Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS STROKE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kuliah


Keperawatan Kritis
Dosen Pembimbing :
Ns. Roherman., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Fachrul Alif R CKR0160192


Halimah Fitrotun N CKR0160196
Prameswari S CKR0160211
Pujawati O CKR0160212
Teni Puspita S CKR0160222
Gea Yunita D CKR0160230

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, dan
Karunianya yang telah Engkau berikan kepada penulis. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
mungkin sangat sederhana. Yang berjudul “Keperawatan Kritis Stroke”.
Dalam penyusunan laporan makalah yang berisi Makalah Keperawatan
Kritis Stroke ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ns.
Roherman., S.Kep., M.Kep selaku Dosen Pembingbing Keperawatan Kritis, yang
telah memberikan tugas, sehingga penulis mendapat lebih banyak lagi tentang
“Keperawatan Kritis Stroke”.
Penulis menyadari bahwa pembuatan laporan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk maupun penyusunan materinya. Karena itu kritik
dan saran dari pembaca, penulis harapkan. Agar membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Cirebon, 30 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................ 2
1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 3
1.6 Metode Penulisan ............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................ 4
2.1 Pengertian Stroke ............................................................................................ 4
2.2 Patofisologi Stroke ........................................................................................... 14
2.3 Manifestasi Klinik Stroke ................................................................................ 15
2.4 Diagnosis Stroke .............................................................................................. 15
2.5 Penanganan Stroke ........................................................................................... 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................... .................. 25
3.1 Analisa Data Keperawatan ............................................................................... 25
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................... 30
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................... 33
BAB IV RANGE OF MOTION .................................................................................. 37
4.1 Pengertian ROM .............................................................................................. 37
4.2 Klasifikasi ROM .............................................................................................. 37
4.3 Prinsip Dasar ROM .......................................................................................... 38
4.4 Tujuan ROM .................................................................................................... 38
4.5 Manfaat ROM ................................................................................................. 39
4.6 Indikasi ROM.................................................................................................. 39
4.7 Kontra Indikasi ROM ..................................................................................... 39
4.8 Jenis ROM ...................................................................................................... 40

ii
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 45
5.2 Saran ........................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 46
LAMPIRAN ..................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang
keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap
masalah yang mengancam kehidupan. Secara keilmuan perawatan kritis
fokus pada penyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Untuk pasien
yang kritis, pernyataan penting yang harus dipahami perawat ialah “waktu
adalah vital”. Sedangkan Istilah kritis memiliki arti yang luas penilaian
dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi krusial
dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar.
American Association of Critical-Care Nurses (AACN)
mendefinisikan Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu
perawatan yang dihadapkan secara rinci dengan manusia (pasien) dan
bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis
adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga pasien mendapatkan
kepedulian optimal (AACN, 2006).
American Association of Critical Care Nurses (AACN, 2012) juga
menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup
diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit aktual
atau potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik asuhan
keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien
dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber
adekuat untuk pemberian perawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari Stroke Hemoragik dan Iskemik ?
1.2.2 Bagaimana patofisiologi dari Stroke Hemoragik dan Iskemik ?
1.2.3 Bagiamana manifestasi klinik dari Stroke Hemoragik dan
Iskemik ?

1
1.2.4 Apa saja diagnosis dari Stroke Hemoragik dan Iskemik ?
1.2.5 Bagaimana penanganan dari Stroke Hemoragik dan Iskemik ?
1.2.6 Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien Stroke ?
1.2.7 Apa pengertian, klasifikasi, prinsip dasar, tujuan, manfaat, indikasi,
kontra indikasi dan jenis dari Range Of Motion ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang Stroke Hemoragik dan Iskemik.
1.3.2 Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari Stroke Hemoragik dan
Iskemik.
1.3.3 Untuk mengetahui tentang manifestasi klinik dari Stroke
Hemoragik dan Iskemik.
1.3.4 Untuk mengetahui tentang diagnosis dari Stroke Hemoragik dan
Iskemik.
1.3.5 Untuk mengetahui tentang penanganan dari Stroke Hemoragik dan
Iskemik.
1.3.6 Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien
Stroke.
1.3.7 Untuk mengetahui tentang pengertian, klasifikasi, prinsip dasar,
tujuan, manfaat, indikasi, kontra indikasi dan jenis dari Range Of
Motion.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tamabahan referensi dan bahan pustaka bagi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan mengenai Perawatan
Kritis Stroke.
2. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi
kepada mahasiswa lain tentang Perawatan Kritis Stroke.

2
1.5 Sistematika Penulisan
a. Cover
b. Kata Pengantar
c. Daftar Isi
d. Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
1.5 Sitematika Penulisan
1.6 Metode Penulisan
e. Bab II Tinjauan Teoritis
f. Bab III Asuhan Keperawatan
g. Bab VI Terapi ROM
h. Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
i. Daftar Pustaka
j. Lampiran
1.6 Metode Penulisan
Penulisan mempergunakan metode observasi dan kepustakaan.
Cara-cara yang digunakan pada makalah ini adalah : Studi Pustaka. Dalam
metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan
makalah ini.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Stroke


Stroke adalah penurunan sistem saraf utama secara tiba-tiba yang
berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah.
Serangan iskemia sementara atau Transient ischemic attacks (TIAs) adalah
iskemia sistem syaraf utama menurun selama kurang dari 24 jam dan
biasanya kurang dari 30 menit (Sukandar, 2008). TIAs yang tidak teratasi
dengan cepat dalam beberapa hari akan meningkat menjadi stroke. Stroke
adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24
jam atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain
selain gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya
dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke (Harsono,
1996). Stroke menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Terdapat
700.000 penderita stroke per tahunnya dan diperoleh 150.000 orang yang
mengalami kematian. Terdapat 4.6 juta orang terserang stroke terutama
pada masyarakat dewasa di USA.

4
Gejala stroke secara umum, antara lain (Harsono, 1996):
1. muntah
2. penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)
3. gangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)
4. wajah tidak simetris
5. kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul
secara mendadak.
6. gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
7. gangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)
8. vartigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :


2.1.1 Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya
darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis
disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan
struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia
pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial akan

5
menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak
(Goetz, 2007).
a. Etiologi dari Stroke Hemoragik :
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari
seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak
dan sisanya di batang otak dan serebelum. Sebagian
besar perdarahan terjadi disebabkan oleh perubahan
drastis pada fungsi arteri. Dipicu oleh adanya hipertensi
jangka panjang dan ruptur dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Perdarahan ini
sering terjadi pada pasien yang dalam kondisi terjaga dan
aktif dan menyebabkan defisit neurologic fokal yang
cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit. Angka kematian untuk perdarahan ini juga sangat
tinggi yaitu mendekati 50%. terutama terjadi bila tekanan
darah tinggi sekali, sampai otak tidak berfungsi lagi, dan
bila pembuluh darahnya rapuh atau ada aneurisma maka
pembuluh darah dapat pecah dan terjadi Infark
hemorragik.
Gejala klinis :
a) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama
sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan
darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan
memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
b) Penurunan kesadaran yang berat sampai koma
disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai
kejang fokal / umum.

6
c) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil
unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang
dan deserebrasi.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan
dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang
timbul secara primer, dapat disebabkan karena adanya
suatu trauma kepala, aneurisma atau terjadi malformasi
pada arteriovena (AVM). Perdarahan ini dapat bersifat
massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruangan
subaraknoid berlangsung cepat, maka angka kematian
sangat tinggi sekitar 50% pada bulan pertama setelah
perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini
semakin didukung oleh adanya 4 penyulit utama yaitu
vasospasme reaktif disertai infark, rupture ulang,
hiponatremia dan hidrosefalus. Namun, hal ini kembali
lagi pada tingkat keparahan dan distribusi pembuluh-
pembuluh yang terlibat.
Malformasi arteriovena disebabkan oleh melebarnya
pembuluh sehingga darah mengalisr diantara arteri
bertekanan tinggi dan system vena bertekanan rendah.
Akhirnya menyebabkan melemahnya dinding venula dan
darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak yang
keluar akibat pecahnya aneurisma atau malformasi
arterio vena (MVA), akan segera memenuhi ruang sub
arachnoid sehingga menimbulkan iritasi batang otak.
Gejala klinis :
a) Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti
meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik
sampai 1 menit.

7
b) Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil,
mudah terangsang, gelisah dan kejang.
c) Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian
sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
d) Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
e) Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid
merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
f) Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau
takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat,
suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan
(Goetz, 2007).
2.1.2 Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak,
Penyumbatan)
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada
pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari
daerah kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri
kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi
akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik
sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi
penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada
lokasi pembuluh darah otak yang terkena (Goetz, 2007).
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan
manifestasi klinik dan proses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
1. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack
(TIA)

8
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu
24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible
Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang
dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih
dari seminggu.
3. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In
Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak
berkembang lagi (Goetz, 2007).
b. Berdasarkan Kausal:
1. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya
penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang
besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang
diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat.
Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein
(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis. Masih bersifat reversibel dan dapat
membaik bila tekanan darah cepat naik
kembali/membaik (fase penumbra).

9
2. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari
jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga,
terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak (Goetz, 2007).
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
1. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
2. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi
dominan.
3. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan
(hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom
Horner pada sisi sumbatan (Goetz, 2007).
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
1. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol.
2. Gangguan mental.
3. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
5. Bisa terjadi kejang-kejang (Goetz, 2007).
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
1. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan
yang lebih ringan.
2. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
3. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

10
4. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
(Goetz, 2007).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
1. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2. Meningkatnya refleks tendon.
3. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
4. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo).
5. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
6. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita
suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).
7. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing,
gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
8. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda
(diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak
dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah
lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua
mata (hemianopia homonim).
9. Gangguan pendengaran.
10. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah (Goetz, 2007).
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
1. Koma
2. Hemiparesis kontra lateral.
3. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
4. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga (Goetz, 2007).
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
1. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.
Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah

11
ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi
pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap
baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu
mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
2. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena
kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang
memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia
adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan
membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika
terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global
alexia.
3. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat
adanya kerusakan otak.
4. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
5. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image)
adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat
kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-
gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan
Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan
nama jari yang disentuh sementara penderita tidak
boleh melihat jarinya).
6. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah
hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam
perintah yang berhubungan dengan ruang.

12
7. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan
tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan
premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan
terjadinya gangguan bicara.
8. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi
pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan
pasca operasi pengangkatan massa di otak.
9. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang
mencakup sejumlah kemampuan (Goetz, 2007).

Beberapa faktor resiko terjadinya stroke, yaitu (Sukandar, 2008)


1. Faktor resiko stroke tidak dapat dimodifikasi antara lain
peningkatan usia, laki-laki, ras (Amerika Serikat, Asia,
Amerika Latin) dan turunan.
2. Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain
hipertensi dan penyakit jantung (jantung koroner, gagal
jantung). Faktor resiko lainnya antara lain serangan iskemia
sementara, diabetes melitus, dislipidemia, dan merokok.

13
2.2 Patofisioligi Stroke
2.2.1 Stroke Iskemik
Sebanyak 88% dari semua stroke adalah stroke iskemik dan
disebabkan oleh pembentukan trombus atau emboli yang
menghambat arteri serebral. Aterosklerosis serebral adalah faktor
penyebab dalam masalah stroke iskemik, walaupun 30% tidak
diketahui etiologinya. Emboli dapat muncul dari arteri intra dan
ekstra kranial. Dua puluh persen stroke emboli muncul dari
jantung. Pada aterosklerosis karotid, plak dapat rusak karena
paparan kolagen, agregasi platelet, dan pembentukan tombus.
Pembekuan dapat menyebabkan hambatan sekitar atau terjadi
pelepasan dan bergerak ke arah distal, pada akhirnya akan
menghambat pembuluh serebral. Dalam masalah embolisme
kardiogen, aliran darah yang berhenti dalam atrium atau ventrikel
mengarah ke pembentukan bekuan lokal yang dapat pelepasan dan
bergerak melalui aorta menuju sirkulasi serebral. Hasil akhir baik
pembentukan trombus dan embolisme adalah hambatan arteri,
penurunan aliran darah serebral dan penyebab iskemik dan
akhirnya infark distal mengarah hambatan (Sukandar, 2008).
2.2.2 Stroke Hemoragik
Sebanyak 12% stroke adalah stroke pendarahan dan
termasuk pendarahan subarakhnoid, pendarahan intraserebral, dan
hematomas subdural. Pendarahan subarakhnoid dapat terjadi dari
luka berat atau rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat
arteriovena. Pendarahan intraserebral terjadi ketika pembuluh darah
rusak dalam parenkim otak menyebabkan pembentukan hematoma.
Hematoma subdural kebanyakan terjadi karena luka berat. Adanya
darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan
sekitar melalui efek masa dan komponen darah yang neurotoksik
dan produk urainya. Penekanan terhadap jaringan yang dikelilingi
hematomas dapat mengarah pada iskemik sekunder. Kematian

14
karena stroke pendarahan kebanyakan disebabkan oleh peningkatan
kerusakan dalam penekanan intrakranial yang mengarah pada
herniasi dan kematian (Sukandar, 2008).
2.3 Manifestasi Klinik Stroke
Secara umum pasien tidak dapat memberikan informasi yang dapat
dipercaya, karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya.
Informasi ini perlu didapatkan dari anggota keluarga atau saksi lain.
Gejala-gejala umum dari stroke, antara lain (Sukandar, 2008):
1. Pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan
berbicara, kehilangan melihat, vertigo, atau jatuh.
2. Stroke iskemik biasanya tidak menyakitkan, tapi sakit kepala dapat
terjadi dan lebih parah pada stroke pendarahan.
3. Pasien biasanya memiliki berbagai pertanda disfungsi sistem syaraf
pada pemeriksaan fisik.
4. Penurunan spesifik bergantung pada daerah otak yang berpengaruh.
Penurunan hemi atau monoparesis dan hemisensori biasa terjadi.
5. Pasien dengan pengaruh sirkulasi posterior dapat mengalami vertigo
dan diplipia.
6. Stroke sirkulasi anterior biasanya terjadi dalam aphasia.
7. Pasien juga dapat mengalami dysarthria, kerusakan daerah
penglihatan, dan perubahan tingkat kesadaran (Sukandar, 2008).
2.4 Diagnosis Stroke
Diagnosis ditujukan untuk mencari beberapa keterangan apakah
pasien menderita stroke atau tidak. Anemnesis yang dilakukan dapat
menuntun untuk menentukan kausa paling mungkin yang ditemukan pada
pasien stroke. Menelusuri gejala–gejala klinis yang berupa sakit kepala,
mual, muntah, gangguan visual sampai pada penurunan kesadaran. Selain
itu dilakukan penelusuruan tentang faktor-faktor resiko apa yang terjadi.
Setelah anamnesis dilakukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik
meliputi penilaian tanda-tanda vital, pemeriksaan kepala dan leher,
pemeriksaan thoraks, abdomen, kulit dan ekstremitas.

15
Pemeriksaan neurologis dilakukan seperti pemeriksaan saraf
kranialis, rangsang selaput otak, system motorik, reflex, koordinasi,
sensorik, dan fungsi kognitif. Diagnosa yang cepat dilakukan dengan
menggunakan CT scan. CT scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus
PSA dengan rupture aneurisma. Pada tampilan CT scan akan terlihat
gumpalan pada ruang subaraknoid pada siterna basal dan sulkus. Diagnosa
lain juga dapat dilakukan dengan punksi lumbal apabila hasil CT scan
meragukan atau tidak menunjukan tanda perdarahan. Punksi lumbal
dilakukan dengan cara mengambil cairan serebrospinal dan melihat
kandungan di dalamnya. Pada stroke punksi lumbal akan menunjukan
adanya sel eritrosit yang massif.
1. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak
sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak,
dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu
istirahat.
2. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital
seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan
juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan
skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya
lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat
kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf –
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau
adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma
glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks
– refleks batang otak yaitu :
a. Reaksi pupil terhadap cahaya
b. Refleks kornea
c. Refleks okulosefalik.

16
d. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan
Cheyne Stoke, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan
ataksik. Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada
saraf – saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan kehidupan
sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena
makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik
prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan
perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan – perdarahan retina atau preretina pada
pemeriksaan funduskopi.
3. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan neurokardiologi,
pemeriksaan radiologi.
Untuk diagnosis stroke dilakukan secara umum antara lain
(Sukandar, 2008):
a. pendekatan awal ialah memastikan keseimbangan pernafasan
dan memeriksa secara cepat apakah lesi adalah iskemia atau
pendarahan berdasarkan pemantaun CT.
b. Pasien stroke iskemia menunjukan dalam beberapa jam
terjadinya gejala seharusnya dievaluasi untuk terapi repefusi.
c. Peningkatan tekanan darah seharusnya mengingatkan tidak
terobatinya periode akut (7 hari pertama) setelah stroke
iskemik karena resiko penurunan aliran darah ke otak dan
gejala yang lebih buruk. Tekanan seharusnya direndahkan jika
meningkat hingga 220/120 mmHg atau terdapat bukti dari
pembedahan aortik, infark miokardial akut, edema pulmonari,
atau encefalofati hipersensitif. Jika tekanan darah diobati
dalam fasa akut, senyawa parenteral kerja cepat (contoh:
labetalol, nikardipin, nitroprusid) lebih baik digunakan.

17
d. Pasien dengan stroke pendarahan seharusnya diperiksa untuk
mengetahui apakah mereka perlu dioperasi melalui
endovaskular atau pendekatan kraniotomi.
e. Setelah fasa hiperakut telah lewat, perhatian ditujukan pada
pencegahan penurunan bertahap, minimalisie komplikasi, dan
merancang strategi pencegahan sekunder yang tepat.
2.5 Penanganan Stroke
Dalam menentukan tindakan yang tepat terhadap pasien stroke,
perlu diketahui tujuan pengobatan stroke akut sebagai berikut:
1. Mengurangi luka sistem saraf yang sedang berlangsung serta
mengurangi resiko kematian dan cacat jangka panjang.
2. Mencegah terjadinya imobilitas dan disfungsi sitem saraf akibat
komplikasi sekunder.
3. Mencegahnya berulangnya stroke (Dipiro, J. T., et al., 2008).
Hal-hal utama yang menjadi prinsip umum dalam pengobatan
stroke antara lain:
1. Memastikan bahwa saluran pernapasan dan jantung pasien dalam
keadaan baik atau terbantu (dengan alat) dengan baik.
2. Menetapkan dengan cepat apakah stroke yang ditangani merupakan
iskemik atau hemoragik berdasarkan pemeriksaan penunjang CT
Scan.
3. Pasien yang mengalami peningkaan tekanan darah tidak perlu diberi
tindakan kecuali jika telah melebihi 220/120 mmHg atau terbukti ada
pembedahan aorta, infark miokard akut, edema paru, ensefalopati
hipertensif.
4. Pasien hemoragik subaraknoid harus segera ditentukan apakah ada
kemungkinan terjadi aneurisme. Jika dengan angiografi ditemukan
adanya aneurisme, perlu dilakukan coiling atau clipping endovaskuler
melalui craniotomy untuk mencegah perdarahan terjadi kembali.
Sedangkan, pada kejadian hemoragik intraserebral, pasien
membutuhkan EVD (external ventricular drainage/ drainase ventrikel

18
luar) jika ada darah dalam ventrikel dan menyebabkan hidrosefalus
(pembesaran ventrikel).
5. Jika pasien telah melewati fase hiperakut, perlu ada perhatian khusus
dalam mencegah memburuknya kondisi pasien, meminimalisasi
komplikasi, dan memulai strategi pencegahan yang sesuai (Dipiro, J.
T., et al., 2008).
2.5.1 Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara
mengatur pola hidup sehat antara lain:
a. Menghindari konsumsi alkohol dan rokok, konsumsi makanan
sehat dan seimbang, mengurangi berat badan bila kegemukan,
sikap hidup rileks dan menghindari stres.
b. Penanganan operasi terbatas bagi penderita stroke iskemia
akut. Operasi dekompresi dapat menyelamatkan hidup dalam
kasus pembengkakan signifikan yang berhubung dengan infark
serebral.
c. Pendekatan inetrdisipliner untuk penanganan stroke dan
terjadinya stroke berulang pada pasien tertentu.
Terapi – terapi non farmakologi lainnya, yaitu:
a. Mendengarkan musik
Mendengarkan lagu pop favorit, musik klasik atau jazz
ternyata dapat digunakan sebagai metode mempercepat
pemulihan kondisi lumpuh akibat stroke. Musik dalam
beberapa hal dapat menggerakkan lebih banyak lagi
mekanisme umum yang memperbaiki dan memperbaharui
jaringan syaraf otak pasca serangan stroke, hal ini
memperlihatkan bahwa musik kemungkinan menawarkan
perawatan tambahan yang mudah dan murah bagi para pasien
stroke, tetapi terapi musik belum tentu berhasil pada semua
korban stroke.

19
b. Kalung Biofir Bio Necklace yang mengandung sinar
inframerah
c. Terapi menggunakan ikan lumba-lumba
Pasien yang menjalani terapi ikut berenang bersama lumba-
lumba, untuk tahap pertama biasanya tahap adaptasi di mana
lumba-lumba hanya mengitari pasien yang mengapung di
kolam. Baru tahap berikutnya, lumba-lumba akan
menunjukkan reaksi dan mencoba berkomunikasi dengan
pasien. Mulai totokan di kaki, tubuh, kepala, gigitan lembut,
bahkan kibasan tubuh. Uniknya, bagian tubuh pasien yang
ditotok atau disentuh oleh ikan lumba-lumba itu setiap harinya
berbeda, sehingga tampak sistematis. Seolah ikan yang biasa
dilatih untuk atraksi permainan ini tahu di mana letak saraf
pasien yang mengalami sakit. Terapi ini bukan pengobatan
alternatif melainkan hanya komplemen, jadi pengobatan
medisnya tetap jalan.
d. Hidroterapi (terapi air hangat)
Dasar utama penggunaan air hangat untuk pengobatan adalah
efek hidrostatik dan hidrodinamik. Dijelaskan secara ilmiah air
hangat berdampak fisiologis bagi tubuh. Pertama, berdampak
pada pembuluh darah. Panasnya membuat sirkulasi darah
menjadi lancar. Kedua, faktor pembebanan di dalam air akan
menguatkan otot-otot dan ligamen yang mempengaruhi sendi-
sendi tubuh. Tak heran, pasien dengan gangguan encok dan
rematik sangat baik bila diterapi air hangat. Ketiga, latihan di
dalam air berdampak positif terhadap otot jantung dan paru-
paru. Latihan di dalam air membuat sirkulasi pernapasan
menjadi lebih baik.
Efek hidrostatik dan hidrodinamik pada terapi ini juga
membantu dalam menopang berat badan saat latihan jalan.
Selain hal-hal positif di atas, air bersuhu 31 derajat Celsius

20
mempengaruhi oksigenisasi jaringan, sehingga dapat
mencegah kekakuan otot, mampu menghilangkan rasa nyeri,
menenangkan jiwa, dan merilekskan tubuh. Penderita stroke
akan lebih mudah berjalan di dalam air daripada di darat
karena pengaruh gaya apung air membuat tubuh lebih ringan.
Jika berjalan di darat, tubuh manusia lebih berat karena
mengalami gaya tarik bumi atau gravitasi. Itu sebabnya pasien
stroke yang mengalami kelumpuhan cenderung sulit berjalan
jika di darat. Dengan hidroterapi, hasilnya lambat tetapi pasien
pasti mampu menggerakkan organ tubuhnya seperti sedia kala.
e. Neuro Cardio Gym (NCG)
NCG, adalah sebuah alat terapi magnetic-vibrator yang
menghasilkan dua besaran atau parameter fisik, yakni getaran
dan medan magnet yang berfluktuasi. Istilah lainnya,
gelombang elektromagnetik. Getaran mempunyai satu
spektrum intensitas yang sangat besar untuk menimbulkan
gelombang penyembuhan, getaran yang tercipta dari NCG ini
juga berfungsi untuk memadatkan tulang oleh karena itu pasien
yang menggunakan alat tersebut akan merasakan nyaman dan
rileks. Untuk menggunakan NCG haruslah menyetel getaran
yang dibutuhkan dan waktu yang diperlukan.

21
2.5.2 Terapi Farmakologi
Terapi famakologi untuk stroke iskemik
Senyawa primer Alternatif
Penangan akut 1. Alteplase 0,9 Altepase (dosis
mg/kg iv (max variasi)
bb 90kg) sampai intraarteri hingga
1 jam pada 6 jam setelah
pasien terpilih onset pada
dalam onset 3 pasien terpilih.
jam.
2. Aspirin 160-325
mg setiap hari
dimulai dalam
48 jam onset.
Pencegahan 1. Aspirin 50-325 Tiklopidin 250
sekunder mg setiap hari. mg dua kali
nonkardioemboli 2. Clopidogrel 75 sehari
mg setiap hari.
3. Aspirin 25 mg +
pelepasan lebih
luas dipiridamol
200 mg dua kali
sehari
Kardioemboli Warfarin (INR=2,5)
(terutama fiibrilasi Inhibitor ACE+diuretik
atrial) atau ARB penurun
tekanan darah
Semua Statin

22
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah
atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur
bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan
dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant
tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang
berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3
jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak
diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah
diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan
menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang
infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in
evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini
tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed
stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah
ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya.
Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.
Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan
setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa
mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang.
Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk
mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada
penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau
kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin
memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk
mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu
perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran
pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit
karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga

23
bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya
gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah
tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya
terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi
dengan obat-obatan atau terapi psikis.
Terapi farmakologi stroke iskemik dapat dilakukan dengan
reperfusi dan neuroproteksi. Reperfusi yaitu mengembalikan aliran
darah ke otak secara adekuat sehingga perfusi meningkat, obat-obat
yang dapat diberikan antara lain : thrombolytic agent, inhibitor
platelet dan antikoagulan. Inhibitor platelet merupakan pilihan
utama dalam penanganan stroke iskemik. Inhibitor platelet
mencegah terbentuknya trombus karena penggumpalan trombosit
darah. Beberapa contoh obat ini adalah asam asetil salisilat
(asetosal) atau aspirin, tiklopidin, pentoksiflin, clopidogrel,
kombinasi asetosal dengan dipiridamol, dan cilostazol. Tujuan
utama pengobatan pasien iskemik akut stroke
adalahmenghilangkan gangguan aliran dalam pembuluh darah dan
melindungi sel distal otak karena kerusakan atau blok dari
perubahan hipoksia.

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas diri klien
a. Nama : Ny. T
b. Umur : 60 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Alamat : Rajek Lor RT 01 Tirtoadi , Mlati Sleman.
e. Status perkawinan : Janda
f. Agama : Islam
g. Suku : Jawa
h. Pendidikan : SD
i. Pekerjaan : IRT
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama saat ini:
Klien mengeluh seluruh tubuhnya terasa kaku. Klien tidak
bisa miring kanan/ kiri dan duduk sendiri. Kedua ekstremitas
bawah ka/ki kaku dan tidak bisa lurus. Sering terjadi nyeri
kepala/vertigo, mual dah muntah nampak lemah. Pada bagian
bokong klien nampak kemerahan. Tanda-tanda vital : TD : 140 / 80
mmHg N : 88 x/m, RR : 20 x/m, S: 37 C.
b. Apa yang dipikirkan saat ini:
Pasien mengatakan memikirkan penyakitnya mengapa tidak
sembuh-sembuh dan bagaimana supaya bisa cepat sembuh.
Padahal tingkat ekonomi klien tergolong pas-pasan. Siapa yang
paling dipikirkan saat ini: Dirinya sendiri.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Klien mengatakan menderita Hipertensi sejak ± 5 tahun
yang lalu, pada awalnya klien rutin kontol ke dokter dan minum

25
obat secara teratur. Namun karena keterbatasan ekonomi dan tidak
punya dana lagi untuk pengobatan, klien akhirnya tidak control dan
minum obat lagi.
Pada bulan Juli tahun 2016 klien mengalami stroke yang
pertama kalinya. Klien mengalami kelumpuhan pada ekstremitas
kiri. Namun klien dapat sembuh kembali dengan minum obat tanpa
perawatan di rumah sakit.
Pada bulan Desember tahun 2017 klien mengalami stroke
kembali untuk kedua kalinya dan dirawat di Rumah Sakit
Murangan selama ± 5 hari. Setelah serangan tersebut klien dapat
sembuh kembali dengan gejala sisa (klien berjalan dengan kakinya
diseret-seret).
Dan Pada Bulan April 2019 klien mengalami serangan
kembali untuk yang ketiga kalinya, sampai saat ini klen masih
terbaring kaku di tempat tidur.
3. Pemeriksaan Umum
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan sehat itu adalah bila kondisi klien
mampu melakukan kegiatan sehari-hari, dan keadaan sakit bila
klien sudah tidak bisa bangun. Bila merasa sakit akan periksa ke
dokter atau puskesmas.
b. Pola nutrisi
1) Jumlah : Frekuensi 2 x perhari. Makan utama 1/2 piring nasi
tiap kali makan, 1 potong lauk nabati, , 2 sendok sayur. Pada
sore harinya klien ngemil (kue atau gorengan) tidak tentu
jumlahnya. Minum kira-kira 1,5 gelas besar perhari.
2) Jenis : Nasi, lauk nabati, sayur, tidak ada alergi makanan,
pantangan tidak ada. Jenis minuman: air putih
c. Pola eliminasi
1) BAB : Tidak teratur, 2-3 hari sekali
2) BAK : Teratur 3-4 kali sehari, tidak ada keluhan.

26
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/ minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat tidur V
Berpindah/ berjalan V
ROM V
Keterangan:
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4: tergantung total.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien terbiasa tidur mulai pukul 19.00 – 05.30 WIB, sering
terbangun sendiri. Klien tidur siang mulai pukul 12.30 – 14.00
WIB namun kadang tidak menentu.
f. Pola perceptual
1. Penglihatan : Dapat melihat dengan jelas dalam jarak tertentu,
tidak pakai kaca mata.
2. Pendengaran : Masih dapat mendengar namun kurang jelas,
tidak menggunakan alat bantu dengar.
3. Pengecap : Masih dapat membedakan rasa antara manis, pahit,
asam dan asin.
4. Sensasi : Klien kurang dapat membedakan panas, dingin, sakit
maupun nyeri.
g. Pola persepsi diri

27
1. Gambaran diri: Klien merasa terganggu dengan keadaannya/
penampilan sekarang ini.
2. Ideal diri: Klien merasa puas apa yang didapatkannya selama
ini.
3. Harga diri: Klien merasa bahwa dirinya tidak berguna lagi
namun klien punya semangat untuk sembuh walaupun kadang
klien merasa putus asa dengan keadaannya sekarang ini.
4. Identitas diri: Klien belum dapat menerima keadaannya, merasa
malu dengan keadaannya, meskipun keluarganya selalu
memperhatikan.
5. Peran diri: Klien sudah tidak dapat lagi menjalankan perannya
sebagai ibu rumah tangga, anak maupun sebagai seorang
nenek.
h. Pola peran hubungan
Di dalam komunikasi sehari-hari klien tidak mengalami
hambatan. Dalam berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa.
Klien tinggal di rumah bersama ibunya dan 1 orang adik dan 1
orang anak dan menantu serta 1 orang cucunya dan 3 orang
keponakan.
i. Pola managemen koping stress
Perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini adalah
keadaan sakitnya yang tidak sembuh-sembuh. Keadaan sakit saat
ini hanya dibiarkan tanpa pengobatan apapun dan dirawat di rumah
oleh anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal
ini dilakukan karena klien dan keluarga tidak mempunyai dana lagi
untuk pengobatan.klien baik medis maupun alternatif.
j. Sistem nilai dan keyakinan
Klien beragama Islam, namun pada saat ini klien tidak
menjalankan sholat lagi. Klien tidak dapat lagi mengikuti kegiatan
keagamaan. Klien mengatakan penyakit yang dialamimya

28
merupakan suatu hukuman dan cobaan dari Allah atas dosa-
dosanya selama ini.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran : Composmentis
b. Tanda-Tanda Vital :
1) Tekanan Darah : 140/80 mmHg
2) Nadi : 88x/menit
3) RR : 20x/menit
4) Suhu : 37oC
c. Kepala : Kulit kepala bersih dan rambut tampak berminyak
d. Mulut : Bibir lembab, mukosa merah muda
e. Leher : Tidak ada pembesaran Vena Jugularis
f. Thorak : Bentuk dada simetris, retraksi otot dada (-), tidak ada
ketinggalan gerak
g. Paru-paru : Vesikuler (+), Sonor (+)
h. Abdomen : Tidak ada acites, tidak kembung, nyeri tekan (-), turgor
kulit baik
i. Ekstremitas : Kaku, Kuku jari tangan dan kaki panjang
5. Pemeriksaan Panca Indera
a. Penglihatan (mata) :
1) Bola mata : simetris tidak ada kelainan
2) Konjunctiva : tidak anemis
3) Sklera : tidak ikterik
4) Reaksi cahaya : +/+
5) Visus : 5/6
b. Pendengaran (telinga) :
1) Bentuk telinga simetris
2) Nyeri tekan tidak ada
3) Liang telinga : nampak kotor
4) Terjadi penurunan fungsi pendengaran

29
c. Pengecapan (mulut )
1) Gigi geligi karies (+), gigi tanggal (+)
2) Lidah bersih
3) Sensasi rasa manis, asin dan pahit (+)
d. Sensasi (kulit)
1) Sensasi nyeri (+), sensasi taktil (+), sensasi suhu (+)
2) Turgor kulit : baik
e. Penciuman (hidung)
1) Lubang hidung simetris
2) Septum nasi : lurus Konka : normal
3) Tidak ada sekret.
3.2 Analisa Data

No DATA Etiologi MASALAH


1. Penyakit yang mendasari Ketidakefektifan
perfusi jaringan
stroke (Alkohol, merokok,
serebral
stress, kegemukan)
|
Data Subjektif :
Kepekatan darah
o Klien mengatakan sering nyeri
meningkat
kepala/vertigo
|
o Klien mengatakan terjadi mual
Aterosklerosis
dan muntah
|
Data Objektif :
Pembentukan thrombus
o Keterbatasan ROM
|
o Klien tampak pucat dan lemah
Obstruksi thrombus di
o TD : 140 / 80 mmHg N : 88
otak
x/m, RR : 20 x/m, S: 37 C
|
Penurunan darah ke otak
|
Hipoksiacerebri

30
|
Infrak jaringan otak
|
Kelemahan pada nervus
V, VII, IX, X
|
Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
2. Penyakit yang mendasari Kerusakan
Data Subjektif : mobilitas fisik
stroke (Alkohol, merokok,
o Klien mengatakan seluruh
stress, kegemukan)
tubuhnya terasa kaku, tidak bisa
|
miring kanan/kiri sendiri
Kepekatan darah
o Klien mengatakan lumpuh sejak
meningkat
tahun 2013
|
o Klien mengatakan saat ini
Aterosklerosis
serangan stroke ketiga kalinya
|
o Klien mengatakan semua aktivitas
Pembentukan thrombus
dibantu keluarga
|
Data Objektif :
Obstruksi thrombus di
o Klien nampak terbaring kaku di
otak
tempat tidur.
|
o Kedua ekstremitas bawah
Penurunan darah ke otak
kanan/kiri kaku dan tidak bisa
|
lurus
Hipoksiacerebri
o Keterbatasan ROM
|
o Derajat kekuatan otot : 2 (gerakan
Infrak jaringan otak
tanpa menahan gaya berat)
|
o Semua aktivitas dibantu orang lain
Kerusakan pusat gerakan
o TD : 140 / 80 mmHg N : 88 x/m,
motorik di lobus frontalis
RR : 20 x/m, S: 37 C
Hemisphare/hemiplagia

31
|
Kerusakan mobilitas fisik
Penyakit yang mendasari Resiko
kerusakan
3. stroke (Alkohol, merokok,
integritas kulit
stress, kegemukan)
|
Kepekatan darah
meningkat
|
Data Subjektif :
Aterosklerosis
o Klien mengatakan sejak April
|
tahun 2016 sudah terbaring di
Pembentukan thrombus
tempat tidur
|
o Klien mengatakan posisi baring
Obstruksi thrombus di
jarang diubah karena tidak bisa
otak
sendiri dan tidak merasa nyaman
|
o Keluarga mengatakan melakukan
Penurunan darah ke otak
perawatan kulit hanya sebatas
|
memandikan klien
Hipoksiacerebri
Data Objektif :
|
o Keterbatasan ROM
Infrak jaringan otak
o Klien nampak terbaring kaku di
|
tempat tidur
Kerusakan pusat gerakan
Pada bagian bokong klien nampak
motorik di lobus frontalis
kemerahan
Hemisphare/hemiplagia
|
Mobilitas menurun
|
Tirah baring
|
Resiko kerusakan

32
integritas kulit

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan mobilitas fisik Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
3.4 Intervensi Keperaeatan

No DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA


INTERVENSI
Dx KEPERAWATAN HASIL
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring neurologis
Perfusi jaringan keperawatan diharapkan a. Monitor ukuran, kesimetrisan,
serebral suplai aliran darah keotak reaksi dan bentuk pupil
berhubungan dengan lancar dengan kriteria b. Monitor tingkat kesadaran
aliran darah ke otak hasil: klien
terhambat 1. Nyeri kepala / vertigo c. Monitir tanda-tanda vital
berkurang sampai de- d. Monitor keluhan nyeri kepala,
ngan hilang mual, muntah
2. Berfungsinya saraf e. Monitor respon klien terhadap
dengan baik pengobatan
3. Tanda-tanda vital stabil f. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
g. Observasi kondisi fisik klien
2. Terapi oksigen
a. Bersihkan jalan nafas dari
sekret
b. Pertahankan jalan nafas tetap

33
efektif
c. Berikan oksigen sesuai intruksi
d. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen dan sistem humidifier
e. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
f. Observasi tanda-tanda hipo-
ventilasi Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
g. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
3. Terapi farmakologi
a. Beri obat Aspirin

2 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Latihan ROM


fisik berhubungan keperawatan diharapkan 1. Ajarkan klien untuk latihan rentang
dengan kerusakan klien dapat melakukan gerak aktif pada sisi ekstrimitas
neurovaskuler pergerakan fisik dengan yang sehat
kriteria hasil : 2. Ajarkan rentang gerak pasif pada
1. Tidak terjadi kontraktur sisi ekstrimitas yang parese / plegi
otot dan footdrop dalam toleransi nyeri
2. Pasien berpartisipasi 3. Topang ekstrimitas dengan bantal
dalam program latihan untuk mencegah atau mangurangi
3. Pasien mencapai bengkak
keseimbangan saat 4. Ajarkan ambulasi sesuai dengan
duduk tahapan dan kemampuan klien
Pasien mampu 5. Motivasi klien untuk melakukan
menggunakan sisi tubuh latihan sendi seperti yang
yang tidak sakit untuk disarankan

34
kompensasi hilangnya 6. Libatkan keluarga untuk membantu
fungsi pada sisi yang klien latihan sendi
parese/plegi
3 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Beri penjelasan pada klien
integritas kulit perawatan diharapkan tentang: resiko adanya luka tekan,
berhubungan dengan pasien mampu mengetahui tanda dan gejala luka tekan,
immobilisasi fisik dan mengontrol resiko tindakan pencegahan agar tidak
dengan kriteria hasil : terjadi luka tekan
1. Klien mampu menge- 2. Berikan masase sederhana
nali tanda dan 3. Ciptakan lingkungan yang
gejala adanya resiko nyaman
luka tekan 4. Gunakan lotion, minyak untuk
2. Klien mampu pelicin dan bedak untuk
berpartisi-pasi dalam mengurangi kemerahan di sekitar
pencegahan resiko luka area yang tertekan
tekan (masase 5. Lakukan masase secara teratur
sederhana, alih ba-ring, 6. Anjurkan klien untuk rileks
manajemen nutrisi, selama masase
manajemen tekanan). 7. Jangan masase pada area
kemerahan utk menghindari
kerusakan kapiler
8. Evaluasi respon klien terhadap
masase
9. Lakukan alih baring
10. Ubah posisi klien setiap 30 menit-
2 jam
11. Pertahankan tempat tidur sedatar
mungkin untuk mengurangi
kekuatan geseran
12. Batasi posisi semi fowler hanya
30 menit

35
13. Observasi area yang tertekan
(telinga, mata kaki, sakrum,
skrotum, siku, ischium, skapula)
14. Berikan manajemen nutrisi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi
16. Monitor intake nutrisi
17. Tingkatkan masukan protein dan
karbohidrat untuk memelihara ke-
seimbangan nitrogen positif
18. Berikan manajemen tekanan
19. Monitor kulit adanya kemerahan
dan pecah-pecah
20. Beri pelembab pada kulit yang
kering dan pecah-pecah
21. Jaga sprei dalam keadaan bersih
dan kering
22. Monitor aktivitas dan mobilitas
klien
23. Beri bedak atau kamper spritus
pada area yang tertekan

36
BAB IV
RANGE OF MOTION

4.1 Pengertian ROM


Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005).

Latihan range of motion (ROM) merupakan istilah baku untuk


menyatakan batas atau batasan gerakan sendi yang normal dan
sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk
menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal (Arif, M, 2008).
4.2 Klasifikasi Latihan ROM
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan
pasien dengan bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi
latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa
atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun,
dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM
pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas
yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara
mandiri.
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi,
dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi

37
secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini
untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan
pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai
ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.
4.3 Prinsip Dasar Latihan ROM
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali
sehari

2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak


melelahkan pasien.

3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur


pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.

4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah


leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada


bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah
mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.
4.4 Tujuan ROM
1. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan
otot.

2. Memelihara mobilitas persendian.

3. Merangsang sirkulasi darah.

4. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.

5. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan.

38
4.5 Manfaat ROM
1. Memperbaiki tonus otot.

2. Meningkatkan mobilisasi sendi.

3. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

4. Meningkatkan massa otot.

5. Mengurangi kehilangan tulang.


4.6 Indikasi ROM
1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

2. Kelemahan otot

3. Fase rehabilitasi fisik

4. Klien dengan tirah baring lama


4.7 Kontra Indikasi ROM
1. Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah.

2. Kelainan sendi atau tulang.

3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung).

4. Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi


atau luka dalam.

5. Nyeri berat.

6. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak

39
4.8 Jenis ROM
Menurut Potter & Perry, (2005), ROM terdiri dari gerakan pada
persendian sebaga berikut :
1) Leher, spinal, servikal
Flexi : Menempel ke dagu dan menempel ke dada rentang 45o
Extensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45o
Flexi : Memiringkan kepala sejauh mungkin
Lateral : Ke arah setiap bahu rentang 40-45o
Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler,
rentang 180o
2) Bahu
Flexi : Menaikan lengan darin posisi ke sampan ke depan ke
posisi atas kepala 180o
Extensi : Mengembalikan lengan ke poisi di samping tubuh
Hiperextensi : Menggeserkan lengan ke belakang tubh, dan siku
tetap lurus rentang 45-60o
Abduksi : menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala
3) Siku
Flexi : menggerakan siku sehingga lengan bahu bergerak ke
depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu rentang 150o
Extensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan
4) Lengan bawah
Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas rentang 70-90o
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah rentang 70-90o
5) Pergelangan tangan
Flexi : menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah rentang 80-90o

40
Extensi : menggerakan jari-jari tangan sehingga jari, tangan,
lengan bawah dalam arah yang sama rentang 80-90o
Hiperextensi : membawa permukaan tangan dorsal ke belakang
sejauh mungkin
Abduksi : menekuk pergelangan tangan miring kea rah lima jari
6) Jari-jari tangan
Flexi : membuat genggaman 90o
Extensi : meluruskan jari-jari tangan
Abduksi : meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang
lain
Adduksi : merspatkan kembali jari-jari tangan
7) Ibu jari
Flexi : menggerakan ibu jari menyilang permukaan telapak
tangan
Extensi : menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan
Abduksi : menjauh dari ibu jari ke samping rentang 30o
Abduksi : menggerakan ibu jari ke depan tangan rentang 30o
8) Jari kaki
Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi : Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain
Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

41
42
43
44
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang
cepat yang dapat menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi
pasien kritis di rumah sakit terdiri dari: Unit Gawat Darurat (UGD) dimana
pasien diatasi untuk pertama kali, unit perawatan intensif (ICU) adalah
bagian untuk mengatasi keadaan kritis sedangkan bagian yang lebih
memusatkan perhatian pada penyumbatan dan penyempitan pembuluh
darah koroner yang disebut unit perawatan intensif koroner Intensive Care
Coronary Unit (ICCU). Baik UGD, ICU, maupun ICCU adalah unit
perawatan pasien kritis dimana perburukan patofisiologi dapat terjadi
secara cepat yang dapat berakhir dengan kematian.
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak(smelzer &bare ,2002) Stroke biasanya disebabkan oleh salah satu
empat kejadian, thrombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragu
serebral. Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian
suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
5.2 Saran
Untuk Mahasiswa keperawatan lebih aktif dalam berbagai
diskusi waktu penyajian makalah sehingga pengatahuan dan wawasannya
dapat berkembang terutama tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan riwayat Stroke. Bagi Dosen, kami mengharapkan agar dapat
memberikan arahan dan pengetahuan baru yang mungkin belum dibahas
oleh mahasiswa dalam forum diskusinya sehingga ada
suatukesinambungan dan kontribusi antara mahasiswa dengan dosen.

45
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I., 2004, Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta :
PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Rumantir C.U. Gangguan Peredaran Darah Otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin.
Sukandar, E.Y.,R. Andrajati, J.I. Sigit, I.K.Adnyana, dan A.A.P.Setiadi. 2008.
ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI Penerbitan.
Turana, Yuda. 2012. Stroke. http://medicastore.com/stroke.html (diakses pada
tanggal 30 september 2013)

46
47

Anda mungkin juga menyukai