun 1975 hingga sekitar tahun 1996. Dan
sepanjang kurun waktu tersebut juga tidak pernah ada pertanyaan perihal
asal usul dimulainya perusahaan serta semua perjalanan kekaryaannya.
Alih-alih adanya pertanyaan perihal apa ada perbedaannya antara tanggal
17 April 1961, 5 Juli 1968 dan 30 Desember 1974, apalagi juga tanggal 14
Juni 1974 yang menjadi dasar dari diperingatinya tanggal 30 Desember.
Tanggal 30 Desember tidak ada bedanya dengan tanggal lainnya, tokh yang
penting adalah apa yang sudah dihasilkan oleh Antam.
Namun sejak sekitar awal tahun 1997, sebelum Antam masuk bursa,
lingkungan internal perusahaan mulai mengubah peringatan hari jadi dari
30 Desember menjadi memperingatinya pada 5 Juli. Perubahan tersebut
didasarkan pada alasan bahwa pada tanggal 5 Juli 1968 adalah hari
berdirinya PN Aneka Tambang sebagai sebuah perusahaan hasil merger dari
berbagai perusahaan pertambangan milik Negara RI. Sebuah persepsi baru
timbul, bahwa hari jadi perusahaan adalah sejak terbentuk menjadi sebuah

18
entitas bisnis tunggal dari sebelumnya yang merupakan semi holding
dengan dipimpin oleh lembaga yang quasi-korporasi.
E. RASIO KEUANGAN PADA PT. ANEKA TAMBANG TBK
a) Pengertian Rasio Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011:297), mendefinisikan “Rasio
keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos
laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang
relevan dan signifikan (berarti).”
Menurut Munawir (2012:37), “Analisis rasio adalah suatu metode
analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau
laporan laba- rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan
tersebut.”
Menurut Kasmir (2017:104) menyatakan bahwa Rasio keuangan
merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan
keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya.
Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen
dalam satu laporan keuangan atau antarkomponen yang ada di antara
laporan keuangan.
Jadi, rasio keuangan atau financial ratio adalah alat untuk
menganalisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan
dengan menggunakan perhitungan-perhitungan dari data yang ditampilkan
dalam laporan keuangan.
b) Bentuk Rasio Keuangan
Menurut James C van Honre dalam buku Kasmir (2012:107-108),
jenis rasio dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Rasio Likuiditas
1) Rasio Lancar (Current Ratio)
2) Rasio Sangat Lancar (Quick Ratio)
b. Rasio Pengungkit ( Leverage Ratio)
1) Total Utang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio)
2) Total Utang Terhadap Total Aktiva (Debt Assets Ratio)

19
c. Rasio Pencakupan (Coverage Ratio)
1) Bunga Penutup
d. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
1) Receivable Turn Over
2) Average Collection Period
3) Inventory Turn Over
4) Total Assets Turn Over
e. Rasio Profitabilitas (Profitabilty Ratio)
1) Net Profit Margin
2) Return On Investment
3) Return On Equity
Analisis rasio keuangan atas laporan keuangan akan
menggambarkan atau menghasilkan suatu pertimbangan terhadap baik atau
buruknya keadaan atau posisi keuangan perusahaan, serta bertujuan untuk
menentukan seberapa efektif dan efiesien dalam kebijaksanaan manajemen
dalam mengelola keuangan perusahaan setiap tahunnya. Rasio-rasio
tersebut akan dijelaskan lebih lanjut yang berkaitan dengan masalah, yaitu
rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas.
1) RASIO LIKUIDITAS
Menurut Kasmir (2017:130) adalah Rasio likuiditas atau sering juga
disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah
dengan membandingkan komponen yang ada dineraca, yaitu total aktiva
lancar dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat
dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan
likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
Berikut ini adalah beberapa tujuan dan manfaat yang dapat dipetik
dari rasio likuiditas menurut Kasmir (2017:132) adalah :
a) Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk

20
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas
waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
b) Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya, jumlah kewajiban
yang berumur di bawah satu tahun atau sama dengan satu tahun,
dibandingkan dengan total aktiva lancar.
c) Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang.
Dalam hal ini aktia lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap
likuiditasnya lebih rendah.
d) Mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan
modal kerja perusahaan.
e) Mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
f) Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
g) Melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke
waktu dengan menbandingkannya untuk beberapa periode.
h) Melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
i) Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Jenis-jenis rasio likuiditas dapat dilihat pada uraian berikut :
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Menurut Kasmir (2017:134), Rasio lancar atau current ratio
merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo
pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak
aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek
atau utang yang segerajatuh tempo.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

21
Rasio Lancar = Aset Lancar / Hutang Lancar
2018 = 8.498.442.636 / 5.571.744.144
= 1,54
Setiap 1 Rp Hutang Lancar dijamin dengan Rp. 1,54 Aktiva Lancar
2017 = 9.001.938.755 / 5.552.461.635
= 1,62
Setiap 1 Rp Hutang Lancar dijamin dengan Rp. 1,62 Aktiva Lancar

Menurut Fahmi (2011:61), Kondisi perusahaan yang memiliki


current ratio yang baik adalah dianggap sebagai perusahaan yang baik
dan bagus, namun jika current ratio terlalu tinggi juga dianggap tidak
baik karena dapat mengindikasikan adanya masalah seperti jumlah
persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan
sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan
adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo
piutang yang besar yang tak tertagih.
Begitu juga menurut Kasmir (2017:135), “Apabila hasil pengukuran
rasio tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat
saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin.”
2. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Menurut Kasmir (2017:136), Rasio cepat (quick ratio) atau rasio
sangat lancar atau acid test ratio merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban
atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Artinya mengabaikan nilai
sediaan, dengan cara dikurangi dari total aktiva lancar. Hal ini dilakukan
karena sediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk
diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat untuk
membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya.
Menurut Munawir (2012:74)

22
Quick ratio ini lebih tajam daripada current ratio, karena hanya
membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau
diuangnkan) dengan hutang lancar. Jika current ratio tinggi tapi quick
ratio rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam
persediaan.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Rasio Cepat = (Aset Lancar – Persediaan) / Kewajiban Lancar
2018 = (8.498.442.636 – 2.027.731.541) / 5.511.744.144
= 1,17
PT. ANEKA TAMBANG memiliki aset sangat lancar sebanyak 1,17
kali dari total kewajiban lancarnya atau setiap Rp 1 kewajiban lancar
perusahaan dijamin sebesar 1,17 aset sangat lancar.
2017 = (9.001.938.755 – 1.257.785.082) / 5.552.461.625
= 1,39
PT. ANEKA TAMBANG memiliki aset sangat lancar sebanyak 1,39
kali dari total kewajiban lancarnya atau setiap Rp 1 kewajiban lancar
perusahaan dijamin sebesar 1,17 aset sangat lancar.
3. Rasio Kas (Cash Ratio)
Menurut Kasmir (2017:138), Rasio kas atau cash ratio merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia
untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari
tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau
tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio
ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk
membayar utang-utang jangka pendeknya.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ratio Kas (Cash Ratio) = (Kas + Setara Kas) / Hutang Lancar
2018 = 4.299.068.085 / 5.511.744.144
= 0,78
PT. ANEKA TAMBANG memiliki rasio kas sebesar 0,78 yang berarti
setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh uang kas sebesar 0,78

23
2017 = 5.550.677.020 / 5.552.461.635
= 0,99
PT. ANEKA TAMBANG memiliki rasio kas sebesar 0,99 yang berarti
setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh uang kas sebesar 0,99
2) RASIO SOLVABILITAS
Menurut Kasmir (2017:151), Rasio solvabilitas atau leverage ratio
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang
ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas
dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek
ataupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
Menurut Kasmir (2017:153) beberapa tujuan perusahan dengan
menggunakan rasio solvabilitas adalah:
a) Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga).
b) Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap
dengan modal.
c) Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
d) Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap
pengelolaan aktiva.
Sementara itu manfaat rasio solvabilitas atau leverage ratio adalah:
a) Untuk menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap
kewajiban kepada pihak lainnya.
b) Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap
dengan modal.
c) Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
d) Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap
pengelolaan aktiva.

24
Dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis rasio solvabilitas yang
sering digunakan perusahaan. Adapun jenis-jenis rasio menurut Kasmir
(2012:155-163) yang ada dalam rasio solvabilitas antara lain :
1. Debt to Asset Ratio (Debt Ratio)
Debt to Asset Ratio (Debt Ratio) merupakan rasio utang yang
digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total
aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh
hutang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap
pengelolaan aktiva. Dari hasil pengukuran apabila rasionya tinggi,
artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit
bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena
dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya
dengan aktiva yang dimilikinya.
Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan
dibiayai dengan utang.
Rumusan untuk mencari debt to asset ratio dapat digunakan
sebagai berikut:
DAR = Total Hutang / Total Aset
2018 = 13.567.160.084 / 8.498.442.636
= 1,60
Setiap Rp 1 Total Hutang dijamin 1,60 total aset
2017 = 11.523.869.935 / 9.001.938.755
= 1,28
Setiap Rp 1 Total Hutang dijamin 1,28 total aset
2. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan
antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas.
Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain rasio

25
ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang
dijadikan untuk jaminan utang.
Rumus untuk mencari debt to equity ratio dapat digunakan
perbandingan antara total utang dengan total ekuitas sebagai berikut.
DER = Total Hutang / Total Modal
2018 = 13.567.160.084 / 19.739.230.729
= 0,69
Setiap Rp 1 Total Hutang dijamin 0,69 total modal
2017 = 11.523.869.935 / 18.490.403.517
= 0,62
Setiap Rp 1 Total Hutang dijamin 0,62 total modal
3. Long Term Debt to Equity Ratio
Long Term Debt to Equity Ratio merupakan rasio antara utang jangka
panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur
berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan
utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka
panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.
Rumusan untuk mencari Long Term Debt to Equity Ratio adalah dengan
menggunakan perbandingan antara utang jangka panjang dan modal
sendiri, yaitu:
LTDER = Leabilitas Jangka Panjang / Total Modal
2018 = 8.055.415.940 / 19.739.230.723
= 0,41
Setiap Rp 1 Total Hutang Jangka Panjang dijamin sebesar 0,41 oleh
modal
2017 = 5.971.408.300 / 18.490.403.517
= 0,32
Setiap Rp 1 Total Hutang Jangka Panjang dijamin sebesar 0,32 oleh
modal

26
3) RASIO AKTIVITAS
Menurut Kasmir (2017:172) adalah Rasio aktivitas merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan rasio ini
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi (efektivitas) pemanfaatan
sumber daya perusahaan.
Beberapa tujuan yang hendak dicapai perusahaan dari penggunaan
rasio aktivitas antara lain.
a) Untuk mengukur berapa lama penagihan puitang selama satu tahun
periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar
dalam satu periode.
b) Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam modal kerja
berputar dalam satu periode atau berapa penjualan yang dapat dicapai
oleh setiap modal kerja yang digunakan
c) Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap
berputar dalam satu periode.
d) Untuk mengukur penggunaan semula aktiva perusahaan dibandingkan
dengan penjualan.
Jenis-jenis rasio aktivitas menurut Kasmir (2017:175-185) sebagai berikut :
1. Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)
Inventory turnover ratio adalah perbandingan kemampuan dana pada
inventory yang berputar dalam suatu periode tertentu atau likuiditas dari
inventory dan tendensi untuk adanya overstock pada suatu perusahaan.
Rasio perputaran persediaan ini mengukur efisiensi pemakaian
persediaan barang dagang pada perusahaan sehingga kinerja manajemen
dalam mengontrol modal yang ada pada persediaan bisa terlihat baik atau
kurang baiknya. Ada dua masalah yang umumnya timbul dalam
perhitungan dan analisis rasio perputaran persediaan yang termasuk
unsur unsur laporan keuangan.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
2018 =

27
Cara 1 :
= HPP / Rata-rata persediaan
= 21.764.832.184 / 2.027.731.341
= 10,73
Cara 2 :
= Penjualan / Persediaan
= 25.241.2668.367 / 2.027.731.541
= 12,45
Interprestasi → Berdasarkan perhitungan diatas dapat dipahami bahwa
dalam satu periode tersebut (Dalam hal ini 1 tahun) persediaan WSKT
berputar hingga 10,73 kali berdasarkan rumus pertama dan 12,45 kali
berdasarkan rumus kedua
2017 =
Cara 1 :
= HPP / Rata-rata persediaan
= 11.009.726.759 / 1.257.785.082
= 0,86
Cara 2 :
= Penjualan / Persediaan
= 12.653.619.205 / 1.257.785.082
= 10,06
Interprestasi → Berdasarkan perhitungan diatas dapat dipahami bahwa
dalam satu periode tersebut (Dalam hal ini 1 tahun) persediaan WSKT
berputar hingga 0,86 kali berdasarkan rumus pertama dan 10,06 kali
berdasarkan rumus kedua
2. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turn Over)
Rasio perputaran modal digunakan untuk menilai seberapa banyak
modal kerja yang berputar dalam satu periode tertentu.
Menurut Munawir (2012:80), Rasio ini menunjukkan hubungan antara
modal kerjs dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan
yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk setiap rupiah

28
modal kerja. Turn over modal kerja yang rendah menunjukkan adanya
kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya turn over
persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar.
Perputaran modal kerja dihitung dengan rumus :
Working Capital Turn Over =
Penjualan Bersih / Aset Lancar – Liquiditas Jangka Pendek
2018 = 25.241.268.367 / (8.498.442.636 – 5.511.744.144)
= 8,48
Interprestasi → Setiap Rp 1 Modal kerja menghasilkan Rp 8,48
penjualan
2017 = 12.653.619.205 / (9.001.938.755 – 5.552.461.655)
= 3,67
Interprestasi → Setiap Rp 1 Modal kerja menghasilkan Rp 3,67
penjualan
3. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turn Over)
Rasio perputaran aset tetap merupakan rasio yang digunakan
perusahaan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki
perusahaan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Fixed Assets Turn Over = Penjualan Bersih / Total Aktiva Tetap
2018 = 25.241.268.367 / 20.128.155.702
= 1,25
Interprestasi → Setiap Rp 1 aktiva tetap menghasilkan Rp 1,25
penjualan
2017 = 12.653.619.205 / 14.092.994.799
= 0,90
Interprestasi → Setiap Rp 1 aktiva tetap menghasilkan Rp 0,90
penjualan
4. Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turn Over)
Perputaran total aktiva merupakan rasio yang digunakan perusahaan
untuk mengukur perputaran semua aset yang dimiliki perusahaan.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

29
Total Assets Turn Over = Penjualan Bersih / Total Aset
2018 = 25.241.268.367 / 33.300.390.807
= 0,76
Setiap Total aset menghasilkan 0,76 penjualan
2017 = 12.653.619.205 / 30.014.273.452
= 0,42
Setiap Total aset menghasilkan 0,42 penjualan
4) RASIO PROFITABILITAS
Menurut Kasmir (2017:196) adalah Rasio Profitabilitas merupakan
rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.
Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu
perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan
pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan
efesiensi perusahaan.
Menurut Munawir (2012:86), “Rasio ini merupakan rasio untuk
mengukur profit yang diperoleh dari modal-modal yang digunakan untuk
operasi tersebut (rentabilitas) atau mengukur kemampuan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan.”
Seperti rasio-rasio yang lain, rasio profitabilitas memiliki tujuan dan
manfaat, tidak hanya bagi pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga
bagi pihak luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan
atau kepentingan dengan perusahaan lain.
Menurut Kasmir (2017:197) tujuan penggunaan rasio profitabilitas
bagi pihak perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan adalah :
a) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu.
b) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
c) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
d) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk :

30
a) Mengetahui bearnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode.
b) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sebelumnya.
c) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
d) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
Rasio keuntungan yang umum digunakan menurut Kasmir
(2012:200-206) yaitu:
1. Net Profit Margin
Hubungan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan
menunjukkan kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan
sampai cukup berhasil dalam memulihkan/mengendalikan harga pokok
barang dagangan/jasa, beban operasi, penyusutan, bunga pinjaman dan
pajak. Rasio ini juga menunjukkan kemampuan manajemen untuk
menyisihkan marjin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi
pemiliki perusahaan yang tetap menyediakan modalnya dengan suatu
resiko.
Secara sederhana marjin laba bersih dapat dirumuskan sebagai
berikut:
NPM = Laba Bersih / Penjualan Bersih
2018 = 874.426.593 / 25.241.268.367
= 0,03
Setiap Rp 1 Penjualan bersih memuat Rp. 0,03 Laba Bersih
2017 = 136.503.269 / 12.653.619.205
= 0,01
Setiap Rp 1 Penjualan bersih memuat Rp. 0,01 Laba Bersih
Kesimpulan → Jadi dari Tahun 2017 ke Tahun 2018 terdapat kenaikan
laba bersih dari penjualan bersih sebesar 0,02
2. Return on Equity (ROE)
Rasio return on equity atau hasil pengembalian ekuitas memperlihatkan
sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, serta

31
mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan
pemilik modal atau pemegang saham perusahaan.

Hal ini dapat dihitung dari rumus sebagai berikut:

ROE = Laba Bersih / Total Ekuitas

2018 = 874.426.593 / 19.739.230.723

= 0,04

Interprestasi → Dari Setiap Rp. 1 total ekuitas menghasilkan atau


berkontribusi Rp. 0,04 laba bersih.

2017 = 600.606.318 / 18.490.403.517

= 0,03

Interprestasi → Dari Setiap Rp. 1 total ekuitas menghasilkan atau


berkontribusi Rp. 0,03 laba bersih.

Kesimpulan → Dari tahun 2017 ke Tahun 2018 terdapat kenaikan


sebesar Rp. 0,01 laba bersih dari total ekuitas.

3. Gross Profit Margin


Gross Profit Margin merupakan rasio profitabilitas untuk menilai
persentase laba kotor terhadap pendapatan yang dihasilkan dari
penjualan. Laba kotor yang dipengaruhi oleh laporan arus kas
memaparkan besaran laba yang didapatkan oleh perusahaan dengan
pertimbangan biaya yang terpakai untuk memproduksi produk atau jasa.
Marjin Laba Kotor ini sering disebut juga dengan Gross Margin Ratio
(Rasio Marjin Kotor). Gross profit margin mengukur efisiensi
perhitungan harga pokok atau biaya produksi. Semakin besar gross profit
margin semakin baik (efisien) kegiatan operasional perusahaan yang
menunjukkan harga pokok penjualan lebih rendah daripada penjualan
(sales) yang berguna untuk audit operasional. Jika sebaliknya, maka

32
perusahaan kurang baik dalam melakukan kegiatan operasional. Rumus
perhitungan laba kotor sebagai berikut:
GPM = Laba Kotor / Penjualan Bersih
2018 = 3.476.436.183 / 25.241.268.367
= 0,14
HPP = 21.764.832.184 / 25.241.268.367
= 0,86
Interprestasi → Dari Setiap Rp. 1 penjualan bersih memuat Rp. 0,14 Laba
Kotor dari 0,86 HPP.
2017 = 1.643.892.446 / 12.653.619.205
= 0,13
HPP = 11.009.726.759 / 12.653.619.205
= 0,87
Interprestasi → Dari Setiap Rp. 1 penjualan bersih memuat Rp. 0,13 Laba
Kotor dari 0,87 HPP.
4. Rasio Pengembalian Aset (Return on Assets Ratio)
Tingkat Pengembalian Aset merupakan rasio profitabilitas untuk
menilai persentase keuntungan (laba) yang diperoleh perusahaan terkait
sumber daya atau total asset sehingga efisiensi suatu perusahaan dalam
mengelola asetnya bisa terlihat dari persentase rasio ini. Rumus Rasio
Pengembalian Aset sebagai berikut :
ROA = Laba Bersih / Total Aset
2018 = 874.426.593 / 33.306.390.807
= 0,03
Interprestasi → Dari Setiap Rp. 1 total aset menghasilkan atau
berkontribusi Rp. 0,03 laba bersih.
2017 = 600.606.318 / 30.014.273.452
= 0,02
Interprestasi → Dari Setiap Rp. 1 total aset menghasilkan atau
berkontribusi Rp. 0,02 laba bersih.

33
Kesimpulan → Dari tahun 2017 ke Tahun 2018 terdapat kenaikan laba
bersih sebesar Rp. 0,01

F. LAMPIRAN ANALISA LAPORAN KEUANGAN PADA PT. ANEKA


TAMBANG TBK

34
35
36
37
38
39
40
BAB III KESIMPULAN

Analisi Rasio Keuangan merupakan bagian dari analisis keuangan. Analisis


rasio keuangan adalah analisis yang dilakukan dengan menghubungkan berbagai
perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan dalam bentuk rasio keuangan.
Rasio keuangan dibedakan beberapa jenis antara lain :
• Rasio Likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksud untuk mengukur
likuiditas perusahaan (Current ratio, Acid test ratio dan lain sebagainya).
• Rasio Leverage / solvabilitas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan
untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan
hutang (Debt to total assets ratio, net worth to debt ratio dan lain
sebaginya).
• Rasio-rasio Aktivitas, yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk
mengukur sampai berapa besar efektivitas perusahaan dalam
mengerjakan sumber-sumber dananya (Inventory turnover, average
collection period dan lain sebagainya).
• Rasio-rasio Profitabilitas / Rentabilitas , yaitu rasio-rasio yang
menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-
keputusan (profit margin on Sales, Return on total assets, Return on net
worth dan lain sebagainya).
Dari jenis-jenis rasio tersebut kita dapat menggunakan Rasio keuangan
untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya. Analisis
Keuangan juga mempunyai beberapa keunggulan salah satunya adalah rasio
sebagai pengganti yang sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan
yang sangat rinci dan rumit.dan Rasio mengetahui posisi perusahaan di tengah
industri lain. Kelemahan Analisis keuangan salah satunya adalah Perbedaan
metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda, misalnya
perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.

41
DAFTAR PUSTAKA

• A helfret, Erich. (2002) Teknik Analisis Keuangan. Jakarta, Penerbit


Erlangga.
• Agnes Sawir, (2009). Analisis Keuangan Dana Perancanaan Keuangan
Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
• Agus Sartono. (2001). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE-
Yoyakarta.
• Alwi, Syafrudin. (2003). Alat-alat Analisis dalam Pembelajaran.
Yogyakarta: Andi Offset.
• Bambang Riyanto. (2001). Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan.
Yogyakarta: BPFE.
• Baridwan.2004. Intermediate Accounting, Edisi 8. Cetakan Pertama.
BPFE Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
• Dwi Prastowo, 2008. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kedua Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
• Eduardus Tandelilin. 2002. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio :
EEdisi 3. Yogyakarta : BPFI
• Handoyo. (1997). Manajemen Modal Kerja. Yogyakarta: Universitas
Atmajaya
• Helfert, Erich A. 1996. Teknik Analisis Keuangan, Terjemahan Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
• Husnan, Suad. (2004). Dasar-Dasar Teori Portofolio. Edisi Tiga.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
• Ikatan Akutansi Indonesia (IAI). 2007. Peryataan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
• Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara.
• Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan, Rajawali Grafindo Persada,
Jakarta.

42
• Loen, Boy. 2008. Manajemen Aktiva Pasiva Bank Devisa. Jakarta: PT.
Grasindo.
• Maith, Hendry, 2013, “ Analisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur
Kinerja Keuangan: pada PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk”, Jurnal
EMBA, Vol. 1, No 3,September, Hal 619-628.
• Muslich, Mochammad.2003. Manajemen Keuangan Modern Analisis,
Perencanaan dan Kebijaksanaan. Cetakan Ketiga. PT Bumi Aksara.Jakarta.
• Munawir, 2007, Analisa Laporan Keuangan. Edisi Empat. Yogyakarta: PT
Liberty.
• Sutrisno, 2008, Manajemen Keuangan Teori, Konsep, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ekonisia.
• Sucipto. 2003. Penilaian Kinerja Keuangan. Sumatra: Jurnal Digital Library
Universitas Sumatra Utara.
• Supriyono, R.A. 1999. Akutansi Biaya: Pengumpulan Biaya dan Penetuan
Harga Pokok Produksi, Edisi 2. Yogyakarta. BPFE.
• Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D: CV.
Alfabet.

43

Anda mungkin juga menyukai