Disusun oleh:
Novia Rama
1707101030011
Dokter Pembimbing:
dr. Juwita Saragih, Sp.KJ
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
“TEORI PERKEMBANGAN JIWA”. Shalawat beserta salam penulis
sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke
zaman yang berpendidikan dan terang benderang.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik
senior pada Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unsyiah /
RSJ dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Juwita Saragih, Sp.KJ yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga,
sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.
Novia Rama
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berbeda dari psikiatri dewasa, kepribadian seorang anak masih sedang
tumbuh dan berkembang, sehingga tingkah lakunya pun akan berubah-ubah sesuai
dengan tahap perkembangannya. Seorang anak tidak dapat dianggap sebagai
seorang individu tersendiri karena ia masih sangat tergantung dari orang-orang di
sekitarnya, terutama orang tuanya.2
Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya.
Kepribadian sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan
banyak sekali terjadi perubahan/modifikasi tingkah laku. Sebab itu kita perlu
mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium perkembangan jiwa dan
membedakannya dengan gejala patologis. 2
Gangguan jiwa merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak
terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi
pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan
pengobatan jumlahnya kurang dari 20% .Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian
(ADHD/ Attention Deficit-Hyperactivity Disorder) adalah gangguan kesehatan
jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana insidensinya diperkirakan
antara 6% sampai 9%. Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan
dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi
adaptasi.2
Untuk itu terbentuklah beberapa pemikiran para ahli tentang teori
perkembangan kejiwaan manusia pada awal kelahiran hingga dewasa. Dimana
sebuah teori merupakan kumpulan ide yang logis dan saling berhubungan yang
membantu memberi penjelasan dan membuat prediksi. Sebagai salah satu bidang
dari psikologi dan sebagai ilmu, psikologi perkembangan memiliki teori-teori yang
ada sampai sekarang dan dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk
memahami perubahan tingkah laku manusia sesuai dengan perubahan waktu atau
zaman.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERBEDAANNYA :
Perkembangan (development)
- Bersifat kualitatif
- Berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu.
Contoh :
3
Bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, misalnya dalam perkembangan bahasa, emosi,
Intelektual, perilaku dll.
Pertumbuhan (growth)
Bersifat kuantitatif
Berkaitan dengan aspek fisik
Contoh :
- ukuran berat dan tinggi badan
- ukuran dimensi sel tubuh - umur tulang
2.3. Epidemiologi
4
Gambar 2.1 Prevalensi kelainan jiwa
5
2.4 Teori- Teori Perkembangan Jiwa
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
1. TEORI NATIVISME
Tokoh : Schoppenhouer, Plato, Descartes, dan Lambrosso
Natus = lahir
Nativus = kelahiran/ pembawaan
Isi teori : Nativisme berasal dari kata native artinya asli atau asal. Aliran ini
hampir senada dengan Naturalisme. Nativisme berpendapat bahwa sejak lahir anak
telah memiliki/membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu, yang bersifat
pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang bersifat
keturunan (herediter) inilah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan
anak sepenuhnya. Sedangkan pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak
berarti, kecuali hanya sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja. Dalam ilmu
pendidikan, pandangan tersebut dikenal dengan pesimisme paedagogis9
Potensi-potensi yang dimiliki seseorang adalah potensi hereditas (bawaan) bukan
potensi pendidikan. Pendidikan dan sama sekali tidak berpengaruh terhadap
perkembangan manusia. Teori ini juga termasuk dalam filsafat idealisme yang
6
mengemukakan bahwa perkembangan seorang hanya ditentukan oleh keturunan
yaitu faktor alam yang bersifat kodrati.
Kelebihan:
Menghargai akan hakekat pembawaan individu yang mempengaruhi
perkembangan.
Kelemahan:
Menafikkan lingkungan,sehingga tidak dapat menjelaskan kejadian- kejadian
di masyarakat
Pesimis terhadap proses pendidikan
2. TEORI EMPIRISME
Tokoh : John Locke
Empiri = pengalaman
7
Isi teori : Nama asli teori ini adalah “The school of British
Empiricism” (teori empirisme Inggris). Pelopor teori ini adalah John Locke (1632-
1704). teori ini mengemukakan bahwa manusia dilahirkan seperti kertas kosong
(putih) yang belum ditulis (teori tabularasa). Jadi sejak dilahirkan anak itu tidak
mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan anak dibentuk sekehendak
pendidiknya. Disini kekuatan apa pada pendidik, pendidikan dan lingkungannya
yang berkuasa atas pembentukan anak.
Teori empirisme ini merupakan kebalikan dari teori nativisme karena
menganggap bahwa potensi atau pembawaan yang dimiliki seseorang itu sama
sekali tidak ada pengaruhnya dalam upaya pendidikan. Semuanya ditentukan oleh
faktor lingkungan yaitu pendidikan. Teori ini disebut juga dengan Sosiologisme,
karena sepenuhnya mementingkan atau menekankan pengaruh dari luar. Dalam
ilmu pendidikan teori ini dikenal sebagai pandangan optimisme paedagogis.
3. TEORI KONVERGENSI
8
pembawaan ataukah lingkungan? Atau dengan kata lain dalam
perkembangan anak muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan
(pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruh lingkungan?11
Dalam hukum konvergensi ini, terdapat dua aliran, yaitu aliran yang
lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh
lingkungan dan yang sebaliknya, lebih menekankan lingkungan atau
pendidikan. Sementara itu, banyak yang belum puas atas jawaban dari aliran
konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu
ditentukan dari dua factor: pembawaan dan lingkungan9
4. TEORI INTERAKSI/KOGNITIF
9
opersai formal. Proses dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini
adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.
Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan
yang lain, ia menguraikan pengalaman fisik atau pengetahuan eksogen,
yang merupakan abstraksi dari ciri – ciri dari obyek, pengalaman logis
matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui reorganisasi proses
pemikiran anak didik. Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai
formal dibangun dengan jalan logis – matematis.
Sumbangan bagi praktek pendidikan untuk karya – karya Piaget mengenali
pengetahuan yang disosialisasikan dari sudut pandangan anak.
Implementasi kurikulum menjadi pelik oleh kenyataan bahwa teorinya tidak
memasukan hubungan antara berfikir logis dan pelajaran – pelajaran pokok
seperti membaca dan menulis.10
10
perkembangan hanya dapat dicapai melalui analisis terhadap makna-makna
simbolis dari perilaku serta menelaah pikiran yang lebih dalam. Ahli teori
psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman di masa awal dengan orang tua
memiliki pengaruh yang luas terhadap perkembangan. Karakteristik-karakteristik
ini disoroti dalam teori psikoanalisis utama, yaitu oleh Sigmund Freud.3,
11
neurotik. Secara garis besar, perkembangan ini akan melalui fase-fase sebgai
berikut :
Tahap oral (oral stage). Tahap oral adalah tahap perkembangan Freudian yang
pertama, yang berlangsung selama 18 bulan pertama dari kehidupan, dimana
kenikmatan bayi dipusatkan di daerah mulut. Mengunyah, mengisap, dan menggigit
menjadi sumber kepuasan yang utama. Aksi-aksi ini dapat meredakan ketegangan
pada bayi.
Tahap anal (anal stage). Tahap anal adalah tahap perkembangan Freudian yang
kedua, yang berlangsung antara usia 1 setengah tahun hingga 3 tahun, di mana
kenikmatan terbesar diperoleh anak di daerah anus atau di fungsi pengeluaran yang
terhubung dengan anus. Menurut Freud, latihan otot anal dapat meredakan
ketenangan.
Tahap falik (Phallic stage). Tahap falik adalah tahap perkembangan Freudian
yang ketiga, yang berlangsung antara usia 3 tahun hingga 6 tahun; nama tersebut
berasal dari kata Latin Phallus, yang berarti “penis.” Selama tahap falik,
kenikmatan dipusatkan di daerah genital, di mana ini terjadi ketika anak
menemukan bahwa manipulasi diri itu menyenangkan.
Menurut Freud, secara khusus tahap falik adalah tahap perkembangan kepribadian
karena di periode inilah muncul kompleks Oedipus. Nama ini berasal dari mitologi
Yunani, di mana Oedipus, anak laki-laki dari Raja Thebes, tanpa disengaja
membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Meurut teori Freud, kompleks Oedipus
12
(Oedipus complex) adalah hasrat yang kuat dari seorang anak kecil untuk
menggantikan kedudukan orang tua yang berjenis kelamin sama dan menikmati
afeksi yang diperoleh dari orang tua yang berjenis kelamin berbeda.
.
Tahap laten (latency stage). Tahap laten adalah tahap perkembangan
Freudian yang keempat, yang berlangsung antara usia 6 tahun hingga pubertas;
anak menekan semua minat dalam hal seksualitas serta mengembangkan
keterampilan sosial dan intelektual.aktivitas ini dapat menyalurkan sebagian besar
energy anak ke dalam bidang-bidang kehidupan emosional yang aman dan dapat
membantu anak untuk melupakan konflik yang sangat mengganggu di tahap falik.
13
2. Teori perkembangan psiko-sosial dari Erik Erikson
Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal
dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini
adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud,
Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah
satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan
persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah
berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan
perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa
teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-
proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut
pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada
dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson
membahas perkembangan psikologis di sepanjang usia manusia, dan bukan hanya
tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga
meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini terhadap
masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki
perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir
kehiduaan.
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan
salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan
Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini
dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga
lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih
banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang
membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
14
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat
dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya.
Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar
psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson
adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih
tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang
ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan
dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu,
maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak
menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan
kepribadian yang diajukan oleh Freud.
Teori ini menggunakan prinsip epigenetik dalam usaha menerangkan
perkembangan pribadi manusia, yaitu bahwa semua yang berkembang mempunyai
rencana ataupun pola dasar yang sudah ada sebelumnya, dan dari rancangan dasar
itu akan berkembang berbagai fungsi menurut waktunya sendiri-sendiri sebagai
hasil interaksi antara manusia dengan lingkungannya, hingga mencapai suatu
kesatuan fungsional yang menyeluruh. Selagi individu melalui proses
perkembangannya, ia akan mengahadapi dan mengalami titik-titik kritis, karena
perkembangan itu menurut adanya perubahan-perubahan dalam kualitas fungsi
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan perekembangan yang semakin kompleks.
Seorang anak dalam perkembangan menghadapi konflik dengan lingkungan. Anak
berusaha mengatasi konflik, anak dapat berhasil dan dapat gagal dalam setiap fase
perkembangan. Bila anak berhasil mengatasi konflik tersebut, anak akan lebih
mudah dalam mengatasi konflik di fase berikutnya. 4,5,8
a. Oral sensory stage : lahir-1- 1 1/2 tahun, basic trust vs basic mistrust
b. Muscular anal stage : 2-3 tahun, autonomy vs shame and doubt
c. Locomotor genital stage : 3-6 tahun initiative vs guilt
d. Stage of latency : 6-11 tahun, industry vs inferiority
e. Stage of puberty and adolescence: 11-18 tahun ego identity vs role
confusion.
f. Stage of young adulthood :18-30 tahun, intimacy vs isolation
15
g. Stage of adulthood : 30-45 tahun, generativity vs stagnation
h. Stage of maturity : 45 thn keatas, Integrity vs despair.
16
untuk menghadapi tantangan ini. Anak diminta untuk memikirkan tanggung jawab
terhadap tubuh, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Mengembangkan
rasa tanggung jawab meningkatkan inisiatif. Meskipun demikian, rasa bersalah
yang tidak nyaman dapat muncul, jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat
merasa sangat cemas. Erikson memiliki pandangan positif terhadap tahap ini. Ia
percaya bahwa sebagian besar rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa ingin
berprestasi.
4. Kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority) adalah tahap
perkembangan Erikson yang keempat, terjadi disekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif
anak membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat
mereka berpindah ke masa kanak-kanak tengah dan akhir, mereka mengarahkan
energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Di
waktu yang sama pula anak menjadi lebih antusias mengenai belajar dibandingkan
dengan akhir periode kanak-kanak awal yang penuh imajinasi. Kemungkinana lain
dalam tahun sekolah dasar adalah bahwa anak dapat memunculkan rasa inferior
merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Erikson percaya bahwa guru memiliki
tanggung jawab khusus bagi perkembangan keaktifan anak. Guru harus “dengan
lembut tetapi tegas mengajak anak ke dalam petualangan menemukan bahwa
seseorang dapat belajar mencapai sesuatu yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya”
17
jika remaja tidak cukup menjelajahi banyak peran, dan jika masa depan yang positif
belum jelas, maka terjadilah kebingungan identitas.
18
mengalami tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia lanjut.
Perkembangan sepanjang hayat tersebut diperhadapkan dengan delapan tahapan
yang masing-masing mempunyai nilai kekuatan yang membentuk karakter positif
atau sebaliknya, berkembang sisi kelemahan sehingga karakter negatif yang
mendominasi pertumbuhan seseorang. Erikson menyebut setiap tahapan tersebut
sebagai krisis atau konflik yang mempunyai sifat sosial dan psikologis yang sangat
berarti bagi kelangsungan perkembangan di masa depan. 5
Pada masa bayi atau tahun pertama adalah titik awal pembentukan
kepribadian. Bayi belajar mempercayai orang lain agar kebutuhan-kebutuhan
dasarnya terpenuhi. Peran ibu atau orang-orang terdekat seperti pengasuh yang
mampu menciptakan keakraban dan kepedulian dapat mengembangkan
kepercayaan dasar. Persepsi yang salah pada diri anak tentang lingkungannya
karena penolakan dari orangtua atau pengasuh mengakibatkan bertumbuhnya
perasaan tidak percaya sehingga anak memandang dunia sekelilingnya sebagai
tempat yang jahat. Pada tahap ini kekuatan yang perlu ditumbuhkan pada
kepribadian anak ialah “harapan”.
Konflik yang dialami anak pada tahap ini ialah otonomi vs rasa malu serta
keragu- raguan. Kekuatan yang seharusnya ditumbuhkan adalah “keinginan atau
kehendak” dimana anak belajar menjadi bebas untuk mengembangkan
kemandirian. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui motivasi untuk
melakukan kepentingannya sendiri seperti belajar makan atau berpakaian sendiri,
berbicara, bergerak atau mendapat jawaban dari sesuatu yang ditanyakan.
19
Tahap III, usia 3-6 tahun
Konflik pada tahap ini ialah kerja aktif vs rendah diri, itu sebabnya kekuatan
yang perlu ditumbuhkan ialah “kompetensi” atau terbentuknya berbagai
keterampilan. Membandingkan kemampuan diri sendiri dengan teman sebaya
terjadi pada tahap ini. Anak belajar mengenai ketrampilan sosial dan akademis
melalui kompetisi yang sehat dengan kelompoknya. Keberhasilan yang diraih anak
memupuk rasa percaya diri, sebaliknya apabila anak menemui kegagalan maka
terbentuklah inferioritas.
Pada tahap ini anak mulai memasuki usia remaja dimana identitas diri baik
dalam lingkup sosial maupun dunia kerja mulai ditemukan. Bisa dikatakan masa
remaja adalah awal usaha pencarian diri sehingga anak berada pada tahap
persimpangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Konflik utama yang
terjadi ialah Identitas vs Kekaburan Peran sehingga perlu komitmen yang jelas agar
Pada tahap ini kekuatan dasar yang dibutuhkan ialah “kasih” karena muncul
20
konflik antara keintiman atau keakraban vs keterasingan atau kesendirian. Agen
sosial pada tahap ini ialah kekasih, suami atau isteri termasuk juga sahabat yang
dapat membangun suatu bentuk persahabatan sehingga tercipta rasa cinta dan
kebersamaan. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka muncullah perasaan
kesepian, kesendirian dan tidak berharga.
Erik Erikson mengakui kontribusi Freud tetapi percaya bahwa Freud salah
menilai beberapa dimensi penting dari perkembangan manusia. Erikson
mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial, daripada dalam
tahap psikoseksual. Bagi Freud, motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual
secara alami, bagi Erikson motivasi utama manusia bersifat sosial dan
mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson
21
menekankan perubahan perkembangan sepanjang kehidupan manusia, sedangkan
Freud menyatakan bahwa kepribadian dasar kita terbentuk pada lima tahun pertama
kehidupan.
Erikson tidak percaya bahwa solusi yang baik bagi krisis tahapan
seluruhnya selalu positif. Beberpa kontak tau komitmen dengan sisi negatif krisis
tersebut kadang tidak dapat dihindari.
22
bergerak dari suatu tingkatan/dataran/plateau ke tingkat yang lebih tinggi,
dan anak mengadakan perubahan terhadap kerangka. Konseptual yg
dimilikinya, dengan melakukan “proses akodasi“ dalam menghadapi
masalah/pengalaman dan kesulitan baru. Bila anak menerima persoalan atau
pengalaman, akan tetapi masih dalam tingkatan atau plateau yg sama, maka
anak melakukan “proses asimilasi”. Proses
Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui 4 tahap
perkembangan kognitif dari lahir hingga sampai dewasa. Setiap tahap
ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru di mana manusia
mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.
23
dan kemudian menyelesaikan
masalah.
Pre – Konvensional :
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi perhatian diri
Konvensional :
1. Kesesuaian interpersonal
2. Otoritas dan mempertahankan perintah sosial
Post – Konvensional :
1. Orientasi kontrak sosial
2. Prinsip etik universal
24
2.5 Evaluasi Teori-teori Psikoanalitis
Sebagai tokoh yang lebih suka disebut “psikolog Ego pasca-Freudian”, Erik
mempunyai beberapa kesamaan pandang dengan Freud sebagai panutannya: 6
1. Sebagaimana Freud, Erik melihat realitas serta urutan semua tahap dalam
perkembangan setiap individu sebagai hal yang tidak berubah karena sudah
ditentukan sebelumnya.
2. Erik juga mengakui adanya struktur kepribadian triganda manusia yang terdiri
dari tiga komponen yaitu Id, Ego dan Superego.Pengakuan terhadap akar dan
selanjutnya.
3. Menyetujui bahwa rencana dasar kepribadian manusia ditandai oleh berbagai hal
anaka, pembuangan air seni atau feses, penegasan diri falis pada anak laki-laki
25
irasional, dan naluriah (seksualitas dan agresi) manusia sedangkan Erikson
manusia yang relatif otonom, berkembang secara sosial dan adaptif sehingga
mengembalikan fenomena psikis kepada trauma awal yang terjadi pada masa
lampau yang dialami seseorang pada masa anak. Sedangkan pemikiran Erikson
mengarah pada masa depan serta daya-daya penyembuhan yang sedang
26
berdasarkan data empiris yang diperolehnya sendiri.
27
terhadap penekanan berlebihan pada motivasi seksual dalam teorinya. Kritikus
feminis menekankan bahwa Freud meremehkan pentingnya hubungan dan emosi
positif dalam perkembangan wanita.
Gagal :
Tidak percaya terhadap lingkungan
Pesimis terhadap masa yang akan datang
Ketergantungan yang kuat
Menuntut kekuatan secara pasif
Goyah terhadap perkembangan selanjutnya.
Sarana :
Rasa percaya diri dan aman yang kuat
Belajar mengguanakan anggota badan atas kemauannya sendiri.
Menentang
28
Bandel
Egois
Sadis
Belum dapat berbagi
Senang main kotor
Mau mencoba semua
Kebutuhan :
Pujian
Penghargaan
Dukungan
Dorongan
Pengertian
Tercapai :
Kemandirian
Kepercayaan diri
Gagal :
Rasa malu
Sikap ragu-ragu
Pengekangan diri secara berlebihan
Kekaburan antara cinta dan benci
c. Masa Prasekolah 3-6 tahun
Tuntutan perkembangan : Memperoleh rasa inisiatif
Sarana :
Rasa percaya diri dan aman
Rasa kemampuan diri
29
Ruang gerak yang meluas
Dinamika kehidupan keluarga
Proses belajar berperan
Ciri-ciri :
Ingin tahu
Banyak bertanya
Berkhayal
Aktif
Senang main bersama
Senang meniru
Iri atau cemburu terhadap jenis kelamin yang sama
Kebutuhan :
Pengertian
persahabatan
Penerangan
Tercapai :
Kemampuan bermasyarakat
Identifikasi seksual
Inisiatif
Gagal :
Rasa bersalah
Takut berbuat sesuatu
Takut mengemukakan sesuatu
d. Masa Sekolah 6-12 tahun
30
Tuntutan perkembangan : Memperoleh rasa mampu menyelesaikan sesuatu dengan
sempurna dan mampu menghasilkan sesuatu
Sarana :
Rasa percaya diri dan aman
Rasa kemampuan diri
Modal inisiatif
Lingkungan lebih luas (sekolah, dll)
Ciri-ciri :
Belajar
Bertanggung jawab
Berkarya
Bersahabat
Keadilan
Kejujuran
Kebutuhan :
Contoh yang baik
Keadilan
Kejujuran
Tercapai : Produktivitas
Gagal :
Rasa tidak mampu berprestasi/bersaing dalam masyarakat.
Rendah diri
Kurang bertanggung jawab
Kurang bergairah
e. Masa Remaja 12-18 tahun
Tuntutan perkembangan : mencapai identitas diri
31
Sarana :
Modal : rasa percaya diri dan aman, rasa kemampuan diri, inisiatif, mampu
menghasilkan sesuatu.
Lingkungan : lebih luas
Ciri-ciri :
Pencarian identitas diri :
o Butuh bereksperimentasi
o Butuh bertean kelompok
o Krisis terhadap orang dewasa
o Tak suka dikritik
o Merasa dewasa dan ingin bebas
Pencarian identitas seksual:
o Merasa tertarik pada lawan jenis
o Mulai jatuh cinta/pacaran
Kebutuhan : pengertian
Tercapai : Identitas diri
Gagal : Kekacauan dalam peran.
32
BAB III
KESIMPULAN
33
perkembangan pada kepribadian dan memberikan kerangka kerja
perkembangan untuk memahaminya, teori Freud mendukung ide bahwa
pikiran ahli teori psikoanalisis menyatakan bahwa teori-teori kognitif
kurang memberi perhatian pada pemikiran yang tidak disadari
DAFTAR PUSTAKA
34
8. Desyandri, 2014. Perkembangan Psikososial menurut pandangan Erik
Erikson, Universitas Negeri Padang.
9. Nadirah, Sitti. 2013. Anak Didik Perspektif NAtivisme, Empirisme, dan
Konvergensi. Lentera Pendidikan, Vol 26 No 2, 188-195.
10. Antoro, Dwi. 2013. Teori Kognitif. Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas PGRI.
11. Siti Partini Suardiman, SU. Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta:
1990).
12. Abdur Rahman Abror, Psikolog Pendidikan, PT. Tiara Wacana,
Yogyakarta,1993.
13. Abu Ahmadi dan Sholeh Munawar, Psikologi Perkembangan, Rineka
Cipta Jakarta, 2005.
14. Hj. Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian, PT. Indeks,
Jakarta, 2007.
15. Muhammad Ramli, Diktat Ilmu Pendidikan, 2009.
35