Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………...…….… 0
Daftar Isi……………………………..……………………………………........... 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………......................... 3
A. Latar Belakang……………..………................………………….…... 3
B. Rumusan Masalah……..……………...…….…………..……............. 4
C. Tujuan…………...…………………………......…………….…...…... 4
BAB II PEMBAHASAN……………..……...……………………........……….. 5
A. Relasion/Subjektif Dalam Praktik Kebidanan….…..……..…………. 5
B. Hubungan Antara Bidan dan Klien…………………..………………. 5
C. Hubungan Antara Bidan dan Rekan Sejawat………………………... 7
D. Hubungan Antara Bidan dan Rekan Kerja…………………………... 8
BAB III PENUTUP……….....………….……………………………………….. 10
A. Kesimpulan…………………..………………………………...………..... 10
Daftar Pustaka…………………………………………………..……................. 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yangmelahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik.
Di era globalisasi sekarang ini, keberadaan seorang bidan sangat diperlukan.
Bidan diakui sebagai profesional yang bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra
perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan. Misalnya, asuhan dan nasihat
selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan pertolongan
persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri, dan memberikan asuhan pada bayi baru
lahir. Ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh seorang bidan dan telah ditetapkan
sebagai wilayah kompetensi bidan di Indonesia.
Dalam hal ini diharapkan agar bidan tidak memandang pasiennya dari sudut
biologis.Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki budaya tertentu dan di
pengaruhi oleh kondisi ekonomi serta lingkungan disekelilingnya.Sehingga nantinya
dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas yang sudah dicanangkan oleh
pemerintah.
Bidan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam asuhan yang mandiri,
kolaborasi dan melakukan rujukan yang tepat. Oleh karena itu bidan dituntut untuk
mampu mendeteksi dini tanda dan gejala komplikasi kehamilan, memberikan pertolongan
kegawatdaruratan kebidanan dan perinatal dan merujuk kasus.
Praktik kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari focus
terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta anak balita bergeser kepada
upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis yaitu menuju kepada
pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi hingga usia lanjut, meliputi konseling pre

3
konsepsi, persalinan, pelayanan ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post
menopause, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi bidan.
Komunikasi baik antara bidan dengan ibu hamil sangat mempengaruhi kepuasan
ibu hamil dalam mendapat pelayanan oleh bidan. Sehingga dapat diperoleh rasa saling
percaya antara bidan dan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setelah melakukan
perawatan kehamilan, bidan mendengarkan dengan penuh perhatian apabila ada keluhan
dari penderita menanggapi dengan baik apabila ada pertanyaan (Saefudin, 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Relasion/Subjektif dalam praktik kebidanan?
2. Bagaimana hubungan yang baik antara bidan dengan klien?
3. Bagaimana hubungan yang baik antara bidan dengan rekan sejawat?
4. Bagaimana hubungan yang baik antara bidan dengan rekan kerja?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan relasion/subjektif dalam praktik kebidanan.
2. Untuk mengetahui hubungan yang baik antara bidan dan klien.
3. Untuk mengetahui hubungan yang baik antara bidan dan rekan sejawat.
4. Untuk mengetahui hubungan yang baik antara bidan dan rekan kerja.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Relasion/Subjektif Dalam Praktik Kebidanan

Relasion berasal dari bahasa inggris yang berarti relasi atau hubungan.
Relasion/subjektif dalam praktik kebidanan merupakan hubungan yang terjalin antara
bidan dengan klien, bidan dengan rekan sejawat maupun bidan dengan rekan kerja. Untuk
menjalin hubungan yang baik dalam praktik kebidanan, bidan memerlukan pengetahuan
yang luas mengenai cara komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang efektif merupakan pertukaran informasi, ide, perasaan yang


menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi
pesan dan penerima pesan. Pengukuran efektivitas dari suatu proses komunikasi dapat
dilihat dari tercapainya tujuan si pengirim pesan. Proses pertukaran informasi atau proses
yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti dan pemahaman dari pengirim
kepada penerima pesan (Burgess, 1988, Taylor,1993). Interaksi antar pribadi yang
menggunakan simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), nonverbal
(Knapp, 2003). Suatu kemampuan atau ketrampilan bidan dalam adalam membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologi dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain (Northouse dalam Suryani,2006).

B. Hubungan Antara Bidan Dengan Klien

Komunikasi efektif bidan dengan klien bisa juga disebut komunikasi terapeutik.
Komunikasi terpeutik dapat diartikan sebagai suatu keterampilan atau proses interaksi
secara sadar yang dilakukan oleh bidan pada klien untuk beradaptasi terhadap gangguan
baik secara fisik maupun psikologi sehingga bisa membantu klien untuk mencapai
kesembuhan atau mengatasi masalahnya.

Kehangatan adanya hubungan yang saling membantu dibuat untuk memberikan


kesempatan klien dalam mengeluarkan unek-unek secara bebas. Dengan kehangatan
bidan dapat mendorong klien untuk mengekpresikan dan mengunngkapkanya dalam
suatu bentuk kegiatan tanpa rasa takut. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya

5
ancaman menunjukan adanya rasa penerimaan bidan terhadap klien, sehingga klien dapat
mengekpresikan perasaanya secara lebih mendalam dan bidan mempunyai kesempatan
untuk mengetahui kebutuhan klien. Kehangatan juga bisa ditunjukan secara non verbal.
Penampilan tenang, suara yang meyakinkan, pegangan tangan yang halus menunjukan
rasa belas kasihan bidan terhadap klienya.

Tujuan dari komunikasi terpeutik adalah untuk membantu agar klien terbantu
proses penyembuhanya. Manfaat komunikasi terpeutik adalah untuk mendorong
kerjasama antara bidan dan klien serta klien mudah mengungkapkan permasalahan yang
dihadapi. Prinsip komnunikasi terapeutik adalah: bidan tahu diri, saling
menghargai,saling percaya, jujur, terbuka, empati, mampu menguasai perasaan sendiri,
mampu sebagai role model, etis dan bertanggung jawab. Sikap yang baik pada klien:
berhadapan, kontak mata, membungkuk ke arah klien, sikap terbuka dan rileks. Berikut
beberapa contoh komunikasi yang efektif bidan dengan klien.

1. Suasana yang Nyaman


Menciptakan suasana yang nyaman merupakan tahap awal dari proses
komunikasi yang efektif. Seorang bidan bisa melakukan hal ini misalnya dengan
mengucapkan salam terlebih dahulu. Selanjutnya bidan bisa mulai menanyakan apa
keluhan klien dan mendengarkan dengan seksama.
2. Bahasa yang Mudah Dipahami
Bahasa yang mudah dipahami merupakan salah satu faktor paling penting
dalam komunikasi yang efektif. Tentunya seorang bidan harus menghindari
menggunakan istilah-istilah medis terhadap klien yang memang awam akan hal itu.
Seperti misalnya, bidan tidak bisa mengucapkan, “Ini gestasi yang keberapa, Ibu?
Sudah partus berapa kali?”. Istilah-istilah semacam itu tentu hanya akan membuat
klien mengernyitkan dahi.
3. Menghindari Penilaian Subjektif
Penilaian subjektif merupakan sebuah bentuk sikap judgemental. Umumnya
komunikasi efektif tidak akan bisa tercipta jika seorang bidan masih melakukan sikap
judgemental semacam ini. Seperti misalnya, bidan menganggap apa yang dilakukan

6
oleh klien tidak benar dan sudah pasti salah tanpa melihat lebih jauh adakah faktor
kepercayaan atau kebudayaan yang ia bawa.
4. Pemberian Reinforcement Positif
Pemberian penguatan yang sifatnya positif merupakan pendukung dalam
terciptanya komunikasi yang efektif. Sebagai contoh, seorang bidan bisa memberikan
pujian terhadap hal-hal apa saja yang sudah dilakukan oleh ibu hamil selama
perawatan kehamilannya. Ini akan membuat klien semakin termotivasi.
5. Tidak Bertele-tele dalam Menjelaskan
Bahasa yang ringkas dan mudah dipahami adalah sesuatu yang diinginkan
oleh klien. Terlalu bertele-tele dalam menjelaskan hanya akan membuat klien
semakin bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya. Ini adalah contoh
komunikasi efektif dalam praktik kebidanan yang harus menjadi perhatian. (Baca
juga: Karakteristik komunikasi terapeutik)
6. Memastikan Informasi Diterima dengan Baik
Seorang bidan juga harus memastikan bahwa informasi yang ia sampaikan
kepada klien sudah diterima dengan baik. Misalnya, bidan bisa menanyakan,
“Apakah Ibu dapat mengulangi penjelasan saya tadi secara ringkas?”. Hal ini
bertujuan supaya bidan dapat menilai apakah persepsi klien sudah sesuai atau belum.
7. Penggunaan Empati
Empati adalah sikap yang patut dilesapkan selama melakukan proses
komunikasi efektif. Ini merupakan salah satu cara untuk menghindari sikap
judgemental atau penilaian subjektif tadi. Melalui empati, seseorang bisa lebih
nyaman untuk membicarakan keluhannya.
C. Hubungan Antara Bidan Dengan Rekan Sejawat

Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi. Berikut adalah contoh menjalin hubungan yang baik dengan
rekan sejawat.

1. Dalam melaksanakan tugas kebidanan baik pemerintah/non pemerintah, jika ada sejawat
yang berhalangan (cuti), bidan dapat saling menggantikan, sehingga tugas pelayanan
tetap berjalan

7
2. Sesama sejawat harus saling mendukung, misalnya dengan mengadakan arisan, piknik
bersama, mengunjungi teman yang sakit, memenuhi undangan perkawinan keluarga,
khitanan
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
1. Dalam menetapkan lokasi BPS, perlu diperhatikan jarak dengan lokasi yang sudah ada.
2. Jika mengalami kesulitan, bidan dapat salinng membantu dengan mengkonsultasikan
kesulitan kepada sejawat.
3. Dalam kerja sama antar teman sejawat, konsultasi atau pertolongan mendadak
hendaknya melibatkan imbalan yang sesuai dengan kesepakatan bersama.
Contoh kasus dalam hubungan bidan dengan rekan sejawat:
a. Klien A memeriksakan kehamilannya pada bidan B, namun pada waktu mau bersalin,
klien datang kepada bidan C. Sikap bidan C harus menjelaskan kepada bahwa riwayat
kehamilan berada pada bidan B, sehingga sebaiknya persalinan ditolong oleh bidan B.
Akan tetapi, jika klien tidak menginginkannya, bidan C harus menolong persalinannya,
dengan memberi tahu bidan B dan sekaligus menanyakan riwayat ANC-nya. Kecuali
jika pasien segera melahirkan dan tidak sempat berkomunikasi lagi dengan bidan B,
dan bidan C harus menolongnya dan setelah itu, memberitahu bidan B.
D. Hubungan Antara Bidan Dengan Rekan Kerja Dalam Pelayanan Kolaborasi
Dalam hal pelayanan kebidanan tentang hubungan dengan profesi lain, pelayanan
kebidanan ini termasuk dalam peyanan kolaborasi. Pelayanan Kolaborasi adalah
hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan kerja atau tenaga
kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada pasien.
Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim yang kegiatannya di lakukan secara bersamaan atau sebagai salah
satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuan pelayanan ini adalah
berbagi otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup masing-
masing.

Elemen kolaborasi mencakup:

8
a. Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda, yang dapat bekerjasama
secara timbal balik dengan baik.
b. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama.
c. Kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi
pandangan dan keahlian yang di berikan oleh setiap anggota tim tersebut.

Pelayanan Kolaborasi /kerjasama terdiri dari:

a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi


kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
d. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
e. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan pertolongan pertama pada
kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
f. Memberikan asuhan kebidanan pada balita resiko tinggi dan pertolongan pertama pada
kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

Contoh kasus dalam hubungan antara bidan dengan rekan kerja:

a. Hubungan bidan dengan ahli gizi, misalkan pelayanan kolaborasi, Ny. T datang ke
bidan A untuk konsultasi tentang keadaannya yang masih dalam masa nifas. Ternyata
setelah diperiksa, status gizi Ny. T buruk dan Ny. T mengalami anemia berat. untuk
menangani hal itu, bidan A berkolaborasi dengan ahli gizi dalam upaya perbaikan status
gizi Ny. T yang mengalami gizi buruk dan anemia berat.
b. Hubungan bidan dengan Psikolog Anak, misalkan pelayanan kolaborasi, Ny. W
meninggal satu minggu yang lalu, akibat hal itu Ny. W mengalami depresi. Untuk
menangani depresi Ny. W yang kehilangan anaknya, bidan A berkolaborasi dengan
psikolog.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Relation berasal dari bahasa inggris yang berarti relasi atau hubungan.
Relation/subjektif dalam praktik kebidanan merupakan hubungan yang terjalin antara
bidan dengan klien, bidan dengan rekan sejawat maupun bidan dengan rekan kerja. Untuk
menjalin hubungan yang baik dalam praktik kebidanan, bidan memerlukan pengetahuan
yang luas mengenai cara komunikasi yang efektif baik dengan klien, rekan sejawat
maupun rekan kerja.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sofyan, Mustika. 2003. Bidan Menyongsong Masa Depan; 50 tahun Ikatan Bidan Indonesia.
Jakarta: PP IBI
Soepardan, Suryani. 2005. Konsep Kebidanan. Jakarta:EGC.
Alimul H, Azis. (2007). Metode penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Depkes RI. (2001). Buku 1 Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (1992). Komunikasi Terapeutik Dalam Asuhan Kebidanan. Jakarta : Depkes RI.

11

Anda mungkin juga menyukai