Anda di halaman 1dari 4

Hakikat Makna Semantik

Semantik dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantiks, dari
bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’.
Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang
mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi
fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Kata semantik sepadan dengan kata semasiologi yang diturunkan dari kata
bahasa Yunani semainein yang berarti ‘bermakna’ atau ‘berarti’. Semantik sebagai
istilah di dalam ilmu bahasa mempunyai pengertian tertentu. Yang dimaksud istilah
semantik iialah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem
penggolongan. Jadi, semantik adalah cabang lingustik yang bertugas semata-mata
meneliti makna kata, bagaimanaasal mulanya, bagaimana perkembangannya, dan apa
yang menyebabkan terjadi perubahan makna dalam sejarah atau bahasa.
Kridalaksana (1993: 193-194) dalam kamus linguistik memberikan pengertian
semantik, (1) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan
juga dengan struktur makna atau wicara; (2) sistem dan penyelidikan makna arti dalam
suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau semua tataran
yang bangun membangun ini : makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi dan
sintaksis. Oleh karena itu penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab
semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar
melainkan merupakan unsur yang berada semua tataran itu.
Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2
komponen yaitu:
1) Komponen signifikan (yang mengartikan)
Wujudnya berupa runtunan bunyi.
2) Komponen signifie (yang diartikan)
Wujudnya berupa pengertian atau konsep.
Ferdinand de Saussure mengembangkan bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau
‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Hal ini berarti bahwa
makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks
wacananya atau konteks situasinya.
Contoh:
 Adik jatuh dari sepeda.
 Dia jatuh dalam ujian yang lalu.
 Kalau harganya jatuh lagi, kita akan bangkrut
 Dia jatuh cinta pada adikku
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa objek studi semantik adalah
makna, atau lebih tepatnya makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti
kata, frase klausa, dan kalimat. Di dalam semantik, istilah makna, dalam bahasa
inggris sensedibedakan dari ‘arti’, dalam bahasa inggris meaning. Arti dalam hal ini
menyangkut makna leksikal dari kata-kata tersebut yang cenderung terdapat dalam
kamus sebagai leksem. Kadang-kadang kita melihat makna kata dari kamus yang
sebenarnya adalah makna leksikal, atau keterangan dari leksem itu sendiri. Makna kata
tidak lepas dari makna kata yang lainnyamerupakan makna gramatikal yang sesuai
dengan hubungan antar unsur-unsurnya.
Aspek makna terdiri atas empat, yaitu pengertian, perasaan, nada, dan tujuan.
Keempat aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui pemahaman makna
dalam proses komunikasi sebuah tuturan. Makna pengertian dapat kita terapkan di
dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan tema, sedangkan makna perasaan,
nada, dan tujuan dapat kita pertimbangkan melalui penggunaan bahasa, baik bahasa
Indonesia maupun bahasa daerah.
Makna bahasa sebagaimana terungkap dalam uraian di atas dipengaruhi
sekurang-kurangnya oleh hubungan antara bahasa dengan (1) objek atau (2) peristiwa
di luar bahasa atau oleh hubungan di antara unsur bahasa dalam suatu sistem bahasa.
Kajian makna bahasa yang lebih memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata
dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik
leksikal. Kridalaksana (1993: 132-133) memberikan beberapa pengertian istilah
makna (meaning, linguistik meaning, sense), yaitu: (1) maksud pembicara; (2) pengaruh
bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
(3) hubungan, dalam arti kesepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau
antara ujaran dan semua hal yang ditunjukan; (4) cara menggunakan lambing-lambang
bahasa.
Dengan demikian makna memiliki tiga tingkatan keberadaan dalam satuan
bahasa. Pertama, makna menjadi isi dari suatu bentik kebahasaan. Kedua, makna
menjadi isi dari suatu kebahasaan. Dan ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang
mampu membuahkan informasi tertentu. Dari ketiga tingkatan makna tersebut dapat
dijelaskan bahwa tingkatan pertama dan kedua, makna dilihat dari segi hubungannya
ddengan penutur, sedangkan pada tingkat ketiga lebih ditekankan pada hubungan
makna di dalam komunikasi. Seperti digambarkan Samsuri (1994) dengan sebuah garis
hubungan ketiga tingkatan keberadaan makna, yaitu:
Makna........................................ungkapan..............................makna
Mempelajari makna pada hakikatnya berarti bagaimana setiap pemakai bahasa
dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti. Dalam hal ini, untuk menyusun
sebuah kalimat yang dapat dimengerti, sebagian pemakai bahasa dituntut agar
mentaati kaidah gramatikal, sebagian lagi tunduk pada kaidah pilihan kata menurut
sistem leksikalyang berlaku di dalam sistem bahasa. Begitu juga makna sebuah kalimat
sering tidak tergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi tergantung pada
kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan
gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan
kalimat lain dalam sebuah wacana.
Makna merupakan aspek terpenting dalam sebuah bahasa karena dengan
makna maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancer dan saling dimengerti.
Tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sam lain tidak saling
mengerti makna yang ada dalam tuturannya maka tidak mungkin tuturan berbahasa
dapat berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan lawan tuturnya
harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan.
Kajian makna dalam semantik leksikal lebih mendasarkan pada peran makna
kata dan hubungan makna yang terjadi antarkata dalam suatu bahasa. Hubungan
makna antar kata baik yang bersifat sintagmatik dan paradigmatik kerap digunakan
untuk menjawab permasalahan makna kata. Kajian makna kata dalam konteks ini pada
gilirannya tentu dapat menjawab permasalahan makna kalimat. Sebab sebagaimana
kerap dikemukakan oleh ahli semantik bahwa makna kalimat bergantung pada makna
kata yang tercakup dalam kalimat tempat kata itu terangkai. Peran kajian makna kata
berdasarkan hubungan makna ini terasa penting mengingat tidak semua makna kata
dapat dijelaskan oleh keterkaitannya dengan objek yang digambarkan oleh kata itu.
Makna kata-kata yang bersifat abstrak, misalnya hanya mungkin dapat dijelaskan
maknanya oleh hubungan makna antarkata dalam suatu bahasa.
Semantik sendiri sebagai ilmu turunan dari Linguistik adalah ilmu yang
mempelajari tentang makna suatu kata. Semantik menitikberatkan pada objek studi
yang berkaitan tentang makna. Banyak teori tentang makna telah dikemukakan orang.
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure bahhwa
makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik. Kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem,
maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau
leksem; kalau tanda linguistik itu disamakan dengan morfem, maka berarti makna itu
adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut
morfem dasar maupun morfem afiks.
Makna itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau
leksem. Kita dapat menentukan makna setelah dalam bentuk kalimat.
Contohnya:
Sudah hampir pukul dua belas!
Bila diucapkan oleh seorang ibu asrama putri kepada seorang pemuda maka
bermaksud mengusir, sedangkan jika yang mengatakan adalah seorang karyawan
kantor berarti menunjukkan waktu makan siang.

Anda mungkin juga menyukai