Berbicara tentang analisis rekayasa sosial dalam dakwah maka biasanya orang harus
mengetahui dulu apa itu problem social, karena adanya rekayasa sosial itu didahului
timbulnya sebuah problem-problem sosial. Sebuah kondisi dimana terjadi perbedaan
antara apa yang kita inginkan dan apa yang telah terwujud menjadi suatu kenyataan
itu disebut dengan problem. Kita ingin membeli barang yang kita inginkan tapi
kenyataannya uang tidak ada. Dan akibatnya terjadi perbenturan antara idealita dan
realita.
Ada 3 (tiga) problem sosial yang bisa kita kemukakan di sini yang mana ketiga problem
sosial tersebut menjadi sumber perubahan sosial, yakni kemisikinan, kejahatan, dan
konflik. Perubahan sosial adalah terjadinya perubahan bentuk dan fungsionalisasi
kelompok, lembaga, atau tatanan sosial yang penting.
Kalau dijabarkan lebih lanjut akan kita temukan derivasinya yang mana tiap-tiap orang
mempunyai peran yang tertentu. Ada orang yang menggerakkan, ada yang terus-
menerus memberikan motivasi agar massa tetap bergerak, ada yang membantu
dengan sumber daya, dana dan fasilitas, ada yang memperngaruhi kalangan elit, ada
yang mengatur administrasi sebuah gerakan, ada yang harus menjadi konsultan, ada
juga tipe pekerja atau aktivis, ada pendonor, dan yang tak kalah pentingnya adalah
para simpatisan.
Ada 2 (dua) peran pokok yang selalu tampil mewarnai setiap aktivitas dakwah.
Pertama, sebagai kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi. Kedua,
sebagai penerus kesadaran masyarakat luas akan problema yang terjadi sehingga ia
senantiasa melahirkan berbagai alternatif pemecahan.
Untuk menjadi seorang da’i tidak mungin berjalan dengan sekejap saja, tapi itu semua
harus diawali dengan hal-hal yang kecil. Maka itu paling tidak ada 3 (tiga) hal yang
harus kita lakukan, yaitu banyak membaca baik membaca tekstual maupun fenomena,
berinstitusi (membentuk komunitas) karena sebuah kerja besar sangat berat untuk
dikerjakan sendirian, dan pembiasaan (kulturisasi) sehingga orang lain akan mengikuti
apa yang kita lakukan.
Untuk melakukan proses rekayasa sosial yang lebih besar di dunia masyarakat maka
dibutuhkan energi dan perencanaan yang sangat matang, karenanya penataan
internal di dalam sebuah gerakan itu sendiri dan juga upaya kaderisasi harus selalu
menjadi prioritas pemikiran. Mulailah dari diri sendiri, mulailah sekarang ini, dan
mulailah dari hal-hal yang kecil dengan senantiasa tidak melupakan senyum, salam,
sapa, sopan, dan santun.
Sasaran perubahan dalam Rekayasa Sosial ada 2 (dua) yaitu: pertama sasaran akhir,
berupa korban atau lembaga-lembaga yang dirusak. Kedua adalah sasaran seperti
masyarakat/pemerintah, bisnis, atau profesi.
Unsur selanjutnya dari aksi sosial adalah channel atau saluran yaitu media untuk
menyampaikan pengaruh dan respon dari setiap pelaku perubahan ke sasaran
perubahan. Dalam klasifikasi Kotler, media ini dibagi menjadi dua, media pengaruh
dan media respon. Keduanya dapat menggunakan media massa atau media
interpersonal.
Dakwah harus dilakukan hari ini seperti yang disampaikan di masa lalu dan harus
melanjutkan sesuai dengan contoh Nabi SAW, tanpa penyimpangan sedikitpun dari
metode. Tidak ada hal harus diberikan dengan perbedaan waktu, untuk perbedaan ini
mencapai tidak lebih dari perubahan berarti (wasaail) dan bentuk (ashkaal). Namun,
hakikat dan realitas kehidupan tidak dan tidak akan berubah, terlepas dari berlalunya
usia dan perubahan masyarakat dan tempat.
Titik tuju dakwah Islam adalah memberi pengertian kepada umat Islam agar
mengambil segala ajaran Allah yang terkandung dalam Kitab Al-Quran dan Sunnah
Nabi sebagai pedoman jalan hidupnya. Ajaran Allah itu, menurut Sayyid Qutb,
diintisarikan dalam surat al-Fatihah yang terdiri dari pedoman “aqidah” dan “syariah”
atau dengan istilah yang lain bisa disebut “iman” dan “amal saleh” (Fiqh Da’wah,
Maudhu’at fi ad-Da’wah wa al-Harakah, Beirut-Lebanon: Muassasah ar-Risalah, 1970).
Disinilah peri pentingnya sebuah pembinaan yang kontinu – meskipun – terhadap da’i,
karena da’i lah justru inti dari sebuah proses dakwah. Bahkan dikatakan dalam sebuah
pepatah “beramal tanpa ilmu lebih banyak merusaknya daripada memperbaiki”.
Agar rasa dan sikap profesionalitas tampil, maka segala aktifitas seseorang harus
diawali dengan sebuah kesadaran “nawaitu” yang benar. Diawali dengan taubatan
nasuha yang akan memperbaiki hubungan dengan Allah. Salah dan bergesernya niat
akan turut mempengaruhi kinerja seseorang dan mengakibatkan kerja yang asal-
asalan, tidak sempurna dan cenderung apa adanya. Sofyan Tsauri pernah
mengungkapkan: “Tidak ada sesuatu yang lebih aku perhatikan selain dari niat”.
Inilah rahasianya kenapa setiap amal dalam Islam harus didasari niat yang benar dan
tulus karena Allah. Rasa takut akan pertanggung jawaban dakwah di hadapan Allah
juga akan turut memperkuat keseriusan dan kejelasan dakwah seseorang. Inilah
maksud firman Allah swt: “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun)
selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”. (33: 39)
Seorang yang profesional adalah seorang yang tekun, sabar dan tahan godaan,
senantiasa dinamis dan mencari kreatifitas baru dalam berdakwah, karena memang ia
tidak akan pernah setuju dan rela jika dakwah ini vakum, berjalan di tempat dan tidak
mendapat tempat di hati umat. Contoh paling fenomenal adalah nabi Nuh as.
Ditengah penolakan kaumnya, ia tetap mencari terobosan baru dalam berdakwah agar
keberlangsungan dakwah bisa dipertahankan. Ia tetap komit dan tegar, bahkan
mencari alternatif sarana dakwah yang beragam sesuai dengan kondisi dan tuntutan
kaumnya: “Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam
dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)……
Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara
terang-terangan kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-
terangan dan dengan diam-diam”. (Nuh: 5-9).
Apabila kita cermati, teknologi informasi merupakan sektor industri skala kecil yang
tumbuh karena adanya potensi dan minat usaha dalam masyarakat Indonesia,
sehingga perlu langkah strategis dalam meningkatkan faktor-faktor keunggulan
kompetitif dalam menciptakan calon-calon da’i muda terdidik, dengan cara
meningkatkan kompetensi usaha, melalui Skill Training Berbasis Teknologi Informasi
dan Dakwah.
Oleh karena itu pemberian materi teknologi informasi dan dakwah sudah menjadi
suatu kebutuhan dalam mencapai visi, misi, dan tujuan fakultas, dibuat dalam Rencana
Strategis dan Prioritas Fakultas Dakwah. Upaya untuk mewujudkan kompetensi da’i-
da’i profesional yang sesuai dengan harapan masyarakat, tidak akan tercapai tanpa
dukungan dari lembaga terkait. Dan dunia pendidikan, pemerintah dan industri perlu
menjalin kerjasama intensif.
Kesimpulan
Dalam prespektif dakwah rekayasa sosial merupakan strategi yang efektif dalam
mengajak manusia untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
islam. Pendidikan di dunia islam dalam perkembangannya seakan mengalami
pergeseran orientasi dan pengerutanmakna, karena kekeliruan umat islam sendiri
dalam memanfaatkan pendidikan yang dominan dipengaruhi kemajuan sistem
pendidikan barat dan juga paham-paham yang berkembang di dunia barat. Sehingga
ada yang memprediksikan bahwa pendidikan islam ditimpa banyak masalah, padahal
sebenarnya yang bermasalah adalah manusia/umat islam itu sendiri dalam
memperlakukan atau memanfaatkan pendidikan.
Profesionalitas kita akan terus diuji dengan beragam ujian sehingga akan lahir kaliber
manusia yang diabadikan oleh Allah sebagai kelompok yang tetap tegar dan jujur
dalam dakwah mereka, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka
tidak merobah (janjinya)”. (Al-Ahzab: 23).
Inilah prinsip yang senatiasa dipegang oleh para pendahulu dakwah, karena mereka
yakin bahwa kecintaan Allah hAnya akan dianugerahkan kepada mereka yang beramal
dengan tulus, cerdas, tuntas dan serius. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah
cinta jika hambaNya beramal dengan itqan”.
Itqan dalam arti berbuat lebih banyak, lebih bermutu dan berkualitas dari umumnya
orang mampu berbuat dan bekerja, seperti yang Allah gambarkan tentang kelompok
manusia muhsin yang mampu beramal, lebih tinggi di atas rata-rata kebanyakan
manusia sanggup beramal. “Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-
orang yang berbuat dengan ihsan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.
Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar”. (Adz-Dzariyat: 16-18)
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin, Rekayasa Sosial, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000
Sanit, Arbi, Pergolakan Melawan Kekuasaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999