Anda di halaman 1dari 40

Referat

TEORI PERKEMBANGAN JIWA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior
Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
Novia Rama
1707101030011

Dokter Pembimbing:
dr. Juwita Saragih, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
“TEORI PERKEMBANGAN JIWA”. Shalawat beserta salam penulis
sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke
zaman yang berpendidikan dan terang benderang.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik
senior pada Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unsyiah /
RSJ dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Juwita Saragih, Sp.KJ yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga,
sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, Oktober 2019


Penulis,

Novia Rama

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN TEORI DAN PERKEMBANGAN ............................ 3
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Jiwa ............................................... 3
2.3. Epidemiologi ........................................................................................... 4
2.4 Teori- Teori Perkembangan Jiwa ......................................................... 6
2.5 TEORI PSIKOANALISIS ................................................................... 10
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prevalensi kelainan jiwa ............................................................. 4


Gambar 2.2 Analogi Konsep Freud mengenai Psikoanalisis………………..5

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 klasifikasi Teori-teori Perkembang.............................. 20

v
BAB I
PENDAHULUAN

Pengetahuan mengenai perkembangan merupakan hal yang sentral dalam


ilmu psikiatri. Tanpa pengetahuan mengenai hal ini sesorang tidak mungkin bekerja
dan menangani masalah-masalah kejiwaan. Seorang bayi tumbuh dan berkembang
hingga akhir menjadi manusia dewasa.1
Perkembangan merupakan hasil interaksi antara “nature” dan “muture”
atau antara “biologi” (aspek fisik, genetik dan lingkungan) dan “lingkungan”
(psikoedukatif, sosiokultural). Walaupun secara teoritik nature dan mature itu
dapat dipisahkan, tetapi dalam kenyataannya keduanya saling berinteraksi dan
tumpang tindih. 1
Faktor lingkungan dapat mencetuskan atau merangsang berkembangnya
fungsi-fungsi tertentu, mengatur dan memberikan arah, percepatan dan sebaliknya,
menghambat perkembangan fungsi-fungsi itu. Di pihak lain, sifat-sifat tertentu dari
organisme itu sendiri dapat merangsang respon lingkungan yang mendukung atau
mengahambat, atau menimbulkan reaksi-reaksi idiosinkratik dalam perkembangan
fungsi-fungsinya.1,2
Perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam
dirinya. Perkembangan tersebut ditentukan juga oleh kompleksitas faktor eksternal.
Interaksi dengan orang-orang atau kelompok disekitarnya merupakan salah satu
faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembentukan perilaku. Interaksi
tersebut bahkan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia mengingat bahwa
seseorang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. ketergantungan terhadap
orang lain sudah dirasakan seseorang sejak masih bayi sebagai perilaku
penyesuaian sosial paling awal melalui kelekatannya dengan orangtua. Penyesuaian
sosial akan terus berlangsung hingga usia dewasa yang terbentuk melalui proses
belajar dari sesamanya.1,2

1
Berbeda dari psikiatri dewasa, kepribadian seorang anak masih sedang
tumbuh dan berkembang, sehingga tingkah lakunya pun akan berubah-ubah sesuai
dengan tahap perkembangannya. Seorang anak tidak dapat dianggap sebagai
seorang individu tersendiri karena ia masih sangat tergantung dari orang-orang di
sekitarnya, terutama orang tuanya.2
Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya.
Kepribadian sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan
banyak sekali terjadi perubahan/modifikasi tingkah laku. Sebab itu kita perlu
mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium perkembangan jiwa dan
membedakannya dengan gejala patologis. 2
Gangguan jiwa merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak
terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi
pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan
pengobatan jumlahnya kurang dari 20% .Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian
(ADHD/ Attention Deficit-Hyperactivity Disorder) adalah gangguan kesehatan
jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana insidensinya diperkirakan
antara 6% sampai 9%. Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan
dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi
adaptasi.2
Untuk itu terbentuklah beberapa pemikiran para ahli tentang teori
perkembangan kejiwaan manusia pada awal kelahiran hingga dewasa. Dimana
sebuah teori merupakan kumpulan ide yang logis dan saling berhubungan yang
membantu memberi penjelasan dan membuat prediksi. Sebagai salah satu bidang
dari psikologi dan sebagai ilmu, psikologi perkembangan memiliki teori-teori yang
ada sampai sekarang dan dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk
memahami perubahan tingkah laku manusia sesuai dengan perubahan waktu atau
zaman.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN TEORI DAN PERKEMBANGAN


Teori dapat diartikan sebagai model tentang kenyataan yang membantu kita
untuk memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol tentang kenyataan
tersebut1.
Suatu teori harus memenuhi syarat-syarat formal yaitu:
1. Teori harus masuk akal (logis); didalamnya konsisten artinya tidak ada
pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan.
2. Teori secara empiris harus masuk akal; artinya tidak ada pengamatan
ilmiah yang saling berlawanan.
3. Teori harus diuji dan bersifat hemat; artinya sedapat mungkin terdiri dari
beberapa konstruk, proposisi.
4. Teori harus mempunyai cakupan ilmu yang cukup luas dan mampu
mengintegrasikan peneliti terdahulu

Psikologi Perkembangan: ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku


manusia sepanjang rentang kehidupan manusia, dari sejak dalam kandungan hingga
lanjut usia.1

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Jiwa


Dua hal yang menjelaskan adanya perubahan yang bersifat progresif, namun
sifatnya berbeda2

PERBEDAANNYA :
 Perkembangan (development)
- Bersifat kualitatif
- Berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu.
 Contoh :

3
Bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, misalnya dalam perkembangan bahasa, emosi,
Intelektual, perilaku dll.
 Pertumbuhan (growth)
 Bersifat kuantitatif
 Berkaitan dengan aspek fisik
 Contoh :
- ukuran berat dan tinggi badan
- ukuran dimensi sel tubuh - umur tulang

2.3. Epidemiologi

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang


signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah
kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban
negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas
2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang
atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

4
Gambar 2.1 Prevalensi kelainan jiwa

5
2.4 Teori- Teori Perkembangan Jiwa

TEORI-TEORI PERKEMBANGAN

Teori Teori Teori


Empirisme Nativisme Konvergensi
Teori
Interaksi
Tabel 2.1 klasifikasi Teori-teori Perkembangan 4

1. TEORI NATIVISME
 Tokoh : Schoppenhouer, Plato, Descartes, dan Lambrosso
 Natus = lahir
 Nativus = kelahiran/ pembawaan
 Isi teori : Nativisme berasal dari kata native artinya asli atau asal. Aliran ini
hampir senada dengan Naturalisme. Nativisme berpendapat bahwa sejak lahir anak
telah memiliki/membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu, yang bersifat
pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang bersifat
keturunan (herediter) inilah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan
anak sepenuhnya. Sedangkan pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak
berarti, kecuali hanya sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja. Dalam ilmu
pendidikan, pandangan tersebut dikenal dengan pesimisme paedagogis9
Potensi-potensi yang dimiliki seseorang adalah potensi hereditas (bawaan) bukan
potensi pendidikan. Pendidikan dan sama sekali tidak berpengaruh terhadap
perkembangan manusia. Teori ini juga termasuk dalam filsafat idealisme yang

6
mengemukakan bahwa perkembangan seorang hanya ditentukan oleh keturunan
yaitu faktor alam yang bersifat kodrati.

Menurut nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan.


Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan tidak berkuasa
dalam perkembangan seorang anak. Dalam ilmu pendidikan teori nativisme ini
dikenal sebagai pandangan pesemisme paedagogis. Teori ini disebut pula dengan
Biologisme, karena mementingkan kehidupan individu saja, tanpa memperhatikan
pengaruh-pengaruh dari luar. Perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh:

1. Faktor genetik (keturunan)


2. Faktor Kemampuan (bakat)
3. Faktor Pertumbuhan
4. Teori Empirisme

 Kelebihan:
 Menghargai akan hakekat pembawaan individu yang mempengaruhi
perkembangan.

Kelemahan:
 Menafikkan lingkungan,sehingga tidak dapat menjelaskan kejadian- kejadian
di masyarakat
 Pesimis terhadap proses pendidikan

2. TEORI EMPIRISME
 Tokoh : John Locke
 Empiri = pengalaman

7
 Isi teori : Nama asli teori ini adalah “The school of British
Empiricism” (teori empirisme Inggris). Pelopor teori ini adalah John Locke (1632-
1704). teori ini mengemukakan bahwa manusia dilahirkan seperti kertas kosong
(putih) yang belum ditulis (teori tabularasa). Jadi sejak dilahirkan anak itu tidak
mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan anak dibentuk sekehendak
pendidiknya. Disini kekuatan apa pada pendidik, pendidikan dan lingkungannya
yang berkuasa atas pembentukan anak.
 Teori empirisme ini merupakan kebalikan dari teori nativisme karena
menganggap bahwa potensi atau pembawaan yang dimiliki seseorang itu sama
sekali tidak ada pengaruhnya dalam upaya pendidikan. Semuanya ditentukan oleh
faktor lingkungan yaitu pendidikan. Teori ini disebut juga dengan Sosiologisme,
karena sepenuhnya mementingkan atau menekankan pengaruh dari luar. Dalam
ilmu pendidikan teori ini dikenal sebagai pandangan optimisme paedagogis.

 Kelebihan: Menghargai pengaruh penting lingkungan dalam


perkembangan individu.

 Kelemahan: Tidak dapat menerangkan kejadian-kejadian di masyarakat.


Misalnya : pelakuan pendidikan yang sama ternyata menghasilkan anak yang
berbeda.

3. TEORI KONVERGENSI

 Tokoh: William Stern


 Isi teori:
Aliran konvergensi lahir dikarenakan adanya perbedaan pendapat
tentang dua faktor yang mempengaruhi perkembangan akhlak anak, yaitu
faktor hereditas (keturunan) dan Milliu (lingkungan). Para ahli didik, ahli
biologi, ahli psikologi dan lain-lainya, memikirkan dan berusaha mencari
jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung kepada

8
pembawaan ataukah lingkungan? Atau dengan kata lain dalam
perkembangan anak muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan
(pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruh lingkungan?11
Dalam hukum konvergensi ini, terdapat dua aliran, yaitu aliran yang
lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh
lingkungan dan yang sebaliknya, lebih menekankan lingkungan atau
pendidikan. Sementara itu, banyak yang belum puas atas jawaban dari aliran
konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu
ditentukan dari dua factor: pembawaan dan lingkungan9

 Kelebihan:
 Menghargai adanya pengaruh pembawaan dan lingkungan

dalam perkembangan individu.


 Kelemahan: Masih terlihat bahwa pembawaan dan lingkungan merupakan
faktor yang masih berdiri sendiri, tidak ada pengaruh timbal balik.

4. TEORI INTERAKSI/KOGNITIF

 Tokoh : Piaget dll


 Interaksi = Pengaruh timbal balik

 Isi teori :
 - Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan

batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik


dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang
berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam
interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh
kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak
– kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal.
 Perkembangan cara berfikir yang berlainan dari masa bayi sampai usia
dewasa meliputi tindakan dari bayi, pra operasi, operasi kongkrit dan

9
opersai formal. Proses dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini
adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.
 Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan
yang lain, ia menguraikan pengalaman fisik atau pengetahuan eksogen,
yang merupakan abstraksi dari ciri – ciri dari obyek, pengalaman logis
matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui reorganisasi proses
pemikiran anak didik. Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai
formal dibangun dengan jalan logis – matematis.
 Sumbangan bagi praktek pendidikan untuk karya – karya Piaget mengenali
pengetahuan yang disosialisasikan dari sudut pandangan anak.
Implementasi kurikulum menjadi pelik oleh kenyataan bahwa teorinya tidak
memasukan hubungan antara berfikir logis dan pelajaran – pelajaran pokok
seperti membaca dan menulis.10

2.5 TEORI PSIKOANALISIS


Menurut teori psikoanalisis (psychoanalytic theory), proses perkembangan
terutama berlangsung secara tidak disadari atau unconscious (di luar kesadaran) dan
sangat diwarnai oleh emosi. Gunung es dijadikan sebuah perumpamaan oleh Freud
untuk menunjukkan skema gambaran jiwa seseorang. Bagian puncak dinamakan
kesadaran (conciousnes), Bagian tengah dinamakan prakesadaran (sub
conciousnes) dan bagian dasar yang tertutup air adalah ketidaksadaran
(unconciousnes).
Sama seperti perumpamaan akar pohon, disini alam bawah sadar atau
ketidaksadaran merupakan hal yang paling menentukan kehidupan manusia.
Dimana penyebab dari penyimpangan perilaku ini berasal dari faktor alam bawah
sadar ini. Hal yang seperti inilah yang dianalisa oleh Freud untuk mengungkap
kepribadian seseorang dan menjadikan analisa ini sebagai metode penyembuhan.
Para ahli teori psikoanalisis menekankan bahwa perilaku hanyalah
merupakan karakteristik dipermukaan. Pemahaman sepenuhnya mengenai

10
perkembangan hanya dapat dicapai melalui analisis terhadap makna-makna
simbolis dari perilaku serta menelaah pikiran yang lebih dalam. Ahli teori
psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman di masa awal dengan orang tua
memiliki pengaruh yang luas terhadap perkembangan. Karakteristik-karakteristik
ini disoroti dalam teori psikoanalisis utama, yaitu oleh Sigmund Freud.3,

Gambar 2.3 Analogi Konsep Freud mengenai Psikoanalisis

1. Teori Perkembangan Psikoseksual (Freud)


Teori ini menerangkan bagaimana libido yang tadinya berbentuk diffuse dan
tidak terdiferensiasi, berkembang mencapai bentuknya yang dewasa yaitu seks
genital; dari fase pragenital mencapai fase genital primacy. Menurut teori ini insting
seksual dibawa individu sejak ia dilahirkan. Namun manifestasinya tidak dalam
bentuk seksualitas yang umunya diartikan oleh orang dewasa (seks genital),
melainkan dalam bentuk pragenital. Insting seksual ini dianggap sebagai insting
apling penting diantara insting-insting manusia (insting vital, insting agresi, insting
kematian) karena ia berada di dalam tabu umat manusia kedalam nirsadar sehingga
ia cendering direpresi, disangkal, dan karenanya sering menjadi sumber konflik

11
neurotik. Secara garis besar, perkembangan ini akan melalui fase-fase sebgai
berikut :

a. Fase oral : 0 – 2 tahun


b. Fase anal-uretral : 2 – 4 tahun
c. Fase phallus : 4 – 6 tahun
d. Fase laten : 6 – 11 tahun
e. Fase genital : 12 tahun – remaja

 Tahap oral (oral stage). Tahap oral adalah tahap perkembangan Freudian yang
pertama, yang berlangsung selama 18 bulan pertama dari kehidupan, dimana
kenikmatan bayi dipusatkan di daerah mulut. Mengunyah, mengisap, dan menggigit
menjadi sumber kepuasan yang utama. Aksi-aksi ini dapat meredakan ketegangan
pada bayi.

 Tahap anal (anal stage). Tahap anal adalah tahap perkembangan Freudian yang
kedua, yang berlangsung antara usia 1 setengah tahun hingga 3 tahun, di mana
kenikmatan terbesar diperoleh anak di daerah anus atau di fungsi pengeluaran yang
terhubung dengan anus. Menurut Freud, latihan otot anal dapat meredakan
ketenangan.

 Tahap falik (Phallic stage). Tahap falik adalah tahap perkembangan Freudian
yang ketiga, yang berlangsung antara usia 3 tahun hingga 6 tahun; nama tersebut
berasal dari kata Latin Phallus, yang berarti “penis.” Selama tahap falik,
kenikmatan dipusatkan di daerah genital, di mana ini terjadi ketika anak
menemukan bahwa manipulasi diri itu menyenangkan.
Menurut Freud, secara khusus tahap falik adalah tahap perkembangan kepribadian
karena di periode inilah muncul kompleks Oedipus. Nama ini berasal dari mitologi
Yunani, di mana Oedipus, anak laki-laki dari Raja Thebes, tanpa disengaja
membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Meurut teori Freud, kompleks Oedipus

12
(Oedipus complex) adalah hasrat yang kuat dari seorang anak kecil untuk
menggantikan kedudukan orang tua yang berjenis kelamin sama dan menikmati
afeksi yang diperoleh dari orang tua yang berjenis kelamin berbeda.
.
 Tahap laten (latency stage). Tahap laten adalah tahap perkembangan
Freudian yang keempat, yang berlangsung antara usia 6 tahun hingga pubertas;
anak menekan semua minat dalam hal seksualitas serta mengembangkan
keterampilan sosial dan intelektual.aktivitas ini dapat menyalurkan sebagian besar
energy anak ke dalam bidang-bidang kehidupan emosional yang aman dan dapat
membantu anak untuk melupakan konflik yang sangat mengganggu di tahap falik.

 Tahap genital (genital stage). Tahap genital adalah tahap perkembangan


Freudian yang kelima dan terkahir, yang berlansung sejak masa remaja hingga ke
masa selanjutnya. Tahap genital adalah masa dari kebangkitan seksual; kini sumber
skenikmatan seksual terletak di luar keluarga. Menurut Freud, konflik-konflik
dengan orang tua yang tidak terselesaikan akan muncul kembali di masa remaja.
Apabila konflik-konflik ini terselesaikan, individu akan mampu mengembangkan
relasi cinta yang matang dan berfungsi secara mandiri sebagai seorang dewasa.
Teori Freud telah mengalami revisi yang penting dari sejumlah ahli teori
psikoanalisis. Dibandingkan dengan Freud, sebagian besar ahli teori psikoanalisis
kontenporer kurang menekankan peranan insting seksual namun lebih menekankan
pada pengalaman budaya sebagai determina-determinan dari perkembangan.
Meskipun pikiran-pikiran yang tidak disadari masih merupakan suatu tema yang
sentral, sebagian besar psikoanalisis kontenporer menyatakan bahwa pikiran yang
disadari memainkan peranan yang lebih besar dibandingkan yang digambarkan
oleh Freud. Kaum feminis juga mengajukan kritik terhadap teori Freud.
Selanjutnya, kita akan menguraikan gagasan –gagasan dari tokoh yang merevisi
gagasan-gagasan Freud yaitu Erik Erikson.

13
2. Teori perkembangan psiko-sosial dari Erik Erikson
Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal
dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini
adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud,
Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah
satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan
persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah
berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan
perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa
teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-
proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut
pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada
dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson
membahas perkembangan psikologis di sepanjang usia manusia, dan bukan hanya
tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga
meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini terhadap
masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki
perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir
kehiduaan.
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan
salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan
Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini
dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga
lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih
banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang
membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

14
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat
dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya.
Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar
psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson
adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih
tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang
ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan
dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu,
maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak
menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan
kepribadian yang diajukan oleh Freud.
Teori ini menggunakan prinsip epigenetik dalam usaha menerangkan
perkembangan pribadi manusia, yaitu bahwa semua yang berkembang mempunyai
rencana ataupun pola dasar yang sudah ada sebelumnya, dan dari rancangan dasar
itu akan berkembang berbagai fungsi menurut waktunya sendiri-sendiri sebagai
hasil interaksi antara manusia dengan lingkungannya, hingga mencapai suatu
kesatuan fungsional yang menyeluruh. Selagi individu melalui proses
perkembangannya, ia akan mengahadapi dan mengalami titik-titik kritis, karena
perkembangan itu menurut adanya perubahan-perubahan dalam kualitas fungsi
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan perekembangan yang semakin kompleks.
Seorang anak dalam perkembangan menghadapi konflik dengan lingkungan. Anak
berusaha mengatasi konflik, anak dapat berhasil dan dapat gagal dalam setiap fase
perkembangan. Bila anak berhasil mengatasi konflik tersebut, anak akan lebih
mudah dalam mengatasi konflik di fase berikutnya. 4,5,8
a. Oral sensory stage : lahir-1- 1 1/2 tahun, basic trust vs basic mistrust
b. Muscular anal stage : 2-3 tahun, autonomy vs shame and doubt
c. Locomotor genital stage : 3-6 tahun initiative vs guilt
d. Stage of latency : 6-11 tahun, industry vs inferiority
e. Stage of puberty and adolescence: 11-18 tahun ego identity vs role
confusion.
f. Stage of young adulthood :18-30 tahun, intimacy vs isolation

15
g. Stage of adulthood : 30-45 tahun, generativity vs stagnation
h. Stage of maturity : 45 thn keatas, Integrity vs despair.

Dalam teori Erikson, delapan tahap perkembangan berkembang sepanjang


kehidupan. Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik yang
menghadapkan seseorang pada suatu krisis yang harus dipecahkan menurut
Erikson, krisis ini bukanlah musibah melainkan titik balik meningkatnya
kelemahan dan kemampuan. Semakin berhasil seseorang menyelesaikan krisis
yang dihadapi, akan semakin sehat perkembangannya. Berikut delapan tahap
perkembangan menurut Erikson:4

1. Kepercayaan versus ketidakpercayaan (trust versus mistrust) adalah


tahap psikososial Erikson yang pertama, yang dialami pada tahun pertama
kehidupan. Rasa percaya melibatkan rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa
takut atau kecemasan akan masa depan. Rasa percaa yang dirasakan bayi akan
menjadi fondasi kepercayaan sepanjang hidup bahwa dunia kan menjadi tempat
yang abik dan menyenangkan untuk ditinggali.

2. Otonomi versus malu dan ragu-ragu (autonomy versus doubt and


shame) adalah tahap perkembangan Erikson yang kedua. Tahap ini terjadi pada
masa bayi dan masa kanak-kanak awal (1-3 tahun). Setelah mendapatkan rasa
percaya pengasuh, bayi mulai mengetahui bahwa perilaku mereka adalah milik
mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan kemandirian mereka, atau disebut
otonomi. Mereka menyadari keinginan mereka. Jika anak terlalu dibatasi atau
dihukum dengan keras, mereka mungkin akan memunculkan rasa malu atau ragu-
ragu.

3. Inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt), tahap


perkembangan Erikson yang ketiga, terjadi selam tahun prasekolah. Begitu anak
prasekolah memasuki duia sosial yang lebih luas, mereka menghadapi lebih banyak
tantangan daripada ketika mereka bayi. Perilaku aktif dan bertujuan diperlukan

16
untuk menghadapi tantangan ini. Anak diminta untuk memikirkan tanggung jawab
terhadap tubuh, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Mengembangkan
rasa tanggung jawab meningkatkan inisiatif. Meskipun demikian, rasa bersalah
yang tidak nyaman dapat muncul, jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat
merasa sangat cemas. Erikson memiliki pandangan positif terhadap tahap ini. Ia
percaya bahwa sebagian besar rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa ingin
berprestasi.

4. Kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority) adalah tahap
perkembangan Erikson yang keempat, terjadi disekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif
anak membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat
mereka berpindah ke masa kanak-kanak tengah dan akhir, mereka mengarahkan
energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Di
waktu yang sama pula anak menjadi lebih antusias mengenai belajar dibandingkan
dengan akhir periode kanak-kanak awal yang penuh imajinasi. Kemungkinana lain
dalam tahun sekolah dasar adalah bahwa anak dapat memunculkan rasa inferior
merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Erikson percaya bahwa guru memiliki
tanggung jawab khusus bagi perkembangan keaktifan anak. Guru harus “dengan
lembut tetapi tegas mengajak anak ke dalam petualangan menemukan bahwa
seseorang dapat belajar mencapai sesuatu yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya”

5. Identitas versus kebingungan identitas (identity versusu identity


confusion) adalah tahap perkembangan Erikson yang kelima, yang dialami
seseorang selam masa remaja. Pada masa ini, individu dihadapkan pada penemuan
diri, tentang siapa diri mereka sebenarnya, dan kemana mereka akan melangakah
dalam hidup ini. Remaja dihadapkan terhadap banyak peran baru dan status
kedewasaan, pekerjaan dan cinta, misalnya. Orang tua perlu mengizinkan remaja
untuk menjelajahi peran-peran tersebut dan jalan yang berbeda di setiap peran. Jika
remaja menjelajahi peran tersebut dengan cara yang baik, dan sampai pada jalan
positif akan tercapai. Jika suatu identitas dipaksakan pada remaja oleh orang tua,

17
jika remaja tidak cukup menjelajahi banyak peran, dan jika masa depan yang positif
belum jelas, maka terjadilah kebingungan identitas.

6. Keintiman versus isolasi (intimacy versus isolation) merupakan tahap


perkembangan Erikson yang keenam, yang dialami seseorang selama masa dewasa
awal. pada masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan yaitu membentuk
hubungan akrab dengan orang lain. Erikson menggambarkan keintiman sebagai
menemukan diri dan sekaligus kehilangan diri dalam diri orang lain. Jika para
dewasa muda membentuk persahabatan yang sehat dan hubungan akrab dengan
orang lain, keintiman akan tercapai; jika tidak, akibatnya adalah isolasi diri.

7. Generativitas versus stagnasi merupakan tahap perkembangan Erikson


yang ketujuh, yang dialami seseorang pada masa dewasa tengah. Pada tahap ini,
kepedulian utama adalah membantu generasi yang lebih muda dalam
mengembangkan dan mengarahkan kehidupan menjadi berguna, ini yang disebut
Erikson sebagai generativitas. Perasaan bahwa dirinya tidak berbuat apa-apa untuk
membantu generasi menadapatkan stagnasi.

8. Integritas versus keputusasaan (integrity versus despair) merupakan


tahap perkembanagan delapan dan terakhir dari Erikson, yang dialami seseorang
pada masa dewasa akhir. Dalam tahap ini, seseorang bercermin pada masa lalu dan
menyimpulkan bahwa ia telah menjalani hidup dengan baik. Dengan banyak cara,
orang berusia lanjut dapat mengembangkan pandangan positif pada tahap-tahap
perkembangan sebelumnya. Jadi demikan, kilasan retrospektifnya akan
memunculkan gambaran kehidupan yang dimanfaatkan dengan baik, dan orang
tersebut akan merasakan kepuasan, integritas dapat dicapai. Jika orang yang berusia
lanjut membentuk setiap tahap perkembangan sebelumnya secara negatif, kilasan
retrospektifnya akan memunculkan keraguan atau kegelapan, keputusasaan yang
dimaksudkan oleh Erikson.

Erikson berpendapat bahwa sepanjang sejarah hidup manusia, setiap orang

18
mengalami tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia lanjut.
Perkembangan sepanjang hayat tersebut diperhadapkan dengan delapan tahapan
yang masing-masing mempunyai nilai kekuatan yang membentuk karakter positif
atau sebaliknya, berkembang sisi kelemahan sehingga karakter negatif yang
mendominasi pertumbuhan seseorang. Erikson menyebut setiap tahapan tersebut
sebagai krisis atau konflik yang mempunyai sifat sosial dan psikologis yang sangat
berarti bagi kelangsungan perkembangan di masa depan. 5

Delapan tahapan perkembangan tersebut sebagai berikut:

Tahap I usia 0-2 tahun

Pada masa bayi atau tahun pertama adalah titik awal pembentukan
kepribadian. Bayi belajar mempercayai orang lain agar kebutuhan-kebutuhan
dasarnya terpenuhi. Peran ibu atau orang-orang terdekat seperti pengasuh yang
mampu menciptakan keakraban dan kepedulian dapat mengembangkan
kepercayaan dasar. Persepsi yang salah pada diri anak tentang lingkungannya
karena penolakan dari orangtua atau pengasuh mengakibatkan bertumbuhnya
perasaan tidak percaya sehingga anak memandang dunia sekelilingnya sebagai
tempat yang jahat. Pada tahap ini kekuatan yang perlu ditumbuhkan pada
kepribadian anak ialah “harapan”.

Tahap II, usia 2-3 tahun

Konflik yang dialami anak pada tahap ini ialah otonomi vs rasa malu serta
keragu- raguan. Kekuatan yang seharusnya ditumbuhkan adalah “keinginan atau
kehendak” dimana anak belajar menjadi bebas untuk mengembangkan
kemandirian. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui motivasi untuk
melakukan kepentingannya sendiri seperti belajar makan atau berpakaian sendiri,
berbicara, bergerak atau mendapat jawaban dari sesuatu yang ditanyakan.

19

 Tahap III, usia 3-6 tahun

Anak pada tahap ini belajar menemukan keseimbangan antara kemampuan


yang ada dalam dirinya dengan harapan atau tujuannya. Itu sebabnya anak
cenderung menguji kemampuannya tanpa mengenal potensi yang ada pada dirinya.
Konflik yang terjadi adalah Inisiatif atau terbentuknya perasaan bersalah. Bila
lingkungan sosial kurang mendukung maka anak kurang memiliki inisiatif.

Tahap IV, usia 6-12 tahun

Konflik pada tahap ini ialah kerja aktif vs rendah diri, itu sebabnya kekuatan
yang perlu ditumbuhkan ialah “kompetensi” atau terbentuknya berbagai
keterampilan. Membandingkan kemampuan diri sendiri dengan teman sebaya
terjadi pada tahap ini. Anak belajar mengenai ketrampilan sosial dan akademis
melalui kompetisi yang sehat dengan kelompoknya. Keberhasilan yang diraih anak
memupuk rasa percaya diri, sebaliknya apabila anak menemui kegagalan maka

terbentuklah inferioritas.


Tahap V, usia 12-20 tahun

Pada tahap ini anak mulai memasuki usia remaja dimana identitas diri baik
dalam lingkup sosial maupun dunia kerja mulai ditemukan. Bisa dikatakan masa
remaja adalah awal usaha pencarian diri sehingga anak berada pada tahap
persimpangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Konflik utama yang
terjadi ialah Identitas vs Kekaburan Peran sehingga perlu komitmen yang jelas agar

terbentuk kepribadian yang mantap untuk dapat mengenali dirinya.


Tahap VI, usia antara 20-40 tahun

Pada tahap ini kekuatan dasar yang dibutuhkan ialah “kasih” karena muncul

20
konflik antara keintiman atau keakraban vs keterasingan atau kesendirian. Agen
sosial pada tahap ini ialah kekasih, suami atau isteri termasuk juga sahabat yang
dapat membangun suatu bentuk persahabatan sehingga tercipta rasa cinta dan
kebersamaan. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka muncullah perasaan
kesepian, kesendirian dan tidak berharga.

Tahap VII, usia 40-65 tahun

Seseorang telah menjadi dewasa pada tahap ini sehingga diperhadapkan


kepada tugas utama untuk menjadi produktif dalam bidang pekerjaannya serta
tuntutan untuk berhasil mendidik keluarga serta melatih generasi penerus. Konflik
utama pada tahap ini ialah generatifitas vs stagnasi, sehingga kekuatan dasar yang
penting untuk ditumbuhkan ialah “kepedulian”. Kegagalan pada masa ini

menyebabkan stagnasi atau keterhambatan perkembangan.


Tahap VIII, usia 65 tahun-kematian

Pribadi yang sudah memasuki usia lanjut mulai mengalami penurunan


fungsi-fungsi kesehatan. Begitu juga pengalaman masa lalu baik keberhasilan atau
kegagalan menjadi perhatiannya sehingga kebutuhannya adalah untuk dihargai.
Konflik utama pada tahap ini ialah Integritas Ego vs Keputusasaan dengan kekuatan
utama yang perlu dibentuk ialah pemunculan “hikmat atau kebijaksanaan”. Fungsi
pengalaman hidup terutama yang bersifat sosial, memberi makna tentang
kehidupan.

Erik Erikson mengakui kontribusi Freud tetapi percaya bahwa Freud salah
menilai beberapa dimensi penting dari perkembangan manusia. Erikson
mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial, daripada dalam
tahap psikoseksual. Bagi Freud, motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual
secara alami, bagi Erikson motivasi utama manusia bersifat sosial dan
mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson

21
menekankan perubahan perkembangan sepanjang kehidupan manusia, sedangkan
Freud menyatakan bahwa kepribadian dasar kita terbentuk pada lima tahun pertama
kehidupan.

Erikson tidak percaya bahwa solusi yang baik bagi krisis tahapan
seluruhnya selalu positif. Beberpa kontak tau komitmen dengan sisi negatif krisis
tersebut kadang tidak dapat dihindari.

3. Teori perkembangan psikokognitif Jean Piaget


Perkembangan intelegensia anak berdasarkan atas rangkaian yang progresif
dari suatu pola dimana dasarnya adalah proses asimilasi dan proses akomodasi Ada
4 faktor utama menurut Piaget, terjadinya perkembangan mental:5,6
a. Adanya pertumbuhan dan maturasi organik dari persyarafan dan sistem
endokrin.
b. Pengaruh dan peranan dari latihan dan pengalaman yang diperoleh dari
tindakan-tindakan yg dilakukan terhadap objek fisik
c. Adanya interaksi sosial dan transmisi sosial
d. Adanya daya upaya yang saling taut bertautan untuk mempertahankan
“ekuilibrium”.
 Dalam setiap tingkatan perkembangan, persoalan dalam pembentukan
ekuilibrium, dimana konsep terdahulu akan merupakan dasar dalam
pembentukan kesanggupan selanjutnya, dan akan berakumulasi dalam
pikiran logis pada saat dewasa. Anak berada dalam suatu ekuilibrium
konseptual, dan bila ia memperoleh pengalaman yang tidak sesuai dengan
ekuilibrium yang dimilikinya, anak akan berada dalam “unpleasant state”,
yaitu suatu keadaan disekuilibrium dan anak akan mengadakan perubahan
dalam kerangka konseptual yang dimilikinya, sehingga ia berada dalam
tingkatan yang lebih maju dalam menghadapi masalah tersebut. Dan ini
berarti anak kembali dalam “state equilibrium”, dan berarti anak telah dapat
menyesuaikan diri terhadap persoalan tersebut. Perkembangan mental anak

22
bergerak dari suatu tingkatan/dataran/plateau ke tingkat yang lebih tinggi,
dan anak mengadakan perubahan terhadap kerangka. Konseptual yg
dimilikinya, dengan melakukan “proses akodasi“ dalam menghadapi
masalah/pengalaman dan kesulitan baru. Bila anak menerima persoalan atau
pengalaman, akan tetapi masih dalam tingkatan atau plateau yg sama, maka
anak melakukan “proses asimilasi”. Proses
 Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui 4 tahap
perkembangan kognitif dari lahir hingga sampai dewasa. Setiap tahap
ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru di mana manusia
mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.

Tahap-Tahap Umur Kemampuan


Sensori-motorik 0-2 tahun Menunjuk pada konsep permanensi
objek, yaitu kecakapan psikis untuk
mengerti bahwa suatu objek masih
tetap ada. Meskipun pada waktu itu
tidak tampak oleh kita dan tidak
bersangkutan dengan aktivitas pada
waktu itu. Tetapi, pada stadium ini
permanen objek belum sempurna.
Praoperasional 2-7 tahun Perkembangan kemampuan
menggunakan simbol-simbol yang
menggambarkan objek yang ada di
sekitarnya. Berpikir masih egosentris
dan berpusat.
Operasional 7-11 tahun Mampu berpikir logis. Mampu
konkret memperhatikan lebih dari satu
dimensi sekaligus dan juga dapat
menghubungkan dimensi ini satu
sama lain. Kurang egosentris. Belum
bisa berpikir abstrak.
Operasional 11tahun- Mampu berpikir abstrak dan dapat
formal dewasa menganalisis masalah secara ilmiah

23
dan kemudian menyelesaikan
masalah.

4. Perkembangan moral dari Kohlberg


Secara sederhana, moralitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
membedakan yang benar atau baik dan yang salah atau buruk. Namun dalam
kenyataan, tidaklah sesederhana itu karena konsep tersebut mencakup tiga aspek
kemampuan seseorang, yaitu : aspek kognitif, aspek efektif, dan aspek perilaku.
Kematangan moral akan tercapai pada akhir masa remaja, dan seringkali proses
maturasi masih berlanjut sampai usia dewasa. Panutan pada model sangat
mempengaruhi, karena itu figur-figur percontohan dalam lingkup keluarga dan
masyarakat sangat penting dalam proses perkembangan moral anak. Menurut
kohlberg, perkembangan moral itu terjadi secara gradual melalui 6 fase, menurut
orientasi maralitas yang digunakan :

Pre – Konvensional :
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi perhatian diri

Konvensional :
1. Kesesuaian interpersonal
2. Otoritas dan mempertahankan perintah sosial

Post – Konvensional :
1. Orientasi kontrak sosial
2. Prinsip etik universal

24
2.5 Evaluasi Teori-teori Psikoanalitis

Persamaan Antara Teori Erikson dan Psikoseksual Freud

Sebagai tokoh yang lebih suka disebut “psikolog Ego pasca-Freudian”, Erik
mempunyai beberapa kesamaan pandang dengan Freud sebagai panutannya: 6

1. Sebagaimana Freud, Erik melihat realitas serta urutan semua tahap dalam

perkembangan 
 setiap individu sebagai hal yang tidak berubah karena sudah

ditentukan sebelumnya. 


2. Erik juga mengakui adanya struktur kepribadian triganda manusia yang terdiri

dari tiga 
 komponen yaitu Id, Ego dan Superego.Pengakuan terhadap akar dan

dasar seksual serta 
 biologis sebagai kecenderungan motivasional dan kepribadian

selanjutnya. 


3. Menyetujui bahwa rencana dasar kepribadian manusia ditandai oleh berbagai hal

tetap 
 seperti: konflik traumatis yang mungkin berhubungan dengan menyusui

anaka, pembuangan air seni atau feses, penegasan diri falis pada anak laki-laki

maupun sifat mudah menerima pada anak perempuan. 


Perbedaan Pendapat Antara Erikson dan Freud

Sekalipun salah satu sumber yang dipakai Erikson untuk menciptakan


teorinya adalah berdasarkan pandangan Freud, namun tetap ada perbedaan-
perbedaan diantara keduanya, yaitu:

1. Psikoseksual Freud berdasarkan pendekatan perkembangan afektif,

25
irasional, dan naluriah (seksualitas dan agresi) manusia sedangkan Erikson

menciptakan pendekatan psikososial 
 dari hasil penelitiannya terhadap

psikoanalisis Freud yang diperluas. 


2. Menurut Erikson, Ego atau aspek pkikologis adalah struktur kepribadian

manusia yang 
 relatif otonom, berkembang secara sosial dan adaptif sehingga

mendorong perkembangan manusia. Adapun Freud berpendapat bahwa Id menjadi

daya dorong bagi segala perkembangan. 


3. Freud mengemukakan gambaran manusia sebagai pribadi yang suram dan


pesimistis dimana sikap positif hanya sebagai penyamaran dari dimensi negatif.
Tanggapan Erikson menggairahkan.

4. Solusi yang ditawarkan Freud dalam memecahkan masalah ialah

mengembalikan 
 fenomena psikis kepada trauma awal yang terjadi pada masa

lampau yang dialami seseorang pada masa anak. Sedangkan pemikiran Erikson
mengarah pada masa depan serta daya-daya penyembuhan yang sedang

berpengaruh dalam setiap manusia. 


5. Freud memfokuskan teorinya berdasarkan daya-daya naluri infra-psikis


yang berada di dalam diri setiap orang. Erikson berpendapat bahwa perspektif
psikososial yang memperhitungkan faktor ekstern menjadi aspek penting yang ikut

menentukan perkembangan dan pembentukan identitas seseorang. 


6. Berkaitan dengan pengujian teori, Erikson adalah psikoanalis anak pria


yang pertama dimana teorinya teruji melalui kontak langsung dengan anak-anak
khususnya lewat permainan. Sedangkan Freud tidak pernah secara langsung dan
sistematis menangani atau mengobati anak kecil sehingga teorinya lebih

26
berdasarkan data empiris yang diperolehnya sendiri. 


Teori-teori psikoanalisis berfokus pada proses sosial-emosi dari


perkembangan; teori tersebut memiliki sedikit informasi untuk diceritakan
mengenai proses biologis atau kognitif.
Kontribusi teori psikoanalisis meliputi sebagai berikut:
 Teori tersebut menggaris bawahi peran pengalaman awal dalam
perkembangan.
 Hubungan keluarga diteliti sebagai aspek pusat perkembangan.
 Teori psikoanalisis menggunakan pendekatan perkembangan pada
kepribadian dan memberikan kerangka kerja perkembangan untuk memahaminya.
 Teori Freud mendukung ide bahwa pikiran tidak seluruhnya sadar dan
mengarahkan perhatian pada aspek tidak sadar dari pikiran.
 Erikson menunjukkan bahwa perubahan terjadi di masa dewasa seperti juga
di masa kanak-kanak.

Kritik bagi teori psikoanalisis adalah sebagai berikut :


 Konsep utama teori psikoanalisis sulit diuji secara ilmiah.
 Banyak data yang digunakan untuk mendukung teori psikoanalisis berasal
dari rekonstruksi individu terhadap masa lalunya, kadang masa lalu yang telah lama
sekali lewat, dan ketepatannya tidak diketahui.
 Dasar seksual bagi perkembangan dimaknai secara berlebihan (terutama
dalam teori Freud)
 Pikiran tidak sadar memiliki status yang berlebihan dalam mempengaruhi
perkembangan.
 Teori psikoanalisis (terutama teori Freud) memberikan citra negatif pada
manusia.
 Teori psikoanalisis mengandung bias jender dan budaya. Sebagai contoh
penekanan seksual mencirikan masyarakat Wina pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20 (di mana Freud tinggal) dan hal ini mungkin memberi kontribusi

27
terhadap penekanan berlebihan pada motivasi seksual dalam teorinya. Kritikus
feminis menekankan bahwa Freud meremehkan pentingnya hubungan dan emosi
positif dalam perkembangan wanita.

2.6 Perkembangan Bayi-Remaja

a. Masa Bayi 0-1,5 tahun7


Tuntutan perkembangan : Mendapatkan rasa percaya diri dan rasa aman.
Sarana : Proses penyusunan
Ciri-ciri : Tidak berdaya, ketergantungan.
Kebutuhan : rasa kasih sayang secara konsisten dan berkesinambungan.
Tercapai : rasa aman dan kepercayaan terhadap sesama manusia.

Gagal :
 Tidak percaya terhadap lingkungan
 Pesimis terhadap masa yang akan datang
 Ketergantungan yang kuat
 Menuntut kekuatan secara pasif
 Goyah terhadap perkembangan selanjutnya.

b. Masa Asuhan 1,5-3 tahun


Tuntutan perkembangan : Mendapatkan rasa kemampuan diri

Sarana :
 Rasa percaya diri dan aman yang kuat
 Belajar mengguanakan anggota badan atas kemauannya sendiri.
 Menentang

28
 Bandel
 Egois
 Sadis
 Belum dapat berbagi
 Senang main kotor
 Mau mencoba semua

Kebutuhan :
 Pujian
 Penghargaan
 Dukungan
 Dorongan
 Pengertian

Tercapai :
 Kemandirian
 Kepercayaan diri

Gagal :
 Rasa malu
 Sikap ragu-ragu
 Pengekangan diri secara berlebihan
 Kekaburan antara cinta dan benci
c. Masa Prasekolah 3-6 tahun
Tuntutan perkembangan : Memperoleh rasa inisiatif

Sarana :
 Rasa percaya diri dan aman
 Rasa kemampuan diri

29
 Ruang gerak yang meluas
 Dinamika kehidupan keluarga
 Proses belajar berperan

Ciri-ciri :
 Ingin tahu
 Banyak bertanya
 Berkhayal
 Aktif
 Senang main bersama

 Senang meniru
 Iri atau cemburu terhadap jenis kelamin yang sama

Kebutuhan :
 Pengertian
 persahabatan
 Penerangan
Tercapai :
 Kemampuan bermasyarakat
 Identifikasi seksual
 Inisiatif

Gagal :
 Rasa bersalah
 Takut berbuat sesuatu
 Takut mengemukakan sesuatu
d. Masa Sekolah 6-12 tahun

30
Tuntutan perkembangan : Memperoleh rasa mampu menyelesaikan sesuatu dengan
sempurna dan mampu menghasilkan sesuatu

Sarana :
 Rasa percaya diri dan aman
 Rasa kemampuan diri
 Modal inisiatif
 Lingkungan lebih luas (sekolah, dll)

Ciri-ciri :
 Belajar
 Bertanggung jawab
 Berkarya
 Bersahabat
 Keadilan
 Kejujuran

Kebutuhan :
 Contoh yang baik
 Keadilan
 Kejujuran

Tercapai : Produktivitas
Gagal :
 Rasa tidak mampu berprestasi/bersaing dalam masyarakat.
 Rendah diri
 Kurang bertanggung jawab
 Kurang bergairah
e. Masa Remaja 12-18 tahun
Tuntutan perkembangan : mencapai identitas diri

31
Sarana :
 Modal : rasa percaya diri dan aman, rasa kemampuan diri, inisiatif, mampu
menghasilkan sesuatu.
 Lingkungan : lebih luas

Ciri-ciri :
 Pencarian identitas diri :
o Butuh bereksperimentasi
o Butuh bertean kelompok
o Krisis terhadap orang dewasa
o Tak suka dikritik
o Merasa dewasa dan ingin bebas

 Pencarian identitas seksual:
o Merasa tertarik pada lawan jenis
o Mulai jatuh cinta/pacaran

 Pencarian identitas sosial:


o Mulai memikirkan masa depan
o Mulai mencari sekolah yang cocok
o Mulai membangun cita-cita

Kebutuhan : pengertian
Tercapai : Identitas diri
Gagal : Kekacauan dalam peran.

32
BAB III

KESIMPULAN

 Teori Psikoanalisis (psychoanalytic theory) manyatakan bahwa


perkembangan terutama berlangsung secara tidak disadari dan
sangat diwarnai oleh emosi. Perilaku hanyalah karakteristik di
permukaan, dan kerja simbolik dari pikiran harus dianalisis agar
perilaku tersebut dapat dipahami. Menekankan penga laman
awal dengan orang tua.
 Teori-teori psikoanalisis berfokus pada proses sosial-emosi dari
perkembangan; teori tersebut memiliki sedikit informasi untuk
diceritakan mengenai proses biologis atau kognitif.
 Kontribusi teori psikoanalisis meliputi sebagai berikut:
Teori tersebut menggarisbawahi peran pengalaman awal dalam
perkembangan, hubungan keluarga diteliti sebagai aspek pusat
perkembangan, teori psikoanalisis menggunakan pendekatan

33
perkembangan pada kepribadian dan memberikan kerangka kerja
perkembangan untuk memahaminya, teori Freud mendukung ide bahwa
pikiran ahli teori psikoanalisis menyatakan bahwa teori-teori kognitif
kurang memberi perhatian pada pemikiran yang tidak disadari

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilhoit, James C., Deuttoni, John M. Nurture That Is Christian, A


Bridgepoint Book.
2. Erik H. Erikson. Identitas dan Siklus Hidup Manusia, Jakarta:Penerbit
Gramedia, 1989
3. Losoncy, Lawrence J. Religious Education and the Life-cycle.
Catecethical Communication. Monk, F.J., AMP Knoers & S.R.
Hadinoto. Psikologi Perkembangan, Gadjah Mada
4. University Press.
Sidjabat, B. Samuel. Pendewasaan Manusia
Dewasa, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 2003
5. Wilhoit, James C., Deuttoni, John M. Nurture That Is Christian, A
Bridgepoint Book.
6. Santrock, John.W. 2007. Perkembangan Anak. Erlangga : Jakarta
7. Yusuf LN, Syamsu & Juantika Nurihsan. 2007. Teori Kepribadian.
Rosda karya : Bandung

34
8. Desyandri, 2014. Perkembangan Psikososial menurut pandangan Erik
Erikson, Universitas Negeri Padang.
9. Nadirah, Sitti. 2013. Anak Didik Perspektif NAtivisme, Empirisme, dan
Konvergensi. Lentera Pendidikan, Vol 26 No 2, 188-195.
10. Antoro, Dwi. 2013. Teori Kognitif. Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas PGRI.
11. Siti Partini Suardiman, SU. Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta:
1990).
12. Abdur Rahman Abror, Psikolog Pendidikan, PT. Tiara Wacana,
Yogyakarta,1993.
13. Abu Ahmadi dan Sholeh Munawar, Psikologi Perkembangan, Rineka
Cipta Jakarta, 2005.
14. Hj. Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian, PT. Indeks,
Jakarta, 2007.
15. Muhammad Ramli, Diktat Ilmu Pendidikan, 2009.

35

Anda mungkin juga menyukai