Anda di halaman 1dari 34

PENELITIAN

ANALISA REBRANDING TERHADAP BRAND ASSOCIATION DENGAN BRAND


IMAGE SEBAGAI MEDIASI TERHADAP BRAND LOYALTY PADA KONSUMEN
GOJEK SURABAYA

Oleh:

Reizano Amri Rasyid, ST., MMT (16041063)


Rachma Rizqi M, ST., M.MT (19051258)

PROGRAN STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

PENELITIAN

Judul Penelitian : ANALISA REBRANDING TERHADAP BRAND ASSOCIATION


DENGAN BRAND IMAGE SEBAGAI MEDIASI TERHADAP BRAND LOYALTY PADA
KONSUMEN GOJEK SURABAYA
Ketua Tim Pengusul
a. Nama : Reizano Amri Rasyid, ST., MMT
b. NIDN :
c. Jabatan Fungsional :
d. Program Studi : Manajemen
e. Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
f. Bidang Keahlian : Manajemen Branding dan Merek
g. Alamat e-mail : reizano21@unusa.ac.id
1. Anggota Tim Pengusul
a. Jumlah Anggota :1
b. Nama Anggota I : Rachma Rizqina M, ST., MMT.
c. Keahlian : Manajemen Pemasaran dan Strategi
d. Nama Anggota II :
e. Keahlian :
2. Mahasiswa yang Terlibat : Moh. Adi Bayu Dwi Putra
3. Lokasi Kegiatan
a. Desa/Kecamatan :
b. Kabupaten/Provinsi :
c. Jarak dari Unusa (km) :
4. Luaran yang Dihasilkan : Laporan Penelitian
5. Jangka Waktu Kegiatan : 3 bulan
6. Biaya Keseluruhan : Rp. 5.000.000
- UNUSA : Rp. 5.000.000
- Sumber Lain :-

Surabaya, 06 Agustus 2019


Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua Tim

Drs. M. Yusak Anshori, M.M. Reizano Amri Rasyid, ST., MMT.


NPP.16041061 NPP.16041063

Menyetujui
Ketua LPPM

Dr. Istas Pratomo, S.T., M.T


NPP. 16081074

2
DAFTAR ISI

Daftar isi……………………………………………………………………….i
Lembar Pengesahan…………………………………………………….…….iii
Abstrak……………………………………………………………….……….iv
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………...……………………….4

1.2 Rumusan Masalah………………………………………….......5

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………....5

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………..7

1.5 Sistematika Penulisan………………………………………….7

Bab II. Tinjauan Pustaka


2.1 Landasan Teori…………………………………………………9

2.2 Penelitihan Terdahulu………………………………………….9

2.3 Hubungan antar Variabel……………………...………………27

2.4 Kerangka Berpikir…………………………………………….29

2.5 Hipotesis Penelitian…………………………………....……...30

Bab III. Metodologi Penelitian


3.1 Pendekatan Penelitihan……………………....………………..31
3.2 Definisi Operasional Variabel…………………………...…....32
3.3 Populasi Sampel………………………………………...…….36
3.4 Jenis dan Sumber Data………………………………………..37
3.5 Metode Pengumpulan Data…………………………………...37

3.6 Teknik Analisis Data 38

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin canggih seperti sekarang ini,
menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di
Indonesia, keadaan tersebut memunculkan persaingan yang semakin ketat baik antar
perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Salah satu asset untuk mencapai
keadaan tersebut adalah citra merek, dimana gojek sangat memahami hal tersebut. Gojek
menyadari dan sangat aware akan pentingnya menciptakan dan mempertahankan sebuah
identitas grafis (logo) yang kuat dan mantap. Seiring perkembangan zaman banyak perusahaan
yang memproduksi produk-produk bersaing dalam pangsa pasar yang luas, hingga identitas
grafis diperlukan sebagai sebuah ciri yang menonjol dari sebuah perusahaan atau produk. Pada
22 Juli 2019 lalu, Gojek resmi telah mengubah identitas visual mereka yang selama ini dikenal
lewat logo “pengemudi motor bersinyal”, menjadi sebuah cincin lingkaran bundar yang disebut
Solv dengan slogan baru “Pasti ada jalan”. Tidak hanya ikon dan slogan, Gojek juga
mengadopsi penggunaan font Maison Neue pada logo barunya dan hampir seluruh penamaan
layanan mereka. Tujuan Gojek melakukan rebranding dilakukan untuk merefleksikan
perjalanan mereka dari yang awalnya berupa layanan transportasi roda dua, hingga menjadi
pengelola super-app Indonesia.

Gambar 1.1 Perubahan logo Gojek

Sumber : https://id.techinasia.com/alasan-gojek-ganti-logo

Founder sekaligus Pimpinan Gojek, Nadiem Makarim dengan mengatakan bahwa logo
lama tidak lagi menampung seluruh layanan yang diberikan serta dinamika ekspansi
perusahaan yang terus melebar kemana-mana. Perubahan brand atau merk menjadi tuntutan
dinamika perusahaan yang terus berkembang dengan pesat apabila tidak disesuaikan dengan
segera bisa menjadi salah satu hambatan kemajuan, dan bahkan bisa menjadi sebuah

4
kesempatan bagi competitor untuk merebut pasar yang ada. Logo brand Gojek yang terbaru ini
melambangkan satu tombol untuk semua. Di lain pihak, lingkaran di logo baru ini mewakili
ekosistem GOJEK yang semakin solid memberikan manfaat untuk semua. Logo ini mewakili
semangat GOJEK untuk selalu menawarkan cara pintar dalam mengatasi tantangan yang
dihadapi para pengguna untuk hidup yang lebih mudah bagi konsumen, untuk akses pendapatan
tambahan yang lebih luas bagi mitra, untuk peluang pertumbuhan bisnis yang pesat bagi para
merchant. Melalui proses rebranding ini, GOJEK menentukan enam palet warna yang akan
mewakili identitas dari enam sub-kategori layanannya ke depan. Keenam warna tersebut
adalah: hijau untuk logistik dan transportasi, merah untuk makanan, biru untuk layanan
finansial serta pembayaran, merah muda untuk hiburan, oranye untuk belanja kebutuhan., dan
ungu gelap untuk bisnis .
Dengan identitas barunya, logo baru GOJEK kini dapat diartikan dalam berbagai
makna. Menurut UX Lead GOJEK, Fatema Raja, solv memiliki kemiripan dengan tombol daya
(power) yang menyiratkan pesan pemberdayaan. sebuah jargon yang kerap disuarakan oleh
perusahaan teknologi besar. Kotler dan Keller dalam Marketing Management (2018), mencatat
ada 6 elemen kunci dalam sebuah brand perusahaan yang baik dan benar, yaitu Memorable,
meaningful, Likable, Transferable, Adaptable dan Protectable. Menurut Surachman (2008:14)
Merek merupakan sebuah nama atau simbol (seperti logo, merek dagang, desain kemasan, dan
sebagainya) yang dibuat untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya. Salah satu
elemen merek yang mampu memberikan kontribusi yang positif dalam penciptaan merek yang
ideal yaitu logo dan simbol (Kotler, 2002:460).
Logo dan simbol merupakan seperangkat gambar atau huruf yang diciptakan untuk
mengindikasikan keorisinilan, kepemilikan ataupun asosiasi. Walaupun kunci elemen dalam
merek adalah nama merek, namun logo dan simbol juga merupakan suatu elemen yang diingat
dalam ingatan seseorang. Dengan demikian, penciptaan logo dan simbol sangat penting agar
dapat dikaitkan dengan suatu nama merek didalam ingatan pelanggan. Logo menjadi sebuah
pengakuan , kebanggan, inspirasi kepercayaan, kehormatan, kesuksesan, loyalitas dan
keunggulan yang tersirat ke dalam suatu bentuk atau gambar. Logo juga merupakan bagian
yang penting untuk menunjukkan keberadaan suatu pembeda produk dengan produk lainnya.
Logo diyakini dapat memberikan efek pengakuan tertentu kepada setiap orang yang melihat
atau memakai.
Perusahaan banyak melakukan perubahan logo agar lebih menarik dengan Rebranding.
Muzellec et al. (2003) menyatakan bahwa rebranding dalam suatu organisasi dapat
berlangsung pada tingkat korporasi, tingkat unit bisnis, dan tingkat produk, yang paling kritis
5
yang merupakan tingkat perusahaan yang mewakili identitas perusahaan secara keseluruhan.
Daly dan Moloney (2004) mempresentasikan sebuah kontinum rebranding terdiri dari tiga
kategori utama : perubahan kecil, perubahan menengah, dan perubahan lengkap. Lebih khusus
lagi, rebranding dikategorikan ke dalam jenis yang berbeda berdasarkan nama, logo dan slogan
perubahan. Mungkin ada lima jenis rebranding: nama baru dan logo, nama baru, logo baru dan
slogan, logo baru saja, dan hanya slogan baru. Rebranding adalah penciptaan sebuah nama,
istilah, symbol, desain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang baru untuk sebuah brand yang
sudah mapan dengan maksud mengembangkan suatu posisi yang baru dan berbeda di benak
para pemangku kepentingan dan pesaing. (Muzellec and Lambkin, 2006).
Asosiasi-asosiasi terhadap suatu brand (brand associations) jumlahnya sangat banyak,
tetapi tidak semuanya mempunyai makna yang berarti. Kumpulan asosiasi yang mempunyai
makna akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. (Aaker, 1991:109) Brand
image sendiri merupakan penafsiran konsumen atas segala indikasi dari produk, jasa, dan
komunikasi merek (Hubanic, Arijana & Hubanic, Vedrana, 2009). Customer loyalty diartikan
sebagai komitmen yang mendalam dari konsumen untuk membeli kembali atau berlangganan
atas produk / jasa yang disukai secara konsisten di masa depan, sehingga menyebabkan
pembelian merek yang sama, meskipun ada pengaruh situasional dan upaya pemasaran yang
menyebabkan potensi untuk beralih (Oliver, 1999).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang
ditimbulkan adalah:
1. Apakah Rebranding berpengaruh langsung terhadap Brand Association pada brand
Gojek?
2. Apakah Rebranding berpengaruh langsung terhadap Brand Image pada brand Gojek?
3. Apakah Brand Association berpengaruh langsung terhadap Brand Image pada brand
Gojek?
4. Apakah Brand Association berpengaruh langsung tentang Brand Loyalty pada brand
Gojek?
5. Apakah Brand Image berpengaruh langsung terhadap Brand Loyalty pada brand
Gojek?

6
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris tentang :
1. Untuk mengetahui pengaruh langsung rebranding terhadap Brand Association pada
brand Gojek?
2. Untuk mengetahui pengaruh langsung Rebranding berpengaruh terhadap Brand Image
pada brand Gojek?
3. Untuk mengetahui pengaruh langsung Brand Association terhadap Brand Image pada
brand Gojek?
4. Untuk mengetahui pengaruh langsung Brand Association terhadap Brand Loyalty pada
brand Gojek?
5. Untuk mengetahui pengaruh langsung Brand Image terhadap Brand Loyalty pada brand
Gojek?

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitan ini diharapkan dapat memberikan gambaran sejauh mana Rebranding


terhadap Brand Association, Rebranding berpengaruh terhadap Brand Image, Brand
Association terhadap Brand Image, Brand Association terhadap Brand Loyalty, Brand
Image terhadap Brand Loyalty.

2. Memberikan solusi terhadap permasalahan yang terdapat pada objek melaluhi saran.

3. Sebagai studi literaur peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rebranding

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran penulisan dalam penelitian ini, berikut ini merupakan

sistematika penulisan yang berisi informasi umum yang akan dibahas dalam setiap babnya.

BAB I : Pendahuluan

Pada Bab 1 menguraikan mengenai latar belakang penelitian ini, selanjutnya

menjelaskan rumusan masalah, tujuan penelitian. ,manfaat penelitian yang

ingin dicapai dan sistematika penilisan.

7
BAB II : Tinjauan Pustaka

Pada Bab II menguraikan mengenai tinjauan pustaka yang meliputi telaah

teoritis yang didalamnya dibahas landasan teori mengenai Rebranding, Brand

Association, Brand Image dan Brand Loyalty. Kemudian membahas mengenai

hubungan antar variable serta kerangka konseptual dan hipotesis penelitian.

BAB III : Metoda Penelitian

Pada Bab III diuraikan mengenai metode penelitan yang meliputi pendekatan

penelitian, jenis dan sumber data, kebutuhan data, lokasi penelitian, dan yang

terakhir mengenai teknik analisis yang digunakan.

BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil analisis data yang meliputi gambaran umum

obyek penelitian, pembahasan olah data, analisis data serta menjelaskan hasil

penelitian.

BAB V : Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran

Bab ini membahas tentang kesimpulan, implikasi penelitian serta keterbatasan

dan saran dari peneliti.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Bagian ini menjelaskan mengenai konsep teori yang mendasari penelitian. Konsep
tersebut mencakup perkembangan teori dari rebranding berpengaruh terhadap brand
association dengan brand image sebagai mediasi terhadap customer loyalty pada konsumen
gojek surabaya. Landasan teori ini disusun guna membantu proses pemahaman konsep
teoritis.

2.2 Pengertian Merek


Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 dalam Fandy Tjiptono
pengertian merek adalah : Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur yaitu
brand name yang terdiri dari dari huruf –huruf atau kata-kata yang dapat terbaca. Serta
brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur
dari merek tersebut, selain berguna untuk membedakan satu produk dengan produk
pesaingnya juga berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan
mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Menurut Rangkuti (2004:37) sebuah
merek harus :
1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut
2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, diingat. Nama yang singkat akan
sangat membantu.
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagi bahasa asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum. Dengan merek yang baik, konsumen dapat memutuskan
untuk datang dan membeli. Inti dari sebuah merek adalah gagasan dan kreatifitas
yang disempurnakan oleh imajinasi yang terus berkembang sehingga sebuah merek
selalu ada di dalam pikiran konsumen.

9
2.2.1. Elemen Merek

Elemen merek (Kotler:2009, 269) adalah alat pemberi nama dagang yang
mengidentifikasikan dan mendiferensiasikan merek. Merek setidaknya harus memiliki
beberapa elemen yang mampu memberikan kontribusi positif dalam penciptaan merek
yang ideal. Beberapa elemen tersebut antara lain :
1. Nama merek, merupakan bagian dari merek yang dapat diucapkan. Nama merek
merupakan unsur sentral yang ada di dalam suatu merek. Nama merek harus mudah
di ucapkan, dapat di ingat dengan baik oleh konsumen, serta memiliki konotasi yang
baik di dalam pikiran penggunanya.
2. Logo dan simbol, merupakan seperangkat gambar atau huruf yang diciptakan untuk
mengindikasikan keorisinilan, kepemilikan ataupun asosiasi. Walaupun kunci
elemen dalam merek adalah nama merek, namun logo dan simbol sangat penting
agar dapat dikaitkan dengan suatu nama merek didalam ingatan pelanggan
3. Karakter, merupakan unsur khusus di dalam simbol suatu merek. Karakter
umumnya muncul dalam iklan dan memainkan peran penting dalam suatu merek.
Kriteria memilih elemen merek tiga yang pertama : dapat diingat, berarti, dan dapat
disukai adalah pembangunan merek, tiga yang terakhir : dapat ditransfer, dapat
disesuaikan, dan dapat dilindungi adalah kriteria defensif dan berhubungan dengan
cara mempengaruhi dan melindungi ekuitas elemen merek dalam menghadapi
peluang dan keterbatasan (Kotler:z)
Menurut Muzellec and Lambkin (2006) rebranding adalah sebuah praktek dari
pembentukan nama baru yang mempresentasikan perubahan posisi dalam pola pikir para
stakeholder dan pembedaan identitas dari kompetitornya. Menurut Muzellec et al. (2003)
rebranding dapat dibagi menjadi 4 dimensi yaitu:
1. Brand Repositioning, proses ini dianggap lebih dinamis karena merupakan proses
tambahan dimana harus selalu diatur setiap waktu untuk selalu siap dengan
perubahan market trend dan tekanan kompetitif dalam eksternal event yang lebih
luas. Brand positioning dilakukan untuk merubah persepsi konsumen.
2. Brand Renaming merupakan yang paling komprehensif dan paling beresiko dalam
proses rebranding. Renaming menjadi tahapan dimana nama baru menjadi media
mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa perusahaan atau brand
melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau perubahan struktur
kepemilikan.

10
3. Brand Redesign adalah mendesain ulang logo, gaya dan pesan seiring dengan
menciptakan citra merek baru. Nama, slogan, dan logo merupakan elemen penting
dalam merancang sebuah merek, karena merupakan kebutuhan perusahaan untuk
membangun misi dan nilai-nilai dalam proses rebranding.
4. Brand Relaunching adalah peluncuran atau pemberitahuan brand baru ke dalam
internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal dapat dilakukan dengan brosur
atau buletin, internal meeting, dan juga melalui workshop atau intranet. Sedangkan
untuk eksternal dapat melalui press relase, advertising dan media lainnya. untuk
menarik perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat memfasilitasi proses
adopsi dari nama baru tersebut kepada para stakeholder.

2.2. Rebranding
Menurut Muzellec and Lambkin (2006) rebranding adalah sebuah praktek dari
pembentukan nama baru yang mempresentasikan perubahan posisi dalam pola pikir para
stakeholder dan pembedaan identitas dari kompetitornya. Menurut Muzellec et al. (2003)
rebranding dapat dibagi menjadi 4 dimensi yaitu:

1. Brand Repositioning, proses ini dianggap lebih dinamis karena merupakan proses
tambahan dimana harus selalu diatur setiap waktu untuk selalu siap dengan
perubahan market trend dan tekanan kompetitif dalam eksternal event yang lebih
luas. Brand positioning dilakukan untuk merubah persepsi konsumen.
2. Brand Renaming merupakan yang paling komprehensif dan paling beresiko dalam
proses rebranding. Renaming menjadi tahapan dimana nama baru menjadi media
mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa perusahaan atau brand
melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau perubahan struktur
kepemilikan.
3. Brand Redesign adalah mendesain ulang logo, gaya dan pesan seiring dengan
menciptakan citra merek baru. Nama, slogan, dan logo merupakan elemen penting
dalam merancang sebuah merek, karena merupakan kebutuhan perusahaan untuk
membangun misi dan nilai-nilai dalam proses rebranding.
4. Brand Relaunching adalah peluncuran atau pemberitahuan brand baru ke dalam
internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal dapat dilakukan dengan brosur
atau buletin, internal meeting, dan juga melalui workshop atau intranet. Sedangkan
untuk eksternal dapat melalui press release, advertising dan media lainnya. untuk

11
menarik perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat memfasilitasi proses
adopsi dari nama baru tersebut kepada para stakeholder.

Dalam pandangan Argenti (2010: 160), ada tiga tiga persyaratan utama dalam
melakukan rebranding, yaitu bukan hanya sekedar menutupi kecacatan produk, skandal
produk yang terjadi pada perusahaan dan citra negatif. Dalam mengganti merek harus
melakukan riset dan analisis yang mendalam, merek pengganti harus lebih baik dari
sebelumnya, nama yang diluncurkan harus singkat, jelas, dan mudah diucapkan. Argenti
juga menambahkan bahwa tujuan perusahaan melakukan rebranding yaitu :
1. Menyegarkan kembali atau memperbaiki citra merek.
2. Memulihkan citra setelah terjadi krisis atau skandal.
3. Bagian dari merger atau akuisisi.
4. Bagian dari de – marger atau spin off.
5. Mengharmonisasikan merek dipasar Internasional.
6. Merasionalisasi portofolio merek.
7. Mendukung arah strategik pemasaran.
8. Alasan finansial.
9. Kepemimpinan baru.
10. Analisa prospektif pasar.
11. Identitas dari perusahaan tidak dapat mewakili pelayanan atau perusahaan.
12. Perusahaan memiliki reputasi yang buruk atau negatif.
13. Perusahaan ingin memberikan seuatu baru yang baru kepada publik, seperti
pembenahan, perluasan, dan lain – lain.
Sementara menurut Lomax dan Mador (2006: 236 – 246) faktor – faktor penyebab
terjadinya rebranding ada dua, yaitu :
1. Internal Factor (Faktor Internal) :
a. Changes in corporates strategy, maksudnya adalah rebranding bisa terjadi
karena adanya perubahan dalam strategi perusahaan.
b. Changes in organization behavior including culture, maksudnya rebranding
juga bisa terjadi karena adanya perubahan dalam perilaku organisasi, termasuk
di dalamnya adalah perubahan dalam budaya perusahaan.
c. Changes in corporate communication, maksudnya adalah rebranding terjadi
karena adanya perubahan dalam komunikasi perusahaan.

12
d. Changes in fashion, maksudnya adalah rebranding juga bisa terjadi karena
perubahan dan kebiasaan organisasi.
2. External Factors (faktor – faktor eksternal), yang terdiri dari :
a. Imposed corporate structural change, maksudnya rebranding bisa juga terjadi
karena adanya perubahan struktur perusahaan (misalnya karena dilakukan
merger atau akuisisi).
b. Concern over external perceptions of the organization and its activities,
maksudnya rebranding bisa terjadi karena perusahaan memperhatikan persepsi
– persepsi eksternal dari suatu organisasi dan kegiatan – kegiatannya.

Sedangkan menurut Thurtle (2002: 28 – 30) dalam Consignia Plays The Rebranding
Names Games – and Loses ada beberapa kondisi yang memungkinkan sebuah perusahaan
untuk melakukan rebrand, yaitu sebagai berikut :
1. Perusahaan ingin memutuskan hubungan yang telah terjalin.
2. Perusahaan penggabungan dengan perusahaan lain.
3. Adanya brand name yang sama dengan perusahaan lain.
4. Brand yang dipakai saat ini dipersepsikan sudah kuno.
5. Brand yang dimiliki dikait – kaitkan dengan kejadian buruk atau tragedi.

Menurut Muzellec and Lambkin (2006: 39 – 54) mengilustrasikan dua dimensi


dasar dari rebranding sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Rebranding as continuum

Sumber : Muzellec and Lambkin

Rebranding digambarkan menurut tingkatan dari perubahan di dalam marketing


aesthetics dan perubahan dalam memposisikan brand. Dalam model ini rebranding dapat

13
digolongkan sebagai evolutionary dan revolutionary. Evolutionary rebranding
menguraikan suatu pengembangan kecil secara wajar dalam memposisikan dan marketing
aesthetics perusahaan yang berangsur – angsur sangat nampak pada observator yang luar.
Semua perusahaan mengalami proses ini dari waktu ke waktu melalui sebuah rangkaian
penyesuaian dan inovasi yang kumulatif dengan cara yang tidak peka untuk belajar.
Revolutionatry branding, menguraikan suatu perubahan yang besar, yang bisa
diidentifikasikan dengan perubahan dalam memposisikan dan marketing aesthetics yang
pada dasarnya mengartikan kembali perusahaan. Perubahan ini adalah biasanya
dilambangkan oleh suatu penggantian nama. Dengan demikian variable ini digunakan
sebagai sebuah pengidentifikasian untuk kasus – kasus revolutionary rebranding.

Sedangkan menurut Keller (2000) yang disajikan oleh Muzellec dan Lambkin (2006:
28 – 30) rebranding itu bertingkat. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam memahami
tentang rebranding dalam konteks yang lebih sederhana yaitu dalam tingkat hierarchy
seperti apa yang digambarkan dalam gambar dibawah :

Gambar 2.2 : Rebranding In Hierachy

Sumber : Keller (2000)

Ketika ke tiga tingkat dari hirarki digabungkan, arsitektur brand cocok untuk suatu
“brand house”, adalah ketika master brand membentangkan ke seluruh hierarki (Aaker,
2000). Sebaiknya, suatu “house of brand” arsitekturnya ketika nama yang terpisah untuk
masing – masing lini produk dipertahankan dan berpotensi tidak relevan atau menghindari
kerugian asosiasi – asosiasi brand perusahaan.

2.3. Brand Association

Menurut Aaker (1991) brand association adalah merupakan segala sesuatu yang
terkait dengan memori terhadap sesuatu brand. Asosiasi-asosiasi terhadap suatu brand
(brand associations) jumlahnya sangat banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai makna

14
yang berarti. Menurut Aaker (1991) Berikut adalah 11 dimensi asosiasi merek seperti yang
dinyatakannya:
1. Product Atributes (atribut produk) Atribut akan menunjukkan ciri spesifik dari
produk tersebut yang akan memperkuat citra produk tersebut sebagai suatu merek
yang memiliki ciri tertentu. Atribut tersebut meliputi: kemasan, manfaat, harga, rasa,
kualitas dan reputasi produk.
2. Intangibles Atributes (atribut tak berwujud) Citra yang melekat dalam suatu produk
akan diasosiasikan oleh banyak konsumen sebagai kelebihan tertentu yang memiliki
suatu nilai sebagai atribut yang tidak berwujud secara fisik. Atribut tak berwujud
merupakan value aded (manfaat lebih) yang dipersepsi/diasosiasikan oleh konsumen
secara kualitatif, artinya meskipun tidak terlihat secara fisik tetapi dapat dirasakan
dan dinikmatinya.
3. Customer’s Benefit (manfaat bagi pelanggan) Branded suatu produk akan
memudahkan konsumen yang akan membutuhkan suatu produk sesuai dengan
spesifikasi dan manfaat yang diinginkan oleh pelanggan. Produk yang sudah sangat
dikenal oleh konsumen akan serta merta dipersepsi oleh konsumen pada utility (nilai
guna) produk tersebut melalui penjelasan singkat tertera dalam kemasan.
4. Relative Price (harga relatif) Konsumen akan menghargai nilai produk tersebut
bukan hanya sekedar kemanfaatannya saja, akan tetapi mereka akan menilai tinggi
rendahnya harga suatu produk secara relatif atas dasar branded tidaknya suatu
produk. Untuk produk-produk tertentu yang telah dicitrakannya sedemikian rupa
berapapun harga yang ditetapkan akan dipersepsi oleh konsumen secara positif,
semakin mahal nilai harga produk tersebut ditetapakan maka semakin exlusive.
5. Application (penggunaan) Pemanfaatan suatu produk diasosiasi oleh konsumen
terkait dengan kugunaan dan cara penggunaan yang melekat pada brand suatu
produk. Produk yang diasosiasikan makin dekat dengan konsumen, makin friendly
dan makin mudah aplikasi dan penggunaannya.
6. User Customer (pengguna atau pelanggan) Pelanggan memilki kebiasaan tertentu
dalam memilih karakter produk yang sesuai dengan kebutuhan atas dasar merk yang
dicitrakannya, kadang produk merek tertentu diasosikan oleh pelanggan seperti
menyebut merk tersebut sama/identik dengan fungsinya.
7. Celebrity person (orang terkenal) Citra merk akan menentukan posisioning suatu
produk sebagai pembeda dengan produk sejenis lainnya yang melekat pada person
orang tertentu dan kelas tertentu seperti selebritis dan orang ternama lainnya. Brand
15
menjadi semakin terkenal karena dilengkapi dengan komunikasi audience dengan
menggunakan orang yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat.
8. Life style Personality (gaya hidup / kepribadian) Produk yang dipilih atas dasar
brand association mencerminkan konsumen yang memiliki kepribadian tertentu
sesuai dengan gaya hidupnya (life style). Life style berhubungan erat dengan selera
konsumen yang mewakili gaya hidup yang dipersepsikan jika konsumen
mengkonsumsi produk tertentu semakin sehat, atau jika mnggunakan produk
tertentu yang asosiasikan semakin percaya diri.
9. Product Class (kelas produk) Tiap citra yang melekat pada produk secara otomatis
akan membntuk dan menempatkan kualifikasi tertentu dari produk yang
bersangkutan. Ada kebanggaan tersendiri jika seorang konsumen menggunakan
produk tertentu yang sekan menampatkan dirinya menjadi orang yang masuk kelas
tertentu yang tercermin dari tampilan, harga dan reputasi produk yang bersangkutan.
10. Competitors (pesaing) Produk induk yang telah branded akan memancing
tumbuhnya produk sejenis sekaligus sebagai pesaingnya. Jika produk pengikut
tersebut tidak memiliki kekhasan dan kelebihan tertentu akan produk induk maka
selamanya.
11. Country / geographic Area (negara wilayah geografis) Tiap daerah memiliki
karakter tertentu dalam mengkonsumsi suatu produk sehingga diperlukan tingkat
kejelian tertentu dalam mencitrakan produk tersebut agar dapat beradaptasi dengan
lingkungan dimana konsumen tersebut berada. Dengan memperhatikan produk yang
ditawarkan pada konsumen maka brand association dapat diukur pula dengan
beberapa hal terkait dengan manfaat, harga ,rasa, kualitas, kemasan dan reputasi
produk.

2.4. Brand Image


2.4.1. Pengertian Brand Image

Menurut Kotler (2009) menyebutkan citra merek adalah persepsi masyarakat


terhadap perusahaan atau produknya. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor yang di luar
kontrol perusahaan. Citra yang efektif akan berpengaruh terhadap tiga hal yaitu : pertama,
memantapkan karakter produk dan usulan nilai. Kedua, menyampaikan karakter itu dengan
cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter pesaing. Ketiga,
memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekadar citra mental. Supaya bisa

16
berfungsi citra harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan
kontak merek.
Menurut Hossain (2007) menyatakan bahwa citra merek adalah keseluruhan dari
persepsi konsumen mengenai merek atau bagaimana mereka mengetahuinya. Hal tersebut
dipertegas oleh Simamora (2008) bahwa citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam
jangka panjang (enduring perception) maka tidak mudah untuk membentuk citra, sehingga
bila telah terbentuk akan sulit mengubahnya. Menurut Supranto dan Limakrisma (2011)
menyatakan citra merek adalah apa yang konsumen pikir dan rasakan ketika mendengar
atau melihat suatu merek dan apa yang konsumen pelajari tentang merek. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang dapat konsumen
rasakan dan dipikirkan yang diciptakan dan dipelihara oleh pemasar agar terbentuk di
dalam benak konsumen.
Menurut Kotler dan Keller (2009) citra merek adalah sejumlah keyakinan, ide, dan
kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek. Sedangkan citra merek adalah
persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi
yang tertanam dalam ingatan konsumen. Sedangkan menurut Utami (2010) citra merek
adalah serangkaian asosiasi yang biasanya diorganisasikan di seputar beberapa tema yang
bermakna. Menurut Roslina (2010) mendefinisikan bahwa “Citra merek merupakan
petunjuk yang akan digunakan oleh konsumen untuk mengevaluasi produk ketika
konsumen tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu produk”. Terdapat
kecenderungan bahwa konsumen akan memilih produk yang telah dikenal baik melalui
pengalaman menggunakan produk maupun berdasarkan informasi yang diperoleh melalui
berbagai sumber.
Menurut Tjiptono (2011) bahwa brand image atau citra merek adalah merupakan
serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil
pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek. Sedangkan menurut
Ferrinadewei (2008) dapat juga dikatakan bahwa citra merek atau brand image merupakan
konsep yang diciptakan oleh konsumen karena alasan subyektif dan emosi pribadinya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka citra merek menurut penulis adalah persepsi
konsumen untuk mengevaluasi suatu produk ketika konsumen tidak memiliki pengetahuan
yang cukup baik tentang suatu produk. Konsumen cenderung akan memilih produk yang
telah terkenal dan digunakan oleh banyak orang daripada produk yang baru dikenalnya.
Selanjutnya Plummer (2007:54) menambahkan juga bahwa dimensi brand image
terdiri atas tiga bagian, yaitu :
17
1. Product attributes, yang merupakan hal - hal yangberkaitan dengan merek tersebut
sendiri, seperti simbol, design, teknologi yang digunakan, nama yang digunakan, dan
lain-lain.
2. Consumer benefits, yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut. Seperti
manfaat yang diberikan produk dari merek tersebut.
3. Brand personality, merupakan kepribadian bagi para penggunanya. Seperti respon
konsumen setelah menggunakan merek tersebut

2.4.2. Faktor-Faktor Pembentuk Brand Image


Menurut Sciffman dan Kanuk (2010) ada beberapa faktor pembentuk brand image
(citra merek), sebagai berikut :

1. Kualitas dan mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh
produsen dengan merek tertentu.
2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang
dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk yang bisa
dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Pelayanan, yang terkait dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya.
5. Resiko, terkait dengan besar kecilnya akibat untung dan rugi yang mungkin dialami
oleh konsumen.
6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak
sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mempengaruhi
suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.
7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan,
dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu.

2.4.3 Indikator Brand Image


Menurut Da Silva dan Alwi (2006) menyebutkan indikator brand image (citra merek)
antara lain :
1. The level of physical attributtes yaitu mengenal nama merek, logo atau lambang
merek.
2. The level of the Functional implication yaitu resiko atau manfaat yang akan
diperoleh.

18
3. The psychosocial implication yaitu perasaan senang dan nyaman ketika
memakainya. Sedangkan menurut Villegas yang dikutip oleh Perdana (2010)
menambahkan bahwa indikator citra merek adalah image yang positif (kesan yang
baik).
4. Menimbulkan rasa suka.
5. Kesan yang baik.
6. Merek yang populer.
7. Harga yang sesuai.

2.4.4. Komponen Brand Image

Menurut Hogan (2007) citra merek merupakan asosiasi dari semua informasi yang
tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi ini
didapat dari dua cara yaitu:
1. Melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan
fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak cuma dapat bekerja
maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat
memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh
kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen yang akan
mengkontribusi atas hubungan dengan merek tersebut.
2. Persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai
macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public
relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan
performa pelayanan. Bagi banyak merek, media, dan lingkungan dimana merek
tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut-atribut yang berbeda. Setiap alat
pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting
demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau
seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari merek tersebut.
Menurut Arnould (2007) gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi
merek, dan citra ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan
diantaranya. Citra merek terdiri dari atribut objektif/instrinsik seperti ukuran
kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan, dan
asosiasi yang ditimbulkan oleh merek produk tersebut. Komponen citra merek
(brand image) menurut Simamora (2011) terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1) Citra

19
pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan
konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu barang atau jasa. 2) Citra
pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen
terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. 3) Citra produk
(product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap
suatu barang atau jasa..

2.5. Brand Loyalty

Menurut Aaker (2001) loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan
terhadap sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang kemungkinan
seorang pelanggan beralih ke produk lain terutama pada suatu merek tersebut didapatinya
adanya perubahan, baik 20 menyangkut harga atau atribut lain. Aaker (2001) melanjutkan
bahwa terdapat beberapa tingkatan loyalitas. Berturut-turut dimulai dari tingkatan yang
paling rendah. (1) berpindah-pindah (switches), (2) pembeli yang bersifat kebiasaan
(habitual buyer), (3) pembeli yang puas dengan biaya peralihan (satisfied buyer), (4)
menyukai merek (likes the brand), (5) pembeli yang komit (commited buyer). Rangkuti
(2004) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat diukur melalui:

1. Behavior measures Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk
habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola
pembelian aktual.
2. Measuring switch cost Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifiksikan
loyalitas pelanggan dalam suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti
merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju
penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.
3. Measuring satisfaction Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan suatu merek merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek.
Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya
tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada
faktor penarik yang cukup kuat.
4. Measuring liking brand Kesukaan terhadap merek, kepecayaan, perasaan hormat
atau bersahabat dengan suatu merekmembangkitkan kehangatan dan kedekatan
dalam perasaan pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan

20
yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan untuk
membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut.
5. Measuring commitment Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan
komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan
suatu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada
orang lain baik dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan
Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana pada piramida loyalitas berikut:

Gambar 2.3. Piramida Loyalitas Merek

Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:

1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali
tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek
memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis
konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen
switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam
melakukan pembelian)
2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan,
atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat
dimensi setidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan,
terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suat tambahan biaya. Para
pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).

21
3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya
peralihan, baik dalam waktu, uanga tau resiko sehubungan dengan upaya untuk
melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan
konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan
penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan
konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol.
Rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi.
Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan
emosional dalam menyukai merek.
5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu
kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek tersbeut
sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi
mengenai siapa mereka sebenarnya. Loyalitas merek para pelanggan yang ada
mewakili suatu aset strategi dan jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan
mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk.

2.6. Hubungan Antar Variabel

Brand
Association

asdasdasdad
Rebranding Brand
Loyalty
asdasdasdasd
Brand Image
asd

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

1. Hubungan antara Rebranding dengan Brand Association


Brand yang baik akan senantiasa menjalankan fungsinya dengan baik juga. Fungsi
dari Brand untuk konsumen menurut (Kapferer 1977) adalah sebagai Identification,
Practically, Optimization, Characterization, Continuity, Hedonistic, Ethical. Branding
termasuk komponen penting yang ikut menentukan proses pengambilan keputusan
membeli bagi pelanggan. Brand yang baik akan menempatkan perusahaan atau produk

22
di atas para pesaing, dan membantu perusahaan menjadi pilihan utama. Brand
Association adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah produk.
Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.
Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak
pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Menurut Rangkuti
(2004, p.243-244) asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan
mengenai sebuah merek. Asosiasi ini merupakan atribut yang ada di dalam merek itu
dan memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih besar
apabila pelanggan mempunyai banyak pengalaman yang berhubungan dengan merek
tersebut.

H1 : Rebranding berpengaruh positif terhadap Brand Association

2. Hubungan antara Rebranding dengan Brand Image.


Proses dalam sebuah rebranding sendiri dapat terjadi dalam 4 tahap yaitu:
repositioning, renaming, redesign, dan relaunching. Brand Repositioning lebih
dinamis, merupakan proses berkembang sedikit demi sedikit secara teratur
(inkremental) dimana harus selalu diatur setiap waktu untuk selalu siap dengan
perubahan market trend dan tekanan kompetitif dalam eksternal event yang lebih luas.
Brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori
konsumen pada merek tersebut. Artinya, beberapa aspek yang membuat brand image
menjadi begitu bervariasi yaitu : 1) Letak citra/image. Apakah citra tersebut berada
dalam benak konsumen atau memang pada objeknya. 2) Sifat alaminya. Apakah citra
tersebut mengacu pada proses, bentuk atau sebuah transaksi. 3) Jumlahnya. Berapa
banyak dimensi yang nantinya dapat membentuk citra.

H2 : Rebranding berpengaruh positif terhadap Brand Image

3. Hubungan antara Brand Association terhadap Brand Loyalty.


Pengertian Brand Association menurut Aaker (1996) adalah segala hal yang berkaitan
dengan ingatan merek. Sekumpulan asosiasi merek terhadap suatu merek akan
membentuk citra merek, dan citra tersebut merupakan himpunan dan keyakinan yang
timbul dari seseorang atas suatu merek tertentu Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun
juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat
apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk
mengkomunikasikanya. Seberapa besar keberhasilan dari penampakan merek itu akan

23
tertanam di benak konsumen, kesan-kesan yang terkait dalam merek akan semakin
menigkat dengan semakin banyak pengalaman konsumen dalam megkonsumsi suatu
merek. Loyalitas merek (Brand loyalty) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan
kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran mungkin tidaknya
seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek tersebut
didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga atribut lain. Seorang pelanggan
yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan
pembelianya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut.

H3 : Brand Association berpengaruh positif terhadap Brand Image

4. Hubungan antara Brand Association terhadap Brand Image.


Brand association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah
merek. Brand association mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan
tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut, produk,
geografis, harga, pesaing, selebriti, dan lain - lainnya. Citra merek berkaitan dengan
kombinasi pengaruh dari asosiasi merek atau lebih khusus, persepsi konsumen
mengenai merek tangible dan intangible, menguraikan asosiasi yang unik, kuat dan
disukai (Sitinjak dan Tumpal, 2005). Dengan pengelolaan brand image yang baik dapat
mengatasi problem pemasaran karena brand image lebih berfokus pada aspek
psikologis konsumen yang sulit ditiru oleh pesaing. Keller mendefinisikan citra merek
sebagai persepsi tentang merek sebagaimana yang dicerminkan oleh merek itu sendiri
ke dalam memori ketika seorang konsumen melihat merek tersebut. Citra merek
dibangun dari beberapa sumber yang meliputi merek dan pengalaman kategori produk,
atribut produk, informasi harga, positioning pada komunikasi promosi, imaginasi
pemakai, dan keadaan pemakaian.

H4 : Brand Association berpengaruh positif terhadap Brand Loyalty

5. Hubungan antara Brand Association terhadap Brand Image.


Keller (1993) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi tentang merek sebagaimana
yang dicerminkan oleh merek itu sendiri ke dalam memori ketika seorang konsumen
melihat merek tersebut. Citra merek dibangun dari beberapa sumber yang meliputi
merek dan pengalaman kategori produk, atribut produk, informasi harga, positioning
pada komunikasi promosi, imaginasi pemakai, dan keadaan pemakaian. Model
konseptual dari citra merek menurut Keller (1993 h.63) meliputi atribut merek,

24
keuntungan merek, dan sikap merek. Konsumen beranggapan bahwa citra sebuah
perusahaan akan mempengaruhi citra merek suatu produk yang dihasilkannya. Citra
merek dibangun dengan memperhatikan indikator-indikator seperti kualitas produk,
harga, promosi, dan gaya hidup. Citra merek yang baik seringkali dikaitkan dengan
loyalitas terhadap merek itu sendiri. Citra merek yang baik tentu saja harus diiringi
dengan kualitas barang dan jasa. Citra baik dari merek yang sudah timbul sebelumnya
dari barang dan jasa yang baik pula, tentu akan menimbulkan loyalitas terhadap merek
itu sendiri.

H5 : Brand Image berpengaruh positif terhadap Brand Loyalty

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan antara
rebranding, brand association, brand image, dan brand loyalty adalah penelitian kausal.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Menurut Malhotra (2009),
penelitian kuantitatif adalah metodologi penelitian yang berupaya untuk mengkuantifikasi
data, dan biasanya, menerapkan analisis statistic tertentu. Dengan pengumpulan data
menggunakan penyebaran kuisioner.

3.2. Definisi Operasional Variable


Definisi operasional variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4
variabel, yaitu:

1. Variabel eksogen / independen, yaitu Rebranding


A. Rebranding (x1)
Rebranding didefinisikan sebagai pembentukan nama baru yang
mempresentasikan perubahan posisi dalam pola pikir para stakeholder dan
pembedaan identitas dari kompetitornya. Dimensi dari Rebranding adalah
sebagai berikut:
a. Brand Repositioning
dilakukan untuk menanamkan persepsi baru bagi konsumen. Dimensi
ini dapat diukur dalam indikator sebagai berikut.
• X1.1Saya mengetahui perubahan brand GOJEK yang
menandakan GOJEK memiliki produk dan promosi baru dari
brand sebelumnya
• X1.2 Saya merasa brand baru GOJEK terlihat lebih elegan.
• X1.3 Saya merasa brand GOJEK memiliki kualitas pelayanan
yang lebih baik dibanding brand Grab.
b. Brand Renaming

26
Menjadi tahapan dimana nama baru menjadi media mengirimkan sinyal
kuat kepada seluruh stakeholder. Dimensi ini dapat diukur dalam
indikator sebagai berikut.
• X1.4 Saya mengetahui perubahan Logo GOJEK
• X1.5 Brand GOJEK terkesan lebih mudah dan simple yang
tertanam dalam benak konsumen.
• X1.6 Brand GOJEK memberikan makna manfaat yang lebih sesuai
dengan logo merek baru (Solv).
c. Brand Redesign
Adalah mendesain ulang logo, gaya dan pesan seiring dengan
menciptakan citra merek baru. Dimensi ini dapat diukur dalam indikator
sebagai berikut.
• X1.7 Saya mudah mengetahui brand GOJEK melalui tampilan
symbol.
• X1.8 Saya menyukai perubahan brand dari GOJEK
• X1.9 Perubahan design logo GOJEK memiliki kesan smart dan
simple (satu tombol untuk semua).
d. Brand Relaunching
Adalah peluncuran atau pemberitahuan brand baru ke dalam internal dan
eksternal perusahaan. Dimensi ini dapat diukur dalam indikator sebagai
berikut.
• X1.10 Kejelasan informasi tentang perubahan brand GOJEK
yang diberikan kepada konsumen cukup jelas
• X1.11 Tingkat kesadaran konsumen terhadap brand GOJEK
melalui media cetak dan media elektronik cukup bagus
• X1.12 Perubahan brand GOJEK diterima oleh konsumen dari
brand sebelumnya
2. Variabel Intervening, yaitu :
B. Brand Association (y1)
Brand association dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
pengambilan keputusan pemberian atas dasar pengalaman masa lalu dalam
penggunaan atau kedekatan assosiasi dengan berbagai karakteristik
merek..Brand association dapat diukur dalam indikator sebagai berikut:

27
• Y1.1 Saya memilih GOJEK karena merupakan pioneer penyedia
layanan jasa transportasi online pertama dengan pelayanan yang baik.
• Y1.2 Saya memilih GOJEK karena pilihan dan menu fiturnya sesuai
dengan kategori kebutuhan.
• Y1.3 Saya memilih GOJEK karena memiliki banyak promosi dan
kemudahan dalam proses pembayaran.
• Y1.4 Saya memilih GOJEK karena identik dengan lifestyle jaman
sekarang
• Y1.5 Saya menaruh kepercayaan penuh terhadap kredibilitas
perusahaan.
C. Brand Image (y2)
Brand image adalah persepsi yang ada di benak konsumen terhadap suatu merek
atau perusahaan. Dimensi dari brand image adalah:
a. Product attributes
Product attributes merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek
tersebut sendiri, seperti simbol, design, teknologi yang digunakan, nama
yang digunakan, dan lain-lain.
• Y2.1 Mengunakan GOJEK membuat saya lebih yakin dan
percaya.
• Y2.2 GOJEK memberikan kesan cepat, mudah dan murah
kepada konsumennya
• Y2.3 GOJEK mengutamakan layanan kepada konsumennya
• Y2.4. GOJEK selalu memiliki inovasi baru untuk ditawarkan
kepada konsumenya.
b. Consumer benefits
Consumer benefits merupakan kegunaan produk dari merek tersebut.
Seperti manfaat yang diberikan produk dari merek tersebut.
• Y2.4 Saya merasakan kecepatan, kemudahan dan biaya yang
terjangkau pada saat menggunakan GOJEK.
• Y2.5 GOJEK mampu memberikan pelayanan dan kemudahan
yang sesuai harapan.
• Y2.6 Saya bisa merasakan manfaat langsung dari pilihan
kategori yang ditawarkan pada GOJEK.

28
c. Brand personality
Brand personality merupakan kepribadian bagi para penggunanya.
Seperti respon pengguna/konsumen setelah menggunakan merek
tersebut.
• Y2.9 GOJEK memahami keinginan saya
• Y2.10 GOJEK membantu saya dalam kemudahan mendapatkan
sharing transportation, pembayaran dan informasi.
• Y2.11 IndiHome menghargai kritik/saran yang saya berikan
3. Variabel endogen atau dependen, yaitu:
D. Brand Loyalty (z1)
Loyalitas merek (Brand loyalty) merupakan suatu ukuran keterkaitan
pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran
mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama
jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga
atribut lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak
akan dengan mudah memindahkan pembelianya ke merek lain, apapun yang
terjadi dengan merek tersebut.
Brand loyalty dapat diukur dalam indikator sebagai berikut.
• Z1.1 Saya akan menggunakan terus produk GOJEK
• Z1.2 Saya akan merekomendasikan GOJEK kepada teman, rekan,
atau kerabat saya
• Z1.3 Saya dengan senang hati memberikan masukan untuk
peningkatan kualitas GOJEK
• Z1.4 Saya akan menginformasikan keluhan kepada GOJEK untuk
meningkatkan kepuasan konsumen
• Z1.5 Saya akan menceritakan pada orang lain tentang kelebihan
GOJEK daripada produk competitor.

3.3.Populasi dan Sampel

Menurut Malhotra (2009) data sampling, elemen adalah obyek (atau manusia) tentang
atau dari mana informasi yang diinginkan. Dalam penelitian survei, elemen biasanya adalah
responden. Populasi adalah gabungan seluruh elemen yang memiliki serangkaian
karateristik serupa yang mencakup semesta untuk kepentingan masalah riset pemasaran.

29
Pedoman menentukan jumlah sampel berdasarkan pendapat Malhotra (2009) penelitian ini
akan mengambil sampel konsumen yang pernah menggunakan GOJEK di wilayah
Surabaya yang merupakan lingkup regional maka jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 150 responden.

3.4 Jenis dan Sumber data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Yang dimaksud dengan data primer yaitu data yang berasal langsung dari
sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan
permasalahan yang diteliti (Uma, 2007) Data Primer dalam penelitian ini adalah data
yang diperoleh langsung dari penyebaran kuisioner atau daftar pernyataan kepada
responden yang terpilih dalam penelitian ini. Sedangkan data skunder adalah data
pendukung sekunder, yang diperoleh melalui hasil dokumentasi, literatur, artikel, jurnal
serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.

3.5 Metode Pengumpulan data

Adapun sebelum dilakukan penelitian secara mendalam mengenai topik yang


ingin digali, penulisvmenetapkan rencana pengumpulan data dengan menyebarkan
kuisioner. Menurut Rangkuti (2002) tujuan kuisioner adalah memperoleh informasi
yang relevan dengan tujuan survei, memperoleh informasi dengan tingkat
keandalandan keabsahan setinggi mungkin, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut dilakukan sendiri oleh responden tanpa bantuan dari pihak peneliti. Pertanyaan
yang diajukan pada responden harus jelas dan tidak meragukan responden.

Dengan melakukan penyebaran kuisioner responden untuk mengukur persepsi


responden menggunakan Skala Likert (FreedyRangkuti, 2002). Pernyataan dalam
kuisioner dibuat dengan menggunakan skala 1-5 untuk mewakili pendapat dari
respondem. Nilai untuk skala tersebut adalah :
a. Sangat Setuju :5

b. Setuju :4

c. Cukup Setuju :3

30
d. Tdak Setuju :2

e. Sangat Tidak Setuju :1

3.6 Teknik Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan Structural Equation


Model (SEM). Model yang digunakan adalah analisis jalur (Path Analysis). Menurut
Riduwan dan Kuncoro (2007) Path Analysis digunakan untuk menganalisis pola
hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun
tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat
(endogen). Besarnya pengaruh (relatif) dari suatu variabel eksogenus ke variabel
endogenus tertentu, dinyatakan oleh bilangan koefisien jalur (path coefficient).
Selanjutnya teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis
Partial Least Square (PLS) menggunakan SmartPLS. Ada empat alasan penggunaan
Partial Least Square (PLS) (Yamin & Kurniawan, 2011), yaitu:
1. Algoritma Partial Least Square (PLS) tidak terbatas hanya untuk hubungan
indikator dengan konstrak latennya bersifat reklektif saja tapi juga bisa untuk
hubungan bersifat formatif.
2. Partial Least Square (PLS) dapat menaksir model path dengan sampel kecil (Chin
dan Newsted
3. Partial Least Square (PLS) dapat digunakan untuk model yang sangat komplek
(terdiri dari banyak variabel laten).
Partial Least Square (PLS) dapat digunakan pada distribusi data sangat miring.

Pendekatan menggunakan Partial Least Square (PLS) adalah distribution free, yaitu

tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, dapat berupa nominal, ordinal,

interval, dan rasio. Dengan berbagai kelebihan yang ada pada Partial Least Square

(PLS), bisa manaksir dengan sampel kecil, tidak harus mengasumsikan dengan skala

tertentu, dan dapat juga untuk konfirmasi teori maka metode Partial Least Square

(PLS) merupakan metode analisis yang powerful dan dianggap sebagai model alternatif

dari covariance based SEM. Cara Kerja Partial Least Square (PLS) Pada dasarnya

31
tujuan Partial Least Square (PLS) untuk membantu mendapatkan nilai variabel laten

untuk tujuan prediksi. Weight estimate untuk menghasilkan skor variabel laten didapat

dari inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer

model (model pengukuran, hubungan antara indikator dengan konstruknya). Analisis

data dan peodelan persamaan structural dengan menggunaakn software PLS, adalah

sebagai berikut :

1. Merancang Model Struktural (Inner Model)


Model pengukuran atau Inner Model adalah model yang menspesifikasi
hubungan antara variable laten berdasarkan pada substantive theory.
Perencangan Model Struktural hubungan antar variable laten didasarkan pada
rumusan masalah atau hipotesis penelitian.
2. Merancang Model Pengukuran (Outer Model)
Model pengukuran atau Outer Model adalah model yang menspesifikasi
hubungan antar variable laten dengan indikator-indikatornya atau bisa
dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator
berhubungan dengan variable latennya (Ghazali, 2008:22).
1. Mongkontruksi diagram jalur
2. Melakukan estimasi atau pendugaan parameter. Pendugaan parameter
dilakuan untuk menghitung data variable laten.
3. Good of Fit. Dalam halini dibagi menjad dua yaitu outer model dan inner
model.
a. Outermodel terbagi menjadi dua reflektif dan formatif.
Outer model reflektif dievaluasi dengan melihat dari :
- Loading factor. Nilai loading factor harus diatas 0,50

- Composite reliability. Composite reliability digunakan utuk mengukur


inernal consistency dan dapat dikatakan baik apabila memiliki nilai
diatas 0,50

- Discriminant Validy. Validitas diskriminan merupakan nilai akar


kuadrat dari AVE, harus memiliki nilai lebih besar daripada nilai
korelasi antar variable laten.
- Cross loading

32
Sedangkat outer formatif dievaluasi dengan melihat signifikasi dan
oouter weight memiliki nilai diatas 1.96.
b. Inner model diukut dengan menggunakan beberapa kriteria yaitu R2
untuk variable laten endogen. Hasil R2 sebesar 0,67, 0,33 dan 0,19
mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”, dan “lemah”.
c. Estimasi koefisien jalur. Hal ini merupakan nialai estimasi untuk
hubungan jalur dalam model structural yang diperoleh dengan prosedur
bootstrapping dengan nialai yang signifikan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A., 1991, Managing Brand Equity – Capitalizing on the Value of a Brand
Name, New York: The Free Press

Dick, A. S. and Basu, K., (1994), Customer Loyalty: Toward and Integrated Conceptual
Framework”, Journal of the Academy of Marketing Science, 22, 2,93-113.

Hubanic, Arijana & Hubanic, Vedrana. (2009). Brand Identity and Brand Image. Malhotra,
Naresh K. 2009. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jilid 1. Jakarta : PT Index.

Muzellec, Laurent and Mary Lambkin and Manus Doogan, 2003, “Corporate Rebranding
: An Exploratory Review”, IrishMarketing Review, Vol 16, No 2, pp 31-40.

Muzellec, Laurent and Mary Lambkin and Manus Doogan 2006, “Corporate rebranding:
destroying, transferring or creating brand equity?” European Journal of Marketing, Vol
40, No 7/8, pp 803-82

Muzellec, L., Doogan, M. and Lambkin, M. (2003), "Corporate Rebranding - an


Exploratory Review", Irish Marketing Review, Vol. 16, No. 2, pp. 31

Oliver, R. L. (1999). Whence Consumer Loyalty?. Journal of Marketing (Special Issue), 63,
33-44.

Plummer, Joseph (2007), Word of Mouth a New Advertising Discipline, Journal of.
Advertising.

Söderlund, M. (2006), Measuring Customer Loyalty with Multi-Item Scales”,International


Journal of Service Industry Management, 17, 1, 76-98.

Temporal, Paul dan KC Lee. Hi-Tech Hi-Touch Branding. Ed.1;Jakarta:Salemba Empat,


2002.

Tjiptono, Fandy. Brand Management dan Strategy. Ed.1; Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005

34

Anda mungkin juga menyukai