Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN GEA

(Gastroenteritis akut)

A. Devinisi

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta
pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah gizi yang berat (Mubarok, 2006).

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak


atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Wiyadi, 2007).

B. Etiologi
Penyebab diare Yaitu (Santoso, 2007)
a. Virus : Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut :
 Rotavirus serotype 1, 2, 8 dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4
didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan.
 Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne
atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to
person.
 Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa .
 Adenovirus (type 40, 41) .
 Small bowel structured virus.
 Cytomegalovirus
b. Bakteri :
 Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat
pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan
heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang
menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
brush border atau menginvasi mukosa.
 Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum
jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
 Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas.
Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi
sitotoksin mungkin memegang peranan.
 Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip
dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan
multiplikasi didalam sel epitel kolon.
 Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan
melalui person to person jarang terjadi.
 Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi
kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody
diarrhea
c. Protozoa :
 Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme
patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi
dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route.
Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,
endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang
tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten
dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah,
dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan
anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung.
 Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini
bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya
mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh
E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
 Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 –
15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada
bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala
klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim
kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan
resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
 Microsporidium spp.
 Isospora belli
 Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
 Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
 Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi,
termasuk diare dan perdarahan usus..
 Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama
jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis
watery diarrhea dan nyeri abdomen.
 Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan
appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri
abdomen.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,


tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

a. Infeksi :
 Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus
Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter,
Aeromonas)
 Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
b. Parasit
 Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,
Crypto Sparidium)
 Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
 Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
 Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
 Alergi: alergi makanan
a. Manifestasi klinis
Menurut Sudoyo (2006), Manifestasi klinis diare yaitu:
 Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
 Kram perut
 Demam
 Mual
 Muntah
 Kembung
 Anoreksia
 Lemah
 Pucat
 Urin output menurun (oliguria, anuria)
 Turgor kulit menurun sampai jelek
 Ubun-ubun / fontanela cekung
 Kelopak mata cekung
 Membran mukosa kering
C. Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup
sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006)
 Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
 Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
 Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke
gaster.
 Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
 Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
 Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
 Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung,
empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus,
dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa
kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
D. Pathways

E. Pemeriksaan penunjang
 Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan
yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan
(c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap
absorbs kalsium.
 Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi
pada usus halus.
 Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone
laksatif.
 Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala
sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi
dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat
menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube
dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan
suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa
diinjeksikan.
F. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
 Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit
saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih
 Keadaan Umum : baik
 Mata : Normal
 Rasa haus : Normal, minum biasa
 Turgor kulit : kembali cepat
2. Diare dehidrasi berat
 Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

 Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil
pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare
harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
 Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
G. Pengkajian
1. Pengkajian
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
b. Diagnosa keperawatan

1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi,
proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
H. Intervensikeperawatan

NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI

1. Diare b.d faktor Setelah dilakukan Manajemen Diare (0460)


psiko-logis (stress, tindakan perawatan  Identifikasi faktor yang mungkin me-
cemas), faktor selama … X 24 jam nyebabkan diare (bakteri, obat,
situasional (kera- pasien tidak me- makanan, selang makanan, dll )
cunan, kontaminasi, ngalami diare / diare  Evaluasi efek samping obat
pem-berian makanan berkurang, dengan  Ajari pasien menggunakan obat diare
melalui selang, criteria : dengan tepat (smekta diberikan 1-2 jam
penyalahgunaan setelah minum obat yang lain)
laksatif, efek
Bowel Elemination  Anjurkan pasien / keluarga untuk men-
samping  Frekuensi
obat, bab catat warna, volume, frekuensi, bau,
travelling, malab-normal < 3 kali / konsistensi feses.
sorbsi, proses infeksi, hari  Dorong klien makan sedikit tapi sering
parasit, iritasi)  Konsistensi feses (tambah secara bertahap)
normal (lunak  Anjurkan klien menghindari makanan
Batasan karakteristik dan berbentuk) yang berbumbu dan menghasilkan gas.
:  Gerakan usus  Sarankan klien untuk menghindari ma-
- Bab > 3 x/hari tidak me-ningkat kanan yang banyak mengandung
- Konsistensi encer (terjadi tiap 10 - laktosa.
/ cair 30 detik)  Monitor tanda dan gejala diare
- Suara usus  Warna feses
hiperaktif  Anjurkan klien untuk menghubungi pe-
normal tugas setiap episode diare
- Nyeri perut  Tidak ada lendir,
- Kram  Observasi turgor kulit secara teratur
darah  Monitor area kulit di daerah perianal
 Tidak ada nyeri dari iritasi dan ulserasi
 Tidak ada diare  Ukur diare / keluaran isi usus
 Tidak ada kram  Timbang Berat Badan secara teratur
 Gambaran  Konsultasikan dokter jika tanda dan
peristaltic tidak gejala diare menetap.
tampak  Kolaborasi dokter jika ada peningkatan
 Bau fese normal suara usus
(tidak amis, bau  Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala
busuk) diare menetap.
 Anjurkan diet rendah serat
 Anjurkan untuk menghindari laksatif
 Ajari klien / keluarga bagaimana meme-
lihara catatan makanan
 Ajari klien teknik mengurangi stress
 Monitor keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi
 Hindari makanan yang membuat alergi
 Hindari makanan yang tidak bisa di-
toleransi oleh klien
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori dan jenis
makanan yang dibutuhkan
 Berikan makanan secara selektif
 Berikan buah segar (pisang) atau jus
buah
 Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan kien dan ba-
gaimana cara makannya

2. Hipertermi b.d Setelah dilakukan Pengaturan Panas (3900)


dehidrasi, tindakan perawatan  Monitor suhu sesuai kebutuhan
peningkatan selama … X 24 jam  Monitor tekanan darah, nadi dan
metabolik, inflamasi suhu badan klien respirasi
usus normal, dengan  Monitor suhu dan warna kulit
criteria :  Monitor dan laporkan tanda dan gejala
Batasan karakteristik hipertermi
: Termoregulasi  Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang
 Suhu tubuh > a. Suhu kulit normal adekuat
normal b. Suhu badan  Ajarkan klien bagaimana mencegah
 Kejang 35,9˚C- 37,3˚C panas yang tinggi
 Takikardi c. Tidak ada sakit
 Berikan obat antipiretik
 Respirasi kepala 8.
meningkat d. Tidak ada nyeri
 Diraba hangat otot
 Kulit memerah e. Tidak ada
perubahan war-na
kulit
f. Nadi, respirasi
dalam ba-tas
normal
g. Hidrasi adekuat

3. Kekurangan volume Setelah dilakukan Monitor Cairan (4130)


ca-iran b.d intake tindakan perawatan  Tentukan riwayat jenis dan banyaknya
kurang, kehilangan selama … X 24 jam intake cairan dan kebiasaan eleminasi
volume cairan aktif, kebutuhan cairan  Tentukan faktor resiko yang
kegagalan dalam dan elektrolit menyebabkan ketidakseimbangan cairan
mekanisme adekuat, dengan (hipertermi, diu-retik, kelainan ginjal,
pengaturan kriteria : muntah, poliuri, diare, diaporesis,
terpapar panas, infeksi)
Batasan karakteristik Hidrasi  Menimbang BB secara teratur
:  Hidrasi kulit  Monitor vital sign
 Kelemahan adekuat  Monitor intake dan output
- Haus  Tekanan darah  Periksa serum, elektrolit dan membatasi
 Penurunan turgor dalam ba-tas cairan bila diperlukan
kulit normal 7.
 Membran mucus /  Nadi teraba 1.
kulit kering  Membran 4
 Nadi meningkat, mukosa lembab
te-kanan darah  Turgor kulit
menu-run, tekanan normal
nadi menurun  Berat badan stabil
 Penurunan dan dalam batas
pengisian kapiler normal
 Perubahan status  Kelopak mata
mental tidak ce-kung
 Penurunan urin  Fontanela tidak
out-put cekung
-
-

4. PK: Syok Setelah dilakukan  Kaji dan catat status perfusi perifer.
hipovolemia b.d tindak-an / Laporkan temuan bermakna :
dehidrasi penanganan selama ekstremitas dingin dan pucat, penurunan
1 jam diharapkan amplitude nadi, pengisian kapiler
klien mempunyai lambat.
perfusi yang
2. Pantau tekanan darah pada interval sering ;
adekuat, dengan waspadai pada pembacaan lebih dari 20
criteria : mmHg di bawah rentang normal klien atau
indicator lain dari hipotensi : pusing,
Kriteria hasil : perubahan mental, keluaran urin menurun.
 Amplitudo nadi 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien
perifer pada posisi telentang untuk meningkatkan
meningkat aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan
 Pengisian kapiler darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi
singkat (< 2 koroner dan arteri ginjal yang adekuat.
detik) 4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk
 Tekanan darah menentukan keadekuatan aliran balik vena
dalam rentang dan volume darah; 5-10 cm H2O biasanya
normal dianggap rentang yang adekuat. Nilai
 Membran mendekati 0 menunjukkan hipovolemia,
mukosa lembab khususnya bila terkait dengan keluaran urin
 Turgor kulit menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan
normal frekuensi jantung yang ditemukan pada
 Berat badan stabil hipovolemia.
dan dalam batas 5. Observasi terhadap indicator perfusi
normal serebral menurun : gelisah, konfusi,
penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator
 Kelopak mata
positif terjadi, lindungi klien dari cidera
tidak cekung
dengan meninggikan pengaman tempat
-
tidur dan menempatkan tempat tidur pada
posisi paling rendah. Reorientasikan klien
sesuai indikasi.
6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri
koroner menurun : nyeri dada, frekuensi
jantung tidak teratur.
7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN
(>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl)
meninggi ; laporkan peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama Natrium
(>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L).
Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan
otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak
teratur. Juga pantau tanda hipernatremia,
retensi cairan dan edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan
jumlah cairan tergantung pada jenis syok
dan situasi klinis klien : RL, Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU
DAFTAR PUSTAKA

Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal
preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal
Epidemiology, No. 22, 40–46.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku


Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.

The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com

Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai