Modul 1 Manaj Reproduksi
Modul 1 Manaj Reproduksi
Manajemen Reproduksi
MODUL 1
MANAJEMEN REPRODUKSI
1.1. Pendahuluan
Dalam modul 1 ini disajikan materi tentang manajemen reproduksi ternak yang meliputi
seleksi bibit, mengatur perkawinan (persiapan dan teknik perkawinan), manajemen induk
bunting, induk beranak, penyapihan, perkawinan kembali setelah beranak, dan manajemen
pejantan serta pengaturan stok pengganti (replacement stock).
Dalam suatu usaha peternakan khususnya pada program breeding (pengembang-biakan),
manajemen reproduksi menjadi sangat penting dan saling terkait dengan tatalaksana/manajemen
aspek lainnya (misalnya : pakan, pasture, perkandangan, kesehatan dan pemberian
tanda/branding serta kastrasi) dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan tersebut. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Misalnya, tehnik perkawinan yang diterapkan adalah IB, maka sebaiknya ternak dipelihara
dalam kandang agar lebih jinak, mudah deteksi berahi, mudah di-IB, dan mudah PKB
(pemeriksaan kebuntingan), sebaliknya bila kawin alam, maka manajemen pemberian pakan
(feeding management) bisa dengan sistem pasturing/ranching (pengembalaan).
2. Dalam seleksi bibit dan mengatur ratio jantan dan betina, maka kastrasi merupakan salah satu
cara pengendalian perkawinan oleh ternak jantan bermutu rendah.
Agar mahasiswa dapat mengikuti, mempelajari dan memahami materi ini dengan mudah
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, maka cara belajar yang perlu dilakukan adalah :
1. Melakukan refreshing (pelajari ulang untuk mengingat kembali) materi kuliah pemuliaan
dan reproduksi ternak serta produksi ternak potong dan kerja.
2. Tertib mengikuti setiap acara perkuliahan dan memperhatikan/menyimak setiap materi teori
yang sedang disajikan.
3. Mencatat atau mengcopy untuk memiliki materi lengkap dari modul ini untuk dipelajari di
rumah.
4. Mencatat hal-hal yang kurang/belum dimengerti dan ditanyakan/didiskusikan pada acara
perkuliahan minggu berikutnya.
5. Tertib mengikuti, memperhatikan dan melakukan praktikum sesuai materi/topic yang
disajikan.
Dengan demikian, setelah mahasiswa mempelajari modul 1 ini diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan, menerapkan atau mempraktekkan dengan benar setiap aspek yang termasuk dalam
manajemen reproduksi ternak yaitu : seleksi bibit, mengatur perkawinan (sistem dan tehnik
perkawinan), manajemen induk bunting, induk beranak, penyapihan, perkawinan kembali setelah
beranak, dan manajemen pejantan serta pengaturan stok pengganti (replacement stock).
1-1
Modul 1. Manajemen Reproduksi
1.2. Penyajian
Dalam usaha produksi ternak potong, biasa dikenal beberapa dasar seleksi yaitu : 1) seleksi
individual, 2) seleksi tetua, 3) seleksi saudara segenerasi, ataupun 4) seleksi keturunan.
Setiap dasar seleksi ini, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Misalnya
: seleksi individual merupakan dasar seleksi yang paling mudah, cepat dan murah dilakukan,
namun kelemahannya adalah ketepatan/akurasi seleksinya rendah, apalagi kalau penilaian
berdasarkan pada sifat produksi yang rendah nilai h2 nya, dalam arti : ternak bibit yang
dikatakan baik dan terpilih, belum tentu benar bermutu baik. Karena, seleksi individual hanya
dinilai berdasarkan tampilan eksterior sesaat dari calon bibit yang bersangkutan, dan bila pada
saat penilaian berpenampilan baik atau terbaik, langsung dipilih. Padahal, perlu diketahui bahwa
penampilan baik, tidak saja dipengaruhi oleh mutu genetik semata, melainkan sebagian besar
dipengaruhi oleh mutu lingkungan, seperti pakan dan faktor lingkungan lainnya. Sedangkan yang
diperlukan dari pihak bibit/tetua dalam proses perkembangbiakan adalah mutu genetiknya,
karena yang dapat diturunkan dari generasi ke generasi berikunya adalah kemampuan
genetiknya, bukan lingkungan. Begitu pula kelebihan dan kelemahan dari dasar seleksi yang lain,
dan dasar seleksi yang paling tinggi keakuratannya adalah seleksi keturunan/uji keturunan
(progeny test), namun membutuhkan biaya dan waktu yang panjang, sehingga dapat
memperpanjang interval keturunan (interval generation).
Setelah dasar seleksi dan sifat-sifat produksi ditentukan, maka cara untuk menentukan
calon bibit terpilih atas dasar nilai dari setiap sifat produksi, dapat digunakan salah satu dari
tiga sistem seleksi yakni : 1) sistem tandem (tandem selection), 2) sistem pengafkiran bebas
(independent culling level) dan 3) sistem indeks (index selection). Oleh karena itu, dasar seleksi
dan sistem seleksi apa yang dipilih untuk digunakan, biasanya didasarkan atas pertimbangan
waktu yang tersedia, biaya seleksi yang tersedia dan dapat juga didasarkan atas pertimbangan
kondisi/mutu lingkungan di mana kelompok ternak/populasi ternak calon bibit itu dipeilhara
(kondisi daerah asal). Pada umumnya, para pengusaha peternakan menggunakan beberapa dasar
seleksi secara bertahap.
Contoh : pada saat pengadaan stock awal/stock dasar (yang dibeli) dari peternakan lain,
pemilihan dapat dilakukan atas dasar : penampilan individu, dan catatan prestasi tetua dan atau
saudara segenerasi (bila ada catatan/recording). Biasanya, bila bibit dipilih dari perusahan
1-2
Modul 1. Manajemen Reproduksi
peternakan yang sudah mapan, umumnya terdapat pencatatan yang lengkap, baik tentang tetua
dan atau saudara segenerasi. Berarti, dasar seleksi yang digunakan dalam memilih bibit adalah
seleksi individual dan seleksi tetua dan juga seleksi saudara segenerasi. Tetapi apabila pada
peternakan tersebut tidak dilakukan recording (tidak tersedia catatan data tetua), biasanya pada
peternakan rakyat, maka terpaksa memilih bibit hanya berdasarkan tampilan individu calon bibit
(seleksi individual).
Kemudian, setelah bibit-bibit stock awal tersebut dikembangbiakkan, barulah dilakukan
seleksi dari generasi ke generasi dalam peternakan sendiri dengan menggunakan dasar seleksi
yang dinilai lebih efektif. Dasar seleksi apapun yang digunakan, hal penting lain yang harus
dipahami adalah :
a. Kriteria atau sifat-sifat produksi atau parameter produksi yang dipakai dalam menilai dan
memilih bibit (sesuai dengan tujuan produksi).
b. Nilai standar dari setiap sifat produksi yang digunakan, sesuai bangsa, umur dan jenis
kelamin ternak yang akan diseleksi dan dipelihara.
c. Cara/tehnik pengukuran dan analisa terhadap setiap parameter di atas.
Dasar pertimbangan untuk menentukan sifat-sifat produksi yang akan dijadikan sebagai
indikator adalah sifat-sifat produksi yang memiliki pengaruh langsung secara signifikan terhadap
hasil produksi yang diharapkan (sesuai dengan tujuan produksi).
Contohnya : Tujuan akhir dari usaha ternak potong (mis. sapi potong) adalah produksi karkas
atau daging yang tinggi (baik jumlah maupun mutu). Umumnya, mutu karkas ataupun daging
yang baik adalah dihasilkan dari ternak yang berumur muda. Di samping mutu yang baik,
diharapkan pula jumlah (kuantitas) yang tinggi. Untuk memudahkan dalam menentukan sifat-
sifat produksi sebagai kriteria seleksi, maka buatlah pertanyaan seperti di bawah ini dan jawablah
Pertanyaannya : sifat-sifat produksi apa yang memiliki pengaruh langsung yang signifikan
terhadap hasil karkas/daging yang banyak dengan mutu yang baik dalam waktu singkat (umur
muda) ?
Akan terpikir dalam benak sebagai jawabannya, adalah bahwa untuk menjamin tercapainya
tujuan di atas, hendaknya ternak yang dipelihara harus memiliki daya reproduksi yang tinggi
(subur), kemampuan beranak yang tinggi (selang kelahiran yang pendek (12 – 14 bln),
kemampuan memelihara anak yang baik sehingga selalu dapat menghasilkan anak sapihan
dengan laju pertumbuhan yang cepat. Atas dasar pemikiran tersebut, buatlah daftar sejumlah sifat
produksi, lalu diranking berdasarkan signifikansi/keeratan pengaruhnya terhadap tujuan
produksi di atas. Hasil seleksei akan bermanfaat atau memiliki nilai guna yang tinggi bagi
percepatan peningkatan mutu genetik ternak, apabila kriteria seleksi/sifat produksi yang
digunakan dalam seleksi selain sifat-sifat produksi yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
tujuan produksi, adalah sifat-sifat produksi yang memiliki nilai h2 yang besar.
Sifat-sifat produksi yang dapat dijadikan kriteria seleksi dan cara memperoleh data adalah :
1. Ciri khas bangsa (bentuk/tampak eksterior dan ukuran) :
1-3
Modul 1. Manajemen Reproduksi
Warna bulu, bentuk tubuh, bentuk bagian tubuh tertentu, ukuran bagian-bagian tubuh
/anggota tubuh (tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lebar pinggul, dalam dada dll)
observasi langsung pada individu bibit
2. Normal/abnormal anggota / organ tubuh observasi langsung pada individu bibit
3. Maternal ability butuh catatan/data tetua/saudara
4. Persentase kebuntingan butuh catatan/data tetua/saudara
5. Persentase kelahiran butuh catatan/data tetua/saudara
6. Persentase penyapihan butuh catatan/data tetua/saudara
7. Berat lahir butuh data individu/pribadi
8. Berat sapih butuh data individu/pribadi
9. Berat umur 1 tahun butuh data individu/pribadi
10. Berat potong/berat dewasa butuh data tetua/saudara
11. Laju pertumbuhan/Pbbh butuh data individu/pribadi
12. Persentase pemotongan (persentase karkas) butuh data tetua/saudara
13. Persentase daging butuh data tetua/saudara
14. Kualitas karkas butuh data tetua/saudara
15. Kualitas daging butuh data tetua/saudara
Dilihat pada kebutuhan data dan segera tidaknya (lama waktu yang dibutuhkan) data atau
nilai dari setiap sifat produksi tersebut diperoleh, maka dapat dipilih sifat-sifat produksi yang
dapat dipakai. Misalnya butuh waktu seleksi yang cepat, maka tentu sifat-sifat produksi yang
dipakai untuk seleksi adalah : sifat-sifat produksi yang datanya dapat diperoleh hanya dengan
observasi dan pengukuran langsung pada calon bibit yang bersangkutan (data pribadi), yaitu :
1. Normal/abnormal bentuk tubuh termasuk organ tubuh bagian luar (kaki-kaki, mata, ambing
dan testes). Catatan : warna bulu menjadi penting apabila tujuan produksi adalah bangsa
murni misalnya pemurnian sapi Bali (Gambar 1.1 dan 1.2.). Tetapi jika tujuan produksi
bukan bangsa murni melainkan (bangsa komersial) yang tinggi produksi, maka warna bulu
menjadi tidak penting misalnya sapi Brahman Cross atau Brangus (Brahman x Aberdeen
angus) (Gambar 1.3 dan 1.4).
Gambar 1.1. Bibit sapi Bali jantan muda Gambar 1.2. Bibit sapi Bali betina muda
2. Ukuran-ukuran tubuh :
1. Tinggi pundak (jantan dan betina)
1-4
Modul 1. Manajemen Reproduksi
Gambar 1.3. Bibit sapi Brangus jantan Gambar 1.4. Bibit sapi Brangus betina
Hal kedua yang harus dipahami oleh selektor adalah nilai standar dari setiap sifat produksi
yang akan dapat digunakan dalam seleksi bibit disesuaikan dengan bangsa dan umur serta sex
ternak yang diseleksi. Karena nilai standar itu penting untuk digunakan sebagai penentu calon
bibit lolos seleksi atau tidak. Calon bibit yang lolos seleksi adalah nilai pribadinya minimal sama
dengan nilai standar atau lebih berada di atas (lebih besar) nilai standar.
Artinya, kalau yang diseleksi adalah bangsa sapi Bali jantan umur 18 bulan, maka harus
menggunakan nilai-nilai standar dari sapi Bali jantan umur 18 bulan, jangan menggunakan nilai
standar sapi bangsa lain walaupun sex dan umur sama, atau jangan menggunakan nilai standar
dari sapi Bali tapi sex betina umur 18 bulan, atau jangan dari sapi Bali jantan tapi bukan yang
berumur 18 bulan. Singkatnya nilai standar yang digunakan harus sesuai dengan status biologis
dan fisiologis ternak yang diseleksi.
Contoh kartu seleksi sederhana berdasarkan tampilan eksterior ternak :
Kuda Sandelwood jantan umur 2 tahun
Sifat/Nilai/Ukuran
No Sifat produksi/kriteria seleksi Hasil seleksi
Standar Calon bibit
1 Warna bulu Merah, hitam
2 Bentuk badan/kerangka langsing
3 Kesan bobot ringan
4 Bentuk testes seimbang
5 Lingkar skrotum 25 cm
6 Ketegakan kaki (berdiri) tidak X, tidak ( )
7 Mata bersinar
6 Tinggi pundak 120 cm
7 Panjang badan 135 cm
8 Pjng Bdn Depan/Bdp 1/3 – 10% PB 31,5 cm
9 Pjng Bdn Tengah/Bte 1/3 + 10%PB 58,5 cm
1-5
Modul 1. Manajemen Reproduksi
1-6
Modul 1. Manajemen Reproduksi
kemungkinan terjadi dalam satu populasi atau kandang yang sama. Sistem ini tidak
dianjurkan pada ternak sapi, kerbau, babi, kambing, domba, dan kuda.
b. Out breeding : perkawinan antara jantan dan betina yang sama bangsa tapi tidak
berhubungan keluarga. Contohnya : perkawinan antar sesama sapi Bali tapi berasal dari
lain daerah/pulau. Sistem ini dianjurkan bila tujuan breeding adalah untuk menjaga
kelestarian kemurnian bangsa tertentu.
2. Cross Breeding : perkawainan antara jantan dan betina yang berasal dari bangsa yang
berbeda. Contohnya : perkawinan antara jantan dari bangsa Simmental dan betina dari
bangsa Bali. Sistem perkawinan ini dianjurkan pada ternak potong apabila tujuan breeding
adalah untuk mendapatkan heterositas yang tinggi (hybrid vigor) dengan kata lain,
mendapatkan keturunan yang memiliki kemampuan produksi tertentu yang diperoleh dari
perpaduan kelebihan/keunggulan dari masing masing bangsa orang tua. Misalnya : Bangsa
Simmental memiliki keunggulan kesuburan yang tinggi, laju pertumbuhan yang tinggi,
kuantitas dan kualitas daging yang tinggi, sedang dari bangsa Bali memiliki kesuburan yang
tinggi, daya tahan panas yang baik.
Bangsa-bangsa sapi hasil persilangan adalah :
a. Brangus (Brahman X Aberdeen angus)
b. Braford (Brahman X Hereford)
c. Brahman Cross (Brahman X Sapi Taurus : Hereford, A. angus, Simmental)
d. Santa Gertrudis (3/8 Brahman X 5/8 Shorthorn)
e. SimBal (Simmental X Bali)
1-7
Modul 1. Manajemen Reproduksi
dewasa) dalam satu musim kawin (2 – 3 bulan). Musim kawin yang baik dapat ditetapkan
berdasarkan pertimbangan ketersediaan pakan dan atau waktu pemasaran/penjualan dengan
harga yang menguntungkan. Misalnya, permintaan pasar sapi bakalan/bibit umur 1,5 tahun
dengan harga layak pada Bulan Juli – Agustus (saat-saat belanja dana DIPA), maka diharapkan
induk-induk beranak pada 1,5 tahun sebelumnya yaitu Januari – Februari tahun sebelumnya.
Saat tersebut tepat dengan tersedia pakan cukup agar produksi susu mencukupi kebutuhan pedet,
maka musim kawin diatur/dihitung mundur ± 10 bulan ke belakang yaitu antara Bulan Februari –
April tahun sebelumnya.
Atas dasar prinsip-prinsip dasar tersebut, maka penanganan yang perlu dilakukan adalah :
1. Bila di pasture, sebaiknya dibuatkan paddock terpisah khusus untuk induk-induk bunting
agar terhindar dari perlakuan kasar dari ternak lainnya. Misalnya : ditanduk, dan atau
dinaikki oleh betina lain yang sedang berahi
2. Pemberian pakan/nutrisi khusus tersebut tanpa diganggu/direbut oleh ternak lain karena
dikelompokkan/digembalakan dalam paddock terpisah
3. Melakukan pengawasan dengan lebih seksama terhadap perkembangan kebuntingannya.
1-8
Modul 1. Manajemen Reproduksi
2. Induk yang sedang beranak perlu dilindungi dari cedera akibat dari perlakuan kasar dari
peternak maupun dari sesama kawanan ternak lainnya dalam kelompok yang sama.
3. Induk yang beranak (mulai menghasilkan susu untuk kebutuhan pedet) membutuhkan pakan
nutrisi yang lebih tinggi daripada induk yang tidak sedang menyusui.
4. Usahakan pedet harus mendapatkan kolustrum pada hari pertama – 3 atau 4 hari (bila
terpaksa, minimal 24 jam pertama) setelah dilahirkan, agar pedet memiliki kekebalan tubuh
yang memadai. Apabila induk mati segera setelah beranak, maka beri kolustrum dari induk
lain yang bersamaan waktu beranak (bila ada), atau buatkan kolustrum buatan. Formula
kolustrum buatan seperti di bawah ini :
Untuk 1 resep sekali minum untuk anak sapi :
½ liter susu murni
1 sendok the minyak ikan
1 sendok makan kastroli
1 butir telur
Keempat bahan ini dikocok dalam ¼ liter air hangat sampai merata, kemudian ditambah
500 gram antibody (sulfametacin atau sejenisnya), dikocok ringan sampai rata. Diberikan sampai
3 atau 4 hari setelah dilahirkan sebanyak 3 kali sehari. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan
pemberian susu murni biasa yang dapat diambil dari induk lain atau susu buatan yang dibuat dari
kedelai. Pemberian untuk anak kerbau, kuda, kambing, domba, atau babi dapat disesuaikan
dengan jumlah kebutuhannya masing-masing. Biasanya pedet diberi susu sebanyak 10 – 12%
dari berat badan per hari. Pada sapi bangsa besar, bila pedet disapih pada umur lebih dari 3
bulan dan tumbuh dengan baik, mereka akan segera makan sekitar 1,4 – 1,8 kg konsentrat per
hari, demikian juga hijauan.
1-9
Modul 1. Manajemen Reproduksi
jarak waktu beranak/selang kelahiran. Tujuan akhirnya adalah untuk memaksimalkan produksi
anak selama masa/umur produktif induk.
Hal yang perlu diperhatikan segera setelah penyapihan dini adalah pemberian pakan yang
memiliki nutrisi cukup seimbang bagi kebutuhan pertumbuhan anak ternak. Untuk ternak
herbivora, selain pemberian hijauan dapat ditambah dengan pakan suplemen seperti konsentrat
atau formula lain (pakan padat gizi) secukupnya, terutama kondisi pakan hijauan
menurun/kurang mencukupi.
1 - 10
Modul 1. Manajemen Reproduksi
Sajikan contoh seleksi bibit jantan dan betina beserta indikator, cara pengukuran, cara
analisa serta standar nilai dari bangsa tertentu. (jadikan materi praktikum) dan tayangkan
foto sapi bibit yang baik.
1 - 11