Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT : GANGGUAN KOGNITIF PADA SKIZOFRENIA

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA YTT (F20.9)

OLEH:
KHAERUN NISA
11120182114

PEMBIMBING:
dr. ERLYN LIMOA, Ph.D, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Khaerun Nisa

NIM : 111 2018 2114

Judul : SKIZOFRENIA YTT (F20.9)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagianIlmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia.

Makassar, Januari 2019

Pembimbing

dr. Erlyn Limoa,Ph.D, Sp.KJ

2
GANGGUAN KOGNITIF PADA SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang kompleks dengan


berbagai ekspresi fenotip. Karena gejala dan perjalanan penyakitnya yang
heterogen, skizofrenia dikenal sebagai suatu sindrom. Definisi fenotip
klinis skizofrenia amat sulit karena simtom pada masing-masing individu
sangat berbeda. Kraepelin merupakan psikiater pertama yang
mengklasifikasikan simtomatologi dan yang membedakan antara psikosis
afektif dan nonafektif dengan dementia prekoks.3
Dalam dekade terakhir, klasifikasi simtom dibagi dalam empat
ranah utama yaitu:3
a. Simtom positif yaitu sangat berlebihannya fungsi normal, misalnya
halusinasi, waham, pembicaraan dan perilaku disorganisasi
b. Simtom negatif yaitu berkurangnya ekspresi emosi dan fungsi mental,
misalnya afek tumpul, avolisi, alogia, anhedonia, dan defisit interaksi
sosial.
c. Simtom afektif, misalnya mood depresi dan ansietas.
d. Simtom kognitif, misalnya defisit memori kerja, episodik, atensi,
verbalisasi dan fungsi eksekutif. Defisit memori kerja berhubungan
kuat dengan fungsi pekerjaan.
Kognitif adalah kemampuan untuk mengenal/mengetahui mengenai
benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman
pembelajaran dan kapasitas intelenjensi seseorang. Termasuk dalam
fungsi kognitif adalah memori /daya ingat, konsentrasi/perhatian, orientasi,
kemampuan berbahasa, berhitung visuospasial, fungsi eksekutif, abstraksi
dan taraf intelejensi.4
Menurut Khan and Keefe (2013), Skizofrenia adalah gangguan
kejiwaan yang ditandai dengan banyak aspek termasuk persepsi, afek,
dan kognisi. Meskipun gejala psikosis (seperti halusinasi, delusi/waham,
dan perilaku kacau) adalah aspek klinis yang paling menonjol pada
skizofrenia, namun gangguan kognisi sekarang diyakini sebagai aspek inti

3
dan kritis dengan berbagai alasan. Pertama, defisit kognitif sangat lazim
pada skizofrenia, hampir semua individu memiliki fungsi kognitif yang lebih
buruk berdasarkan tingkat pendidikan ibu. Kedua, berkaitan dengan faktor
genetik. Ketiga, berkaitan dengan beberapa aspek disfungsi kognitif hadir
dan atau progresif sebelum timbulnya psikosis. Keempat, tidak seperti
gejala psikotik lainnya, gangguan kognitif bersifat persisten disepanjang
perjalanan penyakit.11
Menurut National Institute of Mental Health’s (NIMH) The
Measurement and Treatment Research to Improve Cognition in
Schizophrenia (MATRICS) bahwa komponen paling penting dari defisit
neurokognitif pada skizofrenia adalah memori kerja,
perhatian/kewaspadaan, pembelajaran verbal dan visual, kecepatan
pemrosesan, pertimbangan/pemecahan masalah dan kognisi sosial.6
1. Memory dan working memory
Memory adalah proses pengelolaan informasi, meliputi
perekaman, penyimpanan dan pemanggilan kembali.4 Penilaian fungsi
memori dibagi menjadi memori jangka segera, jangka pendek, jangka
sedang dan jangka panjang.5
Memori jangka segera merupakan kemampuan mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi, memori yang berlangsung beberapa
detik atau paling lama beberapa menit, sedangkan memori jangka
pendek merupakan ingatan terhadap pengalaman/informasi yang
terjadi beberapa hari terakhir kecuali jika memori ini diubah menjadi
memori jangka panjang. Memori jangka pendek dapat dinilai dengan
menanyakan apa yang dimakan pasien saat sarapan atau makan
malam kemarin. Kemudian tanyakan nama pemeriksa untuk menilai
recall memory, pasien diminta untuk menghitung urutan 6 angka
berturut-turut ke depan dan sebaliknya untuk menilai memori segera.
Memori jangka sedang merupakan memori yang berlangsung
bermenit-menit atau bahkan berminggu-minggu. Memori ini kadang-
kadang akan hilang, kecuali jika jejak memori memperoleh aktivasi

4
secukupnya sehingga lebih permanen, yang kemudian diklasifikasikan
sebagai memori jangka panjang. Memori jangka panjang merupakan
memori yang sekali disimpan dapat diingat kembali selama bertahun-
tahun kemudian atau bahkan seumur hidup. Memori jangka panjang
dapat dinilai dengan menanyakan informasi pada masa kanak-kanak
pasien.5,9
Pada gangguan kognitif, memori ingat jangka pendek dan
segera terganggu lebih dahulu sebelum memori jangka panjang. Jika
ditemui hendaya daya ingat (memori), maka dinilai pula bagaimana
pasien mengatasinya misalnya dengan menyangkal (denial),
konfabulasi (secara tidak sadar membuat jawaban palsu karena
adanya gangguan memori), reaksi katastrofik atau sirkumtansial
dalam upaya menutupi hendaya daya ingatnya. Konfabulasi biasanya
berhubungan dengan adanya gangguan kognitif.5
Selain klasifikasi memori yang umum tersebut, suatu jenis lain
dari memori yang berhubungan dengan lobus prefrontalis yang
disebut memori kerja (working memory). Memori kerja ini terutama
meliputi memori jangka pendek yang digunakan selama
berlangsungnya pemikiran intelektual, namun penggunaannya
berakhir saat setiap tahap permasalahan terselesaikan. Penelitian
menunjukkan bahwa area prefrontal terbagi menjadi beberapa
segmen terpisah untuk menyimpan berbagai jenis memori sementara,
seperti area untuk menyimpan memori mengenai ukuran dan bentuk
suatu objek atau bagian tubuh dan penyimpanan memori lainnya.
Dengan menggabungkan semua potongan-potongan kecil memori
kerja yang bersifat sementara, kita memiliki kemampuan untuk (1)
memperkirakan masa depan, (2) membuat rencana untuk masa yang
akan datang, (3) perlambatan kerja sebagai respons terhadap sinyal
sensorik yang masuk sehingga informasi sensorik ini dapat
dipertimbangkan sampai bentuk respons yang terbaik diputuskan, (4)
mempertimbangkan akibat, (5) menyelesaikan masalah matematik,

5
hukum, atau filsafat yang kompleks, (6) menghubungkan semua jalur
informasi dalam mendiagnosis penyakit yang jarang, dan (7)
mengendalikan aktivitas kita dalam kaitannya dengan hukum moral. 9
Pada pasien skizofrenia, pasien kehilangan kontrol untuk
mempertahankan dan memanipulasi informasi dasar. Pasien sulit
untuk merumuskan rencana, memulai sesuatu dan mengubah
strategi, serta sulit memberikan umpan balik secara efisien. Pasien
juga kadang-kadang terganggu saat diinterupsi atau disela, dimana
pasien akan melupakan apa yang baru saja mereka lakukan setelah
diberikan interferensi.8
Memori juga seringkali digolongkan berdasarkan jenis informasi
yang disimpannya. Salah satu penggolongan ini membagi memori
menjadi memori deklaratif dan memori keterampilan. Memori deklaratif
pada dasarnya berarti memori tentang beragam detail mengenai suatu
pikiran terintegrasi seperti memori suatu pengalaman penting yang
meliputi (1) memori akan keadaan sekeliling, (2) memori tentang
hubungan waktu, (3) memori tentang penyebab pengalaman tersebut,
(4) memori tentang makna pengalaman tersebut, dan (5) memori
tentang kesimpulan mengenai seseorang yang tertinggal pada pikiran
seseorang. Memori keterampilan sering kali dihubungkan dengan
aktivitas motorik tubuh seseorang, seperti keterampilan yang
terbentuk untuk memukul bola tenis, termasuk memori otomatis pada
(1) pada pandangan ke bola, (2) menghitung hubungan dan
kecepatan bola ke raket dan (3) mengambil kesimpulan secara cepat
pergerakan tubuh, lengan, dan raket yang dibutuhkan untuk memukul
bola seperti yang diinginkan, semua hal tersebut teraktivasi segera
berdasarkan permainan tenis yang dipelajari sebelumnya, kemudian
beralih ke pukulan berikutnya dalam permainan seraya melupakan
detail pukulan sebelumnya.9 Tidak Seperti Memori deklaratif, memori
keterampilan dapat berlangsung tanpa disadari tentang apapun yang
telah dipelajari. Pasien dengan skizofrenia dilaporkan mengalami

6
defisit memori deklaratif maupun keterampilan, terbukti pada 110
penelitian yang dilakukan oleh Cirello dan seidman. Terbukti saat
dilakukan tes pembelajaran daftar verbal dan nonverbal mereka gagal
melakukannya. Pada test encoding semantik dan mnemonik, pasien
dengan skizofrenia mengalami kesulitan dalam proses mengkode dan
pengambilan memori.8

2. Konsentrasi/perhatian
Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada
pengalaman tertentu. Gangguan perhatian meliputi ketidakmampuan
memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian ataupun
mengalihkan perhatian.4 Pasien skizofrenia mengalami gangguan
konsentrasi/perhatian, yang mengakibatkan kesulitan mengikuti
percakapan sosial dan ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi.
Kegiatan sederhana juga sulit dilakukan oleh penderita skizofrenia
seperti membaca dan menonton televisi.6 Pada saat wawancara,
pasien diminta untuk menghitung 100 dikurangi 7 secara serial
sebanyak 7 kali, cara sederhana ini membutuhkan kapasitas kognitif
dan konsentrasi yang utuh. Sedangkan perhatian dinilai dengan
kalkukasi atau meminta pasien mengeja dari belakang huruf yang
terdapat pada kata DUNIA atau dapat pula ditanyakan nama benda
yang dimulai dengan huruf tertentu.5

3. Pembelajaran verbal dan visual


Pasien dengan skizofrenia, kemampuan daya ingatnya
terganggu, baik kemampuan mengingat memori verbal dan visual.
Pasien di uji dengan menggunakan California Verbal Learning Test,
kontrol (orang sehat) dapat mengingat sekitar 8 dari 16 kata yang diuji
cobakan untuk pertama kalinya sedangkan pasien dengan skizofrenia
hanya dapat mengingat sekitar 5 kata dari 16 kata. Kemudian
percobaan tersebut diulang sebanyak 5 kali dengan daftar kata yang

7
sama, sebagian besar kontrol dapat mengingat setidaknya 13 kata
sementara pasien schizofrenia rata-rata hanya dapat mengingat 9
kata dari 16 kata. Selain itu, dibanding dengan sampel kontrol, pasien
dengan skizofrenia juga mengalami kesulitan dalam belajar dari waktu
ke waktu. Sedangkan pada uji visual pasien diminta untuk
menggambarkan bentuk yang angka atau benda yang diperlihatkan
oleh pemeriksa atau menunjukkan angka yang mereka sebelumnya
lihat. Namun uji visual ini tidak semudah dan sensitif seperti pada uji
verbal dan masih perlu dilakukan penelitian.6

4. Kecepatan pemrosesan
Kecepatan pemrosesan mengacu pada jumlah respons yang
benar yang bisa dilakukan seseorang dalam suatu tugas tertentu
dalam kurun waktu tertentu. Gangguan kognitif ini biasanya dikaitkan
dengan pengurangan volume gray matter pada area prefrontal dan
temporal yang disertai perubahan white matter yang luas.13
Banyak tes neurokognitif mengharuskan subjek penelitian
untuk mengolah informasi dengan cepat dan dapat terganggu oleh
karena gangguan kecepatan pemrosesan. Contoh standar dari tes ini
adalah the Wechsler adult intelligence scale digit symbol test, dimana
setiap angka (1 sampai 9) dikaitkan dengan simbol sederhana yang
berbeda. Subjek diminta untuk menyalin sebanyak mungkin simbol
yang terkait dengan angka tersebut dalam waktu 120 detik. 6
Penelitian membuktikan karena adanya gangguan kecepatan
pemrosesan informasi olehnya, memediasi gangguan kognitif lain
pada skizofrenia seperti gangguan perhatian, fungsi eksekutif, memori
kerja, kelancaran verbal dan kognisi sosial. Hal yang penting adalah
gangguan neurokognitif ini berhubungan dengan berbagai aspek
skizofrenia yang penting secara klinis seperti perawatan diri, masa
kerja, fungsi sosial dan kehidupan mandiri.13 Pasien yang mengalami
efek samping obat seperti mengantuk dan ekstrapiramidal syndrome

8
berpengaruh terhadap kecepatan pemrosesan informasi pada
pasien.6

5. Penalaran/pemecahan masalah
Penalaran dan pemecahan masalah biasanya dikaitkan dengan
fungsi eksekutif.6 Menurut Jonides (1999) fungsi eksekutif
menunjukkan bahwa ada setidaknya lima komponen utama (1)
perhatian dan penghambatan, (2) manajemen tugas, (3) perencanaan,
(4) pemantauan, dan (5) coding sementara.8 Tes yang paling terkenal
dan sering digunakan pada penelitian pasien skizofrenia adalah
Wisconsin Card Test (WCST). Dalam tes ini pasien diberikan
setumpuk kartu dengan berbagai bentuk, jumlah dan warna.
Kemudian mereka diminta untuk mencocokkan kartu tersebut
berdasarkan warna, bentuk dan jumlah atau angka. Pasien dengan
skizofrenia sama seperti pasien dengan kerusakan lobus frontal,
biasanya mereka melakukan kesalahan pada tes ini.6
Penting diketahui bahwa selain fungsi eksekutif, WCST juga
dapat menilai kewaspadaan serta memori visual individu.
Keberhasilan dalam aspek ini sering diukur dari kemampuan
seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya, baik di
lingkungan masyarakat maupun di tempat kerjanya, dimana biasanya
terjadi perubahan aturan di masyarakat dan tempat seseorang
bekerja. Pada pasien skizofrenia yang mengalami gangguan
penalaran dan pemecahan masalah sering mengalami kesulitan
beradaptasi dengan perubahan yang cepat di sekitar mereka. 6

6. Kognisi sosial.
Kognisi sosial mengacu pada keterampilan untuk persepsi,
interpretasi, dan pemrosesan informasi sosial. Keterampilan kognisi
sosial sangat penting untuk memahami dan mendapatkan manfaat

9
dari lingkungan sosial. Sebagian besar penelitian terbaru tentang
kognisi sosial telah menggunakan langkah-langkah berikut: 10, 12
1) Theory of Mind (ToM) disebut juga mentalisasi, atau empati
kognitif dimana ToM ini mengacu pada kemampuan seseorang
untuk membuat sebuah kesimpulan tentang keyakinan, watak dan
niatan orang lain.
2) Proses emosi, mengacu pada kemampuan untuk mengidentifikasi
atau mengenali tampilan emosi baik dari ekspresi wajah dan atau
selain wajah seperti suara, memfasilitasi, memahami, dan
mengelola emosi.
3) Persepsi sosial dan pengetahuan sosial, dimana persepsi sosial
mengacu pada kemampuan untuk menggunakan isyarat verbal
dan non verbal untuk mengidentifikasi konteks sosial, peran
(misalnya, sifat hubungan antara orang-orang), dan aturan.
Sedangkan pengetahuan sosial mengacu pada kesadaran akan
konteks tertentu dan aturan mana yang berlaku di dalamnya.
Karena keduanya tumpang tindih, sebabnya kadang-kadang
digabungkan menjadi satu.
4) Bias atribusi: Ini mengacu pada cara seorang individu biasanya
merespons peristiwa; khususnya, jenis kesimpulan tentang
penyebabnya. Misalnya, kecenderungan untuk menyimpulkan
bahwa suatu tindakan adalah hasil dari niat bermusuhan seorang
aktor disebut bias atribusi bermusuhan.
Pasien dengan skizofrenia cenderung mengalami penurunan kognisi
sosial untuk setiap langkah-langkah kognisi sosial yang telah
dijabarkan di atas. 10, 12

10
Menurut The MATRICS Consensus Cognitive Batteries, ada
sejumlah test yang dapat digunakan untuk menilai berbagai gangguan
neurokognitif pada skizofrenia sebagaimana dalam tabel berikut.14

Meskipun penegakan diagnosis skizofrenia secara dini sudah lebih


baik dan pasien skizofrenia sudah lebih banyak yang mendapatkan
intervensi dini, penanda (marker) biologik penyakit skizofrenia masih
sangat sedikit diketahui. Patofisiologi yang mendasari skizofrenia belum
diketahui pasti. Ada berbagai hipotesis yang dikaitkan dengan skizofrenia
misalnya, simtom skizofrenia dikaitkan degan gangguan perkembangan
otak (brain neurodevelopmental neuropathology) dan defisit
neuropsikologi yang dikaitkan dengan gangguan regio otak dan sirkuit
fungsional neuron. Etiologi skizofrenia multifaktor dan belum ditemukan
etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil penelitian
yang dilaporkan saat ini. Beberapa penelitian dihubungkan dengan
gangguan kognitif seperti gangguan neurotransmitter (seperti dopamin)
dan adanya gangguan morfologi dan fungsional otak. 3
a. Gangguan neurotransmitter
Gangguan neurotransmitter khususnya hipotesis dopamin paling
banyak diteliti yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral.

11
Dopamin terlibat dalam mengontrol pergerakan, kognisi, afek dan
neuroendokrin. Khusus fungsi kognisi diatur pada jaras dopamin pada
mesokorteks.
b. Gangguan morfologi dan fungsional otak
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur otak yang
patognomonik ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun
demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat (telah direplika
dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien dengan skizofrenia.
Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga
dan lateral, yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan
penyakit dan atropi bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih
spesifik yaitu gangguan girus parahipokampus, hipokampus dan
amigdala dan disorientasi spasial sel piramid hipokampus.
Lokasi otak yang terganggu menentukan gangguan perilaku
yang ditemui pada skizofrenia misalnya, gangguan hipokampus
dikaitkan dengan defisit memori dan atropi lobus frontalis dihubungkan
dengan simtom negatif skizofrenia. Korteks prefrontal berperanan
pada fungsi eksekutif. Gangguan regio korteks prefrontal pada
skizofrenia bermanifestasi sebagai defisit pada memori kerja,
persepsi, atensi dan smooth pursuit eye movement.
Skizofrenia juga dikaitkan dengan diskoneksi jaringan saraf.
Disampingkan itu, gangguan integritas fungsional sistem otak
mendasari terjadinya gangguan memori kerja, atensi dan gangguan
pengolahan informasi sensorik. Disfungsi pada sikuit kortiko-
serebelum-talamik-korteks dapat pula menyebabkan gangguan fungsi
kognitif.
Gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan transmisi dan
pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan vermis cerebri,
penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal
(dilihat dengan PET), kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan
QEEG) dapat pula terjadi pada Skizofrenia. Gangguan ini dapat

12
bermanifestasi dengan sulitnya memusatkan perhatian, perlambatan
waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan benda.

13
SKIZOFRENIA YTT (F20.9)

IDENTITAS PASIEN
 No. Reg / No. Status : 113004
 Tanggal Masuk RS : 13 Desember 2019
 Nama : Tn. Sy
 Umur : 46 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tempat/Tanggal Lahir : Bone/ 6 Desember 1973
 Agama : Islam
 Suku : Makassar
 Status Pernikahan : Menikah
 Pendidikan Terakhir : S1
 Pekerjaan : Guru
 Alamat : Bone
Diagnosis Sementara : Skizofrenia YTT (F20.9)
Diagnosis banding : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

I. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
1. Keluhan dan gejala
Seorang laki-laki usia 46 tahun datang ke IGD RSKD DADI
untuk ketiga kalinya diantar oleh keluarga dengan keluhan
gelisah yang dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 5
hari terakhir. Sejak 1 bulan yang lalu, pasien sering mondar-
mandir di rumah dan selalu ingin keluar rumah. Pasien kadang
marah jika statementnya dibantah. Pasien sering bicara tidak
nyambung. Pasien juga sering meyakini dirinya sebagai Imam
Mahdi, seorang keturunan nabi yang diturunkan untuk

14
menyelamatkan umat muslim. Selain itu, setiap hari pasien juga
sering mendengar suara laki-laki yang diyakininya sebagai
malaikat jibril. Suara tersebut seringnya memberikan pasien
petunjuk untuk menyelamatkan orang-orang sekitarnya seperti
menyembuhkan orang lain dengan membaca shalawat nabi.
Pasien mengatakan dia sudah beberapa kali ke surga, dan
bertemu dengan Allah. Pasien sering marah-marah dan ingin
menceraikan istrinya karena menurutnya cara berpakaian
istrinya menurutnya tidak sesuai agama islam dan hal tersebut
membuat dia tidak bisa masuk surga, padahal istri pasien datang
dengan pakaian sopan dan tertutup sesuai dengan perintah
agama islam. Selama 5 hari terakhir, cara berpakaian pasien
tidak seperti biasanya yaitu pasien selalu mengikatkan
kepalanya dengan sorban kemanapun pasien pergi. Kadang,
pasien mencoba membakar tangannya dengan korek api untuk
meyakinkan orang lain bahwa dirinya hebat bisa tahan dari api.
Pasien sering marah-marah karena keluarganya tidak mau
percaya dengan kehebatannya. Sehari sebelum masuk dibawa
ke rumah sakit keluarga pasien melihat pasien shalat berjamaah
diluar mesjid, tidak mengikuti shaf. Nafsu makan pasien baik,
pasien sulit tidur dan perawatan diri kurang.

2. Hendaya dan disfungsi


 Hendaya sosial (+)
 Hendaya pekerjaan (+)
 Hendaya gangguan waktu senggang (+)

3. Faktor stress psikososial


Tidak diketahui

15
4. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik dan psikis
sebelumnya
Tidak ada

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik sebelumnya,
seperti infeksi, trauma kapitis dan kejang.

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien mengkonsumsi rokok 2-3 bungkus per hari tetapi tidak
pernah memakai alkohol dan zat psikoaktif.

3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya


Awal perubahan perilaku sejak tahun 2011, pada saat itu pasien
sempat menghilang dari rumah, keluarga pasien tidak tahu
pasien kemana. Setelah 3 hari, pasien ditemukan sedang shalat
di pekarangan mesjid pasar sentral makassar. Saat itu pasien
meyakini dapat menyembuhkan orang lain, karena pasien
meyakini dirinya adalah keturunan nabi. Pasien mengatakan
membacakan shalawat dan menaruh tangannya diatas kepala
orang lain. Karena mengganggu ketertiban umum, pasien
dibawa ke RSKD Dadi untuk pertama kalinya oleh polisi. Saat itu
pasien dirawat selama 4 hari, keadaan pasien membaik dan
dibolehkan pulang. Pasien selalu rutin minum obat, namun
setelah 2 minggu keluar dari rumah sakit, pasien tidak mau
minum obat lagi karena merasa obat yang diminumnya
mengganggu pekerjaannya. Sehingga, 5 tahun kemudian pasien
dibawa kembali oleh keluarganya ke RSKD DADI dengan
keluhan yang sama, pasien tidak rutin minum obat karena

16
merasa dirinya tidak sakit. Riwayat pengobatan, Risperidon 2 mg
2x1, clozapine 25 mg 1x1 (malam).

D. Riwayat kehidupan pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal dan dibantu oleh bidan pada tanggal 6
Juni 1973. Lahir cukup bulan dan tidak ditemukan adanya cacat
lahir ataupun kelainan bawaan, berat badan lahir tidak diketahui.
Selama kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Pada saat
bayi, pasien tidak pernah mengalami panas tinggi dan kejang
serta minum ASI sampai waktu yang tidak diketahui.
Pertumbuhan dan perkembangan baik.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pasien dirawat oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan
dan perkembangan pasien pada masa anak-anak awal seperti
berjalan dan berbicara sesuai dengan perkembangan anak
seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol. Waktu
kecil mampu bermain bersama adik-adik dan teman sebayanya.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (usia 4-11 tahun)


Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan cukup
mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Pada usia 5 tahun
pasien masuk Sekolah Dasar (SD), saat itu pasien dapat
mengikuti pelajaran hingga tamat dan mampu bergaul dengan
teman sebayanya.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12-18 tahun)


Usia remaja pasien melanjutkan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di pesantren dan tinggal asrama. Pasien saat
itu termasuk siswa yang berprestasi, pasien pernah mengikuti

17
lomba bacaan Quran dan hafalan surah dan menjadi juara ke
dua, kemudian pasien juga fasih dalam bahasa Arab. Pasien
kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di
sekolah negeri di daerahnya, saat itu pasien dikenal sebagai
anak yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman,
setelahnya pasien melanjutkan kuliah jurusan agama di
Universitas Swasta di Makassar dan mendapat gelar sarjana.

5. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai guru honorer.
b. Riwayat Pernikahan : Pasien sudah menikah, dan memiliki 2
orang anak (♀, ♂)
c. Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam dan
menjalankan kewajiban agama dengan cukup baik.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Anak ke 5 dari 6 bersaudara (♀,♀,♂,♀,♂,♂). Hubungan dengan
keluarga baik. Tidak terdapat riwayat keluarga yang memiliki
keluhan yang sama

Keterangan :
= laki-laki
= perempuan
= bersaudara

18
= menikah
= pasien
= meninggal

F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.

G. Persepsi Pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien merasa bahwa dirinya tidak sakit dan tidak butuh
pertolongan.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki berusia 46 tahun, wajah sesuai umur, kulit
sawo matang, mengenakan kopiah putih, baju putih dan celana
abu, perawakan tinggi, perawatan diri kurang.
2. Kesadaran
Kuantitatif : Compos Mentis (GCS 15)
Kualitatif : Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Saat wawancara pasien cukup gelisah
4. Pembicaraan
Spontan, lancar dan intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati, dan Perhatian


1. Mood : sulit dinilai
2. Afek : Inappropriate
3. Empati : tidak dapat dirabarasakan

19
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan:
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan taraf
pendidikan sarjana strata pertama.
2. Daya konsentrasi : terganggu
3. Orientasi
 Waktu : baik
 Tempat : baik
 Orang : baik
4. Daya ingat
 Jangka panjang : terganggu
 Jangka pendek : terganggu
 Jangka segera : terganggu
5. Pikiran abstrak : terganggu
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Kurang

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : ada, halusinasi auditorik (pasien mendengar
suara laki-laki yang diyakininya sebagai malaikat jibril dan Allah
yang memberinya petunjuk untuk menyelamatkan orang-orang
sekitarnya seperti menyembuhkan orang lain)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
 Produktivitas : Cukup
 Kontuinitas : Cukup relevan
 Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa

20
2. Isi Pikiran
 Preokupasi : Tidak ada
 Gangguan isi pikiran : ada, waham kebesaran (pasien
mengaku sebagai imam Mahdi dan bisa berkomunikasi secara
langsung dengan Allah SWT)

F. Pengendalian Impuls : terganggu

G. Daya Nilai
1. Norma sosial : terganggu
2. Uji daya nilai : terganggu
3. Penilaian realitas : terganggu

H. Tilikan (Insight)
Derajat 1 (Penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit).

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


A. Status Internus
a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Tanda vital

- Tekanan darah : 130/80 mmHg

- Nadi : 88x/menit

- Suhu : 36,7 °C

- Pernapasan : 20x/menit

21
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan

abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah

tidak ada kelainan.

B. Status Neurologis
a. GCS : E4M6V5

b. Rangsang meningeal : tidak dilakukan

c. Tanda ekstrapiramidal

- Tremor tangan : tidak ada

- Cara berjalan : normal

- Keseimbangan : baik

d. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal

e. Kesan : normal

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Seorang laki-laki usia 46 tahun datang ke IGD RSKD DADI untuk
ketiga kalinya diantar oleh keluarga dengan keluhan gelisah yang
dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 5 hari terakhir.
 Sejak 1 bulan yang lalu, pasien sering mondar-mandir di rumah dan
selalu ingin keluar rumah, marah jika statementnya dibantah dan
sering bicara tidak nyambung.
 Pasien juga sering meyakini dirinya sebagai Imam Mahdi, seorang
keturunan nabi yang diturunkan untuk menyelamatkan umat muslim,
beberapa kali ke surga dan berkomunikasi dengan Allah. Setiap hari
pasien juga sering mendengar suara laki-laki yang diyakininya
sebagai malaikat jibril. Suara tersebut seringnya memberikan pasien
petunjuk untuk menyelamatkan orang-orang sekitarnya seperti
menyembuhkan orang lain dengan membaca shalawat nabi.

22
 Selama 5 hari terakhir, cara berpakaian pasien tidak seperti biasanya
yaitu pasien selalu mengikatkan kepalanya dengan sorban
kemanapun pasien pergi, mencoba membakar tangannya dengan
korek api untuk meyakinkan orang lain bahwa dirinya hebat bisa tahan
dari api.
 Sehari sebelum masuk dibawa ke rumah sakit keluarga pasien melihat
pasien shalat berjamaah diluar mesjid, tidak mengikuti shaf. Nafsu
makan pasien baik, pasien sulit tidur dan perawatan diri kurang
 Pada pemeriksaan status mental didapatkan pasien dengan afek
inappropriate, gangguan persepsi ada halusinasi auditorik, dan
gangguan isi pikir waham kebesaran, serta gangguan fungsi
intelektual berupa gangguan konsentrasi, orientasi, daya ingat dam
kemampuan menolong diri kurang.

IV. EVALUASI MULTIAKSIAL


 Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis ditemukan gejala klinis yang
bermakna yaitu pasien gelisah, susah tidur, berjalan mondar-
mandir. Hal ini menimbulkan penderitaan dan hendaya bagi pasien
dan orang lain (hendaya sosial, hendaya pekerjaan, hendaya
penggunaan waktu senggang) sehingga dikategorikan sebagai
gangguan jiwa.
Dari pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat
dalam menilai realita yaitu halusinasi auditorik dan waham
kebesaran sehingga pasien dikategorikan sebagai gangguan jiwa
psikotik.
Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
interna tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak
serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini,

23
sehingga diagnosa Gangguan mental dapat disingkirkan dan
didiagnosa dengan Gangguan jiwa psikotik non organik
Pada pemeriksaan status mental ditemukan adanya
beberapa gejala yaitu halusinasi auditorik dan waham yang jelas.
Hal ini sudah berlangsung lebih dari 1 bulan sehingga berdasarkan
PPDGJ III pasien didiagnosis sebagai Skizofrenia (F20). Namun
pasien tidak dapat digolongkan pada jenis-jenis skizofrenia
manapun sehingga di diagnosis Skizofrenia YTT (F20.9).
 Aksis II
Berdasarkan data premorbid, belum cukup data untuk
mengarahkan ke salah satu ciri kepribadian.
 Aksis III
Tidak ada
 Aksis IV
Stressor psikososial tidak jelas.
 Aksis V
GAF scale 50-41 (gejala berat (serious), disabilitas berat).

V. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Tidak terdapat kelainan yang spesifik, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan antara neurotransmitter maka pasien
memerlukan farmakoterapi.
2. Psikologi
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang pekerjaan, dan
penggunaan waktu senggang sehingga pasien memerlukan
sosioterapi.

24
VI. RENCANA TERAPI
Farmakoterapi :
- Risperidone 2 mg
1 tablet/ 12 jam/ oral
- Clozapin 25 mg
I tablet/ 24 jam/ oral (malam)
Psikoterapi

- Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu
pasien dalam memahami dan menghadapi penyakitnya.Memberi
penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya, manfaat
pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul
selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum
obat secara teratur.
- Ventilasi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
- Konseling
Membantu pasien untuk dapat merubah keyakinan pasien yang
negative, irrasional dan mengalami penyimpangan (distorsi)
menjadi positif dan rasional sehingga secara bertahap mempunyai
reaksi somatic dan perilaku yang lebih sehat dan normal.
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan
memahami cara menghadapinya, serta memotivasi pasien agar
tetap minum obat secara teratur
- Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan
dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan dan keteraturan pengobatan.

25
VII. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam : Bonam
b. Quo Ad Functionam : Dubia ad Malam
c. Quo Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Faktor pendukung:
- Tidak terdapat riwayat keluarga yang mengalami gangguan

jiwa

Faktor Penghambat :

- Terdapat gejala yang berulang

- Dukungan keluarga yang tidak terlalu baik.

- Terdapat disabilitas berat

- Berlangsung kronik

VIII. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan
penyakitnya, serta menilai efektifitas terapi dan kemungkinan
terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.
1. Hari ke-3 (tanggal 15 Desember 2019)
Subjektif:
Pasien tampak tenang. Pasien merasa bingung mengapa
dia harus dirawat dan tidak mau minum obat. Pasien masih
mendengar suara laki-laki namun tidak terus-menerus seperti
sebelumnya, pasien juga masih berkomunikasi dengan Allah.
Pasien juga masih meyakini dirinya imam Mahdi. Nafsu makan
baik, tidur cukup, pasien mau mandi.
Objektif :
Kontak mata : ada
Aktivitas Psikomotor : tenang

26
Verbalisasi : spontan, lancar, intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
Afek : inappropriate
Gangguan persepsi : ada, halusinasi auditorik (pasien
mendengar suara laki-laki yang diyakininya sebagai malaikat
jibril dan Allah yang memberinya petunjuk untuk
menyelamatkan orang-orang sekitarnya seperti menyembuhkan
orang lain)
Arus pikir : Cukup relevan
Gangguan isi pikir : Waham kebesaran (pasien mengaku
sebagai imam Mahdi dan bisa berkomunikasi secara langsung
dengan Allah SWT)
Tilikan : Derajat 1 (Penyangkalan penuh bahwa
dirinya sakit).
Assesment : Skizofrenia YTT (F20.9)
Planning:
R/ Risperidone 2 mg (1 tablet/ 12 jam/ oral)
Clozapin 25 mg (I tablet/ 24 jam/ oral (malam))

2. Hari ke-5 (tanggal 17 Desember 2019)


Subjektif:
Pasien tampak tenang. Pasien masih mendengar suara laki-
laki tersebut namun hanya saat siang hari. Pasien juga masih
meyakini dirinya imam Mahdi. Nafsu makan baik, tidur cukup,
pasien mau mandi, pasien tidak mau minum obatnya, pasien
merasa tidak sakit.
Objektif :
Kontak mata : ada
Aktivitas Psikomotor : tenang
Verbalisasi : spontan, lancar, intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

27
Afek : inappropriate
Gangguan persepsi : ada, halusinasi auditorik (pasien
mendengar suara laki-laki tersebut namun hanya saat siang
hari )
Arus pikir : Cukup relevan
Gangguan isi pikir : Waham kebesaran (pasien mengaku
sebagai imam Mahdi dan bisa berkomunikasi secara langsung
dengan Allah SWT)
Tilikan : Derajat 1 (Penyangkalan penuh bahwa
dirinya sakit).
Assesment : Skizofrenia YTT (F20.9)
Planning:
R/ Risperidone 2 mg (1 tablet/ 12 jam/ oral)
Clozapin 25 mg (I tablet/ 24 jam/ oral (malam))

3. Hari ke-7 (tanggal 20 Desember 2019)


Subjektif:
Pasien tampak tenang. Pasien masih mendengar suara laki-
laki namun hanya saat siang hari, pasien tidak tahu apa yang
dibicarakan suara tersebut. Pasien juga masih meyakini dirinya
imam Mahdi. Nafsu makan baik, tidur cukup, pasien mau
mandi. Pasien mau minum obat.
Objektif :
Kontak mata : ada
Aktivitas Psikomotor : tenang
Verbalisasi : spontan, lancar, intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
Afek : inappropriate
Gangguan persepsi : ada, halusinasi auditorik (pasien
mendengar suara laki-laki namun hanya saat siang hari, pasien
tidak tahu apa yang dibicarakan suara tersebut)

28
Arus pikir : Cukup relevan
Gangguan isi pikir : Waham kebesaran (pasien mengaku
sebagai imam Mahdi)
Tilikan : Derajat 1 (Penyangkalan penuh bahwa
dirinya sakit).
Assesment : Skizofrenia YTT (F20.9)
Planning:
R/ Risperidone 2 mg (1 tablet/ 12 jam/ oral)
Clozapin 25 mg (I tablet/ 24 jam/ oral (malam))

4. Hari ke-12 (tanggal 25 Desember 2019)


Subjektif:
Pasien tampak tenang. Pasien masih mendengar suara laki-
laki namun tidak menentu kapan, pasien tidak tahu apa yang
dibicarakan suara tersebut. Pasien juga masih meyakini dirinya
imam Mahdi. Nafsu makan baik, tidur cukup, pasien mau
mandi. Pasien mau minum obat.
Objektif :
Kontak mata : ada
Aktivitas Psikomotor : tenang
Verbalisasi : spontan, lancar, intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
Afek : inappropriate
Gangguan persepsi : ada, halusinasi auditorik (pasien
mendengar suara laki-laki namun tidak menentu, pasien tidak
tahu apa yang dibicarakan suara tersebut)
Arus pikir : Cukup relevan
Gangguan isi pikir : Waham kebesaran (pasien mengaku
sebagai imam Mahdi)
Tilikan : Derajat 1 (Penyangkalan penuh bahwa
dirinya sakit).

29
Assesment : Skizofrenia YTT (F20.9)
Planning:
R/ Risperidone 2 mg (1 tablet/ 12 jam/ oral)
Clozapin 25 mg (I tablet/ 24 jam/ oral (malam))

5. Hari ke- 19 (tanggal 1 Januari 2020)


Subjektif:
Pasien tampak tenang. Pasien masih mendengar suara laki-
laki namun tidak menentu kapan, pasien tidak tahu apa yang
dibicarakan suara tersebut. Pasien sudah tidak meyakini dirinya
imam mahdi. Nafsu makan baik, tidur cukup, pasien mau
mandi. Pasien mau minum obat. Pasien merasa tidak sakit.
Objektif :
Kontak mata : ada
Aktivitas Psikomotor : tenang
Verbalisasi : spontan, lancar, intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
Afek : inappropriate
Gangguan persepsi : ada, halusinasi auditorik (pasien
mendengar suara laki-laki namun tidak menentu, pasien tidak
tahu apa yang dibicarakan suara tersebut)
Arus pikir : Cukup relevan
Gangguan isi pikir : tidak ada
Tilikan : Derajat 1 (Penyangkalan penuh bahwa
dirinya sakit).
Assesment : Gangguan psikotik non organik YTT (F25)
Planning:
R/ Risperidone 2 mg (1 tablet/ 12 jam/ oral)
Clozapin 25 mg (I tablet/ 24 jam/ oral (malam))

30
IX. PEMBAHASAN

Berdasarkan PPDGJ-III dikatakan gangguan jiwa apabila ditemukan :

1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa :


 Sindrom atau Pola Perilaku
 Sindrom atau Pola Psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan“ (distress),
antara lain dapat berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram,
terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk
perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian,
makan, kebersihan diri, dll).1

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) untuk mendiagnosis skizofrenia
(F.20) jika memenuhi kriteria berikut;1

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):

a. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau


bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda;
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
b. Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar, atau

31
Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau
Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar
Delusion perception : pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi audiotorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya
dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti
misalnya mengenai identitas keagamaan atau pulitik, atau
kekuatan dan kemampuan "manusia super" (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas dalam kurun waktu satu bulan atau lebih;
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja,
apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (Over
Valued Ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.

32
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolatin), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, dan stupor.
d. Gejala-geajala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara
yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan lebih (tidak berlaku untuk setiap
fase nonpsikotik prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna
dalam mutu keseluruhan (over all quality) dari beberapa aspek
perilaku pribadi (personal behavior) bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak betujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.1

Berdasarkan DSM-5, skizofrenia dapat ditegakkan apabila


memenuhi kriteria :

1. Dua atau lebih gejala dibawah ini, berlangsung paling sedikit


satu bulan (atau bisa kurang atau berhasil diterapi). Paling
sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (a), (b), atau (c).
a. Waham
b. Halusinasi
c. Pembicaraan disorganisasi (misalnya, inkoheren)
d. Perilaku disorganisasi berat atau katatonik

33
e. Simtom negatif (berkurangnya ekspresi emosi atau avolisi)
2. Sejak awitan gangguan, untuk periode waktu yang cukup
bermakna terdapat penurunan derajat fungsi dalam satu atau
lebih area penting misalnya fungsi pekerjaan, hubungan
interpersonal, perawatan diri (dibawah derajat yang pernah
dicapai sebelum awitan). Bila awitannya terjadi pada masa anak
dan remaja, terdapat kegagalan dalam mencapai, derajat fungsi
pekerjaan, akademik dan hubungan interpersonal yang
diharapkan.
3. Tanda-tanda, secara terus menerus, menetap paling sedikit
enam bulan. Dalam periode enam bulan tersebut harus terdapat
paling sedikit satu bulan simtom (bisa kurang bila berhasil
diterapi) pada Kriteria A (simtom-simtom pada fase aktif) dan
juga dapat termasuk simtom periode prodromal atau residual.
Selama periode prodromal atau residual, tanda-tanda gangguan
dapat bermanifestasi hanya dalam bentuk simtom negatif atau
dua atau lebih simtom yang terdapat pada Kriteria A dalam
derajat yang lebih ringan (misalnya kepercayaan-kepercayaan
aneh, pengalaman persepsi yang tak lumrah).
4. Harus telah disingkirkan gangguan skizoafektif dan depresi atau
gangguan bipolar dengan ciri psikotik;
a. Tidak terdapat secara bersamaan dengan episode manik
atau depresi selama simtom fase aktif.
b. Bila terdapat episode mood selama fase aktif, ia harus
terlihat dalam minoritas durasi total periode aktif atau
residual penyakit.
5. Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat
(misalnya, penyalahgunaan zat atau medikasi) atau kondisi
medik lainnya.
6. Bila terdapat riwayat gangguan spektrum autisme atau
gangguan komunikasi awitan masa anak, diagnosis tambahan

34
skizofrenia dibuat hanya bila terdapat halusinasi atau waham
yang menonjol. Simtom-simtom lainnya yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis gangguan skizofrenia juga harus terjadi
paling sedikit satu bulan (kurang bila berhasil diterapi).

Penatalaksanaan Gangguan Psikotik dapat dilakukan dengan :

a) Farmakoterapi
Obat anti-psikosis yang digunakan dalam mengatasi sindrom
psikosis anti-psikosis tipikal dan atipikal. Tipikal mencakup
golongan phenothiazine, butyrophenon, diphenyl butyl piperidine
dan atipikal mencakup golongan benzamide, dibenzodiazepine,
benzisoxazole. Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah
memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di
otak, khususnya di system limbik dan system ekstrapiramidal
(dopamine D2 receptor antagonist) sehingga efektif untuk gejala
positif sedangkan anti-psikosi atipikal untuk gejala positif dan
negatif.2

Sediaaan obat anti-psikosis dan dosis anjuran2

Golongan Jenis Obat Sediaan Dosis Anjuran


Tipikal Chlorpromazine Tab. 25-100 mg 300 – 1000 mg/hari
Haloperidol Tab. 0,5-1,5 mg 5 – 20 mg/hari
Fluphenazine Vial. 25 mg/cc 12,5 – 25 mg (im)
decanoate setiap 2-4 minggu
Trifluoperazine Tab. 1-5 mg 15-50 mg/hari
Atipikal Sulpiride Amp. 100mg/2cc 3-6 amp/h (im)
Tab. 200 mg 300 – 600 mg/hari
Risperidone Tab. 1-2-3 mg 2 – 8 mg/hari
Clozapine Tab. 25-100 mg 150 – 600 mg/hari
Olanzapine Tab. 5-10 mg 10 – 30 mg/hari
Aripiprazole Tab. 5-10-15 mg 10 – 30 mg/hari

35
Secara umum efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :

1) Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan


berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun)
2) Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik :
mulut kering, kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat,
gangguan irama jantung)
3) Gangguan ekstrapiramidal (dystonia akut, akathsia, sindrom
Parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas)
4) Gangguan endokrin (amenorrhoe) metabolic (jaundice),
hematologic (agranulocytosis) biasanya pada pemakaian jangka
panjang

Efek samping ini ada yang dapat ditolerir oleh pasien, ada
yang lambat danada yang sampai membutuhkan obat simtomatis
untuk meringankan penderitaan pasien.Efek obat anti-psikosis
secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. sehingga tidak
langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan,
biasanya 1 bulan kemudian baru gejala sindrom psikosis kambuh
kembali.

Pada pasien ini didapatkan gejala positif dan negative


sehingga digunakan obat anti-psikosis atipikal yaitu Olanzapine
merupakan obat golongan dibenzodiazepine yang berfungsi
menyeimbangkan kembali zat kimia di otak sehingga membantu
mengurangi halusinasi, kegelisahan, dan membuat orang berpikir

36
lebih jernih sehingga lebih aktif berperan dalam kehidupan sehari-
hari. Efek samping yang dialami pasien setelah mengkonsumsi
sopavel yaitu pasien sering merasa mengantuk.2

b) Psikoterapi
Psikoterapi bermanfaat untuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya
pola perilaku maladaptif atau gangguan psikologik. Psikoterapi
dapat diberikan secara individual, kelompok, atau pasangan
sesuai dengan gangguan psikologis yang dialaminya.2

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya. 2013.
2. Maslim, R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi
3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2014.
3. Amir, N. Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri Edisi 3. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.
4. Dharmono, S. Tanda dan Gejala Klinis Psikiatrik dalam Buku Ajar
Psikiatri Edisi 3. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2017.
5. Redayani, P. Wawancara dan Pemeriksaan Psikiatrik dalam Buku Ajar
Psikiatri Edisi 3. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2017.
6. Sadock, BJ, etc. Schizophrenia and Other Psychotic Disorder:
Neurocognition in Schizophrenia dalam Kaplan and Sadock’s
Comprehensive Textbook of Psychiatry 10th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. 2017.
7. Bowie, CR and Harvey, PD. Review: Cognitive deficits and functional
outcome in Schizophrenia in Neuropsychiatric Disease and Treatment.
New York: Dove Medical Press Limited. 2006.
8. Bhattacharya,K. Review: Cognitive Function in Schizophrenia. Journal
of Psychiatry. 2015.

38
9. Tanzil, A. Korteks serebri, Fungsi Intelektual otak, Proses Belajar, dan
Memori dalam Guyton and Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
12. Singapore: Elseviar. 2016.
10. Harvey, P. Cognition, Social Cognition, and Functional Capacity in
Early-Onset Schizophrenia. Child Adolescense Psychiatric Clinic North
America. 2020. 29 (1); 171-182.
11. Lewis, DA dan Glausier JR. Alterations in prefrontal cortical Circuitry
and Cognitive Dysfunction in Schizophrenia dalam The
Neuropsychopathology of Schizofrenia Molecules, Brain systems,
Moivation and Cognition. Switzerland: Springer International
Publishing. 2016.
12. Kayman, Dj dan Goldstein, MF. Cognitive Deficits in Schizophrenia.
Current Translational and Experimental Gerontology Report Volume 1
Issue 1.USA: Springer. 2012.
13. Cassetta, BD dan Goghari VM. Working memory and processing
speed training in schizophreni: study Protocol for a randomized
controlled trial. 2016.
14. Kern, RS dan Horan, WP. Definition and Measurement of
Neurocognition and Social Cognition dalam Neurocognition and Social
Cognition in Schizophrenia Patient. Switzerland: S Karger AG. 2010.

39
40

Anda mungkin juga menyukai