Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diuretika
Diuretika adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuretik mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan kedua menunjukan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Prinsip kerja diuretik secara
umum adalah menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus ginjal, dimana
peningkatan ekskresi elektrolit akan disertai dengan peningkatan ekskresi air yang
diperlukan untuk mencapai keseimbangan osmotik (Permadi, 2006). Diuretikum
bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan
retensi abnormal garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler, dapat
disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia
kehamilan, atau akibat sampingan obat (Foye 1995). Diuretikum bekerja terutama
dengan meningkatkan ekskresi ion-ion natrium, Cl-, atau HCO3-, yang merupakan
elektrolit utama dalam cairan luar sel. Selain itu, diuretikum juga menurunkan
penyerapan kembali elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses
pengangkutan aktif (Siswandono, 1995).
Diuretik di dalam dunia kedokteran digunakan untuk menurunkan volume
cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema
dan hipertensi. Diuretik juga dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites,
sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal. Sediaan diuretik yang ideal
seyogianya mampu meningkatkan ekskresi volume urin, ekskresi natrium, dan
kalium (Adriyanto et al., 2013). Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi
cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa
sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Nurihardiyanti et al.,
2015).
Obat diuretik bekerja pada segmen tubulus ginjal yang berbeda-beda,
seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Kerja obat diuretika pada segmen tubulus ginjal.
(Kee dan Hayes, 1996)
Pada umumnya diuretika dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
1. Diuretika-lengkungan : Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak
singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada
udema otak dan paru-paru. Bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa
bertambah. Obat yang termasuk golongan ini ialah furosemide, bumetanida,
dan etakrinat (Tjay dan Rahardja, 2002).
2. Derivat-thiazida: efeknya lebih lemah dan lambat, tetapi bertahan lebih lama
(6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan
kelemahan jantung. Bila dosis optimal dinaikkan lagi dosisnya efeknya tidak
bertambah. Contoh obatnya yaitu hidroklorthiazida, klortalidon, mefrusida,
indapamida, dan klopamida (Tjay dan Rahardja, 2002).
3. Diuretika penghemat kalium : efek obatnya lemah dan khusus digunakan
terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat eksresi kalium. obat
yang termasuk golongan ini diantaranya antagonis aldosterone
(spinronolakton, kanrenoat), amilorida, dan tiamteren (Tjay dan Rahardja,
2002).
4. Diuretika osmosis : obat-obat ini hanya diabsorpsi sedikit oleh tubuli. Efeknya
diuresis osmotis dengan air kuat dan relatifsedikit ekskresi Na +. Contoh
obatnya manitol dan sorbitol (Tjay dan Rahardja, 2002).
5. Perintang karbonanhidrase : zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di
tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na+ dan K+ diekskresikan
lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah. Contoh
obatnya : asetazolamida (Tjay dan Rahardja, 2002).
Secara normal, reabsorbsi garam dan air dikendalikan oleh aldosterone dan
vasopressin. Diuretik bekerja pada ginjal untuk mengeluarkan kelebihan elektrolit
dalam darah. Prinsip kerja diuretik secara umum adalah menurunkan reabsorbsi
elektrolit oleh tubulus ginjal, dimana peningkatan ekskresi elektrolit akan disertai
dengan peningkatan ekskresi air yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan
osmotik. Senyawa yang dapat merangsang pengeluaran air sangat potensial untuk
digunakan dalam keadaan seperti: udema, gagal jantung, gagal ginjal, dan
hipertensi (Permadi, 2006).
2.2. Obat Herbal
Obat herbal adalah obat atau pengobatan yang mempergunakan bahan
yang berasal dari tanaman bisa berupa daun, akar, tangkai, buah, biji-bijian, yang
mengandung bahan kimia yang berkhasiat untuk pengobatan pada penyakit pada
manusia. Herbal merupakan campuran bahan alam yang berbentuk
racikan/ramuan dalam formulasinya tanpa penambahan bahan kimia sintetik.
Pemakaian herbal untuk penanganan kesehatan telah berkembang sangat pesat
seiring drngan trend kembalinya ke bahan alami (back to nature). Dalam bidang
perdagangan, herbal diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Sediaan obat herbal berbentuk racikan/ramuan,
kapsul, tablet, kaplet yang berisi serbuk tanaman obat, baik yang sudah
terstandarisasi ataupun belum. Khasiat dan keamanan obat herbal belum terjamin,
karena kandungan senyawa aktifnya sebagaian besar belum terstandar, sehingga
sulit menentukan dosis pemakaian yang tepat. Dengan kemajuan teknologi di
bidang farmasi, obat herbal bisa lebih terkontrol, terutama kualitas, kuantitas,
efektifitas dan keamanannya melalui analisa, uji farmakologi, praklinik dan klinik.
Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat herbal adalah
sebagai berikut:
a. Kebenaran bahan
b. Ketepatan dosis
c. Ketepatan waktu penggunaan
d. Ketepatan cara penggunaan
e. Ketepatan telaah informasi
f. Akibat penyalahgunaan
g. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
(Hernani, 2011)
2.3. Batugin Elixir
Batugin elixir merupakan salah satu obat yang bermanfaat menjaga dan
membantu meningkatkan kesehatan organ ginjal, mengatasi radang ginjal,
meredakan nyeri pinggang, melancarkan buang air kecil, membantu mengobati
infeksi saluran kencing, menghancurkan batu ginjal dan batu empedu, mencegah
pembentukan endapan ginjal serta mencegah terjadinya gagal ginjal. Batugin
elixir mengandung ekstrak daun Strobilanthes crispus (kejibeling) dan ekstrak
daun Sonchus arvensis (tempuyung). Batugin elixir digunakan sebagai obat herbal
untuk menjaga kesehatan organ ginjal. Untuk pemakaian batugin elixir sebagai
pengobatan diminum 3-4 kali sehari 1 sendok takar dan untuk pemeliharaan
diminum 1 kali sehari 1 sendok takar. Batugin elixir dapat diminum sebelum
maupun sesudah makan. Selama penggunaan batugin elixir sebaiknya diiringi
dengan minum air putih yang banyak (Wakidi, 2003).
2.4. Daun Kejibeling (Strobilanthes crispus)
Klasifikasi daun kejibeling yaitu di antaranya:
- Divisi : Spermatophyta
- Sub divisi : Angiospermae
- Kelas : Dicotyledoneae
- Bangsa : Scrophulariales
- Suku : Acanthaceae
- Marga : Strobilanthes
- Jenis : Strobilanthes crispa Bl.
(Aspan, 2008).
Kejibeling merupakan salah satu tanaman yang dapat meluruhkan batu
ginjal maupun batu di kandung kemih. Kandungan dari keji beling adalah
alkaloid, saponin, flavonoid, kalium dan polifenol. Kalium yang ada di dalam
tanaman kejibeling bersifat sebagai diuretik yang kuat serta dapat melarutkan batu
dari garam kalsium, sehingga kejibeling dapat digunakan sebagai peluruh batu
(Surya et al., 2014).
2.5. Daun Tempuyung (Sonchus arvensis)
Klasifikasi daun tempuyung yaitu diantaranya:
- Divisi : Spermatophyta
- Sub divisi : Angiospermae
- Kelas : Dicotyledoneae
- Bangsa : Asteraceae (Compositae)
- Suku : Asteraceae
- Marga : Sonchus
- Jenis : Sonchus arvensis L.
(Aspan, 2008)
Kandungan kimia dalam daun tempuyung yang berperan memberikan efek
diuretik yaitu asam fenolat dan kalium. Kandungan kalium dalam daun
tempuyung cukup tinggi. Kalium inilah yang membuat batu ginjal berupa kalsium
karbonat tercerai berai. Kalium akan menyingkirkan kalsium untuk bergabung
dengan senyawa karbonat, oksalah, atau urat yang dapat memicu timbulnya
penyakit batu ginjal (Winarto dan Karyasari, 2004).
2.6. Konversi Dosis Manusia ke Dosis Hewan Coba
Konversi dosis dari manusia ke hewan coba dinyatakan dengan faktor
konversi.
Tabel 2.8. Faktor Konversi Dosis
Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
4 kg
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 12 kg 70 kg
Mencit
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmot
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Kucing
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2 kg
Kera
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg
(Anggara, 2009)
Rumus konversi dosis lazim manusia ke hewan coba.

(Anggara, 2009)
Perhitungan volume obat yang diinjeksikan.
(Nair and Jacob, 2016)

DAFTAR PUSTAKA
Adriyanto, Poniman, A. Sutisman, dan W. Manalu. 2013. Evaluasi Aktivitas
Diuretik Ekstrak Etanol Buah Belimbingan Wuluh (Averrhoa bilimbi)
sebagai Diuretik Alami: Kadar Natrium, Kalium, dan pH Urin. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia 11(1):53-59.
Anggara, R. 2009. Pengaruh Ekstrak Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.)
terhadap efek sedasi pada mencit BALB/C. Laporan Akhir Penelitian pada
FK Universitas Diponegoro. Semarang : tidak diterbitkan.
Aspan, R. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat
Citeureup. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Foye OW. 1995. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Hernani. 2011. Pengembangan Biofarmaka Sebagai Obat Herbal Untuk
Kesehatan. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 7(1):21-29.
Kee, J. L. and E. R. Hayes.1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC
Nair, A. B. and S. Jacob. 2016. A Simple Practice Guide for Dose Conversion
Between Animals and Human. Journal of Basic and Clinical Pharmacy.
Vol. 7(2) : 27-31.
Nurihardiyanti, Yuliet, dan Ihwan. 2015. Aktivitas Diuretik Kombinasi Ekstrak
Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Biji Salak (Salacca zalacca varietas
zalacca (Gaert.) Voss) Pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus
L). Galenika Journal of Pharmacy 1(2):105-112.
Permadi, A. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Depok: Penebar Swadaya.
Siswandono, Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga
University Press.
Surya, D., M. Aria, dan E.F. Syukri. 2014. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun
Kejibeling (Strobilanthes crispa (L) Blume) Terhadap Kelarutan Kalsium
dan Oksalat sebagai Komponen Batu Ginjal pada Urin Tikus Putih Jantan.
Scientia. Vol.4(1). Hal: 34-37.
Tjay, T. H dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Wakidi. 2003. Prospek Tumbuhan Obat Tradisional Untuk Menghancurkan Batu
Ginjal (Urolitikum). Sumatera Utara: Fakultas Kkedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Winarto, W. P., dan Karyasari. 2004. Tempuyung Tanaman Penghancur Ginjal.
Jakarta: Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai