Fraktur - RD2002
Fraktur - RD2002
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
A. Fraktur Simple fraktur tertutup protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
B. Fraktur Terbuka bone expose circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
C. Fraktur Komplikasi kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka
dilakukan secondary survey.
III. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross-test, dan urinalisa. Pada Jaringan lunak
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : - Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur melakukan pemasangan elastik
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera - Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
tindakan dan sesudah tindakan. menonjol
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi tmpat masuknya pin
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
3. UNION
4. REHABILITASI
Fase reparatif
Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan differensiasi dari
sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur lalu diisi oleh kondroblas dan
fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Mula-mula terbentuk kalus lunak,
yang terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan
tulang. Osteoblas kemudian yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah
menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara radiologis garis
fraktur mulai tak tampak.
Fase remodelling
Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan
tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan
jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah
stabilitas daerah fraktur (McCormack,2000).
Fraktur Terbuka -------------------------- RD Collection
Periosteum lapisan dalam yang lebih longgar berisi sel-sel yang mampu menjadi
osteoblast yang akan membentuk kartilago hialin dalam pembentukan kalus.
2002 Penyembuhan sekunder (secondary healing) terjadi karena respon pada periosteum
dan jaringan lunak disekitarnya dengan pembentukan kalus. Periosteum pada anak
relatif lebih tebal, kuat dan dapat menghasilkan kalus dalam waktu cepat serta dalam
Klasifikasi fraktur terbuka yang sering dipergunakan adalah menurut Gustilo yang jumlah yang sangat banyak. Hal ini sangat berperan pada proses penyembuhan
membagi menjadi fraktur terbuka grade I, II, IIIA, IIIB dan IIIC. Namun klasifikasi tulang pada anak. Sedangkan kortek tulang yang berperan pada penyembuhan
fraktur terbuka menurut Gustilo mempunyai beberapa kelemahan antara lain angka primer (primary healing) begitu terjadi fraktur, akan memantapkan kembali dirinya
kesepakatan rendah, batasan derajat kontaminasi kurang jelas, belum ada tolok dengan melibatkan osteoclast yang berperan sebagai sel peresorbsi tulang pada salah
ukur yang obyektif. Sedangkan Armis, telah melakukan penilaian fraktur terbuka satu sisi fraktur. Kemudian dengan aktivasi sistem haversi akan terbentuk jalur
dengan memberikan skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, (pathway) untuk penetrasi pembuluh darah, sehingga memudahkan sel endotel dan
kerusakan otot, kondisi tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi, sel mesenkim perivaskuler menjadi sel osteoprogenitor untuk osteoblast dalam
dengan nama Sistem Skoring Sardjito (SSS) . Insidensi fraktur terbuka sebesar 4% membentuk tulang baru. .
dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki–laki dan perempuan sebesar 3,64:1 Penyembuhan primer terjadi apabila ada kontak langsung yang kuat antara fragmen
dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur dekade kedua dan ketiga yang fraktur seperti fiksasi kompresi rigid dengan plate and Screw. Fiksasi rigid
relatif mempunyai aktifitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh darah intrameduler yang
epidemiologi menunjukkan bahwa 40 % fraktur terbuka terjadi pada ekstemitas utuh. Pada radiograf biasanya tidak akan terlihat adanya kalus yang menjembatani
bawah terutama daerah tibia dan femur tengah. penyembuhan ini. Proses penyembuhan primer ini terutama tergantung pada aktifitas
Pemasangan plat pada fraktur terbuka telah memperbaiki union fraktur atau osteoklast dalam melakukan resopsi dari ujung-ujung fragmen yang diikuti dengan
penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit langsung pembentukan tulang baru oleh osteblast. Penyembuhan sekunder menunjukkan
menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terdapat terjadinya mineralisasi dan penggantian tulang dari matriks kartilago yang secara
osteogenesis meduler dan sedikit pembentukan kalus periosteum. Pada penelitian khas tampak pada radiograf sebagai pembentukan kalus. Jembatan kalus eksternal
selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu akan menambah stabilitas pada tempat fraktur dengan bertambah lebarnya tulang
vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan aliran darah ini. Penyembuhan sekunder terjadi pada penanganan fiksasi yang tidak rigid seperti
dan menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF dari pada penggunaan gips, fiksasi luar maupun pada pemasangan intermedullary nail.
Swiss telah menciptakan LCDCP ( low contact dynamic compression plate) dan ada
juga yang membuat inovasi baru dengan cara merekonstruksi plat yang non-rigid Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
sehingga terjadi pembentukan kalus dengan tidak memasang sekrup yang banyak restorasi fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau kegiatan
Pemasangan plat perlu hati-hati yaitu pada saat melakukan irisan jaringan lunak agar semula. Diketahui ada dua pilihan terapi penderita fraktur yaitu secara konservatif
tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena hal itu dapat atau operatif. Pada terapi fraktur kruris terbuka derajat III pada prinsipnya adalah
mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami kesulitan debridemen dan irigasi untuk membuang jaringan mati dan kontaminasi, pemberian
dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk pencegahan antibiotik dengan cefazolin 1-2 gram dikombinasikan gentamisin 80 mg setiap 8
kerusakan jaringan lunak dapat dilakukan dengan pemasangan plat dibawah kulit jam, pemberian antitetanus dan pemasangan fiksasi luar dengan luka dirawat
dan pemasangan sekrup langsung ke tulang dengan bantuan alat fluoroskopi. terbuka. Setiap hari pada luka yang terbuka dilakukan debridemen dan irigasi,
Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi pemberian suntikan antibiotik selama 3-5 hari pasca operasi dan dilanjutkan secara
komplikasi infeksi, non-union dan refraktur. Pada beberapa penelitian terdahulu oral selama 10 hari.
fiksasi luar dianggap sebagai tindakan yang lebih aman pada terapi fraktur terbuka
dari pada fiksasi dalam. Definisi Fraktur Terbuka
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan
Periosteum tidak hanya penting dalam pembentukan tulang selama perkembangan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung.
tetapi juga pada penyembuhan fraktur. Sel-sel pada periosteum dapat melakukan Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis,
resorpsi tulang oleh osteoclast, membentuk tulang oleh osteoblast sebagai respon kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 1993; Rasjad, 1998; Armis,
terhadap stimuli lokal dan sistemik, dan juga memegang peranan penting dalam 2002).
metabolisme tulang oleh kayanya vaskularisasi pada daerah ini.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar atau III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental
rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur
dapat menyebabkan komplikasi infeksi. terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang
Semua faktur terbuka harus dianggap terkontaminasi sehingga mempunyai potensi lebih dari 8 jam setelah kejadian.
untuk terjadi infeksi. Penting untuk diketahui bahwa diagnosis, klasifikasi dan
pengelolaannya dapat berbeda dari fraktur tertutup. Penanganan fraktur terbuka Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan
dapat mengikuti pengelolaan trauma lain jika merupakan suatu trauma multipel bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya
Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. Pergeseran luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in–out.
fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan cedera yang terjadi, gaya berat maupun Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringan
tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu trauma lunak dan fraktur tidak kominutif.
dapat berupa aposisi (pergeseran kesamping / sideways, tumpang tindih dan Pada tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada
berhimpitan / overlapping, bertubrukan sehingga saling tancap/ impacted); angulasi kulit, jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan
(penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur); panjang / length (pemanjangan kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi
atau pemendekan akibat distraction atau overlapping antar fragmen fraktur) atau traumatik.
terjadi rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang). Klasifikasi ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi
atau high velocity, trauma didaerah pertanian, fraktur terbuka yang
Hubungan garis fraktur dengan energi trauma memerlukan repair vaskular, fraktur terbuka lebih 8 jam setelah kecelakaan
Garis Fraktur Mekanisme Energi
trauma Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Transversal, oblik, spiral, (sedikit bergeser / masih Angulasi / Ringan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (tabel 3).
ada kontak) memutar IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
Butterfly, transversal (bergeser), sedikit kominutif Kombinasi Sedang walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
Segmental kominutif (sangat bergeser) Variasi Berat IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
Klasifikasi Fraktur Terbuka IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
Dikenal beberapa klasifikasi fraktur terbuka seperti menurut Byrd et al.(1981) yang bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
menekankan pentingnya vaskularisasi tulang, kemudian menurut Oestern dan jaringan lunak.
Tscherne (1984) yang menekankan pentingnya tingkat kerusakan jaringan lunak dan
luas kontusio otot, serta menurut AO group oleh Muller et al. (1990) yang Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
menekankan berat ringannya cedera kulit, cedera otot dan tendon serta cedera Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):
neurovaskuler. (cit. Court-Brown et al, 1996).
Tipe Batasan
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson
(1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat
kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Klasifikasi IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
Gustillo ini membagi fraktur terbuka menjadi tipe I,II dan III jaringan lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal
Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 ) striping atau terjadi bone expose
Tipe Batasan IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm tingkat kerusakan jaringan lunak.
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
Armis (2001) membuat klasifikasi fraktur terbuka dengan sistim skoring yang
dinamakan Sistem Skoring Sardjito (SSS) yang dilakukan dengan memberikan
skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi kerusakan pembuluh darah vital sehingga untuk mempertahankan kehidupan bagian
tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi kemudian skor dijumlahkan distal fraktur membutuhkan tindakan repair. (Khairuddin & Armis, 2002;
Supriyanto & Armis, 2004 ).
Fraktur Skapula
Akibat trauma langsung.. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi
pergeseran akibat tarikan otot-otot yang melekat disitu
Terapi konservatif (Istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang.)
Sendi bahu / sendi humeri yang dikenal sebagai sendi humeroskapularis. Dibagi
menjadi :
Anterior
Kejadian paling sering, dimana kaput humeri bergeser ke medial dibawah prosesus
korakoideus
Komplikasi :
1. Kerusakan saraf regio axillaris
2. Kerusakan kapsul sendi
3. Kekakuan sendi
4. Dislokasi rekurens lakukan tes Apprehension
Cara : Abduksi dan rotasi eksterna , terlihat raut muka penderita ketakutan dan
mencoba melawan tindakan tersebut. Instabilitas anterior (+)
Terapi :
Hipokrates metode
Handuk atau kain dililitkan di regio aksillaris penderita, operator melakukan
tarikan pada posisi semi abduksi lengan
Posterior
Kejadian sangat jarang karena tidak mempunyai ruangan diposterior maka kaput
humeri masih tetap dilateral tapi berada di posterior dalam fosa infraspinatus.
Diagnosis klinis ditegakkan, dimana bentuk segiempat pada bahu, kaput humeri
tidak pada tempatnya.
Macamnya :
1. Fraktur Kollum Chirrugikum humeri
Pada anak muda dipikirkan reposii terbuka dengan fiksasi interna
Terapi Imobilisasi collar and cuff selama 3 minggu
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya mengembalikan fragmen ke posisi anatomis dan mempertahankan Posisi dipertahankan selama 3 sampai 4 minggu, dengan pemeriksaan radiologis
kedudukan tersebut dan mencegah terjadinya komplikasi. pada satu minggu pertama dan minggu terakhir.
Sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis, perlu dilakukan immobilisasi dengan
bidai. Pada fraktur tipe ekstensi, posisi fleksi pada siku harus dihindari karena Tipe II :
menyebabkan kerusakan labih lanjut dari system neurovaskular. Anggota gerak Bila fraktur disertai angulasi dengan aligment yang masih bagus, lebih adekuat
dibuat immobilisasi degan bidai pada posisi yang mengalami deformitas, dengan untuk dilakukan tindakan minimal reposisi. Reposisi dilakukan dengan siku dalam
posisi siku ekstensi dan lengan bawah pronasi. Sirkulasi harus selalu dicek sebelum keadaan pronasi dan fleksi tidak lebih dari 1200,
Bila disertai rotasi dipilih percutaneus pinning. Percutaneus pinning yang digunakan Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi komplikasi yang paling sering terjadi
yaitu fiksasi dengan k-wire, dilakukan setelah kedudukan anatomis kedua fragmen cedera pembuluh darah dan saraf.
tercapai menghasilkan immobilisasi yang cukup bagus. Pemasangan pinning yang 1. Cedera pada arteri brakhialis, dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya
paling stabil dapat dilakukan dengan cara pin yang mennyilang dari kondilus lateral volkman’s iskemik. Kelainan ini akan menyebabkan nekrosis dari otot dan
dan kondilus medial. Kontra indikasi pemasangan percutaneus pinning antara lain saraf tanpa disertai ganggren perifer. Gejala dari volkman’s iskemi adanya
oedem hebat, reposisi tertutup yang tidak tercapai, fraktur kominutuif dan fraktur pain, pallor, hilangnya pulsus, parestesi dan paralysis.
terbuka. 2. Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera pada nervus radialis,
nervus median dan nervus ulna.
Tipe III : 3. Myositis osifikans, jarang terjadi dan biasanya terjadi karena
1.reposisi manipulasi yang berlebihan atau terjadi pada reposisi terbuka yang
2.percutaneus pinning dengan fiksasi k-wire terlambat dilakukan.
3.reposisi terbuka 4. Malunion dapat merupakan komplikasi dari fraktur ini, biasanya
terjadi kubitus varus, disebabkan reposisi yang tidak adekuat.
Reposisi terbuka atau operasi pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi dilakukan
pada reposisi tertutup yang gagal, fraktur terbuka atau gangguan neurovaskuler. Sedangkan pada fraktur suprakondilar tipe fleksi
Pada pembengkakan yang hebat akan terjadi hematom yang banyak di daerah 1. Cedera nervus ulna merupakan komplikasi yang sering terjadi.
tersebut, maka perlu dikeluarkan sehingga penekanan terhadap neurovaskuler akan 2. Malunion dapat juga terjadi pada fraktur ini yaitu terjadi kubitus varus.
berkurang. Kejelekan dilakukannya open reduksi antara lain terjadinya kekakuan
sendi, terjadinya myositis osifikan, iskhemik dan kerusakan pada tempat 4. Iskhemik Volkman klinis 5P
pertumbuhan tulang dan adanya resiko infeksi. 1. Pulseless (denyut nadi lemah –hilang )
2. Pallor (warna biru / pucat )
Reposisi dikatakan berhasil bila baik secara klinis atau radiologis. Secara klinis 3. Pain
dikatakan baik bila : 4. Paresthesia (rasa tebal )
1. sendi siku dapat fleksi maksimal, bila tidak bisa fleksi maskimal kemungkinan 5. Parese atau Paralise (kekuatan otot lemah sp lumpuh)
sudut antara sumbu longitudinal humeri dengan kondilus belum tercapai atau
adanya interposisi jaringan lunak antara kedua fragmen. 5. Kontraktur Volkman
2. setelah hiperfleksi secara hati – hati, dilakukan ekstensi dan dibandingkan Akibat m. Fleksor digitorum profundus mati diganti jaringan fibrous.
dengan sisi yang sehat. Jari-jari posisi fleksi CLAW HAND
Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah reposisi, dengan foto posisi AP dan lateral.
Untuk posisi lateral dinilai sudut longitudinal humeri dan distal kondilar. Dinilai
apakah ada crescent sign, yang berarti terjadi kubitus varus. Pada posisi AP, dinilai
sudut bowman, sudut diaphisis – metaphisis. Bila fragmen distal terjadi rotasi Trauma Siku --------------------------------------------- RD
tampak gambaran fish tail. Collection 2002
Hasil reposisi dikatakan adekuat bila tidak terjadi angulasi ke lateral atau medial,
pergeseran ke medial atau lateral tidak lebih dari 25% dan angulasi ke posterior Fraktur Kondilus Lateralis humeri sangat penting
tidak lebih dari 100. Perbedaan sudut bowman antara sisi yang sehat dan yang sakit 1. Pada anak masih kartilagineus sehingga sering tidak terdiagnosa pada X-ray.
tidak lebih dari 40. Rotasi ke medial merupakan predisposisi terjadinya kubitus Dan menyerang pusat pertuimbuhan ( epiphyseal plate)
varus karena akan terjadi angulasi koronal. Walaupun adanya rotasi tersebut bukan 2. menimbulkan malunion atau non union
merupakan deformitas dan rotasi lengan akan di koreksi oleh sendi bahu. Manipulasi 3. Tempat Origo otot ekstensor shingga fragmen akan bergeser
yang berulang sebaiknya dihindari karena akan mencederai pembuluh darah dan 4. Terjadi kerusakanepiphyseal dan fraktur intraartikuler
saraf.
Fraktue Epikondilus Medialis humeri
Komplikasi Merupakan tempat origo otot fleksor.
Komplikasi Ulanr palsy
Klasifikasi radiologis :
I. Fraktur pada satu kondilus
II. Fraktur Inter-kondiler
III. Fraktur kominutif sering bersama fraktur suprakondiler
Fraktur Olekranon
Tempat insersi otot Trisep brachii, sehingga bila terjadi fraktur akan terjadi
pergeseran ke proksimal.
Klasifikasi :
I. Tanpa pergeseran gips sirkuler
II. Dengan pergeseran Screw atau TBW
III. Kominutif Eksisi fragmen dan melekatkan kembali otrisep pada olekranon
Antebrachii terdiri atas dua buah tulang parallel yang berbeda panjang bentuknya ;
Fraktur antebrachii distal
os radius dan os ulna. Disebelah proksimal membentuk tiga persendian sedangkan Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme :
sebelah distal dua persendian. Tulang radius, lebih pendek daripada ulna, bentuk Lengan bawah mempunyai dua tulang, yang radius dan ulna yang ke distal berakhir
lebih melengkung dan bersendi dengan os ulna pada bagian proksimal dan distal dan membentuk persendian radioulnaris distal dan persendian dengan tulang
“radio-ulnar joint” yang bersifat rotator. Antara kedua tulang ini juga carpalia. Stabilitas persediaan ini dipertahankan oleh 5 struktur :
dihubungkan oleh membran interroseus, suatu jaringan fibrous yang berjalan abliq 1. ligamentum radio – ulnaris volaris
dari ulna ke radius. Membran ini berfungsi merotasikan tulang radius terhadap os 2. ligamentum radio – ulnaris dorsalis
ulna, yang menghasilkan gerakan pada lengan bawah 3. tendon m. extensor carpi ulnaris dalam “fibro osseus tunnelnya”
Muskuli antebrachii dapat dikelompokan, muskuli kompartemen antrior dan 4. fibro – cartilage disc.
posterior. Kompartemen anterior di isi oleh muskuli fleksor sedangkan 5. ligamentum collateralis ulnaris.
kompartemen posterior di isi oleh muskuli ekstensor. Beberapa muskuli ada yang
berperan dominan dalam mempertahankan posisi dan gerakan sendi lengan bawah Tulang radius ke arah distal membentuk permukaan yang lebar sampai persendian
dan tangan (elbow and wrist joint). Muskulus tersebut adalah : dengan tulang carpalia. Dan peralihan antara dense cortex dan cancellous bone pada
bagian distal merupakan bagian yang sangat lemah dan mudah terjadi fraktur.
Penting sekali diketahuii kedudukan anatomis yang normal dari pergelangan tangan,
terutama posisi dari ujung distal radius.
Perlu diperhatikan 3 ukuran yang utama :
1.Radial height :
Yaitu jarak proccesus styloideus radii
terhadap ulna. Diukur dari jarak antara
garis horizontal yang ditarik melalui
ujung procesus styloideus radii dan
melalui ujung distal ulna. Ukuran
normalnya kira-kira 1 cm.
2. Derajat “ulna tilt” atau “ulna deviation” dari permukaan sendi ujung distal Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
radius pada posisi anterior posterior. ▪ Posterior :
Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar. Derajat Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang
miringnya diukur dari besarnya sudut antara garis horizontall yang tegak lurus mempunyai fungsi ekstensi.
pada sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 15 –
30 derajat, rata-rata 23 derajat. ▪ Anterior :
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai
3. Derajat “volar tilt” (volar deviation) dari permukaan sendi radius pada posisi fungsi fleksi lengan bawah dan tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator
lateral. quadratus yang berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk pronasi.
Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan.
Besarnya diukur dengan sudut antara garis horizontal tegak lurus sumbu radius ▪ Lateral :
dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 1 – 23 derajat, rata-rata Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus
11 derajat. radii yang mempunyai fungsi utama sebagai supinasi.
Fraktur Colles
Fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut, dengan
insidensi yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause,oleh sebab itu pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan
tangan terentang. Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur pada disebutkan diatas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan tangan (ke arah
ekstremitas atas pada usia lanjut maka segera terpikirkan pertama kali adalah fraktur dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya
Colles. terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat dijumpai suatu
oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal fraktur transversal pada tulang radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan,
ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan dan sering disertai patahnya processus stiloideus ulnae.
menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring ke radial,
penerjun payung. dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami kerusakan dan
Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama kominutif yang hebat.
dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan (Mc Rae, 1992), Apley dan Solomon, 1987.
Sheikh dan Murthy (2000), memberi batasan sebagai fraktur metafisis distal radius, Klasifikasi :
biasanya terjadi pada 3 – 4 cm dari facies artikularis dengan angulasi volar dari apex Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula-mula membagi trauma
fraktur (deformitas garpu perak), pergeseran ke dorsal dari fragmen distal dengan distal radius ke dalam fraktur ekstra artikular dan intraartikular. Kebanyakan
diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak disertai fraktur klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomii fraktur. Klasifikasi Frykman
styloideus ulnae. Variasi intraartikular dapat melibatkan facies artikularis distal didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal dan atau radioulnar serta ada
radius serta artikulatio radiocarpea dan radioulnaris. tidaknya fraktur styloideus ulnae.
Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814 sebagai
fraktur dislokasi ujung distal radius berjarak satu setengah inci dari sendi, yang Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman
ternyata terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiolografi (Pool, 1973). Tipe Uraian
I : Fraktur radius ekstra artikuler
Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme Trauma II : Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan III : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal
navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. IV : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai
Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna fraktur ulna distal.
selain terdapat ligamentum dan kapsulal yang memperkuat hubungan tersebut, V : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
terdapat pula diskus artikularis yang melekat pada semacam meniskus yang VI : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum koleteral ulnar. Ligamentum disertai Fraktur ulna distal
kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis VII : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio
bersama ligamentum radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan ulnaris distal.
radius dan ulna, disebut Triangular fibro cartilage complex (TFCC) VIII : Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen
(Sjamsuhidajat, 1997), berguna untuk menstabilkan artikulatio radioulnaris distal ulnaris
(Zabinski dan Weiland, 1999). Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile)
dan kemampuannya mencapai 160° untuk fleksi dan ekstensi dan 180° untuk rotasi Klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah sistem AO
lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melaluii pergelangan tangan (Zabinski dan Weiland, 1999). Sistem ini membagi trauma menjadi tipe A (ekstra
lewat artikulatio radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal artikuler), tipe B (artikular simpel) dan tipe C (artikuler komplek).
lewat Triangular fibro cartilage complex. (Zabinski dan Weiland, 1999). Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi fraktur
Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang Colles kedalam empat tingkatan derajat keparahan pergeseran fragmen fraktur
(Apley dan Solomon, 1987). Trauma yang terjadii merupakan trauma langsung yaitu (derajat anatomis) dan kualitas reduksi yaitu derajat I, II, III dan IV sesuai beratnya
jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur deformitas meliputi angulasi ke dorsal dan pemendekan (shortening) tulang radius )
sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan
tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu terbalik. Derajat Keparahan Fraktur Colles Menurut Lidstrom.
Derajat Deformitas
Diagnosis Fraktur Colles : I. Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal < 0° atau shortening
Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Kita < 3 mm
dapat mengenal fraktur ini dengan adanya deformitas dinner fork seperti telah
II. Ringan, Angulasi dorsal 1 – 10° dan / atau shortening 3 – 6 mm
III. Sedang, Angulasi dorsal 11 – 14° dan / atau shortening 7 – 11 mm
IV. Berat, Angulasi dorsal > 15° atau shortening > 11 mm.
Fraktur Pelvis
Cincin pelvis dibentuk oleh :
1. Os Ileumkanan kiri
2. Os Sacrum (belakang)
B 2: lateral compression injury (ipsilateral) B 3: lateral compression (contralateral /
Buckle Handle)
I II III IV
Dislokasi posterior sendi kokse ( dasboard Injury / Putri malu : terdiri dari
Fleksi, adduksi, internal rotasi dan Shortening
Anatomi
GARDEN (1961) berdasarkan derajat displaced 4 type :
I. Incomplete impacted skin traksi sampai nyeri hilang
II. Complete Undisplaced
III. Partially displaced ORIF untuk pertahankan hidup dan fungsi
IV. Total displaced
Klasifikasi
Menurut AO dibagi menjadi :
I. Proksimal / Hip fraktur
a. Fraktur Caput femoris
b. Fraktur Collum femoris
c. Fraktur Intertrochanterica
d. Fraktur Subtrochanterica Grade I Grade II Grade III Grade IV
II. Diafise
III. Distal Evan’s Classification
e. Fraktur Supracondylar
f. Fraktur Intercondyler
2. Ekstrakapsuler
Pada frakur ini akan tidak merusak vaskularisasi sehingga nekrosis vaskuler
tidak terjadi. Sering pada wanita usia lanjut akibat osteoporosis
Terapi : Femoral Neck Region Intertrochanteric Area Subtrochanteric Area
Usia muda screw and plate, angle palte, condyler plate
Usia lanjut ORIF, bila menolak skintraksi sampai nyeri hilang
Russell – Taylor Classification
Klasifikasi OA / ASIF :
A: Ekstra-artikuler
B : Intra-articuler uncomminutif
C : Communitif fracture
Terapi :
- Konservatif
Knee fleksi 300 , Sekeletal traksi tibia proksimal 5-10 kg (4-6 minggu)
klinikal union (+) cast brace
Complex fracture C1:spiral C2: segmental C3: irregular - Operasi Orif Condyler plate
Klasifikasi Winguist – Hansen : AO Classification Supracondyler Fracture
0 : Non communitih (transversal, oblique, spiral)
1 : small fragmen
2 : Large fragment < 50% cortex
di kondilus femoris pada daerah posterior. Oleh sebab itu Smillie dan Crenshaw
menulis bahwa fraktur di daerah tersebut disebut fraktur Hoffa. Fraktur Hoffa
terjadi berdiri sendiri (isolated) pada sisi lateral (terbanyak) atau sisi medial bahkan
dapat terjadi pada kedua sisi (lateral dan medial).
Letenneur membuat klasifikasi fraktur Hoffa ini menjadi 3 tipe dan kemudian
dilakukan penelitian oleh lewis et. al pada mayat sebagai berikut :
Tipe I
Garis fraktur Intraartikular yang menjalar ke
daerah suprakondiler Femoris dan beberapa
jaringan lunak masih melekat pada fragmen distal
fraktur sehingga prognosis baik karena otot
popliteus dan gastroknemius masih melekat.
Tipe II
fraktur intraartikular komplit dan tidak ada
jaringan lunak yang melekat pada fragmen distal
sehingga dapat terjadi nekrosis avaskular.
Pada tipe ini di bagi lagi menjadi a, b dan c
Prognosis tipe II ini adalah jelek karena
perlengketan otot popliteus dan gastroknemius
sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali
seperti tipe II c.
Tipe III
Klasifikasi Intercondyler Fractur : Garis fraktur sedikit ke anterior permukaan sendi
I : Undisplaced T or Y dan ke proksimo-posterior dari kondilus femoris
IIa : T or Y medial displaced Jaringan lunak atau ligamentum masih melekat
IIb : T or Y lateral displaced pada fragmen distal sehingga prognosis tipe III
III : comminutif adalah baik karena garis fraktur berada di anterior
dari ligamentum krusiatum anterior maupun
Fraktur Hoffa adalah fraktur kondylus femoris akibat trauma langsung ligamentum kolaterale fibulare dan ligamentum
tibiale.
pada lutut dalam posisi fleksi sehingga permukaan sendi pada condylus tersebut
pecah, merupakan bagian dari fraktur distal femur. Fragmen distal fraktur tersebut
Pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP (antero-posterior) dan lateral digunakan
dapat mengalami pergeseran (displaced) atau tidak sama sekali (undisplaced).
sebagai baku emas untuk diagnosis fraktur Hoffa. Permasalahannya bila pada fraktur
Fraktur Hoffa dibagi menurut implikasi prognosisnya menjadi 3 tipe yaitu
tersebut tidak terjadi pergeseran fragmen (undisplaced) maka proyeksi AP dan
I. Garis fraktur intra artikuler yang menjalar ke daerah suprakondilaris femoris
lateral pada pemeriksaan radiografi sulit dianalisis. Keadaan ini memerlukan
dengan beberapa jaringan lunak masih melekat pada fragmen distal .
pemeriksaan tomografi atau CT- Scan bagian distal femoris .
II. Fraktur intra artikularis tanpa ada perlekatan jaringan lunak pada fragmen
Mekanisme trauma kebanyakan akibat kecelakaan lalu-lintas dari pengendara sepeda
distal
motor dengan lutut membentur langsung atau akibat jatuh dari ketinggian dengan
III. Garis fraktur sedikit ke anterior dan ke proksimal dari kondilus demoris dengan
lutut membentur benda keras.
perlekatan jaringan lunak serta ligamentum pada fragmen distal.
Hoffa adalah seorang pengarang buku “ Lehrbuch der Frakturen und Luxationen
“ pada tahun 1904 . Dialah orang pertama yang menulis tentang fraktur yang terjadi
Kondilus femoris yang terkena trauma tersebut dalam posisi lutut fleksi sehingga Schatzker Classification
tepi bawah permukaan sendi tersebut menjadi pecah. Kebanyakan kondilus sisi
lateral, tetapi bila trauma tersebut sangat keras maka kedua sisi lateral dan medial
kondilus dapat terjadi fraktur dan bahkan kulit dan jaringan lunak yang terkena
trauma dapat rusak dan sobek sehingga terjadi fraktur terbuka.
Pada fraktur Hoffa yang bergeser (displaced) dilakukan operasi dan fiksasi dalam
dengan menggunakan skru. Bila fiksasi cukup stabil maka latihan gerakan sendi
lutut dapat dilakukan lebih dini sehingga komplikasi kekakuan sendi lutut dapat
dicegah . Apabila stabilitas tidak tercapai maka perlu penambahan fiksasi luar yaitu
memakai gip atas lutut (above knee plester cast) dengan posisi lutut ekstensi
penuh
Fraktur Hoffa ini sangat jarang dan didalam literatur baru 27 kasus yang ditulis Type I : Type II:
dengan perincian 20 kasus oleh Letenneur et. al dan 7 kasus oleh Lewis et. al maka A Split weight fracture of the lateral plateau split depression fracture of the
dari itu, kami menulis satu kasus dengan diagnosis fraktur Hoffa tipe I sinister without any joint depression. There is a lateral plateau.
terbuka tipe III B dengan dislokasi lateral patela sinister. high risk of ligamentous injury.
Type V: Type VI :
A big condylar fracture. Separation of the metaphysis from
the diaphysis
Fraktur Tibia
longus m. peroneus tertius, dan m. exstensor hallucis longus. Ruang lateralis berisi
--------------------------------- RD m. peroneus longus dan brevis yang diinervasi n. peronealis.
Collection 2002 Fraktur Tungkai Bawah disebut juga tulang Tibia Fibula (Levin & William, 1997).
Secara anatomis tungkai bawah dibagi tiga yaitu:
1.Fraktur tungkai bawah proksimal disebut juga fraktur plateau tibia.
Anatomi 2.Fraktur tungkai bawah media disebut fraktur shaft.
Tibia merupakan tulang medial besar 3.Fraktur tungkai bawah distal disebut fraktur pilon atau tibial plafond.
cruris, yang berartikulasi dengan
condylus femoris dan caput fibulae di Melihat susunan anatomi tungkai bawah dengan permukaan medial tibia hanya
proximal dan dengan talus serta ujung dilindungi jaringan subkutan periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama
distal fibula di bagian distalnya. Pada bagian depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan susunan
bagian ujung proximal terdapat frakturnya bergeser. Karena letaknya yang berada langsung di bawah kulit sering
condylus medialis dan lateralis memudahkan terjadinya fraktur terbuka. Fraktur tungkai bawah merupakan akibat
(plateau tibialis medialis dan lateralis), terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Tenaga rotasi dapat terjadi juga pada
yang berartikulasi dengan condylus olahragawan seperti saat bermain bola. Cedera biasanya terjadi akibat gaya angulasi
medialis dan laterlis femur, dipisahkan yang menyebabkan garis fraktur transversal atau miring kadang dengan fragmen
oleh kartilago semilunaris medialis dan kominutif.
lateralis (meniscus medialis dan
lateralis). Condylus lateralis memiliki
facies artikularis sirkularis untuk caput Fraktur Plateau Tibia
fibulae pada aspek lateralnya. Condylus Menurut Schatzker dan Mc Broom, fraktur plateau tibia dibagi 6 tipe, yaitu:
medialis mempunyai sebuah alur pada I. Fraktur kondilus lateral , biasanya terdapat pada usia muda
aspek posteriornya untuk insersio m. II. Fraktur condylus dengan impresi
semimembranosus. Corpus tibia III. Fraktur impresi sentral plateau lateral tanpa fraktur condylus
berbentuk segitiga pada potongan IV. Fraktur plateau tibia medial
melintang, dengan 3 margo dan 3 facies. V. Fraktur bicondylar yang terdiri dari plateau condylus medial dan lateral,
Margo anterior dan medial, dengan VI. Fraktur kompleks yang menyebabkan terpisahnya metaphysis dengan diaphysis
facies medialis diantaranya, terdapat di tibia.
subkutan. I II III
Pada pertemuan margo anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, tempat
melekat lig. Patellae. Margo lateral atau interossea menjadi tempat perlekatan
membrane interossea. Facies posterior corpus tampak garis serong linea musculi
solei. Ujung distal tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya tampak
permukaan sendi. Ujung bawahnya memanjang ke bawah membentuk malleolus
medialis. Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi dengan talus.
Membrana interossea membagi cruris menjadi tiga ruang: anterior, lateral dan
posterior. Arteri poplitea mensuplai darah ke tibia dan fibula, bercabang menjadi a.
tibialis anterior, a. tibialis posterior dan a. peroneal. Nervus tibialis posterior IV V VI
mengikuti a. tibialis posterior dan menginervasi ruang posterior yaitu m.
gastrocnemius, m. plantaris, m. soleus dibagian superficial serta m. popliteus, m.
flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus dan m. tibialis posterior dibagian
profunda. Arteri nutrisial ke tulang tibia berasal dari a. tibialis posterior. N. tibialis
anterior menginervasi ruang anterior, yaitu m. tibialis anterior, m. extensor digitorum
Pergeseran (+) , comminutif(+) traksi orif
Bagian proximal tibia dengan korteks yang tipis mudah terkena cedera, terutama
pada orang dewasa berusia > 50 tahun dengan kondisi tulang yang osteoporotik.
Fraktur Shaft Tibia
Fraktur tibia dapat disertai dengan fraktur fibula. Garis fraktur ditibia dan fibula
Mekanisme trauma biasanya berupa trauma abduksi, atau pukulan langsung pada
dalam posisi satu level umumnya akibat trauma yang menghasilkan gaya angulasi
bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan tanah. Trauma
dengan garis fraktur transversal atau obliq. Pada trauma dengan gaya memutar
menekan lutut kearah valgus medial dan mendorong kondilus femur ke plateau tibia
akan menghasilkan garis fraktur spiral. Bila disertai fraktur fibula maka fraktur
lateralis. Tulang yang osteoporotik akan mengalami fraktur sebelum ligament
kedua tulang tersebut tidak satu level.
kolateral medial lutut robek. Permukaan sendi plateau tibia lateralis akan terdesak ke
Prinsip penanganan fraktur tibia secara umum :
kaudal dan lateral. Trauma membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada
1. Menjaga kerusakan jaringan lunak yang terjadi tidak lebih hebat dengan
daerah plateau tibia dapat juga menimbulkan berbagai fraktur plateau tibia, seperti
memberikan imobilisasi yang memadai
fraktur sendi sentral terdepresi. Lebih sering trauma menimbulkan kominutif, yang
2. Mencegah sindrom kompartemen, mencapai atau menjaga aligmen,
meluas ke korteks metaphysis tibia. Satu atau kedua condylus bila terlibat disertai
3. Weight bearing lebih dini dan gerakan sendi sesegera mungkin.
hilangnya keharmonisan permukaan sendi tibia proximal.
Setiap fraktur plateau tibia harus memeriksa stabilitas ligament lutut dalam posisi
Fraktur tertutup tibia dengan garis fraktur transversal yang stabil dan tak ada
ekstensi penuh dan fleksi 15o-30o, sebab trauma didaerah tersebut kemungkinan
pergeseran, cukup diimobilisasi dengan gips atas lutut (Long-leg plester).
besar dapat mengakibatkan instabilitas sendi. Tujuan tindakan terapi pada fraktur
Pemasangan gip pada kaki harus posisi dorsofleksi 90 o. Pada lutut gip dipasang
plateau tibia adalah mencapai gerakan penuh, aligmen dan stabilitas sendi.
dalam posisi lutut sedikit fleksi.
Secara klinik ditemukan nyeri lutut dank arena fraktur terjadi intraartikular
Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil atau garis fraktur obliq
didapatkan hemartrosis. Hemartrosis yang besar, tegang, dan nyeri harus diaspirasi
membutuhkan traksi kalkaneus kontinyu selama 3 minggu. Setelah terbentuk kalus
dalam kondisi aseptik.
fibrosis, dipasang gips atas lutut sampai 6 minggu.
Semua fraktur yang tak ada pergeseran atau pergeseran kecil, diterapi secara
Garis fraktur yang miring dan membentuk
konservatif seperti imobilisasi dengan gip yang disebut “Long leg plester cast”.
spiral tidak stabil karena cenderung
Pada perpindahan fragmen atau fraktur kominutif permukaan sendi tibia dapat
membengkok dan memendek sesudah
dipikirkan penggunaan traksi. Pergeseran yang hebat pada setiap permukaan sendi
reposisi tertutup, memerlukan tindakan
adalah indikasi untuk dilakukan operasi dan fiksasi interna.
reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi
Bila depresi fragmen fraktur <5 mm dan sendi lutut stabil dilakukan terapi
interna atau eksterna. Operasi dan fiksasi
konservatif seperti diatas, tetapi bila depresi >5 mm atau bila kominutif
interna dengan plate-screw untuk mencapai
menyebabkan pergeseran angularis pada condylus, maka terapi operatif diperlukan,
stabilisasi fragmen-fragmen tersebut. Fiksasi
yaitu mengangkat fragmen tersebut sehingga sejajar dengan permukaan sendi
interna dapat juga menggunakan nail dengan
kemudian diikuti peletakan graft dan fiksasi interna.
interlocking screw.
Untuk fraktur terbuka, debridemen segera,
Setiap fraktur pada daerah ini harus diperiksa :
irigasi dan antibiotika diperlukan. Penutupan
1. NVD pada distal lutut
luka primer biasanya tidak diindikasikan.
2. Stabilitas ligament.
Penggunaan external fixator device hanya
pada fraktur terbuka dengan kerusakan
Jika terjadi Hemarthrosis disertai nyeri Aspirasi
jaringan yang hebat. Dengan cara ini
Terapi :
perawatan luka akan lebih mudah dan
Pergeseran (-) konservatif dengan Long leg gips
mobilisasi serta rehabilitasi dapat dilakukan (1997), juga menyebutkan hasil penanganan dengan operasi lebih baik dibanding
dini. Intervensi bedah untuk fraktur tertutup dengan pemakaian gips. Bonnier cit McCormack, 2000, menyebutkan keberhasilan
memberikan resiko infeksi dan harus penyembuhan dengan imobilisasi gips pada kasus fraktur tibia distal lebih rendah
dipertimbangkan terhadap resiko terapi dan lebih lama dibandingkan dengan operasi . McCormack (2000), menyebutkan
tertutup. Setiap selesai tindakan harus bahwa sebagian besar kasus fraktur tibia distal disertai dengan pergeseran
dilakukan pemeriksaan sinar x untuk menilai persendian, maka pilihan penanganan rekonstruksi yang paling baik adalah dengan
aligmen, kontak fragmen dan apakah ada operasi.
rotasi.
Fraktur Tibia Distalis Namun sebelumnya perlu juga dipertimbangkan kondisi penderita dan kondisi
Fraktur ujung distal tibia disebut juga pilon atau plafond fractures, fraktur ini jaringan lunak akibat trauma, untuk menentukan pilihan tindakan yang akan
meliputi permukaan sendi distal tibia pada articulatio tibiotalar. Fraktur Pilon atau dilakukan. Bila fraktur dapat difiksasi interna, reduksi terbuka dengan plates dan
tibial plafond adalah fraktur pada distal tibia yang meluas ke ankle joint. screws serta fiksasi internal fibula bila perlu, dengan atau tanpa bone grafting,
Menurut Dickson cit McCormack (2000) fraktur distal disebut juga fraktur hammer sebaiknya dicoba. Bila fraktur sangat kominutif sehingga fiksasi interna tak dapat
dimana sekitar 20-25% kasus berupa fraktur terbuka. Aliran darah bagian distal tibia dilakukan, dapat dicoba reduksi indirek dengan ligamentotaxis: reduksi terbuka dan
mendapat vaskularisasi dari a. tibialis anterior dan a. tibialis posterior, bagian fiksasi internal fraktur fibula untuk memperbaiki panjangnya, serta reduksi tertutup
distal fibula mendapat vaskularisasi dari cabang a. peroneal. dan fiksasi eksternal tibia dengan tibiocalcaneal frame. Ini dapat mengembalikan
kontur normal dan aligmen distal cruris, dan mempermudah fusi tibiotalar. Fraktur
McCormack (2000) menjelaskan bahwa fraktur tungkai bawah distal disebabkan ini biasanya disertai dengan kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan dapat terjadi
karena trauma dengan energi besar yang biasanya berupa kekuatan deselerasi akibat dan biasanya dilakukan prolonged leg elevation, terutama untuk mencegah surgical
jatuh dari tempat yang tinggi atau akibat kecelakaan lalu lintas. Dua mekanisme wound problems setelah reduksi terbuka. Penyembuhannya lambat dan weight
yang menyebabkan terjadinya fraktur adalah rotasi dan kompresi axial, sehingga bearing sebaiknya dimulai bila hasil pemeriksaan radiologik menunjukkan adanya
menyebabkan garis fraktur berbentuk spiral yang meluas dari diafise tibia ke pemulihan tulang.
persendian. Mekanisme rotasi adalah trauma dengan energi rendah pada distal tibia Klasifikasi Fraktura Tungkai Bawah Distal
yang meluas ke persendian, biasanya akibat terjatuh atau kecelakaan saat Kellam dan Waddell cit. McCormack (2000) membuat klasifikasi fraktur tungkai
berolahraga, terutama ski. Mekanisme kompresi disebabkan energi yang lebih besar bawah distal berdasarkan mekanisme terjadinya trauma, yaitu:
akibat beban kekuatan axial yang hasilnya adalah impaksi permukaan sendi distal Tipe A :
tibia dan komunitif metafise tulang. Trauma dapat menyebabkan fraktur biasanya berhubungan dengan fraktur yang berbentuk oblik atau transversal
nondisplaced sampai fraktur “tipe explosion” komunitif berat. pada fraktur fibula diatas level plafond, sehingga prognosisnya baik.
Seperti fraktur intraartikular yang lain, tujuan terapi adalah memperbaiki anatomi Tipe B atau fraktur kompresi :
permukaan sendi. Hal ini memang sulit dan kadang tak mungkin dilakukan. Reduksi kominutif pada kortek tibia anterior yang berat, terdapat fragmen multipel pada
tertutup pada fraktur displacement hamper tak pernah berhasil. Tulang tungkai persendian dan impaksi metafise. Umumnya tidak berhubungan dengan fraktur
bawah merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami fraktur .Fraktur fibula, tapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan tipe A.
tibia distal sering terjadi terutama pada remaja dan orang dewasa. Selain jatuh dari
ketinggian, trauma kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi masih merupakan Klasifikasi berdasarkan pada derajat pergeseran dan kominutif permukaan sendi
penyebab terbanyak terjadinya fraktur tibia distal. dibuat oleh Ruedi - Allgower cit. Armis, (2003) sebagai berikut:
Penanganan fraktur tibia distal masih menjadi kontroversi. Hipocrates menyatakan Tipe I : fraktur persendian tanpa pergeseran yang
bahwa fraktur tibia distal akan bermasalah apabila tidak segera ditangani dengan jelas atau minimal
baik, dan fraktur ditempat tersebut memerlukan perhatian yang lebih besar Tipe II : fraktur disertai pergeseran sendi dan
dibanding fraktur ditempat lain (Levin & William, 1997). Penanganan fraktur tibia kominutif minimal
distal biasanya dilakukan dengan Imobilisasi Gips atau operasi. Imobilisasi
Tipe III : fraktur disertai pergeseran dan kominutif
bertujuan untuk mencegah pergeseran susunan tulang. Hooper et al. (1991) menulis
berat pada persendian
penanganan dengan operasi pada fraktur tibia distal memberikan hasil yang baik
dibanding dengan penanganan gips, ini dikarenakan penyambungan tulang dapat
Kemudian Muller cit. Annis, (2003) mengusulkan klasifikasi yang lebih mendetail,
lebih cepat, sedikit terjadi mal union, dan segera dapat kembali bekerja. Bone et al
sehingga disebut sebagai AO Muller Classification. Pembagiannya dibagi menjadi 3
Tipe A : fraktur ekstra artikuler Pemeriksaan pasien dengan fraktur tibia dan fibula memerlukan pengetahuan
Tipe B : fraktur partial artikuler yang hanya melibatkan permukaan sendi tentang anatomi topografik, vaskularisasi dan neural ekstremitas inferior. Pada
Tipe C : fraktur komplit pada persendian dengan permukaan artikuler cidera cruris, memposisikan cruris secara anatomic dapat memperlancar aliran
kominutif darah.
Semua punctum dan laserasi pada integumentum harus dipikirkan sebagai fraktur
terbuka sampai terbukti atau diruang operasi, dimana irigasi dan debridemen luka
terbuka diperlukan. Capilary refill, toe pulp turgor dan suhu harus diperiksa, serta
pulsasi a. tibialis posterior dan dorsalis pedis. Bila pulsasi tak teraba karena syok
atau vasokonstriksi, dapat menggunakan pemeriksaan dopler. Cidera vascular
biasanya terjadi diatas trifurcation a. poplitea, sehingga bila terjadi fraktur dilokasi
ini maka perlu dicurigai terjadi cidera vascular.
The Ruede and Algower Classification Systems Bila capillary refill lambat atau dicurigai terjadi kerusakan vascular, arteriografi
dapat dipertimbangkan, terutama pada kasus fraktur dislokasi sendi lutut.
Palpasi sepanjang tulang tibia dapat menunjukkan adanya pembengkakan yang
menggambarkan pergeseran fraktur minimal. Pemeriksaan sendi lutut dan
pergelangan kaki untuk menyingkirkan adanya cidera ligamentum, seperti pada
Type I: Undisplaced fraktur plateau tibia yang dapat menyebabkan kerusakan ligament collateral medial.
Fracture Adanya angulasi varus atau valgus lutu dapat dicurigai terjadi fraktur plateau tibia
atau fraktur femur distal.
Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan. Pada fraktur fibula proximal dapat
menyebabkan kerusakan n. peroneal, disertai gangguan sensorik dan motorik.
Disfungsi n. tibialis anterior dan n. peroneus profunda mengindikasikan adanya
sindrom kompartemen, hilangnya sensibilitas terhadap sentuhan ringan pada plantar
pedis menunjukkan adanya kompresi n. tibialis posterior.
Sindrom kompartemen merupakan peningkatan tekanan jaringan dalam
Type II: Displaced Fracture kompartemen fascia tertutup, hal ini dapat terjadi pada fraktur tibia terbuka maupun
with Split Type tertutup. Bila tekanan intrakompartemen melebihi tekanan kapiler, maka akan
Fracture mengganggu perfusi jaringan sehingga terjadi anoksia dan nekrosis jaringan dalam
kompartemen.2 Tanda dan gejalanya yaitu nyeri pada keadaan istirahat, parestesia,
pucat, paresis, paralysis, denyut nadi hilang, gangguan diskriminasi dua titik.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik tibia dan fibula anteroposterior dan lateral. Sebaiknya
Type III: Crush or Impacted memvisualisasi sendi lutut dan pergelangan kaki (ankle joint) untuk mencegah
fraktur misdiagnosis fraktur intraartikularis.
Injury with
Pada cidera high-energy foto ipsilateral femur dan pelvis diperlukan untuk
comminution and menyingkirkan adanya floating knee atau trauma pelvis. Empat puluh lima derajat
displacement obliq radiograf dapat membantu evaluasi plateau tibia. Tomografi dapat membantu
articular surface pada fraktur plateau tibia dan plafond untuk mengetahui luas kompresi sendi. CT-
scan terbukti berguna dalam merencanakan operasi reduksi dan fiksasi interna
fraktur komlpeks.
Komplikasi
Pemeriksaan Fisik Trauma pada pembuluh darah, saraf, sindrom kompartemen
Pada tulang , seperti Aktivitas olah raga Normal Kemampuan Hanya berjalan
1. Delayed union menurun pendek
2. Nonunion Pergerakan lutut Stabil, ekstensi Stabil, ekstensi Ekstensi penuh
3. Malunion. penuh, fleksi < 20 penuh berkurang, fleksi <
0
90 0
Nonunion atau delayed union umumnya etrjadi bila terdapat displacement berat, Pergerakan ankle Dorsiflaxi <10° Dorsoflexi >90° Dorsofleksi < 90 0
kominutif, fraktur terbuka atau kerusakan jaringan lunak yang berat dan infeksi. plantarflexi < 20 0 plantarfleksi < 30 0 plantarfleksi > 30 0
Nonunion dapat diterapi bone grafting, peningkatan stabilitas fraktur, atau dengan Pergerakan kaki Pro dan supinasi Penurunan sedang Penurunan berat
stimilasi elektrik yang masih kontroversi. Penambahan tulang seperti graft menurun < 25%
corticocancellous; transver mikrovaskular fibula bebas; transposisi fibula; deep Bengkak pada tungkai Ringan, hanya Ringan Menetap
circumflex arteri iliaca osteocutaneus compositetransfer; substitusi tulang seperti bawah setelah latihan
kalsium fosfat, allograft, atau hidroksiapatit; dan metode Ilizarov yaitu mentransport
segmen tulang dengan distraksi kalus.
Fraktur Tibia Fibula
Malunion merupakan penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga Fraktur Kondilus tibia
menimbulkan deformitas. Sering terjdi pada kondilus lateral daripada medial. Fraktur tidak bergeser bila
Pada fraktur tibial shaft, deformitas varus atau valgus sampai dengan 5 o masih dapat depresi < 4 mm, sedang yang bergeser apabila melebihi 4 mm
diterima. Rotasi internal 5o dan rotasi eksternal 20o juga dapat diterima. Terapi :
Infeksi biasanya merupakan komplikasi pada fraktur tibia terutama bila ada luka Konservatif Non displaced dan depresi < 4 mm
terbuka. Salah satu komplikasi terberat pada fraktur terbuka adalah nonunion dengan Operatif depresi > 4 mm , evakuasi depresi dengan bone graft
infeksi. Penanganan nonunion diatasi terlebih dahulu kemudian mengatasi
infeksinya. Komplikasi ; genu valgum, kekakuan sendi, osteoarthritis
Komplikasi lain dapat berupa penyakit vena stasis, arthritis traumatic, claw toes
akibat sindrom kompartemen posterior, dan amputasi. Kronik joint pain atau Fraktur & Fraktur dislokasi pergelangan
stiffness dapat terjadi pada tibial plafond walaupun jarang.
kaki
Sering disebut sebagai Fraktur POTT. Talus dilindungi oleh maleolus lateral dan
Penatalaksanaan medial yang diikat oleh ligamen.
Penanganan fraktur tibia distal umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu Klasifikasi Danis dan Weber (1991) berdasar lokasi fraktur terhadap sindesmosis
pemakaian gips dan operatif (Karunakar M.A, 2004). tibiofibuler :
1. Indikasi penanganan pemakaian gips A. Fraktur Maleolus dibawah sindesmosis
Trauma berenergi rendah B. Fraktur maleolus lateral, avulsi maleolus medial disertai robekan ligamen
Cidera jaringan lunak minimal (Tscherne & Gotzen 0, 1) tibiofibular ke depan
Tipe fraktur stabil C. Fraktur Fibula diatas sindesmosis, avulsi tbia disertai robekan maleolus
medialis dikenal Fraktur Dupuytren.
2. Indikasi penangan operatif( Karunakar M.A, 2004)
Trauma berenergi tinggi Terapi :
Cidera jaringan lunak moderat hingga berat Konservatif non displaced, gips sirkuler bawah lutut
Tipe fraktur tidak stabil Operatif adanya robekan ligamen dan dislokasi talus
3. Ligamen Krusiatum
Sering bersama-sama robekan ligamen kolateral medial.
Pemeriksaan :
Penderita .posisi telentang, lutut fleksi 90 0 , tungkai bawah dipegang dibagian
proksimal tibia ditarik ke depan dan belakang. Bila pergerakan bebas :
Ke depan robekan ligamentum krusiatum anterior
Ke belakang robekan ligamentum posterior
--------------------------------------------------------------------- Drawer test (+)