Anda di halaman 1dari 5

LIMBAH BATERAI

Disusun oleh:
Shafanisha Azzahra (230210180054)

PENCEMARAN LAUT

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21, Hegarmanah, Jatinangor,


Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363
Penggunaan baterai bukanlah lagi hal yang baru di masyarakat. Baterai adalah alat
yang mampu mengubah energi kimia menjadi energi listrik yang bisa digunakan
untuk berbagai macam peralatan elektronik. Alat mulai dari remote televisi,
mainan, jam tangan, jam dinding, lampu senter, kamera, laptop, dan ponsel
menggunakan baterai untuk menyimpan daya (Kusyuniarti, 2011).

Baterai terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu baterai primer dan dan baterai
sekunder. Baterai primer adalah baterai sekali pakai. Pada umumnya baterai primer
memberikan tegangan 1,5 Volt, contohnya seperti AAA (sangat kecil), AA (kecil)
dan C (medium) dan D (besar). Terdapat juga baterai primer yang berbentuk kotak
dengan tegangan 6 Volt ataupun 9 Volt. Baterai jenis ini terbagi lagi berdasarkan
bahan bakunya, seperti baterai seng-karbon, alkali, lithium, dan silver-oxide.
Sementara beterai sekunder adalah baterai yang dapat diisi ulang. Prinsip kerjanya
sama dengan baterai primer, namun reaksi kimianya dapat berbalik sehingga dapat
diisi ulang. Yang termasuk baterai sekunder adalah baterai nikel-kadmium (Ni-Cd),
nikel-hidrida logam (Ni-MH), dan Lithium-ion (Li-Ion).

Baterai kalkulator, jam tangan, dan mainan biasanya menggunakan silver-


oxide, mercuric-oxide, dan zinc-oxide. Sedangkan baterai ponsel, kamera, dan
gadget lainnya menggunakan baterai jenis lithium.
Terlepas dari beredar luas di masyarakat dan manfaatnya yang besar, limbah
baterai sangat berbahaya bagi lingkungan dan bersifat racun untuk makhluk hidup
karena terbuat dari logam berat. Maka dari itu limbah baterai termasuk ke dalam
sampah B3 (Bahan berbahaya dan beracun), yang menurut Iswanto (2016) sampah
B3 adalah zat yang konsentrasi atau jumlahnya dapat mencemarkan, merusak, dan
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lain.

Beberapa bahan baterai yang dianggap berbahaya adalah Merkuri/raksa (Hg),


Lithium (Li), Kadmium (Cd), Kobalt (Co), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni) (Norom
dan Osibanjo, 2006).

Tubuh kita dapat dengan mudah terpapar merkuri melalui udara dan air yang
kita minum. Sifatnya yang tidak larut dalam air akan mengendap di dalam tubuh.
Terpapar merkuri yang melebihi batas dapat menyebabkan kerusakan syaraf, otak,
ginjal, dan bahkan kematian. Limbah baterai yang mengandung lithium juga amat
berbahaya sehingga tidak boleh dibuang ke tanah sebelum dilakukan proses
penetralan. Kadmium adalah hasil samping dari pengolahan baterai, terutama
baterai sekunder. Konsentrasi kadmium berlebihan pada manusia akan
mengakibatkan gangguan pada paru-paru, dan kadmium dapat terakumulasi pada
hati dan ginjal.

Meski mengandung banyak logam berat yang dapat membahayakan


lingkungan, hingga saat ini masih sedikit masyarakat maupun pemerintah yang
memperhatikan cara pembuangan limbah baterai. Selama ini penanganan limbah
baterai hanya dilakukan secara konvensional, yaitu dilakukan sebagaimana sampah
B3 ditangani secara umum (Kusyuniarti, 2011).

Masyarakat awam biasanya membuang limbah baterai di tempat sampah dan


berakhir di TPA (Djuniardi, 2011). Padahal tidak semua TPA memiliki sistem
pengolahan yang baik, dan limbah baterai dapat mencemari tanah hingga sungai
yang bermuara di laut. Kondisi ini dapat merugikan ekosistem pesisir atau laut.
Logam-logam berat yang terkandung dalam limbah baterai dapat mengendap di
dasar laut dan mencemari air laut. Hal tersebut dapat berdampak terhadap biota-
biota laut, seperti kematian terumbu karang, kematian mamalia laut, kematian ikan,
dan lainnya. Kemungkinan terjadinya dominansi tidaklah kecil, sehingga dapat
berdampak terhadap keanekaragaman hayati di wilayah yang terkontaminasi.
Tangkapan nelayan yang terkontaminasi logam berat tidak akan aman dikonsumsi
bagi manusia karena akan menyebabkan berbagai macam penyakit.

Konsumsi penggunaan baterai semakin meningkat seiring dengan taraf


kehidupan masyarakat yang juga meningkat. Penggunaan baterai di rumah tangga
di DKI Jakarta saja dapat menghasilkan limbah 10 buah baterai ukuran besar, 5
buah baterai ukuran sedang, dan 10 buah baterai ukuran kecil (Djuniardi, 2011).
Dapat dibanyangkan seberapa banyak limbah baterai yang dihasilkan setiap
tahunnya, dan berpotensi besar membahayakan lingkungan.

Permasalahan ini dapat diatasi dengan pengolahan limbah baterai yang


dipilah terlepas dari sampah-sampah umum lain. Selain itu dapat pula dilakukan
recovery, yaitu dengan mengolah kembali baterai bekas menjadi bahan baku baterai
baru (Djuniardi, 2011). Tentunya metode ini membutuhkan partisipasi dan
dukungan besar antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu baterai dapat pula
dibuat dengan bahan alternatif dari alam yang ramah lingkungan.
Peneliti dari University of Maryland menggunakan daun maple dan
pohon oak untuk bahan baku baterai. Struktur daun sendiri sudah menyerupai
baterai. Bahan ini memiliki area berpemukaan sempit, dengan struktur kecil yang
padat, dan struktur internal yang mampu mengalirkan katoda (Li dalam Ursula,
2016). Ada pula penelitian di Virginia Tech University yang menggunakan kentang
sebagai bahan bakunya. Menurut Percival Yang dalam Detik.com, baterai dengan
bahan baku kentang ini mampu menyimpan energi 10 kali lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Detik Health (2011). Banyak yang Tidak Tahu Bahaya Buang Baterai Bekas.
https://health.detik.com/ulasan-khas/d-1594162/banyak-yang-tidak-tahu-
bahaya-buang-baterai-bekas

Detik Inet (2014). Kentang Bisa Jadi Baterai yang Tahan 3 Tahun.
https://inet.detik.com/science/d-2476074/kentang-bisa-jadi-baterai-yang-
tahan-3-tahun

Djuniardi, Fadjar (2011). Penanganan Limbah B3 Batu Baterai Bekas Melalui


Partisipasi Konsumen dan Penerapan Metode Produksi Bersih.
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44196/PKM-GT-
11-IPB-DJUNIARDI-ISI%20PENANGANAN%20LIMBAH.pdf

Iswanto (2016). Timbulan Sampah B3 Rumahtangga dan Potensi Dampak


Kesehatan Lingkungan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jurnal Manusia
dan Lingkungan Vol. 23, No.2, Juli 2016.

Kusyuniarti, Mega (2011). Sistem Pengelolaan Limbah Baterai Rumah Tangga


Melalui Pendekatan Sosial Dan Organisasi.
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44254

Norom dan Osibanjo. (2006). Material Flows of Mobile Phones Nigeria:


Environmental Implications and Sound End-of-Life Management Options.
Environmental Impact Assessment Review vol. 28, p. 198-213.

Ursula (2016). Peneliti Buat Baterai Alami dari Daun.


https://tekno.tempo.co/read/741134/peneliti-buat-baterai-alami-dari-
daun/full&view=ok

Anda mungkin juga menyukai