Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH KONTEMPORER

“Perkembangan Politik Dan Masalah-Masalah Yang Ditimbulkannya Masa 1959-1965”

Dosen Pengampu:
Dr. Rusdi, M.Hum
Yelda Syafrina S.Pd, M.A

Kelompok 5
LARIDHO SYAHMITRA 17046113
IKE RIYE SAGITA 17046008
NURVADILLA RAMADHANI 17046176
DEFITRIANA 17046101
PERMATA DORI 17046026

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. Karena atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
sebaik mungkin yang membahas tentang “Perkembangan Politik dan Masalah-Masalah
yang Ditimbulkannya Masa 1959-1965”.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi para pembaca dalam mata kuliah Sejarah Indonesia Kontemporer . Harapan
kami, semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, karena pengalaman yang kami
miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, hanya kepada Allah kami bersyukur atas selesainya makalah ini, semoga Allah
Swt. Memberikan petunjuk kepada kita semua.

Padang, Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi maksudnya memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people
rule) dalam sistem politik yang demokratis dimana warga mempunyai hak, kesempatan, dan
suara yang sama dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Di Indonesia, pergerakan
nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-
feodolisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat yang madani.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959
parlemen dibubarkan dan Presiden Soekarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden.
Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang
Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang
Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan
Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting..

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsepsi Demokrasi Terpimpin, Manipol-Usdek dan Pelaksanannya ?
2. Bagaimana Perjuangan Memmbebaskan Irian Barat ?
3. Bagaimana Interaksi Tiga Kekuatan ?
4. Bagaimana Konfrontasi dengan Malaysia ? dengan tujuan untuk membentuk
masyarakat yang madani
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsepsi Demokrasi Terpimpin, Manipol-Usdek dan Pelaksanaannya


Seperti yang telah diungkapkan dalam makalah sebelumnya. Adanya demokrasi yang
baru dilaksanakan di Indonesia membuat sebuah perubahan besar dalam kondisi perpolitikan
Indonesia. Dekrit Presiden Republik Indonesia ternyata berimplikasi luas pada perubahan
sistem ketatanegaraan dan peta politik Indonesia. Melalui konsep demokrasi terpimpinnya ia
mencela demokrasi barat yang liberalistik yang menyebabkan ketidak stabilan politik dan
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu Sukarno ingin mengembalikan
kewenangannya sebagai Presiden (dalam sistem presidensil) yang tak didapati dalam masa
demokrasi parlementer.
Namun jika kita melihat apa sebenarnya pengertian demokrasi terpimpin, maka kita
akan tahu bahwa hal tersebut bukanlah sebuah demokrasi yang sebenarnya. Pengertian
Demokrasi menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat dan
kratein artinya pemerintah. Hal ini berarti kekuasaan tertinggi (pemerintah) dipegang oleh
rakyat.
Sedangkan Demokrasi menurut istilah (terminologi), para ahli seperti : Abraham
Lincoln, Joseph A. Schmeter, Sidney Hook, Schmitter, Terry Lynn Karl, dll. mempunyai
pendapat yang berbeda-beda, namun pada hakikatnya Demokrasi mengandung pengertian :
1. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)
2. Pemerintahan oleh rakyat (government by people)
3. Pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Menurut A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan
Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan
terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi
Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu
absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang
kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
Dalam pidatonya pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1959, Sukarno
menguaraikan ideologi demokrasi terpimpin, yang beberapa bulan kemudian dinamakan
Manipol (Manifestasi Politik) yang isinya berintikanUSDEK (Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian
Indonesia). Manipol-USDEK adalah doktrin resmi yang dicetuskan oleh Sukarno sebagai
suatu konsep politik yang harus diterima dan dijalankan dalam setiap aktifitas berbangsa dan
bernegara. Sebagai konsekuensi dari kebijakan tersebut, maka MPRS yang sudah tunduk pada
Sukarno menetapkan Manipol USDEK sebagai GBHN dan wajib diperkenalkan disegala
tingkat pendidikan dan pemerintahan, selain itu pers pun diharuskan mendukungnya.
Salah satu tindak lanjut Soekarno dalam menjaga kestabilan Indonesia saat itu adalah
dengan menyederhakan dan menghapus beberapa partai yang tidak sepaham dengan
pandangan Soekarno . Partai-partai yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan
ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih
menyisakan sejumlah partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
Soekarno akan keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai
dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka langkah yang diambil pemerintah Sukarno adalah
melakukan seleksi dan penyederhanaan partai politik. Dengan dikeluarkanya Pen-pres No.7
tahun 1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan partai maka menjadi pertanda
dimulainya intervensi politik pemerintah terhadap partai-partai. Peraturan tersebut
menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:
- Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
- Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita
politiknya.
- Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
- Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di
seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-
kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik
Indonesia
- Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
- Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk
merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya
partai, yang membantu pemberontakan.

Hasilnya melalui Keppres No.128-129 tahun 1960 dan Keprres No. 440 tahun 1961
Pemerintah hanya mengakui adanya 10 partai politik yaitu : PNI, NU, PKI, Partai Katolik,
Partai Indonesia, Murba, PSII, IPKI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan
Tarbiyah Islam.
Disamping upaya untuk melakukan penyederhanaan partai politik, Sukarno
mereorganisasi kembali dalam pemerintahan Indonesia, antara lain :
1. Pembentukan Kabinet Kerja
Kabinet Kerja merupakan kabinet pengganti ari kabinet Karya yang dibubarkan anggal
9 Juli 1959. Pada kabinet ini Presiden Soekarno bertindak selaku perdana menteri, sedangkan
Ir. Djuanda menjadi menteri pertama dengan 2 oeang wakilnya dr. Leimana dan dr.
Subandrio. Para anggota kabinet yang dinamai Kabinet Kerja ini pada tanggal 10 Juli 1959.
Program Kabinet Kerja sebagai “Triprogram”, yaitu:
1. Sandang Pangan
2. Keamanan;
3. Irian Barat.
2. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Setelah terbentuknya kabinet maka pada tanggal 22 juli 1959, Presiden Soekarno
membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden dengan
berdsarkan penetapan Presiden no.3 tahun 1959. Tugasnya adalah memberi jawaban atas
pertanaan presiden dan mengajukan usul kepada Pemerintah.

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ( MPRS)


Setelah dibentuknya DPA dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959 tanggal 31
Desember 1959 dibentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPRS). Adapun susunan
MPRS antara lain :
- Susunan MPRS diatur dalam Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, sebagai
berikut:
- MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
- Jumlah Anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden.
- Yang dimaksud dengan daerah dan golongan-golongan ialah Daerah Swatantra
Tingkat I dan Golongan Karya.
- Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut
agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
- MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh
Presiden.
- Anggota MPRS harus memenuhi syarat, antara lain: setuju kembali kepada UUD
1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju dengan Manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS menurut Penpres No. 2 Tahun 1959.
- Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 199 Tahun 1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-
GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah. Sedangkan tugas MPRS
adalah menetapkan Garis- garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembentukan DPR-GR(Gotong Royong)
Pada tanggal 5 Maret 1960 DPR hasil Pemilu I tahun 1955 dibubarkan oleh Presiden
Soekarno, karena menolak Rencana Anggaran Belanja Negara yang diajukan oleh
pemerintah. Tidak lama kemudian Presiden berhasil menyusun daftar anggota DPR. DPR
yang baru dibentuk tersebut dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPRGR). Seluruh DPR-GR ditunjuk oleh Presiden mewakili golongan masing-masing.
Anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Dalam upacara pelantikan tersebut,
Presiden Soekarno menyatakan bahwa tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol,
merealisasikan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin. Pada
upacara pelantikan wakil-wakil ketua DPR-GR tanggal 5 Januari 1961, Presiden Soekarno
menjelaskan kedudukan DPR-GR. DPR-GR adalah pembantu presiden/mandataris MPRS dan
member sumbangan tenaga kepada Presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang
ditetapkan MPRS.
4. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk atas penetapan Presiden no.13 tahun 1959. Tugasnya adalah
menyelesaikan Revolusi Nasional, Melaksanakan Pembangunan, mengembalikan Irian Barat.
Front Nasional yang dibentuk untuk menghimpun seluruh kekuatan nasional itu kemudian
dapat dipengaruhi dan akhirnya dikuasai oleh PKI serta simpatisannya dan digunakan sebagai
alat untuk mencapai tujuan politik mereka.

B. Perjuangan Pembebasan Irian Barat


Masalah Irian Barat muncul setalah Konferensi Meja Bundar (KMB), yang tercantum
dalam pasal 2 ayat f Piagam Penyerahan Kedaulatan, yang berbunyi: “ Mengingat kebulatan
hati pihak-pihak yang bersangkutan hendak mempertahankan asas supaya semua perselisihan
yang mungkin ternyata kelak atau timbul diselesaikan dengan jalan patu dan rukun, maka
status quo Irian (Nieuw-guinea) tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun
sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat masalah
kedaulatan Irian akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia
Serikat dan Kerajaan Nederland”.
Pada bulan September 1954 Pemerintah Republik Indonesia menyerahkan masalah
Irian ke dalam acara sidang Majelis Umum PBB. Tuntutan tentang masalah Irian ini
dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Sunario dalam Sidang Majelis Umum PBB, namun
wakil Belanda menolak tuntutan Indonesia. Masalah Irian ini kemudian dilanjutkan pada
tanggal 23 November 1954, pemerintah Indonesia kembali mengajukan resolusi masalah ini
ke PBB ( Panitia Politik PBB) yang isinya, “bahwa Irian Barat merupakan bagian negara
nasional Republik Indonesia, dan Indonesia mencari jalan penyelesaian secar damai dan minta
agar diadakan kembali perundingan dengan anjuran dan pengawasan PBB”. Resolusi
Indonesia kemudian diterima dan dibahas dalam sidang Panitia Politk PBB tanggal 30
November 1954 dengan perbandingan suara 34 setuju, 14 menolak dan 10 abstain.
Perjuangan diplomasi berlanjut pada bulan Desember 1954, Indonesia
menyelenggarakan Konferensi Perdana Menteri Mancanegara yaitu Indonesia, India,
Pakistan, Ceylon, Sri Lanka, Birma dan Myanmar, yang kemudian dilanjutkan dengan
Konferensi Asia Afrika pada tannggal 18-24 April 1955. Dampak positif dari KAA begitu
dirasakan Indonesia, itu terlihat dari dukungan negara-negara Asia-Afrika terhadap
permaslahan Irian dalam Sidang Dewan Keamanan PBB. Akibat dari banyak dukungan yang
didapat oleh Indonesia, akhirnya pihak Belanda pun mulai melunak. Namun permasalahan
Irian tidak juga kunjung selesai karena pihak Indonesia maupun pihak Belanda tetap
berpegang teguh pada pendirian masing-masing. Usaha diplomasi mengalami penurunan
pada Sidang Majelis Umum PBB tahun 1957, Menteri Luar Negeri Indonesia dr. Subandrio
menyatakan dalam pidatonya, bahwa Indonesia akan menempuh jalan lain yang tidak sampai
kepada perang untuk menyelesaikan sengketa Irian dengan Belanda, apabila sidang ke-12
tidak juga berhasil menyetujui Resolusi tentang Irian. Puncak dari perjuangan dengan jalan
diplomasi terjadi pada Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 30 September 1960, pada
sidang tersebut Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang berjudul “Menbangun Dunia
Kembali”. Dalam pidato tersebut Presiden Soekarno kembali menegaskan maslah Irian yang
dirangkaikan dengan maslah Imperialisme.
Selain perjuangan dengan jalan diplomasi, Pemeritah Republik Indonesia juga
memperjuangkan Irian dengan jalan militer yang dikenal dengan Operasi TRIKORA (Tri
Komando Rakyat) dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.
Operasi TRIKORA di awali ketika Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen
Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian
barat dengan Indonesia. Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua
bagian barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung
pertahanan di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahanan
Papua Barat terdiri dari:
 Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
 Korps Mariniers
 Marine Luchtvaartdienst
Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus
bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan
Marine Luchtvaartdienst. Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan bagian
dari Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 Batalyon yang ditempatkan di
Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan. Sebuah operasi rahasia dijalankan
untuk menyusupkan sukarelawan ke Papua bagian barat. Walaupun Trikora telah dikeluarkan,
namun misi itu dilaksanakan sendiri-sendiri dalam misi tertentu dan bukan dalam operasi
bangunan.
Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi Trikora sama sekali belum
siap, bahkan semua kekuatan udara masih tetap di Pulau Jawa. Walaupun begitu, TNI
Angkatan Darat lebih dulu melakukan penyusupan sukarelawan, dengan meminta bantuan
TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju pantai Papua bagian barat, dan
juga meminta bantuan TNI Angkatan Udara untuk mengirim 2 pesawat Hercules untuk
mengangkut pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI AL. Misi itu sangat rahasia,
sehingga hanya ada beberapa petinggi di markas besar TNI AU yang mengetahui tentang misi
ini. Walaupun misi ini sebenarnya tidaklah rumit, TNI AU hanya bertugas untuk mengangkut
pasukan dengan pesawat Hercules, hal lainnya tidak menjadi tanggung jawab TNI AU.
Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan Brigade Mobil yang
tersusun dalam beberapa resimen tim pertempuran (RTP). Beberapa RTP Brimob ini digelar
di kepulauan Ambon sebagai persiapan menyerbu ke Papua bagian barat. Sementara itu
Resimen Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin Inspektur Tingkat I Anton
Soedjarwo disiagakan di Pulau Gorom. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke
Papua bagian barat melalui laut dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus masuk jauh
ke pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital
milik Belanda. Pada tanggal 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di Letfuan. Pesawat
Hercules kembali ke pangkalan.
Pada tanggal 15 Januari 1962 pertempuran terjadi di Laut Aru, ketika 3 kapal milik
Indonesia yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul yang membawa Komodor Yos
Sudarso, dan KRI Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten
Tondomulyo, berpatroli pada posisi 04-49° LS dan 135-02° BT. Menjelang pukul 21.00,
Kolonel Mursyid melihat tanda di radar bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2 kapal
di sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dimana berarti kapal itu sedang
berhenti. 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune yang sedang
mendekat terdengar dan menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang tergantung pada
parasut.
Kapal Belanda menembakan tembakan peringatan yang jatuh di dekat KRI Harimau.
Kolonel Sudomo memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun tidak
mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan untuk mundur, namun kendali KRI
Macan Tutul macet, sehingga kapal itu terus membelok ke kanan. Kapal Belanda mengira itu
merupakan manuver berputar untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung menembaki KRI
Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan
terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran". Komodor Yos Sudarso yang
tenggelam di Laut Aru pada saat terjadinya Pertempuran Laut Aru.
Kemudian perjuangan dilanjutkan dengam Operasi Penerjungan Penerbangan
Indonesia. Pasukan Indonesia dibawah pimpinan Mayjen Soeharto melakukan operasi
infiltrasi udara dengan menerjunkan penerbang menembus radar Belanda. Mereka diterjunkan
di daerah pedalaman Papua bagian barat. Penerjunan tersebut menggunakan pesawat angkut
Indonesia, namun, operasi ini hanya mengandalkan faktor pendadakan, sehingga operasi ini
dilakukan pada malam hari. Penerjunan itu pada awalnya dilaksanakan dengan menggunakan
pesawat angkut ringan C-47 Dakota yang kapasitas 18 penerjun, namun karena keterbatasan
kemampuannya, penerjunan itu dapat dicegat oleh pesawat pemburu Neptune Belanda.
Pada tanggal 19 Mei 1962, sekitar 81 penerjun payung terbang dari Bandar Udara
Pattimura, Ambon, dengan menaiki pesawat Hercules menuju daerah sekitar Kota
Teminabuan untuk melakukan penerjunan. Saat persiapan keberangkatan, komandan pasukan
menyampaikan bahwa mereka akan diterjunkan di sebuah perkebunan teh, selain itu juga
disampaikan sandi-sandi panggilan, kode pengenal teman, dan lokasi titik kumpul, lalu
mengadakan pemeriksaan kelengkapan perlengkapan anggotanya sebelum masuk ke pesawat
Hercules. Pada pukul 03.30 WIT, pesawat Hercules yang dikemudikan Mayor Udara T.Z.
Abidin terbang menuju daerah Teminabuan.
Dalam waktu tidak lebih dari 1 menit, proses pendaratan 81 penerjun payung selesai
dan pesawat Hercules segera meninggalkan daerah Teminabuan. Keempat mesin Allison
T56A-15 C-130B Hercules terbang menanjak untuk mencapai ketinggian yang tidak dapat
dicapai oleh pesawat Neptune milik Belanda. TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan
Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer
Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.
Karena terjadi konflik yang begitu berlarut-larut dan juga kekhawatiran bahwa pihak
komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat akhirnya mendesak
Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New
York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung
kemerdekaan Papua juga mengubah pendiriannya dan mendukung penggabungan dengan
Indonesia atas desakan AS.

C. Interaksi Tiga Kekuatan (Soekarno, PKI, ABRI)


Dalam rentan waktu awal demokrasi terpimpin ini terlihat 3 kekuatan besar saling
serinteraksi. 3 kekuatan tersebut Soekarno, PKI, Militer (ABRI). Dimana PKI stragtegi PKI
adalah menempel dengan Presiden. Demokrasi Terpimpin sebenarnya, terlepas dari
pelaksanaannya yang dianggap otoriter, dapat dianggap sebagai suatu alat untuk mengatasi
perpecahan yang muncul didataran politik Indonesia dalam pertengahan tahun 1950-an.
Untuk menggantikan pertentangan antara partai-partai di parlemen, suatu sistem yang lebih
otoriter diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Soekarno. Ia
memberlakukan kembali konstitusi presidensial tahun 1945 pada tahun 1959 dengan
dukungan kuat dari angkatan darat. Akan tetapi Soekarno menyadari bahwa
keterikatannya dengan tentara dapat membahayakan kedudukannya, sehingga ia mendorong
kegiatan-kegiatan dari kelompok-kelompok sipil sebagai penyeimbang terhadap militer. Dari
kelompok sipil ini yang paling utama adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sejak tahun 1963 PKI coba menempatkan dirinya di kursi kabinet. Hal ini dilakukan
dengan cara mengeluarkan petisi – petisi, aksi – aksi, Coret – Coret dll. Dengan menyerukan
bentuk Kabinet Nasakom tahuun ini. Soekarno juga mencoba menanamkan ajaran
NASAKOM. Usaha soekarno dengan membentuk kabinet Gotong Royong (NASAMKOM)
pada tahun 1960 banyak mendapat tentangan dari Golongan agama dan TNI-AD. Pemimpin
TNI-AD coba menentangnya dengan mengajukan calon – calon tandingan untuk calon PKI.
Namun hal ini di tolak oleh president. Ini disebakan presiden ingin PKI tetap mendapat kursi.
Selain itu pidato-pidato presiden Soekarno ketika memperingati pada hari Proklamator
kemerdekaan, cendrung mengajarkan PKI agar menyudutkan lawan – lawan politik mereka.
Pada akhir tahun 1964 partai Murba menemukan dokumen rahasia PKI. Dokument ini
berisi pernyataan bahwa PKI akan merebut tapuk kekuasaan. Dalam rangka menyelesaikan
masalah PKI. Pada september 1960, dengan mengambil keputusan dengan membekukan
segala tindakan PKI. Namun hal ini ditentang oelh President. Dari beberapa penjelasan diatas,
dapat kita lihat bagaimana Soekarno ingin menggandeng PKI dalam kabinetnya. Karena ada
rasa waspada terhadap TNI. Selain itu juga karena Soekarno menganggap bahwa Ideologi
PKI sama dengannya.
Hubungan antara PKI dengan TNI bisa dikatakn tidak baik. PKI yang berusaha
menanamkan konsepsi tentang komunis ditentang oleh para militaris. Ketidak harmonisan ini
terus berlansung.
Partai Komunis Indonesia(PKI)berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang
Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden
Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-
Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom
menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalamkonstelasi politik Indonesia. Dengan
demikian kedudukan PKI semakin kuat PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan
berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung
Karno yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan
program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik.
Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada
tanggal 30 September 1965.

D. Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Belum terselesaikannya masalah Irian Barat masalah baru muncul kembali, kali ini
berkaitan dengan masalah dengan negara tetatannganya yaitu Malaysia. Masalah bermula
karena adanya ide untuk membentuk negara baru yaitu negara Federasi Malaysia yang
disampaikan Perdana Menteri Negara Federasi Malaya, Abdul Rachman Putu di hadapan
Foreign Journalist Association, pada tanggal 27 Mei 1961. Negara baru itu meliputi Malaya,
Singapura, Serawak, dan Sabah. Hal ini sangat di tentang oleh pihak Indonesia.
Adanya tentangan dari pihak Indonesia sebenarnya merupakan luapan dari hubungan
Indonesia dengan Malaysia yang ambivalen sejak kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957.
Pimpinan Indonesia memiliki kecurigaan tersendiri terhadap kemerdekaan Malaysia karena
tidak ada revolusi yang terjadi di sana. Hadirnya Inggris di saat itu menamba kecurigaan
pihak Indonesia dan menganggap Malaysia adalah bagian dari Neokolonialisme, dan
Indonesia juga merasa tersinggung karena Malaysia dan Singapura secara diam-diam
membantu PRRI.
Sebagai tindak lanjut dari persiapan federasi Malaysia, Inggris membentuk suatu
komisi yang dipimpin oleh Lord Cabbold yang beranggota empat orang diantaranya Sir
Anthony Abell, Sir David Natherson, Dato Wong Po Nee, dan Enche Gazali Shafie. Namun
hasilnya adalah suatu yang tidak diharapka banyak penolakan atas usulan tersebut. Salah satu
penolakan yang paling kuat muncul dari Brunei. Pada bulan Desember 1962 Syaikh A.M
Azahari, pemimpin Partai Ra’ayat Brunai, melancarkan suatu pemberontakan menolak
dibentuknya rederasi Malaysia dan menginginkan kemerdekaan sendiri.
Pihak Indonesia sendiri cita-cita Azahari itu disambut baik oleh KSAD Nasution.
Namun hubungan pihak pemberontak brunei tersebut segera dimonopoli oleh Badan Intelijen
Indonesia yag dipimpin oleh Subandrio. Pada bulan Januari 1963 Sukarno menyatakan bahwa
usulan Malaysia itu tidak dapat diterima oleh Indonesia, dan Subandrio menegaskan sikap
Indonesia sebagai sikap ‘Konfrontasi’.
Filipina juga mengklaim mengenai daerah Sabah atas dasar kaitan sejarahnya dengan
kesultanan Sulu, maka diadakanlah perundingan antara Indonesia, Malaysia dan Filipina yang
terkenal dengan “Maphilindo”, tetapi perundingan tersebut mengalami kegagalan.
Soekarno dalam pidatonya tanggal 16 Maret 1964 mengomandokan “Gerakan
Sukarelawan Indonesia” selanjutnya tanggal 3 Mei 1964, Presiden mengumumkan Dwi
Komando Rakyat (Dwi Kora) yang isinya:
1) Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
2) Bantu perjuangan rakyat Malaya, Sabah, Serawak dan Singapura serta Brunei untuk
membubarkan Negara Boneka Malaysia

Maka dalam pelaksanaan Dwi Kora tersebut dibentuklah Komando Siaga (KOGA),
dengan konfrontasi Indonesia dengan Malaysia ini membuat Indonesia menjauh dari blok
timur. Masalah Indonesia dan Malaysia ini dibawa oleh Malaysia ke PBB, maka Malaysia
berhasil dalam usahanya dan Malaysia bergabung menjadi anggota untuk pertama kalinya
dengan PBB maka Indonesia pada tanggal 1 Januari 1965 membalasnya dengan keluar dari
PBB, dilihat dari konfrontasi ini RRC mendapat keuntungan dari semua ini dan PKI semakin
luas kekuasaannya di dalam negeri.
BAB III
KESIMPULAN

Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi maksudnya memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people
rule) dalam sistem politik yang demokratis dimana warga mempunyai hak, kesempatan, dan
suara yang sama dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Di Indonesia, pergerakan
nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-
feodolisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat yang madani.
Adanya demokrasi yang baru dilaksanakan di Indonesia membuat sebuah perubahan
besar dalam kondisi perpolitikan Indonesia. Dekrit Presiden Republik Indonesia ternyata
berimplikasi luas pada perubahan sistem ketatanegaraan dan peta politik Indonesia. Melalui
konsep demokrasi terpimpinnya ia mencela demokrasi barat yang liberalistik yang
menyebabkan ketidak stabilan politik dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu
Sukarno ingin mengembalikan kewenangannya sebagai Presiden (dalam sistem presidensil)
yang tak didapati dalam masa demokrasi parlementer.
DAFTAR PUSTAKA

1. MC Riklefs. .2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta : Serambi


2. Marwati Joeded . Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman
Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka
3. Miriam Budarjo.2003. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustraka
4. M.Rusli karim. 1993. Perjalan Partai Politik di Indonesia : sebuah potret pasang surut.
Jakarta : Rajawali Pers.
TRI KOMANDO RAKYAT
Kami Presiden Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia dalam rangka
politik konfrontasi dengan Belanda untuk membebaskan Irian Barat, telah memberikan
instruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan
menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu
kolonialisme Belanda.
Dan kini, oleh karena Belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di tanah air kita
Irian Barat, dengan memecah belah Bangsa dan Tanah Air Indonesia, maka kami perintahkan
rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando
sebagai berikut:
1. Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
Tanah Air dan Bangsa.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Yogyakarta, 19 Desember 1961


Presiden/Pangti APRI/PBR/Panglima
Besar KOTI Pembebasan Irian Barat
Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai