Anda di halaman 1dari 39

FRAKTUR

III. Menurut bentuk


A. Fraktur Komplet
---------------------------------------------- RD Collection 2002 Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau lebih. Garis
--------------------------------------------------- fraktur bisa transversal, oblique, spiral.
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di B. Fraktur Inkomplet  sifat stabil, misal greenstik fraktur
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan C. Fraktur Kominutif  lebih dari 2 segmen
dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab D. Fraktur Kompresi / Crush fracture  umumnya pada tulang kanselus
fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas
ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 Etiologi
juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
dewasa muda. kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
Definisi dan kekuatan trauma.
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau 2. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
tulang rawan bisa komplet atau inkomplet kekuatan, dan densitas tulang.
Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas
tulang Diagnosis
I. Riwayat
Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis
kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan serta penyakit lain.
tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan
jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur II. Pemeriksaan Fisik
terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami A. Inspeksi / Look
kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur Deformitas  angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengak
pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang Pada fraktur terbuka  klasifikasi Gustilo
berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau
pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan B. Palpasi / Feel  nyeri tekan (tenderness), Krepitasi
fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur. Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian
Klasifikasi diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi
I. Menurut Penyebab terjadinya Neurovaskularisasi bagian distal fraktur  pulsasi aretri, warna kulit,
A. Faktur Traumatik  direct atau indirect pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi
B. Fraktur Fatik atau Stress
Trauma berulang, kronis, mis: fr. Fibula pd olahragawan C. Gerakan / Moving
C. Fraktur patologis  biasanya terjadi secara spontan D. Pemeriksaan trauma di tempat lain  kepala, toraks, abdomen, pelvis

II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
A. Fraktur Simple  fraktur tertutup protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
B. Fraktur Terbuka  bone expose circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
C. Fraktur Komplikasi  kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka
dilakukan secondary survey.
III. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium  darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross-test, dan urinalisa. Pada Jaringan lunak
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : - Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur melakukan pemasangan elastik
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera - Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
tindakan dan sesudah tindakan. menonjol

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 : Pada Otot


1. Alignman  perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
2. Panjang  dapat terjadi pemendekan (shortening0 terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
3. Aposisi  hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma
4. Rotasi  terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush
atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat Pada pembuluh darah
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik . Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
1. Komplikasi umum Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
dan gangguan fungsi pernafasan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat
gangren terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
komplikasi lanjut. dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
Pada Tulang menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain
union atau bahkan non union
(nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan
Paralisis
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
Pada saraf
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).
Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).
b. Komplikasi lanjut Penatalaksanaan
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau 1. Recognition  diagnosis dan penilaian fraktur
perpanjangan. 2. Reduction
- Delayed union 3. Retention Immobilisasi
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada 4. Rehabilitation  mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-
ujung fraktur, Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Terapi  konservatif selama 6 bulan  gagal  Osteotomi Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun
Lebih 20 minggu  cancellus grafting (12-16 minggu) sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
- Non union Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan Tujuan Pengobatan fraktur :
fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan 1. REPOSISI  Tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
koreksi fiksasi dan bone grafting. Tertutup  fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) Terbuka  Indikasi :
terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial 1. Reposisi tertutup gagal
yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan 2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
imobilisasi lama. 3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum 5. Fraktur Patologis
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu
imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, 2. IMOBILISASI / FIKSASI
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis) Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
- Mal union Ekternal / OREF
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. - Gips ( plester cast)
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi . - Traksi
Indikasi  Pemendekan (shortening)
- Osteomielitis Fraktur unstabel  oblique, spiral
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami 1. Traksi Gravitasi  U- Slab pada fraktur hunerus
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan 2. Skin traksi
atropi otot Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen
akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena
- Kekakuan sendi bila kelebihan kulit akan lepas
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, 3. Sekeletal traksi  K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. lutut),
pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)

Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah  beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris)  droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi  tmpat masuknya pin

Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple

Internal / ORIF  K-wire, plating, screw, k-nail

3. UNION
4. REHABILITASI

Penyembuhan fraktur ada 5 Stadium :

1. Pembentukan Hematom  kerusakan jaringan lunak dan penimbunan darah


2. Organisasi Hematom / Inflamasi
Dalam beberapa jam post fraktur  fibroblast ke hematom  beberapa hari
terbentuk kapiler  jaringan granulasi
3. Pembentukan kallus
Fibroblast paa jaringan granulasi  kolagenoblast kondroblast  partisipasi
osteoblast sehat terbentuk kallus (Woven bone)
4. Konsolidasi  woven bone berubah menjadi lamellar bone
5. Remodelling  Kalus berlebihan menjadi tulang normal

Prinsip terjadinya UNION :


a. Dewasa  Kortikal 3 bulan, Kanselus 6 minggu
b. Anak-anak  separuh dari orang dewasa
Proses Penyembuhan Tulang
Fase inflamasi
berakhir kurang lebih satu hingga dua minggu yang pada awalnya terjadi reaksi
inflamasi. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom fraktur yang segera
diikuti invasi dari sel-sel peradangan yaitu netrofil, makrofag dan sel fagosit. Sel-sel
tersebut termasuk osteoklas berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik untuk
menyiapkan fase reparatif. Secara radiologis, garis fraktur akan lebih terlihat karena
material nekrotik disingkirkan.

Fase reparatif
Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan differensiasi dari
sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur lalu diisi oleh kondroblas dan
fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Mula-mula terbentuk kalus lunak,
yang terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan
tulang. Osteoblas kemudian yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah
menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara radiologis garis
fraktur mulai tak tampak.

Fase remodelling
Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan
tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan
jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah
stabilitas daerah fraktur (McCormack,2000).
Fraktur Terbuka -------------------------- RD Collection
Periosteum lapisan dalam yang lebih longgar berisi sel-sel yang mampu menjadi
osteoblast yang akan membentuk kartilago hialin dalam pembentukan kalus.
2002 Penyembuhan sekunder (secondary healing) terjadi karena respon pada periosteum
dan jaringan lunak disekitarnya dengan pembentukan kalus. Periosteum pada anak
relatif lebih tebal, kuat dan dapat menghasilkan kalus dalam waktu cepat serta dalam
Klasifikasi fraktur terbuka yang sering dipergunakan adalah menurut Gustilo yang jumlah yang sangat banyak. Hal ini sangat berperan pada proses penyembuhan
membagi menjadi fraktur terbuka grade I, II, IIIA, IIIB dan IIIC. Namun klasifikasi tulang pada anak. Sedangkan kortek tulang yang berperan pada penyembuhan
fraktur terbuka menurut Gustilo mempunyai beberapa kelemahan antara lain angka primer (primary healing) begitu terjadi fraktur, akan memantapkan kembali dirinya
kesepakatan rendah, batasan derajat kontaminasi kurang jelas, belum ada tolok dengan melibatkan osteoclast yang berperan sebagai sel peresorbsi tulang pada salah
ukur yang obyektif. Sedangkan Armis, telah melakukan penilaian fraktur terbuka satu sisi fraktur. Kemudian dengan aktivasi sistem haversi akan terbentuk jalur
dengan memberikan skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, (pathway) untuk penetrasi pembuluh darah, sehingga memudahkan sel endotel dan
kerusakan otot, kondisi tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi, sel mesenkim perivaskuler menjadi sel osteoprogenitor untuk osteoblast dalam
dengan nama Sistem Skoring Sardjito (SSS) . Insidensi fraktur terbuka sebesar 4% membentuk tulang baru. .
dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki–laki dan perempuan sebesar 3,64:1 Penyembuhan primer terjadi apabila ada kontak langsung yang kuat antara fragmen
dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur dekade kedua dan ketiga yang fraktur seperti fiksasi kompresi rigid dengan plate and Screw. Fiksasi rigid
relatif mempunyai aktifitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh darah intrameduler yang
epidemiologi menunjukkan bahwa 40 % fraktur terbuka terjadi pada ekstemitas utuh. Pada radiograf biasanya tidak akan terlihat adanya kalus yang menjembatani
bawah terutama daerah tibia dan femur tengah. penyembuhan ini. Proses penyembuhan primer ini terutama tergantung pada aktifitas
Pemasangan plat pada fraktur terbuka telah memperbaiki union fraktur atau osteoklast dalam melakukan resopsi dari ujung-ujung fragmen yang diikuti dengan
penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit langsung pembentukan tulang baru oleh osteblast. Penyembuhan sekunder menunjukkan
menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terdapat terjadinya mineralisasi dan penggantian tulang dari matriks kartilago yang secara
osteogenesis meduler dan sedikit pembentukan kalus periosteum. Pada penelitian khas tampak pada radiograf sebagai pembentukan kalus. Jembatan kalus eksternal
selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu akan menambah stabilitas pada tempat fraktur dengan bertambah lebarnya tulang
vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan aliran darah ini. Penyembuhan sekunder terjadi pada penanganan fiksasi yang tidak rigid seperti
dan menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF dari pada penggunaan gips, fiksasi luar maupun pada pemasangan intermedullary nail.
Swiss telah menciptakan LCDCP ( low contact dynamic compression plate) dan ada
juga yang membuat inovasi baru dengan cara merekonstruksi plat yang non-rigid Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
sehingga terjadi pembentukan kalus dengan tidak memasang sekrup yang banyak restorasi fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau kegiatan
Pemasangan plat perlu hati-hati yaitu pada saat melakukan irisan jaringan lunak agar semula. Diketahui ada dua pilihan terapi penderita fraktur yaitu secara konservatif
tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena hal itu dapat atau operatif. Pada terapi fraktur kruris terbuka derajat III pada prinsipnya adalah
mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami kesulitan debridemen dan irigasi untuk membuang jaringan mati dan kontaminasi, pemberian
dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk pencegahan antibiotik dengan cefazolin 1-2 gram dikombinasikan gentamisin 80 mg setiap 8
kerusakan jaringan lunak dapat dilakukan dengan pemasangan plat dibawah kulit jam, pemberian antitetanus dan pemasangan fiksasi luar dengan luka dirawat
dan pemasangan sekrup langsung ke tulang dengan bantuan alat fluoroskopi. terbuka. Setiap hari pada luka yang terbuka dilakukan debridemen dan irigasi,
Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi pemberian suntikan antibiotik selama 3-5 hari pasca operasi dan dilanjutkan secara
komplikasi infeksi, non-union dan refraktur. Pada beberapa penelitian terdahulu oral selama 10 hari.
fiksasi luar dianggap sebagai tindakan yang lebih aman pada terapi fraktur terbuka
dari pada fiksasi dalam. Definisi Fraktur Terbuka
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan
Periosteum tidak hanya penting dalam pembentukan tulang selama perkembangan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung.
tetapi juga pada penyembuhan fraktur. Sel-sel pada periosteum dapat melakukan Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis,
resorpsi tulang oleh osteoclast, membentuk tulang oleh osteoblast sebagai respon kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 1993; Rasjad, 1998; Armis,
terhadap stimuli lokal dan sistemik, dan juga memegang peranan penting dalam 2002).
metabolisme tulang oleh kayanya vaskularisasi pada daerah ini.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar atau III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental
rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur
dapat menyebabkan komplikasi infeksi. terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang
Semua faktur terbuka harus dianggap terkontaminasi sehingga mempunyai potensi lebih dari 8 jam setelah kejadian.
untuk terjadi infeksi. Penting untuk diketahui bahwa diagnosis, klasifikasi dan
pengelolaannya dapat berbeda dari fraktur tertutup. Penanganan fraktur terbuka Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan
dapat mengikuti pengelolaan trauma lain jika merupakan suatu trauma multipel bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya
Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. Pergeseran luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in–out.
fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan cedera yang terjadi, gaya berat maupun Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringan
tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu trauma lunak dan fraktur tidak kominutif.
dapat berupa aposisi (pergeseran kesamping / sideways, tumpang tindih dan Pada tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada
berhimpitan / overlapping, bertubrukan sehingga saling tancap/ impacted); angulasi kulit, jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan
(penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur); panjang / length (pemanjangan kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi
atau pemendekan akibat distraction atau overlapping antar fragmen fraktur) atau traumatik.
terjadi rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang). Klasifikasi ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi
atau high velocity, trauma didaerah pertanian, fraktur terbuka yang
Hubungan garis fraktur dengan energi trauma memerlukan repair vaskular, fraktur terbuka lebih 8 jam setelah kecelakaan
Garis Fraktur Mekanisme Energi
trauma Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Transversal, oblik, spiral, (sedikit bergeser / masih Angulasi / Ringan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (tabel 3).
ada kontak) memutar IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
Butterfly, transversal (bergeser), sedikit kominutif Kombinasi Sedang walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
Segmental kominutif (sangat bergeser) Variasi Berat IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
Klasifikasi Fraktur Terbuka IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
Dikenal beberapa klasifikasi fraktur terbuka seperti menurut Byrd et al.(1981) yang bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
menekankan pentingnya vaskularisasi tulang, kemudian menurut Oestern dan jaringan lunak.
Tscherne (1984) yang menekankan pentingnya tingkat kerusakan jaringan lunak dan
luas kontusio otot, serta menurut AO group oleh Muller et al. (1990) yang Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
menekankan berat ringannya cedera kulit, cedera otot dan tendon serta cedera Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):
neurovaskuler. (cit. Court-Brown et al, 1996).
Tipe Batasan
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson
(1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat
kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Klasifikasi IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
Gustillo ini membagi fraktur terbuka menjadi tipe I,II dan III jaringan lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal
Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 ) striping atau terjadi bone expose
Tipe Batasan IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm tingkat kerusakan jaringan lunak.
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat

Armis (2001) membuat klasifikasi fraktur terbuka dengan sistim skoring yang
dinamakan Sistem Skoring Sardjito (SSS) yang dilakukan dengan memberikan
skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi kerusakan pembuluh darah vital sehingga untuk mempertahankan kehidupan bagian
tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi kemudian skor dijumlahkan distal fraktur membutuhkan tindakan repair. (Khairuddin & Armis, 2002;
Supriyanto & Armis, 2004 ).

Diagnosis Fraktur Terbuka


Klasifikasi fraktur terbuka sesuai Sistem Skoring Sardjito (Khairuddin & Riwayat
Armis, 2002). Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan tinggi sangat penting dalam
Batasan Skor menentukan klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan
I. Skin Damage jaringan itu sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat
A.Wound: ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda
 < 5 cm long ( in-out) 1 berat akan mengakibatkan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma
 5-10 cm 2 olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita,
 10 cm long 3 biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum
B. Condition of Skin: kejadian seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus, dan sebagainya merupakan
 No devitalized edge of wound without contussion 1 faktor yang perlu dipertimbangkan juga (Apley & Solomon, 1993; Brinker, 2001).
 Contused edge of wound/ subcutan or with small area of 2
degloving Pemeriksaan fisik
 Large area of degloving or skin loss or skin avulsion 3 Dimulai dengan inspeksi (look), palpasi (feel) dan pemeriksaan gerakan (
II. Muscle Damage movement). Pemeriksaan yang harus di lakukan adalah identifikasi luka secara jelas
 No muscle contusion or sircumscribed muscle contusion or 1 dan gangguan neurovaskular bagian distal dari lesi tersebut. Pulsasi arteri bagian
partial rupture distal penderita hipotensi akan melemah dan dapat menghilangkan sehingga dapat
 Total rupture of one compartement muscle 2 terjadi kesalahan penilaian vaskular tersebut. Bila disertai trauma kepala atau tulang
 Muscle defect with extensive muscle crush 3 belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus perifer di distal lesi tersebut.
Pemeriksaan kulit seperti kontaminasi dan tanda-tanda lain perlu dicatat.
III. Bone Damage
 Simple Fracture: Transverse, Oblique, Spiral, butterfly or with 1 Pemeriksaan radiologis
little comminution. Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang
 Simple Fracture with gross displacement, segmental fracture 2 dan jaringan lunak yang berhubungan dengan derajat energi dari trauma itu sendiri.
(little displaced) or moderate comunition Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan
 Gross comminution, boneloss / defect 3 pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan debridemen. Bila bayangan udara
IV. Neurovascular Damage tersebut tidak berhubungan dengan daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa
 No Neurovascular trauma 1 fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda
 Isolated or localized neurovascular trauma 2 asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi
 Extensive neurovascular trauma 3 disamping melihat kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri Diagnosis fraktur
V. Contamination dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan
 No particle 5 radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi dalam melengkapi deskripsi fraktur,
 Only syperficial particle 10 kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan
 Deep particle 15*) untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala klasik dalam menentukan
diagnosis harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standard.
Note: * Add one for public watering accident or from farm accident or treated after
gol den period (deep particle score =15+1=16) Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu:
 Two views  (proyeksi AP/Anteroposterior dan Lateral, karena proyeksi yang
Skor untuk fraktur terbuka grade I atau ringan: 10, grade II atau sedang 11-20, grade salah akan dapat memberikan informasi yang salah maka pemeriksaan
III atau berat : 21-31. Grade IIIA bila fragmen fraktur masih tertutup jaringan lunak, radiologis harus benar-benar AP dan lateral),
grade IIIB bila terdapat ekspose fragmen fraktur, dan grade III C bila terdapat  Two joints  (terlihat dua sendi, pada bagian proksimal dan distal fraktur)
 Two limbs  ( dua anggota gerak sisi kanan dan kiri) (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2
 Two injuries  ( biasanya pada multipel trauma yang bisa melibatkan trauma di mg/kg BB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan
tempat lain dalam tubuh). setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru.
Penanganan Fraktur terbuka Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan
Mengikuti prinsip “4 R” yaitu Recognition, Reduction, Retaining ( retention of pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang untuk penyesuaian ulang pemberian
reduction ) dan Rehabilitation. Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan antibiotik yang digunakan.
kecepatan diagnosis pada penanganan agar terhindar dari kematian atau kecacatan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III
Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka
limb dengan resusitasi sesuai indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada
jaringan mati dan tersangka mati dengan debridemen, pemberian antibiotik pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan
sebelum, selama dan sesudah operasi, pemberian antitetanus, penutupan luka, gamaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas
stabilisasi fraktur dan fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau usia 10 tahun dan dewasa , 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak
keempat karena jaringan masih inflamasi / infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7- dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan
10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma dosis 1500 unuit dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat
imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml
Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai berikut: secara intramuskuler.
1. Pertolongan Pertama.
Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah 5. Debridemen
gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi a. Ambil sample dari luka untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas pra
fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan dan debridemen
efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril. b. Pembersihan luka dengan irigasi cairan fisiologis sebanyak 6-10 liter.
c. Jaringan mati atau fragmen tulang kecil yang mati maupun benda asing
2. Resusitasi dibuang.
Penatalaksanaan sesuai prinsip ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan d. Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang terputus dilakukan repair.
memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula e. Saraf yang terputus diberi tanda pada ujung saraf untuk dilakukan delayed
dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. repair
Kehilangan darah yang banyak pada fraktur terbuka derajat III dapat f. Reposisi fragmen fraktur.
mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang g. Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk kultur dan tes sentifitas
dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan bila pasca debridmen.
ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan napas atau denyut jantung karena h. Luka dibiarkan terbuka atau dilakukan jahitan parsial, bila perlu ditutup
fraktur terbuka seringkali terjadi bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita setelah satu minggu dimana oedem sudah menghilang.
diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau tranfusi darah dan pemberian i. Fiksasi awal yang baik untuk fraktur terbuka kruris derajat III adalah fiksasi
analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dikerjakan eksternadengan external fixation device sehingga akan mempermudah dalam
setelah kondisi pasien stabil. (Apley & Solomon, 1993; Trafton, 2000) perawatan luka harian. Bila fasilitas tidak memadai, pemasangan gips
sirkuler dengan jendela atau temporary splinting dengan gips atau traksi
3. Penilaian awal. dapat digunakan dan kemudian dapat direncanakan operasi pemasangan
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan fiksasi interna setelah luka baik (delayed internal fixation).
penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam j. Pemakaian suntikan antibiotik dilanjutkan 3-5 hari, dimonitor tanda klinis
dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi akibat dan penunjang
fraktur itu sendiri. (Rasjad, 1998; Trafton, 2000). k. Bila dalam perawatan harian di bangsal ditemukan gejala dan tanda infeksi
dilakukan debridemen dan pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk
4. Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum (ATS) mendapatkan penanganan yang memadai. (Apley & Solomon, 1993;
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya Behrens, 1996; Rasjad, 1998; Trafton, 2000; Hutagalung , 2003 ).
trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas yaitu sefalosporin generasi I
6. Penanganan jaringan lunak. 2). Fraktur yang stabil setelah reposisi/ reduksi,
Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue 3). Fraktur pada anak-anak,
tranplantation atau flap pada tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang hilang 4). Cedera jangan luk minimal
dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik. 5). Trauma berenergi rendah.
7. Penutupan Luka B. Reduksi terbuka diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:
Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan 1). kagagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,
debridemen dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer tanpa 2). fraktur yang tidak stabil,
tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya 3). fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan
dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap 4). fraktur yang mengalami pemendekan.
hari. Setelah 5-7 hari dan luka bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan
kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada anak sebaiknya dihindari Pemasangan Fiksasi dalam sering menjadi pilihan terapi yang paling diperlukan
perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan dalam stabilisasi fraktur pada umumnya termasuk fraktur kruris terbuka derajat III.
epiphyseal plate akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih Pilihan metode yang dipergunakan untuk fiksasi dalam ada beberapa macam yaitu:
cepat maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya untuk mencegah a. Pemasangan plate and screws
deformitas. Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi
8. Stabilisasi fraktur terjadi komplikasi infeksi, non-union dan refraktur. Pada penelitian awalnya
Dalam melakukan stabilisasi fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary pemasangan plat pada fraktur terbuka diketahui telah memperbaiki fraktur
splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian dengan penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit
bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam langsung menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya
dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terjadi osteogenesis meduler dan sedikit pembenrukan kalus periosteum. Pada
terapi stabilisasi definitif. penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah
mengganggu vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan
Pemasangan fiksasi dalam dengan plate and screw pada fraktur terbuka dengan aliran darah yang menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para
kontaminasi tidak direkomendasikan. Namun demikian fiksasi dalam dapat dipasang pakar AO/ASIF dari Swiss telah menciptakan antara lain LCDCP (limited
setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi. Penggunaan contact dynamic compression plate) dan ada yang membuat inovasi baru
fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka derajat III adalah salah dengan merekonstruksi plat yang non-rigid dengan tidak memasang sekrup
satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur tersebut dan untuk yang banyak sehingga terjadi pembentukan kalus (Matter, 1997 cit. Trafton,
mempermudah perawatan luka harian. 2000 ). Pemasangan plat perlu hati-hati dalam melakukan irisan jaringan lunak
agar tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena dapat
Imobilisasi Gips ( Plaster of Paris)
mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami
Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen fraktur tidak bergeser
kesulitan dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk
setelah dilakukan manipulasi / reposisi atau sebagai pertolongan yang bersifat
pencegahan kerusakan jaringan lunak dilakukan dengan pemasangan plat
sementara agar tercapai imobilisasi dan mencegah fragmen fraktur tidak merusak
dibawah kulit dan sekrup langsung dipasang ke tulang dengan bantuan alat
jaringan lunak disekitarnya. Keuntungan lain dari penggunaan gips adalah murah
fluoroskopi
dan mudah digunakan oleh setiap dokter, non toksik, mudah digunakan, dapat
dicetak sesuai bentuk anggota gerak, bersifat radiolusen dan menjadi terapi
konservatif pilihan Pada fraktur terbuka derajat III dimana terjadi kerusakan b. Pemasangan screws or wires
jaringan lunak yang hebat dan luka terkontaminasi penggunaan gips untuk Untuk melakukan fiksasi fraktur diafisis jarang menghasilkan fraktur yang
stabilisasi fraktur cukup beralasan untuk mempermudah perawatan luka. Setelah stabil. Pemasangan skru banyak digunakan dalam fiksasi fraktur intraartikuler
luka baik dan bebas infeksi penggunaan gips untuk fiksasi fraktur dapat dilanjutkan dan periartikuler baik digunakan secara tunggal atau kombinasi bersamaan
untuk menunjang secundary bone healing dengan pembentukan kalus. dengan pemasangan plat atau external fixation device. (Behrens, 1996).

c. Pemasangan intramedullary nai/ rods


ORIF ( Open Reduction and Internal Fixations ) Pada pemasangan reamed intramedullary nails dapat menyebabkan ujung-
A. Reduksi tertutup diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut: ujung fragmen fraktur diafisis mengalami robekan periosteum kehilangan
1). Fraktur dengan tak ada pergeseran, blood supply sehingga meningkatkan kejadian infeksi dan nonunion. Beberapa
penelitian awal menyimpulkan bahwa penggunaan unreamed intramedullary Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi (joint stiffness),
nails pada fraktur tibia terbuka cukup aman terhadap vaskularisasi intrameduler degenerasi sendi, batu saluran kemih maupun neurosis pasca trauma. Dalam
dan direkomendasikan untuk stabilisasi fraktur terbuka derajat I,II dan III A, penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan
sedangkan untuk derajat IIIB dan IIIC sementara disarankan dengan ataupun keadaan yang kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi,
traksi atau fiksasi luar. Secondary nailing dilaksanakan setelah fiksasi luar nonunion, delayed union, malunion, kekakuan sendi.
dengan syarat tidak ada tanda infeksi lokal maupun pin tract infection.
Fraktur Terbuka
d. Pemasangan external fixation devices Klasifikasi Fraktur terbuka Menurut Gustilo dan Anderson, sebagai
Akhir-akhir ini para pakar lebih tertarik pemasangan fiksasi luar dari pada Derajat I
pemasangan plat. Menurut Van der Linden dan Larson (1979) pada penelitian Luka kecil biasanya akibat tusukan fragmen dan bersih, kerusakan jaringan lunak
pemasangan plat dibanding konservatif ternyata angka infeksi lebih tinggi pada sedikit < 1cm dan tak kominutif.
pemasangan plat seperti infeksi superfisial, nekross kulit dan osteomielitis.
Kejadian infeksi pada pemasangan plat akan memerlukan operasi berulangkali. Derajat II
Sedangkan Clifford et al.( 1988) menyarankan pemasangan plat dilaksanakan Panjang luka >1cm tapi tak banyak kerusakan jaringan lunak dan fraktur tak
untuk stabilisasi fraktur terbuka derajat I dan derajat II dan fraktur avulsi. kominutif.
Menurut Bach dan Hansen (1989) yang membandingkan pemasangan plat
dengan fiksasi luar pada fraktur kruris terbuka menyimpulkan bahwa Derajat III
pemasangan plat kurang ideal pada fraktur terbuka derajat II dan III. ( cit. Court- Kerusakan hebat pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovascular dengan
Brown et al., 1996). kontaminasi,
Penggunaan fiksasi luar yang pernah sangat populer di Eropa dan Amerika III A fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak,
mempunyai resiko terjadinya komplikasi pada tempat masuknya pin (pin tract III B fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
infection) sebesasr 20-42%, dan resiko terjadi malunion sebagai akibat reduksi periosteum, fraktur kominutif,
yang kurang memadai dan akibat pelepasan fiksasi yang terlalu awal setelah III C trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar bagian distal dapat
lama pemasangan. Pada fraktur diafisis tibia pemasangan fiksasi luar dengan dipertahankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
unilateral frame external fixator merupakan indikasi tetapi pada fraktur yang
tibia proksimal atau lebih distal penggunaan multiplanar external fixator yang Trauma high-velosity termasuk klasifikasi IIIB atau IIIC walaupun lukanya kecil
lebih tepat. (Court-Brown et al., 1996). tapi terjadi kerusakan jaringan lunak dibawahnya sangat hebat. Insidensi infeksi
derajat I 2% dan derajat II 10%.
Komplikasi fraktur terbuka
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi dalam
24 jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi
gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum yang
lain dapat berupa sindrom peremukan (crushing syndrome), emboli lemak,
trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi Lokal Dini.


Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai komplikasi
lokal dini dan bila lebih 1 minggu setelah trauma disebut sebagai komplikasi lokal
lanjut. Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan lunak,
sendi, pembuluh darah, saraf, organ visceral maupun timbulnya sindrom
kompartemen atau nekrosis avaskuler.

3. Komplikasi Lokal Lanjut.


EKSTREMITAS SUPERIOR Mayo Classification – Scapula Fracture
--------------------------------------------- RD Collection 2002
---------------------------------------------------

Fraktur Skapula
Akibat trauma langsung.. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi
pergeseran akibat tarikan otot-otot yang melekat disitu
Terapi  konservatif (Istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang.)

Trauma sendi akromioklavikularis


Sendi ini kurang stabil dan mudah terjadi Subluksasi. Dislokasi komplet terjadi
akibat ruptur total ligamentum akromioklavikularis dan korakoklavikularis.
Klasifikasi :
I. Sratin, Ligamen intak
II. Subluksasi  Robekan ligamen (+) klavikula tidak terangkat karena ligamn
Korako-klavikuler utuh
III. Dislokasi . Robekan kedua ligamen dan klavikula terangkat

Dislokasi sendi sternoklavikularis


Terbagi menjadi anterior dan posterior. Dislokasi posterior akan menekan organ-
organ dalam sehingga perlu tindakan emergency

Trauma Otot-otot Rotator / Rotator Cuf


Otot Rotator terdiri dari :
1. Supraspinatus ( atas )
2. Infraspinatus ( belakang )
3. teres minor
4. Subskapula ( depan )
Otot ini berfungsi sebagai stabilisator, sehingga robekan kecil pada otot
supraspinatus menimbulkan Tendinitis supraspinatus dan bila robekan luas
penderita tidak bisa abduksi
Terapi  repair
Dislokasi sendi bahu -------------------- RD
Collection 2002

Sendi bahu / sendi humeri yang dikenal sebagai sendi humeroskapularis. Dibagi
menjadi :
Anterior
Kejadian paling sering, dimana kaput humeri bergeser ke medial dibawah prosesus
korakoideus
Komplikasi :
1. Kerusakan saraf regio axillaris
2. Kerusakan kapsul sendi
3. Kekakuan sendi
4. Dislokasi rekurens  lakukan tes Apprehension
Cara : Abduksi dan rotasi eksterna , terlihat raut muka penderita ketakutan dan
mencoba melawan tindakan tersebut.  Instabilitas anterior (+)

Terapi :
Hipokrates metode
Handuk atau kain dililitkan di regio aksillaris penderita, operator melakukan
tarikan pada posisi semi abduksi lengan

KOCHER metode  4 manuver


i. Siku difleksikan 900 lakukan traksi ssuai aksis humerus
ii. Humerus dirotasi eksterna
iii. Selanjutnya humerus digeser kemedial (adduksi) diatas dada penderita
iv. Humerus dirotasi interna dengan memutar lengan bawah kedalam
--------------------------- Post reposisi  Imobilisassi dengan sling 2 minggu

Posterior
Kejadian sangat jarang karena tidak mempunyai ruangan diposterior maka kaput
humeri masih tetap dilateral tapi berada di posterior dalam fosa infraspinatus.
Diagnosis klinis ditegakkan, dimana bentuk segiempat pada bahu, kaput humeri
tidak pada tempatnya.
Macamnya :
1. Fraktur Kollum Chirrugikum humeri
Pada anak muda dipikirkan reposii terbuka dengan fiksasi interna
Terapi  Imobilisasi collar and cuff selama 3 minggu

Fraktur Clavicula ---------------------- RD


2. Fraktur Shaft humerus
Collection 2002
Setiap fraktur humerus tengah dapat mengenai saraf radial, karena saraf ini
melewati sulkus nervi radialis yang terletak dibagian tengah dan belakang
Penyebab biasanya trauma langsung /direct atau tidak langsung/indirect , misal jatuh
humerus.
dengan tangan / siku menumpu.
Komplikasi : RADIAL PALSY
Diagnosis Terapi :
Riwayat  waktu jatuh posisi tangan menumpu Konservatif  Collar and Cuff, hanging cast
Deformitas  menonjol, udem, fr. 1/3 lateral tanpa ruptur lig Operatif
korakoklavikulare deformitas tidak jelas 1. Radial palsy non union
Nyeri tekan (tenderness) 2. Gangguan vaskuler
Krepitasi
Penunjang  radiologi dan laboratorium Radial palsy akan sembuh sekitar 6-8 minggu, bila tidak pulih lakuakan EMG
dan eksplorasi
Penatalaksanaan
Konservatif  Pasang ransel verban (Figure of eight0 sampai rasa sakit hilang
Operatif  Indikasi
3. Fraktur Suprakondilaris humeri
Berdasarkan pergeseran fragmen distal ada 3 type :
1. Fraktur terbuka
I. Fragmen tanpa pergeseran
2. Ruptur lig korakoklavikulare
II. Fragmen dengan pergeseran tetapi masih ada kontak
3. Gangguan neurovaskuler
III. Fragmen distal dan proksimal tidak ada kontak
4. Delayed / non Union
5. Kosmetik
Terapi :
Anak-anak  reposisi tertutup
UNION terjadi 3 minggu disertai kallus yang menonjol dimana pada anak akan
Dewasa  Collar and Cuff selama 3 minggu
hilang sebab mempunyai daya remodelling
--------------------------------- Hasil reposisi dievaluasi dengan sudut
Baumann

Fraktur Humerus ----------------------- RD Collection Anatomi


2002 Sendi siku terjadi antara trochlea dan capitulum humerus dengan incisura
trochlearis ulnae dan caput radii. Sendi siku dillalui oleh beberapa bangunan, di
Klasifikasi NEER sebelah anterior terdapat muskulus brachialis, tendo muskulus biceps, nervus
I. Pergeseran < 1 cm dengan angulasi < 450 medianus dan arteri brachialis. Di sebelah posterior terdapat muskulus biceps dan
II. Fraktur collum anatomikum, pergeseran > 1 cm bursa minor. Nervus ulnaris terdapat di sebelah medial dan tendo muskulus
III. Fraktur collum chirrugikum dengan pergeseran dan angulasi ekstensor communis dan muskulus supinator terletak di lateral.
IV. Fraktur tuberkulum majus dengan 2 atau 3 fragmen Suprakondilar humerus terletak di bagian distal dari humerus, tulang tersebut
V. Fraktur tuberkulum majus dengan lebi 2 fragmen kurang kuat dibanding tempat lain karena adanya fossa koronoid, fossa olekranon
VI. Fraktur dislokasi dan fossa radii. Kolum medial suprakondilar lebih tipis dan substansi tulang
kurang bila dibanding dengan kolum lateral suprakondilar. Sendi siku mampu
untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi, dimana gerakan fleksi dilakukan diteruskan ke atas melalui tulang lengan bawah dan disebabkan tarikan
oleh muskulus brachialis, muskulus biceps, muskulus brachioradialis dan muskulus biceps, sehingga fragmen ini akan miring ke lateral atau
muskulus pronator teres. Sedangkan gerakan ekstensi dilakukan oleh muskulus medial dan berotasi ke medial. Dari proyeksi anterior, ujung distal dari
triceps dan muskulus anconeus. fragmen proksimal akan menembus periosteum dan mengenai muskulus
brachialis dan muskulus biceps brachii. Akibatnya akan terjadi
perdarahan local dan pembengkakan. Nervus dan pembuluh darah akan
mengalami laserasi karena fragmen tulang.

Dari proyeksi anteroposterior (AP), 2. TIPE FLEKSI


perlu dinilai sudut yang di bentuk Anak jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam
oleh garis longitudinal humerus dan posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi. Kortek anterior akan
garis yang melalui koronal mengalami pergeseran sehingga pada fragmen distal akan ke anterior
kapitulum humeri, sudut ini disebut pada bidang sagital, dan pada bidang coronal, fragmen distal akan
sudut bowman. Normal didapatkan bergeser ke lateral. Sehingga fragmen distal pada fraktur tipe ini akan
sudut bowman sebesar 800 – 890, bila bergeser ke arah anterior dan proksimal. jarang terjadi komplikasi
didapatkan sudut ini kurang dari 50, neurovaskular, yaitu cedera nervus ulna biasanya karena terkena
dikatakan bahwa posisi tulang ujung dari fragmen proksimal.
tersebut tidak aceptable. Sudut yang
lain yaitu sudut antara diaphisis dan Klasifikasi
metaphisis, sebesar 900. Pada prinsipnya, klasifikasi fraktur suprakondilar tipe ekstensi dibagi
berdasarkan derajat pergeseran fragmen distal terhadap fragmen
Proyeksi lateral, normal didapatkan garis antero humeral akan melewati pusat proksimal.
osifikasi pada kondilus humeri dan bagian distal dari kondilus akan membentuk
sudut ke anterior sebesar 400. Gartland ( 1959 ), membagi 3 Type :
I undisplaced or minimally displaced
IA : non displaced
IB : medial impaction
Pada tipe I, fraktur tanpa adanya pergeseran dari kedua fragmen,
kadangkala garis fraktur sukar dilihat pada gambaran radiologis.

II displaced with angulasi and rotation


IIA : posterior angulasi
IIB : malrotation with or without posterior angulation.

III displaced complete


IIIA : fragmen distal ke arah posteriormedial
IIIB : fragmen distal ke arah posteriorlateral
Mekanisme dan Patofisiologi
1. TIPE EKSTENSI
Akibat trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku,
lengan bawah dalam posisi supinasi dengan siku hiperekstensi dengan
Diagnosis
tangan yang terfiksasi, olekranon terdorong ke depan sehingga terjadi Dari anamnesa didapatkan adanya riwayat jatuh dengan lengan sebagai tumpuan.
fraktur. Garis fraktur selalu melewati fossa olekranon dan pada kolum Bila traumanya baru saja terjadi atau frakturnya tidak mengalami pergeseran atau
medial dan lateral metaphise. Fragmen distal dari fraktur akan terdorong sedikit bergeser, anak akan mengeluhkan nyeri dan bengkak yang minimal, dan
ke arah posterior dan proksimal, hal ini karena gaya fraktur yang temuan yang paling khas adalah perlunakan pada ujung humerus bagian distal.
Pada trauma ringan kedudukan fragmen distal tidak akan bergeser atau undisplaced. dan selama melakukan tindakan reposisi. Penanganan fraktur suprakondilar
Siku akan terlihat sedikit bengkak dibanding siku yang sehat, dan kadang – kadang tergantung tipe dari fraktur tersebut.
terlihat akan terlihat normal bila jumlah perdarahan sedikit. Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi :
Pada trauma yang lebih berat dapat menimbulkan angulasi ke posterior, bahkan
sampai mengalami pergeseran fragmen distal ke posterior, namun hubungan kedua Tipe I
fragmen sebagian masih terlihat, atau pada trauma yang lebih hebat lagi maka Tanpa pergeseran, immobilisasi dengan posisi siku fleksi tidak lebih dari 90 0. Bila
fragmen distal akan terlepas dari fragmen proksimal dan berada di posterior dan terdapat pergeseran penanganannya dengan menggunakan back slap long arm
migrasi ke proksimal. dengan posisi siku fleksi.
Sewaktu jatuh pada umumnya lengan dalam keadaan pronasi, ini akan menyebabkan Fleksi dilakukan sampai 1200 sehingga lebih stabil dan juga pada posisi ini dapat
fragmen distal mengalami rotasi ke dalam. Akibatnya kortek sebelah medial dari mengurangi resiko terjadinya trauma neurovaskular karena tindakan. Untuk reposisi
fragmen distal relatif akan berada di arah posterior dari fragmen proksimal, tertutup perlu relaksasi yang sempurna dan hanya bisa dicapai dengan anestesi
sementara sisi lateral masih dalam kedudukan semula. Dengan demikian kedudukan umum, operator menarik lengan bawah sedikit fleksi 300 dan supinasi.
fragmen distal akan mengalami adduksi, rotasi ke dalam sehingga fragmen distal Fleksi 300 tersebut untuk melindungi kerusakan pembuluh darah dan saraf
akan mengalami pergeseran ke arah posteromedial akibatnya ujung dari fragmen akibat tegangan karena tarikan. Operator melakukan koreksi posisi pada fragmen
proksimal akan mencederai nervus radialis. Dan bila pergeseran fragmen ke arah distal. Bila berada di medial dilakukan dorongan ke lateral agar berada satu garis
posterolateral aakan mencederai arteri radialis dan nervus medianus. dengan fragmen proksimal, demikian juga sebaliknya. Setelah itu kedua ibu jari
Ujung fragmen proksimal akan berada di anterior dan dapat mencederai muskulus operator berada pada posisi posterior fragmen distal mendorong ke anterior disertai
brakhialis, arteri brakhialis, nervus radialis nervus medianus atau nervus ulnaris. tekanan jari – jari lain yang berada di humerus proksimal ke dorsal, kemudian
Dengan adanya trauma yang keras dan terjadi pergeseran dari fragmen, maka dilakukan fleksi maksimum.
pembengkakan dan deformitas pada siku akan menjadi lebih jelas. Besarnya
pembengkakan tergantung pada keparahan dari fraktur dan lama terjadinya trauma.
Pada pemeriksaan fisik yang penting adalah menilai fungsi dari neuromuskuler pada
sebelah distalnya. Tanda – tanda gangguan vaskulus meliputi nyeri, pucat, sianotik,
tidak ada pulsasi atau paralysis, ini merupakan tanda terjadinya “ volkman’s
ischemi”.
Pemeriksaan radiologis akan terlihat fat pad sign, kedudukan kedua fragmen tidak
terjadi pergeseran, kadang – kadang garis fraktur tidak terlihat. Dalam keadaan
normal fat pad sign akan berada di luar sinovia tapi intra kapsuler sendi disebelah
anterior dan posterior. Dengan adanya hamarthrosis akan menyebabkan pergeseran
letak fat pads.
Pemeriksaan radiologis penting untuk konfirmasi diagnosis. Sebelumnya lengan
harus diimobilissasi dengan posisi ekstensi, kedudukan fleksi yang berlebihan harus
dihindari karena ada kemungkinan gangguan dari neurovaskulernya. Pada
anteroposterior, dinilai garis fraktur apakah transversal atau oblik, fragmen distal
angulasi ke lateral atau medial. Posisi lateral akan menunjukkan fragmen distal akan
bergeser ke anterior atau posterior.

Penatalaksanaan
Pada prinsipnya mengembalikan fragmen ke posisi anatomis dan mempertahankan Posisi dipertahankan selama 3 sampai 4 minggu, dengan pemeriksaan radiologis
kedudukan tersebut dan mencegah terjadinya komplikasi. pada satu minggu pertama dan minggu terakhir.
Sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis, perlu dilakukan immobilisasi dengan
bidai. Pada fraktur tipe ekstensi, posisi fleksi pada siku harus dihindari karena Tipe II :
menyebabkan kerusakan labih lanjut dari system neurovaskular. Anggota gerak Bila fraktur disertai angulasi dengan aligment yang masih bagus, lebih adekuat
dibuat immobilisasi degan bidai pada posisi yang mengalami deformitas, dengan untuk dilakukan tindakan minimal reposisi. Reposisi dilakukan dengan siku dalam
posisi siku ekstensi dan lengan bawah pronasi. Sirkulasi harus selalu dicek sebelum keadaan pronasi dan fleksi tidak lebih dari 1200,
Bila disertai rotasi dipilih percutaneus pinning. Percutaneus pinning yang digunakan Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi komplikasi yang paling sering terjadi
yaitu fiksasi dengan k-wire, dilakukan setelah kedudukan anatomis kedua fragmen cedera pembuluh darah dan saraf.
tercapai menghasilkan immobilisasi yang cukup bagus. Pemasangan pinning yang 1. Cedera pada arteri brakhialis, dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya
paling stabil dapat dilakukan dengan cara pin yang mennyilang dari kondilus lateral volkman’s iskemik. Kelainan ini akan menyebabkan nekrosis dari otot dan
dan kondilus medial. Kontra indikasi pemasangan percutaneus pinning antara lain saraf tanpa disertai ganggren perifer. Gejala dari volkman’s iskemi adanya
oedem hebat, reposisi tertutup yang tidak tercapai, fraktur kominutuif dan fraktur pain, pallor, hilangnya pulsus, parestesi dan paralysis.
terbuka. 2. Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera pada nervus radialis,
nervus median dan nervus ulna.
Tipe III : 3. Myositis osifikans, jarang terjadi dan biasanya terjadi karena
1.reposisi manipulasi yang berlebihan atau terjadi pada reposisi terbuka yang
2.percutaneus pinning dengan fiksasi k-wire terlambat dilakukan.
3.reposisi terbuka 4. Malunion dapat merupakan komplikasi dari fraktur ini, biasanya
terjadi kubitus varus, disebabkan reposisi yang tidak adekuat.
Reposisi terbuka atau operasi pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi dilakukan
pada reposisi tertutup yang gagal, fraktur terbuka atau gangguan neurovaskuler. Sedangkan pada fraktur suprakondilar tipe fleksi
Pada pembengkakan yang hebat akan terjadi hematom yang banyak di daerah 1. Cedera nervus ulna merupakan komplikasi yang sering terjadi.
tersebut, maka perlu dikeluarkan sehingga penekanan terhadap neurovaskuler akan 2. Malunion dapat juga terjadi pada fraktur ini yaitu terjadi kubitus varus.
berkurang. Kejelekan dilakukannya open reduksi antara lain terjadinya kekakuan
sendi, terjadinya myositis osifikan, iskhemik dan kerusakan pada tempat 4. Iskhemik Volkman  klinis 5P
pertumbuhan tulang dan adanya resiko infeksi. 1. Pulseless (denyut nadi lemah –hilang )
2. Pallor (warna biru / pucat )
Reposisi dikatakan berhasil bila baik secara klinis atau radiologis. Secara klinis 3. Pain
dikatakan baik bila : 4. Paresthesia (rasa tebal )
1. sendi siku dapat fleksi maksimal, bila tidak bisa fleksi maskimal kemungkinan 5. Parese atau Paralise (kekuatan otot lemah sp lumpuh)
sudut antara sumbu longitudinal humeri dengan kondilus belum tercapai atau
adanya interposisi jaringan lunak antara kedua fragmen. 5. Kontraktur Volkman
2. setelah hiperfleksi secara hati – hati, dilakukan ekstensi dan dibandingkan Akibat m. Fleksor digitorum profundus mati diganti jaringan fibrous.
dengan sisi yang sehat. Jari-jari posisi fleksi  CLAW HAND

Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah reposisi, dengan foto posisi AP dan lateral.
Untuk posisi lateral dinilai sudut longitudinal humeri dan distal kondilar. Dinilai
apakah ada crescent sign, yang berarti terjadi kubitus varus. Pada posisi AP, dinilai
sudut bowman, sudut diaphisis – metaphisis. Bila fragmen distal terjadi rotasi Trauma Siku --------------------------------------------- RD
tampak gambaran fish tail. Collection 2002
Hasil reposisi dikatakan adekuat bila tidak terjadi angulasi ke lateral atau medial,
pergeseran ke medial atau lateral tidak lebih dari 25% dan angulasi ke posterior Fraktur Kondilus Lateralis humeri  sangat penting
tidak lebih dari 100. Perbedaan sudut bowman antara sisi yang sehat dan yang sakit 1. Pada anak masih kartilagineus sehingga sering tidak terdiagnosa pada X-ray.
tidak lebih dari 40. Rotasi ke medial merupakan predisposisi terjadinya kubitus Dan menyerang pusat pertuimbuhan ( epiphyseal plate)
varus karena akan terjadi angulasi koronal. Walaupun adanya rotasi tersebut bukan 2. menimbulkan malunion atau non union
merupakan deformitas dan rotasi lengan akan di koreksi oleh sendi bahu. Manipulasi 3. Tempat Origo otot ekstensor shingga fragmen akan bergeser
yang berulang sebaiknya dihindari karena akan mencederai pembuluh darah dan 4. Terjadi kerusakanepiphyseal dan fraktur intraartikuler
saraf.
Fraktue Epikondilus Medialis humeri
Komplikasi Merupakan tempat origo otot fleksor.
Komplikasi  Ulanr palsy
Klasifikasi radiologis :
I. Fraktur pada satu kondilus
II. Fraktur Inter-kondiler
III. Fraktur kominutif  sering bersama fraktur suprakondiler

Terapi  non displaced , gips sirkuler 6 minggu

Fraktur Olekranon
Tempat insersi otot Trisep brachii, sehingga bila terjadi fraktur akan terjadi
pergeseran ke proksimal.
Klasifikasi :
I. Tanpa pergeseran  gips sirkuler
II. Dengan pergeseran  Screw atau TBW
III. Kominutif  Eksisi fragmen dan melekatkan kembali otrisep pada olekranon

Dislokasi sendi siku


Sendi siku terdiri dari :
1. Humero-ulnaris
2. Humero-radialis
3. Radio-ulnaris

Pada trauma ini penting periksa neurovaskuler bagian distal.


Terapi  Reposisi segera
Cara : siku difleksikan, olekranon didorong kedistal, selanjutnyagipssirkuler 3
minggu
Komplikasi :
1. Trauma vaskuler
2. kekakuan sendi
3. Miositis ossifikans
NO FUNSI MUSKULUS
1 Fleksor elbow m. brachialis, m. Biceps, m. Brachioradialis
2 Ekstensor elbow m. triceps, m. Anconeus
3 Supinator elbow m. supinator, m. Biceps
4 Pronator elbow m. pronator teres, m. Pronator guadratus
5 Fleksor pergelangan m. fleksor carpi radialis, m. Fleksor carpi
tangan ulnaris
i
----------------------------------------------------------------------------------------
6 Ekstensor pergelangan
tangan
m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis,
m. Ekstensor carpi ulnaris
Fraktur Antebrachii ------------ RD Collection
Aliran darah regio antebrachii merupakan lanjutan dari a brachialis, yang bercabang
2002
menjadi a radialis dan a ulnaris setinggi caput os radii. Sedangkan persyarafan
antebrachii berasal dari tiga nervus, n radialis, n ulnaris, n medianus.

ANATOMI Terapi manipulasi Fraktur antebrachii


Tulang radius dan ulna tidak saja sebagai penghubung lengan atas dan maupun Bila garis fraktur di proksimal  dilakukan gips posisi supinasi
tangan tapi mempunyai fungsi pronasi dan supinasi dengan gerakan radius dan Bila garis fraktur di tengah  Gips posisi netral
ulna. Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulna yang Bila garis fraktur di distal  Gips posisi pronasi
diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkar kapitupulum radius dan di
distal oleh sendi radioulna yang diperkuat oleh ligamentum radiuulna yang Fraktur MONTEGGIA
mengandung fibrokartilago triangularis. Membran interosea memperkuat Fraktur ULNA 1/3 proksimal / tengah dengan dislokasi kaput radii antrior / posterior
hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh Pemeriksaan penting pada saraf radialis dan olekranon
karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila
patahnya hanya mengenai satu tulang saja hampir selalu disertaii dislokasi sendi
radioulna yang dekat dengan patah tersebut. Fraktur GALEAZZI
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang yaitu musculus Fraktur RADIUS 1/3 distal / tengah disertai subluksasio sendi radiuulnaris.
supinator, musculus pronator teres, musculus pronator kuadratus yang membuat Jenis fraktur ini biasanya tidak stabil artinya penangananya dilakukan operasi.
gerakan pronasi dan supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang Untuk menjaga panjang antomi tulang radius.
berinsersi dengan radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah
disertai dislokasi angulasi dan rotasi terutama radius.

Antebrachii terdiri atas dua buah tulang parallel yang berbeda panjang bentuknya ;
Fraktur antebrachii distal
os radius dan os ulna. Disebelah proksimal membentuk tiga persendian sedangkan Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme :
sebelah distal dua persendian. Tulang radius, lebih pendek daripada ulna, bentuk Lengan bawah mempunyai dua tulang, yang radius dan ulna yang ke distal berakhir
lebih melengkung dan bersendi dengan os ulna pada bagian proksimal dan distal dan membentuk persendian radioulnaris distal dan persendian dengan tulang
“radio-ulnar joint” yang bersifat rotator. Antara kedua tulang ini juga carpalia. Stabilitas persediaan ini dipertahankan oleh 5 struktur :
dihubungkan oleh membran interroseus, suatu jaringan fibrous yang berjalan abliq 1. ligamentum radio – ulnaris volaris
dari ulna ke radius. Membran ini berfungsi merotasikan tulang radius terhadap os 2. ligamentum radio – ulnaris dorsalis
ulna, yang menghasilkan gerakan pada lengan bawah 3. tendon m. extensor carpi ulnaris dalam “fibro osseus tunnelnya”
Muskuli antebrachii dapat dikelompokan, muskuli kompartemen antrior dan 4. fibro – cartilage disc.
posterior. Kompartemen anterior di isi oleh muskuli fleksor sedangkan 5. ligamentum collateralis ulnaris.
kompartemen posterior di isi oleh muskuli ekstensor. Beberapa muskuli ada yang
berperan dominan dalam mempertahankan posisi dan gerakan sendi lengan bawah Tulang radius ke arah distal membentuk permukaan yang lebar sampai persendian
dan tangan (elbow and wrist joint). Muskulus tersebut adalah : dengan tulang carpalia. Dan peralihan antara dense cortex dan cancellous bone pada
bagian distal merupakan bagian yang sangat lemah dan mudah terjadi fraktur.
Penting sekali diketahuii kedudukan anatomis yang normal dari pergelangan tangan,
terutama posisi dari ujung distal radius.
Perlu diperhatikan 3 ukuran yang utama :
1.Radial height :
Yaitu jarak proccesus styloideus radii
terhadap ulna. Diukur dari jarak antara
garis horizontal yang ditarik melalui
ujung procesus styloideus radii dan
melalui ujung distal ulna. Ukuran
normalnya kira-kira 1 cm.
2. Derajat “ulna tilt” atau “ulna deviation” dari permukaan sendi ujung distal Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
radius pada posisi anterior posterior. ▪ Posterior :
Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar. Derajat Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang
miringnya diukur dari besarnya sudut antara garis horizontall yang tegak lurus mempunyai fungsi ekstensi.
pada sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 15 –
30 derajat, rata-rata 23 derajat. ▪ Anterior :
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai
3. Derajat “volar tilt” (volar deviation) dari permukaan sendi radius pada posisi fungsi fleksi lengan bawah dan tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator
lateral. quadratus yang berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk pronasi.
Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan.
Besarnya diukur dengan sudut antara garis horizontal tegak lurus sumbu radius ▪ Lateral :
dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 1 – 23 derajat, rata-rata Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus
11 derajat. radii yang mempunyai fungsi utama sebagai supinasi.

Fisiologi dan mekanisme terjadinya fraktur :


▪ Biasanya disebabkan karena trauma langsung, atau sebagai akibat jatuh dimana
sisi dorsal lengan bawah menyangga berat badan.
▪ Secara ilmu gaya dapat diterangkan sebagai berikut :
Trauma langsung dimana lengan bawah dalam posisi supinasi penuh yang
terkunci dan berat badan waktu jatuh memutar pronasi pada bagian proximal
dengan tangan relatif terfixir pada tanah. Putaran tersebut merupakan kombinasi
tekanan yang kuat dan berat, akan memberikan mekanisme yang ideal dari
penyebab fraktur Smith.
▪ Trauma lain diduga disebabkan karena tekanan yang mendadak pada dorsum
manus, dimana posisi tangan sedang mengepal. Ini biasanya didapatkan pada
penderita yang mengendarai sepeda yang mengalamii trauma langsung pada
dorsum manus.

Fraktur Colles
Fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut, dengan
insidensi yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause,oleh sebab itu pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan
tangan terentang. Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur pada disebutkan diatas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan tangan (ke arah
ekstremitas atas pada usia lanjut maka segera terpikirkan pertama kali adalah fraktur dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya
Colles. terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat dijumpai suatu
oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal fraktur transversal pada tulang radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan,
ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan dan sering disertai patahnya processus stiloideus ulnae.
menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring ke radial,
penerjun payung. dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami kerusakan dan
Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama kominutif yang hebat.
dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan (Mc Rae, 1992), Apley dan Solomon, 1987.
Sheikh dan Murthy (2000), memberi batasan sebagai fraktur metafisis distal radius, Klasifikasi :
biasanya terjadi pada 3 – 4 cm dari facies artikularis dengan angulasi volar dari apex Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula-mula membagi trauma
fraktur (deformitas garpu perak), pergeseran ke dorsal dari fragmen distal dengan distal radius ke dalam fraktur ekstra artikular dan intraartikular. Kebanyakan
diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak disertai fraktur klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomii fraktur. Klasifikasi Frykman
styloideus ulnae. Variasi intraartikular dapat melibatkan facies artikularis distal didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal dan atau radioulnar serta ada
radius serta artikulatio radiocarpea dan radioulnaris. tidaknya fraktur styloideus ulnae.
Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814 sebagai
fraktur dislokasi ujung distal radius berjarak satu setengah inci dari sendi, yang Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman
ternyata terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiolografi (Pool, 1973). Tipe Uraian
I : Fraktur radius ekstra artikuler
Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme Trauma II : Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan III : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal
navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. IV : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai
Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna fraktur ulna distal.
selain terdapat ligamentum dan kapsulal yang memperkuat hubungan tersebut, V : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
terdapat pula diskus artikularis yang melekat pada semacam meniskus yang VI : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum koleteral ulnar. Ligamentum disertai Fraktur ulna distal
kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis VII : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio
bersama ligamentum radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan ulnaris distal.
radius dan ulna, disebut Triangular fibro cartilage complex (TFCC) VIII : Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen
(Sjamsuhidajat, 1997), berguna untuk menstabilkan artikulatio radioulnaris distal ulnaris
(Zabinski dan Weiland, 1999). Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile)
dan kemampuannya mencapai 160° untuk fleksi dan ekstensi dan 180° untuk rotasi Klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah sistem AO
lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melaluii pergelangan tangan (Zabinski dan Weiland, 1999). Sistem ini membagi trauma menjadi tipe A (ekstra
lewat artikulatio radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal artikuler), tipe B (artikular simpel) dan tipe C (artikuler komplek).
lewat Triangular fibro cartilage complex. (Zabinski dan Weiland, 1999). Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi fraktur
Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang Colles kedalam empat tingkatan derajat keparahan pergeseran fragmen fraktur
(Apley dan Solomon, 1987). Trauma yang terjadii merupakan trauma langsung yaitu (derajat anatomis) dan kualitas reduksi yaitu derajat I, II, III dan IV sesuai beratnya
jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur deformitas meliputi angulasi ke dorsal dan pemendekan (shortening) tulang radius )
sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan
tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu terbalik. Derajat Keparahan Fraktur Colles Menurut Lidstrom.
Derajat Deformitas
Diagnosis Fraktur Colles : I. Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal < 0° atau shortening
Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Kita < 3 mm
dapat mengenal fraktur ini dengan adanya deformitas dinner fork seperti telah
II. Ringan, Angulasi dorsal 1 – 10° dan / atau shortening 3 – 6 mm
III. Sedang, Angulasi dorsal 11 – 14° dan / atau shortening 7 – 11 mm
IV. Berat, Angulasi dorsal > 15° atau shortening > 11 mm.

Penanganan Fraktur Colles :


Penanganan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah
terdiagnosis diberikan tindakan reposisi tertutup. Bila tidak ada pergeseran, cukup
di imobilisasi dengan gip bawah siku. Bila terjadii pergeseran atau sedikit
pergeseran perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional atau umum,
kemudian dilakukan gip bawah siku dengan posisi fragmen distal fleksi dan pronasi.
Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi. Adapun jari-jari sesegera mungkin
melakukan latihan. Seminggu kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar X
kontrol untuk menilai apakah terjadi pergeseran kembali (redisplacement). (Armis,
1994).
Imobilisasi dengan gip bertujuan mencegah pergeseran kembali fragmen fraktur
paska reposisi. Sebagai tulang kanselus, maka penyembuhan tulang radius distal
diperkirakan tuntas kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya trauma. Oleh sebab McGraw-Hill, Emergency Orthopedics
itu pada fraktur Colles gip dapat dilepas umumnya 5 – 6 minggu (Mc Rae, 1992;
Apley dan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951).
Fraktur SMITH
Fraktur Smith adalah fraktur dari radius bagian distal yang lokasinya ½ - 1 inch
Mengenai imobilisasi gip bawah siku atau atas siku masih terdapat perbedaan
dari ujung distal radius dengan pergeseran fragmen distal ke depan (volar) dan
pandangan. Apley dan Solomon (1987), serta Mc. Rae (1992), menyatakan
ke atas disertai pergeseran ulna bagian distallke belakang (dorsal).
penanganan fraktur Colles cukup dengan gip bawah siku sedangkan ahli lain
Robert William Smith di Dublin (1847) mengatakan bahwa fraktur jenis ini jarang
menyatakan harus dengan gip atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy (2000)
terjadii dan merupakan lawan dari fraktur Colles. John Rhea Barton di Philadelpia
menganjurkan imobilisasi kombinasi yaitu gip atas siku pada minggu-minggu awal
(1838), mengemukakan bahwa faktur Barton adalah: fraktur anterior dan posterior
dilanjutkan gip bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun harus dipasang
dengan dislokasi pergelangan tangan. Fraktur Colles adalah fraktur posterior
gip bawah siku untuk mencegah kekakuan sendi siku.
dengan dislokasi pergelangan tangan. Dan fraktur anterior dengan dislokasi
pergelangan tangan inii disebut sebagai salah satu tipe dari fraktur Smith.
Thomas (1957), mencoba membagi fraktur Smith ini menjadi 3 tipe dan fraktur
barton jenis anterior dengan dislokasi pergelangan tangan salah satu tipe dari fraktur
Smith.

Pembagian fraktur Smith secara klinis dan radiologi :


I fraktur Smith yang comminutive dan oblique
II fraktur Barton, yang disebut anterior fraktur tipe fleksi marginal i dengan
dislokasi pergelangan tangan.
III fraktur transversal yang disebut juga fraktur radius bagian distall yang tidak
dengan tipe fleksi kominutif.
Penatalaksanaan
Konservatif : Operatif :
o Mills (1957), telah menganjurkan cara manipulasi dari fraktur Smith dengan Cauchoix, Dupare dan Potel (1960), Menganjurkan pengobatan fraktur Smith
mengembalikan arah persendian seperti semula. Mills dan Thomas menyarankan dengan fiksasi dalam (internal fixation) dengan memakai plat kecil berbentuk T
cara mengunci fragmen pada tempatnya dengan posisii supinasi penuh. (Ellis plate) dimana dua sekrup dipasang pada fragmen proximal sedangkan
Imobilisasi dengan sirkuler gips diatas siku selama 5 – 6 minggu. fragmen distall ditahan dengan kuat tanpa memakai sekrup.
tehnik operasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
o Plewer (1962), menganjurkan untuk mobilisasi setelah gips dibuka supaya cepat, ▪ Incisi vertikal melalui sisi radial arah volar dari lengan bawah bagian distal
sebab kalau kurang aktif akan mengakibatkan pergerakan pronasi yang terbatas dan incisi diperdalam sampai m. pronator quadratus antara m. flexor carpi
dan terjadi kekakuan sendi tangan dan siku. radialis pada sisi lateral dan m. palmaris longus dan medianus pada sisi
medial.
o De Palma menganjurkan sebagai berikut ▪ M. flexor pollicis longus ditarik ke lateral dan tendon m. flexor digitorum
1. Type I : sublimis ke medial, dan m. pronator quadratus tampak pada sisi inferior dari
Fraktur Smith dengan comminutive yang oblique dilakukan reduksii dengan tulang radius bagian bawah.
traksi, manipulasi dan transfiksasi dengan pin. ▪ Fraktur diperbaiki dengan plat kecil, menyudut untuk menyesuaikan dengan
2. Type II : permukaan dari tulang, lalu dipasang sekrup pada fragmen proximal 2 buah
Fraktur Barton atau disebut pula fraktur marginal anterior tipe fleksi. dan pada fragmen yang distal plat tanpa sekrup berguna untuk menyangga
▪ Disini dilakukan reduksi dengan traksi dan menipulasi dengan anestesi yang kuat dari fragmen yang telah dilakukan reposisi.
umum. ▪ Akhir-akhir ini plat berbentuk T yang kecil telah tersedia, dimana pada
▪ Penderita tidur telentang dan posisi siku tegak lurus, lengan bawah pada fragmen tulang yang proximal dengan 2 sekrup pada bagian vertikal.
posisi pertengahan (mid position). ▪ Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis sampai kulit dan dipasang bebat
▪ Dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada jari-jari diatas siku yang tekan.
diikatkan ke bawah meja. Mobilisasi jari-jari dimulai sejak hari pertama dan pergerakan pergelangan
▪ Selama traksi, dengan dua tangan diletakkan pada pergelangan tangan, tangan, lengan bawah dimulai segera setelah bebab tekan dilepas.
lalu pergelangan tangan diletakkan dalam posisi dorsoflexi ringan dan
lengan bawah dalam mid position, kemudian dipasang circuler gips dari Keuntungan :
bawah siku sampai tangan setinggi persendian metacarpo – phalangeal. ▪ Hasilnya cukup memuaskan.
Sesudah itu alat traksi dilepas. Kontrol foto AP dan Lateral untuk ▪ Sesudah operasi pergerakan dapat dilakukan dengan segera tanpa terjadi
melihat kedudukan tulang tersebut. redisplacement dari fragmen yang mengalami fraktur.
▪ Diantara ke 3 tipe dari fraktur Smith, tipe Barton adalah yang paling
3. Type III : memuaskan pada pengobatan dengan cara operasi ini, juga pada tipe yang
Fraktur Smith yang non comminutive, tipe fleksi : lain cukup memuaskan.
▪ Disini juga dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi dengan
anestesi umum dan lengan bawah posisi supinasi. Komplikasi :
▪ Penderita tidur terlentang dan posisi siku tegak lurus lalu dilakukan a. Kerusakan jaringan lunak :
traksi dengan alat Weinberg pada jari-jari diatas siku yang diikatkan di Yang penting disini adalah kerusakan n. medianus karena tekanan dari fragmen
bawah meja. radius yang fraktur.
▪ Dengan dua tangan dimana jari-jari II – V diletakkan pada fragmen b. Malunion :
proximal sebelah dorsal dan dua ibu jari menekan ke atas dan ke Karena reposisi dan immbolisasi yang kurang baik.
belakang pada fragmen yang distal sampai pergelangan tangan dalam c. Non union :
posisi dorsofleksi dan deviasi kearah ulnar. d. Osteoarthritis
▪ Lalu dipasang sirkuler gip dari bawah siku ke distal sampai setinggii e. Gangguan pronasi d an supinasi
persendian metacarpo – phalangeal dan kemudian alat traksi dilepas.
Sesudah reposisi, dilakukan :
▪ Kontrol foto, bila kedudukan jelek, reposisi lagi.
Fraktur radius sepertiga distal Type 1. Grs. Fraktur melewati epifisial plate seperti Slippe femoral epiphysis
Fraktur radius saja biasanya terjadi akibat suatu trauma langsung dan sering terjadi Type 2. Grs fraktur melewati epifisial plate kemudian sebagian berlanjut ke
pada bagian proksimal radius. Fragmen fraktur akan terdislokasi. Dan fraktur ini sulit metafisis
direposisi secara tertutup atau akan mengalami redislokasi bila reposisi berhasil, oleh Type 3. Grs. Fraktur dari permukaan sendi ke proximal kemudian berlanjut ke
karena itu dianjurkan reposisi terbuka dan biasanya dipasang fiksasi interna dengan epifisial plate (intra artikuler)
jenis plat jenis kompresi Type 4. Grs Fraktur dari permukaan sendi ke proximal yang berakhir di
metafisis (intra artikuler)
Fraktur ulna sepertiga distal Type 5. kerusakan dari sebagian epifisial plate akibat gaya trauma kompresi
Fraktur ulna biasanya disebabkan oleh trauma langsung misalnya menangkis
pukulan dengan lengan bawah relatif sering terjadi fraktur yang tidak berubah Diagnosis.
posisinya. Pengobatan biasanya dengan pemasangan gips, kadang juga terjadi Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologis
fraktur yang terdislokasi dalam hal ini harus diteliti. Apakah ada juga fraktur tulang anterior posterior dan lateral.
radius atau dislokasi sendi radioulnar. Pada fraktur yang kominutif dapat terjadi
pergeseran lambat atau pseudoartrosis ini memerlukan tindakan operatif. Penanganannya  Dengan gips selama 4 minggu

Fraktur radius distalis pada anak Proses Penyembuhan Tulang :


Fraktur radius distalis pada anak sering juga disebut juvenile colles fracture
Terdapat tiga tahap utama untuk penyembuhan fraktur seperti telah dideskripsikan
Pembagian fraktur daerah ini sesuai dengan klasifikasi Salter-Harris
oleh Cruess dan Dumont (Sheikh dan Murthy, 2000) yaitu fase inflamasi (10%),
fase reparatif (40%) dan fase remodelling (70%). Fase-fase tersebut saling
tumpang tindih (overlap). Sehingga pada suatu saat waktu satu fase telah dimulai
awal fase berikutnya. Lamanya suatu fase tergantung dari lokasi dan beratnya
fraktur, trauma yang terjadi serta usia penderita.
Penilaian Keberhasilan Penanganan Fraktur Colles
Dalam melakukan penilaian terhadap keberhasilan penanganan fraktur Colles
banyak ahli menggunakan sistem Demerit untuk mengevaluasi hasil akhir
penyembuhan fraktur Colles yang dikemukakan oleh Gartland dan Werley (1951).
2 Klas B. Fr caput dan Colum radii Jika < ⅓ dari permukaan sendi dan
displace < 1 mm, difikasi dengan
IA. Dengan tepi non-displace “long arm cast/posterior long arm
IB. Tanpa Angulasi Colum Radii splint”
IC Fraktur Komunitif Caput Radii Jika angulasi < 30˚, terapi
konservatif dengan fiksasi interna.
IIA. Fraktur Displace Displace < ⅓ permukaan sendi
IIB. Displace+Depresi Caput Radii dilakukan “long arm cast”. Displace
IIC. Fraktur Komunitif >⅓ permukaan sendi dan dipresi >3
mm di lakukan fiksasi interna
Jika ada angulasi > 30˚ atau fraktur
komunitif dilakukan fiksasi interna.

3 Klas B. Fr Caput dan Colum Angulasi <15˚ difikasi dengan


Radii/Epifisis Pada Anak “Posterior long arm splint”
Angulasi > 15˚ dengan “long arm
I. Tanpa Angulasi cast” dengan anestesi umum.
II. Dengan Angulasi Angulasi > 60˚ dilakukan reduksi
terbuka
4 Klas C. Fr Prosesus Coronoid
Fiksasi dengan “posterior long arm
IA. Fragmen kecil splint” dan posisi elbow 90˚ serta
IB. Displace minimal supinasi atebrachii.
IC. Displace Fiksasi interna
ID. Displace dg posterior dislokasi

Fraktur Antebrachii Proksimal


Fraktur Shaft Antebrachii
N Klasifikasi Pengelolaan
NO Klasifikasi Pengelolaan
O 1 Klas A. Fraktur Radii Fiksasi dengan “long arm
1 Klas A. Fraktur Olekranon Fiksasi dengan “long arm cast”, cast/anteroposterior splint”. Posisi
posisi elbow 50˚ - 90˚ dan IA. Proksimal non Displace elbow 90˚ dan antebrachii supinasi.
IA. Tranversal non-displace antebrachii posisi netral. Fiksasi IB. ⅓ proksimal non displace Fiksasi interna
IB. Kominutif non-displace selama 6 – 8 minggu. Altyernatif IC. 1/5 proksimal non-Displace Masih kontroversi karena letaknya yang
lain yaitu fiksasi dengan : posterior sempit.
IIA. Tranversal displace long arm splint dengan sendi elbow IIA. Midshaft non displace Fiksasi dengan “long arm
IIB. Kominutif displace 90˚. IIB. Midshaft displace cast/anteropasterior splint” posisi elbow
IIC. Avulsi Displace Fiksasi interna (ORIF). Pengelolaan 90˚ dan antebrachii supinasi.
IID. Olecranon+Separasi epifis awal sebelumnya dengan IIIA. ⅓ distal displace dan fraktur Fiksasi dengan “long arm
pemasangan splint dengan posisi Galeazzi cast/anteropsterior splint”. Posisi elbow
fleksi 90˚
90˚ dan antebrachii moderat supinasi 3. Os Pubis kanankiri
Fiksasi interna Fraktur pelvis ditimbulkan uleh trauma yang hebat kecuali pada wanita tua dengan
Fraktur biasanya disertai sublukasi osteoporosis . Bila terjadi trauma daerah pelvis jangan lupa evaluasi vesika
radioulna distal. urinaria, urethra, rektum , anus, pembuluh darah besar dan gangguan neurologis
Fiksasi interna (pleksus lumbalis, pleksus sacralis)

Klasifikasi TILE dan PENNAL (1980)


A : Stabil
2 Klas B. Fraktur Ulna
A1 : Fraktur isolated tanpa fraktur cincin pelvis
I. Non-Displace. Fiksasi dengan “long arm cast”. Posisi
II. Displace elbow 90˚ dan antebrachii netral. Untuk A2 : Fraktur cincin pelvis tanpa pergeseran
III. Fraktur Monteggia fraktur ulna ⅓ proksimal disarankan
IIIA.Fraktur ulna dengan untuk fiksasi interna.
dislokasi anterior caput Fiksasi interna
radii Fiksasi interna
IIIB.Fraktur ulna dengan 60 percen
dislokasi lateral caput radii 15 percen A 1: Avulsion A 2: Non-displaced A 3: Transverse sacral
IIIC.fraktur ulna dengan 20 percen fracture pelvic ring fracture or coccyx fractures
dislokasi anterolateral 5 percen
caput radii B : Rotasi (tidak stabil) dan Vertikal (stabil)
IIID.Fraktur ulna dan radii B1 : Open book
dengan dislokasi anterior Stage 1 Symphisiolisis < 2,5 cm  bed rest
caput radii Stage 2 Symphisiolisis > 2,5 cm  OREF
3 Klas C. Fraktur Radii dan Ulna Fraktur ini sangat jarang. Fiksasi dengan Stage 3 Bilateral Lessio  OREF
IA. Non-displace “long arm cast/anteroposterior splint” B2 : Kompresi lateral / ipsilateral
IB. Non-angulasi posisi elbow 90˚ dan antebrachii netral. B3 : Kompresi lateral / kontralateral (bucker handle  OREF
IIA. displace Reduksi tertutup dapat dilakukan
IIB. displace + shortening dengan hasil biasanya kurang
IIC. komunitif memuaskan.
IIIA. Torus Fiksasi dengan “long arm cast” 4-6
IIIB. greenstick minggu
IV. Fraktur ⅓ posterior dan Angulasi <15˚ fiksasi dengan “long arm
dislokasi anterior caput radii cast” B 1: Stage 1 B 1: Stage 2 B 1: Stage 3
Fiksasi interna Symphysis pubis Symphysis pubis Symphysis pubis disruption
disruption less disruption more than more than 2.5 cm with
EKSTREMITAS INFERIOR than 2.5 cm 2.5 cm bilateral posterior ring injury
--------------------------------------------- RD Collection 2002
---------------------------------------------------

Fraktur Pelvis
Cincin pelvis dibentuk oleh :
1. Os Ileumkanan kiri
2. Os Sacrum (belakang)
B 2: lateral compression injury (ipsilateral) B 3: lateral compression (contralateral /
Buckle Handle)

C: Rotasi dan vertikal (tidak stabil)


C1 : Unilateral
C2: : Bilateral
C3 : dengan fraktur asetabulum

I II III IV

Dislokasi posterior sendi kokse ( dasboard Injury / Putri malu : terdiri dari
Fleksi, adduksi, internal rotasi dan Shortening

Klasifikasi radiologis, Epstein 1973 Dislokasi Coxae :


C 1: Ipsilateral anterior and C 2: Bilateral C 3: Any pelvic fracture with an
I : tanpa fraktur  skin traksi, hemispika (3 minggU0
posterior pelvic injuries hemipelvic associated acetabular fracture
II : dengan fraktur segmen
disruption
III : dengan fraktur comminutif bibir asetabulum
IV : fraktur dasar asetabulum
V : dislokasi posterior dengan fraktur head femur
Management :
Evaluasi A, B, C Komplikasi ;
Syok akibat perdarahan , infus dan transfusi 4-6 U (24-36 jam pertama)  1. Trauma saraf skiatika
perdarahan tetap transfusi 10-12 U (24-36 jam pertama)  perdarahan hebat 2. Osteoarthritis
lakukan laparotomi dan repair  pikirkan artrografi. 3. Nekrosis avaskuler kaput femoris
Konservatif  Istirahat sampai nyeri hilang  tipe A
Pelvik sling  tipe B stage 2

Opewratif  Hentikan perdarahan, Stabilkan fraktur  tipe C, Cytostomi


Repair arteri

Fraktur Astabulum Anatomy of the lower Extremity


Klasifikasi Apley dan Solomon 1993 :
I. Pilar anterior
II. Posterior
III. Transversal
IV. Komposit
Fraktur Femur ------------------------------ RD
Collection 2002

Anatomi
GARDEN (1961) berdasarkan derajat displaced 4 type :
I. Incomplete impacted  skin traksi sampai nyeri hilang
II. Complete Undisplaced
III. Partially displaced  ORIF untuk pertahankan hidup dan fungsi
IV. Total displaced

Klasifikasi
 Menurut AO dibagi menjadi :
I. Proksimal / Hip fraktur
a. Fraktur Caput femoris
b. Fraktur Collum femoris
c. Fraktur Intertrochanterica
d. Fraktur Subtrochanterica Grade I Grade II Grade III Grade IV

II. Diafise
III. Distal Evan’s Classification
e. Fraktur Supracondylar
f. Fraktur Intercondyler

 Berdasarkan hubungan thd kapsul :


I. Ekstra kapsuler
II. Intra kapsuler

 Menurut Garis Fraktur dibagi :


1. Subcapital
2. Transcervical
3. Basiccervical
 Berdasarkan radiologist dibagi menjadi
PAUWEL 91935) berdasarkan Sudut Fraktur dibagi 3 Type :
I. 30 derajat Hip Fraktur / Caput femur
II. 50 derajat HIP adalah batas antara pelvis dengan ekstremitas bawah, sedang HIP JOINT
III. 70 derajat dibentuk dari caput femoris dan acetabulum

Os Femur dibagi menjadi :


 Hed of Femur mengabsorbsi berat badan & mendistribusikan ke batang 3. Daerah ini terdapat cairan sinovial yang menghancurkan bekuan2 fibrin
femur sehingga memperlambat penyembuhan fraktur
 Neck of Femur  penyangga ketika berdiri
 Shaft of Femur  batang femur Insiden fraktur collum femur lebih banyak pada wanita daripada lak-laki, karena ada
hubungan dengan penurunan kadar estrogen yang menyebabkan osteoporosis.
Ligamentum yang memperkuat HIP : Pada fraktur collum seslalu terjadi displaced upward dan downward terhadap caput
1. Ligamentum Teres  membatasi adduksi danrotasi yang berlebihan femur, dimana menyebabkan rotasi eksternal dan pemendekan kaki (shortening).
2. Ligamentum orbicularis  mencegah caput femoris bergeser kelateral Jika klinis curiga fraktur, radiologi tidak terlihat lakukan pemeriksaan Bone
3. Ligamentum Iliofemoralis scanning dan untuk melihat displaced secara jelas dengan MRI
4. Ligamentum Ischiofemoralis Terapi : Operatif
5. Ligamentum Pubocapsulare  menghambat abduksi daneksorotasi Displaced  usia muda ; ORIF
Usia tua kualitas tulang baik : Orif  Kualitas tulang jelek : Uni / bipoler
Fraktur caput femur dibagi menjadi : hemiarthroplasty
1. Intrakapsuler
Pada fraktur ini akan merusak vaskularisasi dan akan terjadi non union.
Terapi
usia muda  screw, nailing
Usia lanjut  AMP, jika undisplaced dengan ORIF

2. Ekstrakapsuler
Pada frakur ini akan tidak merusak vaskularisasi sehingga nekrosis vaskuler
tidak terjadi. Sering pada wanita usia lanjut akibat osteoporosis
Terapi : Femoral Neck Region Intertrochanteric Area Subtrochanteric Area
Usia muda  screw and plate, angle palte, condyler plate
Usia lanjut  ORIF, bila menolak skintraksi sampai nyeri hilang
Russell – Taylor Classification

Fraktur Collum Femur/Neck Femur


Adalah fraktur mengenai proksimal dari garis intertrochanter pada regio intrakapuler
dari sendi koksea. Collum femur terdiri dari tulang Cancellus.

Vaskularisasi Caput femoris berasal dari :


1. a. Retinakularis  Berjalan melalui kapsul bagian posterior
2. a. Medularis  collum femur
3. a. Sentralis / a. Teres capitis
Berjalan melalui Ligamentum Teres. Arteri ini dominan pada anak-anak , dan
pada orang tua akan mengalami RESOLUSI, artinya jika terjadi fraktur maka
nutrisi kaput femoris terganggu terjadi nekrosis avaskuler
Pada fraktur collum femur akan merusak ketiga vaskularisasi diatas.
Pada fraktur Collum femur (Intrakapsuler) mempunyai resiko tinggi terjadi Non
union dan avaskuler nekrosis karena :
1. Gangguan aliran darah ke kaput femoris karena vaskularisasi minimal
2. Daerah ini tidak ada periosteum sehingga penyembuhan melalui endosteum Fraktur Shaft Femur
Pada fraktur ini akan terjadi pemendekan tungkai dan ekstensi akibat tarikan m.
Gluteus dan m. Illiopsos.
3 : Large fragment > 50% cortex
OTA Classifications of Femoral Shaft Fractures 4 Communitif, tidak ada kontak fragment distal dan proksimal

Simple fracture A1:spiral A2: oblique A3: transverse

Indikasi operasi fraktur shaft femur pada anak :


1. Open fraktur
2. neurovaskuler injury
3. Multiple injuri

Fraktur Suprakondyler Femur


Adalah fraktur yang terjadi di proksimal kondilus atau antara diafise distalisdan
diatas permukaan artikularis condylus atau berlokasi didaerah metafise. Bila disertai
Wedge fracture B1:spiral B2: bending B3: fragmented fraktur kruris proksimal disebut ’’ Floating knee ’’. Imobilisasi dengan gips posisi
fleksi agar m. Gastrocnemius relaksasi. Pemeriksaan NVD sangat penting 
trauma a. Poplitea.

Klasifikasi OA / ASIF :
A: Ekstra-artikuler
B : Intra-articuler uncomminutif
C : Communitif fracture

Terapi :
- Konservatif
Knee fleksi 300 , Sekeletal traksi tibia proksimal 5-10 kg (4-6 minggu) 
klinikal union (+)  cast brace
Complex fracture C1:spiral C2: segmental C3: irregular - Operasi  Orif Condyler plate
Klasifikasi Winguist – Hansen : AO Classification Supracondyler Fracture
0 : Non communitih (transversal, oblique, spiral)
1 : small fragmen
2 : Large fragment < 50% cortex
di kondilus femoris pada daerah posterior. Oleh sebab itu Smillie dan Crenshaw
menulis bahwa fraktur di daerah tersebut disebut fraktur Hoffa. Fraktur Hoffa
terjadi berdiri sendiri (isolated) pada sisi lateral (terbanyak) atau sisi medial bahkan
dapat terjadi pada kedua sisi (lateral dan medial).

Letenneur membuat klasifikasi fraktur Hoffa ini menjadi 3 tipe dan kemudian
dilakukan penelitian oleh lewis et. al pada mayat sebagai berikut :
Tipe I
Garis fraktur Intraartikular yang menjalar ke
daerah suprakondiler Femoris dan beberapa
jaringan lunak masih melekat pada fragmen distal
fraktur sehingga prognosis baik karena otot
popliteus dan gastroknemius masih melekat.

Tipe II
fraktur intraartikular komplit dan tidak ada
jaringan lunak yang melekat pada fragmen distal
sehingga dapat terjadi nekrosis avaskular.
Pada tipe ini di bagi lagi menjadi a, b dan c
Prognosis tipe II ini adalah jelek karena
perlengketan otot popliteus dan gastroknemius
sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali
seperti tipe II c.

Tipe III
Klasifikasi Intercondyler Fractur : Garis fraktur sedikit ke anterior permukaan sendi
I : Undisplaced T or Y dan ke proksimo-posterior dari kondilus femoris
IIa : T or Y medial displaced Jaringan lunak atau ligamentum masih melekat
IIb : T or Y lateral displaced pada fragmen distal sehingga prognosis tipe III
III : comminutif adalah baik karena garis fraktur berada di anterior
dari ligamentum krusiatum anterior maupun
Fraktur Hoffa adalah fraktur kondylus femoris akibat trauma langsung ligamentum kolaterale fibulare dan ligamentum
tibiale.
pada lutut dalam posisi fleksi sehingga permukaan sendi pada condylus tersebut
pecah, merupakan bagian dari fraktur distal femur. Fragmen distal fraktur tersebut
Pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP (antero-posterior) dan lateral digunakan
dapat mengalami pergeseran (displaced) atau tidak sama sekali (undisplaced).
sebagai baku emas untuk diagnosis fraktur Hoffa. Permasalahannya bila pada fraktur
Fraktur Hoffa dibagi menurut implikasi prognosisnya menjadi 3 tipe yaitu
tersebut tidak terjadi pergeseran fragmen (undisplaced) maka proyeksi AP dan
I. Garis fraktur intra artikuler yang menjalar ke daerah suprakondilaris femoris
lateral pada pemeriksaan radiografi sulit dianalisis. Keadaan ini memerlukan
dengan beberapa jaringan lunak masih melekat pada fragmen distal .
pemeriksaan tomografi atau CT- Scan bagian distal femoris .
II. Fraktur intra artikularis tanpa ada perlekatan jaringan lunak pada fragmen
Mekanisme trauma kebanyakan akibat kecelakaan lalu-lintas dari pengendara sepeda
distal
motor dengan lutut membentur langsung atau akibat jatuh dari ketinggian dengan
III. Garis fraktur sedikit ke anterior dan ke proksimal dari kondilus demoris dengan
lutut membentur benda keras.
perlekatan jaringan lunak serta ligamentum pada fragmen distal.
Hoffa adalah seorang pengarang buku “ Lehrbuch der Frakturen und Luxationen
“ pada tahun 1904 . Dialah orang pertama yang menulis tentang fraktur yang terjadi
Kondilus femoris yang terkena trauma tersebut dalam posisi lutut fleksi sehingga Schatzker Classification
tepi bawah permukaan sendi tersebut menjadi pecah. Kebanyakan kondilus sisi
lateral, tetapi bila trauma tersebut sangat keras maka kedua sisi lateral dan medial
kondilus dapat terjadi fraktur dan bahkan kulit dan jaringan lunak yang terkena
trauma dapat rusak dan sobek sehingga terjadi fraktur terbuka.
Pada fraktur Hoffa yang bergeser (displaced) dilakukan operasi dan fiksasi dalam
dengan menggunakan skru. Bila fiksasi cukup stabil maka latihan gerakan sendi
lutut dapat dilakukan lebih dini sehingga komplikasi kekakuan sendi lutut dapat
dicegah . Apabila stabilitas tidak tercapai maka perlu penambahan fiksasi luar yaitu
memakai gip atas lutut (above knee plester cast) dengan posisi lutut ekstensi
penuh
Fraktur Hoffa ini sangat jarang dan didalam literatur baru 27 kasus yang ditulis Type I : Type II:
dengan perincian 20 kasus oleh Letenneur et. al dan 7 kasus oleh Lewis et. al maka A Split weight fracture of the lateral plateau split depression fracture of the
dari itu, kami menulis satu kasus dengan diagnosis fraktur Hoffa tipe I sinister without any joint depression. There is a lateral plateau.
terbuka tipe III B dengan dislokasi lateral patela sinister. high risk of ligamentous injury.

Classification of the patella fracture

Type III: Type IV:


A pure depression fracture. There is a A fracture of the medial plateau
low risk of ligamentous injury

Type V: Type VI :
A big condylar fracture. Separation of the metaphysis from
the diaphysis
Fraktur Tibia
longus m. peroneus tertius, dan m. exstensor hallucis longus. Ruang lateralis berisi
--------------------------------- RD m. peroneus longus dan brevis yang diinervasi n. peronealis.
Collection 2002 Fraktur Tungkai Bawah disebut juga tulang Tibia Fibula (Levin & William, 1997).
Secara anatomis tungkai bawah dibagi tiga yaitu:
1.Fraktur tungkai bawah proksimal disebut juga fraktur plateau tibia.
Anatomi 2.Fraktur tungkai bawah media disebut fraktur shaft.
Tibia merupakan tulang medial besar 3.Fraktur tungkai bawah distal disebut fraktur pilon atau tibial plafond.
cruris, yang berartikulasi dengan
condylus femoris dan caput fibulae di Melihat susunan anatomi tungkai bawah dengan permukaan medial tibia hanya
proximal dan dengan talus serta ujung dilindungi jaringan subkutan periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama
distal fibula di bagian distalnya. Pada bagian depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan susunan
bagian ujung proximal terdapat frakturnya bergeser. Karena letaknya yang berada langsung di bawah kulit sering
condylus medialis dan lateralis memudahkan terjadinya fraktur terbuka. Fraktur tungkai bawah merupakan akibat
(plateau tibialis medialis dan lateralis), terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Tenaga rotasi dapat terjadi juga pada
yang berartikulasi dengan condylus olahragawan seperti saat bermain bola. Cedera biasanya terjadi akibat gaya angulasi
medialis dan laterlis femur, dipisahkan yang menyebabkan garis fraktur transversal atau miring kadang dengan fragmen
oleh kartilago semilunaris medialis dan kominutif.
lateralis (meniscus medialis dan
lateralis). Condylus lateralis memiliki
facies artikularis sirkularis untuk caput Fraktur Plateau Tibia
fibulae pada aspek lateralnya. Condylus Menurut Schatzker dan Mc Broom, fraktur plateau tibia dibagi 6 tipe, yaitu:
medialis mempunyai sebuah alur pada I. Fraktur kondilus lateral , biasanya terdapat pada usia muda
aspek posteriornya untuk insersio m. II. Fraktur condylus dengan impresi
semimembranosus. Corpus tibia III. Fraktur impresi sentral plateau lateral tanpa fraktur condylus
berbentuk segitiga pada potongan IV. Fraktur plateau tibia medial
melintang, dengan 3 margo dan 3 facies. V. Fraktur bicondylar yang terdiri dari plateau condylus medial dan lateral,
Margo anterior dan medial, dengan VI. Fraktur kompleks yang menyebabkan terpisahnya metaphysis dengan diaphysis
facies medialis diantaranya, terdapat di tibia.
subkutan. I II III

Pada pertemuan margo anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, tempat
melekat lig. Patellae. Margo lateral atau interossea menjadi tempat perlekatan
membrane interossea. Facies posterior corpus tampak garis serong linea musculi
solei. Ujung distal tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya tampak
permukaan sendi. Ujung bawahnya memanjang ke bawah membentuk malleolus
medialis. Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi dengan talus.
Membrana interossea membagi cruris menjadi tiga ruang: anterior, lateral dan
posterior. Arteri poplitea mensuplai darah ke tibia dan fibula, bercabang menjadi a.
tibialis anterior, a. tibialis posterior dan a. peroneal. Nervus tibialis posterior IV V VI
mengikuti a. tibialis posterior dan menginervasi ruang posterior yaitu m.
gastrocnemius, m. plantaris, m. soleus dibagian superficial serta m. popliteus, m.
flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus dan m. tibialis posterior dibagian
profunda. Arteri nutrisial ke tulang tibia berasal dari a. tibialis posterior. N. tibialis
anterior menginervasi ruang anterior, yaitu m. tibialis anterior, m. extensor digitorum
Pergeseran (+) , comminutif(+)  traksi  orif

Bagian proximal tibia dengan korteks yang tipis mudah terkena cedera, terutama
pada orang dewasa berusia > 50 tahun dengan kondisi tulang yang osteoporotik.
Fraktur Shaft Tibia
Fraktur tibia dapat disertai dengan fraktur fibula. Garis fraktur ditibia dan fibula
Mekanisme trauma biasanya berupa trauma abduksi, atau pukulan langsung pada
dalam posisi satu level umumnya akibat trauma yang menghasilkan gaya angulasi
bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan tanah. Trauma
dengan garis fraktur transversal atau obliq. Pada trauma dengan gaya memutar
menekan lutut kearah valgus medial dan mendorong kondilus femur ke plateau tibia
akan menghasilkan garis fraktur spiral. Bila disertai fraktur fibula maka fraktur
lateralis. Tulang yang osteoporotik akan mengalami fraktur sebelum ligament
kedua tulang tersebut tidak satu level.
kolateral medial lutut robek. Permukaan sendi plateau tibia lateralis akan terdesak ke
Prinsip penanganan fraktur tibia secara umum :
kaudal dan lateral. Trauma membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada
1. Menjaga kerusakan jaringan lunak yang terjadi tidak lebih hebat dengan
daerah plateau tibia dapat juga menimbulkan berbagai fraktur plateau tibia, seperti
memberikan imobilisasi yang memadai
fraktur sendi sentral terdepresi. Lebih sering trauma menimbulkan kominutif, yang
2. Mencegah sindrom kompartemen, mencapai atau menjaga aligmen,
meluas ke korteks metaphysis tibia. Satu atau kedua condylus bila terlibat disertai
3. Weight bearing lebih dini dan gerakan sendi sesegera mungkin.
hilangnya keharmonisan permukaan sendi tibia proximal.
Setiap fraktur plateau tibia harus memeriksa stabilitas ligament lutut dalam posisi
Fraktur tertutup tibia dengan garis fraktur transversal yang stabil dan tak ada
ekstensi penuh dan fleksi 15o-30o, sebab trauma didaerah tersebut kemungkinan
pergeseran, cukup diimobilisasi dengan gips atas lutut (Long-leg plester).
besar dapat mengakibatkan instabilitas sendi. Tujuan tindakan terapi pada fraktur
Pemasangan gip pada kaki harus posisi dorsofleksi 90 o. Pada lutut gip dipasang
plateau tibia adalah mencapai gerakan penuh, aligmen dan stabilitas sendi.
dalam posisi lutut sedikit fleksi.
Secara klinik ditemukan nyeri lutut dank arena fraktur terjadi intraartikular
Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil atau garis fraktur obliq
didapatkan hemartrosis. Hemartrosis yang besar, tegang, dan nyeri harus diaspirasi
membutuhkan traksi kalkaneus kontinyu selama 3 minggu. Setelah terbentuk kalus
dalam kondisi aseptik.
fibrosis, dipasang gips atas lutut sampai 6 minggu.
Semua fraktur yang tak ada pergeseran atau pergeseran kecil, diterapi secara
Garis fraktur yang miring dan membentuk
konservatif seperti imobilisasi dengan gip yang disebut “Long leg plester cast”.
spiral tidak stabil karena cenderung
Pada perpindahan fragmen atau fraktur kominutif permukaan sendi tibia dapat
membengkok dan memendek sesudah
dipikirkan penggunaan traksi. Pergeseran yang hebat pada setiap permukaan sendi
reposisi tertutup, memerlukan tindakan
adalah indikasi untuk dilakukan operasi dan fiksasi interna.
reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi
Bila depresi fragmen fraktur <5 mm dan sendi lutut stabil dilakukan terapi
interna atau eksterna. Operasi dan fiksasi
konservatif seperti diatas, tetapi bila depresi >5 mm atau bila kominutif
interna dengan plate-screw untuk mencapai
menyebabkan pergeseran angularis pada condylus, maka terapi operatif diperlukan,
stabilisasi fragmen-fragmen tersebut. Fiksasi
yaitu mengangkat fragmen tersebut sehingga sejajar dengan permukaan sendi
interna dapat juga menggunakan nail dengan
kemudian diikuti peletakan graft dan fiksasi interna.
interlocking screw.
Untuk fraktur terbuka, debridemen segera,
Setiap fraktur pada daerah ini harus diperiksa :
irigasi dan antibiotika diperlukan. Penutupan
1. NVD pada distal lutut
luka primer biasanya tidak diindikasikan.
2. Stabilitas ligament.
Penggunaan external fixator device hanya
pada fraktur terbuka dengan kerusakan
Jika terjadi Hemarthrosis disertai nyeri  Aspirasi
jaringan yang hebat. Dengan cara ini
Terapi :
perawatan luka akan lebih mudah dan
Pergeseran (-)  konservatif dengan Long leg gips
mobilisasi serta rehabilitasi dapat dilakukan (1997), juga menyebutkan hasil penanganan dengan operasi lebih baik dibanding
dini. Intervensi bedah untuk fraktur tertutup dengan pemakaian gips. Bonnier cit McCormack, 2000, menyebutkan keberhasilan
memberikan resiko infeksi dan harus penyembuhan dengan imobilisasi gips pada kasus fraktur tibia distal lebih rendah
dipertimbangkan terhadap resiko terapi dan lebih lama dibandingkan dengan operasi . McCormack (2000), menyebutkan
tertutup. Setiap selesai tindakan harus bahwa sebagian besar kasus fraktur tibia distal disertai dengan pergeseran
dilakukan pemeriksaan sinar x untuk menilai persendian, maka pilihan penanganan rekonstruksi yang paling baik adalah dengan
aligmen, kontak fragmen dan apakah ada operasi.
rotasi.
Fraktur Tibia Distalis Namun sebelumnya perlu juga dipertimbangkan kondisi penderita dan kondisi
Fraktur ujung distal tibia disebut juga pilon atau plafond fractures, fraktur ini jaringan lunak akibat trauma, untuk menentukan pilihan tindakan yang akan
meliputi permukaan sendi distal tibia pada articulatio tibiotalar. Fraktur Pilon atau dilakukan. Bila fraktur dapat difiksasi interna, reduksi terbuka dengan plates dan
tibial plafond adalah fraktur pada distal tibia yang meluas ke ankle joint. screws serta fiksasi internal fibula bila perlu, dengan atau tanpa bone grafting,
Menurut Dickson cit McCormack (2000) fraktur distal disebut juga fraktur hammer sebaiknya dicoba. Bila fraktur sangat kominutif sehingga fiksasi interna tak dapat
dimana sekitar 20-25% kasus berupa fraktur terbuka. Aliran darah bagian distal tibia dilakukan, dapat dicoba reduksi indirek dengan ligamentotaxis: reduksi terbuka dan
mendapat vaskularisasi dari a. tibialis anterior dan a. tibialis posterior, bagian fiksasi internal fraktur fibula untuk memperbaiki panjangnya, serta reduksi tertutup
distal fibula mendapat vaskularisasi dari cabang a. peroneal. dan fiksasi eksternal tibia dengan tibiocalcaneal frame. Ini dapat mengembalikan
kontur normal dan aligmen distal cruris, dan mempermudah fusi tibiotalar. Fraktur
McCormack (2000) menjelaskan bahwa fraktur tungkai bawah distal disebabkan ini biasanya disertai dengan kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan dapat terjadi
karena trauma dengan energi besar yang biasanya berupa kekuatan deselerasi akibat dan biasanya dilakukan prolonged leg elevation, terutama untuk mencegah surgical
jatuh dari tempat yang tinggi atau akibat kecelakaan lalu lintas. Dua mekanisme wound problems setelah reduksi terbuka. Penyembuhannya lambat dan weight
yang menyebabkan terjadinya fraktur adalah rotasi dan kompresi axial, sehingga bearing sebaiknya dimulai bila hasil pemeriksaan radiologik menunjukkan adanya
menyebabkan garis fraktur berbentuk spiral yang meluas dari diafise tibia ke pemulihan tulang.
persendian. Mekanisme rotasi adalah trauma dengan energi rendah pada distal tibia Klasifikasi Fraktura Tungkai Bawah Distal
yang meluas ke persendian, biasanya akibat terjatuh atau kecelakaan saat Kellam dan Waddell cit. McCormack (2000) membuat klasifikasi fraktur tungkai
berolahraga, terutama ski. Mekanisme kompresi disebabkan energi yang lebih besar bawah distal berdasarkan mekanisme terjadinya trauma, yaitu:
akibat beban kekuatan axial yang hasilnya adalah impaksi permukaan sendi distal Tipe A :
tibia dan komunitif metafise tulang. Trauma dapat menyebabkan fraktur biasanya berhubungan dengan fraktur yang berbentuk oblik atau transversal
nondisplaced sampai fraktur “tipe explosion” komunitif berat. pada fraktur fibula diatas level plafond, sehingga prognosisnya baik.
Seperti fraktur intraartikular yang lain, tujuan terapi adalah memperbaiki anatomi Tipe B atau fraktur kompresi :
permukaan sendi. Hal ini memang sulit dan kadang tak mungkin dilakukan. Reduksi kominutif pada kortek tibia anterior yang berat, terdapat fragmen multipel pada
tertutup pada fraktur displacement hamper tak pernah berhasil. Tulang tungkai persendian dan impaksi metafise. Umumnya tidak berhubungan dengan fraktur
bawah merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami fraktur .Fraktur fibula, tapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan tipe A.
tibia distal sering terjadi terutama pada remaja dan orang dewasa. Selain jatuh dari
ketinggian, trauma kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi masih merupakan Klasifikasi berdasarkan pada derajat pergeseran dan kominutif permukaan sendi
penyebab terbanyak terjadinya fraktur tibia distal. dibuat oleh Ruedi - Allgower cit. Armis, (2003) sebagai berikut:
Penanganan fraktur tibia distal masih menjadi kontroversi. Hipocrates menyatakan  Tipe I : fraktur persendian tanpa pergeseran yang
bahwa fraktur tibia distal akan bermasalah apabila tidak segera ditangani dengan jelas atau minimal
baik, dan fraktur ditempat tersebut memerlukan perhatian yang lebih besar  Tipe II : fraktur disertai pergeseran sendi dan
dibanding fraktur ditempat lain (Levin & William, 1997). Penanganan fraktur tibia kominutif minimal
distal biasanya dilakukan dengan Imobilisasi Gips atau operasi. Imobilisasi
 Tipe III : fraktur disertai pergeseran dan kominutif
bertujuan untuk mencegah pergeseran susunan tulang. Hooper et al. (1991) menulis
berat pada persendian
penanganan dengan operasi pada fraktur tibia distal memberikan hasil yang baik
dibanding dengan penanganan gips, ini dikarenakan penyambungan tulang dapat
Kemudian Muller cit. Annis, (2003) mengusulkan klasifikasi yang lebih mendetail,
lebih cepat, sedikit terjadi mal union, dan segera dapat kembali bekerja. Bone et al
sehingga disebut sebagai AO Muller Classification. Pembagiannya dibagi menjadi 3
 Tipe A : fraktur ekstra artikuler Pemeriksaan pasien dengan fraktur tibia dan fibula memerlukan pengetahuan
 Tipe B : fraktur partial artikuler yang hanya melibatkan permukaan sendi tentang anatomi topografik, vaskularisasi dan neural ekstremitas inferior. Pada
 Tipe C : fraktur komplit pada persendian dengan permukaan artikuler cidera cruris, memposisikan cruris secara anatomic dapat memperlancar aliran
kominutif darah.
Semua punctum dan laserasi pada integumentum harus dipikirkan sebagai fraktur
terbuka sampai terbukti atau diruang operasi, dimana irigasi dan debridemen luka
terbuka diperlukan. Capilary refill, toe pulp turgor dan suhu harus diperiksa, serta
pulsasi a. tibialis posterior dan dorsalis pedis. Bila pulsasi tak teraba karena syok
atau vasokonstriksi, dapat menggunakan pemeriksaan dopler. Cidera vascular
biasanya terjadi diatas trifurcation a. poplitea, sehingga bila terjadi fraktur dilokasi
ini maka perlu dicurigai terjadi cidera vascular.
The Ruede and Algower Classification Systems Bila capillary refill lambat atau dicurigai terjadi kerusakan vascular, arteriografi
dapat dipertimbangkan, terutama pada kasus fraktur dislokasi sendi lutut.
Palpasi sepanjang tulang tibia dapat menunjukkan adanya pembengkakan yang
menggambarkan pergeseran fraktur minimal. Pemeriksaan sendi lutut dan
pergelangan kaki untuk menyingkirkan adanya cidera ligamentum, seperti pada
Type I: Undisplaced fraktur plateau tibia yang dapat menyebabkan kerusakan ligament collateral medial.
Fracture Adanya angulasi varus atau valgus lutu dapat dicurigai terjadi fraktur plateau tibia
atau fraktur femur distal.
Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan. Pada fraktur fibula proximal dapat
menyebabkan kerusakan n. peroneal, disertai gangguan sensorik dan motorik.
Disfungsi n. tibialis anterior dan n. peroneus profunda mengindikasikan adanya
sindrom kompartemen, hilangnya sensibilitas terhadap sentuhan ringan pada plantar
pedis menunjukkan adanya kompresi n. tibialis posterior.
Sindrom kompartemen merupakan peningkatan tekanan jaringan dalam
Type II: Displaced Fracture kompartemen fascia tertutup, hal ini dapat terjadi pada fraktur tibia terbuka maupun
with Split Type tertutup. Bila tekanan intrakompartemen melebihi tekanan kapiler, maka akan
Fracture mengganggu perfusi jaringan sehingga terjadi anoksia dan nekrosis jaringan dalam
kompartemen.2 Tanda dan gejalanya yaitu nyeri pada keadaan istirahat, parestesia,
pucat, paresis, paralysis, denyut nadi hilang, gangguan diskriminasi dua titik.

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik tibia dan fibula anteroposterior dan lateral. Sebaiknya
Type III: Crush or Impacted memvisualisasi sendi lutut dan pergelangan kaki (ankle joint) untuk mencegah
fraktur misdiagnosis fraktur intraartikularis.
Injury with
Pada cidera high-energy foto ipsilateral femur dan pelvis diperlukan untuk
comminution and menyingkirkan adanya floating knee atau trauma pelvis. Empat puluh lima derajat
displacement obliq radiograf dapat membantu evaluasi plateau tibia. Tomografi dapat membantu
articular surface pada fraktur plateau tibia dan plafond untuk mengetahui luas kompresi sendi. CT-
scan terbukti berguna dalam merencanakan operasi reduksi dan fiksasi interna
fraktur komlpeks.

Komplikasi
Pemeriksaan Fisik Trauma pada pembuluh darah, saraf, sindrom kompartemen
Pada tulang , seperti Aktivitas olah raga Normal Kemampuan Hanya berjalan
1. Delayed union menurun pendek
2. Nonunion Pergerakan lutut Stabil, ekstensi Stabil, ekstensi Ekstensi penuh
3. Malunion. penuh, fleksi < 20 penuh berkurang, fleksi <
0
90 0
Nonunion atau delayed union umumnya etrjadi bila terdapat displacement berat, Pergerakan ankle Dorsiflaxi <10° Dorsoflexi >90° Dorsofleksi < 90 0
kominutif, fraktur terbuka atau kerusakan jaringan lunak yang berat dan infeksi. plantarflexi < 20 0 plantarfleksi < 30 0 plantarfleksi > 30 0
Nonunion dapat diterapi bone grafting, peningkatan stabilitas fraktur, atau dengan Pergerakan kaki Pro dan supinasi Penurunan sedang Penurunan berat
stimilasi elektrik yang masih kontroversi. Penambahan tulang seperti graft menurun < 25%
corticocancellous; transver mikrovaskular fibula bebas; transposisi fibula; deep Bengkak pada tungkai Ringan, hanya Ringan Menetap
circumflex arteri iliaca osteocutaneus compositetransfer; substitusi tulang seperti bawah setelah latihan
kalsium fosfat, allograft, atau hidroksiapatit; dan metode Ilizarov yaitu mentransport
segmen tulang dengan distraksi kalus.
Fraktur Tibia Fibula
Malunion merupakan penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga Fraktur Kondilus tibia
menimbulkan deformitas. Sering terjdi pada kondilus lateral daripada medial. Fraktur tidak bergeser bila
Pada fraktur tibial shaft, deformitas varus atau valgus sampai dengan 5 o masih dapat depresi < 4 mm, sedang yang bergeser apabila melebihi 4 mm
diterima. Rotasi internal 5o dan rotasi eksternal 20o juga dapat diterima. Terapi :
Infeksi biasanya merupakan komplikasi pada fraktur tibia terutama bila ada luka Konservatif  Non displaced dan depresi < 4 mm
terbuka. Salah satu komplikasi terberat pada fraktur terbuka adalah nonunion dengan Operatif  depresi > 4 mm , evakuasi depresi dengan bone graft
infeksi. Penanganan nonunion diatasi terlebih dahulu kemudian mengatasi
infeksinya. Komplikasi ; genu valgum, kekakuan sendi, osteoarthritis
Komplikasi lain dapat berupa penyakit vena stasis, arthritis traumatic, claw toes
akibat sindrom kompartemen posterior, dan amputasi. Kronik joint pain atau Fraktur & Fraktur dislokasi pergelangan
stiffness dapat terjadi pada tibial plafond walaupun jarang.
kaki
Sering disebut sebagai Fraktur POTT. Talus dilindungi oleh maleolus lateral dan
Penatalaksanaan medial yang diikat oleh ligamen.
Penanganan fraktur tibia distal umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu Klasifikasi Danis dan Weber (1991) berdasar lokasi fraktur terhadap sindesmosis
pemakaian gips dan operatif (Karunakar M.A, 2004). tibiofibuler :
1. Indikasi penanganan pemakaian gips A. Fraktur Maleolus dibawah sindesmosis
 Trauma berenergi rendah B. Fraktur maleolus lateral, avulsi maleolus medial disertai robekan ligamen
 Cidera jaringan lunak minimal (Tscherne & Gotzen 0, 1) tibiofibular ke depan
 Tipe fraktur stabil C. Fraktur Fibula diatas sindesmosis, avulsi tbia disertai robekan maleolus
medialis  dikenal Fraktur Dupuytren.
2. Indikasi penangan operatif( Karunakar M.A, 2004)
 Trauma berenergi tinggi Terapi :
 Cidera jaringan lunak moderat hingga berat Konservatif  non displaced, gips sirkuler bawah lutut
 Tipe fraktur tidak stabil Operatif  adanya robekan ligamen dan dislokasi talus

Penilaian Keberhasilan Penanganan  klasiflkasi menurut Edward,


Baik Sedang Jelek
Nyeri Sedikit /tidak ada Ringan Berat
Denis-Weber Classification (AO/ASIF System)
Kemampuan bekerja Normal Sulit / tidak mampu Hanya bekerja di
untuk bekerja berat tempat duduk
Pincang Tidak ada Ringan / setelah Menetap
latihan berat
Trauma Ligamen pada Lutut :
1. Ligamen Medial
Terjadi sewaktu tibia mengalami abduksi pada femur disertai trauma rotasi.
TRIAS O’ Donoghue :
a. Lesi ligamen kolateral medial tibia  Stress tes 9lutut fleksi 30, ekstensi
penuh
b. Krusiatum anterior  berjalan seakan mau jatuh (giving way)
c. Meniskus medial

2. Ligamen lateral  terjadi akibat adduksi terhadap femur

3. Ligamen Krusiatum
Sering bersama-sama robekan ligamen kolateral medial.
Pemeriksaan :
Penderita .posisi telentang, lutut fleksi 90 0 , tungkai bawah dipegang dibagian
proksimal tibia ditarik ke depan dan belakang. Bila pergerakan bebas :
Ke depan  robekan ligamentum krusiatum anterior
Ke belakang  robekan ligamentum posterior
--------------------------------------------------------------------- Drawer test (+)

Instabilitas sendi dengan menggerakkan bagian proksimal tibia ke depan dengan


lutut fleksi 10-200  Lachman test

Anda mungkin juga menyukai