Anda di halaman 1dari 112

KERJA PRAKTIK – TM184831

Analisa Proses Manufaktur Dies Pada PT. Toyota Motor


Manufacturing Indonesia

Mahalli Ridho
NRP 02111640000038

Reynald Sapoetra
NRP 02111640000085

Timothy Wibisono
NRP 02111640000093

Dosen Pembimbing
Dinny Harnani, S.T., M.Sc.
NIP 198905132019032013

Pembimbing Lapangan
Rachmat Hasan

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember i
Surabaya 2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTIK


MAHASISWA PROGRAM STUDI S1
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA

Dengan ini menerangkan bahwa :

MAHALLI RIDHO 02111640000038


REYNALD SAPOETRA 02111640000085
TIMOTHY WIBISONO 02111640000093

Telah melaksanakan Kerja Praktik pada tanggal;


1 Agustus 2019 - 30 Agustus 2019,
serta telah menyusun dan menyelesaikan laporan Kerja Praktik di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia.

Mengetahui,
Koordinator Kerja Praktik Dosen Pembimbing

Suwarno, ST, M.Eng Dinny Harnani, S.T., M.Sc. ii


NIP 198005202005011003 NIP 198905132019032013
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTIK


MAHASISWA PROGRAM STUDI S1
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA

Dengan ini menerangkan bahwa :

MAHALLI RIDHO 02111640000038


REYNALD SAPOETRA 02111640000085
TIMOTHY WIBISONO 02111640000093

Telah melaksanakan Kerja Praktik pada tanggal;


1 Agustus 2019 - 30 Agustus 2019,
serta telah menyusun dan menyelesaikan laporan Kerja Praktik di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia.
.
Mengetahui,
Pembimbing Lapangan

iii
Rachmat Hasan
Section Head Machining
iv
ABSTRAK

Transportasi merupakan salah satau faktor yang penting di kehidupan


manusia. Setiap hari, kegiatan manusia tidak lepas dari melakukan transportasi
dari satu tempat ke tempat lainnya. Mobil menjadi salah satu moda transportasi
yang diminati di Indonesia, karena mobilitas tinggi. PT. Toyota Motor
Manufacturing Indonesia menjadi salah satu perusahaan produsen mobil terbesar
di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan akan sarana transportasi (mobil) di
Indonesia PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia memiliki lima pabrik yang
tersebar didaerah Jakarta dan Karawang.
Dengan posisi sebagai pemegang market share mobil terbesar di Indonesia,
PT. TMMIN harus melakukan proses produksi secara optimal untuk tetap dapat
berproduksi dengan baik kedepannya. Proses produksi diawali dengan melakukan
perancangan komponen-komponen mobil, kemudian dilanjutkan dengan membuat
komponen-komponen yang dibutuhkan dan memprosesnya hingga menjadi part
yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan untuk kemudian dilanjutkan
dengan proses assembly. Salah satu proses produksi yang ada di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia adalah Dies and Jig yang akan digunakan sebagai
alat pencetak pada bagian mobil, seperti Front Door, Rear Door, Hood, Luggage,
Oil Pan, Roof dan lain lain.
Proses produksi Dies and Jig diawali dengan proses design awal, dilanjutkan
dengan casting lalu proses machining untuk memotong dan menghaluskan
bagian-bagian die tertentu. Die dan komponen yang telah diproses machining
kemudian akan diuji dan dicek pada proses Try Out dan Quality untuk menjamin
fungsinya dapat terpenuhi dengan baik. Untuk dapat memproduksi die yang
berkualitas baik tersebut, mesin-mesin produksi di Press and Tooling Engineering
Division perlu dijaga akurasi dan kepresisiannya.
Pada laporan kerja Praktik ini, akan dibahas proses produksi dies di PT.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia dengan beberapa contoh produksi die
yang pernah dilakukan dan proses perawatan mesin-mesin produksi die.

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan kebutuhan manusia dalam sektor industri terus meningkat,
terutama pada sektor industri otomotif. Pada sektor ini telah tercipta beraneka
ragam jenis alat transportasi yang digunakan manusia untuk mempermudah
aktivitas dalam menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Mobil menjadi moda
transportasi yang dipilih oleh masyarakat untuk membawa banyak penumpang
atau muatan dalam jumlah yang besar. Di Indonesia sendiri terdapat berbagai
model mobil seperti, SUV, MPV, Bus, Truk, dan kendaraan niaga lainnya.
Model ini dibuat sebagai pemenuhan dari permintaan dan kebutuhan
konsumen di Indonesia.
Salah satu perusahaan produsen mobil terbesar di Indonesia adalah PT.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia, perusahaan ini memiliki lima pabrik
yang beroperasi dan tersebar di daerah Jakarta dan Karawang. Dominasi yang
dimiliki PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia dalam pasar mobil di
Indonesia membuktikan bahwa kualitas dari produk yang dihasilkan tidak
diragukan. Untuk menjaga kualitas produk hingga sampai ke tangan
konsumen PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia melakukan uji kualitas
kelayakan produk di setiap lini produksi. Apabila ditemukan produk yang
tidak sesuai dengan standar kualitas perusahaan, maka produk tersebut akan
diperbaiki sebelum bisa lanjut ke proses berikutnya.
Salah satu hasil proses produksi di Plant Sunter 2 PT.Toyota Motor
Manufacturing Indonesia adalah Dies dan Jig, yaitu alat-alat yang akan
digunakan untuk mencetak part bagian mobil. Pada Plant Sunter 2 PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia sudah dikenal secara mendunia akan kualitas
Die nya. Hal ini terbukti dari banyaknya customer die yang bukan hanya
Indonesia saja, melainkan negara-negara luar seperti Pakistan, Thailand dan
beberapa negara di Asia lainnya. Kualitas produk mobil Toyota di Indonesia

1
yang tidak bisa diragukan lagi dan sudah terbukti di mancanegara mendorong
penulis untuk melakukan observasi terhadap proses produksi die di PT.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia yang mampu menghasilkan produk
berkualitas dan cara-cara perawatan yang biasa dilakukan untuk menjaga
kondisi mesin-mesin produksi die.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang di angkat oleh penulis dalam laporan kerja Praktik
adalah;
1. Bagaimana proses PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia Plant 2
Sunter Divisi Dies and Jig memproduksi dies?
2. Bagaimana cara merawat mesin produksi Dies and Jig?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan laporan yang diangkat oleh penulis dalam laporan kerja
praktik adalah;
1. Untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai mahasiswa Departemen
Teknik Mesin ITS dalam rangka menempuh gelar sarjana.
2. Untuk mengetahui pengaplikasian dari ilmu yang telah dipelajari penulis
selama menuntut ilmu di Departemen Teknik Mesin ITS.
3. Untuk mengetahui proses – proses yang dilakukan oleh PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia Plant 2 Sunter Divisi Dies and Jig
dalam memproduksi dies.
4. Untuk mengetahui cara merawat mesin produksi Dies and Jig.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah yang digunakan penulis pada laporan kerja praktik ini
adalah;
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada divisi Press and Tooling
Engineering Sunter Plant 2 PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
tempat penulis melaksanakan kerja Praktik

2
2. Penelitian terkait perawatan mesin produksi hanya dilakukan pada mesin
NCB-7 di divisi Press and Tooling Engineering Sunter Plant 2 PT.
Toyota Motor Manufacturing

1.5 Metode Penelitian


Dalam menyelesaikan laporan kerja praktik ini, penulis mengumpulkan
data yang dibutuhkan melalui metode :
1. Observasi
Dalam metode ini pengumpulan data dilakukan dengan mengamati
secara langsung objek penelitian di lapangan.
2. Wawancara
Dalam metode ini pengumpulan data dilakukan dengan bertanya
secara langsung kepada narasumber, yaitu pembimbing dan pihak-pihak
lainnya yang memiliki informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat
membantu dan memberikan penjelasan tentang masalah yang diteliti.
3. Literature
Literature ini didapat dari web resmi, brosur, buku petunjuk, studi
kepustakaan atau membaca buku-buku yang berkaitan langsung dengan
masalah serta keterangan yang didapat dari instansi perusahaan yang
bersangkutan.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan


BAB I
Pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
batasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan laporan
BAB II
Profil Perusahaan, membahas tentang Profil Umum Perusahaan, Sejarah
Perusahaan, Visi dan Misi Perusahaan dan Struktur Organisasi Perusahaan
BAB III
Dasar Teori, menjelaskan mengenai Proses Produksi Die

3
BAB IV
Analisa proses perawatan mesin produksi, data indeks mesin, dan parameter
yang digunakan dalam perawatan mesin.
Bab V
Analisa proses pembuatan die untuk panel front floor, center floor, dan rear
floor.

BAB VI
Penutup, membahas tentang kesimpulan dan saran penulis setelah melakukan
analisa data

4
BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Profil Umum Perusahaan


Nama Perusahaan : PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
Status Perusahaan : Perseroan Terbatas
Status Investasi : Penanaman Modal Asing
Alamat Kantor : Jalan Yos Sudarso No.30, Tanjung Priok, Jakarta
Utara
Jam Kerja :
Kantor : 07.00-16.00 WIB
Pabrik : Shift 1 07.00-16.00 WIB
Jenis Produk : MPV, SUV, Sedan
Referensi Standar : JIS (Japan Industrial Standard)

2.2 Sejarah Perusahaan


PT Toyota-Astra Motor diresmikan pada tanggal 12 April 1971. Peranan
TAM semula hanya sebagai importir kendaraan Toyota, namun setahun kemudian
sudah berfungsi sebagai distributor. Pada tanggal 31 Desember 1989, TAM
melakukan merger bersama tiga perusahaan antara lain :
 PT Multi Astra (pabrik perakitan, didirikan tahun 1973)
 PT Toyota Mobilindo (pabrik komponen bodi, didirikan tahun 1976)
 PT Toyota Engine Indonesia (pabrik mesin, didirikan tahun 1982)
Gabungan dari ketiga perusahaan ini diberi nama PT Toyota-Astra Motor.
Merger ini dilakukan guna menyatukan langkah dan efisiensi dalam menjawab
tuntutan akan kualitas serta menghadapi ketatnya persaingan di dunia otomotif.
Selama lebih dari 30 tahun, PT. Toyota Astra Motor telah memainkan
peranan penting dalam pengembangan industri otomotif di Indonesia serta
membuka lapangan pekerjaan termasuk dalam industri pendukungnya. PT.
Toyota-Astra Motor telah memiliki pabrik produksi seperti Stamping, Casting,

5
Engine dan Assembly di area industri Sunter, Jakarta. Untuk meningkatkan
kualitas produk dan kemampuan produksi, pada tahun 1998 diresmikan pabrik di
Karawang yang menggunakan teknologi terbaru di Indonesia.
Sejak tanggal 15 Juli 2003, TAM direstrukturisasi menjadi 2 perusahaan,
yaitu:
 PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia disingkat TMMIN yang
merupakan perakit produk Toyota dan eksportir kendaraan dan suku
cadang Toyota. Komposisi kepemilikan saham di perusahaan ini adalah
Astra International 5 % dan TMC menjadi 95%.
 PT. Toyota-Astra Motor sebagai agen penjualan, importir dan distributor
produk Toyota di Indonesia. Komposisi kepemilikan saham di perusahaan
ini adalah Astra International 51 % sedangkan TMC 49%.

TMMIN menjalankan proses industrinya berdasarkan standar operasional


Toyota Motor Corporation – Jepang. Hanya dengan manajemen berbasis nasional
serta tenaga-tenaga ahli otomotif dan perakitan yang berasal dari putra bangsa
Indonesia sendiri. Toyota sebagai salah satu raksasa industri di Jepang, menjadi
contoh bagi banyak perusahaan di negara Jepang. Prinsip-prinsip industrinya
seperti Kaizen (Continuous improvement), banyak juga diterapkan pada
perusahaan-perusahaan Jepang lainnya. Prinsip dari Toyota yang sangat terkenal
yaitu Toyota Way, banyak menginspirasi perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang industri di seluruh dunia.
Kepopuleran produk-produk keluaran Toyota Indonesia sangatlah diakui.
Terbukti dari hasil rekapitulasi pelaporan tahunan, bahwa sudah sejak tahun 1990-
an hingga sekarang, Toyota selalu menjadi pabrikan dengan penjualan terbesar di
Indonesia. Semua itu didukung oleh sistem teknik operasional yang baik,
manajemen yang handal, jaringan yang sistematis antara produsen dan konsumen,
serta layanan purna jual yang terkenal akan kehandalannya di mata konsumen
serta tersebar merata di seluruh Indonesia.

6
2.3 Struktur Divisi PTED PT. TMMIN Plant Sunter 2

PRESS AND TOOLING


ENGINEERING DIVISION

PLANNING CONTROL JIG MANUFACTURING DIES PRODUCTION PRESS PRODUCTION


AND ADMINISTRATION ENGINEERING

DIES PLANNING, COST JIG DESIGN AND CADCAM FACILITY ENGINEERING


CONTROL AND ENGINEERING
ADMINISTRATION
JIG FINISHING MACHINING
PRODUCT AND PROJECT AND PART
BUSINESS ENGINEERING
DEVELOPMENT
JIG PLANNING AND ASSEMBLY AND TRY
COST CONTROL OUT SE AND DIE FACE
SAFETY AND PLANT
ACTIVITY
QUALITY AND PROCESS
ENGINEERING DIE DESIGN

Gambar 2.1 Struktur Divisi PTED PT. TMMIN Sunter 2 Plant (dokumen penulis)

7
2.4 Prinsip Sistem Manajemen Mutu
PT. Toyota menggunakan sistem manajemen mutu sebagai berikut:
1. Membuat produk dan memberikan pelayanan yang bermutu tinggi, serta
sesuai dengan kebutuhan dan harapan para pelanggan.
2. Membangun kompetensi sumber daya manusia yang berwawasan mutu
serta mampu berperan serta dalam program peningkatan mutu produk
dan layanan.
3. Menggunakan Prinsip BIQ (Built In Quality) sehingga setiap pekerja
bertanggung jawab atas pekerjaannya untuk tidak melakukan 3M
(Menerima, Membuat, dan Meneruskan defect (cacat))
BAB III
DASAR TEORI

3.1 Jenis-Jenis Pekerjaan Sheet Metal


Dalam memproduksi produk – produk yang terbuat dari sheet metal atau
lembaran logam, dibutuhkan cetakan (press die) yang memiliki kemampuan
untuk memotong (cutting) dan membentuk(forming).
a. Pemotongan (Cutting)
Proses Pemotongan (Cutting) Sheet Metal memiliki banyak
tujuan,sesuai dengan fungsi dari proses pemotongan tersebut, berikut
adalah macam-macam proses pemotongan tersebut:
 Blanking

Gambar 3.1 Produk Proses Blanking (Theryo, 2009)


Proses pemotongan sheet metal untuk mendapatkan hasil potongan
(blank), sisa potongan akan terbuang sebagai scrap atau sering juga
disebut sebagai scrap skeleton.

 Piercing

Gambar 3.2 Produk Proses Piercing (Theryo, 2009)


Proses pemotongan sheet metal untuk membuat lubang pada
permukaan yang rata ataupun kontur. Bentuk lubang tergantung dari
bentuk punch yang digunakan. Bagian yang terbuang atau tidak
digunakan disebut scrap.
 Shearing

Gambar 3.3 Produk Proses Shearing (Theryo, 2009)


Proses pemotongan lembaran atau gulungan sheet metal menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil.

 Trimming

Gambar 3.4 Produk Proses Trimming(Theryo, 2009)


Proses pemotongan bagian yang tidak diperlukan dari proses
drawing atau forming untuk mendapatkan ukuran akhir dari benda
kerja.

 Parting

Gambar 3.5 Produk Proses Parting (Theryo, 2009)


Proses memisahkan suatu part menjadi 2 bagian atau beberapa
bagian dari sheet metal sehingga menghasikan part sesuai dengan yang
dikehendaki.
 Notching dan Semi-Notching

Gambar 3.6 Produk Proses Notching (Theryo, 2009)


Proses pemotongan pada bagian tepi lembaran material dari suatu
proses yang berurutan (progressive) untuk membentuk part. Dengan
pemotongan tersebut, part akan berangsur terbentuk. Press Dies yang
terdiri atas banya proses yang berurutan untuk membentuk suatu part
disebut progressive dies.

 Perforating

Gambar 3.7 Produk Proses Perforating( Theryo, 2009)


Proses membuat banyak lubang secara berulang-ulang pada sheet
metal. Lubang tersebut bisa memiliki berbagai fungsi seperti sebagai
dekorasi, bagian dari saluran caran atau gas, dll.

 Lancing

Gambar 3.8 Produk Proses Lancing (Theryo, 2009)


Proses pemotongan sebagian dari suatu part yang secara serentak
juga terjadi proses bending. Salah satu tujuan proses ini adakah untuk
fentilasi udara. Proses ini tidak membentuk scrap. Lancing sendiri
lazim juga disebut sebagai lanzing atau semi-notching.
 Shaving

Gambar 3.9 Produk Proses Shaving (Theryo, 2009)


Proses menghilangkan burr dari lubang pada suatu part dengan
maksud untuk mendapatkan ukuran yang lebih teliti dan halus.

 Cutting

Gambar 3.10 Produk Proses Cutting (Theryo, 2009)


Proses memotong satu atau beberapa bagian dari sheet
metal/potongan steel sheet atau part. Proses cutting ini biasanya
menysakan sedikit scrap atau bahkan tidak sama sekali.

b. Pembentukan(Forming)
Proses Pembentukan (Forming) Sheet Metal memiliki banyak
tujuan, sesuai dengan fungsi dari proses pembentukan, berikut adalah
macam-macam proses pembentukan tersebut:
 Forming

Gambar 3.11 Produk Proses Forming (Theryo, 2009)


Forming adalah istilah umum untuk proses pembentukan. Forming
merupakan proses pembentukan sheet metal yang sederhana atau proses
drawing uang dangkal tanpa menggunakan blank holder. Kontur pada
proses forming adalah produk tiga dimensi yang tidak beraturan.
 Bending

Gambar 3.12 Produk Proses Bending (Theryo, 2009)


Bending adalah proses pengolahan sheet metal yang lurus,
Terdapat tiga jenis proses bending, yaitu V-bend, L-bend, dan U-bend.

 Drawing

Gambar 3.13 Produk Proses Drawing (Theryo, 2009)


Drawing adalah proses pembentukan sheet metal yang dalam dan
konturnya kompleks sehingga memerlukan blank holder dan air
cushion/spring untuk mengontrol aliran material serta diperlukan bead
atau tahanan untuk menahan aliran material yang terlalu cepat. Untuk
menghasilkan produk yang baik, maka harus digunakan sheet metal
khusus untuk proses drawing dan mesin press hidrolik.
 Re-striking

Gambar 3.14 Produk Proses Re-striking (Theryo, 2009)


Re-striking adalah proses lanjutan dari proses drawing untuk
menyempurnakan bentuk part agar tercapainya bentuk akhir yang
diminta. Proses ini hanya dilakukan pada bagian tertentu.

 Burring

Gambar 3.15 Produk Proses Burring (Theryo, 2009)


Burring adalah proses pembentukan flange pada lubang part dari
sheet metal. Flange pada lubang dapat berfungsi sebagai penguat atau
untuk membuat ulir pengikat. Untuk sheet metal yang tipis proses
burring dan piercing dapat bersamaan dengan satu punch. Proses
burring juga disebut hole flanging.

 Crimping

Gambar 3.16 Produk Proses Crimping (Theryo, 2009)


Crimping adalah proes bending untuk menyatukan atau merakit
kabel listrik dengan kepala terminal yang terbuat dari brass sheet atau
copper sheet.
 Deep Drawing

Gambar 3.17 Produk Proses Deep Drawing (Theryo, 2009)


Deep Drawing adalah proses drawing yang dalam sehingga
memerlukan beberapa kali proses drawing untuk mendapatkan bentuk
dan ukuran akhir. Blank-Holder mutlak diperlukan dan hanya dapat
diproses pada mesin press hidrolik serta menggunakan sheet metal
khusus untuk deep drawing.

 Flanging

Gambar 3.18 Produk Proses Flanging (Theryo, 2009)


Flanging adalah proses pembentukan bagian tepi part dari sheet
metal yang tidak lurus. Tujuan proses flanging adalah untuk
memperkuat bagian tepi dari part tersebut untuk faktor keindahaan.

 Stamping

Gambar 3.19 Produk Proses Stamping (Theryo, 2009)


Stamping adalah proses membentuk huruf, simbol, atau lainnya
pada permukaan sheet metal, dimana bagian dasarnya tetap rata.
Pressing capacity yang diperlukan cukup besar.
 Embossing

Gambar 3.20 Produk Proses Embossing (Theryo, 2009)


Embossing adalah proses pembentukan part dari sheet metal untuk
dekorasi, misalnya membuat tanda-tanda lalu lintas, rib untuk penguat
produk. Bagian dasar dari part ikut terbentuk.

 Curling & Wiring

Gambar 3.21 Produk Proses Curling & Wiring (Theryo, 2009)


Curling adalah proses pengerolan sheet metal part yang lurus dan
bulat dengan tujuan untuk memperkuat bagian tepi dari part tersebut
atau agar supaya tidak tajam. Apabila ditambahkan kawat di bagian
dalam dari gulungan, maka dinamakan proses wiring, agar part menjadi
lebih kuat.

 Hemming dan Seaming

Gambar 3.22 Produk Proses Hemming dan Seaming (Theryo,


2009)
Hemming dan Seaming adalah proses pelipatan atau (forming)
pada bagian tepi sheet metal part dengan tujuan untuk memperkuat,
menghilangkan bagian tajam,dan untuk estetika. Apabila proses ini
untuk menyambung dua part agar menjadi satu, maka prosesnya
disebut sebagai seaming.

 Swaging

Gambar 3.23 Produk Proses Swaging (Theryo, 2009)


Swaging adalah proses pembentukan part dari pipa dengan tujuan
untuk memperkecil diameter pipa dari diameter asalnya. Proses ini
memerlukan mesin khusus yang disebut swaging machine.

 Expanding

Gambar 3.24 Produk Proses Expanding (Theryo, 2009)


Expanding adalah proses pembentukan part dari pipa dengan
tujuan untuk memperbesar diameter pipa dari diameter asalnya. Untuk
mencapai dimensi yang dikehendaki kadang-kadang memerlukan
beberapa proses expand. Apabila diproses dengan mesin hidrolik, maka
umurnya akan lebih panjang.

3.2 Jenis-Jenis Mesin Press


Mesin press yang digunakan pada industri dapat diklasifikasikan
menjadi berapa jenis yaitu berdasarkan:
a. Jenis tenaga penggerak dari slide (ram)
Gambar 3.25 Mesin press mekanik dan hidrolik (docplayer.info)
 Mesin press mekanik (mechanical press)
Gerakan naik turun-naik dari slide (ram) mesin press mekanik
dengan mekanisme crankshaft, ecentric shaft, cam, dan knuckle.
 Mesin press hidrolik (hydraulic press)
Gerakan naik turun-naik dari slide (ram) mesin press hidrolik
digerakan langsung oleh gerakan piston silinder dalam sistem hidrolik.
Baik mesin press hidrolik memilikik kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, yuntuk lebih jelas mengenai perbandingan antara mesin
press mekanik dan hidrolik dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Perbandingan Kinerja Mesin Press Mekanik dan Hidrolik (Theryo,
2009)
KINERJA MESIN PRESS MESIN PRESS
MEKANIK HIDROLIK
Kecepatan Produksi Lebih Cepat Umumnya lebih
(pembentukan) lambat
Panjang Langkah (stroke) (600-1000) mm Relatif lebih panjang
Mengubah Panjang langkah Umumnya sulit Mudah
Menentukan titik mati bawah Tepat Umumnya tidak tepat
Pengaturan kecepatan Tidak dapat diatur Dapat dengan mudah
Penekanan
Pengaturan gaya penekanan Sulit Mudah
Penahan gaya penekanan Tidak Mungkin Mudah
Press Overloading Dapat terjadi Tidak mungkin
Kemudahan Perawatan Lebih mudah Perlu waktu lama
terutama saat bocor
Kapasitas Penekanan 6000 Tonf (sheet 70,000-200,000 tonf
Maksimum metal forming)
11,000 Tonf (forging
press)
b. Mekanisme yang digunakan untuk mengoperasikan cetakan

Gambar 3.26 Mesin Crank Press dan Knuckle Press (Theryo, 2009)
 Crank press
Mesin press yang mekanisme penggerak dari slidenya
menggunakan crankshaft atau eccentric shaft. Umum dipakai karena
proses manufakturnya yang relatif mudah serta mudah untuk mentukan
titik mati bawah secara tepat. Banyak digunakan pada high speed
automatic press dan untuk proses cold dan hot forging, karena tumpuan
antara dua bearing yang lebih pendek sehingga lebih rigid saat
menahan beban.
 Knuckle press
Mesin press yang mekanisme penggerak dari slidenya
menggunakan mekanisme knuckle. Dibandingkn dengan crank press,
kecepatan dan gerakan slidenya lebih rendah, namun titik mati bawah
(TMB) dapat ditentukan dengan tepat seperti pada crank press. Cocok
untuk proses pembentukan seperti coining, sizing, cold forging.

Gambar 3.27 Mesin Friction Press dan Screw Press (Theryo, 2009)
 Friction press
Friction press adalah mesin press yang mekanisme penggeraknya
menggunakan screw. Agar dapat menahan beban yang besar, maka
digunakan ulir trapesium. Mesin ini dioperasikan dengan memutar
piringan yang terhubung dengan mekanisme penggerak. Konstruksi
relatif sederhana sehingga dapat dibuat dengan mudah dan relatif
murah. Mesin ini sudah cukup langka dan tidak presisi, TMB tidak
dapat ditentukan, sehingga hanya digunakan untuk proses yang
sederhana saja seperti flattening, bending, dan coining.

 Screw press
Screw press adalah mesin press yang mekanisme penggeraknya
adalah roda cacing (worm gear) yang menggerakan cacing (worm)
sebagai bagian dari slide mesin. Mesin press tipe ini kurang efektif
untuk kebutuhan penunjang maintenance seperti memasang bushing,
bearing atau roll.

Gambar 3.28 Mesin Rack Press dan Link Press (Theryo, 2009)
 Link press
Link press adalah mesin press yang mekanisme penggeraknya
menggunakan berbagai link (penghubung) untuk mengurangi cycle time
pada proses drawing sehingga dapat mempertahankan kecepatan
produksi. Caranya adalah dengan mengurangi cycle time pada saat
drawing punch kembali ke posisi top dead center.
 Rack press
Rack Press adalah mesin press yang mekanisme penggeraknya
adalah roda gigi (pinion) yang menggerakan bagiandari slide yang
menyatu dengan rack. Mesin press tipe ini kurang efektif untuk
kebutuhan produksi massal. Biasa dipakai unutk penunjang
maintenance seperti untuk memasang bushing, bearing atau roll.

Gambar 3.29 Mesin Cam Press (Theryo, 2009)


 Cam press
Cam press adalah mesin yang mekanisme penggeraknya
menggunakan cam. Mesin tipe ini bisa menggunakan satu cam saja atau
banyak cam yang tiap camnya bekerja secara individual. Kekurangan
dari mesin ini adalah panjang stroke yang terbatas dan kapasitas
mesinnya kecil.

c. Jumlah gerakan slide mesin (number of action)


 Single action
Single action press memiliki satu slide yang dapat naik turun.
Mesin press jenis ini memiliki satu fixed bed dan biasanya digunakan
untuk kegiatan produksi seperti blanking, coining, embossing, drawing.
 Double action
Double action press memiliki dua slide yang bergerak pada arah
yang sama. Mesin press jenis ini lebih cocok digunakan untuk proses
drawing terutama deep drawing dibandingkan single action press.
Kelebihan dari Mesin press jenis ini ialah keempat tepi blank holder
dapat diatur sehingga cocok digunakan untuk memproduksi bentuk
yang tidak umum (irregular).
 Triple action
Triple action press memiliki tiga slide. Dua slide bergerak dengan
arah yang sama seperti pada double action press dan yang ketiga atau
sering disebut sebagain lower slide bergerak ke atas berlawanan dengan
dua slide sebelumnya. Dengan slide ketiga ini maka dapat dilakukan
reverse-drawing, forming atau bending.

3.3 Spesifikasi Utama Mesin Press


Berikut adalah spesifikasi pada mesin press umumnya yaitu:
a. Kapasitas Mesin (Machine Capacity)
Kapasitas pada mesin press sering juga disebut sebagai pressure
capacity yaitu besaran kapasitas penekan (pressing) dari sebuah mesin
penekan. Kapasitas mesin ini memiliki satuan ukuran yaitu Tonf.

b. Panjang Langkah (Stroke Length)


Stroke length adalah perbedaan jarak antara kedua center crankshaft.
Dalam hal ini panjang stroke dapat dikatakan selalu tetap. Panjang stroke
untuk proses blanking berkisar pada 10-75 mm dan panjang stroke untuk
proses drawing seharusnya sekitar 2,5 kali dari kedalaman drawing.
Memilih mesin dengan stroke lebih panjang biasanya lebih
menguntungkan karena akan tersedia ruang yang cukup pada saat dies
dibuka, sehingga memudahkan ketika ingin meletakan atau mengambil
material, kecuali untuk progressive dies.
c. Jumlah Stroke per Menit (Number of Stroke per Minute)
Number of Stroke per Minute (SPM) menentukan seberapa cepat proses
produksi berlangsung. Semakin besar SPM maka kecepatan produksi akan
semakin tinggi pula. Kecepatan penekan Vd (drawing speed) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝑉𝑑 = 𝜋. 𝑆. 𝑛 (3.1)

Dimana :
 S = Panjang stroke
 n = Jumlah stroke per menit (SPM)

Drawing speed pada umumnya adalah 18m/menit, namun dengan berbagai


peningkatan (improvement) dari material steel sheet, lubricant, dan die
design, drawing speed dapat ditingkatkan menjadi sekitar 25-30 m/menit.
d. Die Height
Die height adalah jarak antara slide dan bolster yang diukur pada posisi
adjustment yang tertinggi (up) dan posisi stroke paling rendah (down).
Kemudian jarak antara slide dan meja mesin (press bed) disebut shut height
(adjustment up dan slider down). Die height untuk setiap mesin pada
umumnya sudah di standarisasi yang nantinya akan menjadi patokan untuk
merancang dies.

e. Bolster Area
Ukuran bolster menjadi penentu ukuran press dies atau sejumlah dies
yang dapat dipasang pada mesin press. Press Dies (cetakan) diikat pada T-
slot dari bolster mesin dengan sistem clamping atau baut. Mesin press
dengan kapasitas yang berbeda memiliki T-slot dengan jumlah, jarak, dan
ukuran yang berbeda. Sehingga saat mendesain dies, masalah clamping
harus sudah diperhitungkan.
Bolster biasanya terbuat dari material Ferro Casting (FC) dan pada
tengah terdapat lubang yang dipakai sebagi tempat jatuhnya scrap atau
produk kebawah mesin. Bolster juga dilengkapi lubang – lubang bulat untuk
cushion pin pada proses drawing.

f. Slide Area
Ukuran dari slide mesin press menentukan ukuran upper plate dari
press dies (cetakan) yang dapat diikat. Slide mesin mempunyai T-slot
dengan jumlah, jarak dan ukuran yang berbeda untuk mesin yang berbeda
kapasitasnya. Sehingga ukuran slide sangat diperlukan pada saat merancang
press dies.

g. Slide Adjustment
Slide adjustment umumnya sangat terbatas dan hanya dilakukan untuk
kasus-kasus tertentu, supaya tidak membuang waktu setiap kali men-setting
dies pada mesin press.

h. Electric Motor
Motor elektrik yang digunakan pda umumnya adalah motor AC 3 fase.
Pada mesin press mekanik, motor akan memutar flywheel dari mesin press.
Selanjutnya, dengan mekanisme clutch akan memindahkan gerakan berputar
ke crankshaft yang akan menggerakan slide mesin. Pada mesin press
hidrolik, motor berfungsi menggerakan pompa hidrolik yang akan
mengalirkan oli ke silinder hidrolik sehingga piston akan bergerak menaikan
atau menurunkan slide mesin.

i. Die Cushion
Die cushion adalah suatu mekanisme yang terletak di bawah bolster
mesin press yang digunakan khususnya pada proses drawing untuk
mencegah terbentuknya kerutan (wrinkles), yang komponen utamanya
adalah silinder dan [piston yang pada umumnya dijalankan dengan sistem
pneumatik. Cushion akan berfungsi setelah dialiri angin dengan tekanan 4-5
kgf dalam silinder yang selanjutnya akan menggerakan cushion pin dari
blank holder dari dies. Die cushion juga ada yang kerjanya dengan
menggunakan sistem hydro-pneumatic.

1. Press Dies dan Bagian-bagiannya


Press Dies adalah peralatan produksi atau cetakan yang berfungsi untuk
memotong (cutting) dan membentuk (forming) material plat baja (sheet
metal), plat aluminium (aluminium sheet), plat baja tahan karat (stainless
steel sheet), berbagai pipa dan baja pejal sehingga hasil akhirnya menjadi
suatu produk yang disebut sheet metal product. Penggunaan mesin press
sendiri bertujuan untuk menghasilkan sheet metal product dalam jumlah
besar (mass production) dengan kualitas yang konsisten.
Berikut adalah bagian-bagian dari press dies yaitu:
a. Upper Plate
Bagian yang menyangga punch, punch retainer, guide bush, dan stipper
plate. Terbuat dari material SS41 yang kedua permukaannya dibuat sejajar
dan dihaluskan dengan proses surface grinding.
b. Lower Plate
Bagian yang menyangga die, die retainer, guide pin, dan blank holder.
Terbuat dari material SS41 yang kedua permukaannya dibuat sejajar dan
dihaluskan dengan proses surface grinding.

c. Punch
Pisau pemotong atas atau cetakan laki-laki (male) dari press dies uang
terikat pada upper plate dan terbuat dari material tool steel, seperti DF2,
XW-5 atau XW-41. Punch harus dikeraskan dengan derajat kekerasan 58-63
HRC.

d. Die
Pisau pemotong bawah atau cetakan perempuan (female) dari press dies
uang terikat pada lower plate dan terbuat dari material tool steel, seperti
DF2, XW-5 atau XW-41. Punch harus dikeraskan dengan derajat kekerasan
58-63 HRC.
e. Stripper Bolt
Berfungsi sebagai pemegang stripper plate yang bergerak pada batas
yang sudah ditentukan. Stripper bolt merupakan standard part dan terbuat
dari baja karbon.
f. Spring
Merupakan standard part yang berfungsi untuk penggerak mekanisme
stripper, pad, dan blank holder. Dipasaran tersedia spring dengan berbagai
spesifikasi, urethane dapat digunakan sebagai spring.
g. Shank
Terpasang pada upper plate dan berfungsi sebgai pengikat upper die
pada mesin press. Terbuat dari baja karbon dan tidak perlu dikeraskan.
Umumnya press dies diikat pada mesin dengan sistem clamping.
h. Guide Pin dan Guide Bush
Terikat pada lower plate yang akan masuk dengan sliding-fit pada
lubang guide bush. Guide pin dan guide bush berfungsi sebagai pelurus
antara punch dan die, sehingga tidak perlu men-setting lagi pada saat akan
digunakan. Guide pin dan guide bush dapat dibeli sebagai standard part dan
minimal dibutuhkan 2 set pada setiap press die.
i. Stripper Plate
Bagian dari press dies yang berfungsi untuk menahan material sheet
metal dan juga untuk melepas produk (sheet metal part) yang terkadang
menempel pada punch atau die. Terbuat dari material mild steel (SS41) atau
baja karbon (S45C) dan tidak perlu dikeraskan.
Panjang langkah dari stripper plate ditentukan oleh panjang langkah
dari proses pemotongan yang direncanakan. Panjang langkah yang pendek
dapat membuat biaya konstruksi stripper plate menjadi lebih murah.
j. Guide Pin Stopper
Stopper yang ditempatkan pada guide pin dan berfungsi untuk
membatasi die height, sehingga bila terjadi overstroke kerusakan dies dapat
terhindar.
k. Blank Holder
Dengan mengartikan dari namanya saja sudah dapat ditebak, bahwa
blank holder itu berfungsi untuk memegang material atau blank pada proses
drawing. Bila tidak ada blank holder maka selama proses drawing produk-
produk seperti cangkir, panel dan fuel tank mobil dapat terjadi kerutan
ataupun sobek pada bagian luar blank-nya. Hal ini dikarenakan blank holder
berfungsi untuk menekan blank serta mengatur laju aliran material yang
membentuk produk.
Mekanisme blank holder dapat menggunakan spring, urethane, dan air
cushion. Proses “trial and error” dibutuhkan untuk menentukan tekanan
yang tepat untuk memproduksi produk dengan kualitas yang baik. Karena
permasalahan tersebut, sektor industri umumnya menggunkan air cushion
hal ini dikarenakan tekanan yang tercipta lebih stabil dan mudah untuk
diatur tanpa perlu mengganti material. Karena blank holder berhubungan
langsung dengan benda kerja sehingga diperlukan ketahan terhadap gesekan
sehingga digunakan material seperti ferro casting dan tool steel yang
dikeraskan sebagai material pembuatnya.
l. Cushion Pin
Komponen ini berfungsi untuk meneruskan gerakan dari air cushion, ke
blank holder atau pad dan hampir sama seperti fungsi spring atau urethane.
Untuk mengetahui struktur bagian-bagian dari sebuah dies dengan lebih
baik, kita dapat melihat pada gambar 3.30 dan penjelasannya pada tabel 3.2.

Gambar 3.30 Gambar Potongan Press Dies dan Bagian-Bagiannya


(Theryo, 2009)
Tabel 3.2 Nama Bagian-Bagian Press Dies dan Materialnya (Theryo,
2009)
No. Nama Komponen Material Keterangan
1. Upper plate SS41/S50C
2. Lower plate SS41/S50C
3. Guide bush FC25
4. Guide pin FC25/S45C HRC 55
5. Blanking punch SKD11/XW-5 HRC 58-60
6. Blanking die SKD11/XW-5 HRC 60-63
7. Die block S50C
8. Piercing punch SKD11/XW-5 HRC 58-60
9. Die button SKD11/XW-5 HRC 60-63
10. Punch retainer S45C
11. Retainer bolt Standard part
12. Stripper plate SS41/S45C
13. Shank S45C
14 Spring Standard part
15. Hexagonal bolt Standard part
16. Pilot pin Standard part

Pada tabel 3.3 dijelaskan mengenai berbagai jenis standar pada material
dies serta material bandingannya antara satu standar dengan standar lain.

Tabel 3.3 Cold Work Steel dan Persamaannya (Theryo, 2009)


Sanyo JIS HITACHI DAIDO ASSAB BOHLER AISI
PC 55 S50C HIT 81 PDS 1 760 MS 60 1050
QKS SKS SGT GOA DF – 3 Amutit S O1
3 3
SKD DC 12 XW – Special A2
12 10 K5
QC 11 SKD SLD DC 11 XW – Special D2
11 42 KNL
SKD CRD DC 1 XW – 5 Special K D3
2
QT 41 SKD GFA M–4 My Extra L6
41
2. Jenis-Jenis Konstruksi Press Dies
a. Cutoff Dies

Gambar 3.31 Cutoff Blanking Dies (Theryo, 2009)


Cutoff dies digunakan hanya untuk proses cutting dengan tujuan
cutting blank, seperating atau scrap cutting. Bila digunakan untuk
memotong scrap, maka cutoff dies akan dikonstruksikan pada
progressive dies. Cutoff dies juga kerap kali dipadukan dengan proses
blanking untuk memotong scrap. Cutoff dies terbatas pada blank yang
sederhana dan tidak terlalu menuntut ketelitian.

b. Drop-Thru Dies

Gambar 3.32 Drop-Thru Blanking Dies (Theryo, 2009)


Drop-Thru Dies adalah konstruksi dies yang produknya jatuh ke
bagian bawah dari dies melewati lubang bolster menuju penampungan.
Umumnya digunakan untuk proses blanking dan untuk membuang
scrap pada proses piercing. Problem dari dies ini adalah blank yang
dihasilkan tidak rata, tetapi berbentuk seperti piring karena tidak ada
tahanan pada bagian bawah blank yang dipotong.
c. Return-Type Blanking Dies

Gambar 3.33 Return-Type Blanking Dies (Theryo, 2009)


Pada konstruksi dies ini blank akan didorong ke posisi yang sama pada
saat proses pemotongan. Mekanisme ini dapat terjadi karena pad pada
bagian bawah dari blank yang selalu tertekan ke atas oleh karena
spring.

d. Compound Dies

Gambar 3.34 Compound Dies (Theryo, 2009)


Compound dies merupakan gabungan dari dua atau tiga proses yang
berhubungan menjadi satu. Konstruksi dies yang dibahas sebelumnya
disebut sebagai single station dies yang terdiri hanya terdiri atas satu
proses untuk setiap dies. Pilihan untuk membuat compound dies atau
membuat single station dies bergantung dari kondisi perusahaan.
Beberapa keuntungan compound dies adalah:
 Biaya dies lebih murah dibandingkan membuat beberapa dies
 Cycle time lebih pendek
 Hasil produk lebih terjamin ketelitiannya, karena satu referensi
 Waktu setting lebih cepat
 Penghematan pada pemakaian mesin
Sedangkan beberapa kerugian dari compound dies antara lain:
 Konstruksi dies lebih kompleks, sehingga maintanance lebih
sulit
 Bila terjadi kerusakan maka seluruh proses akan terhenti

e. Combination Dies

Gambar 3.35 Combination Dies (Theryo, 2009)


Gabungan dari bebebrapa proses yang tidak berhubungan pada satu
dies disebut combination dies atau bisa juga gabungan dari dua produk
bagian kanan dan bagian kiri. Pada konstruksi dies seperti ini cukup
sulit untuk melakukan feeding material karena semua dilakukan secara
manual, sehingga memerlukan operator lebih dari 1 orang. Terdapat
kondisi dimana terdapat proses yang tidak diproduksi. Combination
dies dirancang untuk produksi dengan volume rendah dan untuk
menurunkan biaya investasi dies.

f. Continental Dies

Gambar 3.36 Continental Dies (Theryo, 2009)


Konstruksi dies ini sangat sederhana, tanpa guide pin, lower plate, dan
upper plate. Hl ini disebabkan volume produksi sangat rendah dan
mungkin hanya untuk kebutuhan percobaan. Dies jenis ini sering
dipakai perusahaan kecil yang memproduksi metal part yang relatif
tidak terlalu teliti dan harga jualnya murah. Karena dengan dies ini
dapat mengurangi investasi dies yang sangat mahal.

g. Subpress Dies
Gambar 3.37 Continental Dies (Theryo, 2009)
Dies jenis ini cukup komplit, mempunyai guide pin, lower plate, idan
upper plate, tetapi pada saat produksi hanya lower plate saja yang
diikat pada bolster mesin, sedangkn upper plate-nya bebas. Slide
mesin press akan mendorong upper plate sehingga terjadi proses
cutting, kemudian upper platekembali ke posisi semula karena
mekanisme spring. Dies jenis ini biasa digunakan untuk blanking dan
piercing.

h. Progressive Dies

Gambar 3.38 Progressive Dies dan hasil scrap-nya (Theryo, 2009)


Progressive dies terdiri atas banyak proses atau multiple station yang
saling berhubungan dan bersal dari material yang sama. Pada
progressive dies umumnya menggunakan sheet metal gulungan (coil)
dan coil feeder. Part yang diproses akan terus menempel pada
lembaran scrap dari awal sampai proses terakhir. Harga dies jenis ini
sangat mahal namun volume produksinya sangat tinggi. Pada saat
mesin bekerja, operator cukup mengontrol hasilnya sehingga satu
orang operator dapat mengawasi beberapa mesin.

i. Transfer Dies

Gambar 3.39 Transfer Dies Cycle (Theryo, 2009)


Transfer dies adalah multi-station dies dimana part dari setiap station
diletakan pada posisinya oleh tangan-tangan (finger) yang terpasang
pada dua tuas (bar) yang memanjang depan belakang. Masing-masing
part dari setiap station tidak saling terikat seperti pada progressive
dies. Scrap yang tidak terpakai lagi dipotong pada proses selanjutunya.
Apabila pada station pertama dimasukan blank yang sudah jadi, maka
coil feeder tidak digunakan sehingga stock utilization akan akan lebih
baik dibandingkan menggunakan progressive dies. Keuntungan
lainnya adalah kemudahan dalam men-setting khususnya ketika
berhubungan dengan otomasi dari finger, hal ini dikarenakan dies yang
terpisah-pisah pada dies jenis ini sehingga tidak mempengaruhi proses
lain.

3. Cam

Gambar 3.40 Mekanisme Cam (Theryo, 2009)


Pada konstruksi press dies, pada umumnya gaya tekan yang diperoleh dari
mesin press langsung digunakan untuk proses pemotongan ataupun pembentukan
sheet metal. Pada kondis tersebut, sheet metal yang akan dipotong atau dibentuk
tersebut searah dengan gaya tekan. Mekanisme cam digunakan untuk
mengakomodasi proses pemotongan ataupun pembentukan yang tidak searah
degan gaya tekan. Mekanisme cam dapat digunakan untuk berbagai proses seperti
piercing, noching, cutting, blanking, dan bending pada sheet metal yang tidak
terlalu tebal.
Mekanisme cam terdiri dari dua bagian yaitu cam driver dan cam slider.
Material daripada cam driver ataupun cam slider pada umumnya carbon steel,
tetapi pada bagian yang saling bergesek harus menggunakan material tahan aus
dan keras, seperti pada penggunaan insert berupa wear plate.

4. Rocker
Mekanisme konstruksi digunakan untuk mengubah gerakan vertikal
menjadi gerakan menyudut. Rocker ini biasanya terdiri atas 2 unit (R&L) dan
dipakai untuk proses bending, khususnya bending pipa. Gerakan vertikal
diberikan oleh punch dan pembentukan sudutnya dilakukan oleh rocker yang
berfungsi sama seperti pada dies. Rocker harus dibuat dari material yang tahan aus
dan dikeraskan.

Gambar 3.41 Mekanisme Rocker (Theryo, 2009)


5. Engsel (Hinge)
Gambar 3.42 Mekanisme Hinge (Theryo, 2009)
Mekanisme Hinge hampir sama dengan rocker. Keduanya bergerak pada
suatu poros dan memiliki fungsi untuk mengubah gaya vertikal menjadi
gaya menyudut. Umumnya digunakan dalam proses bending yang
memiliki sudut tertentu. Hinge sendiri sebenarnya adalah sebuah punch
yang dalam melakukan pekerjaanya bergantung pada sumber tenaga yang
didapat dari pusher.

6. Prose-Proses Pada Sheet Metal


a. Proses Pemotongan (Cutting)
Proses Cutting dapat kita temukan sehari-hari seperti pada proses
menggunting kertas, mengguntung plat, memotong kawat dengan tang
dan alat pelubang kertas. Pada prinsipnya untuk proses cutting, gaya
yang telibat pada dua sisi ptong yaitu punch dan die adalah gaya geser
(shear force), yang besarnya samadan arahnya saling berlawanan. Gaya
perlawanan yang berasal dari material itu sendiri disebut sebagai
metal’s shear strength.
Berikut adalah hal-hal yang perlu kita ketahui saat mendesain
proses pemotongan pada pembuatan dies diantaranya yaitu:
 Clearance
Clearance adalah jarak antara gaya-gaya yang berlawanan
yang bekerja pada punch dan die. Clearance itu sendiri dapat
dirumuskan sebagai berikut:

𝑑𝑑 − 𝑑𝑝 (3.2)
𝑐=
2

Dimana :
c = clearance
dd = diameter dies
dp = diameter punch
Besarnya clearance sangat mempengaruhi kualitas produk
hasil pemotongan. Apabila besarnya clearance sama dengan
ketebalan dari sheet metal atau t seta punch dan die berada
dalam keadaan tumpul, maka pemotongan yang terjadi adalah
karena tarikan sehingga kualitas yang dihasilkan buruk.
Clearance untuk baja karbon umumnya adalah 4-5% dari tebal
sheet metal sedangkan untuk material yang lebih lunak dan
tipis umumnya memiliki clearance yang lebih kecil lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi clearance yang
dibutuhkan untuk memotong suatu material adalah jenis sheet
metal, kekerasannya, ketebalannya, dan metode manufaktur
yang digunakan. Jika clearance terlalu besar maka akan
mengurangi cutting force, sedangkan ketika clearance terlalu
kecil maka dapat menyebabkan umur cetakan yng lebih
pendek, permukaan potong kasar karena terjadi potongan
kedua (secondary fracture), proses manufakturnya sulit.

 Penetrasi punch (punch penetration)


Untuk terjadinya proses cutting, punch akan bergerak
menuju mencapai permukaan sheet metal. karena adanya
Ultmate Tensile Strength (UTS) pada material maka
diperlukan shear strength yang lebih besar agar punch dapat
masuk ke dalam sheet metal hingga menimbulkan pemotongan
(fracture). Fracture ini mulai terjadi dari kedia sisi potong.
Jika tidak atau dengan kata lain shear strength tidak mencapai
UTS atau elastic limit dari material maka yang akan terjadi
adalah proses forming.
Pada material yang lunak dibutuhkan penetrasi punch yang
lebih dalam untuk mencapai fracture. Oleh karena perbedaan
karakteristik pada tiap material maka digunakan penetration
factor sebagai faktor koreksi.

 Burr
Burr adalah cacat pada sisi potong dari produksi sheet
metal berupa penajaman pada sisi tersebut. Burr dapat terjadi
karena beberapa hal diantaranya:
 Sisi potong dari punch atau die yang sudah tumpul.
 Clearance antara punch dan die terlalu besar.

 Cutting Force
Pada umumnya die yang digunakan untuk proses
pemotongan sheet metal mempunyai sisi potong yang rata dan
tegak lurus tehadap center dari die tersebut. Sehingga pada saat
die tertutup pemotongan terjadi sepanjang keliling punch dan
die secara serentak. Untuk menajamkan kembali (resharpen)
sisi potong dapat dilakukan cukup dengan face grinding,
namun hal ini dapat mengurangi tinggi dies. Ketika
pengurangan ini sudah cukup banyak maka diperlukan
penyesuaian kembali.
Dalam prose pemotongan diperlukan stripping force yang
berfungsi menjaga sheet metal agar tidak bergerak pada saat
proses pemotongan. Menghitung cutting force ini bertujuan
untuk menentukan besaran daya yang dibutuhkan mesin press
untuk proses produksi. Umumnya, Perusahaan sudah memiliki
mesin press dengan daya tertentu dengan loading yang dapat
divariasikan, sehingga untuk merancang dies perlu
memperhatikan kondisi perusahaan. Berikut adalah persamaan-
persmaan yang digunakan:

𝑃 = (𝐿 × 𝑡 × 𝜎𝐵) (3.3)
Dimana :
P = gaya potong atau cutting force (Kgf)
L = Keliling bidang potong atau blanking perimeter
(mm)
t = Ketebalan material atau sheet thickness (mm)
𝜎𝐵 = Shear resistance dari material (Kgf/mm2)

𝑠 (3.4)
𝑃𝑠𝑡 = (5% 15%) × 𝑃
𝑑

Dimana:
Pst = gaya stripper atau stripper force (Kgf)

𝑃𝑚 = {(𝑃 + 𝑃𝑠𝑡)/1000} × 𝑆𝑓 (3.5)

Dimana:
Pm = Kapasitas mesin Press (Tonf)
Sf = Safety Factor (1,2-1,5)

Tabel 3.4 Shear Resistance, Tensile Strength, Penetration Factor (Theryo, 2009)

Shear Resistance Tensile Strength Penetration


Material (Kgf/mm2) (Kgf/mm2) Factor
Soft Hard Soft Hard %
Lead 2-3 - 2,5-4 - 50
Tin 3-4 - 4-5 - 40
Aluminium 7-11 13-16 8-12 17-22 30-60
Duralumin 22 38 26 48 -
Zinc 12 20 15 25 25-50
Copper 18-22 25-30 22-28 30-40 30-35
Brass 22-30 35-40 28-35 40-60 20-50
Bronze 32-40 40-60 40-50 50-75 -
German Silver 28-36 45-56 35-45 55-70 -
Silver 19 - - - -
Hot-rolled Steel Sheet (SPN1-8) over 26 over 28 38-60
Cold-rolled Steel Sheet (SPC1-8) over 26 over 28 38-60
Deep Drawn Steel Sheet 30-35 32-38 38-60
Construction Steel Sheet (SS34) 27-36 33-34 40-28
Construction Steel Sheet (SS41) 33-42 41-42 40-28
Steel 0,1% C 25 32 32 40 38-50
Steel 0,2% C 32 40 40 50 28-40
Steel 0,3% C 36 48 45 60 22-33
Steel 0,4% C 45 56 56 72 17-27
Steel 0,6% C 56 72 72 90 9-20
Steel 0,8% C 72 90 90 110 5-15
Steel 1,0% C 80 105 100 130 2-10
Silicon Steel Sheet 45 56 55 65 30
Stainless Steel Sheet 52 56 65-70 - -
Nickel 25 - 44-50 57-63 55
Thermosetting Resin 10-13 - -
Mica 0,5 mm thick 8 - -
Mica 2 mm thick 5 - -
Fiber 9-18 - -
Rod Material 2 - -
Sumber: AIDA Press Handbook

Tabel 3.4 menunjukkan shear resistance, tensile strength,


dan penetration factor sejumlah material benda kerja pada
proses pemotongan sejumlah material berlebih pada sheet
metal. Shear resistance yang terdapat di dalam tabel tersebut
kemudian digunakan untuk menghitung besarnya gaya potong
yang diperlukan untuk memproses sheet metal seperti pada
persamaan 3.3.

b. Proses Bending
Dalam banyak proses pembentukan pada sheet metal, proses
bending adalah proses termudah yang dapat dilakukan dengan alat yang
sederhana. Proses ini masuk dalam grup proses pembentukan. Gaya-
gaya yang terdapat pada proses bending saling berlawanan arah sama
seperti pada proses cutting. Tetapi gaya-gaya pada proses bending
saling terpisah jauh.
Pada proses cutting dua gaya terpisah sejauh clearance, yaitu
sebesar 4-5% dari tebal steel sheet. Sendangkan pada proses bending
(U-bend), jarak antara gaya adalah sebesar tebal material + radius dari
punch and die. Pada proses bending, stress hanya terjadi pada bagian
radius yang dibentuk, sedangkan pada bagian yang rata tidak terjadi
stress. Pada proses bending bagian luar radius terjadi proses tertarik
(tension-stress) dan mulur, sedangkan pada radius dalam terjadi
compression-stress. Sehingga bila terjadi kerusakan pada proses ini
maka pada bagian luar radius akan terjadi crack dan bagian dalam
radius akan timbul kerutan.
 Sumbu Netral (Netral Axis)

Gambar 4.43 Sumbu Netral (Theryo, 2009)


Sumbu netral adalah sebuah sumbu imajiner pada material
dimana tidak terdapat gaya tarik dan tekan. Sumbu ini tidak
harus terletak tepat ditengah diantara kedua sisi material.
Karena panjang sumbu netral sama dengan panjang material
aslinya, maka hal ini digunakan untuk perhitungan panjang
material bukaan (development material). Berikut adalah hal-hal
yang mempengaruhi letak sumbu netral diantaranya adalah:
 Sumbu netral akan bergerak kedalam ketika tebal
material sama namun bending radius mengecil.
 Sumbu netral akan bergerak kedalam ketika
bending radius sama dan tebal material bertambah.
 Sumbu netral akan bergerak ke dalam ketika tebal
material dan bending radius sama namun sudut
bengkok (degree of bend) bertambah.
Hal-hal diatas sring menyebabkan melesetnya perhitungan
blank development sehingga perlu dilakukan perubahan-
perubahan atau tuning setelah trial.
 Gerakan Material (Material movement)
Selama proses bending, pad (stripper) akan memegang
sebagian luasan blank yang tidak bergerak (stationary). Dan
bagian lainnya akan bebas dibentuk oleh punch. Disaat yang
sama, terjadi juga pergerakan material ke arah bentuk yang baru
atau bisa disebut swinging. Pergerakan material ini tidak terjadi
pada proses lain seperti embossing, stretch forming, dan
drawing. Sehingga perancang dies perlu memperhatikan hal ini
ketika merancang suatu dies.

 Springback

Gambar 3.44 Peristiwa Springback (Theryo, 2009)


Perbedaan gaya-gaya pada proses bending mengakibatkan
terjadinya springback, di mana pada radius bagian luar terjadi
gaya tarik menuju sumbu netral dan gaya tekan pada bagian
dalam. Besaran gaya pembentukan yang diberikan tidak boleh
melebihi Ultimate Tensile Stress dari material karena dapat
menyebabkan kegagalan material (crack)
Material yang paling dekat dengan sumbu netral
mempunyai gaya-gaya yang mendekati nilai elastic limit.
Karakterisitik elastis pada material itu sendiri merupakan hal
yang menyebabkan material dapat kembali seperti bentukan
semula tanpa menimbulkan deformasi permanen. Untuk
membuat material terdeformasi sesuai dengan bentuk yang kita
inginkan maka dibutuhkan gaya bentuk yang melebihi nilai
elastic limit tadi itu sendiri. Pada proses bending karena pada
gaya-gaya yang dekat sumbu netral memiliki nilai dibawah
elastic limit maka setelah proses bending terjadi sedikit
pengembalikan ke bentuk awal yang disebut sebagai springback.
Gambar 3.45 springback ratio (Theryo, 2009)
Untuk mendesain bending die, faktor springback ini perlu
diperhitungkan, terlebih peristiwa springback ini tergantung dari
material yang ini diproses. Oleh karenanya digunakan sebuah
rasio sudut yang disebut sebagai faktor springback KR untuk
memperkirakan hal tersebut. Berikut adalah persamaan dari
faktor KR :
𝛼1 𝑟𝑖1 + 0,5 × 𝑠 (3.6)
𝐾𝑅 = =
𝛼2 𝑟𝑖2 + 0,5 × 𝑠

Dimana :
𝛼1 = sudut dari die (°)
𝛼2 = sudut dari produk yang diinginkan (°)
𝑠 = tebal material (mm)
𝑟𝑖1 = punch radius (mm)
𝑟𝑖2 = radius dalam produk (mm)

Berikut adalah variabel-variabel yang memiliki pengaruh


terhadap springback :
 Sheet metal yang lebih keras memiliki elastic limit
yang lebih tinggi sehingga memiliki derajat
springback yang lebih besar.
 Bending radius yang lebih kecil akan mengurangi
springback karena membentuk plastic zone yang
lebih luas, namun tingkat keretakan dibagian luar
menjadi lebih tinggi.
 Plastic zone membesar dan springback mengecil
untuk setiap derajat bending ketika sudut bending
bertambah besar, namun total springback menjadi
lebih besar.
 Sheet metal yang lebih tebal memiliki derajat
springback yang lebih kecil karena terjadi lebih
banyak plastic deformation, dengan syarat die radius
tetap.

Berikut adalah beberapa metode untuk mengatasi springback :


 Overbending
Gambar 3.46 Overbending (Theryo, 2009)
 Bottoming

Gambar 3.47 Bottoming (Theryo, 2009)


 Stretch Bending

Gambar 3.48 Stretching(Theryo, 2009)


 Panjang bukaan (Blank Development)
Pada saat metal dibengkokan, panjang sumbu netral sama
seperti panjang metal sebelum dibengkokan, namun panjang
blank dari metal part yang dibengkokkan tidak sama, oleh
karenanya perlu diketahui panjang dari bukaan (L). Berikut
adalah perhitungan dari panjang bukaan (L):

Gambar 3.49 Panjang Bukaan (Theryo, 2009)


 Untuk sudut bukaan (opening angles) 0° < x ≤ 165°
𝐿 = 𝑎 + 𝑏 + 𝑣 (𝑚𝑚) (3.7)

 Untuk sudut bukaan (opening angles) 165° < x ≤


180°
𝐿 = 𝑎 + 𝑏 (𝑚𝑚) (3.8)
Dimana a dan b adalah panjang kedua kaki dan v adalah
faktor kompensasi yang bisa positif (+) atau negatif (-).perlu
diperhatikan bahwa α sudut bending dan β sudut buka dari metal
part. Nilai v menurut DIN 6935 adalah sebagai berikut:
 Untuk sudut β = 0° < x ≤ 90°

(180° − β) 𝑠 (3.9)
𝑣 = [𝜋 × (𝑟 + × 𝑘) − (𝑟 + 𝑠)] 𝑚𝑚
180° 2

 Untuk sudut β = 90° < x ≤ 165°

(180° − β) 𝑠 (3.10)
𝑣 = [𝜋 × (𝑟 + × 𝑘) − (𝑟 + 𝑠)
180° 2
(180° − β)
× 𝑡𝑎𝑛 ( )] 𝑚𝑚
2

Dengan korektif faktor k :


 r/s>5
𝑘=1 (3.11)

 r / s sampai dengan 5
1 𝑟 (3.12)
𝑘 = 0,65 + 2 × log (𝑠 )

Selain itu blank development juga dapat dihitung dengan


teori Romanowski. Berikut adalah persamaan untuk menghitung
blank development dengan teori Romanowski:
𝐿 = 𝑎 + 𝑏 + 𝐴 (𝑚𝑚) (3.13)
Atau
𝛼 (3.14)
𝐿 = [𝑎 + 𝑏 + 2𝜋 ( ) (𝑅 + 𝜆 × 𝑡)] (𝑚𝑚)
360

Dimana:
a,b = panjang kaki yang tidak mengalami pembentukan (mm)
A = nilai tabel Romanowski
𝛼 = sudut bending (°)
R = radius dalam bending (mm)
𝜆 = nilai konstan
t = tebal sheet metal (mm)
Nilai konstanta 𝜆 yang digunakan untuk menghitung blank
development dapat diperoleh dari tabel 3.5 berdasarkan jenis
bending dan besarnya nilai R/t.

Tabel 3.5 Nilai R / t dan λ (Theryo, 2009)


Jenis
R/t λ
Bending
< 0,5 0,2
0,5-1,5 0,3
V-bend 1,5-3,0 0,33
3,0-5,0 0,5
>5,0 -
0,25-
< 0,5
0,3
U-bend 0,5-1,5 0,33
1,5-5,0 0,4
>5,0 0,5

Sementara itu, besarnya konstanta a, yaitu panjang kaki


yang tidak mengalami pembentukan dapat diperoleh dari tabel
3.6 berdasarkan ketebalan sheet metal dan radius dalam
bending.
Tabel 3.6 Nilai a (mm) Romanowski (Theryo, 2009)

t Radius Dalam Bending (R)


0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,8 1,0 1,2 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 6,0 8,0 10
(mm)
0,3 0,125 0,1 0,07 0,035 0 - - - - - - - - - - - -
0,4 0,18 0,15 0,12 0,09 0,05 - - - - - - - - - - - -
0,5 0,22 0,2 0,18 0,15 0,12 0 - - - - - - - - - - -
0,8 0,37 0,35 0,33 0,31 0,28 0,18 0,11 0,04 - - - - - - - - -
1,0 0,46 0,45 0,43 0,41 0,38 0,3 0,23 0,15 0,0005 - - - - - - - -
1,2 0,56 0,55 0,53 0,51 0,48 0,4 0,35 0,25 0,15 - - - - - - - -
1,5 - 0,68 0,67 0,66 0,63 0,56 0,5 0,45 0,35 0,15 - - - - - - -
2,0 - 0,92 0,91 0,89 0,88 0,81 0,76 0,7 0,63 0,46 0,28 0,09 - - - - -
2,5 - - 1,16 1,15 1,13 1,07 1,01 0,96 0,88 0,75 0,57 0,39 0,05 - - - -
3,0 - - 1,39 1,38 1,36 1,32 1,26 1,2 1,13 1 0,87 0,69 0,35 - - - -
4,0 - - - 1,85 1,83 1,79 1,77 1,71 1,64 1,51 1,39 1,25 0,92 0,57 0,22 - -
5,0 - - - 2,34 2,3 2,26 2,24 2,22 2,18 2,07 1,91 1,77 1,55 1,16 0,8 1,1 -
 Gaya Penekukan (Bending Force)
Umumnya dalam proses bending dikenal 4 jenis proses
berdasarkan hasil pembentukannya yaitu V-bend, L-bend, U-
bend, dan Z-bend. Berikut adalah persamaan untuk menghitung
gaya pembentukan dari bentuk-bentuk tersebut diantaranya:
 V-bend

Gambar 3.50 Proses V-bend (Theryo, 2009)


V-bend merupakan jenis bending paling sederhana
dan standar sudut punch dan die umumnya adalah 90°,
walaupun terdapat sudut yang lebih kecil lagi. Radius
dari punch yang terlalu kecil dapat menyebabkan
bagian puncak tekukan sheet metal tertekan sangat
keras sehingga membutuhkan gaya bending yang lebih
besar. Proses ini tidak memerlukan pad, sehingga
cetakannya sangat sederhana. Untuk menghitung
bending force digunakan rumus berikut:
𝑆 𝑊 𝑡2 (3.15)
𝑃𝑏𝑣 = 1,33 .
𝐿
Dimana :
𝑃𝑏𝑣 = V-bending Force (Kgf)
𝑆 = Tensile Strength (Kgf/mm2)
𝑊 = Panjang sheet metal (mm)
𝑡 = Tebal sheet metal (mm)
𝐿 = Lebar span 8 x t (mm)\

Tabel 3.7 menunjukkan besarnya nilai radius dalam


(r1) yang harus dialokasikan pada proses pembentukan
sheet metal dengan cara V-bend agar plat yang
terbentuk tidak mengalami cacat hingga pecah.

Tabel 3.7 Nilai minimum radius V-bend (mild steel,


90°, L= 8 t )
Ketebalan Sheet metal (t) Radius (r1)
3 1,0 t
3-6 1,2 t
6-9 1,3 t
9-12 1,4 t
12-15 1,5 t

 L-bend

Gambar 3.51 Proses L-bend (Theryo, 2009)


L-bend atau wiping bend merupakan proses
bending yang cukup sederhana. Agar proses bending
menghasilkan produk yang diinginkan, maka sheet
metal harus ditahan dengan gaya sekitar 10 x gaya
bending pada satu sisi, sedangkan sisi lain dibentuk
oleh punch. Apabila gaya tekan kurang maka produk
yang dihasilkan tidak sempurna karena sheet metal
akan terangkan dan tertarik ke arah gerakan punch.
Untuk menghitung L-bending force. Berikut adalah
persamaanya:
𝑆 𝑊 𝑡2 (3.16)
𝐿 − 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒(Pb𝐿 ) = 0,333 .
𝐿
𝐿 = 𝑐 + 𝑟𝑑 + 𝑟𝑝 (3.17)

𝑃𝑎𝑑 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒(Pb𝑝 ) = 0,333 . 𝑆 𝑊 𝑡 (3.18)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿 − 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒(Pb′𝑝 ) (3.19)


= Pb𝐿 + Pb𝑝

Dimana :
Pb𝐿 = L-bending force (Kgf)
𝑆 = Tensile Strength (Kgf/mm2)
𝑊 = Panjang sheet metal (mm)
𝑡 = Tebal sheet metal (mm)
𝐿 = Lebar span (mm)
𝑟𝑑 = Radius dari die (mm)
𝑟𝑝 = Radius dari punch (mm)
 U-bend

Gambar 3.52 Proses U-bend (Theryo, 2009)


Springback akan selalu terjadi pada proses
pembentukan sheet metal. Oleh karenanya kita harus
sudah mengantisipasi salah satunya dengan metode
bottoming. Terlebih pada U-bend untuk mencega
pelengkungan pada bagian dasar produk, dibuat bead
pada punch sehingga gaya bending akan terkonsentrasi
pada bead sehingga bagian tersebut terdeformasi secara
permanen. Pada proses ini pad perlu digunakan untuk
menahan plat agar tidak bergerak selama proses
pembentukan terjadi. Berikut adalah beberapa
persamaan untuk mendesain proses U-bend
diantaranya:

𝐵𝑜𝑡𝑜𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑎𝑑 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒 (𝑃𝑏𝑝 ) = 0,5 𝑥 𝑃𝑏𝑢 (3.20)


𝑈 − 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒 (Pbu ) (3.21)
𝑆 𝑊 𝑡2
= 0,667 .
𝐿

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈 − 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒 (Pb′ u ) = 𝑃𝑏𝑝 + Pbu (3.22)


Dimana :
Pb𝑢 = U-bending force (Kgf)
𝑆 = Tensile Strength (Kgf/mm2)
𝑊 = Panjang sheet metal (mm)
𝑡 = Tebal sheet metal (mm)
𝐿 = Lebar span (mm)

 Z-bend
Gambar 3.53 Proses Z-bend (Theryo, 2009)
Z-bend merupakan kombinasi antara 2 kali L-bend yang dapat
dilaksanakan dengan satu kali proses, namun harus memenuhi
persyaratan tertentu. Agar dapat menghasilkan produk yang baik, maka
r minimum harus dipenuhi agar tidak terjadi keretakan pada bagian
radius dengan h minimum = 6t.
c. Proses Drawing
Drawing adalah sebuah proses pembentukan (forming) dari sheet
metal menjadi produk dengan bentuk tertentu baik itu yang sederhana
maupun yang kompleks. Proses pembentukan ini dilakukan dengan
menarik material menjadi bentuk tertentu dengan melibatkan gaya tarik
(tensile stress) dan gaya tekan (compression stress). Pada proses ini
terjadi aliran material sheet metal diantara blank holder dan drawing
die sebagai bentuk negatif dan drawing punch sebagai pembentuk
positif. Agar terbentuk sempurna maka laju aliran material harus
dikendalikan.
Untuk proses drawing yang dalam dibutuhkan lebih dari 1 kali
proses dan biasanya disebut sebagai deep drawing. Namun untuk
mengetahui apakah produk tersebut dapat dilakukan proses drawing
lebih dari satu kali maka perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut. Pada
proses ini, gaya-gaya yang bekerja cukup kompleks sehingga
menganalisis pergerakan gaya hanya dengan penglihatan saja pada saat
trial tidak cukup. Oleh karenanya digunakan marking untuk
mempermudah identifikasi variabel-variabel yang perlu diperbaiki.
Berikut adalah gaya-gaya yang bekerja pada aktivitas proses drawing
diantaranya:
 Compression force adalah gaya-gaya tekan yang terjadi pada
bagian luar dari produk yang dijepit oleh blankholder dan die serta
pada radius dalam produk. Bila tidak ada keseimbangan gaya maka
gaya ini dapat menimbulkan kerutan (wrinkles).
 Tension force adalah gaya-gaya yang terjadi pada bagian radius
luar produk dan bagian dinding pada produk. Bila tidak ada
keseimbangan gaya maka gaya ini dapat menimbulkan sobek
(crack).
 Gaya gesek (friction) terjadi pada bagian luar blank di mana
material harus mengalir diantara die dan blankholder. Untuk
memperkecil gesekan maka permukaan die atau blankholder
diperhalus dan diberi pelumas.
 Punch force adalah gaya utama yang bekerja pada punch yang
menyebabkan terjadinya drawing. Punch force berasal dari mesin
press.
 Blankholder force adalah gaya pada blankholder yang diperlukan
agar terjadi aliran material pada sheet metal. Blankholder force
didapat dari mekanisme spring, urethane atau air cushion.

Berkut adalah hal-hal yang oerlu diperhatikan dalam mendesain proses


drawing diantaranya:
 Die radius
Die radius adalahbagain yang paling pentng untuk
mengendalikan dan menyeimbangkan aliran material selama proses
drawing. Setiap jenis material sheet metal dibuat untuk
mengakomodasi kebutuhan proses tertentu. Jadi pemilihan sheet
metal haruslah tepat, supaya proses drawing dapat berlangsung
dengan baik. Pada umumnya die radius berkisar antara (4-6)t
sampai dengan (10-20)t. Die radius yang terlalu kecil dapat
mempersulit aliran sehingga meningkatkan kemungkinan sobek,
sedangkan jika die radius terlalu besar maka dapat membuat aliran
menjadi lebih cepat dan menyebabkan timbulnya kerutan.
Die radius (rd) dapat dihitung dengan persamaan berikut :
𝑟𝑑 = (0,8√(𝐷 − 𝑑𝑑) × 𝑡) (3.23)
Dimana :
D = Diameter blank (mm)
dd = Diameter luar produk (mm)
rd = Die radius (mm)
t = Tebal sheet metal (mm)

 Punch radius
Besarnya radius punch untuk produk akhir tergantung pada
besarnya radius produk. Tetapi untuk semua proses drawing,
sebelumnya harus ditentukan berapa besarnya punch radius(rp).
Apabila punch radius dibuat besar, maka penipisan dari bagian luar
daerah radius produk menjadi lebih kecil, sehingga mengurangi
resiko sobek. Tetapi pada bagian lain yang tidak ditekan oleh
punch ada kemungkinan berkerut. Proses drawing untuk bentuk
setengah bola adalah contoh aplikasi punch radius yang maksimal,
diaman problem kerutan selalu dapat terjadi.
Pada umumnya besar rp dibuat sama dan besarnya (4-6)t < rp
< (10-20)t. Pada Praktiknya punch radius dapat dibuat bertahap
darikecil hingga besar sesuai dengan radius produk yang diminta.
 Aliran material dan bead
Konstruksi bead berfungsi seperti speed bumper yang berguna
mengontrol aliran material agar tidak terlalu cepat ataupun lambat
hingga menyebabkan sobekan(tears) dan kerutan (wrinkles)
sehingga produk yang diproduksi sesuai dengan tuntutan
konsumen. Pada produksi barang seperti mangkok yang memiliki
aliran merata maka bead tidak diperlukan. Berikut adalah fungsi-
fungsi dari bead:
 Memgang material saat bagian lainnya bergerak
 Memperlambat bagian-nagian yang mengalir terlalu cepat sehingga
terjadi keseimbangan aliran proses drawing
 Menghindari terjadinya kerutan(wrinkles atau shiwa) pada produk

 Punch dan Die clearance


Besarnya clearance antara punch dan die proses drawing.
Karena ketebalan yang bervariasi, biasanya perhitungan clearance
dibuat lebih sempit. Hal ini disebabkan karena perbesaran
clearance jauh lebih mudah dilakukan dibandingkan
mengecilkannya. Ketika clearance terlalu kecil sheet metal akan
terjepit, namun disisi lain clearance yang kecil berfungsi untuk
mencegah terjadinya kerutan. Tabel 3.8 menunjukkan besarnya
clearance yang harus dialokasikan pada proses punch dan die
drawing berdasarkan jenis material benda kerja dan proses yang
dilakukan.
Tabel 3.8 Nilai Clearance Proses Drawing (AIDA, 1992)
Clearance Value
Material First Intermediate Final
Drawing Drawing Drawing
Mild Steel 1,3 t 1,2 t 1,1 t
Brass,
1,25 t 1,15 t 1,09 t
Aluminium

 Drawing reduction limit


Drawing reduction limit adalah sebuah fenomena dimana
untuk menghasilkan suatu produk tertentu dengan proses drawing
terdapat batasan-batasan atau variabel yang harus diperhitungkan,
yaitu jenis dan ketebalan sheet metal (t), diameter produk (dp),
diameter blank (D), kedalaman produk (h), die radius (rd), dan
punch radius (rp).
Proses drawing dapat dilakukan tanpa timbul sobek Pada
produk cup dengan diameter dan kedalaman tertentu, tetapi untuk
produk lainnya, perlu dilakukan beberapa kali proses drawing
untuk mencapai hasil akhir yang sempurna. Dalam beberapa
literatur, drawing reduction limit dapat dilambangkan sebagai m
atau k, yang merupakan rasio antara diameter cup (dp) dan
diameter blank (D) seperti pada persamaan 3.24.
𝑑𝑝 (3.24)
𝑚=
𝐷
𝑚 = 𝑑𝑟𝑎𝑤𝑖𝑛𝑔 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡
𝑑𝑝 = 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑐𝑢𝑝
𝐷 = 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘

Besarnya drawing reduction limit (m) untuk beberapa jenis


material benda kerja ditunjukkan pada tabel 3.9. Nilai drawing
reduction limit untuk jenis-jenis material tersebut kemudian dapat
dimanfaatkan untuk mengestimasi besarnya diameter cup atau
diameter blank yang diperlukan.

Tabel 3.9 Nilai m (Theryo, 2009)


Drawing Reduction Limit
Material
First Draw Second Draw
SPCE (Deep Drawing
0,6 - 0,65 0,8
Steel)
SPCD (Drawing Steel) 0,55 - 0,6 0,7 - 0,8
Stainless Steel 0,5 - 0,55 0,8 - 0,85
Copper 0,55 - 0,6 0,85
Brass 0,5 - 0,55 0,75 - 0,8
Zinc 0,65 - 0,7 0,85 - 0,9
Aluminium 0,53 - 0,6 0,8

 Drawing Force
Menghitung drawing force untuk produk yang kompleks
adalah sesuatu yang sulit. Rumus perhitungan hanya tersedia
untuk bentuk-bentuk produk yang beraturan seperti silinder
dan kotak. Oleh karena itu, Pada Praktik dilapangan bentuk
kompleks ini biasa dilakukan pendekatan terhadap bentuk yang
lebih sederhana seperti silinder dan kotak. Selain itu,
diperlukan pengalaman lapangan dari para perancang. Untuk
menghitung drawing force dapat digunakan persamaan
berikut:
 Produk berbentuk cup (silinder)
Drawing pertama :
𝑃1 = 𝜋. 𝑑1 . 𝑡. 𝜎𝐵. 𝑘1 (3.25)
Drawing kedua :
𝑉𝑑 = 𝜋. 𝑆. 𝑛 (3.26)

Dimana :
𝑑1 = diameter punch drawing 1 (mm)
𝑑2 = diameter punch drawing 2 (mm)
𝑡 = tebal sheet metal (mm)
𝜎𝐵 = tensile strength (Kgf/mm2)
𝑘1 = nilai koefisien drawing 1
𝑘2 = nilai koefisien drawing 2

Nilai k1 dan k2 dapat diperoleh masing masing pada tabel 3.9


dan 3.10.
Tabel 3.9 Nilai k1 dari sheet metal (Theryo, 2009)

t/d Next Drawing Ratio d1/D


% 0,45 0,50 0,52 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85
5,0 0,95 0,85 0,75 0,65 0,6 0,5 0,42 0,35 0,28 0,20
2,0 1,10 1,00 0,90 0,80 0,75 0,6 0,50 0,42 0,35 0,25
1,2 1,10 1,00 0,90 0,80 0,68 0,56 0,47 0,37 0,30
0,8 1,10 1,00 0,90 0,75 0,60 0,50 0,40 0,33
0,5 1,10 1,00 0,82 0,67 0,55 0,45 0,36
0,2 1,10 0,90 0,75 0,60 0,50 0,40
0,1 1,10 0,90 0,75 0,60 0,50

Tabel 3.10 Nilai k2 dari sheet metal (Theryo, 2009)

t/D Next Drawing Ratio d2/d1


% 0,70 0,72 0,75 0,78 0,80 0,82 0,85 0,88 0,90 0,92
5,0 0,85 0,70 0,70 0,50 0,42 0,32 0,28 0,20 0,15 0,12
2,0 1,10 0,90 0,75 0,60 0,52 0,42 0,32 0,25 0,20 0,14
1,2 1,10 0,9 0,75 0,62 0,52 0,42 0,30 0,25 0,16
0,8 1,00 0,82 0,70 0,57 0,46 0,35 0,27 0,18
0,5 1,10 0,90 0,76 0,63 0,50 0,40 0,30 0,20
0,2 1,00 0,85 0,70 0,56 0,44 0,33 0,23
0,1 1,10 1,00 0,82 0,68 0,55 0,40 0,30

 Produk berbentuk cup berkuping


Drawing pertama :
𝑃1 = 𝜋. 𝑑𝑝 . 𝑡. 𝜎𝐵. 𝑘𝐹 (3.27)

 Produk berbentuk kerucut buntung


Drawing pertama :
𝑃1 = 𝜋. 𝑑𝑘 . 𝑡. 𝜎𝐵. 𝑘𝐹 (3.28)
 Produk berbentuk setengah bola
Drawing pertama :
𝑃1 = 𝜋. 𝑑𝑘 . 𝑡. 𝜎𝐵. 𝑘𝐹 (3.29)
Dimana :
𝑑𝑝 = diameter punch (mm)
𝐷 = diameter blank (mm)
𝑑𝑘 = diameter kecil selubung
𝑑𝑘 = diameter kuping (flange)
𝑡 = tebal sheet metal (mm)
𝜎𝐵 = tensile strength (Kgf/mm2)
𝑘𝑓 = nilai koefisien (flange)
Nilai k1 dan k2 dapat diperoleh masing masing pada tabel 3.9
dan 3.10.

Tabel 3.11 Nilai Kf dari Sheet Metal (𝜎𝐵 = 32 − 45 𝐾𝑔𝑓/𝑚𝑚2 ) (Theryo, 2009)
Drawing Efficiency dp/D
df/dp
0,35 0,38 0,40 0,42 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75
3,0 1,00 0,90 0,83 0,75 0,68 0,56 0,45 0,37 0,30 0,23 0,18
2,8 1,10 1,00 0,90 0,83 0,75 0,62 0,50 0,42 0,34 0,26 0,20
2,5 1,10 1,00 0,90 0,83 0,70 0,56 0,46 0,37 0,30 0,22
2,2 1,10 1,00 0,90 0,77 0,64 0,52 0,42 0,33 0,25
2,0 1,10 1,00 0,85 0,70 0,58 0,47 0,37 0,28
1,8 1,10 0,95 0,8 0,65 0,53 0,43 0,33
1,5 1,10 0,90 0,75 0,62 0,50 0,40
1,3 1,00 0,85 0,70 0,56 0,45

 Produk berbentuk container


Drawing pertama :
𝑃1 = 𝑡. 𝜎𝐵. (2𝜋. 𝑟1 . 𝐶1 + 𝑙1 . 𝐶2 ) (3.30)
Dimana :
𝑟1 = radius dari bagian sudut container (mm)
1
l = Total panjang dari garis-garis yang lurus (mm)
𝐶1 = 0,5 apabila produk sangat dangkal
2,5 apabila kedalaman produk (5-6) 𝑟1
𝐶2 = 0,2 apabila blank holder dan clearance yang sesuai
0,3 apabila blank holder force setara dengan P/3
1,0 apabila produk sangat dalam
𝑡 = tebal sheet metal (mm)
𝜎𝐵 = tensile strength (Kgf/mm2)
𝑘𝑓 = nilai koefisien (flange)

 Blank Holder Force


𝑃2 = (𝐴𝑛 . 𝑃𝑏 )/1000 (3.31)
𝐴𝑛 = 𝜋/4[𝐷2 − (𝑑𝑑 + 2𝑟𝑑 )2 ] (3.32)

𝐷 (3.33)
𝑃𝑏 = 0,25 [( − 1)
𝑑𝑝
𝑑𝑝
+ 0,005 ( )] 𝜎𝐵
𝑡
Dimana:
𝐴𝑛 = Luas Blankholder (cm2)
𝑃𝑏 = Blankholder pressure per unit area(Kgf/cm2)
𝑑𝑝 = Diameter punch (mm)
𝑑𝑑 = Diameter die (mm)
𝑟𝑑 = Radius dari die (mm)

 Total Drawing Force


𝑃 = 𝑃1 + 𝑃2 (3.34)
Dimana :
P = total drawing force
P1 = drawing force
P2 = blankholder force
BAB IV
MAINTENANCE MESIN PRODUKSI DIE

4.1 Maintenance Mesin Pembuat Dies


Maintenance atau perawatan merupakan upaya pemeliharaan yang
dilakukan untuk menjaga performa mesin selalu berada pada kondisi yang
terbaik. Dalam proses pembuatan die, mesin-mesin produksi harus dirawat
agar tetap dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan desain awal.
Produksi die di PT. TMMIN melibatkan berbagai jenis mesin, akan tetapi
dalam pengamatan ini, mesin produksi yang dianalisa hanya dibatasi pada
mesin milling NCB-7 saja, dengan spesifikasi sebagai berikut:
Mesin NCB-7
Maker : Shin Nippon Koki
Tipe : RB-4VSM
Daya : 22/18.5 kW
Workspace (x,y,z) : 4000 x 2000 x 1500 mm
Max. Loading : 15000 kg
Spindle Speed : 40-6000 rpm
Mesin produksi tersebut tidak lepas dari kesalahan dalam melakukan
proses permesinan, misalnya penyimpangan akurasi, kerataan meja kerja,
pitch error, backlash error, dan defleksi spindle. Besarnya penyimpangan
hasil produksi yang dilakukan oleh mesin-mesin produksi dinyatakan
dengan indeks mesin. User mesin yang melakukan proses machining dies
akan melakukan pemeriksaan akurasi mesin bulanan, sementara itu
perbaikan mesin dilakukan oleh divisi maintenance. Pemeriksaan akurasi
tersebut dilakukan dengan menggunakan dial indicator sebagai salah satu
alat penunjang dalam hal maintenance.

4.1.1 Parameter Pemeriksaan Akurasi Mesin


Sebagai alat yang digunakan secara terus menerus untuk produksi
barang, maka diperlukan sebuah pemeriksaan secara berkala agar hasil yang
diinginkan masih dalam toleransi yang diizinkan. Berikut adalah beberapa
parameter yang dilakukan untuk mengetahui keakurasian sebuah mesin :
G
a
m
b
a
r

4
.
1
.

Mesin Shin Nippon Koki (shubmachinery.com)


4.1.1.1 Permukaan Meja
Permukaan meja diperiksa untuk memastikan paralelisme antara
pergerakan X/Y axis spindle terhadap permukaan meja. Penyimpangan
kerataan permukaan meja dapat menyebabkan hasil potong proses
permesinan menjadi tidak akurat, sehingga perlu dilakukan pengecekan.

4.1.1.2 Spindle Centerline


Proses permesinan milling merupakan proses pemakanan
permukaan benda kerja secara tegak lurus dengan cara memutar mata pahat
di suatu sumbu putar tertentu. Mesin yang dilakukan untuk memproses
benda kerja secara berlebihan dapat menimbulkan penyimpangan
ketegaklurusan. Hal ini dapat menyebabkan proses makan material benda
kerja melebihi atau kurang dari yang diperintahkan oleh program, sehingga
pemeriksaan ketegaklurusan antara spindle center dengan pergerakan X dan
Y axis perlu dilakukan.
4.1.1.3 Pitch
Pitch merupakan jarak antara dua titik kontak pada suatu roda gigi.
Error per pitch yang terjadi dapat menyebabkan mesin melakukan gerakan
linear yang tidak sama dengan yang diperintahkan oleh program.
Pengecekan error per-pitch pergerakan X, Y, Z, dan W axis dilakukan
dengan membandingkan antara gerakan linear yang ditempuh oleh spindle
dan pitchmaster sebagai jarak tempuh acuan.

4.1.1.4 Backlash
Backlash merupakan kemampuan gerak balik spindle dari titik
balik gerakan. Ada kalanya suatu mesin dapat memiliki gerak balik yang
lebih panjang atau lebih pendek daripada gerak awalnya di suatu sumbu.
Hal ini menyebabkan rendahnya akurasi mesin ketika digunakan untuk
memotong material secara bolak-balik. Pengecekan backlash pada mesin
produksi dies dilakukan secara satu-satu, yaitu untuk X axis, Y axis, Z axis,
dan W axis.

4.1.1.5 Defleksi Spindle


Run out merupakan penyimpangan sumbu putar spindle untuk
proses milling. Hal ini menyebabkan timbulnya penyimpangan di bagian tip
mata pahat relative terhadap bagian root. Penyimpangan yang timbul di
bagian tip mata spindle juga mempengaruhi ketegaklurusan mata pahat,
sehingga dapat menimbulkan akurasi hasil produksi yang rendah. Dengan
demikian, perlu dilakukan pengecekan run-out dari spindle dan paralelisme
antara Z axis dengan spindle center.

4.1.2 Indeks Akurasi Mesin


Indeks akurasi mesin merupakan ukuran tingkat keakurasian yang
dihasilkan oleh suatu mesin. Indeks pada mesin-mesin produksi dies di
PTED PT. TMMIN diperoleh dengan mengolah data hasil cek akurasi mesin
bulanan dalam bentuk besaran nilai penyimpangan suatu item. Ada
toleransi tertentu yang menjadi standar perusahaan, apakah mesin perlu di
maintanance? Indeks mesin yang telah melewati batas tolerasi akurasi akan
menyebabkan hasil kualitas hasil produksi menjadi tidak sesuai, sehingga
perlu dilakukan penyetelan ulang komponen-komponen tertentu sesuai
dengan tingkat kerusakan yang dialami oleh mesin.
4.2 Data Indeks Akurasi Mesin Produksi Dies
Indeks akurasi mesin merupakan tingkat akurasi suatu mesin dalam
melakukan suatu proses machining. Pada penelitian ini, mesin NCB-7
memiliki spesifikasi dan indeks akurasi seperti pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Data Indeks Akurasi Mesin (SNK Handbook,1973)
Tanggal Inspeksi 09-07-2019
Maker SHIN NIPPON KOKI
Mesin NCB-7
Tipe RB-4VSM
Operator MR. IMRON
Tool MC.DIA-04
Daya 22/18.5kW
Workspace (x,y,z) 4000x2000x1500 mm
Max. Loading 15000 kg
Spindle Speed 40-6000 rpm
Indeks 0.62

4.3 Perhitungan Indeks Akurasi Mesin


Indeks akurasi suatu mesin diperoleh berdasarkan hasil perhitungan
data akurasi mesin bulanan yang ditunjukkan pada gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2. Scan Hasil Cek Akurasi Mesin SNK NCB – 7 Bulanan
(dokumen:penulis)
Data pengukuran penyimpangan akurasi tersebut kemudian diolah menjadi
nilai indeks akurasi mesin sebesar 0.62.

4.4 Penyimpangan Indeks Akurasi Mesin


4.4.1 Paralelisme Permukaan Meja (Table)
Paralelisme permukaan meja merupakan kerataan pergerakan X/Y
axis dari alat potong relative terhadap permukaan meja (table). Saat die
sedang diproses mesin, meja tempat benda kerja akan bergerak sesuai
dengan keperluan proses permesinan. Setelah digunakan untuk machining
selama jangka waktu tertentu, ada kalanya meja tempat meletakkan benda
kerja mengalami kenaikan saat bergerak. Hal ini menyebabkan pergerakan
benda kerja menjadi tidak rata.
Penyimpangan kerataan meja kerja dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain leveling bed di sumbu x, serta kerataan cross rail.
Kerataan meja kerja tersebut dapat ditanggulangi dengan mengecek leveling
bed di sumbu x. Tingginya leveling bed di sumbu x salah satunya diatur
oleh floating gage menggunakan fluida kerja berupa oli. Pengaturan tekanan
oli yang salah dapat menimbulkan ketidakrataan. Dalam pengecekan
kerataan meja ini, pompa oli pengatur floating gage perlu dicek untuk
memastikan fungsinya berjalan dengan baik.
Kerataan di bagian cross rail dapat disebabkan oleh keausan
bearing di cross rail. Oleh karena itu, penanggulangan kerataan di cross rail
dapat diatasi dengan melakukan pengecekan lifetime dan loading bearing di
cross rail. Agar tidak digunakan melebihi lifetime nya, penggunaan mesin
harus dicek secara teratur menggunakan checksheet. Sementara itu,
pengecekan bearing loading dapat dilakukan dengan memastikan proses
permesinan tidak melebihi pembebanan maksimal.
4.4.2 Spindle Centerline
Spindle centerline merupakan ketegaklurusan antara spindle center
dengan pergerakan X dan Y axis. Spindle yang tidak tegak lurus dengan
pergerakan X dan Y axis dapat digambarkan dengan ilustrasi berikut.
Posisi Awal Posisi Akhir
Spindle Spindle

Benda Kerja

Gambar 4.3 Ilustrasi Spindle Centerline (dokumen penulis)


Pengukuran spindle centerline ini dapat dilakukan dengan menggunakan
dial indicator berbentuk L yang dipasang di spindle. Kemudian dial
indicator tersebut akan ikut bergerak bersama dengan spindle.
Penyimpangan spindle centerline akan diketahui kemudian dengan
membandingkan antara perintah gerakan spindle dengan gerakan actual
spindle yang terdeteksi oleh dial indicator.
Pengukuran yang dilakukan pada mesin NCB-7 menunjukkan
bahwa spindle centerline mesin mengalami penyimpangan sumbu X sebesar
0.005mm dan sumbu Y sebesar 0.005mm. Penyimpangan tersebut masih
berada di dalam batas toleransi, yaitu sebesar 0.020mm untuk sumbu X dan
sumbu Y.
Penyimpangan spindle centerline yang terjadi dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu karena perubahan struktur mesin dan keausan
linear gauge. Mesin milling NCB-7 memiliki struktur yang ditunjukkan
oleh gambar berikut :
W

Y
Z Y

Gambar 4.4 Konstruksi Mesin dan Sumbunya (SNK Handbook,1973)


Gambar tersebut menunjukkan bahwa mesin NCB-7 digerakkan
oleh beberapa servo motor di sepanjang sumbu X, Y, Z dan W. Pergerakkan
motor servo tersebut diatur oleh servo amplifier sesuai dengan kecepatan
putaran yang dikehendaki oleh operator mesin. Mesin NCB-7 dengan tipe
RB-4VSM memiliki putaran mesin yang bervariasi antara 40-6000rpm.
Putaran mesin yang diatur melebihi batas tersebut dapat menyebabkan
beban berlebih yang harus ditanggung bearing dan getaran pada mesin.
Getaran yang terjadi dapat menimbulkan pergeseran struktur mesin,
terutama pada bagian spindle. Selain disebabkan oleh putaran mesin yang
berlebihan, perubahan struktur yang terjadi pada mesin NCB-7 juga dapat
disebabkan oleh getaran yang dialami akibat bencana alam, yaitu gempa
bumi.
Permasalahan spindle centerline ini dapat diatasi dengan
mengencangkan kembali bearing spindle dan tidak mengoperasikan mesin
melebihi batas putaran maksimumnya, yaitu 6000 rpm. Hal ini bertujuan
untuk menghindari timbulnya getaran berlebihan pada mesin yang dapat
menyebabkan perubahan struktur dan melakukan pengecekan berkala pada
komponen linear gauge.
4.4.3 Pitch
Pitch error merupakan penyimpangan pergerakan meja kerja di
sepanjang sumbu X, Y, Z, dan W. Kesalahan yang terjadi pada pitch dapat
menyebabkan meja kerja bergerak lebih dari yang diperintahkan melalui
program atau kurang dari yang diperintahkan melalui program. Hal ini
berbahaya bagi proses permesinan milling karena dapat menimbulkan
interferensi yang berdampak pada pengikisan material dengan tidak
semestinya.
Pada prinsipnya, meja tempat pemegangan benda kerja bergerak
dengan prinsip ulir nut and screw. Untuk dapat bergerak, di bagian bawah
meja kerja terdapat komponen yang serupa dengan mur (nut) yang
terhubung dengan ulir baut (screw). Pergerakan meja kerja ini kemudian
dapat terjadi akibat pergeseran ulir.
Pengujian pitch error pada mesin NCB-7 dilakukan dengan
menggunakan alat pitchmaster. Pitchmaster merupakan komponen yang
berfungsi sebagai standar pergerakan pitch. Pitchmaster tersebut kemudian
akan diletakkan disamping mata pahat yang sedang berjalan. Penyimpangan
pergerakan pitch tersebut dapat diketahui dengan membandingkan posisi
mata pahat dengan posisi yang seharusnya ditunjukkan oleh pitchmaster.
Pengukuran error per pitch yang dilakukan pada mesin NCB-7
menunjukkan besarnya penyimpangan yang terjadi yaitu 0.006mm pada
sumbu X, 0.009mm pada sumbu Y, 0.005mm pada sumbu Z, dan 0.003mm
pada sumbu W. Penyimpangan tersebut masih berada di dalam batas
toleransi atasnya, yaitu 0.03mm untuk setiap sumbu.
Kerusakan yang terdapat pada ulir tersebut dapat menimbulkan
pergeseran pitch kurang dari atau melebihi yang semestinya. Akibatnya,
mata pahat dapat bergeser melebihi atau kurang dari yang semestinya.
Penanggulangan penyimpangan tersebut dapat dilakukan dengan mengecek
keausan ulir yang terdapat di bagian meja kerja. Keausan tersebut dapat
disebabkan oleh beban yang terlalu berat yang harus ditanggung meja kerja
yang bergerak dan lifetime dari bagian ulir. Berdasarkan spesifikasi mesin
NCB-7 tipe RB-4VSM, mesin dapat menanggung beban benda kerja
maksimum seberat 15000kg. Pembebanan yang berlebihan dari batas
maksimum dapat merusak ulir.

4.4.4 Backlash
Backlash merupakan kemampuan gerak balik meja kerja dari titik
tertentu. Pengukuran backlash pada suatu mesin sangat penting dilakukan
untuk memastikan bahwa jarak gerakan balik mata pahat sama dengan jarak
gerakan awalnya.
Spindle 1000 mm

Gerakan Maju Spindle

Gerakan Balik Spindle

X mm
Gambar 4.5 Ilustrasi Pengecekan Backlash Spindle (dokumen
penulis)

Gerakan balik yang tidak sama pada sebuah mesin dapat


menimbulkan kurangnya akurasi benda kerja yang dihasilkan, hingga
interferensi. Berbeda dengan pengecekan pitch, pengecekan backlash hanya
meninjau gerakan balik dari alat dan menggunakan alat ukur yaitu dial
indicator. Pengukuran tersebut dilakukan dengan memasang dial indicator
pada spindle yang bergererak di salah satu sumbu, misalnya yaitu di sumbu
X, Y, Z, atau W saja.
Pengukuran yang dilakukan pada mesin NCB-7, menunjukkan
bahwa terdapat penyimpangan backlash pada mesin sebesar 0.002 di sumbu
X, 0.005 di sumbu Y, 0.004 di sumbu Z, dan 0.002 di sumbu W.
Penyimpangan tersebut masih terdapat di dalam batas toleransi, yaitu
0.01mm untuk setiap sumbu.
Terjadinya penyimpangan akurasi backlash pada mesin dapat
disebabkan oleh kelonggaran pada bearing dan keausan pada gearbox.
Spindle bearing berperan penting dalam memegang mata pahat sebagai alat
potong. Sementara itu, gearbox berperan penting dalam mengatur torsi dan
putaran mesin yang diperlukan untuk menggerakkan mata pahat dari suatu
posisi ke posisi lainnya. Pencegahan terjadinya penyimpangan backlash
dapat dilakukan dengan memeriksa kondisi bearing secara teratur agar
bearing tidak digunakan melebihi lifetime dan beban maksimum yang dapat
ditanggung. Pada mesin NCB-7 yang diperiksa ini, usia bearing adalah 3
tahun. Selain itu, pengecekan gearbox juga penting untuk dilakukan dengan
memperhatikan keausan permukaan roda gigi. Keausan roda gigi dapat
menyebabkan terjadinya slip, yaitu putaran roda gigi tidak menghasilkan
gerakan linear yang sebanding. Oleh karena itu, lifetime roda gigi juga
merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan.
4.4.5 Defleksi Spindle
Proses permesinan milling merupakan proses pemakanan material
di permukaan benda kerja yang dilakukan dengan cara memutar mata pahat
pada sumbu tertentu. Setelah digunakan untuk proses machining berkali-
kali, ada kalanya titik pusat mata pahat mesin milling menjadi tidak lagi
sama. Pengukuran penyimpangan putaran spindle ini dapat dilakukan
dengan mengukur penyimpangan putaran di bagian root dan tip spindle
menggunakan dial indicator.
Pada proses milling yang normal, mata pahat terletak secara tegak
lurus. Oleh karena itu, pemeriksaan ketegaklurusan sumbu spindle perlu
dilakukan juga untuk mendeteksi defleksi spindle.
Bearing spindle merupakan komponen bantalan yang berfungsi
untuk menjaga putaran spindle dan mata pahat selalu berada pada posisi
yang seharusnya. Sementara itu, taper merupakan komponen yang berfungsi
untuk memasang attachment sebagai pengarah mata pahat. Komponen
bearing yang rusak dapat menyebabkan penyimpangan putaran spindle, dan
taper yang rusak dapat mengubah posisi attachment yang mempengaruhi
ketegaklurusan spindle dan mata pahat.
Tapper Spindle

Bearing

Gambar 4.6 Bearing dan Tapper Spindle(dokumen penulis)

Pengukuran sumbu putar spindle dapat dilakukan dengan


menggunakan dial indicator di bagian root dan tip spindle, sementara itu
pengukuran ketegaklurusan spindle dapat dilakukan dengan menggunakan
test bar.
Pada pengukuran yang dilakukan di mesin NCB-7, bagian root
spindle tidak mengalami penyimpangan, sementara bagian tip mengalami
penyimpangan sebesar 0.01mm. Pada pengukuran ketegaklurusan, terjadi
penyimpangan X-Z sebesar 0.01mm, penyimpangan X-W sebesar 0.005mm,
penyimpangan Y-Z sebesar 0.005mm, dan tidak mengalami penyimpangan
Y-W.
Penyimpangan yang terjadi masih berada di dalam batas
toleransinya yaitu 0.01mm untuk bagian root, dan 0.02mm untuk bagian tip,
X-Z, X-W, Y-Z, dan Y-W. Oleh karena itu, tindakan korektif belum
diperlukan untuk memperbaikinya.
Penyimpangan putaran dan ketegaklurusan tersebut dapat
disebabkan oleh kerusakan bearing spindle. Bearing spindle dapat
mengalami kerusakan apabila telah digunakan melebihi lifetimenya atau
digunakan untuk memproses beban kerja yang terlalu berat. Selain itu,
penyimpangan tersebut juga dapat disebabkan oleh perubahan struktur alat.
Sama dengan penyimpangan spindle centerline, penyimpangan
ketegaklurusan sumbu juga dapat dipengaruhi oleh struktur mesin. Getaran
yang berlebihan pada mesin dapat menyebabkan perubahan struktur.
Getaran tersebut mungkin disebabkan oleh putaran motor listrik yang terlalu
tinggi atau karena benca alam gempa bumi.
BAB V
PEMBUATAN DIE PANEL

5.1 Panel Bodi Mobil


Berdasarkan letaknya pada sebuah mobil, panel bodi mobil terbagi
menjadi jenis inner dan outer panel. Seperti yang kita lihat di lalu lintas sekitar
kita, bagian mobil yang tampak dari luar terdiri yaitu bagian pintu, side fender,
roof, dan engine hood. Namun sebetulnya ada bagian lain yang tidak bisa dilihat
dari bagian luar, yaitu inner panel. Inner panel merupakan bagian mobil yang
terdapat di dalam bagian mobil, contohnya adalah floor panel, inner engine hood,
inner door, dan masih banyak lagi. Untuk memproduksi panel, PT. TMMIN
menggunakan dies sebagai alat pressnya. Panel-panel tersebut dapat diproduksi
baik secara satu-persatu panel maupun secara bersamaan hingga kemudian di-trim
menjadi dua. Salah satu contoh panel yang diproduksi secara bersamaan adalah
side fender. Pada produksi side fender, PT. TMMIN hanya menggunakan 1 dies
meskipun pada mobil terdapat dua bagian fender, yaitu bagian kiri dan kanan
mobil. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi biaya
produksi dies.

Gambar 5.1 Outer Bodi Mobil (staffnew.uny.ac.id)

Fungsi pada panel bodi mobil juga berbeda beda. Disini penulis hanya
membedakan dari sisi outer dan sisi inner saja. Untuk sisi outer, fungsinya secara
khusus untuk estetika dari kendaraan tersebut. Selain untuk estetika, outer panel
juga digunakan untuk menyerap energi jika terjadi tabrakan, sehingga penumpang
di dalam mobil akan tetap aman. Lalu untuk sisi inner, fungsi utamanya adalah
untuk memperkuat atau memperkokoh struktur mobil. Dengan berbagai proses
yang telah dilewati banyak hingga menjadi bentuk tertentu, maka inner panel akan
menjadi lebih kuat daripada hanya lembaran plat lurus. Selain untuk memperkuat
struktur mobil, fungsi dari inner panel adalah sebagai tempat assembly bagian
dalam mobil, misalnya kursi. Dan sama seperti fungsi outer panel, inner panel
juga mempunya nilai estetika namun tidak terlalu besar porsinya.

Gambar 5.2 Inner Bodi Mobil(staffnew.uny.ac.id)

Perlu diketahui bahwa proses finishing pada outer panel akan lebih ketat
daripada inner panel. Karena outer panel benar benar terlihat mata, apabila ada
cacat sedikit seperti bentuk yang tidak sama maka akan segera di-repair ulang
diesnya, namun jika itu terjadi pada inner maka tidak akan berpengaruh banyak.
Banyak part – part mobil yang diproduksi PT. TMMIN, dari yang kecil hingga
yang besar. Dan juga perlu diketahui, PT. TMMIN tidak hanya mencetak panel
bodi mobil Toyota saja, namun juga ada Daihatsu dan Hino.

Panel-panel tersebut dibuat dengan menekan pelat ke sebuah cetakan (die)


sehingga dapat mengikuti bentuk tertentu. Pada proses menekan pelat (press
manufacturing), sebuah panel pada umumnya akan diproses berdasarkan urutan
berikut ini:
1. Drawing
Drawing merupakan proses pembentukan lembaran pelat menjadi suatu
bentuk kontur tertentu. Proses ini dilakukan dengan menekan lembaran
pelat di antara komponen-komponen dies dengan besaran tekanan tertentu.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan drawing die.

2. Trimming
Trimming merupakan tahap lanjutan dari proses drawing. Setelah proses
drawing dilakukan, lembaran pelat yang telah terbentuk akan memiliki
bagian berlebih yang tidak tercetak. Bagian panel yang berlebih ini
kemudian akan dipotong pada proses trimming. Proses ini dilakukan
dengan menggunakan trimming die.

3. Flange Process
Setelah melalui proses trimming, bagian panel yang berlebih telah
dipotong. Meskipun demikian, hasil potongan panel masih sangat tajam,
sehingga perlu ditekuk (flange) untuk faktor keselamatan dan untuk
mempermudah proses pemasangan panel. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan flange die.

Pada pengamatan yang dilakukan, dies yang diamati hanya dibatasi pada
floor panel drawing die, yaitu die yang hanya berfungsi untuk mencetak lembaran
pelat menjadi bentuk panel floor kendaraan. Panel floor merupakan panel
kendaraan bagian bawah. Panel yang termasuk jenis inner ini terbagi berdasarkan
lokasinya menjadi 3 jenis, yaitu front floor, center floor, dan rear floor.

5.2 Dies Panel Body Mobil


5.2.1 Proses Produksi Dies Secara Umum
Secara garis besar proses pembuatan Dies untuk setiap jenis panel
pada kendaraan adalah sama. Setiap dies untuk panel kendaraan harus
mengalami proses –proses berikut :
a) Design

Gambar 5.3 Proses Design Dies (Nihon Unisys.Ltd ,2011)


Pada proses design terdapat 2 proses yang ada didalamnya yaitu
proses design die face dan die design (konstruksi). Pada dasarnya kedua
proses itu adalah proses yang sama yaitu sama-sama proses mendesain.
Yang membedakannya ialah proses design die face dilakukan terlebih
dahulu serta lebih berfokus dalam merancang bentuk dari permukaan punch
dan die agar plat yang terbentuk dari proses die press sesuai dengan
keinginan atau dengan kata lain sesuai dengan spesifikasi panel kendaraan.
Sedangkan pada proses die design lebih berfokus pada konstruksi dari dies
itu sendiri. Yang dimaksud konstruksi disini adalah seperti menentukan
posisi kabel kelistrikan, pneumatik, posisi pin yang akan digunakan, serta
proses apa yang akan dilakukan, serta menentukan toleransi yang akan
diberikan pada dies.
Proses desain die face ini dilakukan berdasarkan Manufacturer
Production Plan (MPP) dari perusahaan yang melakukan order dies. MPP
memuat petunjuk dan informasi detail terkait dimensi benda kerja dan
langkah-langkah manufakturnya. Data-data yang berasal dari MPP tersebut
kemudian diolah oleh bagian die face menjadi CAD 3D untuk kemudian
diproses lebih lanjut oleh bagian die design menjadi sebuah kesatuan
konstruksi die yang siap untuk memasuki proses selanjutnya. Proses desain
di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia menggunakan aplikasi Catia
dan DynaVista sebagai software untuk mendesain dies yang hanya dibuat
khusus untuk grup PT. Toyota Motor Corporation.
b) CAD CAM
Gambar 5.4 Proses CAD CAM (Nihon Unisys.Ltd ,2011)
Pada proses ini data CAD (computer Aided Drawing) yang telah
dibuat kemudian diproses dengan membuat data CAM (Computer Aided
Manufacture). Data CAM ini berupa g-code dan m-code yang dibentuk oleh
program CAM setelah diberikan perintah proses apa saja yang akan
dilakukan pada dies. Setelah itu data CAM disimulasikan untuk melihat
bagaimana proses yang dibentuk oleh program. Setelah itu drafter kemudian
mengevaluasi seberapa aman, efisien, dan kecocokan dari g-code dan m-
code tersebut dengan kondisi lapangan. Oleh karenanya dalam seksi ini
perlu dimiliki pengalaman lapangan yang cukup. Jika ada proses yang dirasa
tidak memenuhi persyaratan diatas maka drafter perlu mengubah kode
tersebut dan tentunya didiskusikan kepada kepala seksi.
Gcode merupakan sekumpulan kode yang berisi perintah untuk
menjalankan proses permesinan tertentu, misalnya facing, atau drilling.
Proses permesinan tersebut diperlukan untuk pembuatan polymodel dan
untuk memangkas permukaan die hasil pengecoran untuk mencapai tingkat
akurasi permukaan tertentu.
CAD CAM section di PT. TMMIN membuat 4 macam G-code, yaitu
G-code assy data untuk proses BN, proses KN, untuk proses polymodel, dan
untuk proses insert (bagian-bagian kecil tambahan di die). Proses CAD
CAM dilakukan dengan memberikan milling atribut berupa warna-warna
tertentu pada gambar CAD (Computer Aided Design) yang telah dibuat oleh
design section sebelumnya. Adapun milling atribut tersebut yaitu warna
magenta untuk menghasilkan kekasaran permukaan dengan ketelitian
0±0.05mm, warna cyan untuk menghasilkan kekasaran permukaan dengan
ketelitian 0±0.1mm, warna kuning untuk menghasilkan kekasaran
permukaan dengan ketelitian 0±0.02mm. Milling atribute berupa warna ini
kemudian akan diproses oleh software CAM (Computer Aided
Manufacturing) pada tahap machining berikutnya.
c) Pattern Making (Polymodel)

Gambar 5.5 Flow Process pada Polymodel (dokumen penulis)

Pada proses ini Polystyrene (Styrofoam pattern) yang berukuran 3


x 1,2 x 0,65 m dipotong dengan hot wire kedalam ukuran tertentu yang
disebut slice (potongan). Seksi Polymodel sendiri memiliki standar untuk
ketebalan tiap slice memiliki tebal minimal sebesar 80 mm dan
maksimum sebesar 240 mm. Untuk panjang dan lebar, seksi miling tidak
memiliki standar khusus. Untuk dies dengan ukuran yang besar, jika
mesin NC milling untuk proses permesinan polymodel tidak mampu
mengerjakan akibat dimensi kerjamesin yang tidak mencukupi, maka
dies perlu dibagi menjadi beberapa bagian agar dapat dilakukan proses
machining.

Tiap slice kemudian dilakukan machining dengan nc milling


berdasarkan kode permesinan yang telah dibuat oleh CAD CAM. Untuk
proses permesinan dari polymodel dilakukan scaling sehingga ukuran
polymodel nantinya 1 % lebih besar dari ukuran aslinya. Hal ini berguna
untuk mengantisipasi terjadinya penyusutan pada saat proses casting.
Kemudian selanjutnya kumpulan slice tersebut di assembly dan dilem
menggunakan lem poly. Kemudian Lalu sambungan –sambungan
ditambal dengan menggunakan dempul dan kemudian permukaanya
dihaluskan. Setelah semuanya selesai lalu dilakukan pengecekan antara
dimensi model styrofoam dengan model pada data CAD dengan 3D
Scanner ATOS. Setelah semua telah memenuhi kriteria maka proses
dapat dilanjutkan menuju proses casting.

d) Casting
Casting atau pengecoran logam adalah suatu proses manufaktur yang
menggunakan logam cair sebagai komponen utama dan cetakan tertentu
(sesuai design) untuk menghasilkan bentuk yang mendekati bentuk
geometri akhir produk jadi. Berikut adalah karakteristik dari beberapa
teknik pengecoran yang tersajo dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Umum Proses Casting (Theryo,2009)
Gambar 5.6 Proses Lost Foam Casting(bernierinc.com)
Dari proses sebelumnya dapat diketahui bahwa proses casting yang
dilakukan adalah lost foam casting. Proses casting ini mirip dengan
investment casting, namun yang membedakan adalah material yang
digunakan sebagai pattern. Pada lost foam casting material yang
digunakan sebagai pattern adalah material berjenis polystyrene foam
sedangkan pada investment casting, pattern yang digunakan adalah
berupa wax. Berikut adalah proses lost foam casting pada proses
pembuatan dies PT.TMMIN:
 Pada proses sebelumnya pattern dies sudah dibuat dan di
assembly oleh bagian polymodel selanjutnya pattern tersebut
dibawa menuju divisi casting.
 Setelah pattern diterima divisi casting, proses coating dilakukan
yang bertujuan memperkuat pattern serta menutup pori-pori pada
permukaan pattern sehingga surface finish yang dihasilkan
diharapkan menjadi lebih baik.
 Selanjutnya pattern yang sudah di coating dimasukan ke cetakan
yang diisi pasir khusus yang telah diberi aditif khusus yang
disebut green sand. Setelah cetakan diisi pasir sampai penuh,
pasir pada cetakan dipadatkan secara merata.
 Setelah cetakan dirasa cukup padat maka proses casting dapat
dilakukan. Material yang digunakan untuk mengisi pattern pada
proses casting ini adalah besi cor atau oleh PT.TMMIN sering
disebut sebagai FC (Ferrous Carbon). Untuk memanaskan dapur
peleburan logam dibutuhkan waktu hingga 2 hari sebelum dapat
dilakukan proses casting.
 Setelah proses casting dilakukan dibutuhkan waktu tunggu yang
cukup lama sampai dies dapat dikeluarkan dari cetakan, untuk
dies berukuran kecil bila mengkuti SOP maka dibutuhkan waktu
36 jam dari waktu pengecoran hingga dies dapat dibuka.
Sedangkan untuk dies berukuran besar waktu yang dibutuhkan
adalah sebesar 72 jam.
e) Machining
Machining adalah proses permesinan pada benda kerja (die) untuk
menghilangkan material yang tidak diinginkan pada benda kerja dalam
bentuk scrap. Pada proses machining die di PT.TMMIN Sunter 2, proses
yang dilakukan adalah ; drilling, boring, finishing, roughing dan
chamfering. Berdasarkan jenis benda kerjanya, proses machining die di
PT. TMMIN terbagi menjadi 3 proses, yaitu proses machining BN, KN,
dan polymodel.

Proses machining BN merupakan proses milling untuk bagian


konstruksi, dudukan insert dan komponen lain pada die. Sebuah die
sebagai cetakan benda kerja terdiri dari beberapa bagian, yaitu upper die,
lower die, dan pad. Masing-masing bagian die tersebut memiliki
konstruksi yang berperan sebagai penguat die ketika digunakan untuk
pressing plat dan sebagai tempat mounting die ke mesin press. Setiap
bagian konstruksi die akan melalui proses machining di bagian-bagian
konstruksi tertentu sesuai dengan milling atribut yang telah ditentukan
oleh CAD CAM section. Proses machining pada konstruksi tersebut
dilakukan untuk memangkas sejumlah material pada permukaan
konstruksi agar mempermudah proses assembly karena memiliki
kekasaran permukaan yang baik.
Proses machining KN merupakan proses machining untuk
memproduksi profil permukaan die sesuai dengan kontur permukaan
bodi mobil dan tingkat kekasaran yang diperlukan. Dalam hal ini, PT.
TMMIN Sunter 2 Plant akan memproduksi die profile untuk panel fender
(bodi samping mobil di atas roda), panel floor, dan panel roof untuk
kendaraan-kendaran seperti Toyota Fortuner, Innova, Sienta, Vios, dan
Yaris.
Proses machining polymodel merupakan proses pembuatan model
konstruksi dan model profil permukaan die dari bahan polystyrene (gabus
styrofoam). Polymodel dibuat secara satu-satu, yaitu irisan bagian bawah,
irisan bagian tengah, dan irisan atas die. Ketiga bagian die tersebut akan
disatukan dengan cara pengeleman. Pada proses pembuatan pattern yang
pertama, sepotong gabus berbentuk balok akan melalui proses wirecut
dan proses milling untuk menjadi bagian lower die. Selanjutnya,
sepotong gabus akan melalui proses yang sama, namun dengan pola
berbeda untuk menjadi bagian pad. Proses terakhir, bagian upper die
akan dibentuk dengan cara wirecut dan milling balok gabus. Polymodel
yang telah menyatu akan lanjut ke proses pengecekan akurasi di mesin
atos hingga mencapai standar tertentu dan siap untuk dicor.
Machining polymodel ini dilakukan berdasarkan milling atribut
yang telah disertakan oleh CAD CAM section, yaitu berupa warna
magenta untuk menunjukkan permukaan die yang dilebihkan sebanyak
7mm, warna cyan untuk menunjukkan permukaan die yang dilebihkan
sebanyak 5mm, warna kuning untuk menunjukkan permukaan die yang
dilebihkan sebanyak 10mm, dan warna hijau untuk menunjukkan
permukaan die yang dilebihkan sebanyak 10mm. Ukuran polymodel yang
dibuat akan melebihi ukuran die yang sebenarnya untuk mengakomodasi
pengurangan material di permukaan dies pada proses machining BN dan
KN.
f) Finishing

Proses finishing merupakan proses penggabungan komponen die


dan penghalusan permukaan die yang dilakukan dengan cara memoles
permukaan material. Setelah melalui proses machining, permukaan die
masih belum benar-benar halus. Hal ini disebabkan oleh jarak pergeseran
pahat ketika proses permesinan, sehingga menciptakan kontur permukaan
yang naik turun menyerupai barisan gunung. Finishing section di PT.
TMMIN membagi proses ini menjadi 3 tahap, yaitu die assy, die
accesories, dan die finishing.
Pada tahap yang pertama, die dan komponen yang telah melalui
proses machining akan melalui proses assembly. Proses assembly
dilakukan dengan memasang bagian-bagian die sesuai dengan gambar
3D yang telah dibuat oleh design section. Die assembly tersebut
kemudian dicek clearance-nya untuk memastikan fungsinya nanti dapat
berjalan dengan baik. Contoh die assembly yaitu proses pemasangan
lower part dan punch menjadi satu kesatuan lower die.
Tahap selanjutnya, kelengkapan die akan dipasang sesuai dengan
gambar 3D dari design section untuk melengkapi die assy. Kelengkapan
yang termasuk pada tahap ini, misalnya yaitu komponen elektrik
pengatur tekanan die, komponen pendingin benda kerja, shooter
(peluncur scrub), dan stopper sebagai penjepit pada lower pad.
Setelah die assy dan die accesories dilakukan sesuai dengan
gambar 3D, proses die finishing dilakukan dengan memoles permukaan
die. Permukaan die tersebut akan dipoles dengan menggunakan batu
gosok kekasaran 120, batu gosok kekasaran 220, dan amplas no. 1 hingga
mencapai kekasaran permukaan tertentu. Data-data mengenai proses
finishing ini kemudian dituliskan dalam Format Check Namari, yang
meliputi clearance material.

Gambar 5.7 Sub-Proses Setting pada saat Proses Finishing (dokumen penulis)

Proses setting merupakan tahap lanjutan setelah penghalusan


permukaan die. Pada proses ini die yang telah dihaluskan akan dipasang
pada mesin press spotting untuk diuji coba secara fungsi dengan cara
mempertemukan bagian atas dan bawahnya secara perlahan. Sebuah die
dapat dinyatakan lulus pengujian ini apabila tidak mengalami interferensi
atau persinggungan ketika bagian atas dan bawahnya dipertemukan.
Untuk mengetahui adanya persinggungan, bagian pinggir permukaan die
akan diberi tinta merah sebagai penanda apabila terjadi gesekan atau
singgungan.

Finishing KS Cacat KD SK Cacat t/o

Repair Repair

Gambar 5.8 Flowchart proses finishing(dokumen penulis)


Keterangan:
1. KS : Katakensa Static 4. t/o : Try Out
2. KD:Katakensa Dynamic
3. SK : Shikomi Kakunin
Sesuai dengan gambar 5.8, proses pertama yang dilalui oleh die
setelah proses setting yaitu KS. KS merupakan tahap pengecekan die
sebelum dipasang ke mesin press. Apabila ditemukan adanya cacat, die
tersebut harus melalui proses perbaikan. Jika tidak ada cacat, die bisa lanjut
ke proses pengecekan berikutnya, yaitu KD.
Proses KD, merupakan pengecekan kesesuaian die yang dilakukan
dengan cara memasang die ke mesin press Komatsu yang dimiliki oleh
PTED. Die yang telah terpasang di mesin press kemudian akan diuji coba
dari segi keamanan dengan cara mempertemukan upper dan lower die tanpa
menggunakan benda kerja.
Proses SK, merupakan proses pengecekan fungsi dan keamanan die
berdasarkan data acuan ketinggian die. Ketinggian die yang tidak sesuai
antara gambar 3D dan kondisi sebenarnya dapat memicu interferensi yang
berakibat pada kerusakan benda kerja. Sebuah die dinyatakan berhasil
melewati proses SK apabila tidak menghasilkan benda kerja yang memiliki
cacat dengan kondisi pecah (ware) atau kondisi mau pecah (nobi). Die yang
tidak berhasil melewati proses SK harus diperbaiki hingga tidak
menghasilkan benda kerja yang cacat sebelum bisa melalui proses try out.
g) Try Out
Die yang telah selesai dirakit dan melalui proses finishing harus
melalui tahap uji coba untuk mendeteksi adanya kesalahan proses finishing
dan pemasangan.
Pada umumnya, untuk mencetak sebuah plat menjadi bagian bodi
mobil, diperlukan 3 proses, yaitu Draw, Trim, dan Flange. Oleh karena itu
proses try out die dibagi menjadi 3 juga, yaitu Draw Try Out, Trim Try Out,
dan Flange Try Out.

 Draw Try Out


Drawing merupakan proses membentuk lempengan menjadi
komponen mobil yang dikehendaki. Pada bagian ini, lembaran plat
diselipkan di antara upper die dan lower die untuk kemudian dipress sesuai
dengan alur berikut :
Draw

Pad

Ware dame

Suri Awase

Distance Block

FAT

Panel Making

Gambar 5.9 Flowchart draw tryout(dokumen penulis)


Sesuai dengan gambar 5.9 proses draw try out dimulai dengan
pencetakan lembaran material pada mesin press. Selanjutnya, bagian
clearance pad pada die dicek. Pad merupakan komponen penjepit pada die
yang berfungsi untuk mencegah lembaran plat keluar dari die ketika sedang
diproses. Clearance yang terlalu sempit akan mempersulit aliran material
keluar. Sementara itu, clearance yang terlalu lebar akan memungkinkan
material mengalir ke luar die dengan tidak semestinya.
Apabila clearance pad sudah tepat, pengecekan selanjutnya adalah
ware dame atau pecah permukaan benda kerja. Pecahnya permukaan benda
kerja dapat menjadi indikasi adanya cacat pada die, misalnya permukaan die
terlalu tebal dan tajam di bagian tertentu, sehingga die membutuhkan
perbaikan segera.
Suri Awase merupakan pengecekan die dengan cara mengukur
clearance upper die dan lower die. Jarak upper dan lower die yang terlalu
dekat dapat membuat benda kerja terlalu tipis, sehingga berpotensi
menimbulkan ware (pecah). Sementara itu, jarak upper dan lower die yang
terlalu jauh dapat membuat benda kerja tidak terbentuk dengan sempurna.
Jarak antara upper dan lower die harus dijaga agar tetap konstan.
Pengaturan jarak ini dilakukan pada tahap pengujian berikutnya, yaitu
distance blok. Distance blok merupakan komponen die yang berfungsi
untuk menahan bagian upper dan lower die ketika proses press sedang
dilakukan.
Pengujian selanjutnya adalah FAT yang mengatur naik dan turunnya
power cushion sebagai pengatur pad. Pada tahap pengujian ini, power
cushion diatur untuk menggerakkan pad sehingga dapat menjepit dengan
tekanan bervariasi antara 30% lebih besar daripada tekanan normal dan 10%
lebih kecil daripada tekanan normalnya. Variasi tekanan ini dimaksudkan
untuk menguji kemampuan die dalam menghadapi fluktuasi tekanan power
cushion. Pada kondisi nyata di lapangan, tekanan power cushion dapat
berfluktuasi akibat tidak stabilnya kompresor. Tekanan power cushion yang
melebihi 30% dapat mengakibatkan retak pada material benda kerja.
Sementara itu, tekanan power cushion yang kurang dari 10% dapat
mengakibatkan permukaan material bergelombang. Pengujian die dapat
dinyatakan berhasil melewati tahap ini apabila tidak menghasilkan yang
retak dan tidak bergelombang.
Die yang telah berhasil melalui setiap pengujian ini akan didata pada
checksheet sebagai bukti pelaksanaan pengujian dan sebagai tanda
diperbolehkannya die untuk digunakan pada proses panel making.
 Trim Try Out
Trimming merupakan proses pemotongan material yang berlebih.
Setelah material plat dibentuk melalui proses drawing, di tepi material yang
tercetak akan terdapat bagian-bagian plat yang berlebih dan tidak terpakai.
Bagian-bagian berlebih ini harus dipotong agar panel kendaraan dapat
dirakit dengan baik. Pada pengujian ini, die melalui serangkaian proses
untuk menentukan keberhasilan proses trim.

Panel Fitting

Pad Awase

Clearance Check

Panel Making

Gambar 5.10 Flowchart proses trimming(dokumen penulis)


Pada gambar 5.10, proses pengujian trim material dimulai dengan
tahap panel fitting. Panel fitting merupakan pengecekan dengan cara
meletakkan panel yang telah terbentuk ke celah die untuk menentukan
kesesuaian panel dengan die. Apabila kondisi panel bersinggungan, maka
proses tuning akan dilakukan dengan cara mengatur tata letak komponen die
sehingga proses pemotongan dapat dilakukan.
Setelah panel fitting berhasil, proses selanjutnya adalah pad awase
atau pengecekan pemegangan pad. Pad merupakan komponen die yang
berfungsi untuk mengatur aliran material dengan cara menjepit panel. Die
dapat dinyatakan berhasil melalui bagian awase apabila tidak menekan
panel secara berlebihan dan tidak memberikan kelonggaran secara
berlebihan. Apabila pemegangan pad terlalu kuat, panel yang dihasilkan
akan mengalami keretakan. Sementara itu, pad yang terlalu longgar akan
menghasilkan permukaan panel yang bergelombang.
Proses pengujian selanjutnya adalah clearance check. Clearance
check dilakukan dengan memberi warna tertentu pada komponen upper die
(marking). Jarak antara komponen upper die dan lower die yang terlalu
dekat akan diindikasikan dengan munculnya goresan dengan warna yang
sama dengan marking upper die. Apabila goresan warna ini timbul, jarak
antara upper dan lower die harus diatur kembali.
Setelah die berhasil melalui proses pengecekan clearance, tahap yang
terakhir adalah panel making. Pada proses ini, panel yang telah terbentuk
akan dipotong sesuai dengan bentuknya. Die dinyatakan berhasil melalui
tahap pengujian ini apabila telah berhasil memotong panel tanpa
menimbulkan cacat dalam bentuk bari atau penumpukan sisa hasil potongan
di bagian bawah material.

Gambar 5.11 Ilustrasi burr atau bari (TMMIN)


Timbulnya cacat bari ini akan merugikan karena mempersulit proses
flange dan assembly komponen, serta memperbesar takt time untuk
memproduksi satu komponen. Cacat bari ini dapat ditanggulangi dengan
mengatur tekanan cushion atau besarnya gaya pemotongan yang diberikan.
Die yang telah berhasil melalui pengujian trim ini akan dicatat pada check
sheet sebagai bukti pengecekan.
 Flange Try Out
Setelah bagian pinggir panel dipotong, panel yang terbentuk akan
diproses lebih lanjut dengan cara ditekuk (flange) sehingga bagian ujungnya
tidak tajam dan mempermudah proses assembly. Proses pengujian flange
pada die dilakukan dengan prosedur yang relatif sama dengan proses trim
tryout.
5.2.2 Proses Machining Dies Secara umum

Proses Perataan
Sisi Bawah Roughing
Proses Konstruksi

Proses Konstruksi
Roughing
Proses Surface Model
Sisi Atas
Proses Konstruksi
Finishing
Proses Surface Model

Sisi Samping Roughing Proses Konstruksi


(OPSIONAL)
Gambar 5.12 Urutan Proses Machining Dies Secara Umum (dokumen
penulis)
Proses machining merupakan proses lanjutan setelah sebuah die
selesai dicor. Proses ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan volume
pattern polymodel dengan rancangan die di awal dan tingginya kekasaran
permukaan akibat pengecoran die secara lost foam sand casting. Secara
umum, proses machining dies dimulai dengan mengerjakan permukaan
bagian bawah die kemudian dilanjutkan dengan permukaan bagian atas die.
Proses dilakukan dengan urutan seperti itu dengan tujuan untuk meratakan
permukaan yang berfungsi sebagai kijun atau datum pada proses machining.
Selain itu, proses machining juga dilakukan pada sisi bawah dies yang
bertujuan membentuk konstruksi bawah die. Selanjutnya, permukaan bagian
atas die diproses dengan roughing dan finishing. Masing-masing proses
tersebut kemudian dibagi menjadi proses konstruksi dan surface model.
Proses konstruksi meliputi pembuatan konstruksi die dan pengerjaan insert,
sementara itu surface model merupakan pengerjaan permukaan die yang
berbentuk menyerupai benda kerja. Berikut adalah penjelasan beserta kode
proses-proses permesinan yang digunakan oleh PT.TMMIN yang tersaji
dalam tabel 5.2.

Tabel 5.2 Proses Permesinan dan ilustrasi (TMMIN)


No. Process Illustration Process Description
Proses milling perataan permukaan
1 PL bagian bawah die / base die

Proses konstruksi bagian bawah die


dengan menggunakan NC Data
2 BJN milling : alur key, dandori guide, U
bolt, dll.
Proses roughing bagian atas
konstruksi die dengan
3 BN1 menggunakan NC Data milling :
Lokasi distance block, dudukan
retainer, dudukan insert, dll.
Proses finishing bagian atas
konstruksi die dengan
4 BN2 menggunakan NC Data milling :
Lokasi distance block, dudukan
retainer, dudukan insert, dll.
Proses roughing surface model die
5 K1 bagian atas dengan NC Data.

Proses finishing surface model die


6 K2 bagian atas dengan NC Data.

Proses milling bagian samping


7 KP bentukan model die.

Proses milling konstruksi bagian


8 BY samping die : side pin, safety pin,
dll.
Proses drilling, hole tap dan hole
9 RA knock pin konstruksi die.
5.3 Analisa Perbandingan Dies Panel Kendaraan

Gambar 5.13 Front floor panel (https://www.hyundaipartsdepartment.com)


Front floor panel merupakan komponen panel mobil yang terletak
di bagian depan bawah kendaraan. Jika kita berada di dalam mobil, panel ini
biasanya adalah panel yang menjadi tempat diletakannya pedal gas, pedal,
rem, persneling, dan sebagai tumpuan dashboard. Pada umumnya dies untuk
panel kendaraan terdiri dari 3 komponen utama yaitu lower dies, upper dies,
dan pad. Semakin kompleks suatu panel maka semakin banyak proses yang
perlu dilakukan.

Gambar 5.14 Center floor panel (https://www.hyundaipartsdepartment.com)


Center floor panel merupakan komponen panel mobil yang terletak
di bagian tengah bawah kendaraan. Jika kita berada di dalam mobil, panel
ini biasanya adalah panel yang menjadi tempat diletakannya kursi
pengemudi, tuas perseneling, dan kursi penumpang sebelah kursi
pengemudi. Pada umumnya dies untuk panel kendaraan terdiri dari 3
komponen utama yaitu lower dies, upper dies, dan pad. Semakin kompleks
suatu panel maka semakin banyak proses yang perlu dilakukan

Gambar 5.15 Rear floor panel (https://www.hyundaipartsdepartment.com)


Rear floor panel merupakan komponen panel mobil yang terletak
di bagian belakang bawah kendaraan. Jika kita berada di dalam mobil, panel
ini biasanya adalah panel yang menjadi tempat diletakannya ban cadangan
kendaraan dan sebagai tempat bagasi mobil. Apabila berbicara dari
fungsinya, panel kendaraan ini harus kuat menahan beban beban yang lebih
berat daripada panel kendaraan lainnya. Karena panel ini akan menahan
beban dari ban cadangan, ditambah dengan barang bawaan yang diletakkan
pada bagasi.

Secara garis besar proses Pembuatan ketiga floor panel dies sama
seperti pembuatan dies untuk panel jenis lainnya. Dalam proses
pembuatannya ketiga dies juga mengalami proses yang sama seperti
pembuatan dies panel kendaraan yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu
seperti proses design, CAD CAM, polymodel, casting, machining, finishing,
dan Tryout sebelum terjadinya buy off. Kegiatan yang dilakukan pada proses
tersebut hampir sama, namun yang paling terlihat perbedaannya adalah pada
proses machining dan finishing.

5.3.1 Process Schedule Pembuatan Dies


Pada proses produksi 3 jenis dies yang telah dijelaskan sebelumnya,
perbedaan paling jelas pada setiap pembuatan dies terdapat pada proses
machining dan finishing. Hal ini dapat terihat dari Process Schedule
pembuatan dies tersebut. Process schedule front, center, rear floor dies
dapat dilihat pada tabel 5.3, 5.4. dan 5.5 secara berurutan.
Dari Process Schedule tersebut kita dapat melihat bahwa proses PL
atau planar merupakan proses meratakan permukaan yang selalu dilakukan
pertama kali sebelum proses lainnya. Proses ini dilakukan pada bagian-
bagian yang membutuhkan kerataan seperti pada sisi bawah lower dan
upper die serta lower punch. Tujuan dari meratakan sisi tersebut adalah
menciptakan kijun atau datum untuk proses machining. Jika item tidak
membutuhkan Proses PL maka dapat langsung ke proses selanjutnya yaitu
proses BJN.
Proses BN adalah proses machining bagian sisi atas konstruksi dies.
Proses ini terdiri dari 2 jenis proses yaitu roughing dan finishing. Proses
roughing ditandai dengan kode 1 dan finishing dengan kode 2. Sehingga
dengan kata lain proses BN terdapat 2 jenis yaitu BN1 dan BN2. Tujuan
dari proses ini membentuk konstruksi sisi atas dies menjadi lebih halus guna
penempatan insert atau accesories tertentu pada dies seperti untuk lokasi
distance block, dudukan retainer, dudukan insert, dll.
Proses K adalah proses machining untuk pembuatan profile bagian
surface model pada die. Proses K terdiri dari proses roughing dan finishing
dengan kode yang sama seperti BN, sehingga proses K terbagi menjadi 2
jenis, yaitu K1 dan K2.
Proses BY adalah proses machining bagian sisi samping konstruksi
dies. Tujuan dari proses ini adalah pembentukan bagian untuk side pin,
safety pin, dll.
Proses RA atau bisa disebut proses radial adalah proses machining
bagian yang ingin dibuat lubang seperti proses hole tap dan hole knock pin
konstruksi die. Dengan kata lain proses ini juga bisa disebut sebagai proses
drilling dan tapping pada konstruksi.
Proses WE adalah proses Welding yang bertujuan untuk menambah
material di daerah yang kekurangan dengan tujuan memperkecil clearance
di daerah tersebut. Selain itu proses ini juga berfungsi melapisi dies dengan
material lain yang lebih keras. Tujuan pelapisan ini ialah agar pada bagian
tersebut tidak mudah terjadi keausan ketika digunakan pada jangka waktu
yang lama.
Proses F, F1, F2 dan F3 secara garis besar merupakan proses yang
sama. Proses ini biasanya merupakan proses assembly part tambahan atau
merupakan proses penghalusan pada permukaan yang perlu dihaluskan,
seperti pada bagian permukaan profile punch (surface model), daerah
dengan aksesoris dan komponen tambahan, daerah trimming, atau daerah
hasil welding.
Proses FR merupakan assembly upper part, misalnya upper pad, atau
upper die. Pada proses ini, upper die akan digabung ke lower die atau upper
pad digabung ke upper die tergantung rancangan setiap jenis die.
Proses FT merupakan proses finishing untuk memeriksa clearence die.
Apabila ditemukan adanya clearence yang tidak sesuai, komponen die akan
melewati proses tuning manual. Proses tuning manual tersebut dilakukan
dengan menggunakan gerinda yang dioperasikan oleh secara manual oleh
operator.
Proses FK merupakan tahap kentokai dan analisa problem. Setelah
sejumlah komponen diassembly menjadi satu ke die, dilakukan proses FK
untuk mendeteksi adanya kesalahan pada proses penggabungan komponen-
komponen. Proses ini dilakukan dengan membandingkan die hasil assembly
dengan rancangan awal die yang telah dibuat oleh design section.
Proses AM merupakan proses Quality Assurance berupa scanning 3D
bagian dies yang bertujuan untuk memastikan bahwa dimensi dies yang
melewati tiap proses produksi memenuhi standar yang sudah diberikan atau
dengan kata lain mencegah meneruskan cacat dari proses sebelumnya.
Scanning dilakukan dengan ATOS Scanner. Selain itu, Scanning ATOS
diakhir proses sebelum buy off berfungsi untuk mendokumentasikan
dimensi dari dies yang dapat menghasilkan panel dengan kualitas baik guna
mempermudah replikasi dies tersebut ketika dibutuhkan.
Proses SK atau Shikomi Kakunin merupakan proses pengecekan
keamanan dies pada saat mencetak panel. Untuk lulus proses ini, sebuah die
harus mampu melewati proses pengujian drawing. Trimming, dan flange.
Pada proses drawing, die harus membentuk pelat benda kerja tanpa
menimbulkan ware atau pecah pelat benda kerja. dan nobi atau retak pelat
benda kerja. Pada proses trim yang dilakukan, die harus mampu memotong
pelat, dan yang terakhir pada proses flange pelat harus terlipat dan tidak
terdapat ware dan nobi. Selain kriteria tersebut, yang terpenting dies
haruslah aman ketika melakukan proses tersebut.
Proses R atau repair merupakan proses perbaikan terhadap masalah-
masalah (temuan) yang terdapat pada dies. Seperti ketika ingin
memperbesar clearance dengan gerinda, memperkecil clearance dengan
proses pengelasan, menghaluskan permukaan yang kurang halus dengan
amplas atau batu gosok, dll.
Proses TO atau Try Out merupakan proses penyempurnaan dies agar
panel kendaraan yang dihasilkan tidak terdapat cacat. Proses ini serupa
dengan proses SK yaitu bertujuan untuk menguji kemampuan die dalam
membentuk benda kerja. Proses SK berfokus pada masalah safety maka
proses TO ini berfokus pada kualitas dari panel yang dihasilkan oleh dies.
Proses PM atau Panel Making sudah merupakan tahap proses
produksi massal panel dari plat dengan menggunakan dies yang sudah lulus
proses TO.

5.3.2 Analisa Process Schedule Pembuatan Dies

Proses schedule pembuatan die ditunjukkan pada Tabel 5.3, 5.4, dan
5.5 secara berurutan merupakan proses schedule pembuatan front floor,
center floor, dan rear floor panel die tahap pertama atau tahap proses draw.
Berdasarkan posisinya pada bodi mobil, panel-panel tersebut merupakan
inner panel.
Tabel 5.3, 5.4, dan 5.5 menunjukkan urutan setiap proses permesinan
yang dilalui oleh setiap jenis die dan angka yang menunjukkan lamanya
waktu masing-masing proses dalam satuan jam. Secara umum, waktu yang
dialokasikan untuk proses permesinan setiap die adalah 20 hari. Sementara
itu, alokasi proses permesinan dies dalam sehari adalah 16 jam yang terdiri
dari dua shift yaitu shift pagi dan malam. untuk mengupayakan proses
permesinan die selesai dalam 20 hari, komponen-komponen die yang
kompleks perlu dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih banyak agar
dapat diproses secara bersamaan pada mesin-mesin yang terpisah. Pada
tabel 5.4, terlihat bahwa center floor panel die memiliki item komponen
yang paling banyak dibandingkan dengan front floor panel die dan rear
floor panel die. Hal ini disebabkan oleh bentuk die center floor yang lebih
kompleks karena memuat banyak komponen kendaraan. Oleh karena itu
center floor panel perlu dibagi menjadi beberapa bagian agar dapat diproses
terpisah, kemudian digabungkan pada proses assembly di akhir.

Selain dengan membagi item die menjadi beberapa komponen, upaya


untuk menjaga produksi die tepat waktu dapat dilakukan dengan
merencanakan dua proses secara berurutan dalam satu hari yang sama. Hal
ini dapat terlihat pada tabel 5.3 dan tabel 5.4. Pada tabel 5.3 item lower die
di front floor panel die mengalami proses F dan RA pada satu hari yang
sama karena masing-masing prosesnya hanya memerlukan waktu 2 jam
saja. Sementara itu, pada tabel 5.4, item upper ring di center floor panel die
mengalami proses BY dan RA di hari yang sama selama 4 jam dan 3 jam.
Hal ini tentu juga dimaksudkan untuk mencegah keterlambatan produksi
die.

Proses permesinan die secara umum tidak luput dari kesalahan seperti
misalnya penyimpangan akurasi proses permesinan. Kesalahan yang ada
kemudian harus ditanggulangi dengan melakukan perbaikan die. Perbaikan
die dapat menimbulkan keterlambatan proses produksi die. Untuk dapat
mengatasi kemungkinan adanya kesalahan produksi tersebut, schedule
proses permesinan harus juga mengakomodasi adanya proses perbaikan atau
repetisi proses tertentu. Pada tabel 5.3, dapat dilihat bahwa pada front floor
panel die, item upper die mengalami dua kali proses finishing F1 agar dapat
dilakukan assy upper pad, lalu dilakukan pengecekan kembali proses assy
dan finishing yang sebelumnya dilakukan. Proses finishing F1 lanjutan ini
penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan sebelum upper die
diassembly ke lower die.

Proses permesinan floor panel die secara umum mengikuti alur proses
seperti pada gambar 5.12, yaitu mulai dari roughing bagian bawah,
kemudian dilanjutkan dengan roughing dan finishing di bagian konstruksi
dan profil bagian atas die. Meskipun demikian, berdasarkan tabel 5.3, 5.4,
dan 5.5 dapat terlihat bahwa tidak semua item mengalami proses welding
atau pengelasan. Pada tabel 5.3. item upper pad front floor panel die
mengalami proses welding selama 30 jam. Proses welding tersebut tidak
terjadi pada item upper die front floor panel die. Hal ini terjadi karena tidak
semua komponen die membutuhkan kekerasan permukaan yang sama.

Gambar 5.16 Ilustrasi Welding pada Permukaan Die (dokumen penulis)

Proses pengelasan merupakan proses penambahan material pada


permukaan benda kerja dengan tujuan untuk menyambung benda kerja, atau
melapisi benda kerja dengan logam lain. Pada proses permesinan front floor
panel die ini, Proses welding dilakukan pada bagian bead di upper pad.
Pengerasan permukaan upper pad tersebut terkait dengan fungsi upper pad
sebagai pengatur laju aliran material benda kerja. Dengan melakukan
welding menggunakan material logam yang lebih keras, upper pad dapat
berfungsi dengan baik untuk mengatur laju aliran material tanpa mengalami
kerusakan. Sementara itu, komponen upper die tidak mengalami pengerasan
karena tidak berfungsi untuk menekan material benda kerja dengan keras.
Tabel 5.3 Process Schedule front floor panel dies (Drawing)
Nama Item
QTY Material
Komponen No Process Schedule
BJN BN1 K1 BY F1 WE F2 BN2 K2.1 K2.2 AM RA F3 FR
Upper Pad 41 1 FCD
10 7 12 5 2 30 2 11 8 60 2 3 6
PL BJN BN1 K1 BY BN2 K2 AM RA F1 FR F1
Upper Die 71 1 FCD
21 13 12 36 9 10 86 7 2 17 6
PL BJN F,RA BN1 K1 F1 WE F2 BN2 K2.1 K2.2 AM RA F FT FK FC
Lower Die 61 1 FC
15 7 2,2 5 30 2 45 2 13 8 93 6 5 4 25 17 38

Tabel 5.4 Process Schedule center floor panel dies (Drawing)

Nama Item
QTY Material Process Schedule
Komponen No
BJN1 BY,RA BN1 K1 WE BJN2,BN2 RA
Upper Ring 41 1 FCD
12 4,3 5 12 44 8,6 4
PL BJN RA BN1 K1 BN2 BY F1 K2.1 K2.2 AM FR
Upper Die 71 1 FCD
24 8 2 20 22 10 10 6 25 65 8
BJN1 BN1 K1 WE BJN2 K2.1 K2.2 RA
Lower Pad 21 1 FCD
20 16 14 44 10 15 26 6
PL BJN BN1 K1
Lower Punch 31 1 FCD
8 6 6 26
PL BJN BN1 BN2 RA F K2 AM F1 FT FK FC SK R R TO PM
Lower Die 61 1 FC
14 18 10 14 8 4 56 8 10 24 23 4 16 4
Tabel 5.5 Process Schedule rear floor panel dies (Drawing)

Nama
Item No QTY Material
Komponen Process Schedule
PL BJN BY BN1 K1 WE K2.1 BN2 K2.2 RA
Upper Pad 41 1 FCD
4 7 4 5 29 45 15 5 42 3
PL BJN BY RA BN1 WE K2.1 BN2 AM FS F3 FR
Upper Die 71 1 FCD
22 8 5 3 10 45 12 11 5 5 28
PL BJN BN1 K1 WE K2.1 BN2 K2.2 RA AM FT F2 FK FC
Lower Die 61 1 FC
23 20 13 42 45 20 5 62 5 26 6 23 46

PROCESS Keterangan PROCESS Keterangan


WE Welding FC Finishing Accesories
AM Proses Scanning ATOS SK ”SHIKOMI KAKUNIN”
F Proses Finishing R Repair

Tabel 5.6 Keterangan Process Scheduling


F1 Finishing pertama TO Try Out
FR Finishing Penghalusan PM Panel Making
FT Finishing Penghalusan bagian Datum “Kijun”
FK Finishing
BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, produksi dies di PT. TMMIN
dilakukan sesuai dengan proses berikut, yaitu:
1. Design, yaitu proses perancangan die face sesuai dengan bentuk benda
kerja dan proses konstruksi die untuk memperkuat die.
2. CAD CAM, yaitu pembuatan G-code untuk machining die dan
polymodel.
3. Polymodel Machining, yaitu proses pembuatan polymodel untuk
membentuk die.
4. Casting, yaitu pengecoran polymodel menggunakan besi tuang menjadi
komponen-komponen die.
5. Dies Machining, yaitu proses pengurangan material di permukaan
benda kerja sesuai dengan kebutuhan.
6. Finishing, yaitu proses penghalusan permukaan die untuk
mempermudah proses assembly dan mengkondisikan permukaan
benda kerja.
7. Try Out, yaitu proses pengujian fungsi die yang telah dibuat.
8. Quality Assurance, yaitu proses pengecekan kembali kualitas die yang
telah dibuat sebagai bentuk jaminan produk kepada customer.
Untuk dapat menghasilkan die yang sesuai dengan desain awal, diperlukan
mesin yang mampu memproses polymodel dan die hasil pengecoran, Setelah
dilakukan penelitian terkait akurasi mesin dan indeks mesin, diperoleh data
bahwa indeks mesin semakin menyimpang setiap bulannya. Adapun
penyimpangan ini disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut, yaitu:
1. Lifetime Komponen,
Komponen mesin tidak dirancang untuk dapat digunakan selamanya.
Komponen-komponen yang harus diganti meliputi pelumas (oli),
bearing, screw, dsb. Daftar lifetime komponen mesin NCB-7 dapat
dilihat pada bagian lampiran.
2. Perubahan Struktur
Sebuah mesin dapat bekerja dengan baik sesuai dengan struktur yang
telah dirancang pada awalnya. Perubahan struktur yang terjadi pada
mesin dapat menimbulkan berbagai permasalahan, seperti
penyimpangan ketegaklurusan, penyimpangan kelurusan,
penyimpangan putaran, dan permasalahan pada berbagai operasi mesin
lainnya yang membutuhkan kepresisian.
3. Muatan Berlebih
Muatan yang berlebih pada sebuah mesin dapat menimbulkan
permasalahan yang berujung pada kerusakan komponen mesin.
Material benda kerja yang tidak sesuai dan terlalu berat mengharuskan
mata pahat untuk berputar lebih cepat. Hal ini dapat berdampak pada
kerusakan komponen seperti motor atau bearing karena dioperasikan
melebihi batasnya dan menimbulkan getaran berlebih yang dapat
merubah struktur mesin.
Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan pemeriksaan oleh pengguna mesin
dan perawatan yang bersifat korektif dari divisi maintenance dalam bentuk:
a. Perbaikan Paralelisme, dengan melakukan penyesuaian
kembali tekanan pompa oli foating gage dan tidak
megoperasikan mesin melebihi batas atas putaran motor listrik.
b. Perbaikan Ketegaklurusan, dengan cara memperbaiki struktur
mesin kembali ke struktur awalnya sesuai dengan manual book,
serta mengganti linear gauge yang telah mengalami keausan.
c. Perbaikan Pitch, dengan mengatur kembali jarak antar gigi
menggunakan pitch master.
d. Perbaikan Backlash, dengan cara mengencangkan bearing
spindle yang longgar, atau dengan mengganti komponen roda
gigi di gearbox.
e. Perbaikan Defleksi Spindle, dengan cara mengencangkan
bearing spindle, serta memperbaiki struktur yang rusak sesuai
dengan manual book.
Selain dengan perbaikan beberapa item tersebut, akurasi mesin dapat kembali
ditingkatkan dengan mengganti sejumlah komponen mesin sesuai dengan
lifetime yang dianjurkan di lampiran.
Perawatan oleh pengguna mesin penting dilakukan untuk menjaga kualitas
hasil produksi mesin. Kurangnya perawatan korektif dan preventif dari
pengguna mesin menimbulkan dampak bagi hasil produksi, antara lain
kurangnya akurasi proses permesinan, hal ini ditunjukkan dengan munculnya
penyimpangan antara hasil produksi dan rancangan awal die yang ditemukan
pada proses scanning atos.

5.1 Saran
Kualitas produksi die di PT.Toyota Motor Manufacturing Indonesia bisa
dipertahankan dengan tindakan preventive seperti :
1. Melakukan permeriksaan dan pemeliharaan rutin terhadap mesin
produksi, mencatat setiap masalah dan tindakan yang diberikan
pada mesin tersebut sehingga apabila ditemukan permasalahan
pada mesin yang sama akan mempermudah untuk melakukan
tindakan corrective maintenance.
2. Mengadakan evaluasi terhadap kinerja mesin dan operator yang
bertugas, untuk melihat produktivitas dari produksi dan mencegah
terjadinya kerusakan mesin dan kesalahan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Aida, Kimikazu. 1992. Aida Press Handbook. Third Edition. Japan: Aida
Engineering, Ltd.

Akira, Ota. 1980. Press Dies Constuction and Design. Four Edition in Japanese.
Japan: Nikan Kogyo.

Press Die Components Team. 2007. Misumi Press Die Standard Parts Technical
Specification. 1st edition. Japan: Misumi Corporation.

Prof. Dr. Ing. H. Hoffmann, Dipl. Ing. M. Kasparbauer, SCHULER Team. 1998.
Metal Forming, Hanbook. Germany: Springer by Shuler Gmbh.

Theryo, Rony Sudarmawan. 2009. Teknologi Press Dies: Panduan Desain.


Cetakan ke 5. Yogyakarta: Kanisius.

https://bernierinc.com/improvement-lost-foam-casting-process/ diakses pada


tanggal (10 Agustus 2019)

https://docplayer.info/48933732-Landasan-teori-mesin-power-press-adalah-
peralatan-yang-mempunyai-prinsip-kerja.html diakses pada tanggal (10
Agustus 2019)

https://www.hyundaipartsdepartment.com/2017-hyundai-tucson-sport-gas_1.6_4-
transaxle_automatic_dual_clutch_7-body_hardware-floor_rails-1002545/
diakses pada tanggal (10 Agustus 2019)

https://www.hyundaipartsdepartment.com/2017-hyundai-tucson-sport-gas_1.6_4-
transaxle_automatic_dual_clutch_7-body_hardware-floor_rails-
rear_floor_pan_65510D3000-item/ diakses pada tanggal (10 Agustus 2019)

https://www.hyundaipartsdepartment.com/2017-hyundai-santa_fe-limited-
gas_3.3_6-transaxle_automatic_6-body_hardware-floor_rails-1063732/
diakses pada tanggal (10 Agustus 2019)
https://shubmachinery.com/machine/snk-rb-5vsm-5-face-double-column-cnc-
milling-machine/3-47/ diakses pada tanggal (10 Agustus 2019)

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132304806/pendidikan/Pert+6_Komponen+Bodi
+Kendaraan.pdf, diakses pada tanggal (10 Agustus 2019)
LAMPIRAN
Tabel Data Corrective Maintenance

Schedule Corrective Check Mesin


Shin Nippon Kokai (NCB - 7)
Maintanance Die Shop
No. Item Change
A. Penggantian ball - screw all axis
10
1 Ganti ball screw X - axis
Years
10
2 Ganti ball screw Y - axis
Years
10
3 Ganti ball screw Z - axis
Years
10
4 Ganti ball screw W - axis
Years
B. Penggantian bearing - accessories all axis
6 Ganti bearing, locknut, washer nut, seal screw X - axis 3 Years
7 Ganti bearing, locknut, washer nut, seal screw Y - axis 3 Years
8 Ganti bearing, locknut, washer nut, seal screw Z - axis 3 Years
9 Ganti bearing, locknut, washer nut, seal screw W - axis 3 Years
C. Pengantian LM - Guide all axis
Change (CHG)

15
11 Ganti LM guide X - axis
Years
15
12 Ganti LM guide Y - axis
Years
15
13 Ganti LM guide Z - axis
Years
15
14 Ganti LM guide W - axis
Years
D. Penggantian bearing spindle - attachment
16 Ganti bearing spindle 5 Years
17 Ganti bearing ATT - 1000 (Normal) 5 Years
18 Ganti bearing ATT - 1200/1500 (30) 5 Years
19 Ganti bearing ATT - 1300/1700 (90) 5 Years
15
20 Ganti shaft ATT 1000
Years
15
21 Ganti shaft ATT 30
Years
15
22 Ganti shaft ATT 90
Years
E. Penggantian unit attachment
15
23 Ganti ATT 1000
Years
15
24 Ganti ATT 30
Years
15
25 Ganti ATT 90
Years
F. Penggantian unit scale
26 Ganti Preamp - AD converter scale X - axis 5 Years
27 Ganti Preamp - AD converter scale Y - axis 5 Years
28 Ganti Preamp - AD converter scale Z - axis 5 Years
29 Ganti Preamp - AD converter scale W - axis 5 Years
30 Ganti Preamp - AD converter scale V - axis 5 Years
31 Ganti scale X - axis 5 Years
32 Ganti scale Y - axis 5 Years
33 Ganti scale Z - axis 5 Years
34 Ganti scale W - axis 5 Years
35 Ganti scale V - axis 5 Years
36 Ganti hose lubrication 3 Years
37 Ganti hose hydraulic 3 Years
38 Ganti o - ring & seal oil hydraulic 3 Years
39 Ganti distributor & nepple oil lubrication 3 Years
40 Ganti cover crossrail Add
41 Ganti cover table Add
42 Ganti cover coulumn Add
43 Ganti cuprex kabel spindle head Add
G. Penggantian unit silinder balancer
44 Ganti silinder balancer Z - axis 5 Years
45 Ganti silinder balancer W - axis 5 Years
46 Ganti silinder rack AAC 5 Years
47 Ganti silinder ATC 5 Years
H. Penggantian solenoid
48 Ganti solenoid ATC 3 Years
49 Ganti solenoid AAC 3 Years
50 Ganti solenoid CLAMP - UNCLAMP 3 Years
51 Ganti solenoid hydraulic 3 Years
I. Penggantian seal & O - ring
52 Hydraulic unit mesin 1 Year
53 ATC unit 1 Year
J. Penggantian control FANUC
54 Ganti Main CPU 5 Years
55 Ganti I/O unit 5 Years
56 Ganti Power supply module (PSM) 3 Years
57 Ganti Power supply module (PSU) 3 Years
58 Ganti Spindle Amplifier Module (SPM) 3 Years
59 Ganti Spindle Drive 3 Years
60 Ganti Servo Amplifier X 5 Years
61 Ganti Servo Amplifier Y 5 Years
62 Ganti Servo Amplifier Z 5 Years
63 Ganti Servo Amplifier W 5 Years
64 Ganti Servo Amplifier V 5 Years
65 Ganti power mate ATC 5 Years
66 Ganti power mate AAC 5 Years
67 Ganti I/O 5 Years
68 Ganti MPG 3 Years
69 Ganti battery backup APC 1 Year
70 Ganti battery backup memory 1 Year
10
71 Ganti AC servo motor X - axis
Years
10
72 Ganti AC servo motor Y - axis
Years
10
73 Ganti AC servo motor Z - axis
Years
10
74 Ganti AC servo motor W - axis
Years
10
75 Ganti AC servo motor V - axis
Years
10
76 Ganti AC servo motor Spindle
Years
10
77 Ganti AC servo motor ATC
Years
10
78 Ganti AC servo motor AAC
Years
10
79 Ganti AC servo motor Laser Tool Length
Years
80 Ganti motor lubrication 5 Years
81 Ganti motor hydraulic 5 Years
82 Ganti motor oil mist ATT - 1000 5 Years
83 Ganti motor oil mist ATT - 1500 5 Years
84 Ganti motor lubrication (all) 5 Years
85 Ganti motor hydraulic mesin (all) 5 Years
86 Ganti motor hydraulic ATC 5 Years
87 Ganti motor oil matic 5 Years
88 Ganti motor lubrication (Table) 5 Years
89 Ganti motor lubrication (YZWV) 5 Years
90 Ganti pump oil mist ATT - 1000 5 Years
91 Ganti pump oil mist ATT - 1500 5 Years
92 Ganti pump lubrication (all) 3 Years
93 Ganti pump hydraulic mesin (all) 3 Years
94 Ganti pump hydraulic ATC 3 Years
95 Ganti pump oil matic 3 Years
96 Ganti pump lubrication (Table) 3 Years
97 Ganti pump lubrication (YZWV) 3 Years
98 Ganti hydraulic hose 3 Years
99 Ganti fan (module, control panel, AC servo motor) 1 Year
10
Ganti oil lubrication 1 Year
0
10
Ganti oil hydraulic ATC 1 Year
1
10
Ganti oil hydraulic mesin 1 Year
2
10
Ganti oil matic 1 Year
3
10
Ganti oil gearbox motor crossrail 1 Year
4
10
Ganti silinder balancer Z - axis 5 Years
5
10
Ganti silinder balancer W - axis 5 Years
6
10
Ganti silinder ATC 5 Years
7
10
Ganti silinder AAC 5 Years
8
10 10
Ganti spring plate shaft spindle
9 Years
11
Ganti arm ATC 5 Years
0
11 10
Ganti oil matic (unit)
1 Years
11
Ganti accessories ATC 3 Years
2
11
Ganti accessories AAC 3 Years
3
11
Ganti solenoid ATC transport 3 Years
4
UP
Ba

up
(B
ck

K. BACK - UP DATA NC MACHINE


)
11
NCB - 7 1 Year
5
LAMPIRAN

Lampiran 1 Konstruksi Mesin NCB-7 RB-4VSM

Anda mungkin juga menyukai