Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelsaikan penulisan laporan
Oseanografi Fisika ini tepat pada waktunya. Laporan ini disusun sebagai syarat
untuk melengkapi tugas laporan praktikum mata kuliah Oseanografi fisika
Program Studi Ilmu Kelautan.
Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak
pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah swt
2. Bapak Dr. Yar Johan, bapak Bertoka Fajar, Sp. Negara, S.Kel, M.Si dan
ibu Dewi Purnama S.Pi, M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah
oseanografi fisika ini.
3. Co-Ass mata kuliah Oseanografi fisika, bang kurniawan, bang tri, bang
pinsi, bang alduki dan mbak destia yang telah mendampingi dan
membimbing kami selama kegiatan praktikum dilapangan.
4. Kedua orang tua dan semua keluarga besarku.
5. Teman-temanku.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan, yang masih jauh dari dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikkan
penulisan laporan selanjutnya. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan
semoga Laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Bengkulu, 3 Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Salinitas .................................................................................................... 3
2.2 Temperatur (suhu) .................................................................................... 3
2.3 PH ............................................................................................................. 4
2.4 Kecerahan ................................................................................................. 4
2.5 Arus .......................................................................................................... 5
2.6 Pasang surut .............................................................................................. 5
BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 7
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 7
3.3 Prosedur Kerja .......................................................................................... 7
3.3.1 Salinitas................................................................................................... 7
3.3.2 Temperatur dan PH ................................................................................. 8
3.3.4 Kecerahan ............................................................................................... 8
3.3.5 Pasang surut ............................................................................................ 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 9
4.1 Hasil Pengamatan ..................................................................................... 9
4.1.1 Data kecerahan, kecepatan arus, suhu , salinitas dan PH ....................... 9
4.1.1 Data pasang surut .................................................................................... 9
4.2. Pembahasan ................................................................................................ 11
4.2.1 Pengukuran salinitas ............................................................................ 11
4.2.2 Pengukuran Suhu Air Laut .................................................................. 12
4.2.3 Pengukuran pH Air Laut ...................................................................... 12
4.2.4 Pengukuran kecerahan air laut ............................................................. 13
4.2.5 Pengukuran Kecepatan Arus Air Laut ................................................. 15
4.2.6 Pasang surut .......................................................................................... 15
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 18
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 18
5.2 Saran ............................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
LAMPIRAN .......................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara kelautan terbesar di dunia yang luasnya
kurang lebih 5,6 juta km2 dengan potensi sumber daya laut yang cukup besar,
maka tidak heran jika indonesia memilikki potensi sumberdaya laut terutama
perikanan yang begitu melimpah. Dengan potensi sumberdaya alam indonesia
yang begitu kaya maka sangat dibutuhkan sumber daya manusia yang memahami
tentang berbagai aspek keilmuan dibidang kelautan, terutama dalam analisis
parameter lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan organisme laut yang
terbebas dari pencemaran.
Enggano merupakan salah satu daerah yang berada dibagian pulau terluar
Provinsi Bengkulu yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Ketersedian sumberdaya perikanan di perairan Enggano sangatlah besar, apa lagi
kondisi perairan Enggano yang langsung berhadapan dengan samudera dan
dilengkapi dengan ekosistem pesisirnya yang masih asri sehingga tidak
diheranakan jika pulau Enggano dijadikan sebagai daerah objek penelitan dan
praktikum bagi kalangan mahasiswa terutama mahasiswa ilmu kelautan
universitas bengkulu.
Setiap daerah baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainya memiliki
potensi serta kualitas laut yang berbeda-beda, baik secara kualitas perairan laut
maupun sumber daya yang terkandung didalamnya, kualitas perairan laut dapat
diukur dengan cara mengukur parameter perairan tersebut seperti, salinitas, suhu,
kecerahan dan arus semua hal tersebut dibahas secara terperinci dalam ilmu
oseanografi fisika.
Selain berbicara tentang parameter lingkungan oseanografi fisika juga
menjelaskan tentang suatu perairan laut kita juga harus mengetahui tentang pola
pasang surut yang ada disuatu perairan tersebut mengingat pasang surut ini, sangat
berguna dan bermanfaat bagi para nelayang untuk melakukan pelayaran dilaut,
dan juga dibeberapa negara maju pasang surut telah dimanfaatkan sebagai
pembangkit tenanga listrik.

1
Dengan diadakannya praktikum oseanografi fisika lapangan diharapkan
kita dapat mengetahui dan dan memahami kualitas parameter air laut di Enggano
dan mengetahui pola pasang surut diperairan Enggano serta bisa dijadikan sebagai
suatu pemahaman dan informasi agar kita dapat memanfaatkan potensi yang ada
di Pulau Enggano.

1.2 Tujuan
Mengetahui parameter fisika ( Salinitas, Suhu, Kecerahan, pH dan Arus)
Dan pola pasang surut air laut diperairan Enggano.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salinitas
Salinitas air laut atau kadar garam ialah banyaknya garam yang terlarut
dalam gram di air laut. Pada umumnya salinitas air laut stabil berkisar 3,5 ppt.
Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas, titik
beku dan temperatur. Salinitas disuatu perairan menetukan dominasi makhluk
hidup pada daerah tersebut. Suatu kawasan dengan salinitas tertentu didominasi
oleh suatu spesies tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut
terhadap salinitas yang ada (Djoko, 2011).
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air
alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar.
Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05ppt.
Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila
konsentrasinya 3 sampai 5ppt. Lebih dari 5ppt, ia disebut brine .
Menurut Ariyat (2005), Refraktometer merupakan alat pengukur salinitas
yang cukup umum. Juga disebut sebagai pengukur indeks pembiasan pada cairan
yg dapat digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan
memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air, karena
memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai ditempat yang mendapatkan
banyak cahaya atau lebih engganok kalau digunakan dibawah sinar matahari jadi
sehabis kita mengambil sampel air laut kita langsung menghitungnya dengan alat
ini.

2.2 Temperatur (suhu)


Suhu merupakan parameter fisik air laut yang sangat mempengaruhi
fenomea yang terjadi di lautan. Suhu juga mempengarhi pergerakan masa air di
laut. Naiknya suhu permukaan air laut dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari
yang menyinari bumi. Intensitas cahaya juga mempengaruhi kecarhan air laut.
suhu air laut dapat diukur mengunakan sebuah alat yang dinamakan thermometer
biasanya suhu normal pada air laut adalah 28 oC (Sovisa, 2009).
Menurut Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan nusantara kita
umumnya berkisar antara 28 - 31°C. Suhu air didekat pantai biasanya sedikit lebih

3
tinggi daripada yang di lepas pantai. Peningkatan suhu perairan mengakibatkan
peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan valurisasi. Peningkatan suhu
juga menyebabkan penurunan gas di dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4
dan sebagainya (Efendi, 2009).
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas terhadap ikan-ikan atau biota
akuatik. Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan
secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air
lainnya mempengaruhi kualitas akuatik (Sovisa, 2009).

2.3 PH
PH air laut merupakan derajat keasaman pada air laut dimana dengan pH
dapt kita ketahui air laut bersifat asam atau basa, yang pada umumnya air
lautmemiliki pH 8 yang artinya air luat bersifat basa. pH juga sangat berpengaruh
bagi aspek kehidupan yang ada didalamnya. pH air laut berkaitan dengan kadar
CO2 yang terkandung dalam perairan tersebut. Dimana CO2 berfungsi dalam
kegiatan fotosintesis bagi organisme dilautan.
Keasaman air atau pH air sangat berperan penting bagi kehidupan ikan,
pada umumnya pH yang sangat cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7
– 8,6. Namun begitu ada beberapa jenis ikanyang karena lingkungan hidup aslinya
di rawa – rawa, mempunyai ketahanan untuk tetap bertahan hidup pada kisaran
pH yang sangat rendah ataupun tinggi yaitu antara 4 – 9 ( Susanto,1991).

2.4 Kecerahan
Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan aor laut itu sendiri dan
kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh, radiasi
sinar matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesia tumbuhan laut akan
kurang dibandingkan dengan air laut jernih. Laut yang jernih merupakan
lingkungan yang engganok unutk tumbuhnya terumbu karang dari cangkang
binatang coral. Air laut juga menampakkan warna yang berbede-beda tergantung
pada zat-zat organic maupun anorganik yang ada. Pada umumnya lautan berwarna
biru, hal ini disebabkan oleh sinar matahari yang bergelombang pendek dimana
kecerahan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel
organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air (Sidabutar dan
Edward, 1995).

4
2.5 Arus
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh
lautan di dunia. Arus laut permukaan pencerminan langsung dari pola angin yang
tertiup pada waktu itu. Jadi arus permukaan ini digerakkan oleh angin. Arus yang
mengalir di permukaan laut terutama dipengaruhi oleh angin, bentuk topografi
dasar laut, gaya coriolis dan arus spiral ekman (Hutabarat, 1986).

2.6 Pasang surut


Pasang surut adalah proses naik turunnya muka air laut secara periodik
(hampir teratur), dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari.
Pasang merupakan perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan
benda-benda astronmis lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda
angkasa di luar materi itu berada. Gelombang pasang (tidal waves) adalah
gelombang yang mempunyai periode antara 12 jam sampai dengan 24 jam,
disebabkan adanya gaya gravitasi dan percepatan gaya coriolis, tumbuh akibat
gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan. (Notji,1987).
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit
pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.
Menurut Djarijah (1996), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan
satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan
dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan
melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika
deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) Merupakan pasut yang hanya terjadi
satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat
Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) merupakan pasut yang terjadi
dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari,
ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.

5
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing
Diurnal) Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang
sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi
Diurnal) Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan
memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa
dan Indonesia Bagian Timur.

6
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum lapangan oseanografi fiskia ini dilakukan mulai hari Sabtu, 28


April 2018 Pukul 10.WIB-selsai, dan terakhir pada hari Senin, 30 April 2018
pukul 10.00-10.30 WIB di Desa Kahyapu, Pulau Enggano, Bengkulu Utara,
Provinsi Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan


Alat:
1. Tali
2. Refraktometer
3. Kamera dokumentasi
4. Alat tulis
5. Keping secchi
6. pH thermometer digital
7. GPS
8. Rubber boat
9. Papan pasut
Bahan :
1. Air laut
2. Aquades

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Salinitas
Pada praktikum kali ini kami menggunkan refraktometer
 Mengambil beberapa ml sempel air laut yang akan diukur salinitasnya.

7
 Menteteskan pada permukaan kaca pengukurnya
 Membaca skala ukuran salinitasnya.
 Mencatat pengamatan sebanyak 3 kali pengulangan.

3.3.2 Temperatur dan PH


 Menyiapkan alat ph thermometer digital
 Mengkalibrasi alat salah satu ujung pH thermometer digital yang akan
dicelupkan dengan menggunkan tisu dan aquades
 Memasukkan ujung pH thermometer digital ke dalam kolom air, menunggu ±
2 menit.
 Mengamati nilai PH dan suhu yang muncul pada skala pH thermometer digital
 Mencatat suhu dan PH yang ditunjukkan pada alat pH thermometer digital
 Membersihkan ujung PH meter yang dicelupkan tadi dengan aquades dan
tissue agar steril.

3.3.4 Kecerahan
 Menghadap kearah sumber cahaya matahari.
 Memasukkan sechii disc ke dalam air sampai warna hitam dan warna putih
tidak terlihat.
 Mencatat panjang tali yang masuk sampai batas keping sechii (a cm).
 Mengangkat sedikit sampai warnanya terlihat jelas.
 Mencatat panjang tali yang masuk sampai batas keping sechii (b cm).
 Menghitungan : kecerahan (cm) = 0,5 (a+b).

3.3.5 Pasang surut


 Menyiapkan papan pasut dan tali raffia
 Menurunkan papan pasut keperairan untuk diikatkan ke tiang dermaga dengan
menggunakan tali raffia
 Mengamti dan menulis pasang tertinggi dan terendah yang ditunjukkan oleh
skala papan pasut setiap 30 menit sekali.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Data kecerahan, kecepatan arus, suhu , salinitas dan PH
No Parameter Ulangan Rata-rata (satuan)
1 2 3
1 Salinitas 32 32 32 32 ppt

2 Suhu 31 30 29 30 °C

3 PH 7.7 7.9 7.8 7.8

4 Kecerahan p= 4 p=4 p=4 p= 4, q= 5 (meter)


q=5 q=5 q=5

Ket:
p= titik tampak
q= titik tidak tampak
Titik kordinat pengambilan sampel: N 25 ° 03.708’
E 121 ° 38. 418’

4.1.1 Data pasang surut


 Grafik hasil pengamatan pasang surut data pertama
Grafik 1. Hasil pengamatan data pertama pasang surut

Grafik diatas merupakan data hasil pasang surut yang kami ambil pada
hari sabtu jam 10.00- minggu jam 9.30 setibanya dipulau Enggano, jika dilihat
pada gambar diatas dapat dipastikan pola pasang surut yang terjadi yakni pola
semi diurnal. Dimana pada setiap 24 jam sekali terjadi dua kali pasang dan 2 kali
surut.

9
 Grafik pergerakkan pasang surut air laut data kedua
Grafik 2. Hasil pengamatan data pertama pasang surut

Grafik diatas merupakan data hasil pasang surut yang kami ambil pada
hari Minggu jam 10.00- Senin jam 9.30 tepatnya pada hari kedua dan ketiga kami
tiba di Enggano, jika dilihat pada gambar diatas dapat dipastikan pola pasang
surut yang terjadi yakni pola semi diurnal. Dimana pada setiap 24 jam sekali
terjadi dua kali pasang dan 2 kali surut.

 Penggabungan hasil data pengukuran pasut air laut data 1 dan 2 yang
dilakukan selama 48 jam
Grafik 3. Hasil pengamatan keseluruhan data pasang surut

Grafik diatas merupakan data penggabungan hasil pasang surut yang kami
ambil pada hari Sabtu jam 10.00- Senin jam 9.30 tepatnya data diambil selama
kami melakukan praktikum di Enggano, jika dilihat pada gambar diatas dapat
dipastikan pola pasang surut yang terjadi yakni pola semi diurnal. Dimana pada
setiap 24 jam sekali terjadi dua kali pasang dan 2 kali surut.

10
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pengukuran salinitas
Pada saat kami melakukan praktikum salinitas kami memproleh data
salinitas air laut dipulau Enggano rata-rata sebesar 32 ppt dengan tiga kali
penulangan, Jika dilihat dari hasil yang didapatkan salinitas diperairan pulau
Enggano cukup stabil hal ini sesuai dengan literatur Djoko (2011), bahwasanya
salinitas air laut stabil pada kisaran 35 ppt.
Pada praktikum lapangan mengukur salinitas ini kami mengunakan alat
refraktometer langkah pertama yang dilakukan yakni menyiapkan alat
refaktometer, kemudian mengambil sampel air laut pulau Enggano, membuka
bagian kaca pengukur pada refraktometer, kemudian meletakkan sempel air laut
tersebut pada kaca pengukur refraktometr, setelah itu kami menutup kaca
refraktometer seperti semula agar sempel airnya tidak tumpah, kemudian
mengamati langsung nilai yang tertera pada refraktometer dengan cara posisi
tubuh mengahadap cahaya matahari agar nilai pada skala refraktometer bisa
tampak jelas. Setelah kami mengetahui salinitasnya kami mencatat hasilnya dan
terakhir kami mengelam kaca pengukur refraktometer dengan tisu yang telah
ditetesi air aquades agar tetap steril kami melakukan pengujian sempelnya
sebanyak tiga kali pengulangan untuk melihat dan mengecek keakuratan data
yang didapatkan, setelah dilakukan tiga kali pengujian ternyata nilai hasil salinitas
sampel air yang digunakkan menunjukkan hasil yang sama.
Kadar garam atau salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh tingakat curah
hujan dan juga evavorasi atau penguapan disuatu wilayah, perairan pulau enggano
bengkulu, merupakan perairan daerah tropis sehingga curah hujan dan juga
penguapan relatif stabil sehingga salinitas perairanya pun cukup stabil.
Salinitas disuatu perairan menetukan dominasi makhluk hidup pada daerah
tersebut. Suatu kawasan dengan salinitas tertentu didominasi oleh suatu spesies
tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang
ada (Djoko, 2011). Semakin stabil salinitas yang ada disuatu perairan maka
potensi sumber daya alam laut yang bisa hidupun semakin banyak, biota laut
memilikki toleransi adaptasi tersendiri terhadap salinitas, salinitas yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan kematian oraganisme laut seperti halnya laut mati

11
yang hanya bisa ditempati beberapa oraganisme saja karena organisme yang tidak
terlalu tahan terhadap salinitas tinggi menagalami keamatian dan tidak bisa
berkembang disana, sebaliknya salintias yang rendah juga bisa mengakibatkan
oraganisme laut mati, karena organisme laut memilkki struktur organ tubuh hewan
dan tumbuhan laut berbeda dengan tempat habitat perairan tawar, mereka
membutuhkan kadar garam untuk mendapatkan keseimbangan antara didalam
dan luar tubuhnya.

4.2.2 Pengukuran Suhu Air Laut


Dari hasil pengamatan kami didapatkan hasil pengukuran suhu yang sama
disetiap titik pengambilan sampel, pengamatan dimulai pada pukul 10.00 hingga
pukul 10.30 didaerah pantai pulau Enggano dekat dermaga yaitu suhu rata-rata
yang diperoleh 30oC dalam 3 kali pengulangan, pengukuran suhu perairan
dilakukan dengan menggunakan DO. Hal ini terjadi karena pada saat kami
praktiukum cuaca di pulau enggano cukup cerah dan panas sehingga cahaya yang
masuk diperairanpun cukup banyak. hasiL yang sama ini menunjukan bahwa suhu
pada air laut dipengaruhi oleh sinar matahari. Hasil nilai suhu yang diperoleh
sesuai dengan literatur Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan nusantara
kita umumnya berkisar antara 28 - 31oC. Suhu air didekat pantai biasanya sedikit
lebih tinggi daripada yang di lepas pantai.
Peningkatan suhu perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan valurisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan
gas di dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Efendi, 2009).
Jadi jika suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan terganggunya kehidupan
organisme laut, organisme laut akan mati karena kekurangan oksigen, dan jika
terlalu rendah juga akan berpengaruh terhadap fotosintesis tumbuhan laut, yang
akan berdampak terhadap penurunan ketersedian sumber daya makanan biota laut.

4.2.3 Pengukuran pH Air Laut


Dari praktikum yang kami lakukan setelah dilakukan pengukuran pH air
laut di lokasi perairan pulau Enggano, didapatkan hasil bahwa pH air laut di
daerah perairan laut pulau Enggano rata sebesar 7,8 dengan tiga kali pengulangan.
Seperti yang telah kita pelajari bahwa jika pH menunjukan angka yang kurang
dari 7 itu berarti air laut bersifat asam, jika tepat pada angka 7 itu berarti besifat

12
netral, sedangkan lebih dari 7 itu bersifat basa, umumnya air laut bersifat basa. pH
yang kami dapatkan pada saat melakukan pengukuran sesuai dengan literature,
Ramadhan (2004) bahwa pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi
dari lokasi ke lokasi yang berkisar antara 6,0-8,5, jadi dapat diketahui bahwasanya
pH air laut di pulau enggano merupakan PH air laut dalam keadaan normal, dan
belum terjadi pengasaman air laut.
Jika PH perairan bersifat terlalu asam maka akan mengakibatkan kematian
organisme laut terutama terumbu karang yang sangat rentan dan sensitif terhadap
pengsaman laut. Organisme air yang dapat hidup dalam suatu perairan yang
mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai
basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi organisme air pada umumnya terdapat antara
7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun yang sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ( Baur,1987 dalam Barus 2002).
Keasaman air atau pH air sangat berperan penting bagi kehidupan ikan,
pada umumnya pH yang sangat cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7
– 8,6. Namun begitu ada beberapa jenis ikan yang karena lingkungan hidup
aslinya di rawa – rawa, mempunyai ketahanan untuk tetap bertahan hidup pada
kisaran pH yang sangat rendah ataupun tinggi yaitu antara 4 – 9 ( Susanto,1991).

4.2.4 Pengukuran kecerahan air laut


Pada saat praktikum kami mendapatkan hasil, bahwasanya diperairan
pulau enggano pada kedalaman 4 m kepingan sechii masih bisa terlihat jelas,
sehingga bisa disimpulkan bahwasanya pada kedalaman 4 m sinar matahari masih
masuk sebanyak 100% sehingga kecerahan air masih 100% jernih didalam
perairan pulau enggano, tetapi semakin dalam semakin tingkat konsentrasi sinar
matahari yang masuk semakin menurun, dimana pada kedalaman 5 m kepingan
sechii tidak tampak, jadi bisa disimpulkan pada kedalaman 5 m konsentrasi sinar
matahari yang masuk sudah sedikit dibanding kedalam 4 m sehingga kecerahan
pada kedalaman 5 m juga menurun, pada kedalaman 5 m ini air cendereng sudah
agak keruh. Dengan menggunkana rumus kecerahan dengan rumus (m) = 0,5
(a+b), dimana diperoleh kecerahan= 0,5 (a+b) m, kecerahan: 0,5 (4 m + 5 m)= 4,5
jadi kecerahan air laut pulau enggano adalah 4,5 m. Dengan dilakukanya

13
praktikum tentang kecerahan air laut ini, kita dapat mengetahui sampai dimana
masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapiran-lapisan
manakah yang paling keruh, yang agak keruh dan yang paling keruh (Kordi dan
Andi, 2007).
Menurut literature Sidabutar dan Edward (1995), kecerahan air laut
ditentukan oleh kekeruhan aor laut itu sendiri dan kandungan sedimen yang
dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh, radiasi sinar matahari yang
dibutuhkan untuk proses fotosintesia tumbuhan laut akan kurang dibandingkan
dengan air laut jernih. Laut yang jernih merupakan lingkungan yang baik unutk
tumbuhnya terumbu karang, jadi wajar saja kalu diperairan enggano banyak
ditemukan terumbu krang karena jika dilihat dari tingkat kekeruhan air lautnya
pulau enggano memillikki tingkat kejernihan air laut yang tukup tinggi yakni
sedalam 4,5 m. Air laut juga menampakkan warna yang berbeda-beda tergantung
pada zat-zat organik maupun anorganik yang ada. Pada umumnya lautan berwarna
biru, hal ini disebabkan oleh sinar matahari yang bergelombang pendek dimana
kecerahan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel
organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air. Jadi kecerahan air laut
sangat berpengaruh terhadap fotosintesis yang terjadi diperairan tersebut, dimana
semakin banyak jernih suatu perairan maka spesies biota-biota juga akan semakin
melimpah, karena banyaknya asupan bahan makanan yang dihasilkan dari
fotosintesis tumbuhan laut.
Faktor kecerahan ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan
perairan tinggi, berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu
produktivitas perairan yang tinggi pula (Dedi, 2009).
Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari, hal ini
berkaitan dengan besar sudut penyinaran yang terbentuk. Cahaya yang tiba di
permukaan air sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diteruskan. Pada
permukaan laut yang bergelombang cahaya sebagian dipantulkan dihamparkan,
sinar yang diteruskan sebagian akan diabsorbsi air (Naylor,2002).
Kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan

14
terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan
mikroorganisme lain (Ansori, 2010).

4.2.5 Pengukuran Kecepatan Arus Air Laut


Pada saat kami melakukan praktikum di pulau enggano ini, kami
mengalami keterhambatan untuk menghitung kecepatan arus air laut diperairan
enggano tersebut, karena alat mengkur kecepatan arus yang ada di laboratorium
ilmu kelautan mengalami kerusakkan sehingga pengukurannya tidak dapat
dilakukan. Tetapi hal yang perlu diketahui kecepatan arus permukaan laut pada
umumnya dipengaruhi oleh adanya angin yang bertiup dilaut tersebut, pada saat
kami melakukan praktikum kondisi cuacah cukup cerah dan juga tidak terjadi
badai tetapi hembusan angin sedang tidak terlalu kencang ataupun pelan, jadi jika
dilihat dari faktor angin arus tersebut cukup sedang, tetapi untuk perkiraan detail
kekuatan arusnya juga tidak bisa kami perkirakan karena keterbatasan perkiraan
kami sebagai manusia.
Menurut literature Kurniawan (2009), Arus adalah gerakan mengalir suatu
massa air ke arah tertentu. Arus ini bisa sehangat 30°C atau sedingin -2°C,
tergantung darimana air tersebut berasal, dan lebar arus bisa lebih dari 60 km.
Sebagian besar arus bergerak dengan kecepatan 10 km per hari, meskipun untuk
beberapa jenis arus dapat bergerak lebih cepat. Arus membawa banyak sekali air
ke seluruh penjuru bumi, mempengaruhi dan membantu mengatur iklim. Arus
terdapat di permukaan maupun di samudera yang dalam. Arus mempunyai arti
yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal, biota lautpun
juga membutuhkan arus terutama pada saat dia melakukan migrasi biota, dimana
ada beberapa biota laut yang memanfaatakan arus supaya dia bisa melakukan
migrasi, arus juga berdampak buruk apabila terlalu deras, karena ada beberapa
hewan laut yang sering terdampar akibat arus yang terlalu deras.

4.2.6 Pasang surut


Pengukuran pasang surut (pasut) pertama kali kami dilakukan di enggano
pada pukul 10.00 WIB setelah pemasangan papan pasut ditiang dermaga,
pengamatan pertama kali dilakukan kelompok 1 kemudian, selanjutnya diamati
dan dicatat perubahan pasang surutnya setiap 30 menit sekali dengan
pengamatanya dilakukan secara bergantian perkelompok yang sudah dibentuk

15
sebelumnya. Pemasangan papan pasut dilakukan di tiang dermaga bertujuan agar
skala yang terdapat di papan pasut dapat diamati dengan mudah dan alat
pasutnyapun tidak akan hanyut terbawa arus karena umumnya arus didermaga
tidak terlalu kuat.
Pengukuran data pasut ini cuman dilakukan 3 hari, dengan perolehan data
sebanyak 48 jam. Data pertama diambil pada hari sabtu jam 10.00 WIB setelah
pemasangan alat pasut di Dermaga sedangkan data terakhir terakhir diambil pada
hari senin jam 09.30 sebelum pelepasan alat pasut karena kami akan melakukan
jalanan pulang ke kota Bengkulu.
Jika kita amati pada grafik diatas bisa dilihat bahwasanya pasang tertinggi
pada hari data pertama yakni terjadi pada jam 17.30-18.30 WIB setinggi 210 cm
dan juga terjadi pasang tinggi kembali pada jam 7.00-7.30 WIB yakni setinggi
220 cm. Sedangkan surut terendah terjadi pada jam 12.00 yakni tinggi air laut 110
cm dan juga terjadi surut terendah kembali pada jam 00.00 WIB yakni 99 cm.
Untuk hari kedua atau hari minggu diperoleh data rata-rata pasut tertinggi
tetap terjadi pada jam 19.00-19.30 WIB yakni setinggi 235 cm dan terjadi pasang
tertinggi lagi pada 7.00-7.30 yakni 240 cm, dan data surut terendahnya terjadi
pada jam 12.30 WIB yakni setinggi 90 cm dan terjadi surut terendah kembali pada
23.30-00.30 yakni 110 cm. Jadi dapat diketahui lebih kurang pola pasang surutnya
hampir sama dengan pengamatan hari pertama.
Jika dilihat dari hasil diatas dapat diketahui bahwasanya pola pasang surut
perairan enggano mengalami dua kali pasang tinggi dan dua kali surut terendah
setiap 24 jam dalam 1 hari, yang perbedaan antara pasang tertinggi dan surut
terendahnya setiap hari tidak berbeda jauh, jadi dari pola ini dapat diketahui
bahwasanya perairan enggano memilikki pola pasang surut harian gandal (semi
diurnal) yang merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
yang tingginya hampir sama dalam satu hari. Hal ini sesuai dengan literature
Wyrtki (1961), Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) merupakan
pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir
sama dalam satu hari.

16
17
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Untuk data pasung surut sendiri dapat diukur dengan menggunakan papan
pasut, dan bisa dipasang di tiang dermaga hal ini bertujuan agar skala pada paapn
pasut dapat diamati, untuk perairan enggano sendiri untuk pola pasang surutya
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut untuk 24 jam dalam 1 hari yang
digolongkan dalam pasang surut semi diurnal (harian ganda).
Adapun dari praktikum ini kami bisa mengetahui dan bisa mengukur
parameter perairan di enggano, yang meliputi pengamatan parameter temperatur,
kecerahan, arus, salinitas dan Ph. Dari pengukuran yang kami lakukan perairan
Enggano memilikki suhu rata-rata 30°C; Ph rata-ratanya 7,8; salinitas 32 dan
kecerahan yang masih tergolong titik tampak sedalam 4 m serta titik tidak
tampaknya sedalam 5 m. untuk arus belum dapat dilakukan pengukuran karena
alat pengukur kecepatan arusnya sedang mengalami kerusakkan.

5.2 Saran
Praktikum ini sangat membutuhkan komunikasi yang baik antara praktikan
dan co ass. Praktikan sangat mengharapkan komunikasi yang baik dari co ass
penanggung jawab kelompok. Untuk praktikan harus lebih memahami prosedur
kerja praktikum yang akan dilakukan dan harus lebih tertib lagi selama praktikum
berjalan. Diharapkan juga pada para praktikan dan co ass agar lebih berhati-hati
dalam melaksanakan praktikum karena para praktikan langsung berada di tengah
lautan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ansori. 2010. Kekeruhan pada air. Nusantara pustaka. Jakarta.


Barus. 2004. Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU
Press, Medan.
Dedi. Gerakan Air Laut dan Kualitas Air Laut. Cahaya sakti. Jakarta
Deni, A. 2005. Pengantar Oseanografi. Penerbit UI-Press. Jakarta.
Djarijah. 1996. Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu. Edisi Pertama. Graha
Ilmu.Yogyakarta.
Djoko. 2011. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Effendi, H. 2009. Coastal Ecosystem and Management. Gramedia. Jakarta.
Hutabarat. 1986. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Badan Riset
Kelautan Dan Perikanan: Jakarta.
Kordi dan andi. 2007. Modul Mata Kuliah. Universitas Diponegoro: Semarang.
Kurniawan et al., 2008. Diktat Pengantar Oceanografi. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Nontji. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Yogyakarta.
Nybakken. 1998. Plankton. Yudhistira. Surabaya.
Sidaburta dan Edward. 1995. Ocean. Jurnal perikanan. 3(3): 6-9.
Sovisa. 2009. Pengaruh Faktor Fisik Terhadap Lingkungan Perairan dan
Kehidupan Organisme. Wiyata mandala. Jakarta.
Susanto. 1990. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sverdrup and ambrust. 2008. Introduction Oceanography. Third Editio
Prentice-Hall.USA.
Wyrtki, K. 1961. PHyical OceanograpHy of the South East Asian Waters. Naga
Report. Jurnal Institute Oceanography: California.

19
LAMPIRAN

Pemasangan papan pasut Pengukuran pH dan Suhu

Pengukuran pasut Pengukuran kecerahan

Titik Koordinat Lokasi

Pengukuran salinitas Kelompok 2

20
 Table hasil pengamatan pasang surut data pertama
(dari hari sabtu jam 10.00- minggu jam 9.30)
No Waktu Pasang Tertinggi Surut Terendah
1 Pukul 10:00 WIB 148 129
2 Pukul 10:30 WIB 140 115
3 Pukul 11:00 WIB 133 110
4 Pukul 11:30 WIB 130 114
5 Pukul 12:00 WIB 130 110
6 Pukul 12:30 WIB 130 115
7 Pukul 13:00 WIB 118 135
8 Pukul 13:30 WIB 120 148
9 Pukul 14:00 WIB 130 150
10 Pukul 14:30 WIB 150 132
11 Pukul 15:00 WIB 170 125
12 Pukul 15:30 WIB 170 140
13 Pukul 16:00 WIB 185 160
14 Pukul 16:30 WIB 190 165
15 Pukul 17:00 WIB 190 165
16 Pukul 17:30 WIB 200 170
17 Pukul 18:00 WIB 200 190
18 Pukul 18:30 WIB 200 195
19 Pukul 19:00 WIB 210 168
20 Pukul 19:30 WIB 200 162
21 Pukul 20:00 WIB 200 146
22 Pukul 20:30 WIB 170 145
23 Pukul 22:00 WIB 160 120
24 Pukul 21:30 WIB 160 140
25 Pukul 22:00 WIB 150 170
26 Pukul 22:30 WIB 140 105
27 Pukul 23:00 WIB 130 110
28 Pukul 23:30 WIB 140 100
29 Pukul 00:00 WIB 135 99
30 Pukul 00:30 WIB 133 100
31 Pukul 01:00 WIB 150 110
32 Pukul 01:30 WIB 130 168
33 Pukul 02:00 WIB 170 135
34 Pukul 02:30 WIB 162 140
35 Pukul 03:00 WIB 180 145
36 Pukul 03:30 WIB 180 160
37 Pukul 04:00 WIB 185 165
38 Pukul 04:30 WIB 210 180
39 Pukul 05:00 WIB 200 180
40 Pukul 05:30 WIB 200 175
41 Pukul 06:00 WIB 200 196
42 Pukul 06:30 WIB 200 191
43 Pukul 07:00 WIB 220 184
44 Pukul 07:30 WIB 220 178
45 Pukul 08:00 WIB 210 180
46 Pukul 08:30 WIB 200 170
47 Pukul 09:00 WIB 190 150
48 Pukul 09:30 WIB 170 140

21
 Grafik pergerakkan pasang surut air laut Sabtu jam 10.00 WIB sampai
minggu 09.30 WIB.
no Waktu Pasang Tertinggi Surut Terendah
1 Pukul 10:00 WIB 155 130
2 Pukul 10:30 WIB 160 120
3 Pukul 11:00 WIB 140 110
4 Pukul 11:30 WIB 130 110
5 Pukul 12:00 WIB 150 110
6 Pukul 12:30 WIB 120 90
7 Pukul 13:00 WIB 105 130
8 Pukul 13:30 WIB 110 135
9 Pukul 14:00 WIB 120 140
10 Pukul 14:30 WIB 150 121
11 Pukul 15:00 WIB 150 120
12 Pukul 15:30 WIB 170 125
13 Pukul 16:00 WIB 170 150
14 Puku l16:30 WIB 190 160
15 Pukul 17:00 WIB 190 160
16 Pukul 17:30 WIB 200 180
17 Pukul 18:00 WIB 200 180
18 Pukul 18:30 WIB 200 190
19 Pukul 19:00 WIB 235 180
20 Pukul 19:30 WIB 235 180
21 Pukul 20:00 WIB 196 178
22 Pukul 20:30 WIB 160 183
23 Pukul 21:00 WIB 175 150
24 Pukul 21:30 WIB 170 150
25 Pukul 22:00 WIB 150 130
26 Pukul 22:30 WIB 160 127
27 Pukul 23:00 WIB 150 120
28 Pukul 23:30 WIB 130 110
29 Pukul 00:00 WIB 125 110
30 Pukul 00:30 WIB 140 110
31 Pukul 01:00 WIB 155 119
32 Pukul 01:30 WIB 150 120
33 Pukul 02:00 WIB 170 150
34 Pukul 02:30 WIB 170 150
35 Pukul 03:00 WIB 150 121
36 Pukul 03:30 WIB 180 160
37 Pukul 04:00 WIB 220 180
38 Pukul 04:30 WIB 210 170
39 Pukul 05:00 WIB 200 165
40 Pukul 05:30 WIB 200 198
41 Pukul 06:00 WIB 200 185
42 Pukul 06:30 WIB 200 191
43 Pukul 07:00 WIB 240 190
44 Pukul 07:30 WIB 240 186
45 Pukul 08:00 WIB 210 182
46 Pukul 08:30 WIB 220 200
47 Pukul 09:00 WIB 215 190
48 Pukul 09:30 WIB 210 190

22

Anda mungkin juga menyukai