RPJP SR PDF
RPJP SR PDF
RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)
KOTA PALEMBANG 2005-2025
kerjasama antara
dengan
BALITEKS UNSRI
BADAN APLIKASI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI SRIWIJAYA
ALAMAT : GEDUNG KPA LT. 1 KAMPUS UNSRI BUKIT BESAR PALEMBANG 30139
TELP. (0711)362388 FAX. (0711) 376606
RPJP Kota Palembang
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah laporan ini telah dapat diselesaikan sesuai dengan jadual
yang telah ditetapkan. Laporan akhir ini merupakan pertanggungjawaban akhir dari
tim pelaksana Penulisan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota
Palembang 2005-2024.
Dalam kesempatan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi awal, sampai laporan
akhir ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan agar kerja sama yang baik ini dapat
dilanjutkan dan ditingkatkan di masa-masa yang akan datang.
Palembang, 2006
Tim Penyusun
i
RPJP Kota Palembang
DAFTAR ISI
2. Daftar Isi............................................................................................................ ii
ii
RPJP Kota Palembang
8. LAMPIRAN
iii
RPJP Kota Palembang
BAB I
PENDAHULUAN
1
RPJP Kota Palembang
dokumen RPJP ini relatif penting karena itu harus dibentuk suatu tim penyusun yang
memahami benar mengenai kondisi dan situasi wilayah Kota Palembang.
2
RPJP Kota Palembang
3
RPJP Kota Palembang
10. Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Kota Palembang (Lembaran Daerah Kota Palembang Tahun 2008
Nomor 6).
4
RPJP Kota Palembang
program pembangunan kota. Arah pembangunan dijabarkan dari visi dan misi pembangunan
Kota Palembang sehingga tersedia dokumen perencanaan jangka panjang yang
berkesinambungan.
5
RPJP Kota Palembang
BAB II
KONDISI, ANALISIS DAN PREDIKSI KONDISI UMUM
7
RPJP Kota Palembang
8
RPJP Kota Palembang
Menurut Tome Pires, pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina di Palembang akibat
kebangkitan Islam di Nusantara dan di wilayah Palembang. Situasi ini menempatkan
Palembang menjadi wilayah perlindungan Kerajaan Islam Demak. Akibat kemelut
perebutan tahta di Demak sekitar tahun 1546, yang menyebabkan kematian Aria
Penangsang, para pengikutnya melarikan diri ke Palembang.
Para pengikut Aria Penangsang dari Jipang menyusun kekuatan baru dan mendirikan
kerajaan Palembang. Pendiri kerajaan Palembang adalah Ki Gede ing Suro. Keraton pertama
terletak di Kuto Gawang, situsnya tepat berada di kompleks PT. PUSRI. Makam Ki Gede
Ing Suro berada di belakang PUSRI.
Terjadi suatu akulturasi dan asimilasi kebudayaan Jawa dan Melayu, yang dikenal
sebagai kebudayaan Palembang. Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang
memperjelas jati diri Palembang, memutus hubungan ideologi dan kultural dengan pusat
kerajaan Mataram di Jawa dan menyatakan dirinya sebagai Sultan Abdurrahman (Sunan
Cinde Walang 1659-1706). Keraton Kuto Gawang dibakar habis oleh VOC tahun 1659,
akibat perlawanan Palembang terhadap VOC. Sultan Abdurrahman memindahkan
keratonnya ke Beringin Janggut, sekarang dikenal sebagai pusat perdagangan.
Sultan Mahmud Badaruddin I yang bergelar Jayo Wikramo (1741-1757) merupakan
tokoh pembangunan Kesultanan Palembang “modern” yang membangun antara lain Mesjid
Agung Palembang, Makam Lemabang (Kawah Tekurep), Keraton Kuto Batu (sekarang
Museum Badaruddin dan Kantor Dinas Pariwisata Palembang). Selain itu Sultan juga
membuat kanal-kanal di wilayah kesultanan, yang berfungsi ganda, sebagai alur pelayaran,
pertanian, dan pertahanan. Badaruddin Jayo Wikramo memantapkan konsep kosmologi
Batanghari Sembilan sebagai satu lebensraum dari kekuasaan Palembang. Batanghari
Sembilan adalah satu konsep Melayu-Jawa, yaitu adalah delapan penjuru angin yang
terpencar dan pusatnya, yang merupakan penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru
kesembilan ini berada di keraton Palembang. Batanghari adalah pengertian Melayu yang
berarti sungai, merupakan batas dari Kesultanan Palembang. Letak sungai tidak mutlak
berada dalam satu sungai tertentu, tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan
penjuru kesembilan memancarkan pengaruhnya. Dengan kondisi mulur mengkeret-nya batas
wilayah, maka para penguasa Palembang akan selalu menunjukkan batas mereka adalah
berada di Batanghari Sembilan
Sultan Muhammad Badaruddin, bersama puteranya Mahmud Badaruddin II,
mengelola pelabuhan dan perdagangan menjadi pusat perdagangan yang modern, aman, dan
efisien. Citra Palembang Darussalam (tempat yang tenteram/damai) tercermin pada
pengelolaan pelabuhan dan perdagangan. Syahbandar yang diangkat penguasa biasanya
orang Eropa. Palembang memberlakukan hukum perdagangan yang bersifat
regional/internasional, “undang-undang Laut Melaka”, membuat suatu kepastian untuk
berniaga di Palembang. Orang Eropa memberi julukan Palembang sebagai het indische
9
RPJP Kota Palembang
Venetie, Palembang hampir sama dengan Venesia. Demikian juga ketentraman dan
ketertiban di Palembang dijuluki mereka sebagai suatu de Staddes Vredes (kota yang aman).
Kesemua julukan tersebut ditulis dalam argumentasi seorang Residen Inggris di Bangka,
yaitu Mayor Court (1821) adalah:
Dari seluruh pelabuhan di wilayah orang-orang Melayu, Palembang telah membuktikan
dan terus secara seksama menjadi pelabuhan yang paling aman dan peraturan paling
balk, seperti dinyatakan oleh orang-orang pribumi dan orang-orang Eropa. Begitu
memasuki perairan sungai, perahu-perahu kecil, dengan kewaspadaan yang biasa siaga
dengan tindakan-tindakan pencegahan yang akan mengamankan dari kekerasan dan
perampasan. Kemungkinan perahu perompak yang bersembunyi akan memangsa perahu-
perahu dagang kecil yang memasuki sungai, jarang terjadi karena ketatnya penjagaan
oleh kekuatan Sultan dengan segala peralatannya.
Sultan Mahmud Badaruddin mendirikan keraton Kuto Besak pada tahun 1780.
Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun 1821 Sultan Mahmud
Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah dua kali mengusir pasukan Belanda
keluar dari perairan Palembang.
Palembang di bawah pemerintah kolonial Belanda dirombak secara total termasuk
pengelolaan kota. Pada awalnya, wilayah permukiman penduduk di zaman Kesultanan lebih
dari sekedar permukiman yang terorganisasi. Permukiman pada waktu itu adalah suatu
lembaga persekutuan di mana patronage dan paternalis terbentuk akibat struktur
masyarakat tradisional dan feodalistis. Sistem ini dikenal dengan nama guguk. Kosakata
guguk berasal dari Jawa-Kawi yang berarti ’diturut diindahkan’.
Setiap guguk mempunyai sifat sektoral ataupun aspiratif. Contoh wilayah
permukiman yang dikenal sebagai Sayangan, adalah wilayah paramiji dan alingan (struktur
bawah dan golongan penduduk Kesultanan) memproduksi hasil-hasil dan bahan tembaga.
Sayangan artinya perajin tembaga (Jawa-Kawi). Contoh lain adalah Kepandean adalah
perajin atau pandai besi, Pelampitan adalah perajin lampit, demikian juga dengan Kuningan
adalah perajin pembuat bahan-bahan dari kuningan.
Permukiman ini dapat pula bersifat aspiratif yaitu satu guguk yang mempunyai satu
profesi atau kedudukan yang sama, seperti guguk Pengulon, permukiman para penghulu dan
alim ulama di sekitar Masjid Agung. Kedemangan merupakan wilayah tokoh demang
tinggal, Kebumen yaitu tempat Mangkubumi menetap. Berikutnya, Kebangkan adalah
permukiman orang dari Bangka, Kebalen adalah permukiman orang dari Bali.
Setelah Palembang di bawah administrasi kolonial, oleh Regening Commisans J.I
Van Sevenhoven sistem perwilayahan guguk dipecah belah. Pemecahan ini memecah belah
kekuatan Kesultanan, sekaligus memecah masyarakat yang tunduk kepada sistem monarki,
menjadi tunduk pada administrasi kolonial. Guguk dijadikan beberapa kampung. Sebagai
kepala diangkat Kepala Kampung, dan Palembang dibagi menjadi dua wilayah, yaitu
Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk mengepalai wilayah tersebut diangkat menjadi
Demang, pamongpraja pribumi yang tunduk kepada Controleur. Kota Palembang pada
10
RPJP Kota Palembang
waktu itu terdiri dari 52 kampung, yaitu 36 kampung berada di Seberang Ilir dan 16
kampung di Seberang Ulu.
Pada tahun 1939, kampung tersebut tinggal 43 buah, 29 kampung berada di
Seberang Ilir dan 14 kampung di Seberang Ulu. Dapat diperkirakan penciutan administratif
kampung ini diperlukan karena cacah jiwa dan kaitannya dengan pajak.
Kepala Kampung hanya mengurus penduduk pribumi, sedangkan golongan Timur
Asing mempunyai kepala dan wijk tersendiri. Untuk golongan Cina, kepalanya diangkat
dengan kedudukan seperti kepangkatan militer, yaitu Letnan, Kapten dan Mayor. Demikian
pula dengan golongan Arab dan Keling (India/Pakistan) dengan kepalanya seorang Kapten.
Untuk kedudukan Kepala Bangsa Timur Asing, biasanya dipilih berdasarkan atas
pernyataan jumlah pajak yang akan mereka pungut dan diserahkan bagi pemerintah disertai
pula jaminan dana bagi kedudukannya.
Pemerintahan Kota Palembang pada 1 April 1906 menjadi satu Stadgemeente. Satu
pemerintahan kota yang otonom, Dewan Kota yang mengatur pemerintahan. Penduduk
menyebut pemerintah kota ini adalah Haminte. Ketua Dewan Kota adalah Burgemeester
(Walikota), dipilih oleh anggota Dewan Kota. Anggota Dewan Kota dipilih oleh penduduk
kota.
Pemerintah kota Palembang dibentuk bukan untuk memenuhi kepentingan pribumi,
tetapi lebih kepada kepentingan penguasa Barat yang sedang menikmati liberalisasi.
Liberalisasi menjadikan kota sebagai pusat/konsentrasi ekonomi, sebagai pelabuhan ekspor,
industri, jasa, perdagangan dan menjadi markas penguasa.
Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945), secara struktural tidak ada perubahan
kedudukan Kepala Kampung. Hanya gelarnya saja yang berubah, yaitu menjadi Ku - Co dan
mereka di bawah koordinasi Gun-Co. Tugasnya dititikberatkan pada pembangunan ekonomi
peperangan Jepang. Untuk merapatkan barisan di kalangan penduduk, diperkenalkan suatu
sistem lingkungan Jepang, Tonari-gumi, yaitu Rukun Tetangga yang meliputi setiap 10
rumah di satu kampung. Tonari-gumi dipimpin oleh seorang Ku-Mi-Co (Ketua RT).
Saat Jepang memobilisasi massa di Indonesia untuk membantu Jepang dengan
membentuk organisasi semacam Seinendan, Seinentai, Gakuto-Tai, Heiho, Keibondan, dan
Fujinkai kesempatan ini dimanfaatkan oleh Haji Raden Tjek Yan dan dr. A.K Gani menjadi
sponsor dari organisasi yang bernama Syu-Syangikai sebagai jalan untuk menentukan nasib
sendiri. Pada saat kemerdekaan, dr. AK. Gani mengumpulkan para pemimpin laskar-laskar
dan meminta kesediaan untuk menjadikan Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR)
sebagai komando utama.
Palembang terus berkembang dengan cepat seiring dengan kemajuan perekonomian
Palembang yang merupakan kota perdagangan dan jasa sejak masa lalu. Pada tahun 1960
berdiri Universitas Sriwijaya, tahun 1962-1964 dibangun jembatan Ampera yang merupakan
pampasan Jepang. Keberadaan Jembatan Ampera menandai semakin berkembangnya
11
RPJP Kota Palembang
transportasi darat dan semakin surutnya transportasi air. Hal ini juga memiliki pengaruh
pada permukiman tradisional yang umumnya terletak di tepi sungai Musi.
Sejak tahun 1990 telah dilakukan pembebasan lahan di Jakabaring, wilayah di
Seberang Ulu yang merupakan lahan rawa, yang kemudian direklamasi dengan pasir dari
sungai Musi, tempat ini kemudian dibangun kompleks stadion olahraga yang dipergunakan
sebagai arena PON XVI tahun 2004. Pemerintah kota membangun RSUD Palembang Bari
tipe C di Seberang Ulu. Selanjutnya juga dikembangkan perkantoran Pemerintah dan Pasar
Induk di Seberang Ulu. Untuk mengembangkan wilayah, Palembang membangun Jalan
Lingkar barat dan Jalan Lingkar Selatan.
Pantai Timur Selat Bangka sepanjang 95 km. Keadaan topografi Kota Palembang, pada
umumnya merupakan dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata + 4 – 12 meter di atas
permukaan laut, dengan Komposisi: tanah dataran yang tidak tergenang air: 48 %, tanah
tergenang secara musiman: 15 %, Tanah tergenang terus menerus sepanjang musim: 35 %.
Lokasi daerah yang tertinggi berada di Bukit Seguntang Kecamatan Ilir Barat I, dengan
ketinggian sekitar 10 meter dpl. Sedangkan kondisi daerah terendah berada di daerah Sungai
Lais, Kecamatan Ilir Timur II. Kota Palembang dibedakan menjadi daerah dengan tofografi
mendatar sampai dengan landai, yaitu dengan kemiringan berkisar antara + 0-3 0 dan daerah
dengan topografi bergelombang dengan kemiringan berkisar antara +2–10 0 . Keadaan alam
kota Palembang merupakan daerah tropis lembah nisbi, dengan suhu rata-rata 22 0 – 32 0
Celsius, curah hujan 22 – 428 mml per tahun, pengaruh keadaan pasang surut antara + 2 – 5
meter, dengan ketinggian tanah rata-rata + 12 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar
dari wilayah Kota Palembang merupakan dataran rendah yang landai, sedangkan daerah
yang bergelumbang ditemukan di beberapa tempat seperti Kenten, Bukit Sangkal, Bukit
Siguntang dan Talang Buluh-Gandus. Bentang alam yang membentuk wilayah Kota
Palembang, berdasarkan kepada karateristik geomorfiknya, dapat dibedakan atas daerah
rawa dan daerah aliran sungai, meskipun di beberapa daerah lainnya mereka berinteraksi
12
RPJP Kota Palembang
13
RPJP Kota Palembang
ini, di samping akibat terjadinya kekeringan karena drainase, juga diakibatkan oleh adanya
alih fungsi rawa untuk kepentingan ekonomi kota (seperti untuk pembangunan jalan,
perumahan dan permukiman secara kolektif). Satuan Geomorfik sungai di daerah kota
Palembang, daerah penyebarannya mengalami tekanan, karena dipengaruhi oleh nilai
ekonomi lahan. Pola aliran sungai di Kota Palembang dapat digolongkan sebagai pola aliran
dendritik, artinya merupakan ranting pohon, di mana dibentuk oleh aliran sungai utama
(Sungai Musi) sebagai batang pohon, sedangkan anak-anak sungai, seperti sungai Sekanak,
sungai Bendung, dan sungai Lambidaro dan sungai lainnya sebagai ranting pohonnya. Pola
aliran sungai seperti ini mencerminkan bahwa, daerah yang di aliri sungai tersebut memiliki
topograpi mendatar. Dengan kekerasan batuan relatif sama (uniform) sehingga air
permukaan (run off) dapat berkembang secara luas, yang akhirnya akan membentuk pola
aliran sungai (river channels) yang menyebar, ke daerah tangkapan aliran sungai (catchment
area). Sungai utama yang mengaliri kota, dan yang membelah dua daerah kota Palembang,
adalah sungai Musi, dan beberapa anak sungai, yang diperkirakan sebanyak + 68 buah
sungai yang masih berfungsi, yaitu dari jumlah + 108 buah sungai. Semua sungai tersebut
bermuara ke sungai Musi di antaranya; seperti sungai Ogan, sungai Komering, sungai
Sekanak, sungai Bendung, sungai Baung, sungai Lambidaro, sungai Gandus, dan sungai-
sungai yang terdapat di daerah Seberang Ulu, seperti sungai Kedukan. Beberapa nama
sungai dan kondisinya saat ini kurang terpelihara (terlampir). Di samping itu beberapa
sungai lainnya, yang tidak bermuara ke sungai Musi, adalah seperti sungai Kenten yaitu
yang bermuara ke sungai Lalan di Kabupaten Banyuasin. Sungai-sungai tersebut memiliki
beberapa anak sungai tersendiri, dan masing- masing membentuk subsistem sungai dengan
pola aliran dendritik pula. Namun secara regional subsistem sungai yang paling berpengaruh
terhadap evolusi geomorfologi daerah Kota Palembang adalah subsistem sungai Bendung,
sungai Sekanak, dan sungai Kedukan. Oleh karena itu, bentang alam wilayah Kota
Palembang secara lokal termasuk ke dalam subsistem sungai Musi (Musi River Basin).
Secara umum tanah yang dijumpai di sekitar aliran sungai di kota Palembang adalah
yang dibentuk oleh alluvial hidromorf endapan liat. Satuan geomorfik seperti ini sebagian
dimanfaatkan untuk areal persawahan, atau perladangan, terutama di daerah limpahan banjir
seperti yang terdapat di Kecamatan Seberang Ulu II, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir
Timur II (Merah Mata) dan Kecamatan Seberang Ulu I (daerah Plaju). Fungsi sungai di
Kota Palembang sebelumnya adalah sebagai alat angkutan sungai ke daerah pedalaman,
sekarang sudah banyak berubah fungsinya, antara lain sebagai drainase dan untuk
pengedalian banjir. Fungsi anak-anak sungai yang semula sebagai daerah tangkapan air,
sudah banyak ditimbun untuk kepentingan sosial, sehingga berubah fungsinya menjadi
permukiman, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya, rata-rata laju alih fungsi ini diperkirakan
adalah sebesar + 6 % per tahun. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa, kemajuan atau
perkembangan daerah pada satuan geomorfik sungai akan sangat dipengaruhi oleh kondisi
14
RPJP Kota Palembang
sungai itu sendiri. Artinya perubahan sistem sungai di kota Palembang, selain terjadi karena
faktor alami, dapat juga terjadi oleh faktor non-alami. Secara geomorfik perubahan bentang
alam pada satuan geomorfik di Kota Palembang berkaitan dengan; (1) adanya sidementasi
sungai, yang bertanggung jawab terhadap pendangkalan sungai, atau penyebab terjadinya
penyempitan (bottle neck) seperti di daerah Mariana Kecamatan Seberang Ulu I,
(2) penambangan pasir sungai atau gravel pada dasar sungai, yang akan berdampak kepada
pendalaman cekungan, (3) pemanfaatan dataran pada bentaran sungai, untuk permukiman,
persawahan, serta (4) aktivitas lain yang akan berinteraksi dengan atau yang berdampak
pada aliran sungai, seperti penimbunan rawa untuk kepentingan pembangunan (seperti jalan,
perumahan, dan permukiman secara massal), kegiatan industri, yang membuang sampah,
limbah cair, padat, cairan kimia ke dalam sistem sungai dan anak sungai yang ada, sehingga
terjadi perusakan lingkungan, (5) terjadi penebangan hutan secara (liar) illegal di daerah
hulu sungai.
Guna mengantisipasi terjadinya degradasi lingkungan sungai, maka diperlukan
adanya sistem manajemen lingkungan sungai dan anak sungai yang komprehensif, dan
program monitoring yang berkelanjutan terhadap segala aktivitas pembangunan yang
berinteraksi dengan aliran sungai. Implementasi program dalam rangka pemantauan
dan/atau pengendalian dampak yang berpotensi mendegradasi kualitas lingkungan sungai,
tentunya harus melibatkan banyak unsur (lintas sektoral) setidaknya mencakup elemen
masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai dan unsur pemerintahan dari kawasan hulu
(up-streams) dengan wilayah hilir (down-streams) sehingga dengan demikian kemampuan
untuk melakukan koordinasi atau bersinergi secara baik dari semua komponen tersebut akan
menjadi kunci dari keberhasilan dalam menjaga kualitas dan kesinambungan pembangunan
satuan geomorfik sungai di kota Palembang.
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Salah satu dari sumber daya alam di kota
Palembang adalah Pertanian Tanaman pangan dan Hortikultura, Peternakan dan Perikanan.
Komoditas Pertanian tidak merupakan skala prioritas daerah, sehingga arah pembangunan
Pertanian Kota Palembang lebih mengacu kepada sistem Agropolitan, dengan titik beratnya
pada sektor Agrobisnis dan Agroindustri. Sektor dan subsektor ini bukan merupakan sektor
unggulan untuk mendukung ekonomi Kota Palembang. Kondisi ini terlihat dari adanya
penurunan pertumbuhan pertanian dari 0,69 % pada tahun 1998, menjadi sebesar 0,60 %
pada tahun 2005. Sampai dengan tahun, 2004 luas areal Pertanian dan Hortikultura
berdasarkan tipelogi lahan di kota Palembang, adalah seluas + 29.653 Ha, yaitu terlihat pada
lampiran Tabel 2. Potensi lahan Pertanian dengan tipelogi ini tersebar di Kecamatan Ilir
Timur II, seperti daerah Sukabangun, Kenten, Ilir Barat I Kecamatan Gandus, Kecamatan
Seberang Ulu II, daerah Musi II dan Sebagian Kecamatan Plaju. Peluang pertanian kota
Palembang, mengacu kepada pola pertanian intesifikasi, dan diversifikasi (optimalisasi)
lahan yang tersedia, dengan pola Agrobisnis (seperti tanaman jenis hortikultura, buah-
15
RPJP Kota Palembang
buahan, rambutan jenis Aceh, serta berbagai sayur-sayuran organik (non pestisida), yang
dalam pelaksanaannya dianjurkan untuk menggunakan bibit tanaman usia pendek antara
40-100 hari telah dilakukan panen. Subsektor Agroindustri peternakan dan perikanan pola
pertaniannya dilakukan dengan cara pemeliharaan ikan secara intensif melalui running
water system, penggemukan sapi potong (patening system), ternak kambing, ternak unggas
itik, ayam petelur dan ayam buras. Kesemuanya itu dilakukan dengan pola pembinaan
wilayah pertanian Agropolitan, yang dipusatkan pada sentra pertanian di kecamatan Gandus.
Peternakan. Program peternakan dan perikanan di kota Palembang ini pada
hakikatnya adalah pembangunan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Sehingga dikenal dalam sistem pertanian secara luas, istilah ini sebagai
konsep pembangunan sistem usaha agribisnis dan agrindustri. Pada Tabel terlampir
ditunjukkan keadaan populasi ternak selama tahun 2004-2005 di kota Palembang, dari Tabel
3 terlampir terlihat perkembangan populasi ternak.
Mengacu kepada hal tersebut, maka konsep pembangunan peternakan kota
Palembang, diarahkan kepada pencapaian sasaran pokok, yaitu berupa perbaikan tingkat
pendapatan dan kesejahteraan petani, dengan melalui peningkatan konstribusi peternakan
terhadap pendapatan usaha tani. Untuk itu ada 3 (tiga) subsistem yang akan menjadi fokus
perhatian Pertama, subsistem hulu yang diarahkan pada usaha memaksimalisasi
pemanfaatan sumber daya lokal, sehingga potensi daerah dapat menjadikan spesifik wilayah
(unggulan). Kedua, sub-sistem tengah (off farm) yang akan diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan produktivitas persatuan ternak, dengan berusaha menekan angka kematian
ternak akibat berbagai kasus penyakit, dengan cara memberikan makanan tambahan
(supplement). Hal ini perlu dilakukan karena berkaitan dengan usaha untuk menaikkan
kualitas produksi dan populasi ternak. Ketiga, subsistem hilir yang diarahkan kepada upaya
untuk mengoptimalkan fungsi pemasaran, yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
tukar ternak dan hasil ternak. Ketiga fungsi dari subsistem tersebut akan berjalan baik
apabila unsur pemerintahan bersama dengan masyarakat, swasta dan koperasi dapat
berperan secara aktif untuk saling mendorong dan mendukung dalam membentuk kerjasama
yang saling menguntungkan.
Perikanan. Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di kota Palembang,
terutama perikanan tangkap, mengalami kenaikan 1,5 % per tahun, terutama untuk perairan
umum. Demikian juga dengan RTP perikanan budidaya air tawar secara intensif, sistem
karamba apung mengalami kenaikan sebesar 1,6 % per tahun. Dari jumlah RTP tersebut,
komunitas petani ikan, ternyata masih terkonsentrasi kepada penangkapan di perairan umum
(35%), sedangkan budidaya air tawar, terkendala dengan penyediaan benih ikan. Potensi
pembibitan ini perlu menjadi prioritas dalam pembangunan perikanan untuk tahun-tahun
mendatang di daerah Kota Palembang. Usaha budidaya ikan di Kota Palembang terus
berkembang yang meliputi budidaya ikan intensif, di dalam sangkar karamba (running
16
RPJP Kota Palembang
water system), dan budidaya kolam air tenang yang dilakukan untuk jenis ikan tertentu,
seperti patin, nila, gurami dan lele, seperti terlihat pada Tabel 4 terlampir.
Nilai produksi perikanan Kota Palembang mengalami penurunan. Nilai produksi
tahun 2003 mencapai Rp. 57.844.382.500 dengan produksi 9.088.500 kg, menjadi Rp
37.261.348,50 pada tahun 2004, dengan produksi sebesar 8.374,18 kg, namun pada tahun
2005 nilai ini meningkat menjadi Rp 46.092.589 dari produksi 6.325 kg. Nilai produksi ini
akibat berkurangnya pasokan, bukan dari produksi.
Produksi Ikan. Secara umum produksi perikanan di Kota Palembang menurun,
terlihat dari Tabel 5 terlampir, tentang produksi ikan darat dan sungai, terutama produksi
budidaya air tawar, walaupun konsumsi per kapitanya lebih tinggi dari nasional yaitu 22,5
kg/per kapita/th, menjadi sebesar, + 28,5 kg/per kapita/tahun (lihat Tabel 5 lampiran).
Untuk jenis perikanan tangkapan, yang dilakukan di perairan umum, seperti di
sungai Musi dan beberapa anak sungai, pada tahun 2005, sebesar + 328 Ton. Sementara itu,
pada kegiatan perikanan budidaya untuk air tawar, karamba dan tambak, produksi tahun
2005 mencapai +3.679 ton, atau mengalami penurunan sebesar +1,2% bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar +4120,48 ton. Produksi perikanan Kota Palembang
ini, selain dikonsumsi segar, sebagian diawetkan, dan diolah menjadi ikan asin, permentasi
(ikan bekasam), dan pengasapan (ikan salai). Beberapa jenis ikan air tawar yang banyak
dijadikan produk ikan awetan, seperti salai (asap), ikan asin adalah dari jenis gabus, sepat
siam, baung, lais. Total produksi perikanan Kota Palembang di perairan umum pada tahun
2005 adalah lebih rendah dibandingkan produksi kolam /tambak, yaitu + 328 ton. Produksi
ini mengalami penurunan rata-rata sebesar +8,9% apabila dibanding tahun 2004. Produksi
perikanan kolam pada tahun 2005 adalah sebesar +2.839 ton, artinya mengalami penurunan
sebesar +1,5% dibanding tahun sebelumnya. Hasil perikanan ini, pada umumnya selain
dikonsumsi, juga dipasarkan secara lokal, di beberapa pasar tradisional. Ketentuan yang
berlaku untuk usaha perikanan di Kota Palembang, didasarkan kepada Perda Tk.I. Sumatera
Selatan, Nomor 18 Tahun 1984, dan SK Gubernur Tk. I Sumatera Selatan Nomor 11 Tahun
1984, tentang pemberian izin Usaha Perikanan, di mana dalam peraturan tersebut dijelaskan
bahwa setiap usaha penangkapan ikan dan hasil laut lainnya, kegiatan budidaya laut serta
kapal penangkapan dan pengangkutan ikan serta hasil laut lainnya harus memiliki izin, yaitu
Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Izin Kapal Perikanan (SIKP). Izin tersebut
dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Selatan, atas nama
Gubernur Sumatera Selatan, dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Kota Palembang.
Mengenai tata cara pengajuan izin telah ditetapkan dalam SKL Mentan Nomor
815/KPTS/IK/120/II/90 tentang perizinan usaha perikanan. Setiap kegiatan usaha perikanan
yang tidak mempunyai izin usaha perikanan dan izin kapal perikanan, harus mempunyai
surat Tanda Pencatatan Kegiatan Perikanan (TPKP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota
Palembang cq. Dinas Pertanian Kota Palembang, berdasarkan pada Perda Kota Palembang
17
RPJP Kota Palembang
18
RPJP Kota Palembang
setiap tahunnya banyak menyebabkan kematian ikan di aliran sungai yang terdapat di Kota
Palembang. Pencemaran ini terjadi pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
a. Terjadinya proses pembusukan akar dan tumbuhan air yang terjadi dirawa-rawa sekitar
Kota Palembang, yang bersifat asam, yang kemudian dihanyutkan oleh aliran sungai
ke sungai Musi.
b. Bahan kimia dan limbah dari pabrik, (Pupuk, Pengilangan Minyak, crude palm oil
(CPO, Crum rubber) serta dari lahan pertanian yang menggunakan insektisida,
semuanya ini berasal dari daerah hulu kota Palembang.
c. Limbah domestik dari rumah tangga.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran di perairan ini, Dinas
Pertanian Kota Palembang berperan sebagai anggota pengawasan limbah cair Kota
Palembang. Badan Pengawasan Lingkungan Hidup (BAPEDALDA) Kota Palembang
berfungsi sebagai koordinator. Kegiatan monitoring dilakukan biasanya pada awal musim
hujan, atau pada saat pabrik tidak melakukan aktivitas, hal ini masih terbatas hanya
dilakukan di perairan terbuka seperti, sungai.
Perikanan Perairan Umum. Sesuai dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan, maka budidaya ikan dilaksanakan tidak terbatas di kolam-kolam
pemeliharaan, atau tambak, tetapi dapat juga dilakukan di perairan terbuka, seperti di
sungai, danau. Sedangkan di perairan yang menyangkut kepentingan umum, maka perlu
adanya penetapan lokasi dan luas daerah, serta cara menggunakannya, agar tidak
mengganggu kepentingan umum. Demikian pula dengan pola usaha, tidak terbatas pada
skala kecil atau besar. Maka program perlindungan terhadap usaha budidaya perikanan tetap
merupakan keharusan, yaitu dengan mengatur lokasi lahan usaha, perlindungan dari
pencemaran perairan. Dalam rangka perlindungan budidaya ikan di kota Palembang, upaya
yang sedang dilakukan masih terbatas pada pengamatan terhadap kegiatan budidaya dan
mengkonsentrasikan pada lokasi tertentu, terutama untuk mendukung kegiatan Program
Agropolitan. Pencapaian keberhasilan subsektor perikanan, pada tahun 2004 menunjukan
bahwa rumah tangga perikanan (RTP) untuk perikanan tangkap dan budidaya adalah sebesar
+ 110 KK, untuk jumlah nelayan pada kegiatan perikanan tangkap berjumlah + 75 KK. Alat
tangkap di perairan umum berjumlah + 150 unit, luas areal budidaya Kolam ikan air
tawar/lebak + 500 Ha, Kolam + 15 ha, Karamba sangkar sebanyak + 100 Unit. Produksi
perikanan tangkap di perairan umum + 100 ton, budidaya air tawar/lebak sebesar + 100 ton.
Produksi ikan olahan dari perairan umum sebesar + 100 ton. Hasil perikanan ini, umumnya
masih dipasarkan secara lokal di dalam Kota Palembang, sedangkan produk olahan seperti
salai, ikan asin terutama ikan beku (cold storage,) banyak dipasarkan ke luar negeri, seperti
ke Jepang dan Amerika.
19
RPJP Kota Palembang
Beberapa peluang yang mungkin ada pada subsektor perikanan di kota Palembang
ini antara lain tersedianya perairan yang cukup luas, terutama untuk pengembangan
budidaya air tawar, seperti usaha air deras, karamba (running watters) yaitu di sepanjang
sungai Musi, sungai Komering, sungai Ogan, semuanya bermuara ke sungai Musi. Adanya
dukungan sumber daya bahan baku pakan ikan (palawija, tepung ikan, dedak padi, pellet)
untuk mendukung usaha penyediaan pakan ikan pada sistem budidaya ini. Tersedianya
sistem pemasaran yang sangat strategis, dilihat dari aspek geografis, di dalam maupun ke
luar negeri Untuk pemasaran produk tersier (hasil olahan) dilakukan melalui rumah makan
terapung, hotel dan kegiatan pariwisata yang banyak ditemukan dan berkembang di kota
Palembang. Kebutuhan akan protein hewani asal ikan yang dianjurkan secara nasional rata-
rata + 22,5 kg/kap/tahun, dapat sebagai lapangan usaha yang cepat menghasilkan (quick
yeilding), sesuai dengan program yaitu untuk mendukung Agropolitan di Kota Palembang.
Sementara itu ancaman yang mungkin akan terjadi pada subsektor Perikanan, di
Kota Palembang diperkirakan antara lain dengan makin cepat terjadinya alih fungsi perairan
rawa, lebak menjadi permukiman, menjadi lahan industri, di mana hal ini akan mengancam
produk olahan (sekunder) di“cold storage”, yaitu mulai terancam karena sumber bahan ikan
olahan, makin berkurang karena alih fungsi lahan, dan pencemaran perairan, sehingga akan
mengurangi pendapatan asli daerah (PAD) dari subsektor perikanan. Kurangnya tenaga
pembimbing di sektor perikanan ini, juga menyebabkan lambatnya perkembangan ekonomi
yang berbasis perikanan, atau pertanian lainnya. Hal ini merupakan ancaman terhadap
pendapatan dan tingkat kesehatan, kesejahteraan keluarga nelayan di kota Palembang.
Beberapa kelemahan lain yang terdapat di subsektor perikanan antara lain adalah
terbatasnya sarana prasarana perikanan, seperti pembenihan, Balai Benih ikan (Hatchery),
Lembaga Keuangan dan kemampuan para petugas di lapangan seperti petugas penyuluh
lingkungan (PPL) serta penerapan teknologi di subsektor perikanan air tawar. Kelemahan
lain yang ada pada sektor perikanan adalah akses untuk memperoleh permodalan yang
rendah, sehingga petani dan nelayan kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Pola
pemeliharaan ikan yang dilaksanakan umumnya masih berskala kecil (non economic scale),
sehingga menyebabkan belum tercapainya efisiensi usaha pada skala ekonomi (masih
merupakan usaha sambilan) yang belum mengarah kepada cabang usaha perikanan.
Partisipasi pihak swasta untuk menumbuhkembangkan perikanan rakyat masih lambat.
Masih belum tertatanya lahan sebagai basis budidaya perikanan secara konsisten, yang
dituangkan kedalam Rencana Tata Ruang Daerah (RTRD), sehingga menjadi hambatan bagi
para investor untuk berinvestasi di subsektor perikanan di Kota Palembang.
Kebijaksanaan penetapan sentra produksi perikanan Kota Palembang diarahkan ke
lokasi daerah hulu, seperti di daerah Gandus, di sungai Musi, Rambutan di sungai
Komering, dan Inderalaya di daerah sungai Ogan, hal ini menghindari kerugian dan agar
terhindar dari polusi industri. Strategi kegiatan perikanan dan pertanian Kota Palembang
20
RPJP Kota Palembang
secara umum sebaiknya diarahkan kepada kegiatan off farm, seperti pengembangan lembaga
pendidikan, penyediaan fasilitas pembibitan, dan pemasaran hasil perikanan, sedangkan
kegiatan on farm diarahkan dengan menggunakan pola Agropolitan, yaitu dengan
memanfaatkan adanya kerjasama dengan daerah perbatasannya.
Lingkungan Hidup. Sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup seyogyanya
harus dikelola dengan baik demi menjamin keberlanjutan pembangunan (sustainable
development) secara nasional atau regional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah adalah menjadi prasyaratan utama untuk
diimplementasikan ke dalam kebijaksanan serta peraturan perundang-undangan. Prinsip-
prinsip tersebut saling sinergis serta melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan
yang baik, yang mendasarkan kepada asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas,
sehingga akan mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Percepatan pembangunan di kota Palembang juga menyebabkan
terjadinya berbagai permasalahan, di antaranya kondisi kualitas air permukaan sehingga
memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal ini
dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap kehidupan, terutama manusia yang
populasinya semakin besar.
Hutan Kota. Kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Palembang adalah seluas
20-30% dari total luas wilayah. Saat ini kota Palembang memiliki + 450 Ha ruang terbuka
hijau (RTH) yang di kelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang. Total
ruang terbuka hijau meliputi + 550 Ha, atau + 20 %, dengan kondisi saat ini + 30,43 Ha,
Hutan kota di areal SMB II Talang Betutu, Hutan Wisata Punti Kayu, dari total luas kota
Palembang; + 43,1 Km 2 . Walaupun kota Palembang tidak memiliki areal hutan produksi,
ternyata restribusi (PAD) dari kayu olahan mencapai 10.724.761 m3, dan non kayu (Damar)
83 Kg.
Sampai dengan Tahun 2020, kota Palembang ditantang untuk mewujudkan
ketersediaan RTH sebesar + 30 % sesuai dengan PERDA RTRWK Kota Palembang.
Semuanya ini memerlukan kesadaran warga kota untuk dapat terlibat penuh dalam
pengelolaan dan pengembangan hutan kota, serta keanekaragaman hayati di kota
Palembang, sehingga diperlukan usaha untuk memelihara kualitas lingkungan kota.
Beberapa permasalahan lingkungan yang dihadapi Kota Palembang ke depan antara
lain:
Sampah dan Limbah Kota. Data negatif tentang permasalahan sampah dan limbah
kota baik di tingkat internasional dan nasional cukup banyak. Berdasarkan catatan dari dinas
kebersihan dan keindahan kota Palembang pada tahun 2004. Produksi sampah mencapai,
angka rata-rata + 5.500m 3 per hari dengan laju pertumbuhan sampah + 3 % per tahunnya,
terlampir Tabel 6 menunjukan produksi sampah kota Palembang dari tahun 2004-2005.
Besarnya timbunan sampah tersebut, dipastikan akan semakin bertambah seiring dengan
21
RPJP Kota Palembang
2.2.1.2. Prediksi
Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup, sehingga dapat mewujudkan tujuan Kota Palembang
berkualitas dan mandiri. Di dalam melaksanakan pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, hanya akan dapat tercapai apabila memenuhi syarat dengan indikator
sebagai berikut: (i) Adanya kebijakan publik yang berorientasi pada pembangunan yang
berkelanjutan. (ii) Partisipasi masyarakat, swasta, dan lembaga-lembaga publik dalam
pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. (iii) Penegakan hukum di bidang lingkungan yang
konsisten, untuk mengurangi efek rumah kaca (penggunaan freon) dan pengurangan dampak
dari emisi gas buang/timbal.
Prediksi pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup kota Palembang
dapat diwujudkan melalui integrasi dan harmonisasi antara kebijakan lingkungan hidup
dengan sektor yang lain. Pengaruh utama prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
di seluruh bidang pembangunan, peningkatan kapasitas lembaga pengelola lingkungan,
penegakan hukum di bidang lingkungan hidup secara konsisten, sehingga dibutuhkan hal-
hal berikut.
22
RPJP Kota Palembang
a. Basis data kekayaan SDA dan lingkungan dikelola secara profesional sebagai rujukan
dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengestimasi berbagai potensi SDA dan
lingkungan hidup dalam rangka kebijakan yang tepat.
b. Kebijaksanaan lingkungan hidup, yang diintegrasikan dan diharmonisasikan dengan
sektor yang lain dengan cara-cara (a) pemberian kebijakan ruang hidup yang luas bagi
rakyat serta kerjasama antarkomponen masyarakat kota, yang tercerminkan pada
komitmen politik pemerintah, (b) peningkatan koordinasi antar komponen pemerintah,
masyarakat dan swasta (c) pengaruh utama prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan ke seluruh bidang disertai peningkatan koordinasi pengelolaan lingkungan
hidup di tingkat nasional dan daerah.
c. Kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup ditingkatkan dengan cara
(a) pengembangan penanganan masalah yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang
bersifat musiman dan bencana, (b) peningkatan penyebaran data informasi lingkungan,
informasi wilayah-wilayah yang rentan dan rawan terhadap bencana, (c) informasi
kewaspadaan dini terhadap bencana.
d. Melaksanakan kontrol sosial yang dapat dilakukan dengan cara (a) pembangunan
kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, (b) peningkatan peran
aktif masyarakat dalam memantau kualitas lingkungan hidup, dan (c) peningkatan
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum terkait dengan
pelanggaran eksploitasi lingkungan hidup.
e. Pengelolaan air harus sejalan dengan kebijakan tentang keterjaminan air yang mencakup
(i) jaminan ketersediaan pangan, (ii) pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, (iii)
perlindungan ekosistem, normalisasi sungai, (iv) pembagian sumber daya air
antarwilayah yang berkaitan, (v) penanggulangan resiko, (vi) pemberian nilai air, (vii)
penguasaan air secara bijaksana.
f. Pembagian infrastruktur juga harus disesuaikan dengan perkembangan global, terutama
dengan makin pesatnya arus informasi dunia. Pembangunan infrastruktur juga harus
mempertimbangkan kebutuhan Kota Palembang di masa datang yang terlihat dari
beberapa indikator keberhasilan: (i) meningkatnya indeks baku mutu kualitas udara di
seluruh wilayah kota Palembang, (ii) meningkatnya kualitas/baku mutu air tanah
maupun air olahan, (iii) meningkatnya kualitas/baku mutu tanah, (iv) meningkatnya
kualitas/baku mutu pangan, (v) meningkatnya cadangan sumber daya energi di
perkotaan, (resources endowment), (vi) meningkatnya indeks keberlanjutan
pembangunan kota (sustainable development index), (vii) optimalisasi pembangunan
bagian wilayah kota, secara terkendali, dan terpacu, serta pencukupan kebutuhan dasar,
(viii) pengelolaan persampahan, dengan cara menaikkan kapasitas angkut gerobak dan
mobil sampah, penyediaan landasan kontener, berfungsinya TPA sampai 100 %.
23
RPJP Kota Palembang
24
RPJP Kota Palembang
Secara terinci kepadatan penduduk per kelurahan dan kepadatan penduduk per-kilometer
persegi dapat dilihat pada lampiran Tabel 9.
Terkonsentrasinya penduduk di dalam satu wilayah sedangkan wilayah lainnya
relatif kosong akan menyebabkan terjadi pengkonterasian wilayah ekonomi dan sosial. Di
daerah yang sangat padat penduduk akan terjadi benturan-benturan kepentingan, sehingga
rawan untuk terjadinya masalah kriminalitas. Juga memungkinkan munculnya wilayah-
wilayah kumuh dengan segala akibat turunannya, seperti masalah kebersihan lingkungan.
Sementara daerah yang jarang penduduk dapat ditata secara baik. Namun, dari sisi lain,
perkembangan perekonomian dan sosial pada wilayah yang relatif kosong akan relatif
lambat.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin mengalami perubahan. Sex rasio pada
tahun 2002: 98,45, tahun 2004 sex rasio: 102,97 dan tahun 2005: 93,42. Suatu fenomena
yang menarik penduduk Palembang tahun 2002 dan 2005 lebih banyak penduduk
perempuan sedangkan tahun 2004 lebih banyak penduduk laki-laki (Lampiran Tabel 10).
Perubahan sex rasio dari keadaan tahun 2002, tahun 2004 dan tahun 2005
menunjukkan ada perubahan pada komponen demografi: pertumbuhan alami (selisih antara
kelahiran dan kematian) atau faktor migrasi. Mengingat kurun waktu yang relatif singkat
maka diduga perubahan ini terjadi karena faktor migrasi. Pada tahun 2004, sex rasio
menurut kelompok umur menunjukkan bahwa hampir di setiap kelompok umur penduduk
usia kerja, sex rasio di atas 100 (Tabel 11). Ada 2 penyebab, kemungkinan pertama, migrasi
masuk ke Palembang lebih banyak laki-laki atau kedua, migrasi keluar lebih banyak
perempuan.
Sex rasio menurut kelompok umur tahun 2005 (Lampiran Tabel 11) menunjukkan
pola yang sama dengan sex rasio tahun 2002 dan berbeda dengan sex rasio tahun 2004.
Pada kelompok umur kerja, sex rasio menunjukkan di bawah 100, terutama pada kelompok
umur kerja. Diduga, pada tahun 2005 banyak laki-laki Palembang yang bermigrasi keluar.
Migrasi keluar ini dapat disebabkan perpindahan tempat kerja maupun karena menempuh
atau melanjutkan pendidikan.
Selanjutnya, dengan menggunakan konsep bahwa tenaga kerja adalah penduduk 15
tahun ke atas maka banyaknya penduduk usia kerja (tenaga kerja) di Kota Palembang pada
tahun 2004 sebanyak 908.817 jiwa atau 69,24% dari jumlah penduduk pada tahun tersebut
terdiri 438.403 perempuan dan 470.414 laki-laki. Sementara, banyaknya tenaga kerja tahun
2005: 956862 jiwa atau 71,47% sebanyak 493.030 perempuan dan 463.832 laki-laki
(Lampiran Tabel 11).
Tidak semua penduduk usia kerja masuk ke dalam angkatan kerja, sebagian lainnya
termasuk bukan angkatan kerja. Proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
disebut TPAK (tingkat partisipasi angkatan kerja).
Selanjutnya, dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2000, diketahui angka
25
RPJP Kota Palembang
pengangguran pada tahun tersebut adalah sebesar 13,46% terdiri dari 10,46% laki-laki dan
19,29% penganggur perempuan. Tahun 2002, angka pengangguran di Kota Palembang
adalah 15,94%. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Sumatera Selatan angka
pengangguran di Kota Palembang paling tinggi; OKU 1,73%, OKI 6,12%, Muara Enim
5,23%, Lahat 4,61%, Musi Rawas 2,06% dan Musi Banyuasin 3,18%. Sebaliknya, pada
tahun yang sama (tahun 2002) angka setengah pengangguran di Kota Palembang (31,14%)
relatif rendah dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera Selatan, OKU 57,23%, OKI
61,27%, Muara Enim 43,68%, Lahat 65,75%, Musi Rawas 68,12% dan Musi Banyuasin
56,65%.
Angka pengangguran mendeskripsikan maksimal curahan waktu kerja. Jika curahan
waktu kerja kurang dari 36 jam per minggu (di negara maju 42 jam per minggu) maka
dinyatakan sebagai setengah menganggur, bekerja tidak penuh, dan mereka bekerja di
bawah jam kerja normal. Dengan demikian, angka setengah pengangguran 31,14%
menunjukkan bahwa ada 31,14% dari jumlah penduduk kota ini yang bekerja di bawah jam
kerja normal sedangkan 68,86% lainnya bekerja dengan jam kerja penuh. Ini berarti tingkat
optimalisasi pekerja di Palembang cukup tinggi. Angka pengangguran dan setengah
pengangguran sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya output yang dihasilkan dan
kemiskinan.
Angka pengangguran di Kota Palembang terus mengalami peningkatan, tahun 2004
menjadi 17,64% (BPS Kota Palembang, 2005). Tingginya angka pengangguran ini antara
lain disebabkan para pencari kerja umumnya memilih bekerja di sektor formal. Pilihan ini
menyebabkan sebagian pencari kerja yang tidak diterima di sektor ini akan ’bersedia’
menganggur dan sebagian lagi akan lari ke sektor informal. Data BPS (2003) menunjukkan
penduduk Palembang yang bekerja di sektor formal 37,06%, di sektor informal 45,59%
sedangkan yang tidak bekerja 17,35%. Apakah jumlah yang menganggur (rasio antara
pencari kerja dan jumlah angkatan kerja) ini akan terus bertambah atau dapat diturunkan?
Selanjutnya, dengan target Pemkot Palembang akan mencapai rata-rata pertumbuhan
ekonomi 6% per tahun maka ada optimisme bahwa permasalahan pengangguran dapat
dieliminasi. Target untuk menurunkan tingkat pengangguran dapat terealisasi jika target
pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Pemkot dapat mengurangi pengangguran lewat
penyediaan lapangan kerja atau penyediaan akses bagi setiap pencari kerja agar mereka
dapat membantu diri sendiri (self help).
Kemiskinan. Secara konseptual, penduduk miskin adalah penduduk yang tidak
mempunyai kemampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan makanan dan non
makanan yang bersifat mendasar (BPS, 2003). Dengan demikian, penduduk miskin adalah
penduduk yang pengeluarannya di bawah GK (garis kemiskinan) yang dihitung berdasarkan
kelompok referensi. Sementara kelompok referensi didefinisikan sebagai penduduk kelas
marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas GK. Garis
26
RPJP Kota Palembang
27
RPJP Kota Palembang
di Kota Palembang lebih maju. Jumlah penduduk yang cukup banyak merupakan kekuatan
dalam pembangunan. Di sisi lain kualitas SDM yang mampu untuk berkompetensi dan
berdaya saing merupakan keunggulan.
Namun SDM yang berkualitas akan menjadi ancaman jika sekiranya kelompok ini
tidak tertampung pada pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang dipunyai.
Bargaining position dari SDM yang berkualitas lebih tinggi dan umumnya mereka
menghendaki bekerja di sektor-sektor formal. Bila tidak tertampung di sektor yang sesuai
dengan aspirasi mereka, kemungkinan untuk migrasi keluar akan lebih tinggi. Adanya
otonomi daerah membuat berbagai Kabupaten dan Kota lainnya membuka peluang-peluang
kerja baru dan ini menjadi daya tarik bagi SDM yang berkualitas untuk masuk dan pindah
ke Kabupaten atau Kota lainnya. Sementara, tenaga-tenaga kerja yang kurang berkualitas
akan bermigrasi masuk ke Palembang dan mereka akan masuk ke sektor-sektor informal.
Migrasi masuk ke Palembang jika tidak dikendalikan dan tidak segera memperoleh
pekerjaan akan menyebabkan permasalahan pengangguran. Sementara tingkat
pengangguran di kota Palembang pada saat ini relatif tinggi dibandingkan dengan Kota dan
Kabupaten lain di Sumatera Selatan. Permasalahan lainnya adalah kepadatan penduduk yang
tidak merata. Hal ini akan membuat kekumuhan pada wilayah-wilayah yang padat penduduk
dan terciptanya kantong-kantong kemiskinan.
Dari sisi lain, Pemkot Palembang cukup berhasil dalam pembangunan di bidang
kependudukan. Angka setengah pengangguran rendah menunjukkan optimalisasi dalam
pekerjaan. IPM dalam konteks nasional berada pada rangking 50 menunjukkan keberhasilan
dalam meningkatkan human capital. Keberhasilan ini ditunjang oleh keberhasilan dalam
meningkatkan derajat dan layanan kesehatan dan tingkat pendidikan.
2.2.2.2. Prediksi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu: angka kelahiran
(fertilitas), angka kematian (mortalitas), dan migrasi. Angka kelahiran di kota Palembang
pada tahun 2004 adalah 2,9% (Renstra Palembang). Angka ini lebih rendah dari angka
kelahiran di masa lalu yang mencapai di atas 3%. Penurunan angka kelahiran ini sebagai
akibat meningkatnya kualitas layanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat.
Ditargetkan pada Renstra, angka kelahiran penduduk kota Palembang pada tahun 2008
menjadi 2,4%. Layanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat yang semakin baik
akan berdampak pada angka kematian; angka kematian juga menjadi rendah. Semua ini
merupakan capaian keberhasilan dari sektor kependudukan.
Di sisi lain, diperkirakan angka migrasi keluar relatif tinggi. Pemekaran daerah
dengan dibukanya permukiman-permukiman baru di lokasi kabupaten tetangga sebagai
salah satu sebab migrasi keluar yang semakin banyak. Faktor lain adalah terbukanya
kesempatan kerja di kota dan kabupaten lain sebagai akibat Otonomi Daerah (OTDA).
28
RPJP Kota Palembang
OTDA membuat pemerintah setempat memerlukan pekerja baru untuk menduduki dan
menjalankan roda pemerintahan. OTDA juga membuat kota dan kabupaten lain semakin
tumbuhkembang yang ditandai dengan semakin berkembangnya perekonomian.
Penurunan ataupun pertumbuhan penduduk bila tidak terkendali akan menimbulkan
permasalahan, terutama permasalahan ketenagakerjaan. Bila pertumbuhan penduduk tinggi
maka permasalahannya adalah ketidakcukupan lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah
pencari kerja yang semakin tahun semakin bertambah. Dengan kata lain, jika penawaran
tenaga kerja lebih besar dari permintaannya maka dampak lebih lanjut adalah tingkat
pengangguran akan menjadi tinggi. Sebaliknya, pada konteks penurunan penduduk yang
cukup besar maka yang muncul adalah kekurangan tenaga kerja yang akan menjalankan
roda perekonomian. Sebagai suatu Negara Kesatuan, kota Palembang dapat ‘mengimpor’
tenaga kerja dari kota dan kabupaten lain. Akan tetapi, ini bukan jalan keluar yang baik,
sebab tidak dapat mengestimasi seberapa besar kebutuhan tenaga kerja selama 25
tahun ke depan.
Prediksi Penduduk. Seperti dinyatakan pada analisis terdahulu bahwa
pertumbuhan penduduk per tahun periode 1990-1995 adalah 3,4%, periode 1995-2000:
1,4% dan menurun menjadi -1,62% pada periode 2000-2005. Berdasarkan 3 periode
tersebut maka rata-rata pertumbuhan penduduk Palembang adalah 1,06% per tahun. Namun
seperti diketahui bahwa dilakukan revisi atas data kependudukan tahun 2000, dengan
demikian angka penduduk tahun 2000 tidak dapat dijadikan basis perhitungan proyeksi.
Oleh karena itu prediksi kependudukan Kota Palembang ke depan akan menggunakan rata-
rata pertumbuhan selama periode 1990-2005: 1,22% per tahun. Sampai tahun 2025, jumlah
penduduk Kota Palembang adalah sebanyak 1.708.761 jiwa.
Selanjutnya, dengan semakin meningkatnya pendidikan sebagian besar penduduk
maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) akan semakin meningkat dan ini terjadi
untuk kedua jenis kelamin. TPAK perempuan tahun 2000: 34,52 dan tahun 2004: 39,37
berarti terjadi peningkatan TPAK perempuan dengan rata-rata 1,21 per tahun. Sementara
TPAK laki-laki memperlihatkan gambaran sebagai berikut: tahun 2000: 72,14 dan tahun
2004: 80,38 maka dengan demikian berarti TPAK meningkat dengan rata-rata: 2,06 per
tahun. Berdasarkan peningkatan TPAK tersebut maka jumlah angkatan kerja Kota
Palembang sampai tahun 2025 adalah sebagaiman terlampir pada Tabel 16.
Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Kota Palembang terus mengalami
peningkatan, di sisi lain jumlah bukan angkatan kerja mengalami penurunan. Untuk
angkatan kerja perempuan, sampai tahun 2025 baru mencapai 65% dari seluruh tenaga
kerja; sedangkan untuk waktu yang sama angkatan kerja laki-laki hampir mencapai 98%.
Secara keseluruhan jumlah angkatan kerja perempuan dan laki-laki tahun 2010 diprediksi
mencapai 690.697 jiwa, tahun 2015: 779.822 jiwa, tahun 2020: 870.633 jiwa dan tahun
2025 akan mencapai: 969.784 jiwa (terlampir pada Tabel 17).
29
RPJP Kota Palembang
Prediksi Pengangguran. Tidak semua angkatan kerja masuk ke dalam pasar kerja,
sebagian masih mencari kerja atau menganggur. Data memperlihatkan angka pengangguran
tahun 2000 sebesar 13,46%, tahun 2002: 15,94% dan tahun 2004: 17,64%; dan dari angka
penganggur tahun 2004, angka penganggur perempuan: 28,88% dan laki-laki: 11,50%. Bila
merujuk angka ini, apakah jumlah pengangguran akan dapat diturunkan? Sebab, dalam
Renstra Kota Palembang 2004-2008, pemerintah Kota Palembang mentargetkan pada tahun
2008 tingkat pengangguran di Kota Palembang 6%.
Untuk mencapai tingkat pengangguran 6% pada tahun 2008 maka perlu menekan
atau mengurangi angka pengangguran sekitar 2,91% per tahun (merupakan rata-rata antara
angka pengangguran tahun 2004 dan target 6% tahun 2008). Setelah tahun 2008,
diasumsikan penurunan angka pengangguran tidak sebesar 2.91%. Hal ini disebabkan
dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja maka persaingan di pasar kerja akan juga
meningkat sehingga pasar kerja tidak dapat menyerap tenaga kerja sebanyak tahun-tahun
sebelumnya (Lihat lampiran pada Tabel 10).
Kemampuan untuk menurunkan angka pengangguran antara lain dengan
meningkatkan perekonomian, mendorong masuknya investasi, birokrasi yang kondusif,
mengurangi beban pajak bagi investor yang baru masuk, retribusi daerah dan membangun
infrastruktur. Sifat permintaan tenaga kerja adalah derived demand dan perkembangan
ekonomi yang pesat akan membuat semakin besarnya peluang terbukanya lapangan kerja,
sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan dieliminasi. Diprediksi pertumbuhan
ekonomi Kota Palembang untuk masa depan adalah 7% per tahun (Lampiran Tabel 19)
Prediksi Kemiskinan. Kemiskinan dapat dieliminasi melalui kebijakan secara
langsung maupun tidak langsung. Kebijakan langsung adalah upaya mengentaskan
kemiskinan dengan memberi bantuan langsung seperti memberi dana IDT, JPS dan BLT.
Sementara kebijakan tidak langsung lewat pemberdayaan SDM melalui peningkatan mutu
modal manusia (human capital). Dengan human capital yang baik berarti suatu daerah
memiliki SDM berkualitas. Dampak dari SDM berkualitas adalah dapat menciptakan
peluang pekerjaan dan hal ini pada periode berikutnya dapat mengurangi barisan
pengangguran, dan oleh karena itu tingkat pengangguran menjadi rendah.
Berikut gambaran IPM Kota Palembang tahun 2002 dan 2004 (Tabel 18). Ada
peningkatan nilai Angka Harapan Hidup dan Konsumsi Riel per kapita, dan ada pula
parameter yang mengalami penurunan yakni Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama
Sekolah, pada tahun 2004 dibandingkan tahun 2002. Dari hasil perhitungan ini ternyata
nilai IPM Kota Palembang meningkat dari 71,2 menjadi 73,1. Namun, dalam konteks
nasional peringkat IPM mengalami penurunan, dari rangking 50 menjadi rangking 58. Ini
berarti ada kota dan atau kabupaten lain di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.
30
RPJP Kota Palembang
Diprediksi semua nilai indikator komposit ini akan meningkat, seiring dengan
peningkatan layanan kesehatan, kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, terbukanya
akses terhadap lapangan pekerjaan dan perkembangan perekonomian. Sebagai contoh:
angka harapan hidup dan konsumsi riel per kapita yang semakin meningkat akan terus
diupayakan untuk mendekati kondisi ideal. Tentu saja upaya ini harus mencakup nilai dari
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Selanjutnya, dengan nilai IPM Kota Palembang 71,2 pada tahun 2002 atau 73,1 pada
tahun 2004, status pembangunan manusia Kota Palembang telah masuk ke dalam kategori
menengah ke atas maka untuk 20 tahun ke depan akan berada pada kategori tinggi dengan
nilai IPM > 80.
Peningkatan kategori IPM sebagai indikasi keberhasilan dalam ‘menekan’ IKM.
Pada tahun 2002, nilai IKM Kota Palembang 16,0 dan secara nasional berada pada rangking
45. Diprediksi, 20 tahun kedepan rangking IKM dapat lebih rendah lagi. Adapun faktor
yang mendukung keberhasilan dalam menekan IKM adalah: (1) AHH yang semakin tinggi
berarti angka kematian sebelum usia 40 tahun akan semakin rendah, (2) keberhasilan dalam
meningkatkan pendidikan, terutama untuk pendidikan 9 tahun akan menyebabkan ABH
menjadi menurun, (3) semakin terbukanya akses kepada kesehatan dan air bersih, dan (4)
peningkatan layanan kesehatan akan membuat angka balita kurang gizi akan semakin
menurun.
Keberhasilan dalam meningkatkan IPM dan menekan IKM sebagai indikasi
keberhasilan menurunkan angka kemiskinan. Jika pada tahun 2003 ada sebanyak 9,75%
kelompok miskin di Kota Palembang, maka ditargetkan angka kemiskinan menjadi 5,54%
pada tahun 2008 akan tercapai. Dengan asumsi semua indikator komposit IPM dapat
ditingkatkan dan IKM dapat diturunkan maka diprediksi mendekati tahun 2025 jumlah
penduduk yang miskin relatif sedikit.
31
RPJP Kota Palembang
32
RPJP Kota Palembang
(tanpa migas). Secara umum nilai PDRB per kapita Kota Palembang berdasarkan harga
konstan 2000 dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan, namun relatif lambat,
(lihat Tabel 21, terlampir).
Perubahan Tingkat Harga. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk
melihat stabilitas dalam perekonomian adalah tingkat inflasi yang terjadi di suatu daerah.
Tingkat inflasi merupakan proses perubahan naik-turunnya tingkat harga barang dan jasa.
Tingkat inflasi sering digunakan sebagai tolok ukur penyesuaian gaji, upah, dan kompensasi
sosial lainnya.
Perkembangan tingkat inflasi di Kota Palembang dari tahun 2000 sampai dengan
tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel tersebut dapat diketahui
bahwa tingkat inflasi di Kota Palembang relatif berfluktuasi dan sejalan dengan
perkembangan tingkat inflasi nasional.
Ekonomi Sektoral. Potensi ekonomi sektoral secara relatif dapat diketahui dengan
analisis location quotient (LQ). Pada umumnya cara ini digunakan untuk melihat
keunggulan sektoral dari suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Besaran nilai
LQ dapat digunakan sebagai indikator awal untuk melihat sektor-sektor ekonomi yang
potensial (apakah memiliki atau tidak memiliki keunggulan) sektoral dibandingkan dengan
keadaan secara rata-rata pada tingkat Provinsi.
Konsep LQ menyatakan bahwa bila besaran LQ suatu sektor pada suatu daerah lebih
dari 1 (LQ 1), menandakan bahwa kegiatan sektor ekonomi ini mempunyai potensi yang
dapat dikembangkan. Alasan sektor ini berpotensi untuk dikembangkan adalah karena sektor
tersebut surplus dan memiliki keuntungan lokasi pada daerah bersangkutan.
Sebaliknya bila besaran nilai LQ 1, maka memberikan indikasi bahwa sektor
ekonomi tersebut tidak berpotensi karena tidak memiliki keuntungan lokasi dan sektor ini
tidak mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Sektor yang memiliki nilai LQ 1
disebut sebagai sektor basis, yaitu suatu sektor yang keberadaannya pada suatu wilayah
tertentu berhubungan langsung dengan permintaan dari luar. Sedangkan bila besaran LQ 1
maka disebut sektor bukan basis, yaitu sektor yang hanya melayani kebutuhan lokal.
Dengan menggunakan data PDRB Kota Palembang dan PDRB Provinsi Sumatera
Selatan kurun waktu 2000-2003, maka diperoleh besaran LQ masing-masing sektor di Kota
Palembang. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa di Kota Palembang terdapat
6 sektor basis, yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan
jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Masuknya 6 sektor ini ke dalam sektor basis sangatlah
relevan dengan peran 6 sektor tersebut dalam membentuk PDRB Kota Palembang yang
dominan.
Peluang. (1) Adanya kemauan yang kuat dari Pemerintah Kota dan tuntutan dunia
usaha dan masyarakat untuk membangun sistem ekonomi yang lebih demokratis; (2)
33
RPJP Kota Palembang
Globalisasi yang mendorong terbukanya pasar (mobilitas orang dan barang lebih
meningkat); (3) Posisi Palembang sangat memungkinkan menjadi sentra perdagangan dan
bisnis lainnya di wilayah Sumatera Bagian Selatan; (4) Semakin dikedepankannya peran
serta BUMN, BUMD, dan lembaga keuangan dalam mendukung pembangunan daerah; (5)
Dukungan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat; (6) Semakin disadarinya konsep
otonomi daerah, sehingga daerah bisa berkembang sesuai dengan potensinya.
Ancaman. (1) Adanya anggapan Kota Palembang sebagai kota yang tingkat
kriminalitasnya tinggi sehingga aspek keamanan sangat dikhawatirkan oleh pendatang, baik
sebagai pelaku bisnis maupun wisatawan biasa; (2) Akibat tingginya mobilitas barang, maka
produk-produk yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan Kota Palembang dapat
didatangkan dari daerah lain, bahkan dari luar negeri; (3) Ancaman terjadinya ketimpangan
distribusi pendapatan (Globalisasi memungkinkan berkembangnya kegiatan-kegiatan usaha
modern, efisien dan professional, yang akan semakin jauh meninggalkan usaha-usaha
tradisional); (4) Kecemburuan sosial (Globalisasi memungkinkan pelaku-pelaku pasar dari
luar “menekan” dan menguasai pelaku-pelaku pasar dari Palembang); (5) Ancaman
kriminalitas.
Permasalahan. (1) Kondisi keamanan Kota Palembang yang masih relatif labil; (2)
Pengelolaan lembaga yang relatif belum profesional (masalah koordinasi dan tumpang
tindih kewenangan masih sering muncul); (3) Masih lemahnya struktur permodalan dan
terbatasnya akses terhadap sumber permodalan bagi sebagian besar pengusaha kecil dan
menengah; (4) Jiwa kewirausahaan para pelaku bisnis masih relatif rendah (terutama
pengusaha-pengusaha kecil); (5) Koordinasi dan kerjasama antarlembaga pendukung
kegiatan usaha masih relatif kurang; (6) Informasi pasar dan jaringan usaha relatif belum
tersedia; (7) Terbatasnya kemampuan pengusaha dalam memanfaatkan dan memperluas
peluang dan akses pasar; (8) Rendahnya penguasaan dan akses teknologi dan informasi.
Keuangan Daerah. Perkembangan aktivitas pemerintahan dan pembangunan Kota
Palembang memerlukan dukungan dana yang memadai. Kinerja pengelolaan keuangan
daerah tercermin dari pengeloaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada
setiap tahunnya. Untuk mengetahui kondisi dan perkembangan dalam pengelolaan keuangan
daerah dapat dicerminkan oleh analisis masing-masing pos dalam APBD Kota Palembang
yaitu pos penerimaan daerah, pos belanja daerah, dan pos pembiayaan. Struktur APBD
merupakan satu kesatuan yg terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan.
Pendapatan adalah semua penerimaan yg merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
yg menjadi penerimaan kas daerah. Belanja adalah semua pengeluaran yg merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran kas daerah.
Pembiayaan adalah transaksi keuangan untuk menutup defisit untuk memanfaatkan surplus.
Pos Penerimaan. Pengelolaan sumber-sumber penerimaan daerah Kota Palembang
belum optimal. Hal ini terlihat dari belum dimanfaatkan sepenuhnya data kapasitas fiskal
34
RPJP Kota Palembang
untuk menentukan target-target. Tingkat kemandirian fiskal juga relatif rendah karena PAD
masih relatif rendah dibanding dana perimbangan (13% berbanding 87%).
Sejak otonomi dilaksanakan tahun 2001, penerimaan daerah Kota Palembang masih
didominasi oleh penerimaan yang berasal dari dana perimbangan. Pada tahun 2002,
besarnya realisasi dana perimbangan sebesar 88,59 persen (Rp 395,23 milyar) dan masih
bertahan hingga tahun 2005 sebesar 87,76 persen (Rp 555,15 milyar). Sementara itu, PAD
hanya memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah tahun 2002 sebesar 11,41 persen
(Rp 51,29 milyar) dan meningkat sedikit tahun 2005 sebesar 12,24 persen (Rp 77,42
milyar).
Peranan PAD sebagai sumber pendapatan daerah masih relatif belum bisa
diandalkan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini dikarenakan
data tentang kapasitas fiskal Kota Palembang tidak dimiliki sehingga penentuan target yang
dianggarkan masih bersifat ‘incremental’. Jika disimak derajat desentralisasi PAD Kota
Palembang berkembang sangat lambat. Hal ini terlihat bahwa rasio antara PAD dengan total
penerimaan daerah masing-masing sebesar 11,41%; 12,20%; 11,15%; 12,24% untuk tahun
2002, 2003, 2004, 2005.
Potensi real PAD Kota Palembang belum diketahui secara benar karena data yang
digunakan estimasi target masih didasarkan pada persentase kenaikan dari tahun
sebelumnya. Ini terlihat pada realisasi pencapaian target anggaran PAD sangat fluktuatif.
Komponen dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil bagi keuntungan perusahaan
daerah, penerimaan dinas-dinas, dan penerimaan lain yang sah menunjukkan peningkatan
yang relatif moderat. Kenaikan berkisar antara 20 persen sampai dengan 30 persen sehingga
rata-rata kenaikan PAD diprediksi sebesar 20 persen.
Desentralisasi fiskal mencerminkan upaya untuk meningkatkan peran dan
kemampuan daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah
sendiri. Hal ini belum terbukti seluruhnya karena desentralisasi fiskal belum mendorong
kemandirian daerah. Sebagai ilustrasi, bahwa rata-rata derajat desentralisasi PAD hanya
sebesar 18,48 persen, derajat desentralisasi bagi hasil pajak daerah hanya sebesar 21,42
persen, dan derajat bantuan yang berasal dari pemerintah yang lebih tinggi sebesar 60,10
persen rata-rata per tahun periode 1993-2005. Informasi tersebut menunjukkan terjadinya
kesenjangan fiskal secara vertikal.
Pos Belanja. Belanja daerah atau pengeluaran daerah dalam APBD memiliki fungsi
penting dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan Kota Palembang.
Ada hal menarik selama pelaksanaan otonomi tahun 2001-2005 bahwa belanja
apartur lebih dominan dibanding belanja publik. Ini menunjukkan proporsi untuk pelayanan
publik masih belum optimal.
Realisasi belanja daerah tahun 2002 yang ditargetkan sebesar Rp 500,78 milyar
terealisasi sebesar Rp 459,08 milyar atau 91,67 persen. Sementara itu untuk tahun 2005
35
RPJP Kota Palembang
rencana anggaran belanja daerah sebesar Rp 718,37 milyar hanya teralisasi sebesar Rp
635,51 milyar atau 88,46 persen.
Proporsi belanja aparatur dibanding belanja untuk pelayanan publik masih senjang
dan tidak proporsional. Jika pemerintah kota berfungsi untuk memberikan pelayanan publik
kepada warganya, maka proporsi belanja untuk pelayanan publik harus ditingkatkan.
Sebagai ilustrasi realisasi belanja aparatur tahun 2002 sebesar Rp 363,39 milyar dan
meningkat menjadi sebesar Rp 422,68 milyar tahun 2005 atau tumbuh persen 5,17 persen
per tahun. Sementara itu, belanja untuk pelayanan publik tahun 2002 sebesar Rp 95.69
milyar dan meningkat menjadi Rp 212,30 milyar tahun 2005 atau meningkat sebesar 30
persen per tahun.
Tingkat kenaikan belanja pelayanan publik cukup besar, tetapi proporsinya relatif
lebih rendah dibanding belanja aparatur. Hal ini mencerminkan jumlah nominal belanja
pelayanan publik masih relatif kecil dan tingkat efisiensi untuk belanja aparatur perlu
ditingkatkan. Data menunjukkan bahwa perbandingan belanja aparatur dengan belanja
pelayanan publik tahun 2002 adalah 79,16 persen dibanding 20,84 persen. Pada tahun 2005
perbandingan tersebut sedikit berubah yaitu 66,51 persen berbanding 33,49 persen.
Pos Pembiayaan, Sumber pembiayaan daerah masih sangat terbatas karena daerah
masih sulit mengembangkan dana pinjaman, baik domestik maupun dari luar negeri. Hal ini
tentu akan membatasi kemampuan daerah dalam membuat perencanaan yang bersifat
program oriented untuk mempercepat kemajuan Kota Palembang.
Analisis yang digunakan terhadap kondisi keuangan daerah Kota Palembang
meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Beberapa kekuatan dalam
pengelolaan keuangan daerah adalah: (1) potensi PAD masih bisa ditingkatkan dengan
pertumbuhan yang semakin besar; (2) sumber penerimaan dana perimbangan semakin besar;
(3) prioritas belanja daerah akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta disiplin
anggaran; (4) pembiayaan dalam APBD mempunyai peran penting dalam mencerminkan
kinerja anggaran; dan (5) semakin jelas prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan.
Kelemahan yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja keuangan daerah antara lain:
(1) belum ada data base yang akurat untuk semua kapasitas fiskal daerah; (2) penetapan
target masih bersifat kenaikan; dan (3) kebutuhan belanja aparatur lebih besar dari belanja
publik berarti belum ada upaya peningkatan pelayanan publik yang signifikan.
Peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain: (1) potensi penerimaan daerah baik
yang bersumber dari PAD maupun dana peimbangan memiliki peluang untuk dioptimalkan;
(2) intensifikasi PAD belum optimal sehingga memiliki peluang untuk ditingkatkan; dan (3)
peluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas masih terbula luas terutama pada sisi
belanja daerah sesuai dengan prinsip anggaran.
36
RPJP Kota Palembang
Ancaman dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan daerah antara lain: (1)
semakin besar kebutuhan anggaran daerah yang tidak bisa dibiayai; (2) munculnya berbagai
potensi penyimpangan pada semua pos dalam APBD; dan (3) terjadinya praktik-praktik
negosiasi atau kompromi yang melanggar hukum dan merugikan anggaran daerah.
2.2.3.2. Prediksi
Ekonomi. Beberapa prediksi kondisi ekonomi Kota Palembang antara lain:
1. Semakin berkembangnya perekonomian secara umum dan khususnya sektor-sektor
ekonomi yang potensial, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri
pengolahan dan sektor jasa-jasa
2. Semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas fasilitas pendukung berupa sarana dan
prasarana perkotaan
3. Letak geografis Kota Palembang yang strategis, memungkinkan aktivitas ekonomi dan
non ekonomi dapat dilakukan di Kota Palembang, sehingga mendatangkan dampak
eksternalitas positif bagi Kota Palembang.
4. Prediksi Program Pembangunan Ekonomi antara lain: (a) Program pengembangan
kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah; (b) Program
pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha, mikro, kecil, dan menengah; (c)
Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi; (d) Program peningkatan iklim
investasi dan realisasi investasi; (e) Program penyiapan potensi sumber daya, sarana dan
prasarana daerah; (f) Program pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan
keamanan; (g) Program pengembangan pemasaran pariwisata; (h) Program
pengembangan destinasi pariwisata; (i) Program pengembangan kemitraan; (j) Program
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir sungai; (k) Program peningkatan dan
pengembangan ekspor; (l) Program peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri; (m)
Program pembinaan pedagang kaki lima dan asongan; (n) Program peningkatan
kapasitas iptek sistem produksi industri; (o) Program pengembangan industri kecil dan
menengah; (p) Program penataan struktur industri; dan (q) Program pengembangan
sentra-sentra industri potensial.
Keuangan Daerah. Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan
peluang sektor keuangan daerah dapat dilakukan beberapa prediksi sebagai berikut:
Penerimaan. Prediksi penerimaan daerah antara lain sebagai berikut
(1) peningkatan sisi penerimaan harus dipercepat sesuai dengan kapasitas fiskal daerah. (2)
intensifikasi sumber-sumber penerimaan daerah terus dilakukan dengan penerapan ‘law
enforcement’ yang bijak, terutama kemandirian fiskal. (3) intensifikasi potensi pajak daerah
dan retribusi daerah yang tergolong ‘major taxes’. (4) ekstensifikasi sumber-sumber
potensial yang memiliki kontribusi relatif besar dan relatif permanen sebagai pajak daerah
dan retribusi daerah. (5) peningkatan efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah dan
37
RPJP Kota Palembang
retribusi daerah: (a) intensifikasi pada ‘major lokal tax’ seperti Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir; (b) intensifikasi major lokal
retribution: Retribusi IMB, Retribusi Pasar, Retribusi Parkir Tepi Jalan, Retribusi Terminal,
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; (c) memberikan insentif dan biaya operasional
yang memadai agar tidak terjadi tawar-menawar
Belanja. Prediksi untuk belanja daerah meliputi beberapa sasaran antara lain seperti
(1) disiplin anggaran dalam belanja daerah sehingga efisien dan efektif; (2) prioritas belanja
daerah untuk pelayanan publik yang semakin besar; (3) pembelanjaan untuk menambah
aset-aset daerah diusahakan yang produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah; dan (4) berkurangnya berbagai penyimpangan dalam pengelolaan belanja daerah
sehingga tercapai transparansi dan akuntablitas APBD.
Pembiayaan. Prediksi untuk pembiayaan daerah masih menghadapi beberapa
kendala antara lain: (1) masih terbatasnya sumber-sumber pembiayaan daerah;
(2) dibutuhkan pola pengembangan sumber-sumber pembiayaan daerah untuk mempercepat
kemajuan dan kemamuran kota; (3) meningkatnya koordinasi, sinkronisasi, sinergi,
antardinas, instansi atau badan untuk mendukung peningkatan pembiayaan daerah; dan
(4) berlakunya ‘shock therapy’ berupa ‘reward dan punishment’ sesuai dengan prinsip-
prinsip ‘law enforcement’.
Secara akumulatif prediksi dalam pengelolaan keuangan daerah baik pada sisi
penerimaan, belanja daerah, dan pembiayaan membutuhkan langkah-langkah strategis
antara lain: (1) melengkapi ‘data base’ obyek dan subyek fiskal yang bisa di ‘up date’; (2)
intensifikasi difokuskan pada ‘major tax’ agar rasio penerimaan dengan ‘cost of collection’
semakin tinggi; (3) melengkapi sarana dan prasarana operasional tim intensifikasi
penerimaan daerah; (4) memperbaruhi tarif pajak dan retribusi sesuai dengan peraturan yang
berlaku; (5) melakukan penetapan target anggaran sesuai dengan kapasitas atau potensi
penerimaan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Dalam pembangunan jangka panjang pengeloaan keuangan daerah Kota Palembang
akan dikembangkan melalui beberapa cara yaitu: (a) pengembangan manajemen keuangan
daerah yang transparan, akuntabel, dan efektif; (b) revitalisasi sektor-sektor jasa keuangan
untuk memperkuat sumber-sumber pembiayaan daerah; (c) peningkatan kemampuan fiskal
daerah yang adil dan berpihak pada kebutuhan masyarakat; (d) peningkatan kesadaran
masyarakat akan haknya baik sebagai warga kota yang mempunyai wajib pemilih dan wajib
pajak.
38
RPJP Kota Palembang
hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan
karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik jasmani, rohani, maupun
sosialnya dengan memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat
berupa kemiskinan, kecacatan, ketunasusilaan, keterbelakangan, perubahan lingkungan
secara mendadak (bencana alam), dan lainnya. Penyandang masalah kesejahteraan sosial ini
dikelompokkan dalam 8 kelompok, yaitu anak, wanita, lanjut usia, penyandang cacat, tuna
sosial, penyalahgunaan narkoba, keluarga dan masyarakat.
Tabel 31 (terlampir) memperlihatkan bahwa besaran anak terlantar dan anak jalanan
relatif tinggi di Kota Palembang, begitu juga jumlah anak terlantar populasinya cukup
banyak di Sumatera Selatan. Hampir setiap kota/kabupaten memiliki anak terlantar dan
nakal yang besarnya cukup signifikan sebagai masalah anak yang meminta perhatian secara
serius. Dibandingkan dengan data anak di jalanan, yang besarannya relatif kecil, tetapi
dalam kenyataannya merupakan masalah besar dan menjadi masalah nasional yang perlu
penanganan secara khusus. Tidak ada data dan informasi tentang karakteristik, kondisi fisik,
sosial–ekonomi dan keluarga anak terlantar dan anak nakal. Padahal dalam UUD 1945,
disebutkan dalam pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak terlantar menjadi kewajiban dan
tanggungan negara untuk memeliharanya.
Sementara itu, anak jalanan berdasarkan pendataan dan sensus oleh Dinas
Kesejahteraan Sosial Provinsi tahun 2001 di empat kota, yaitu Palembang, Baturaja, Lahat,
dan Lubuk Linggau, terdapat sekitar 2.288 anak jalanan. Dengan perincian, kota Palembang
sekitar 1.647 anak, Baturaja sekitar 201 anak, Lahat sekitar 171 anak dan Lubuk Linggau
sekitar 268 anak. Dari 2.288 anak jalanan, sekitar 28% melakukan kegiatan di pasar
tradisional, di simpang jalan/jalan raya hanya sekitar 21%, tempat pembuangan sampah
sekitar 11%. Jenis kegiatan yang dilakukan sebagian besar (53%) adalah
pedagang/pengasong (seperti jual koran, kantong asoi, jualan rokok), pemulung sebesar
19%, semir sepatu sekitar 12%. Dilihat dari pendidikan anak jalanan, maka sekitar 70%
anak adalah masih sekolah, terbesar di sekolah dasar.
Organisasi sosial maupun lembaga sosial masyarakat yang menangani penyandang
masalah sosial secara kuantitas cukup banyak, namun tidak semua penyandang masalah
sosial didampingi. Data organisasi sosial sebagai wadah pendampingan maupun pembinaan
penyandang masalah sosial berdasarkan sumber Dinas Kesos Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2005 di Kota Palembang ada sekitar 114 organisasi sosial. Penyandang masalah yang
paling banyak di dampingi adalah anak terlantar, anak jalanan, fakir miskin, lanjut usia dan
penderita cacat dengan sistem panti maupun non-panti.
Pendidikan. Mutu sumber daya manusia di Kota Palembang jika dikaitkan dengan
tingkat pendidikan formal relatif cukup baik dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain
di Sumatera Selatan. Tingkat angka partisipasi sekolah tahun 2000 (BPS, Susenas, 2001)
39
RPJP Kota Palembang
penduduk umur 7-12 tahun rata-rata sekitar 95,58%; umur 13-15 tahun rata-rata sekitar
78,47%, dan umur 16-18 tahun sekitar 48,76%, serta 14,0% untuk umur antara 19-24 tahun.
Data angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok umur tahun 2000, 2003 dan 2004
disajikan dalam Tabel 32 (lampiran).
Begitu juga penduduk umur 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang
ditamatkan. Berdasarkan hasil Susenas 2000 (BPS, 2001) bahwa 68,03% penduduk umur 10
tahun ke atas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah (tidak pernah sekolah dan
belum tamat SD 33,66%, tamat SD 34,37%); 29,2% berpendidikan menengah (setingkat
SLTP dan SLTA) dan hanya 2,77% yang berpendidikan tinggi, yaitu diploma dan
universitas. Tabel 33 pada lampiran memperlihatkan kondisi penduduk menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan berdasarkan hasil Susenas tahun 1995, tahun 2000, tahun 2003
dan tahun 20004, serta persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang buta huruf dalam
Tabel 34. Sedangkan jumlah fasilitas pendidikan di Kota Palembang tahun 2001 dan tahun
2004 berdasarkan wilayah kecamatan disajikan dalam tabel 35, terlampir.
Perguruan tinggi yang ada di Kota Palembang masih relatif terbatas, khususnya
untuk bidang studi eksakta. Terdapat 3 perguruan tinggi negeri, yaitu Universitas Sriwijaya,
IAIN Raden Fatah, dan Politenik Negeri Sriwijaya, sedangkan perguruan tinggi swasta
sebanyak 7 Universitas, 25 Sekolah Tinggi, Akademi atau setingkat Diploma III sebanyak
19 dan Politenik swasta sebanyak 3. Data perkembangan perguruan tinggi sampai dengan
awal tahun 2005, jumlahnya masih tetap sama, kecuali jumlah akademi atau setingkat
Diploma III yang mengalami penurunan, menjadi 17 akademi/Diploma III.
Rasio program studi eksakta dengan non-eksakta masih jauh kesenjangannya, karena
hampir 75% merupakan bidang non-eksakta. Bidang studi Ekonomi yang nampaknya
mendominasi, disusul bidang studi Kesehatan (Kesehatan Masyarakat) dan Komputer.
Meskipun wilayah Sumatera Selatan memiliki potensi yang besar sebagai sumber energi
yang tidak terbarukan seperti batubara, minyak bumi dan gas, dan energi yang terbarukan
seperti panas bumi, energi air, biomassa dan coal belt methan, namun masih relatif terbatas
perguruan tinggi yang memiliki bidang studi keenergian, minyak dan gas.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah salah satu indikator
pengukuran yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah atau
negara. IPM dinyatakan dalam tiga dimensi pembangunan manusia, yaitu lama hidup yang
diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang diukur berdasarkan rata-
rata lama sekolah dan angka melek huruf, dan standar hidup yang diukur dari pengeluaran
per kapita.
Indeks pembangunan manusia di Sumatera Selatan pada tahun 1999 adalah sebesar
63,90 dan berada pada urutan ke-16 dari 26 Provinsi, sedangkan pada tahun 2002 besarnya
IPM adalah 65,95 mengalami kenaikan, namun masih belum mengubah urutan dan masih
tetap berada dalam urutan ke-16. Sedangkan indeks pembangunan manusia di Kota
40
RPJP Kota Palembang
41
RPJP Kota Palembang
Wong Palembang memiliki adat perkawinan yang khas, walaupun pada saat ini
perkawinan secara adat sudah banyak bagian-bagiannya yang ditinggalkan. Secara
keseluruhan tahap-tahap dalam adat perkawinan Palembang meliputi 10 tahapan, antara lain:
madik, menyenggung, melamar, sekali lagi keluarga laki-laki mengirim utusan ke keluarga
perempuan, memutus kato, ngulemi besan, upacara akad nikah, nganter keris, ngocek
bawang, dan munggah pengantin.
Produk kerajinan tangan yang terkenal adalah kain tenun songket yang dibuat dari
bahan benang kapas dan benang sutera. Tenun Songket biasanya diberi motif berwarna
emas, dan benang emas yang dipakai adalah benang emas cabutan, benang emas Sartibi dan
benang emas Bangkok. Kain tenun Songket mempunyai warna yang khas dan motif hiasnya
yang indah, dapat dipergunakan sebagai busana, mahar, busana kebesaran adat pengantin
maupun koleksi yang berharga.
Selain itu, Masjid Agung dan Benteng Kuto Besak adalah peninggalan bersejarah
bagi masyarakat Sumatera Selatan, yang dibangun pada akhir abad ke-18. Beberapa warisan
budaya lainnya seperti Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Taman Purbakala Ki Gede Ing
Suro, Sabokingking, Kawah Tengkurep dan seni ukir Palembang yang pengaruh Cina atau
Budha masih menonjol.
Pemberdayaan Perempuan. Secara normatif kaum perempuan mempunyai hak,
kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki di segala bidang, demikian
pula keterlibatan dan tanggung jawab dalam pembangunan dan tuntutan untuk berperan
serta dalam pembangunan. Namun, dalam fakta kehidupan sosial, baik disektor domestik
maupun publik, menunjukkan bahwa perempuan tidak saja dibedakan, tetapi juga
mengalami eksploitasi dan ditempatkan pada kasta terrendah (Budiman,1991). Di sektor
domestik, ayah, saudara atau anak laki-laki seringkali memperoleh hak-hak istimewa yang
berbeda dengan ibu, saudara atau anak perempuan, baik dalam kehidupan komunitas
tradisionalnya maupun dari kebijakan pemerintah. Demikian halnya di sektor publik, baik
dalam kehidupan sosial, percaturan politik, ekonomi dan perlindungan hak asasi manusia,
perempuan acapkali tidak memperoleh manfaat yang sama dalam kesempatan, sumber daya
maupun hasil-hasil pembangunan dan pelecehan hak asasi manusia. Perempuan selalu dalam
posisi tawar yang lebih rendah, tidak memperoleh akses dalam proses pengambilan
keputusan, serta tidak memperoleh berbagai kesempatan untuk beraktualisasi. Dengan
singkat kata, dalam semua bidang, perempuan tidak otonom.
Berdasarkan penelitian di 33 negara, PBB harus menyatakan bahwa tidak ada negara
mana pun di dunia yang memperlakukan perempuan sejajar dengan laki-laki. Tidak peduli
ideologi negara, ataupun tingkat kemakmurannya, negara kaya atau miskin, tetap
menganggap perempuan subordinat daripada laki-laki. Laporan ini menyusun suatu
peringkat mengenai persamaan laki-laki dan perempuan yang kriterianya adalah tingkat
pendapatan, pendidikan dan kesempatan hidup kaum perempuan setempat. Jepang, misalnya
42
RPJP Kota Palembang
yang berpendapatan tinggi, hanya menduduki peringkat ke-17 soal perlakuan laki-laki
terhadap perempuan. Amerika Serikat, negara super liberal demokrasi hanya menduduki
peringkat ke 14, meski dalam soal pendapatan menduduki posisi ke 4 (The World
Women,UN, New York, 1992).
Meskipun hubungan jender berada dalam ruang lingkup “pribadi”, dalam kenyataan
negara semakin berperan mengatur kehidupan pribadi melalui perpajakan, jaminan sosial,
imigrasi, hukum kebangsaan, peraturan perburuhan, di samping undang-undang perkawinan
dan keluarga. Dalam bidang politik formal, sudah tidak perlu disebut lagi representasi yang
rendah dari perempuan secara universal. Misalnya saja hasil pemilihan umum legeslatif
tahun 1999 dari 44 Anggota DPRD Kota Palembang yang berjenis kelamin perempuan
hanya 3 orang, yaitu dari PDIP, PPP dan TNI-POLRI. Begitu juga pemilihan umum
legeslatif tahun 2004 yang lalu, jumlah jumlah caleg perempuan jumlahnya lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah caleg laki-laki, sehingga tetap saja jumlah perempuan sebagai
anggota DPRD kecil.
Dalam keluarga, perempuan tidak mempunyai identitas yang independen, karena
dimasukan dalam identitas yang legal dari suami. Seringkali keluarga dinggap sebagai
tempat pelembagaan “inferioritas perempuan” serta “superioritas laki-laki” yang pertama,
karena secara tradisional yang dianggap pantas jadi “kepala keluarga” adalah laki-laki.
Struktur keluarga tradisional menciptakan pelembagaan hak, kewajiban, waktu,
pengupahan, pembagian kerja, dan nilai yang berbeda kepada setiap anggota keluarga, di
mana laki-laki menduduki posisi puncak.
Berbagai pertumbuhan terjadi berdasarkan pelanggaran hak-hak ekonomi
perempuan, melalui implementasi yang lemah dari hak-hak civil dan politik mereka, serta
status kultural dan sosial perempuan yang masih rendah. Belum lagi peran ganda
perempuan, tidak ada perempuan yang dibayar untuk melakukan pekerjaan domestik,
padahal ini essensial demi berlangsungnya kehidupan.
Dalam upaya mempercepat proses pembangunan pemerintah kota telah
memberikan perhatian pada peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan.
Perempuan merupakan sumber daya potensial yang harus dikembangkan secara maksimal,
sehingga dapat berperan dalam proses di berbagai bidang pembangunan. Namun demikian,
masih relatif rendah peran, kedudukan, tangung jawab dan penghargaan yang diberikan
kepada perempuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari data kondisi di beberapa bidang dan
sektor di Kota Palembang yang masih dikuasai oleh laki-laki. Meskipun jumlah pegawai
negeri sipil perempuan lebih besar daripada laki-laki, tahun 2000 misalnya PNS perempuan
sebanyak 10.945 orang sedangkan PNS laki-laki 5.433 orang. Begitu juga data pada tahun
2004 jumlah PNS perempuan lebih besar daripada PNS laki-laki.
Kehidupan Beragama. Pembangunan bidang agama merupakan pembangunan
mental spiritual, membentuk budi pekerti, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
43
RPJP Kota Palembang
Maha Esa. Bidang ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk masa sekarang
dan yang akan datang dan merupakan filter dari pengaruh luar yang dapat merusak akhlak
dan iman warga masyarakar pemeluk keyakinan agamanya. Meskipun kepercayaan dan
agama yang dipeluk warga masyarakat di Kota Palembang beragam, namun mayoritas
warga masyarakat memeluk agama Islam.
Dari segi tempat peribadatan, khususnya untuk umat Islam, setiap tahunnya
jumlahnya terus meningkat. Jumlah masjid tahun 2001 sebanyak 551 unit dan tahun 2004
menjadi sebanyak 635 unit begitu jumlah mushola dan langgar setiap tahunnya mengalami
penambahan dan tersebar di wilayah kelurahan. Sedangkan tempat peribadatan lainnya,
seperti gereja jumlahnya 20 unit dan vihara atau kuil sebanyak 12 unit dan 1 unit pura.
Solidaritas keagamaan antar umat agama dalam situasi rukun dan damai, masing-
masing tokoh agama berperan aktif dalam usaha pembinaan kehidupan religius. Walaupun
demikian pemerintah kota masih perlu secara aktif memberikan dan meningkatkan
pelayanan kehidupan beragama dengan mengadakan bimbingan, membangun dan
memelihara prasarana-sarana peribadatan masing-masing agama. Mengingat bahwa Kota
Palembang sebagai kota metropolitan, sehingga mengalami arus informasi di segala bidang
kehidupan, sehingga diperlukan penguatan keimanan warga masyarakat sebagai benteng dan
filter pengaruh informasi tersebut, masih diperlukan uluran tangan pemerintah khususnya
kerjasama pemerintah dengan elemen-elemen masyarakat dalam menyusun dan pelaksanaan
program-program pembangunan bidang agama.
Kesehatan: (1) Status Gizi. Kelangsungan hidup dan pengembangan anak
merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kesehatan dasar dan kesejahteraan
anak. Hal ini di antaranya dapat dilihat dari besaran jumlah anak lahir hidup (ALH) dan
anak masih hidup yang dilahirkan oleh perempuan yang berusia subur (15-49 tahun).
Selama periode 1996-2000 di Kota Palembang terdapat penurunan jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah anak yang masih hidup. Rata-rata anak yang dilahirkan pada tahun
1996 sebesar 3,33 per perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun. Angka tersebut
mengalami penurunan cukup signifikan menjadi 2,84. Begitu juga anak yang dilahirkan
masih hidup, jika pada tahun 1996 sebesar 3,02 menurun menjadi 2,63 pada tahun 2000.
Meskipun masih terdapat yang kawin pada usia 15-19 tahun, namun jumlahnya
mengalami penurunan. Pada tahun 1996 (data Sumsel) terdapat 38.390 orang perempuan
pada kelompok umur tersebut pernah kawin tetapi mengalami penurunan menjadi 33.960
pada tahun 2000. Sementara anak yang dilahirkan hidup pada kelompok umur ini
menunjukan peningkatan yaitu dari semula 0,52 menjadi 0,54 anak. Hal yang sama terjadi
pada jumlah rata-rata anak lahir yang masih hidup, mengalami peningkatan dari 0,49
menjadi 0,53 anak.
Kelangsungan hidup dan pengembangan anak ditentukan oleh jumlah asupan gizi
yang diperoleh anak balita, baik selama masih dalam kandungan maupun yang telah
44
RPJP Kota Palembang
dilahirkan. Di Kota Palembang balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 84,00 persen,
sedangkan berstatus gizi kurang sekitar 10,64 persen. Data tahun 2002, balita kurang gizi di
Kota Palembang sebanyak 29,1 persen.
Pada tahun 2000, angka kematian bayi (IMR) 53 anak, yang berarti terdapat 53 bayi
lahir mati per 1000 kelahiran. Ada kecenderungan angka kematian bayi laki-laki lebih
tinggi daripada angka kematian bayi perempuan. Meskipun angka kematian bayi ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun pada tahun 2004
sebanyak 81 bayi mati.
Sebaliknya angka kematian ibu ketika melahirkan masih tetap tinggi, berkisar 433,99
per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan penolong kelahiran (data tahun 2004) terbanyak
oleh bidan yaitu 72,81 persen dibandingkan dengan penolong kelahiran oleh dokter sekitar
17,27 persen, dan masih ada masyarakat yang menggunakan jasa dukun, yaitu 8,15 persen.
Pengambilan keputusan dalam proses persalinan berkaita erat dengan sosio-ekonomi,
pendidikan dan pengetahuan.
(2) Kondisi Kesehatan Penduduk. Salah satu dimensi penting sebagai refleksi
mutu sumber daya manusia adalah tingkat kesehatan penduduk dengan indikator pola
penyakit. Pola dominan penyakit yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit
khas daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap
wilayah bervariasi, tergantung dari lingkungan dan prilaku kebiasaan warga masyarakat
dalam hidup sehat. Pada umumnya penyakit yang banyak diderita warga masyarakat adalah
penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, gingivitis dan
penyakit periodental, demam berdarah, scabis, tuberculosis dan lainnya.
Masalah lain adalah kesehatan lingkungan termasuk antara lain penggunaan air
bersih, dan jamban keluarga. Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang
dominan sejak tahun 1995 sampai sekarang adalah ledeng, sebanyak 60 % lebih. Masih
sekitar 30% rumah tangga yang menggunakan sumber air minum dari sumur terlindung,
sumur tidak terlindung dan air sungai. Oleh karena masih banyak rumah tangga yang
menggunakan air bersih selain ledeng, maka dikhawatirkan air bersih yang digunakan tidak
memenuhi persyaratan dilihat secara fisik, kimiawi, maupun bakteriologi ataupun air yang
mengalami pencemaran.
Begitu juga masalah jamban keluarga, pada umumnya rumah tangga yang memiliki
jamban keluarga sendiri telah mencapai 75% lebih, dibanding dengan rumah tangga yang
tidak memiliki jamban keluarga jumlahnya relatif kecil yaitu berkisar hanya 5% saja.
Dibandingkan dengan rumah tangga di kabupaten dan kota di Sumatera Selatan, rumah
tangga yang memiliki jamban keluarga relatif lebih baik, karena ada di beberapa kabupaten
yang rumah tangga memiliki jamban keluarga kurang dari 50 persen.
(3) Kondisi Lingkungan Permukiman. Kondisi permukiman penduduk ini
menggambarkan indikator kesejahteraan dan kualitas perumahan penduduk, seperti luas
45
RPJP Kota Palembang
lantai rumah, jenis atap, jenis dinding rumah, dan jenis lantai. Hasil Susenas 2000 (BPS-
Sumsel, 2001) bahwa 7,88 persen rumah tangga di Kota Palembang memiliki luas lantai
rumah kurang dari 20 meter persegi, di atas rata-rata kabupaten dan kota serta provinsi yang
hanya 3,52 persen. Rumah tangga yang memiliki luas lantai rumah >100 m 2 sebanyak 21,55
persen, lebih besar daripada rata-rata provinsi yang hanya 7,88 persen. Sedangkan jenis atap
rumah yang banyak digunakan adalah dari genteng (59,71%) dan asbes/seng (30,08%) serta
rumah tangga yang menggunakan atap rumah dari daun-daunan sekitar 3,29% pada tahun
2000. Begitu juga lantai rumah, sebagian besar rumah tangga (98,09%) tidak lagi berlantai
tanah, yaitu semen/batu bata, kayu dan mamer/keramik. Hanya sekitar 1,82% rumah tangga
yang masih berlantai tanah. Jenis dinding yang terbanyak digunakan adalah kayu 40,99%
dan tembok 58,29%.
(4) Pelayanan Kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Puskesmas Pembantu dan Rumah Bersalin, telah tersebar di semua wilayah kecamatan,
sehingga dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan minimal.
Pada umumnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, Puskesmas Pembantu maupun
Puskesmas Keliling seperti pengukur berat badan (timbangan), pengukur tensi darah, tes
HB, peralatan kesehatan gigi, obat-obatan, alat kontrasepsi, dan vitamin telah memadai
untuk memenuhi kebutuhan minimal pengguna layanan kesehatan. Terlampir pada Tabel 42
yang menyajikan fasilitas kesehatan tahun 2000 dan 2004.
(5) Sumber Daya Kesehatan. Persoalan kesehatan lainnya adalah ketersediaan
tenaga medis. Tampaknya sumber daya kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan
terkonsentrasi di Kota Palembang. Oleh karena itu, tenaga medis di Kota Palembang sudah
relatif cukup tersedia baik untuk dokter umum maupun spesialis, meskipun jika dilihat dari
rasio ketersediaan tenaga medis dengan jumlah penduduk masih relatif besar. Misalnya saja
tenaga dokter umum jumlahnya 294 orang pada tahun 2003, sedangkan jumlah penduduk
Kota Palembang sebanyak 1.287.841 jiwa. Hal ini berarti satu orang dokter melayani
sebanyak 1.500 orang. Mengingat pada masa depan diperkirakan pola penyakit bertambah
kompleks, sehingga perlu penyediaan fasilitas kesehatan dan penyediaan sumber daya
tenaga medis yang cukup dari segi keahliannya, sesuai dengan kebutuhan. Jumlah tenaga
medis dan rasio dengan jumlah penduduk disajikan dalam tabel 43 terlampir.
Politik. Sejak pemilihan umum tahun 1999, terdapat sejumlah aturan (undang-
undang) yang secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi terhadap dinamika
partai politik di daerah. Di antara aturan tersebut adalah UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai
Politik, UU No.3/1999 tentang Pemilihan Umum, UU No. 4/1999 tentang Susduk MPR,
DPR dan DPRD, dan UU No. 43/1999 tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sementara itu pada pemilihan umum tahun 2004, terdapat dua ketentuan penting
yang mengatur mengenai kehidupan kepartaian dan penyelenggaraan pemilihan umum,
yakni UU No. 31/2000 dan UU No. 12/2002.
46
RPJP Kota Palembang
Perempuan merupakan satu kelompok yang relatif tidak terwakili dalam proses
pencalonan kandidat legislatif. Pada pemilihan umum legislatif tahun 1999 hanya ada 3
perempuan yang menjadi anggota legislatif Kota Palembang, yaitu masing-masing satu dari
PDIP, PPP dan TNI-POLRI. Bagitu juga pemilihan umum legislatif tahun 2004, calon
legislatif lebih didominasi laki-laki daripada perempuan (padahal berdasarkan ketentuan
undang-undang kuota perempuan sudah ditetapkan minimal 30 persen).
Rendahnya partisipasi perempuan dalam proses rekruitmen untuk menjadi anggota
legislatif merupakan persoalan tersendiri yang dihadapi dalam perluasan partisipasi politik.
Situasi ini tampaknya diawali dengan tidak adanya keharusan tentang kuota perempuan
dalam lembaga legislatif dan peraturan lainnya yang mengatur kepartaian. Selain itu,
pengurus partai sebagian besar didominasi kelompok laki-laki. Terdapat tiga faktor utama
mengapa tingkat keterwakilan perempuan relatif sangat minim dalam berbagai lembaga
perwakilan, yaitu peran dan organisasi partai politik dan penerimaan kultural.
Pada pemilihan umum legislatif tahun 2004, jumlah penduduk Kota Palembang
berdasarkan data sebanyak 1.285.839 jiwa, sedangkan jumlah pemilih yang terdaftar
sebanyak 884.641 peserta, yaitu peserta laki-laki sebanyak 431.252 orang dan perempuan
sebanyak 453.388 orang. Dari segi jumlah peserta pemilihan umum legislatif, jumlah
peserta perempuan lebih banyak dari laki-laki, namun dari segi calon legislatif masing-
masing partai politik didominasi oleh laki-laki. Sedangkan jumlah partisipasi dalam
pemilihan umum legislatif sebesar 696.985 peserta, sehingga terdapat sekitar 187.656
peserta pemilu terdaftar yang tidak menggunakan haknya. Berdasarkan data tersebut sekitar
21,21% tidak menggunakan haknya dalam pemilu legislatif tahun 2004. Yang menjadi
persoalan adalah mengapa peserta pemilu tersebut tidak menggunakan haknya? Jumlah
anggota legislatif kota Palembang pada pemilu tahun 2004 tetap masih dominan laki-laki
daripada anggota perempuan dari jumlah 45 anggota legislatif.
2.2.4.2. Prediksi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Permasalahan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) di Kota Palembang semakin kompleks. Permasalahan yang
satu belum selesai muncul permasalahan baru, sehingga memerlukan penanganan yang
serius dan pelayanan dari berbagai pihak untuk menentukan arah kebijakan yang sesuai
dengan besaran dan karakteristik PMKS. Arah kebijakan ke depan adalah melakukan
pendataan secara akurat penyandang masalah sosial menurut karakteristik, besaran, ruang
lingkupnya, dan akar permasalahannya. Besaran setiap data perlu dilengkapi dengan nama
dan alamat (by name and address), sehingga menjadi data base dan dapat diakses dengan
mudah. Di samping pendataan penyandang masalah sosial tersebut, diperlukan juga
pembinaan terhadap wadah organisasi sosial atau LSM pendamping supaya arah kebijakan
dan program kegiatan yang dilakukan jelas. Program pembangunan antara lain
47
RPJP Kota Palembang
48
RPJP Kota Palembang
nasional, perlu pertimbangan untuk pendidikan menengah kejuruan yang berkaitan dengan
hal tersebut, seperti sekolah pertanian dan keernergian. Hal ini untuk antisipasi kebutuhan
tenaga kerja menengah di kemudian hari.
Di samping menuntaskan wajib belajar sembilan tahun, pencanangan bebas buta
huruf bagi penduduk berumur di atas 10 tahun, rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan
dan meningkatkan kualitas mutu pendidikan secara umum dan khususnya di bidang
keernergian. Dalam rangka menghadapi arus informasi teknologi dan globalisasi serta
dampaknya, orientasi arah kebijakan pendidikan difokuskan pada perubahan dan evaluasi
kurikulum yang berbasis kompetensi dan menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Menyusun program-program pembelajaran yang berorientasi pada ilmu dan teknologi tepat
guna serta mendorong munculnya semangat kewirausahaan. Meletakan pendidikan sebagai
landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan
nilai-nilai luhur bangsa dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berbasis sumber daya lokal dalam upaya menghadapi daya saing global.
Program pembangunan diletakkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan dasar dan menengah serta meletakan landasan pembangunan yang mantap untuk
tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.
Menumbuhkembangkan pembangunan pendidikan dengan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam melaksanakan
pendidikan. Arah kebijakan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
menghadapi tatangan dan perubahan zaman.
Sosial Budaya. Dinamika masyarakat Kota Palembang sangat tinggi, sebagai akibat
dari masyarakat pluralis dan mobilitas warga cenderung ke pusat kota Palembang. Hal ini
akan menambah beban kota, baik sarana-prasarana infrastruktur kota, penyediaan pelayanan
air bersih dan sanitasi, dan lain-lainnya. Dampaknya akan muncul permukiman-permukiman
baru yang tidak memenuhi standar kehidupan dan menjadi permukiman kumuh,
meningkatnya angka kriminalitas dan patologi sosial lainnya. Oleh karena itu, arah
kebijakan lebih ditujukan kepada pengendalian laju mobilitas masyarakat (migran) ke Kota
Palembang dengan menerbitkan peraturan daerah. Di samping itu, pengembangan
kebudayaan daerah sangat perlu digalakkan untuk menarik wisata dosmetik maupun manca
negara, dengan melakukan festival kebudayaan dan pelestarian peninggalan sejarah sebagai
objek wisata.
Kota Palembang sebagai pintu gerbang Sumatera Selatan menjadi barometer di
segala bidang kehidupan. Sebagai kota tua dan memiliki nilai-nilai sejarah yang khas,
sehingga menarik sebagai kota wisata dan budaya. Oleh karena itu, kebijakan ke depan
adalah melakukan promosi potensi wisata dengan dukungan meningkatkan sarana dan
prasarana yang mendukung industri pariwisata dan yang penting jaminan keamanan dan
49
RPJP Kota Palembang
50
RPJP Kota Palembang
51
RPJP Kota Palembang
52
RPJP Kota Palembang
14 kecamatan. Sedangkan sarana perdagangan dan jasa terbesar adalah pedagang 7.263 buah
yang diikuti oleh petak sebesar 4.477 buah.
Stasiun/pool pemadam kebakaran di Kota Palembang berada di lima lokasi, masing-
masing 3 lokasi di Seberang Ilir dan 2 lokasi di Seberang Ulu. Unit pemadam kebakaran ini
baik yang dikelola oleh Pemda (Dinas Kebakaran) maupun oleh BUMN yaitu milik
Pertamina dan Pusri. Lokasi unit/pool pemadam kebakaran di Seberang Ilir: (1) Jalan
Merdeka, (2) Pelabuhan Boom Baru, (3) PT. Pusri. Sementara itu, lokasi unit/pool pemadam
kebakaran di Seberang Ulu: (1) Jalan K.H.A Wahid Hasyim, (2) PT. Pertamina (komperta).
Untuk mendukung sistem pamadam kebakaran perlu diberikan akses atau
kemudahan pencapaian terhadap sumber-sumber air, berupa: (1) Hidrant pada sistem
jaringan perpipaan air bersih (PDAM) yang diadakan pada jalan-jalan yang dapat dijangkau
oleh mobil-mobil pemadam kebakaran, (b) Sungai-sungai, anak sungai, kolam/kolam retensi
dan rawa-rawa.
Pelayanan prasarana gas oleh PT Perusahaan Gas Nasional (PGN) relatif baru untuk
Kota Palembang dan jangkauannya pun masih terbatas. Walaupun demikian, mengingat
biaya pemakaiannya lebih murah jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya, maka
prospek pengembangan di masa mendatang sangat baik, selain pelayanan untuk rumah
tangga, pelayanan gas juga diarahkan untuk kepentingan industri dan kegiatan komersial
lainnya. Dukungan prasarana gas ini diharapkan menjadi salah satu keuntungan dalam
pengembangan industri di Kota Palembang dan sekitarnya. Sumber gas yang didistribusikan
PT PGN ini berasal dari jaringan pipa gas PERTAMINA yang relatif melingkar di wilayah
Kota Palembang dan sekitarnya dengan lokasi off-take/tapping dewasa ini terletak di
Demang Lebar Daun.
Pada tahun 1998, pelayanan gas baru mencapai kompleks-kompleks perumahan
yaitu: Pakjo, Kampus, Trikora/Dwikora, Rumah Susun Perumnas, Perumahan Pemda
Talang Semut. Pada tahun 1999 pengembangan jaringan pelayanaan ke utara yaitu ke Jalan
Talang Kelapa untuk melayani Villa Bougenville dan Villa Kelapa Mas, serta industri PT
Indofood dan PT Interbis. Pada tahun 2000 pelayanan ke arah pusat kota, untuk kegiatan
perumahan dan komersial dengan mengikuti jaringan jalan Jend. Sudirman, Jl. Veteran, Jl.
Kap. A Rifai, Jl. Kol Atmo, Jl. Iskandar, Jl. Rajawali, Jl. Bendung, Jl. Bay Salim, dan Jl.
Madang.
Kota Palembang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat. Hal ini membawa
konsekuensi pada tingginya mobilitas penduduk Kota Palembang, sehingga kota ini
dihadapkan pada tantangan yang cukup besar di sektor angkutan (transportasi) yang
melayani pergerakan di dalam kota dan ke luar kota.
Saat ini, Kota Palembang dapat dicapai melalui transportasi darat, transportasi air,
dan transportasi udara. Terdapat 4 (empat) jenis moda transportasi yang dapat digunakan
dari dan menuju Kota Palembang, yaitu: dengan menggunakan mobil, kereta api, kapal
53
RPJP Kota Palembang
(speed boat, kapal, perahu baik bermotor maupun tidak) dan pesawat terbang. Keempat jenis
moda transportasi tersebut sangat diminati penumpang, khususnya untuk angkutan jurusan
antarkota dan antar provinsi. Untuk jenis moda transportasi kereta api dapat digunakan
untuk tujuan akhir ke Bandar Lampung dan Lubuk Linggau. Sedangkan moda transportasi
laut melayani jurusan Bangka, Pulau Batam dan ke daerah sepanjang anak Sungai Musi.
Transportasi udara dengan Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II yang melayani
penerbangan domestik (Jakarta, Batam, Bangka dll) serta luar negeri (Singapura, dan Kuala
Lumpur).
Total panjang jalan Kota Palembang pada tahun 2005 sudah mencapai 903,402 km
(sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah serta Hasil Analisis). Dari total panjang
tersebut secara keseluruhan dalam kondisi baik yaitu mencapai lebih dari 88,31 %, sisanya
8,91 % dalam kondisi sedang dan 2,78 % dalam kondisi rusak. Selain jalan, prasarana
transportasi darat yang sangat penting di Kota Palembang adalah jembatan yang dibelah
oleh Sungai Musi dan anak sungainya.
Jembatan-jembatan yang ada di atas sungai-sungai di Kota Palembang selain
berfungsi untuk menunjang sarana transportasi darat di lain pihak juga dapat mengganggu
tingkat pelayanan jaringan transportasi angkutan sungai/air, terutama jembatan yang
dibangun di atas Sungai Musi yang memiliki jalan paralel dengan sungai.
Jembatan-jembatan utama yang ada di Kota Palembang meliputi: (1) Jembatan
Ampera (Musi I), pada poros Jalan Sudirman. (2) Jembatan Musi II, pada poros Jalan
Lingkar Barat. (3) Jembatan Keramasan, di Jalan Lingkar Barat/Musi II. (4) Jembatan Ogan
I dan Ogan II, di Jalan KHA Wahid Hasyim di Kertapati. (5) Jembatan Komering, di Jalan
Antara Plaju – Sungai Gerong. (6) Jembatan Ogan III, di Jalan Lingkar Selatan di luar
wilayah Kota Palembang.
Pola jaringan jalan Kota Palembang yang berbentuk Ring Radial dengan Outer Ring
Road (jalan lingkar) difungsikan untuk mengantisipasi agar lalu lintas tidak terbebani di
pusat kota, karena arus lalu lintas yang sifatnya terusan (through traffic) seperti dari Jakarta
ke Medan/Jambi/Pekanbaru langsung melalui lingkar (lingkar barat).
Untuk sistem jaringan jalan dalam kota, jalan Sudirman masih merupakan jalan
utama (main road) yang menghubungkan Daerah Seberang Ilir dan Daerah Seberang Ulu.
Hal ini disebabkan Jembatan Ampera masih dianggap satu-satunya penghubung wilayah
tersebut, walaupun sebenarnya masih ada Jembatan Musi II yang fungsinya masih belum
optimal. Kondisi ini semakin diperparah dengan kawasan CBD (Central Bussines District)
yang berpusat di kawasan 16 Ilir dan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan munculnya
penumpukkan arus lalu lintas di sepanjang Jl. Sudirman serta kawasan 16 Ilir dan sekitarnya
yang pada akhirnya berdampak terhadap kemacetan lalu lintas.
Kondisi jalan dan status jalan di Kota Palembang relatif baik, terutama di jalan
protokol, jalan kolektor dan jalan penghubung. Untuk status jalan kota merupakan status
54
RPJP Kota Palembang
jalan dengan panjang jalan terbesar untuk setiap kondisi jalan (baik, sedang dan rusak).
Untuk kondisi jalan baik mendominasi status jalan terbesar di Kota Palembang, yaitu sekitar
63,87 % dari luas total panjang jalan di Kota Palembang.
Sistem Primer. Pola utama jaringan jalan di Kota Palembang dan sekitarnya adalah
perpaduan antara pola radial dan pola melingkar. Dengan pola radial yang ada, maka
jaringan jalan keluar dan atau masuk Kota Palembang sudah dapat diidentifikasikan sistem
primer, yaitu: (1) Arteri Primer, meliputi: (a) Jalan Palembang ke arah Indralaya, yang
seterusnya menghubungkan ke kota-kota utama: Bandar Lampung/Jakarta, Bengkulu dan
lainnya, (b) Jalan Palembang ke arah Betung, yang seterusnya menghubungkan ke kota-kota
utama: Jambi, Pekanbaru, Medan dan lainnya, (c) Jalan Palembang ke arah Tanjung Siapi-
api, yang menghubungkan Palembang dengan Pelabuhan Laut. Fungsi jalan ini sebagai
arteri primer masih bersifat rencana. (2) Kolektor Primer, Jalan kolektor primer pada
prinsipnya menghubungkan Kota Palembang dengan pusat-pusat yang ada di bawahnya
secara hirarki, yaitu ibukota-ibukota kabupaten. Fungsi kolektor primer yang tidak
terintegrasi dengan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan Palembang – Kayu
Agung melalui Plaju. Untuk kondisi eksisting, jalan lingkar yang ada di Kota Palembang
meliputi: (a) Jalan lingkar barat, dari persimpangan di Desa Karya Jaya – Jembatan Musi
II – Simpang Tanjung Api Api, yang telah berfungsi efektif dan terletak dalam wilayah Kota
Palembang, (b) Jalan lingkar selatan, dari persimpangan Desa Karya Jaya – Jembatan Ogan
III – simpang di Desa Pinang. Jalan lingkar selatan ini terletak di luar wilayah Kota
Palembang, yaitu di Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Banyuasin.
Sistem Sekunder. Untuk kepentingan pembentukan sistem kota secara internal
terdapat sistem sekunder. Pada kenyataannya sistem primer telah menentukan pula bentuk
struktur kota secara internal. Dengan kata lain jalan-jalan yang ada mempunyai fungsi
ganda, yaitu selain berfungsi primer juga mempunyai fungsi sekunder. Hal ini disebabkan
sebagian besar sistem primer terletak di dalam Kota Palembang.
Jalan arteri sekunder pada prinsipnya adalah jalan-jalan yang membentuk struktur
utama kota (selain fungsi primer), yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah kota, khususnya dari pusat utama (CBD/Central Bussines District) dengan pusat-
pusat kegiatan kota. Jalan kolektor adalah pendukung terhadap jalan-jalan arteri primer yang
ada. Jalan kolektor primer menghubungkan pusat-pusat bagian kota dengan pusat-pusat
bawahnya (sub pusat kota).
Jaringan arteri primer di Kota Palembang terhubung dengan jaringan arteri sekunder.
Dari sebagian jalan arteri sekunder ini terletak juga di luar wilayah Kota Palembang,
sehingga terdapat sebagian jalan arteri sekunder ini yang menyambung ke luar wilayah Kota
Palembang. Untuk jaringan jalan kolektor sekunder pada prinsipnya terletak di dalam
wilayah Kota Palembang, tapi mengingat konfigurasi di sekitar wilayah Kota Palembang
55
RPJP Kota Palembang
maka terbuka kemungkinan jaringan jalan tersebut keluar wilayah Kota Palembang (seperti
halnya jalan arteri sekunder).
Penetapan Sistem Jaringan Jalan. Dimensi jalan menurut ROW (Right of Way)
atau DAMIJA (Daerah Milik Jalan) adalah sebagai berikut: (1) Arteri Primer: 60 meter, (b)
Kolektor Primer: 30 meter, (c) Arteri Sekunder: 40 meter, (d) Kolektor Sekunder: 15 meter,
(e) Lokal Sekunder: 10 meter.
Klasifikasi/hirarki jaringan jalan menurut sistem primer (arteri dan kolektor) dan
atau sekunder (arteri dan kolektor) di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel dalam
lampiran.
Untuk jalan-jalan yang baru dibangun dan rencana-rencana jalan dimasa yang akan
datang, dapat diterapkan dimensi jalan menurut ROW atau DAMIJA. Walaupun demikian,
untuk jalan-jalan yang telah ada sebelumnya, ukuran dimensi jalan harus diterapkan secara
selektif dengan mempertimbangkan konstruksi jalan sebelumnya.
Dengan perkembangan kota yang sangat cepat, Pemerintah Kota Palembang telah
berupaya meningkatkan sarana angkutan di dalam kota untuk memenuhi kebutuhan
mobilitas penduduknya. Salah satu yang dikembangkan adalah angkutan kota yang lebih
bersifat massal berupa bus kota.
Pada tahun 2003 jumlah angkutan oplet biasa dan bus kecil tercatat pada Dinas
Perhubungan Kota Palembang sebesar 2.407 unit, bus kota/kecil sebesar 537 unit, angkutan
antarkota antarprovinsi sebesar 473 unit dan angkutan antarkota dalam provinsi sebesar
1235 unit. Jumlah Bus Mahasiswa tercatat 120 unit, jumlah travel tercatat 70 unit.
Salah satu peningkatan prasarana transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Palembang adalah dengan mengoperasikan Terminal Karyajaya (tipe A) pada tahun 2001
yang diharapkan secara berangsur dapat mengatasi kesemrawutan transportasi dalam kota
dan antarkota, khususnya dalam menaikkan dan menurunkan penumpang bagi angkutan
antarkota agar tidak melakukannya di dalam Kota Palembang. Pada saat sekarang Kota
Palembang sudah memiliki terminal dengan 3 (tiga) tipe pelayanan, yaitu: (1) Tipe A:
berlokasi di Desa Karya Jaya Kecamatan Kertapati. (2) Tipe B: di bagian Selatan kota yang
merupakan akses ke Plaju serta Alang-Alang Lebar. (3) Tipe C: di Sekip Ujung, Bukit
Besar, KM 5, Pakjo, Lemabang, Gandus, Talang Kelapa, dan Sako.
Pelayanan kereta api merupakan pelayanan dengan skala regional, di mana Kota
Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api terletak
di Desa Karya Jaya, Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kertapati. Jaringan rel kereta
api melintas kawasan terminal terpadu tipe A, sehingga menjadikan jalur ini menjadi
strategis dan cepat berkembang.
Sumatera Selatan memiliki beberapa sungai yang memiliki potensi sebagai sumber
air untuk bahan baku air minum, pengairan, dan transportasi yang dikenal dengan Batang
Hari Sembilan, di samping sungai-sungai kecil lainnya. Kesembilan sungai besar itu adalah
56
RPJP Kota Palembang
Sungai Musi, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Ogan, Sungai
Komering, Sungai Lakitan, Sungai Lalan, dan Sungai Batang Hari Leko.
Alur sungai di Sumatera Selatan yang lebar sangat memungkinkan untuk dilalui
kapal-kapal motor, terlebih dengan kondisi kemiringan dasar sungai yang tidak terlalu
curam, hingga perjalanan ke arah hulu yang menentang arus sungai dan ke arah hilir yang
searah dengan arus sungai relatif dapat dilayari dengan tingkat kesulitan yang hampir sama.
Secara aktual keberadaan 9 (sembilan) anak sungai besar yang bermuara di Sungai
Musi yang memiliki panjang tidak kurang dari 700 km. Secara keseluruhan 9 (sembilan)
ruas sungai tersebut memiliki lebar bervariasi dari 50 sampai 200 m, kedalaman dari 2
sampai 10 m, dan panjang 2.630 km dengan 1.880 km di antaranya dapat dilayari.
Sebagian jalur pelayaran telah terbentuk dengan sendirinya karena terdesak oleh
tingkat kebutuhan yang harus meningkat untuk saling berhubungan antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Hal ini terjadi baik rute pelayaran dalam lingkup Kota Palembang
maupun rute pelayaran ke arah hulu Sungai Musi dan Sungai Ogan serta ke arah hilir Sungai
Musi. Keadaan ini mengakibatkan munculnya trayek-trayek komersial yang mengadaptasi
jalur tradisional pelayaran Sungai Musi.
Pergerakan penumpang terjadi antardermaga baik yang dibangun oleh pemerintah
maupun yang dibangun oleh pihak swasta dan oleh penduduk setempat secara swadaya.
Pergerakan tersebut dilayani oleh kapal kretek yaitu sampan bermotor yang mampu memuat
sampai 12 orang dan memiliki rute trayek yang tetap yaitu antar dermaga di tepian Sungai
Musi dalam jarak yang relatif tidak jauh.
Sarana angkutan sungai yang melayani dalam wilayah Kota Palembang (internal
kota) untuk penyeberangan antara kedua sisi sungai dan antartitik/tempat turun-naik
penumpang atau bongkar muat terdapat di beberapa tempat. Sedangkan dermaga yang ada
dengan skala pelayanannya adalah sebagai berikut: (a) Pelayanan lokal pada dermaga
Sekanak, 7 Ulu dan lain-lainnya, (b) Dermaga pelayanan obyek wisata di Benteng Kuto
Besak dan P. Kemaro, (c) Terminal dermaga di Keramasan (terminal terpadu), Tangga
Buntung, dan Ulu, (d) Dermaga industri skala besar di Plaju (daerah Sei Gerong), pabrik
Pusri, dan sebagainya, (e) Dermaga yang melayani pusat permukiman di Gandus dan Sei
Lais, dan (f) Dermaga untuk pengembangan angkutan sungai skala regional di Tangga
Buntung
Sarana angkutan penyeberangan melayani beberapa tujuan di sepanjang sungai-
sungai utama di Kota Palembang antartepian dan antarpulau-pulau atau regional. Terdapat 2
(dua) macam sarana angkutan penyebrangan, yaitu kapal cepat dan kapal Ro-ro (Roll-on –
Roll-off).
Selama rentang tahun 1990 s/d 2001 jumlah penumpang dan barang yang
menggunakan 3 (tiga) dermaga utama di Kota Palembang mengalami fluktuasi yang cukup
berarti (Dermaga Tangga Buntung, 35 Ilir, dan Sei Lais). Jumlah penumpang dan barang di
57
RPJP Kota Palembang
tiga dermaga itu selama rentang 1990 s/d 2001 tersebut paling tinggi terjadi pada tahun 1995
s/d 1996, dan kemudian menurun sampai sekarang.
Sarana angkutan laut dari dan atau menuju Kota Palembang adalah rencana masa
yang akan datang yang sangat menjanjikan, yang didukung oleh keberadaan Pelabuhan Sei
Lais, Boom Baru dan 35 Ilir (Pelabuhan Dishub). Pelayanan angkutan laut khusus yang
menonjol adalah pelabuhan perusahaan, yaitu: pelabuhan Pertamina Plaju dan Sei Gerong
serta pelabuhan Pupuk Sriwijaya.
Dengan adanya pelabuhan-pelabuhan khusus tersebut, maka pada pembangunan
sektor transportasi darat diusahakan untuk menghindari pembangunan jembatan baru. Hal
ini didasarkan dapat menurunkan tingkat pelayanan transportasi sungai, mengurangi
aktivitas sungai serta dari segi ekonomis sangat mahal.
Jumlah penerbangan dan penumpang dari dan menuju Kota Palembang melalui
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II tahun 2001 mengalami penurunan dibanding tahun
sebelumnya. Jumlah penumpang yang datang dan berangkat di tahun 2001 mengalami
penurunan sebesar 39,3 % dari 4.138 penumpang tahun 2000 menjadi 2.510 penumpang
pada tahun 2001. Jumlah barang bagasi yang dibongkar pada tahun 2001 paling banyak
terjadi pada bulan Juni seberat 217.746 kg, sedangkan barang kargo yang paling banyak
dimuat terjadi pada bulan April mencapai berat 227.255 kg.
Sampai tahun 2002 pembangunan di bidang listrik terus dilaksanakan dengan
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan guna mendorong kegiatan ekonomi penduduk
yang lebih produktif seperti kegiatan industri kerajinan rumah tangga dan bisnis lainnya.
Walaupun sampai saat ini PT PLN sebagai satu-satunya perusahaan penghasil listrik tapi
masih kekurangan daya oleh karena itu PT PLN terpaksa melakukan pemadaman listrik
secara bergiliran di Kota Palembang pada saat puncak.
Jaringan listrik di Kota Palembang dan sekitarnya merupakan interkoneksi
antarpusat-pusat pembangkit PLN Wilayah IV Sumatera Selatan. Ada 2 macam tengangan
yaitu 70 KV dan 150 KV yang relatif melingkar jaringannya, di mana jaringan 70 KV pada
lingkaran bagian dalam dan jaringan tegangan 150 KV pada lingkaran bagian luar. Jaringan-
jaringan tersebut menghubungkan antara gardu induk atau pembangkit sebanyak 12 lokasi
di Kota Palembang dan sekitarnya, 8 di Kota Palembang dan 4 di pinggiran sekitarnya.
Untuk distribusi di wilayah Kota Palembang terdapat 2 sistem pelayanan transmisi di
Palembang Ilir dan Palembang Ulu dengan tegangan 70 KV dan 150 KV. Jenis pelanggan
yang tercatat ada 6 kelompok, dan pelanggan rumah tangga merupakan yang terbesar baik
jumlah pelanggannya maupun daya yang dikonsumsinya.
Kebutuhan air bersih Kota Palembang sebagian besar dipenuhi oleh PDAM Tirta
Musi dan sebagian memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, kolam/rawa, dan air
tanah. Sedangkan untuk beberapa kompleks perumahan, perusahaan dan atau perumnas
dipenuhi oleh masing-masing perusahaannya seperti Pertamina/Pusri dan PT TOP/OPI serta
58
RPJP Kota Palembang
Perumnas Talang Kelapa. Sumber air baku untuk air bersih sebenarnya melimpah, tetapi
belum optimal pemanfaatannya. PDAM Tirta Musi memiliki 6 Unit instalasi pengolahan air
dengan kapasitas terpasang 1.825,5 liter/detik dari kapasitas produksinya yang seharusnya
36.940 liter/detik.
PDAM Tirta Musi sebagai perusahaan penghasil air minum belum mampu
menyediakan air minum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kapasitas
produksi air minum selama tahun 2002 sebesar 61.308.868 M3 meningkat 13,57% dari tahun
sebelumnya. Air minum tersebut akan didistribusikan kepada 86.083 pelanggan sebanyak
59.442.580 M3 .
Timbulan air limbah sangat dipengaruhi oleh pola pemakaian air bersih, pada
umumnya timbulan air limbah yang dihasilkan kurang lebih 70% - 80% dari pemakaian air
bersih. Pada saat ini pengolahan air limbah perumahan di Kota Palembang menggunakan
pola penangan setempat atau ‘On Site System’ yang berdasarkan Susenas tahun 2000 (BPS
Sumsel 2001) rumah tangga yang memiliki MCK sendiri sebanyak 75,51%, fasilitas
bersama 15,87%, fasilitas umum sekitar 2,51%, dan tidak memiliki MCK sebanyak 6,10%.
Sistem setempat (on site) dominan berada di kawasan perumahan, masing-masing rumah
mengalirkan air limbah ke tangki septic (septic tank). Untuk perumahan dengan kapling
relatif kecil (perumahan relatif padat) menggunakan sistem terpusat atau komunal.
Pembuangan air limbah Kota Palembang terlebih dahulu diolah di IPLT (Instalasi Pengolah
Limbah Tinja). Instalasi Pengolah Limbah Tinja dewasa ini terdapat di Borang (Sako) dan
Kelurahan Sukajaya (Sukarami) yang berintegrasi dengan TPA sampah. Untuk
pengangkutan Lumpur tinja tersebut disediakan mobil tangki penyedot tinja. Hasil
pengolahan Lumpur tinja di Instalasi Pengolah Limbah Tinja tersebut dimaksudkan untuk
dapat dimanfaatkan, yaitu terutama untuk pupuk bagi pertanian.
Pengelolaan persampahan di Kota Palembang dilakukan oleh: (1) Dinas Pasar,
mengelola sampah pasar dari tahap pewadahan, pengangkutan, sampai tempat pembuangan
akhir sampah (TPA); (2) Dinas Kebersihan Kota, mengelola sampah non-pasar, mulai dari
penampungan sampah sementara sampai ke TPA, pengelolaan sampah di TPA menjadi
tanggungjawab Dinas Kebersihan Kota; (3) masyarakat, diwadahi oleh LKMD dan RT,
mengelola sampah dari perumahan sampai pengangkutan dengan gerobak sampai tempat
penampungan sementara (TPS).
Jumlah sampah secara kuantitas setiap harinya mengalami kenaikan, dan pelayanan
persampahan baru mencapai sekitar 38% dari total sampah secara keseluruhan. Kurangnya
pelayanan persampahan ini disebabkan, antara lain: (1) keterbatasan kapasitas sarana dan
prasarana pengangkutan sampah, (2) masih seringnya warga masyarakat membuang sampah
ke sungai dan tepi-tepi jalan, (3) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya,
sehingga membiarkan sampah berserakan .
59
RPJP Kota Palembang
TPA yang berfungsi saat ini berada di Kelurahan Sukajaya (Kecamatan Sukarami)
dengan luas 25 Ha (termasuk IPLT), sedangkan TPA yang sudah di persiapkan untuk
mengantisipasi masa yang akan datang berada di Desa Karya Jaya (Kecamatan Seberang
Ulu I) dengan luas 40 Ha dengan sistem yang dipakai adalah sama yaitu Sanitary Land Fill.
Kota Palembang secara keseluruhan telah memiliki desain dan konstruksi jaringan
drainase yang diperkeras serta jaringan drainase sederhana dan bersifat konvensional,
kecuali pada jalur jalan arteri sudah menggunakan perkerasan dan tertutup. Sedangkan
untuk sistem jaringan drainase jalan lokal sudah terdapat jaringan yang diperkeras, tetapi
masih terbuka dengan kedalaman kurang lebih 50 cm. Untuk sistem drainase yang lain
masih secara alami dan ditumbuhi semak belukar dan merupakan sodetan tanah berbentuk
kurva setengah lingkaran dan terputus. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan belum
menunjukan jaringan drainase secara terpadu, di mana dimensinya pun hanya merupakan
pendekatan perkiraan, tidak diperhitungkan dan didesain sesuai dengan standar baku.
Dimensi ukuran yang ada untuk masing-masing saluran drainase bervariasi. Pada
ruas jalan yang memiliki lebar 3 meter, lebar saluran drainase yang terdapat di bagian kiri
dan kanan jalan sekitar 40–50 cm dengan kedalaman 20–30 cm. Pada ruas jalan yang lebih
sempit, yang memiliki konstruksi dasar perkerasan dan perkerasan tanah, dimensi saluran
drainase lebih kecil lagi, bahkan tidak memiliki sama sekali.
Sesuai dengan kondisi topografi dan hidrologi umumnya, Kota Palembang
mempunyai jaringan drainase yang dibedakan menjadi 3 bagian wilayah kota, yaitu: (i)
Seberang Ulu, dengan arah aliran ke Sungai Musi dengan anak-anak sungainya, Sungai
Ogan, Sungai Keramas, Sungai Komering, Sungai Aur dan sungai-sungai lainnya, (ii)
Seberang Ilir, dengan arah alirannya ke Sungai Musi dan anak-anak sungainya, Sungai
Sekanak, Sungai Lambidaro, Sungai Bendung, Sungai Buah, Sungai batang, Sungai
Selincah dan sebagainya, (iii) Sukarami/Sako, dengan arah aliran ke Sungai Gasing dan
Sungai Kenten.
Kebutuhan pelayanan jasa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang utama dalam
perkembangan informasi yang semakin cepat. Keberadaan prasarana telekomunikasi ini
antara lain akan mendukung dunia usaha yang semakin kompetitif. Hal ini dikaitkan dengan
keberadaan industri-industri yang semakin berkembang, pusat pemerintahan, dan aktivitas
komersial serta kegiatan pariwisata, maka kebutuhan akan telekomunikasi sangat diperlukan
sekali sehingga pihak PT Telkom dituntut menyediakan jaringan yang lebih banyak, guna
mempermudah dalam proses pemasangan sambungan baru telepon. Sementara itu, untuk
Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Gandus, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kalidoni,
Kecamatan Plaju dan Kecamatan Kertapati masih menyatu dengan kecamatan sebelum
pemekaran.
60
RPJP Kota Palembang
2.2.5.2. Prediksi
Pembangunan infrastruktur kota sebaiknya didasarkan pada pengembangan
perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara terpadu. Pembangunan infrastruktur
didasarkan pada pndekatan secara partisipatif dan pengembangan sistem sosialisasi publik
rencana pembangunan infrastruktur kota yang aksesibel.
Sumber daya sungai dikembangkan dengan berbagai pendekatan antara lain
penurunan tingkat sedimentasi sungai, peningkatan fungsi sungai dalam rangka
pengendalian banjir, pengembangan moda angkutan dan pariwisata sungai.
Kualitas dan kuantitas air bersih ditingkatkan dengan cara pengelolaan sumber daya
air yang efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pembangunan air bersih
diutamakan mampu menyediakan kebutuhan air minum untuk seluruh warga Kota
Palembang. Peningkatan investasi PDAM disamping untuk menyediakan kebutuhan air
bersih juga meminimalkan kebocoran.
Sistem transportasi dikembangkan dengan beberapa pendekatan antara lain
peningkatan mutu manajemen transportasi; aksesibilitas antarseluruh wilayah kota yang
mendorong pertumbuhan.
Perumahan dan permukiman dikembangkan dengan pendekatan antara lain
pengembangan partisipasi publik dalam peningkatan kualitas perumahan dan prasarana-
sarana permukiman, pengembangan perumahan yang berkelanjutan, layak huni, terjangkau
oleh daya beli masyarakat, dan didukung oleh prasarana-sarana permukiman yang
mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, mandiri, dan efisien.
Pengelolaan energi ditingkatkan dengan pendekatan antara lain peningkatan
kepedulian dan partisipasi warga kota dalam pemanfaatan sumber daya energi secara efektif,
efisien, dan berkelanjutan serta penghematan sumber daya energi.
Telematika perkotaan dikembangkan dengan pendektan antara lain peningkatan
kesadaran dan pengetahuan warga kota terhadap potensi dan pemanfaatan telematika dan
pemanfaatan prasarana telekomunikasi dan non-telekomunikasi.
Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota harus ditingkatkan
terutama kesadaran dan partisipasi warga kota dalam pembangunan infrastruktur kota yang
sesuai dengan aturan yang berlaku dan prinsip keterpaduan.
61
RPJP Kota Palembang
Oleh karena itu, di dalam UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah daerah diharapkan mampu
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut diaplikasikan melalui proses demokrasi yang menempatkan
rakyat sebagai salah ujung tombak pembangunan. Demokratisasi yang dijalankan telah
membuat rakyat semakin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Partisipasi masyarakat
menjadi tema dalam penyelenggaraan pemerintah. Tingkat partisipasi masyarakat yang
rendah akan membuat aparatur negara tidak dapat menghasilkan kebijaksanaan
pembangunan yang tepat. Kesiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokrasi
ini perlu dicermati agar mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi aspek
transparansi, akuntabilitas dan kualitas yang prima kinerja organisasi publik.
Pola interaksi hubungan antara rakyat dan aparatur dalam studi pemerintahan
seyogianya di dukung juga oleh pihak-pihak terkait, seperti pengusaha, lembaga swadaya
masyarakat dan atau pihak-pihak terkait lainya (stakeholders). Hubungan ketiga komponen
ini meletakan fondasi tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam setiap tindakan
penyelenggaraan urusan pemerintahan Kota Palembang.
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah Kota Palembang didasarkan pada
kewenangan yang diberikan kepadanya dengan pengecualian urusan pemerintahan yang
ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Pemerintah kota menjalankan otonomi seluas-
luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah didasarkan kriteria: (1) atas urusan wajib dan
urusan pilihan, (2) penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan
oleh Pemerintah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kota Palembang
merupakan urusan yang berskala kota yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian
pembangunan; (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c)
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan
prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan pendidikan; (g)
penanggulangan masalah sosial; (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan; (j) pengendalian
lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan; (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
(m) pelayanan administrasi umum pemerintahan; (n) pelayanan administrasi penanaman
modal; (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan (p) urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
62
RPJP Kota Palembang
63
RPJP Kota Palembang
untuk menyelesaikan masalah secara adil melalui mekanisme yang dipahami dan disepakati
bersama. Pergeseran ke arah itu meliputi adanya mekanisme dan prosedur tetap proses
peradilan, keterjangkauan biaya dan keterbukaan terhadap proses dan hasil peradilan itu
sendiri. Oleh karena itu, tujuan meningkatnya aksesibilitas terhadap peradilan ini dicapai
dengan cara meningkatkan fasilitas peradilan yang aman, nyaman, dan aksesibel. Indikator
meningkatnya aksesibilitas terhadap peradilan adalah meningkatnya kepuasan penduduk
terhadap mutu pelayanan peradilan.
Perlu pemahaman bersama, penegakan hukum dalam suatu wilayah kota diatur dan
berdasarkan kepada produk-produk aturan hukum tingkat pusat. Daerah Kota Palembang
khususnya hanya memiliki kewenangan pengaturan hukum dalam bentuk Peratuan Daerah
dan Peraturan Walikota. Oleh karenanya fungsi koordinator kepala daerah memegang
peranan menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya. Kekhasan daerah dan
kewenangan daerah yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di atasnya
dituangkan dalam aturan hukum peraturan daerah.
Sebagian besar peraturan daerah mengatur persoalan kelembagaan daerah,
peningkatan pendapatan daerah dan bidang administrasi. Peraturan Daerah Kota Palembang
yang dihasilkan sejak tahun 1998-2004 masih sedikit yang mengatur substansi arah
pembangunan berkelanjutan Kota Palembang sebagai kota metropolitan, mandiri dan
berkualitas. Selain itu Peraturan Daerah yang ada belum disusun secara komprehensif dan
partisipatif sehingga mengakibatkan tumpang tindihnya kebijakan yang ada di Kota
Palembang dan menimbulkan interpretasi berbeda yang mengakibatkan terjadinya
inkonsistensi.
Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan hukum yang ketat dengan keterlibatan
stakeholders kota untuk menindak terjadinya praktik korupsi merupakan salah satu pilar
dalam membangun pemerintahan yang bersih di Kota Palembang. Hal ini penting untuk
mendorong kepastian hukum (legal certainty/rechtszekerheid) yang meningkatkan posisi
daya tarik Kota Palembang sebagai salah satu sentra perdagangan dan jasa di tingkat global.
Pelibatan masyarakat kota perlu mendapatkan prioritas kelembagaan melalui
mekanisme sosialisasi publik dan konsultasi publik secara terencana dan terpadu.
Kepedulian masyarakat akan mampu mengefektifkan wibawa penegakan hukum Kota
Palembang. Unsur ini memberikan nilai tambah bagaimana kota berbenah menekan tingkat
kriminalitas melalui kepentingan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang terkait dengan penegakan
hukum perlu terus ditingkatkan. Penegakan hukum akan menjadi wacana ketika sarana dan
prasarana penegakan hukum tidak memadai. Indikator peningkatan akan terlihat ketika
masyarakat memahami kenapa hukum tersebut terasa adil ketika masyarakat terkena
penegakan hukum. Hal ini tercermin dengan berkurangnya komplain terhadap sarana tanda-
tanda lalu lintas misalnya. Unsur ini setiap tahunya harus direvisi dan diperbaiki demi
64
RPJP Kota Palembang
2.2.6.2. Prediksi
Prediksi umum pembangunan penegakan hukum Kota Palembang adalah
terwujudnya supremasi hukum yang konsisten, mencerminkan ketertiban dan keadilan,
menjamin kepastian hukum dan memperoleh legitimasi yang kuat. Hal tersebut dapat
diwujudkan dengan strategi Kota Palembang dalam pembangunan bidang penegakan hukum
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) produk hukum yang berkeadilan; (b)
penegakan hukum yang konsisten dan efektif; (c) lembaga hukum yang independen,
akuntabel dan transparan; dan (d) partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi.
Sementara itu, prediksi kondisi penegakan hukum harus sejalan dengan arah
pembangunan penegakan hukum yang dapat diwujudkan melalui: (a) pembaruan peraturan
daerah, (b) penegakan peraturan daerah secara konsisten, (c) pengembangan kode etik
penegak hukum daerah, dan (d) pemberdayaan masyarakat di bidang hukum.
Pembaruan peraturan daerah dilakukan secara terus-menerus melalui: (a) peninjauan
kembali dan mengganti peraturan daerah yang tumpang tindih, berlawanan dengan peraturan
65
RPJP Kota Palembang
66
RPJP Kota Palembang
Peran serta dan tanggung jawab warga kota terhadap keamanan dan ketertiban
ditingkatkan dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan komunikasi publik tentang
kondisi keamanan dan ketertiban warga kota, dan (b) peningkatan aktivasi sistem keamanan
lingkungan (siskamling).
Untuk standar pelayanan publik dalam bidang keamanan dan ketertiban
dikembangkan dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan pendidikan warga kota tentang
standar-standar keselamatan, keamanan dan ketertiban; (b) peningkatan kualitas pelayanan
aparat dalam menanggapi dan menangani permasalahan keamanan dan ketertiban secara
merata di seluruh wilayah Kota Palembang.
Untuk mewujudkan tata pemerintahan kota yang baik (good governance),
dibutuhkan peningkatan kualitas aparatur daerah yang amanah dan mampu mendukung
pembangunan daerah serta menjawab kebutuhan dinamika daerah. Terwujudnya tujuan Kota
Palembang dalam pembangunan bidang pemerintahan daerah dapat tercapai apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
terpadu sesuai dengan prinsip-prinsi Good Governance and Clean Government; (b)
kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan; (c)
kebijakan publik di bidang pemerintahan daerah yang dapat diakses oleh warga kota; (d)
kenyelenggara pemerintahan daerah yang profesional; dan (e) sinergi antar–stakeholder
yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
Sejalan dengan prediksi pembangunan bidang pemerintah kota maka arah
pembangunan pemerintahan daerah diwujudkan melalui: (a) peningkatan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang; penataan kelembagaan pemerintahan daerah; (b)
pengembangan sistem informasi manajemen tata kelola kota; peningkatan kualitas
kemitraan antar daerah dan/atau luar negeri; dan (c) peningkatan kapasitas pemerintah Kota
Palembang dan/atau jaminan iklmim berkelanjutan usaha.
Kinerja aparatur pemerintah Kota Palembang dapat ditingkatkan dengan cara sebagai
berikut: (1) pengembangan kualitas pelayanan publik; (2) perekayasaan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang secara simultan dan integratif berdasarkan karakteristik sebagai
berikut: (a) fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik, (b)
pemerintah yang memberdayakan masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat
yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community), (c) pemerintah yang kompetitif,
(d) pemerintah yang digerakkan oleh misi, (e) pemerintah yang berorientasi pada hasil, (f)
pemerintah berorientasi pada masyarakat, (g) pemerintahan mampu menciptakan
pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan, (h) pemerintah yang antisipatif, berupaya
mencegah daripada mengobati, (i) pemerintah desentralisasi, dari hierarkhi menuju
partisipatif dan tim kerja.
Kelembagaan penyelenggaraan pemerintahan daerah ditempuh melalui penataan
kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan yang disesuaikan dengan dinamika yang
67
RPJP Kota Palembang
berkembang dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi warga. Good Governance
dan Clean Government diselenggarakan dengan mengedepankan akuntabilitas dan
transparansi, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan.
68
RPJP Kota Palembang
BAB III
VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN KOTA
3.1. VISI
Untuk mengantisipasi perubahan dan paradigma kehidupan masyarakat kota yang
semakin maju dibutuhkan perumusan Visi Pembangunan Kota Palembang yang bisa
mengakomodasi gerak pembangunan hingga tahun 2024. Adapun Visi Pembangunan Kota
Palembang dalam pembangunan jangka panjang adalah:
Makna dari Visi tersebut mencakup arti harfiah dan memiliki filosofi yang
mendalam berkaitan dengan perubahan pola kehidupan masyarakat kota yang semakin
cerdas, kritis, dan bersahaja. Kota jasa dengan karakteristik kota lima dimensi yaitu sebagai
pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri, dan pariwisata masih relevan
sebagai arah pembangunan Kota Palembang. Implikasinya bahwa terbentuknya kota yang
layak huni dan lestari, mampu memberikan kenyamanan dan keadilan bagi semua lapisan
masyarakat, memiliki keunggulan untuk mewadahi berbagai kegiatan industri, bisnis dan
wisata yang berdaya saing global, serta menjadi wahana pengembangan dan belajar kearifan
budaya yang tinggi, dengan tetap menghormati Hak Asasi Manusia, prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan dan kesetaraan, profesional, etika multikultural, transparansi, dan
kepedulian.
Kota Jasa adalah kota modern yang berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa
(services) untuk semua bidang kegiatan, sebagai penggerak kemajuan kota yang semakin
berkembang, sebagai pusat aktivitas untuk peningkatan kesejahteraan seluruh warga.
Berkualitas dimaksudkan memiliki karakteristik yang universal yang meliputi:
Penduduk dan pola kehidupan masyarakat yang berkualitas dan terbaik ditinjau dari segi
pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, olah raga, seni budaya, dan agama. Pemerintahan dan
tata pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam memberikan pelayanan publik yang
optimal.
Mandiri artinya mempunyai sifat-sifat yang unik dan mandiri, antara lain: Mampu
meningkatkan Pendapatan asli daerah (PAD) secara optimal sebagai sumber penerimaan
daerah untuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Pendapatan masyarakat yang
meningkat dan perilaku individu dalam kehidupan semakin sejahtera. Peran dunia usaha dan
partisipasi masyarakat (stakeholders) dalam pembangunan semakin meningkat.
Berbudaya dimaksudkan memiliki dimensi yang lebih luas, antara lain: Setiap
elemen pelaku pembangunan memiliki jiwa dan sikap yang berbudaya tinggi untuk
69
RPJP Kota Palembang
membangun kota tercinta. Kota yang maju dan mampu memberikan kenyamanan,
kemakmuran dan keadilan bagi warga kota. Memiliki keunggulan untuk mewadahi berbagai
kegiatan industri, bisnis dan wisata yang berdaya saing global. Setiap warga kota memiliki
nilai-nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, prinsip-prinsip demokrasi, keadilan
dan kesetaraan, profesional, etika multikultural, transparansi, dan kepedulian.
3.2. MISI
Untuk menjabarkan Visi Pembangunan Kota Palembang diperlukan beberapa Misi
yang diasumsikan sangat strategis dalam Pembangunan Jangka Panjang Periode 2005-2024,
antara lain:
1. Meningkatkan tata pemerintahan yang baik (local good governance) dalam
memberikan pelayanan publik, menciptakan ketertiban, kenyamanan dan keamanan,
serta mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan secara konsisten.
2. Meningkatkan kapasitas warga kota untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota,
pengambilan keputusan publik dan penyelenggaraan pelayanan publik.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penataan ruang kota yang menjamin
aksesibilitas publik dan berwawasan lingkungan.
4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat secara optimal melalui upaya memajukan tingkat
kemakmuran dan produktivitas warga kota melalui peningkatan daya tarik investasi
dan iklim usaha.
70
RPJP Kota Palembang
71
RPJP Kota Palembang
72
RPJP Kota Palembang
pusat pertumbuhan.
73
RPJP Kota Palembang
74
RPJP Kota Palembang
75
RPJP Kota Palembang
76
RPJP Kota Palembang
BAB IV
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan arah pembangunan yang sudah ditetapkan,
maka diperlukan suatu prediksi arah kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan
untuk masing-masing bidang pembangunan. Arah kebijakan pembangunan tersebut
dijabarkan dalam beberapa kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan dalam
Pembangunan Jangka Panjang Kota Palembang periode 2005-2024.
Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait
dan ditetapkan oleh yang berwenang membuat kebijakan tersebut untuk dijadikan pedoman,
pegangan, dan petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintahan maupun
masyarakat agar tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam upaya pencapaian visi, misi,
tujuan dan sasaran pembangunan.
Adapun arah kebijakan pembangunan Kota Palembang yang digariskan dalam
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Kota Palembang 2005-2024 ini adalah sebagai berikut.
(1) memberikan prioritas pada usaha-usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui peningkatan program pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, agama, ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), seni budaya, olahraga dan pemuda serta peningkatan
sumber daya aparatur pemerintahan. (2) melaksanakan penataan ruang yang lebih
partisipatif sesuai dengan potensi yang ada, sehingga rencana tata ruang benar-benar dapat
digunakan sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang dan meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan serta memberikan prioritas pada pembangunan sarana dan prasarana
perkotaan yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan mengurangi permasalahan
lingkungan perkotaan. (3) memberikan peluang bagi masuknya investasi melalui berbagai
kemudahan dan insentif dengan prioritas pada pengembangan industri, produk unggulan,
koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), perdagangan dan jasa serta pariwisata
serta meningkatkan penerimaan daerah dari berbagai sumber penerimaan daerah tanpa
merusak iklim investasi dan prinsip pembangunan berkelanjutan. (4) meningkatkan usaha-
usaha perbaikan kualitas layanan pemerintah kepada masyarakat dan merangsang
tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pembangunan melalui peningkatan
swadaya masyarakat disertai dengan usaha-usaha pengentasan kemiskinan dan penanganan
masalah-masalah sosial. (5) mewujudkan kerjasama antara Kota Palembang dengan
kota/daerah lain terutama yang berbatasan guna menciptakan keterpaduan pembangunan di
wilayah perbatasan dan kerja sama baik di dalam maupun di luar negeri guna mendorong
peningkatan usaha, ekonomi, pendidikan, seni budaya, dan pariwisata.
77
RPJP Kota Palembang
78
RPJP Kota Palembang
5. Pengelolaan air harus sejalan dengan kebijakan keterjaminan air yang mencakup; (i)
jaminan kesediaan pangan; (ii) pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat; (iii)
perlindungan ekosistem; (iv) pembagian sumber daya air antarwilayah yang berkaitan;
(v) penanggulangan resiko; (vi) pemberian nilai air; dan (vii) penguasaan air secara
bijaksana. Pembangunan infrastruktur juga harus disesuaikan dengan perkembangan
global, terutama dengan makin pesatnya arus informasi dunia. Pembangunan
infrastruktur juga harus mempertimbangkan kebutuhan energi Palembang di masa
depan.
79
RPJP Kota Palembang
80
RPJP Kota Palembang
81
RPJP Kota Palembang
82
RPJP Kota Palembang
sekitar Palembang; (c) peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan,
kesempatan kerja dan teknologi; (d) pengembangan sosial capital dan human capital; (e)
formulasi strategi perkotaan dalam suatu kerangka pembangunan wilayah yang terpadu
dan dalam suatu regional network yang saling menguntungkan.
3. Produk-produk unggulan sesuai dengan potensi Palembang ditingkatkan dan
dikembangkan dengan cara; (a) pemanfaatan keunggulan komparatif dan kompetitif
Palembang melalui pengembangan pasar, meningkatkan akses permodalan, perluasan
jaringan dan keterkaitan, pemanfaatan riset dan teknologi, pengembangan kelembagaan
dan pemantapan iklim bisnis yang kondusif; (b) pengembangan potensi maritim dengan
menerapkan manajemen modern; serta menumbuhkan lembaga-lembaga pendukung
pembangunan berbasis maritim.
4. Kerjasama antardaerah ditingkatkan untuk memperkuat eksistensi dalam iklim kompetitif,
terutama dalam menghadapi globalisasi. Persaingan global akan semakin kuat
berpengaruh pada pembangunan Palembang pada masa datang. Pembangunan Kota
Palembang akan menjadi lebih terbuka dan langsung berpengaruh terhadap
perkembangan daerah-daerah di sekitarnya. Usaha yang diperlukan pada masa transisi
agar Palembang dapat memaksimalkan keuntungan sembari meminimalkan kerugian
persaingan global adalah dengan cara pengelolaan alokasi sumber daya yang efisien dan
efektif.
83
RPJP Kota Palembang
8. Terdapat keterkaitan lokal (hulu dan hilir) serta pelibatan unsur swasta dalam
pembangunan secara proporsional;
9. Meningkatnya pengelolaan keuangan daerah secara efisien dan efektif sesuai prinsip
transparansi dan akuntabilitas anggaran.
84
RPJP Kota Palembang
kendaraan tak bermotor yang aman dan nyaman; dan (f) pengembangan kereta api
sebagai moda transportasi dalam kota dan antara Palembang dengan daerah hinterland.
5. Perumahan dan permukiman dikembangkan dengan cara; (a) pengembangan partisipasi
publik dalam peningkatan kualitas perumahan dan prasarana-sarana permukiman;
(b) pengembangan perumahan yang berkelanjutan, layak huni, terjangkau oleh daya beli
masyarakat, dan didukung oleh prasarana-sarana permukiman yang mencukupi dan
berkualitas yang dikelola secara profesional, mandiri, dan efisien; dan (c)
pengembangan perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang memperhatikan
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
6. Pengelolaan energi ditingkatkan dengan cara; (a) peningkatan kepedulian dan partisipasi
warga kota dalam pemanfaatan sumber daya energi secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan; (b) penghematan sumber daya energi tak terbarukan dan pengembangan
sumber daya energi terbarukan dalam rangka meningkatkan resources endowment; dan
(c) peningkatan mutu sumber daya manusia dan penguasaan teknologi pengelolaan
sumber daya energi.
7. Telematika perkotaan dikembangkan dengan cara; (a) peningkatan kesadaran dan
pengetahuan warga kota terhadap potensi dan pemanfaatan telematika dan (b)
mengoptimalkan dan mensinergikan pengembangan dan pemanfaatan prasarana
telekomunikasi dan non-telekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika perkotaan
guna menciptakan efisiensi dan pengurangan beban masyarakat pengguna.
8. Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota ditingkatkan dengan cara; (a)
peningkatan kesadaran dan partisipasi warga kota dalam pembangunan infrastruktur kota
yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan prinsip keterpaduan dan (b) peningkatan
manajemen pengawasan dalam rangka mengurangi tingkat penyimpangan dari rencana
yang telah ditetapkan.
85
RPJP Kota Palembang
86
RPJP Kota Palembang
87
RPJP Kota Palembang
88
RPJP Kota Palembang
89
RPJP Kota Palembang
90
RPJP Kota Palembang
dan menangani permasalahan keamanan dan ketertiban secara merata di seluruh wilayah
Kota Palembang.
Terwujudnya supremasi hukum yang konsisten mencerminkan ketertiban dan
keadilan, menjamin kepastian hukum dan memperoleh legitimasi yang kuat. Terwujudnya
tujuan Kota Palembang dalam pembangunan bidang penegakan hukum dapat tercapai
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) produk hukum yang berkeadilan;
(b). penegakan hukum yang konsisten dan efektif; (c). lembaga hukum yang independen,
akuntabel dan transparan; (d). partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi.
Arah pembangunan penegakan hukum diwujudkan melalui pembaruan peraturan
daerah, penegakan peraturan daerah secara konsisten, pengembangan kode etik penegak
hukum daerah, dan pemberdayaan masyarakat di bidang hukum.
1. Pembaruan peraturan daerah dilakukan secara terus-menerus dengan (a) peninjauan
kembali dan mengganti peraturan daerah yang tumpang tindih, berlawanan dengan
undang-undang, dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat; (b) perwujudan
peraturan daerah yang berorientasi pada rasa keadilan dan mempertimbangkan otonomi
daerah; (c) pengembangan komitmen dalam penegakan hukum melalui perjanjian
kerjasama antarlembaga dengan memperhatikan produk hukum nasional dan
internasional yang diratifikasi.
2. Peraturan daerah ditegakkan dengan maksud memberikan rasa aman, nyaman, dan
mendukung terwujudnya iklim investasi yang kondusif dengan cara (a) pengembangan
komitmen penegakan peraturan daerah untuk mencegah intervensi; (b) peningkatan
kontrol masyarakat terhadap penegakan peraturan daerah dengan memanfaatkan peran
media; (c) perwujudan kontrol masyarakat atas pelanggaran hukum dan HAM.
3. Lembaga hukum yang independen, akuntabel dan transparan ditempuh dengan cara
(a) peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum dan aparatur hukum;
(b) perbaikan kinerja dan koordinasi antarlembaga hukum dalam penanganan
pelanggaran hukum, HAM, dan sesuai dengan perubahan sistem politik.;
(c) peningkatan peran dan fungsi lembaga hukum dan lembaga advokasi secara sinergis
untuk pencegahan dan penanganan pelanggaran HAM.
4. Pemberdayaan masyarakat di bidang hukum ditujukan untuk peningkatan integritas dan
moral aparat penegak hukum dan aparatur hukum dengan cara (a) peningkatan peran
serta masyarakat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya; (b) peningkatan kualitas SDM
dengan memanfaatkan perubahan sistem politik yang mendukung penegakan hukum.
91
RPJP Kota Palembang
92
RPJP Kota Palembang
BAB V
PENUTUP
93
RPJP Kota Palembang
1. Kualitas sumber daya manusia yang meningkat dan memiliki daya saing tinggi.
2. Masyarakat yang memiliki moral, akhlak dan iman yang lebih baik serta kerukunan
hidup umat beragama dan kerukunan sosial semakin mantap.
3. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa.
4. Terciptanya aparatur pemerintahan yang berkualitas, bersih dari KKN, profesional
dalam mengemban tugas, dan berperan sebagai fasilitator pembangunan guna
terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih.
5. Semakin berkurangnya angka pengangguran dan tingkat kemiskinan seiring dengan
makin terbukanya lapangan kerja dan kegiatan usaha.
6. Meningkatnya taraf hidup rakyat dan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan
pemeliharaan kesehatan.
7. Wilayah kota yang aman, damai, dan tentram sebagai wahana yang kondusif bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Hal tersebut dapat dicapai apabila pembangunan mendapatkan dukungan dan
partisipasi aktif seluruh rakyat serta peranan aparatur pemerintahan yang amanah dan
profesional. Optimisme akan keberhasilan dan/atau kesuksesan pembangunan muncul
seiring dengan tingginya antusiasme masyarakat ini untuk secara serius mengambil bagian
dalam mengangkat harkat dan derajat masyarakat melalui pembangunan.
KAIDAH PELAKSANAAN
Pemerintah Kota Palembang wajib menerapkan 3 (tiga) pilar dari Good Governance
yang meliputi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam melaksanakan program dan
kegiatan dalam rangka pencapaian visi, misi, dan arah pembangunan sebagaimana tertuang
dalam RPJP Kota Palembang 2005-2024.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta
kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik
yang handal (reliable). Transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang
memadai disediakan untuk dipahami dan dapat dipantau.
Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan untuk
bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam melaksanakan misinya
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara periodik. Setiap instansi
pemerintah mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian
organisasinya dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari
tahap perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi.
94
RPJP Kota Palembang
95
RPJP Kota Palembang
Palembang, 2009
WALIKOTA PALEMBANG
96
Lampiran RPJP Kota Palembang
96
Lampiran RPJP Kota Palembang
Analisis SWOT
Tabel 1
Analisis Kekuatan dan kelemahan, Peluang dan Ancaman.
Geomorfologi, lingkungan hidup, dan sumber daya alam
97
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel. 2.
Potensi dan penggunaan lahan pertanian s.d. Tahun 2004
Di Kota Palembang
98
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 3
Tabel 4
99
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 5
Produksi ikan darat & Sungai dan pemasukan ikan laut
di Kota Palembang, tahun 2003.- 2005
No Jenis Produksi Produksi ( Kg) % Keterangan
Tabel 6
Timbunan sampah dan cakupan Layanan, tahun 2004 – 2005 di Kota palembang
Tabel 7
Penduduk Kota Palembang Tahun 1995 dan 2000
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
1995*) 2000**)
1. Ilir Barat I 169.063 171.389
2. Ilir Barat II 115.884 127.786
3. Ilir Timur I 213.013 185.317
4. Ilir Timur II 280.609 268.000
5. Seberang Ulu I 232.046 244.032
6. Seberang Ulu II 174.698 183.534
7. Sako 60.323 101.427
8. Sukarami 106.665 170.297
Jumlah 1.352.301 1.451.776
Sumber: *) Kantor Statistik Kotamadya Palembang
**) Badan Pusat Statistik Kota Palembang berdasarkan hasil sensus penduduk
100
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 8
Penduduk Kota Palembang 2001-2005
No. Kecamatan Penduduk
2001 2002 2003 2004 2005
1. Ilir Barat I 101.593 104.814 106.727 109.952 112.099
2. Ilir Barat II 60.159 60.582 60.761 62.032 63.264
3. Ilir Timur I 75.948 76.060 75.448 77.450 78.674
4. Ilir Timur II 151.599 153.292 154.864 157.602 106.818
5. Seb. Ulu I 139.141 141.545 142.587 146.403 149.135
6. Seb. Ulu II 79.500 81.576 82.902 85.100 86.889
7. Sako 86.365 87.561 90.229 90.263 92.214
8. Sukarami 148.300 154.521 161.609 163.705 167.066
9. Gandus 45.911 47.043 48.502 49.015 50.078
10. Kertapati 71.962 73.541 74.738 76.417 77.978
11. Plaju 77.153 77.500 76.996 79.155 80.749
12. Bukit Kecil 45.380 45.245 45.408 45.865 46.789
13. Kemuning 74.664 77.532 80.246 81.865 83.423
14. Kalidoni 77.699 81.873 86.418 87.718 89.617
Palembang 1.235.374 1.262.685 1.287.435 1.312.551 1.338.793
Sumber: BPS Kota Palembang, 2004 dan 2005
101
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 9
Penduduk Kota Palembang 2005 dan Rata-Rata Kepadatan
per Kelurahan dan per Km2
102
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 10
Penduduk dan Sex Ratio Kota Palembang
Berdasarkan Jenis Kelamin, tahun 2005
Kecamatan Sex Tahun 2004 Tahun 2005
Ratio Perempuan Laki- Jumlah Sex Ratio Perempuan Laki-Laki Jumlah Sex Ratio
No.
2002 Laki
1. Ilir Barat I 99.06 53.663 56.289 109.952 104,89 57.463 54.663 112.099 95.17
2. Ilir Barat II 97.57 30.484 31.548 60.032 103,49 32.677 30.537 63.264 93.90
3. Ilir Timur I 92.94 34.866 42.584 77.450 122,14 37.319 41.355 78.674 110,81
4. Ilir Timur II 98.33 78.303 79.299 157.602 101,27 83.810 77.008 106.818 91,88
5. Seb. Ulu I 98.62 70.163 76.240 146.403 108,66 75.097 74.038 149.135 98,59
6. Seb. Ulu II 98.96 42.713 42.396 85.109 99,26 45.717 41.172 86.889 90,06
7. Sako 99.98 45.951 44.312 90.263 96,43 49.181 43.033 92.214 87,50
8. Sukarami 98.97 81.559 83.146 163.705 100,72 87.292 79.774 167.066 91,39
9. Gandus 99.84 24.993 24.022 49.015 96,11 26.750 23.328 50.078 87,21
10. Kertapati 98.02 37.989 38.428 76.417 101,16 40.660 37.318 77.978 91,78
11. Plaju 99.27 39.117 40.038 78.155 102,35 41.867 38.882 80.749 92,87
12. Bukit Kecil 98.77 22.659 23.206 45.865 102,41 24.252 22.537 46.789 92,93
13. Kemuning 97.28 39.542 42.323 81.865 107,03 42.323 41.100 83.423 97,11
14. Kalidoni 100.18 44.683 43.035 87.718 96,31 47.825 41.792 89.617 87,39
Palembang 98.45 646.685 665.866 1.312.551 102,97 692.156 646.637 1.338.793 93,42
Sumber: BPS Kota Palembang, 2004 dan 2005
Tabel 11
Jumlah Penduduk Palembang Menurut Umur
Dan Jenis Kelamin tahun 2004
Katagori Kelompok Tahun 2004 Tahun 2005
Penduduk Umur Perempuan Laki- Jumlah Sex Perempuan Laki- Jumlah Sex
Laki Ratio Laki Ratio
Penduduk 0-14 208.282 195.452 403.734 93,84 197126 182805 379931 92,74
dibawah 15 0–4 63.229 64.182 127.481 101,51 69.423 59491 128914 85,69
tahun 5-9 72.606 60.857 133.463 83,82 54.819 55934 110753 102,03
10-14 72.447 70.413 142.890 97,19 72.884 67380 140264 92,45
15-64 414.249 444.742 858.991 107,36 469635 444434 914069 94,63
15-19 77.715 83.773 161.489 107,80 82643 74428 157071 90,06
20-24 65.736 70.210 135.947 106,81 80082 68673 148755 85,75
25-29 53.794 68.520 122.313 127,38 59595 66927 126522 112,30
Penduduk 30-34 48.276 53.169 101.445 110,14 54473 44489 98962 81,67
Usia Kerja 35-39 45.639 48.408 94.047 106,07 49074 41385 90459 84,33
(Tenaga 40-44 41.810 35.503 77.313 84,92 49074 44165 93239 90,00
Kerja) 45-49 30.487 33.153 63.640 108,74 42775 40091 82866 93.73
50-54 21.916 26.532 48.448 121,06 27763 33819 61582 121.81
55-59 14.144 14.710 29.854 104,00 14535 17524 32059 120.56
60-64 13.631 10.764 24.395 78,97 9621 12933 22554 134.43
Penduduk 65+ 24.154 25.672 49.826 106,28
Tua 23395 19398 42793 82.92
Jumlah 646.685 665.866 1.312.551 102,97 692156 646637 1338793 93.42
Sumber: Palembang Dalam Angka 2004.dan BPS 2005
103
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 12
IKM Propinsi Sumatera Selatan Menurut
Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2002
Tabel 13
IPM Propinsi Sumatera Selatan Menurut
Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2002
104
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 14
Proyeksi Penduduk Kota Palembang 1990-2025
No. Tahun Penduduk
Awal Periode Akhir Periode
Masa Lalu
1. 1990-2005 1.144.279 1.338.793
Rata-Rata Pertumbuhan 1,22%
2. 2005-2010 1.338.793 1.423.002
3. 2010-2015 1.423.002 1.512.506
4. 2015-2020 1.512.506 1.607.642
5. 2020-2025 1.607.642 1.708.761
Tabel 15
Prediksi Jumlah Tenaga Kerja Kota Palembang
2005-2025
Tahun Penduduk Tenaga Kerja
Perempuan Laki-Laki Jumlah
2004 1.312.551 490.827 440.211 931.038
2005 1.338.793 500.632 448.974 949.606
2010 1.423.002 532.122 477.214 1.009.335
2015 1.512.506 565.591 507.230 1.072.821
2020 1.607.642 601.166 539.134 1.140.300
2025 1.708.761 638.979 573.045 1.212.024
Tabel 16
Prediksi Jumlah Angkatan Kerja Kota Palembang 2004-2025
Tahun Perempuan Laki-Laki
Tenaga TPAK Angkatan Bukan AK TK TPAK Angkatan Bukan
Kerja Kerja Kerja AK
2004 490.827 39,37 193.260 297.567 440.211 80,38 353.859 86.352
2005 500.632 40,58 203.157 297.476 448.974 82,44 370.134 78.840
2010 532.122 46,63 248.129 283.994 477.214 92,74 442.568 34.646
2015 565.591 52,68 297.953 267.638 507.230 95,00 481.869 25.362
2020 601.166 58,73 353.065 248.101 539.134 96,00 517.569 21.566
2025 638.979 64,78 413.931 225.048 573.045 97,00 555.854 17.191
105
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 17
Prediksi Jumlah Angkatan Kerja, Mencari Kerja dan Bekerja
Kota Palembang 2004-2025 (Skenario 1)
Tabel 18
IPM Kota Palembang Tahun 2002 dan 2004
Dan Kondisi Ideal dan kondisi Terburuk IPM
106
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 19
Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang, Tahun 2001-2005
Atas Dasar Harga Konstan 2000
No Sektor Ekonomi Pertumbuhan Rerata
2001 2002 2003 2004 2005
1 Pertanian -0,45 1,05 -3,00 0,74 -2,51 -0,83
2 Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 4,55 3,64 3,42 3,61 3,72 3,79
4 Listrik, Gas dan air bersih 6,26 8,53 6,61 7,97 7,73
5 Bangunan 8,06 8,37 8,52 8,53 8,08 8,31
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,06 8,16 7,78 8,47 8,97 8,09
7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,72 7,57 7,03 13,41 14,63 9,67
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 5,53 4,71 5,62 9,26 9,62 6,95
Perusahaan
9 Jasa-Jasa -5,73 5,28 6,48 4,74 7,29 3,61
PDRB dengan Migas 4,03 5,48 5,44 6,42 7,06 5,69
PDRB tanpa Migas 4,17 6,48 6,58 7,96 8,66 6,77
Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2005
Tabel 20
Distribusi Persentase PDRB Kota Palembang 2000-2004
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dengan Migas
No Sektor Tahun Rerata
2000 2001 2002 2003 2004
1 Pertanian 1,14 1,09 1,05 0,96 0,91 1,03
2 Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 0 0
3 Industri Pengolahan 44,20 44,44 43,66 42,95 42,33 43,52
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,32 1,35 1,39 1,40 1,42 1,38
5 Bangunan 6,72 6,98 7,17 7,35 7,49 7,14
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 17,68 18,20 18,67 19,01 19,50 18,61
7 Pengangkutan dan Komunikasi 9,76 9,92 10,11 10,23 10,36 10,08
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 6,13 6,22 6,18 6,16 6,32
Perusahaan 6,20
9 Jasa-Jasa 13,05 11,79 11,77 11,95 11,68 12,05
Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2004
107
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 21
PDRB Per Kapita Kota Palembang Tahun 2000-2005
Menurut Harga Konstan 2000
Tabel 22
Palembang Indonesia
108
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 23
Koefisien Location Quotient Sektor Ekonomi di Palembang
109
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 24
Proyeksi Besaran Makro Ekonomi
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Tabel 25
Proyeksi Pertumbuhan Kebutuhan Investasi
Untuk Mencapai Pertumbuhan Yang Ditargetkan
110
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 26
Proyeksi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
Tabel 27
Anggaran dan Realisasi PAD dan Perimbangan
Di Kota Palembang Tahun 2002-2006
111
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 28
Anggaran dan Realisasi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik
Di Kota Palembang Tahun 2002-2006
Tabel 29
Perkembangan Komponen Pendapatan Asli Daerah
Kota Palembang (Rupiah)
112
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 30
Perkembangan Derajat Desentralisasi Fiskal, Pajak, dan Bantuan
Kota Palembang Tahun 1993-2005
Derajat Derajat
Tahun Desentralisasi Desentralisasi
Fiskal Pajak Derajat Bantuan
1993 0,413012 0,307762 0,279226
1994 0,206027 0,190729 0,603244
1995 0,164193 0,192863 0,642944
1996 0,167856 0,184598 0,647546
1997 0,174661 0,186964 0,638375
1998 0,161890 0,184755 0,653355
1999 0,358356 0,257668 0,383976
2000 0,153658 0,108953 0,737389
2001 0,102309 0,229512 0,668179
2002 0,119617 0,237405 0,642978
2003 0,125733 0,190228 0,684039
2004 0,117095 0,214437 0,668468
2005 0,137739 0,299603 0,562658
Rata-rata 0,184780 0,214267 0,600952
113
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 31
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Kota Palembang
No. Jenis PMKS 2000 2004 Sumsel
1. Anak balita terlantar 0 376 1.460
2. Anak terlantar 12.825 12.224 221.812
3. Anak nakal 655 335 8.473
4. Anak korban tindak kekerasan
/diperlakukan salah 0 71 202
5. Anak jalanan 1.647 739 3.718
6. Anak cacat 0
Tuna rungu 0 11 569
Tuna netra 0 46 775
Tuna mental 0 9 976
Tuna daksa 0 43 2.172
7 Tuna susila 608 479 1.768
8 Pengemis 224 142 1.513
9 Gelandangan 343 79 880
10 Korban narkotika 138 84 274
11 Penyandang cacat 652 134 12.880
12 Penyandang cacat Penyakit Kronis 188 69 1.960
13 Mantan narapidana terlantar 386 169 1.368
14 Lanjut usia terlantar 1.929 427 20.333
15 Wanita rawan social ekonomi 1.710 3.340 13.392
16 Wanita korban tindak kekerasan 0 66 466
17 Keluaga fakir miskin 41.850 19.101 931.032
18 Keluarga berumah tak layak huni 2.339 8.171 167.171
19 Korban bencana alam 215 20.423 227.778
20 Masyarakat tinggal di wilayah rawan
bencana 235 347 287.916
21 Masyarakat terasing (KAT) 0 0 10.152
22 Perintis kemerdekaan 1 2 3
23 Anak perempuan & lanjut usia korban
tindak kekerasan 101 0 579
24. Korban bencana social 0 0 304
25. Keluarga bermasalah psikologis 40 649 1.291
26. Pekerja migran bermasalah sosial 0 55 105
27. Penyandang HIV & AIDS 0 61 83
Sumber : Dinkesos Prov. Sumsel tahun 2001 dan 2005
114
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 32
Angka Partisipasi Sekolah Kota Palembang Tahun 2000,2003 dan 2004
07 - 12 th 13 - 15 th 16 - 18 th
No Tahun
L P L P L P
1. 2000 93,48 97,29 88,69 88,85 65,92 66,51
Rata-rata Provinsi 95,58 95,58 78,33 78,61 46,11 48,49
2. 2003 96,17 98,13 90,03 92,08 70,24 78,04
Rata-rata Provinsi 96,32 96,70 77,57 79,81 43,32 45,88
3. 2004 98,62 99,51 89,28 94,10 73,28 77,42
Rata-rata Provinsi 96,91 97,58 82,51 84,74 49,18 51,21
Tabel 33
Persentase Penduduk Umur 10 tahun ke atas menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
115
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 34
Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas yang Buta Huruf di Kota Palembang
No. Uraian 1995 2000 2003 2004
L P L P L P L P
1. Palembang 3,19 7,61 1,2 4,2 1,25 2,30 0,80 3,50
2. Rata-rata Plg 5,47 2,7 1,79 2,24
3. Sumsel 4,73 11,34 2,9 7,6 2,46 6,05 2,4 5,25
4. Rata-rata Sumsel 8,04 5,2 4,25 3,81
Sumber : Susenas 2000,2003 & 2004, BPS Sumsel
Tabel 35
Fasilitas Pendidikan di Kota Palembang Tahun 2000 dan Tahun 2004
No. Kecamatan TK (N/S) SD (N/S) SLTP (N/S) SMU (N/S) SMKK(N/S)
2000 2004 2000 2004 2000 2004 2000 2004 2000 2004
1 Ilir Barat I 21 1/16 57/2 34/2 8/18 6/11 4/16 4/10 3/3 2/3
2 Ilir Barat II 7 0/8 29/2 14/2 6/6 2/5 1/7 0/4 - 0/1
3 Ilir Timur I 22 0/23 25/10 12/11 4/30 2/12 3/10 1/9 1/8 2/2
4 Ilir Timur II 20 0/27 56/12 31/11 10/36 4/22 3/22 4/22 1/7 1/7
5 Seb. Ulu I 12 1/14 71/6 35/8 9/22 6/11 2/12 1/6 0/2 0/1
6 Seb. Ulu II 10 0/11 22/2 13/3 4/26 2/11 2/14 1/8 0/14 0/4
7 Sako 29 0/26 25/2 19/2 4/8 5/7 2/3 2/2 0/8 0/3
8 Sukarami 30 0/30 54/2 36/2 9/10 10/10 2/8 2/9 2/2 2/2
Jumlah 203 - - - - - - - - -
116
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 36
Jumlah Sekolah Agama/Madrasah di Kota Palembang Tahun 2004
Swasta 82 28 12
Swasta 85 22 5
117
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 37
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Palembang Tahun 1996-2002
Tahun
Tabel 38
Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota Palembang Tahun 2004
No. Kecamatan Masjid Langgar Mushola Gereja Vihara Pura
1 Ilir Barat I 75 12 10 0 0 0
2 Ilir Barat II 16 46 0 1 0 1
3 Ilir Timur I 29 22 0 0 0 0
5 Seberang Ulu I 37 57 24 2 0 0
6 Seberang Ulu II 32 70 4 0 1 0
7 Sako 53 34 6 0 0 0
8 Sukarami 128 37 23 6 11 0
9 Gandus 33 17 0 0 0 0
10 Kertapati 41 58 1 0 0 0
11 Plaju 22 14 32 2 0 0
12 Bukit Kecil 23 14 4 0 0 0
13 Kemuning 48 28 20 1 0 1
14 Kalidoni 44 0 0 0 0 0
118
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 39
Persentase Rumah Tangga Menggunakan Sumber Air Minum di Kota Palembang
Tabel 40
Persentase Rumah Tangga Memiliki Jamban Keluarga di Kota Palembang
119
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 41
Persentase Rumahtangga Luas Lantai Rumah, Jenis Atap-Dinding-Lantai
120
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 42
Fasilitas Kesehatan di Kota Palembang Tahun 2000 dan Tahun 2004
2000 2004 2000 2004 2000 2004 2000 2004 2000 2004
1 Ilir Barat I 3 2 7 4 4 5 5 3 1 1
2 Ilir Barat II 2 0 4 1 7 4 5 2 0 0
3 Ilir Timur I 1 4 4 3 6 1 5 3 0 0
4 Ilir Timur 2 2 2 5 3 4 2 3 1 1
II
5 Seb. Ulu I 0 1 1 4 4 7 4 4 1 0
6 Seb. Ulu II 3 2 4 2 4 3 2 1 1 0
7 Sako 0 2 2 2 4 5 2 5 1 2
8 Sukarami 2 2 4 4 11 10 3 3 1 2
9 Gandus 3 0 2 1 3 4 1 0 2 1
10 Kertapati 0 0 1 2 4 6 1 0 1 1
11 Plaju 0 1 1 1 2 5 1 3 0 1
12 Bukit Kecil 0 3 1 2 3 3 2 2 1 1
13 Kemuning 1 1 1 2 3 5 3 4 2 1
14 Kalidoni 0 1 2 3 6 5 2 0 2 2
Jumlah 17 21 36 36 64 67 38 33 14 13
Tabel 43
Jumlah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berdasarkan Rasio Penduduk
Kota Palembang Tahun 2000, 2003 dan Tahun 2004
No. Tenaga Kesehatan 2000 2003 2004
Jumlah Jumlah Jumlah
1. Dokter Umum 181 294 354
2. Dokter Spesialis 7 142 163
3. Dokter Gigi 36 52 30
4. Perawat Umum 180 944 833
5. Perawat Gigi 6 100 100
6. Bidan 148 361 256
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Palembang 2004.
121
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 44
Analisis SWOT
Sosial, Budaya dan Politik
No. Aspek Karakteristik S W O T
1. PMKS Penyandang Berlakunya Besaran data Pembangunan Munculnya
masalah kesejah- desentralisasi penyendang kesejahteraan permasalahan
teraan social mendorong masalah social menjadi social yang
semakin tumbuhnya kesejahteraan tanggung baru.
kompleks. organisasi tidak di jawab
social yang dukung bersama,
peduli dan dengan data pemerintah
berperan akurat ( by dan
menangani name dan masyarakat.
permasalahan address).
sosial
2. Pendidikan Peningkatan Partisipasi Masi Masyarakat Globalisasi
kualitas masyarakat terdapat menyadari dan persaingan
pendidikan dasar dalam angka buta bahwa pintu akan
dan menengah mengelola huruf masuk mendorong
(Program wajib pendidikan penduduk pengembangan biaya tinggi
belajar 9 tahun semaki usia 10 tahun ilmu bagi
belum optimal meningkat. ke atas dan pengetahuan pendidikan
dan angka buta masih dan teknologi formal.
huruf masih randahnya dari
tinggi) angka pendidikan.
partisipasi
sekolah umur
12-19 tahun.
3. Kebudayaan Pengembangan Kekayaan Pengelolaan Potensi wisata Kondisi
kebudayaan dan budaya peninggalan sebagai keamanan
hasil-hasil dalam bentuk sejarah sumber yang kurang
kebudayaan aneka belum pendapatan kondusif bagi
kerajinan dan optimal dan daerah. pengembangan
peninggalan dikelola wisata.
sejarah seba- secara serius.
gai potensi
wisata
budaya.
4. Pemberdayaan Sensitif jender Kualitas Masih Program Sensitif jender
Perempuan dalam proses sumberdaya adanya pembangunan hanya dalam
pembangunan perempuan pengaruh telah konsep dalam
semakin budaya menggunakan pembangunan.
meningkat. paternalistic. analisis jender.
5. Agama Kerukunan umat Solidaritas Potensi Adanya Potensi konflik
beragama keagamaan konflik bermacam- sangat besar.
dan internal macam agama
kerukunan agama dan merupakan
umat pengaruh modal social
beragama. kemiskinan. bagi
masyarakat.
122
Lampiran RPJP Kota Palembang
123
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 45
Sarana Pendidikan (unit) Kota Palembang Tahun 2003
Tsanawiya M A
SD SLTP SLTA SMK Ibtidaiyah
Kecamatan TK h N
Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast
Ilir Timur I 23 12 11 2 15 1 7 1 3 1 7 1 1 0 0
Ilir Timur II 25 31 11 4 21 2 16 1 4 0 15 0 4 0 0
Ilir Barat I 25 34 2 6 11 4 11 3 3 1 2 1 2 2 1
Ilir Barat II 10 14 2 2 5 0 4 0 0 0 7 0 4 0 0
Seberang Ulu I 14 35 8 6 11 1 8 0 2 0 15 0 2 0 1
Seberang Ulu 10 13 3 2 11 1 7 0 4 0 11 0 2 0 3
II
Sukarami 38 36 2 10 9 2 8 2 1 0 0 0 2 0 0
Sako 19 2 4 4 7 2 4 0 2 0 3 0 4 0 0
Bukit Kecil 9 19 2 2 5 0 4 0 1 0 3 0 0 0 0
Gandus 9 16 2 4 3 2 3 0 0 0 7 0 5 0 0
Kemuning 13 20 9 2 9 2 11 0 7 0 0 0 0 1 2
Kalidomi 13 30 4 6 13 1 9 0 3 0 3 0 0 0 1
Plaju 12 29 13 2 15 1 8 0 4 0 6 0 2 0 1
Kertapati 6 33 5 3 9 1 4 0 1 0 5 0 0 0 0
Palembang 219 332 79 55 144 20 104 7 35 2 84 2 28 3 9
Sumber : Palembang dalam Angka, 2003
124
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 46
Sarana Kesehatan
1 Ilir Timur I 2 4 1 2 0
2 Ilir Timur II 2 7 4 3 1
3 Ilir Barat I 2 4 5 4 1
4 Ilir Barat II 0 1 4 1 0
5 Seberang Ulu I 1 4 7 4 0
6 Seberang Ulu II 2 2 3 1 0
7 Sukarami 3 4 10 5 2
8 Sako 1 2 5 3 2
9 Bukit Kecil 3 2 3 1 1
10 Gandus 0 1 4 0 1
11 Kemuning 2 1 5 4 1
12 Kalidomi 2 1 5 1 2
13 Plaju 1 1 5 0 1
14 Kertapati 0 2 6 1 1
Palembang 21 36 67 30 13
125
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 47
126
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 48
Sarana Perdagangan Kota Palembang (unit) Tahun 2003
Pedagang Kaki
No Kecamatan Pasar Petak Los Pedagang
Lima
1 Ilir Timur I 3 308 1065 1373 0
2 Ilir Timur II 2 852 159 1038 1493
3 Ilir Barat I 1 89 73 162 0
4 Ilir Barat II 1 225 25 250 0
5 Seberang Ulu I 3 787 334 1121 240
6 Seberang Ulu II 0 0 0 0 0
7 Sukarami 0 0 0 0 0
8 Sako 0 0 0 0 0
9 Bukit Kecil 4 1065 298 1363 228
10 Gandus 2 108 163 271 47
11 Kemuning 3 442 335 777 199
12 Kalidomi 0 0 0 0 0
13 Plaju 1 406 215 621 202
14 Kertapati 1 195 92 287 213
Kota Palembang 21 4477 2759 7263 2.812
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Palembang, 2003
Tabel 49
Sarana Dinas Kebakaran Kota Palembang Tahun 2003
Keadaan
No Jenis Sarana Jumlah
Baik Rusak
1 Mobil Unit Pemadam 6M3 13 11 2
2 Mobil Tengki 5M3 7 6 2
3 Mobil Pick Up Kijang 2 2 -
4 Mobil Pick Up Daihatsu 1 1 -
5 Pompa Vortable (PBK) 5 5 -
6 Ginset 1 1 -
7 Kompresor 2 1 -
Sumber :Palembang dalam Angka, 2002
127
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 50
Panjang dan Lebar Perkerasan Jalan Menurut Status di Kota Palembang
Tabel 51
Panjang Jalan Menurut Status, Kelas dan Kondisi Jalan
di Kota Palembang Tahun 2004
1. Status
- Jalan Kota 620,115 80,45
- Jalan Propinsi 85.980 11,01
- Jalan Negara 64.700 8,39
2. Kelas Jalan
- Kelas I - -
- Kelas II - -
- Kelas III 770,795 100
- Kelas IIIa - -
- Kelas IV b - -
- Kelas V c - -
3. Kondisi Jalan
- Baik 770,795 100
- Sedang - -
- Rusak - -
Sumber : Palembang Dalam Angka 2003 dari Dinas Perhub. Kota Palembang
128
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 52
Prasarana dan Sarana Angkutan Jalan di Kota Palembang Tahun 2001
Tabel 53
Kondisi Jalan Kota Palembang Tahun 2004
Kondisi
No Status Baik Sedang Rusak
(km) (%) (km) (%) (km) (%)
1. Jalan Nasional 64,700 7,55 - - - -
2. Jalan Propinsi 85,980 9,39 - - - -
3. Jalan Kabupaten - - - - - -
4. Jalan Kota 638,159 46,93 - - 25,070 -
Jumlah 788,839 63,87 - - 25,070 -
Sumber : Dinas Kimpraswil Kota Palembang, 2004.
129
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 54
Hirarki Jaringan Jalan Utama di Kota Palembang
Hirarki Jaringan/Ruas Jalan Panjang (m) Keterangan
Jalan
Arteri Jl. Ki Merogan : Batas Kota (KM 14) – Simpang 5.700 Ke arah Indralaya
Primer Musi II
Jl. Parameswara (Musi II) 9.900
Jl. Lingkar Barat : Parameswara – Simpang Tanjung 8.400
Api-Api
Jl. Kol. Barlian : Simpang Tanjung Api-Api – Batas 3.800 Ke arah
Kota Betung/Jambi
Jl. Ke Tg. Api-Api : Simpang Tg. Api-Api – Batas 4.500 Ke arah Tanjung
Kota Api-Api
Jl. SMB II (ke Bandara SMB II) 2.400 Jalan Bandara
Eksisting
Jl. Demang Lebar Daun – Jl. Basuki Rahmad – Jl. 16.800
Sukamto – Jl. Residen Rozak (Patal Pusri) – Jl.
Mayor Zen (ke P. Sei Lais)
Jl. Martadinata – Jl. Yos Sudarso – Jl. Brigjen M. 3.300 Ke Pelabuhan
Dani (ke Pelabuhan Boom Baru) Boom Baru
Jl. Lingkar Selatan via Jembatan Ogan III (Simpang 13.200 Jl. Eksisting diluar
Musi II – Desa Sungai Pinang) Kota Palembang
Kolektor Jl. Kapten Abdulah, sampai Batas Kota (Talang 3.200 Ke arah Kayu
Primer Putih) Agung
Arteri Jl. Kol. Barlian (Simpang Tj. Api-Api – KM. 5) 4.500
Sekunder Jl. Jend. Sudirman 6.800
Jl. (Poros) Jakabaring 8.700 Sebagian diluar
Kota
Jl. Ki Merogan – Simpang Musi II 3.900
Jl. KHA. Wahid Hasyim 2.550
Jl. Pangeran Ratu 600
Jl. Jend. A. Yani 3.000
Jl. DI. Panjaitan 2.700
Jl. Perintis Kemerdekaan 1.200
Jl. Veteran 1.800
Jl. Kapten Rivai 2.100
Jl. Talang Kerangga (Ki Ronggo Wirosentiko) 1.550
130
Lampiran RPJP Kota Palembang
131
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 55
Jumlah Oplet dan Bus Kecil yang Beroperasi di Kota Palembang Tahun 2003
Jurusan Jumlah Jurusan Jumlah
Oplet : Angkutan Pinggiran :
Ampera – Sekip 187 Km. 5 – Lebangsiarang -
Ampera – Lemabang 310 Km. 8.5 – Per. Griya Tl. Kelapa 2
Ampera – Tg. Buntung 118 Km. 8.5 – Per. Sukarame Indah -
Ampera – Pakjo 154 Km. 8.5 – Perum Mas Karebet 1
Ampera – Bukit Besar 119 Km. 9 – Ds. Gasing Laut -
Pasar – Kuto Perumnas 200 7 Ulu Laut – 1 Ulu Laut -
Ampera – Km. 5 351 7 Ulu Laut – Tg. Takat -
Sayangan – Lemabang 228 Sekip Ujung – Seduduk Putih 3
Km. 5 Talang Betutu 96 Perumnas Sako – Borang -
Pasar Kuto – Kenten Laut 86 Musi II – Simpang RRI 23
RRI – Musi II 23 Lemabang – Kalidoni -
7 Ulu – TOP 12 Punti Kayu – Sukabangun II -
7 Ulu – OPI 25 Tg. Buntung – Gandus 7
Patal – Pusri 10 Sp. Jaka Baring – Komp. OPI 25
7 Ulu – Tegal Binangun 8 Sp. Jaka Baring – Komp. TOP 12
Jumlah 1927 Sekip – Pusri 12
Bus Kecil : Jaka Baring – Tegal Binangun 8
Km. 12 – Ampera – Terminal Karya Jaya 200 Mak Rayu – Labak Keranji 6
Ampera – Plaju – Km. 12 200 Jumlah 97
Ampera – Perumnas 109
Ampera – Lemabang – Sei Lais 60
Jumlah 569
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2003.
132
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 56
Jumlah Bus Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi Dan Angkutan Antar Kota Antar
Propinsi Yang Beroperasi Di Kota Palembang
Trayek Bus Angkutan Antar Kota Dalam Jumlah Trayek Bus Angkutan antar kota antar Jumlah
Propinsi propinsi
Tabel 57
Tipe dan Luas Terminal di Kota Palembang Tahun 2003
133
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 58
Prasarana dan Sarana Angkutan Kereta Api di Kota Palembang Tahun 2002
Tabel 59
Lalu lintas Masuk dan Keluar Kapal Barang dan Penumpang Melalui Dermaga
Tangga Buntung Tahun 1995 s/d 2000
Penumpang Barang
No. Tahun
Kapal Barang Penmp. Kapal Barang Penmp.
1. 1995 13.435 15.930 84.327 13.433 13.725 76.462
2. 1996 11.409 11.161 68.920 77.940 15.747 13.696
3. 1997 7.706 13.646 55.968 8.022 14.699 60.655
4. 1998 5.982 9.967 36.217 6.126 10.141 36.852
5. 1999 4.403 8.114 21.739 4.455 10.141 22.022
6. 2000 4.407 8.154 21.739 4.428 10.700 21.781
7. 2001 - - - - - -
Keterangan : Data 2001 belum diterima
Sumber : Palembang Dalam Angka 2001 dan Dinas Perhubungan Kota Palembang
134
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 60
Prasarana dan Sarana Angkutan Sungai dan Penyeberangan
di Kota Palembang Tahun 2002
No. Prasarana dan Sarana Kondisi Saat Ini Rencana Keterangan
1. Sungai-sungai -
S. Musi 15 km x 270 m / 9m -
S. Ogan 5 km x 150 m / 5 m -
S. Komering 2 km x 160 m / 3 m -
S. Keramasan 4 km x 50 m / 4 m -
S. Terusan 5 km x 2 m / 5 m -
2. Jumlah Kapal -
Jukung 136 unit -
Gandeng 33 unit -
Speed Boat 55 unit -
Ketek 56 unit -
Tempel 42 unit -
Tongkang 17 unit -
3. Dermaga Sungai -
Umum 1 buah -
Pariwisata 1 buah -
Tempat Tambat 3 buah -
4. Dermaga Penyeberangan -
Lokasi 35 Ilir - Pengembangan oleh Ditjen
Luas Lahan 3,5 Ha - Hubdat dengan bantuan
Luas Pontoon 240 m2 / 500 GRT - Loan JBIC Rp. 41,2 Milyar,
Luas Terminal 350m2 / 100 org - selesai akhir tahun 2003
135
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 61
Prasarana dan Sarana Angkutan Laut di Kota Palembang Tahun 2002
Tabel 62
Lalu Lintas Pesawat dan Penumpang Melalui Bandar Udara
Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Tahun 1995 s/d 2000
Pesawat Penumpang
No. Tahun
Datang Berangkat Datang Berangkat Transit
1. 1995 7.288 7.293 304.405 306.074 6.046
2. 1996 7.045 7.067 316.643 300.238 10.720
3. 1997 7.183 7.192 262.424 286.094 7.364
4. 1998 5.056 5.066 187.687 184.632 3.183
5. 1999 3.913 3.909 171.806 167.360 7.254
6. 2000 4.138 4.140 195.165 188.837 5.345
7. 2001 2.510 2.511 133.306 134.870 4.767
Sumber : Palembang Dalam Angka 2001 dari Laporan Bandara SM. Badaruddin II Kota Palembang
136
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 63
Jumlah Langganan, KVA Tersambung dan Pemakaian Listrik
Per Kelompok Tarif di Kota Palembang Tahun 2002
Tabel 64
Kapasitas Produksi dan Langganan Air Bersih Kota Palembang Tahun 2003
Kapasitas Air yg di
Jumlah Pekerja Pekerja
No Tahun Produksi distribusikan
Langganan Operasional Lainnya
(M3) (M3)
1 1995 49,949,859 48,206,428 67,901 220 190
2 1996 53,099,885 52,287,624 71,123 223 193
3 1997 54,095,155 52,662,212 74,490 208 201
4 1998 54,921,816 51,664,741 76,854 191 204
5 1999 53,538,104 50,342,624 79,128 220 168
6 2000 54,175,245 49,264,061 80,392 291 78
7 2001 52,990,974 51,892,712 83,374 205 215
8 2002 61,308,868 59,442,580 86,083 160 245
Sumber : PDAM Tirta Musi Palembang dan Palembang dalam Angka, 2003
137
Lampiran RPJP Kota Palembang
Tabel 65
Data Alat Produksi dan Jumlah Pelanggan Telepon Kota Palembang Tahun 2003
Jumlah Public Phone
No Kecamatan Satuan
Pelanggan WTL/TUT TUCC TUC TUCP TUK
1 Ilir Timur I SST 20,870 209 137 170 14 39
2 Ilir Timur II SST 8,879 95 23 42 25 5
3 Ilir Barat I SST 9,362 359 13 113 42 19
4 Ilir Barat II SST 5,074 61 5 13 18 3
5 Seberang Ulu I SST 7,715 153 4 45 25 11
6 Seberang Ulu II SST 3,308 58 - - 8 3
7 Sukarami SST 12,643 115 - 43 39 12
8 Sako SST 9,960 113 1 54 20 17
9 Bukit Kecil - - - - - - -
10 Gandus - - - - - - -
11 Kemuning - - - - - - -
12 Kalidoni - - - - - - -
13 Plaju - - - - - - -
14 Kertapati - - - - - - -
Sumber : Palembang dalam Angka, 2003
138
KETERKAITAN ANTARDOKUMEN PERENCANAAN
pedoman jabaran
RPJP RPJM RKP
NASIONAL NASIONAL
POLITIK, KEAMANAN
DAN KETERTIBAN
ANALISIS
KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM
UU 25/2000;
UU 32/2005; PEMERINTAHAN
PP; RPJPN; DAERAH
...dll
SOSIAL BUDAYA
Development ARAH R R
Scenario VISI SUMBER DAYA PEMBANGUNAN P S
R
MANUSIA J K
Kota MISI JANGKA K
Persiapan PANJANG
M P
Palembang EKONOMI D D P
Awal DAERAH D
PEMBANGUNAN
DAERAH
ANALISA
SWOT,
SUMBERDAYA DAN
Proses LINGKUNGAN
Konsultasi & HIDUP
Penelitian
PRASARANA KOTA