BAB III
TEORI DASAR(
Pressure gauge
Strip chart
Lowwer
frekwensi
Display box
Statik fluid level adalah ketinggian fluida di dalam lubang bor pada
keadaan diam atau tidak berproduksi (static), didalam pengukurannya maka
diperlukan fungsi waktu untuk ketinggian fluid level, yaitu waktu pertama kali
sumur ditutup, ketinggian fluid levelnya akan turun drastis dan apabila semakin
lama waktu statiknya sampai pada tekanan build up nya konstan, maka ketinggian
fluid levelnya juga semakin naik dan mencapai konstan (gambar 3.4).
1)
Dimana :
PSD = Kedalaman Pump Setting Depth, feet
Lsfl = Panjang Kedalaman Fluid Level Pada Chart, mm
Lkaliper = Panjang Kaliper Pada Grid Joint Terbanyak Pada Chart, mm
Σsisir = Jumlah Grid Sisir = 10
12
Dimana :
P = Tekanan Permukaan , Psia
L = SFL (Statik Fluid Level), ft
T = Temperatur rata-rata,˚R
Z = Compresibility Faktor
14
Estimasi tekanan klom minyak juga dapat dilakukan dengan plot gravik
antara temperature formasi, gradient tekanan minyak dan °API minyak.
15
3.2. Korelasi Penentuan Tekanan Alir Dasar Sumur (Pwf) metode akustik
Penentuan tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan metode acoustic
didasarkan pada perubahan tekanan BHP dari kondisi statik atau setelah sumur
ditutup, kemudian diproduksikan akan menyababkan kenaikan harga tekanan
casing dan penurunan fluid level. Dimana setelah harga tekanan produksi BHP
mancapai konstan, tekanan casing berturut turut mencapai konstan dan mendesak
fluida kedalam pompa.
Perubahan nilai tekanan casing dan fluid level dari kondisi statik mencapai
harga BHP konstant dinyatakan sebagai harga Pwf.
Gambar 3.10 Differential Tekanan Kolom minyak dan gas terhadap perubahan
tekanan casing dan fluid level2)
Metode untuk menghitung harga tekanan alir dasar sumur didasarkan pada
metode Walker’s Method. Dimana persamaan perhitungannya sebagai berikut :
Perubahan gradient tekanan kolom gas dihitung dengan adanya perubahan fluid
level dan tekanan casing. Persamaan perhitungan sebagai berikut :
Jarang fluida formasi satu fasa, bila tekanan reservoir di bawah tekanan
bubble point minyak, dimana gas semula larut akan terbebaskan, membuat fluida
menjadi dua fasa. Menurut Muskat, bentuk IPR pada kondisi tersebut
melengkung, sehingga PI menjadi suatu perbandingan antara perubahan laju
produksi dq dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, dPwf.
dq
PI ..........................................................................................(3-9)
dPwf
Keterangan :
PI = index produktivitas, BPD/psi
Q = laju alir fluida produksi, B/D
Ps = tekanan statik, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
q
Qmax = 1 0.2 Pwf 0.8 Pwf ......................................................(3-11)
2
Pr Pr
Jumlah gas yang terlarut pada tekanan dan temperatur tertentu dapat
diperkirakan dengan salah satu korelasi yang ada, misalnya korelasi Trijana
Kartoatmodjo :
1. API 30
Rs = 10-0,9265 (SGgas)0,7060 (T)-0,0392 (P)1,015 ..........................(3-12)
2. API > 30
Rs = 10-0,8348 (SGgas)0,7704 (T)-0,3651 (P)1,1981 ..........................(3-13)
Keterangan :
P = tekanan sembarang, psi
SGgas = spesific gravity gas
T = temperatur, oF
C. Viskositas
Viskositas (kekentalan) merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir.
Harga viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, Harga viskositas
fluida akan mengecil pada temperatur tinggi dan sebaliknya pada temperatur
rendah harga viskositas akan semakin besar (kental).
K =
9,4 0,02M T 1.5
209 19 M T
X = 3,5 + (986/T) + 0,01M
Y = 2,4 – 0,2 X
M = berat molekul gas
Dg = densitas gas, gr/cc
0,0433 g P
=
ZT
T = temperatur, oR
P Pb, digunakan :
o = A (od)B .....................................................................................(3-19)
P > Pb, digunakan :
o = ob (P/Pb)m ...............................................................................(3-20)
Keterangan :
A = 10.715 (Rs + 100)-0.515
B = 5.44 (Rs + 150)-0.338
od = 10X – 1
X = Y T-1.163
Y = 10Z
Z = 3.0324 – 0.02023 (oAPI)
T = temperatur, oF
M = 2.6 P1.187 x 10(-0.000039 P – 5.0)
Keterangan :
Tc = 328 + 310 ( g - 0.5) dan Tr = (T/Tc)
Pc = 677 - 47 ( g - 0.5) dan Pr = (P/Pc)
g = spesific gravity gas
24
0.32 6
D = 9 (Tr 1) (Pr)
10
E = B+C+D
F = [0.132 – 0.32 Log (Tr)]
2
G = 10 0.3106 0.49Tr 0.1824Tr
dP g fV 2 VdP
dL g sin .......................................................(3-27)
c 2 gcd g c dL
Keterangan :
= densitas fluida, lb/cuft
V = kecepatan aliran, ft/dt
F = faktor gesekan
d = diameter dalam pipa, inchi
= sudut kemiringan pipa
g = percepatan gravitasi, ft/dt2
gc = faktor konversi
Fluida mengalir di dalam pipa maka akan mengalami tegangan geser
(shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya
yang sering di sebut dengan friction loss. Darcy dan Weisbah’s menghitung
kehilangan energy karena gesekan dengan persamaan :
L.v 2
h f ......................................................................................(3-28)
d .2 g
Keterangan :
h = friction loss, ft
f = friction factor
L = panjang pipa, ft
26
100
1,85
Q / 34.3 1,85
hf 2,0830 4 ,8655 .................................................(3-29)
C ID
Keterangan :
hf = feet friction loss per 1000 feet.
C = konstanta dari bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa.
Q = laju produksi, bpd
ID = diameter dalam pipa, inchi
Willian-Hazen membuat grafik friction loss berdasarkan persamaan
tersebut, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.13.
27
Gambar 3.13.
Grafik Friction Loss William-Hazen.5)
Pompa sentrifugal terdiri dari impeller (bagian yang berputar) dan diffuser
(bagian yang diam) pada setiap tingkatnya yang terbuat dari nikel sedangkan
poros pompa terbuat dari monel. Impeller dipasang pada poros tegak dari pompa
yang berputar pada bushing. Hubungan antara poros pompa dan poros protektor
dilakukan dengan perantara coupling. Jumlah tingkat pompa tergantung pada head
pengangkatan. Kapasitas pompa selain ditentukan oleh RPM-nya juga
dipengaruhi oleh besarnya diameter impeller, hal ini terbatas oleh casing maka
diperlukan tingkat pompa yang banyak. Tenaga dalam bentuk tekanan didapat dari
cairan yang dipompakan disekitar impeller. Gerakan berputar impeller
mengakibatkan cairan ikut berputar, yaitu arah radial (akibat dari gaya sentrifugal)
dan arah tangensial.
pada sumur-sumur produksi di lepas pantai karena pompa benam listrik dianggap
sebagai metoda yang effesien dan effektif untuk sumur yang mempunyai indeks
produktifitas (PI) besar, sumur yang dalam, serta sumur-sumur miring.
Gambar 3.14.
Susunan Lengkap Peralatan Pompa Benam Listrik 8)
3.5.2.1.Peralatan di Atas Permukaan
Peralatan di atas permukaan meliputi wellhead, junction box, switchboard,
dan transformer.
1. Wellhead
Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus
yang mempunyai lubang untuk cable pack-off atau penetrator. Cable pack-off ini
biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi.
30
Tubing hanger dilengkapi juga dengan lubang untuk hidraulic control line,
yaitu saluran cairan hidraulik untuk menekan subsurface ball valve agar terbuka.
Gambar 3.15 memperlihatkan tubing hanger dengan cable pack-off.
Wellhead juga harus dilengkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada
lubang untuk kabel dan tulang. Wellhead didesain untuk tahan terhadap tekanan
500 psi sampai 3000 psi.
Gambar 3.15.
Cable Pack-Off pada Tubing Hanger.8)
2. Junction Box
Junction box (Gambar 3.16) ditempatkan diantara kepala sumur dan
switchboard untuk alasan keamanan. Gas dapat mengalir keatas melalui kabel dan
naik ke permukaan menuju switchboard, yang bisa menyebabkan terjadinya
kebakaran. Fungsi dari junction box ini adalah untuk mengeluarkan gas yang naik
ke atas tadi. Juction box biasanya 15 ft (minimum) dari kepala sumur dan
normalnya berada diantara 2 sampai 3 ft di atas permukaan tanah.
Fungsi dari junction box antara lain :
Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi ke
permukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfer.
Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan kabel dari
swichboard.
31
3. Switchboard
Switchboard (Gambar 3.17) adalah panel kontrol kerja di permukaan saat
pompa bekerja yang dilengkapi dengan motor controller, overload dan underload
protection serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara
manual ataupun otomatis apabila terjadi penyimpangan. Switchboard ini dapat
digunakan untuk tegangan dari 440 volt sampai 4800 volt
Fungsi utama dari switchboard adalah untuk mengontrol kemungkinan
terjadinya downhole problem seperti overload atau underload current.
1. Auto restart setelah underload pada kondisi intermittent well.
2. Mendeteksi unbalance voltage.
Switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart yang berfungsi
untuk mencatat arus motor versus waktu ketika motor bekerja.
Gambar 3.16.
32
Junction Box.8)
3. Transformer
Transformer (Gambar 3.17) merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa
untuk menaikan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang
dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Core maupun coil direndam
dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan
akansebanding dengan jumlah lilitan kawatnya. Biasanya tegangan input
transformer diberikan tinggi agar didapat ampere yang rendah pada jalur
transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan
input yang tinggi akan diturunkan dengan menggunakan step-down tranformator
sampai dengan tegangan yang dibutuhkan oleh motor.
33
Gambar 3.17.
Switchboard dan Transformator8)
34
Gambar 3.18.
Pressure Sensing Instrument.14)
2. Electric Motor
35
Electric motor (Gambar 3.19) pada pompa benam listrik adalah motor
induksi sinkron dua kutub, tiga-fasa berbentuk sangkar (two-pole, three-phase,
squirrel cage, induction-type electric motor) yang mempunyai kecepatan 3500
rpm pada 60 Hz dan 2915 rpm pada 50 Hz (motor reda yang lama 3450 rpm,
sedang yang baru 3500 rpm, Centrilift 3475 rpm dan ODI 3500 rpm). Ruang
motor ini diisi dengan minyak oli yang dielectric (tidak menghatarkan arus listrik
seperti oli pada beberapa transformator). Minyak ini digunakan untuk pelumas,
pendinginan dan juga anti karat.
Minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang biasanya
sudah ditentukan oleh pabrik, yaitu berwarna jernih, tidak mengandung bahan
kimia, dielectric strength tinggi, lubricant dan tahan panas. Minyak yang diisikan
akan mengisi semua celah-celah yang ada dalam motor, yaitu antara rotor dan
stator.
Motor berfungsi untuk menggerakan pompa dengan mengubah tenaga
listrik menjadi tenaga mekanik. Fungsi motor sebagai tenaga penggerak pompa
(prime mover), secara garis besar motor ini dibagi menjadi dua bagian pokok,
yaitu :
1. Rotor (gulungan kabel halus yang berputar)
2. Stator (gulungan kabel halus yang stasioner dan menempel pada badan
motor)
Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran
pada rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada ditengahnya
akan ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan akan ikut berputar
pula (poros pompa, intake dan protector).
Diameter motor terbatas untuk ukuran casing tertentu, maka untuk
mendapatkan daya kuda yang cukup, motor dibuat panjang dan kadang-kadang
dibuat double (tandem). Pendinginan dilakukan oleh fluida yang mengalir di
dinding luarnya, maka pada instalansinya motor harus dipasang diatas perporasi,
kalaupun terpaksa di bawah perforasi, ditambahkan jacket (shround) di luar
pompa agar flluida sumur mengalir ke bawah sebelum naik ke pompa (setelah
melewati motor). Gambar 3.20 menunjukkan penggunaan jacket ini. Tabel III-2.
36
Gambar 3.19.
Motor Pompa Benam Listrik.12)
37
Gambar 3.20.
Aplikasi ESP pada Kondisi Normal dan Shrouded5)
Tabel III-1.
HP Motor Maksimum dan casing5)
3. Protector
Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau
Equalizer (ODI). Protector mempunyai empat fungsi utama, yaitu :
38
Gambar 3.21.
Jenis Labyrinth Type Protector. 12)
4. Intake
Intake (Gambar 3.22) dipasang di bawah pompa dengan cara
menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake merupakan saluran
masuknya fluida dari dasar sumur ke pompa menuju permukaan. Intake ada yang
dipasang menjadi satu dengan housing pompa (intregrated) untuk jenis-jenis
tertentu , tetapi ada juga yang berdiri sendiri.
Standart Intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas
yang masuk pada intake harus kurang dari 10 % sampai dengan 15 % dari
total volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke
pompa dan di bagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk
menyaring partikel masuk ke intake sebelum masuk kedalam pompa.
Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90 %, dan
biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas Separator
jenis ini tidak direkomendasi untuk dipasang pada sumur-sumur yang
abrasive.
Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator, yang
dipakai untuk memisahkan gas hingga 20 % dari fluidanya.
5. Pump Unit
Unit pompa (Gambar 3.23) merupakan Multistages Centrifugal Pump,
yang terdiri dari: impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa).
Housing pompa mempunyai sejumlah stage, tiap stage terdiri dari satu impeller
dan satu diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi
langsung dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Pemasangannya bisa
menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang
dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller
merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam.
Seluruh stage disusun secara vertikal, masing-masing stage dipasang tegak lurus
pada poros pompa yang berputar pada housing.
41
Gambar 3.22.
Jenis Rotary Gas Separator.11)
Prinsip kerja pompa ini, yaitu fluida yang masuk ke dalam pompa melalui
intake akan diterima oleh stage paling bawah dari pompa, impeller akan
mendorongnya masuk, sebagai akibat proses centrifugal maka fluida tersebut akan
terlempar keluar dan diterima oleh diffuser. Tenaga kinetis (velocity) fluida akan
diubah menjadi tenaga potensial (tekanan) oleh diffuser, dan diarahkan ke stage
selanjutnya. Fluida memiliki energi yang semakin besar pada proses tersebut,
dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian tersebut terjadi terus-menerus
sehingga tekanan head pompa berbanding linier dengan jumlah stages, artinya
42
semakin banyak stage yang dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa
untuk mengangkat fluida.
Gambar 3.23.
1. Konduktor (Conductor)
2. Isolasi (Insulation)
3. Sarung (sheath)
4. Jaket
Dua jenis kabel yang biasa dipakai yaitu : round dan flat cable. Jenis round
cable dibagian luar sarungnya dibungkus lagi dengan karet (rubber jacket).
Biasanya kabel jenis round ini memiliki ketahanan yang lebih lama daripada jenis
flat cable, tetapi memerlukan ruang penempatan yang lebih besar.
Dua jenis kabel yang biasa dipakai di lapangan, yaitu :
1. Low Temperature
Disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan maximum 200
°F.
2. High Temperature Cable
Disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur yang
cukup tinggi sampai mencapai mencapai 400 °F.
Sumur bersuhu tinggi (lebih 250 °F) perlu dipasang epoxy untuk
melindungi kabel, O-ring dan seal.
Gambar 3.24.
44
7. Check Valve
Check valve biasanya dipasang pada tubing (2–3 joint) di atas pompa.
Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Kebocoran fluida
dari tubing (kehilangan fluida) melalui pompa akan terjadi jika check valve tidak
dipasang maka dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas,
sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah
dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Umumnya check valve
digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida sewaktu pompa mati dan
mencegah supaya fluida tidak turun ke bawah.
8. Bleeder Valve
Bleeder valve dipasang satu joint di atas check valve, mempunyai fungsi
mencegah minyak keluar pada saat tubing dicabut. Fluida akan keluar melalui
bleeder valve.
9. Centralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau
selalu ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel
karena gesekan dapat dicegah.
Energi di segala titik adalah jumlah pressure head, elevation head dan
velocity head (tekanan, ketinggian dan kecepatan). Pressure head adalah head
yang berhubungan dengan tekanan di suatu titik tertentu. Elevation Head adalah
ketinggian di atas suatu datum yang ditentukan. Velocity head adalah head
ekivalen dimana cairan akan jatuh pada kecepatan yang sama. Faktor-faktor yang
berpengaruh pada TDH dapat dilihat pada Gambar 3.25. di bawah ini.
Gambar 3.25
Faktor-faktor yang Berpengaruh pada TDH 5)
Selisih elevasi inlet dan outlet pompa diabaikan, maka energi pada kedua
titik ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
46
v s2
Es
= Ps +
2g ............................................................................(3-30)
v d2
Ed
= Pd +
2g ..........................................................................(3-31)
Keterangan :
Es = energi pada lubang masuk (suction) pompa
Ps = tekanan pada lubang masuk
v s2
2g =..............kecepatan (dinyatakan dalam head) pada lubang masuk
Ed = energi pada lubang keluar (discharge) pompa
Pd = tekanan pada lubang keluar
v d2
2g = kecepatan (dinyatakan dalam head) pada lubang keluar.
TDH adalah selesih energi antara kedua titik keluar dan masuk, jadi :
TDH = E - Es ..............................................................................(3-32)
d
atau :
v d2 v s2
TDH = (Pd +
2g ) (Ps + 2g ) ..............................................(3-33)
selanjutnya :
Pt x 2,31
Pd = Z + + Hf ...........................................................(3-34)
SG
dan :
v s2
Ps = Zs 2g He ....................................................................(3-35)
Keterangan :
Z = kedalaman pompa (pump suction depth), ft
Pt = tekanan tubing di permukaan, psi
Hf = kehilangan tekanan karena friksi, ft
47
v d2
Pt x 2,31
= (Z Zs) + SG + Hf + 2 g + He
v d2
Pt x 2,31
= Zfl + SG + Hf + 2g + He ………………………. (3-36)
Keterangan :
Zfl = kedalaman dari permukaan fluida dianulus pada saat sumur
sedang berproduksi (producing fluid level), ft.
Kedua term yang terakhir pada persamaan ini dapat diabaikan.
Kebanyakan ESP mempunyai kecepatan fluida di bawah 10 ft/sec dan cukup
ruang untuk masuknya fluida, jadi :
Pt x 2,31
TDH = Zfl + + Hf ................................................(3-37)
SG
atau :
Pt
TDH = Zfl + + Hf ..........................................................(3-38)
Gf
Keterangan :
Gf = gradien tekanan fluida, psi/ft.
40)
Keterangan :
= effesiensi total, %
BHP = brake horse power, hp
atau :
HHP
BHP = Fff Pompa xEff Motor xEff Kabel
.………………………………….. (3-
41)
Umumnya
Effisiensi pompa = 55 - 75 %
Effesiensi motor = 85 %
Effesiensi kabel = 90 – 95 %
Effesiensi tersebut pada pompa menggambarkan terjadinya kehilangan
tekanan friksi fluida pada impeller dan diffuser, pada lubang masuk, pusaran,
belokan, separasi dan tercampur, selain itu juga kehilangan pada sela-sela
(clearance) impeller/diffuser/asnya, serta kehilangan mekanis di bearing-nya
(thrust bearing).
diketahui parameter yang menentukannya, yaitu Static Fluid Level (SFL) dan
Working Fluid Level (WFL) dimana untuk menentukannya digunakan alat sonolog
atau dengan operasi wireline, bila sumur tersebut tidak menggunakan packer.
Penentuan SFL dan WFL dilakukan dengan pendekatan jika sumur menggunakan
packer.
Keterangan :
SFL = Statik Fluid Level, ft
WFL = Working Fluid Level, ft.
Ps = Tekanan Statik sumur, psi
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi.
q = Rate produksi, B/D
D = Kedalaman sumur, ft.
Pc = Casing Head Pressure, psi
Gf = Gradient Fluida Sumur, psi/ft.
Air akan naik mengikuti torak sampai pada mencapai ketinggian Hs jika di
dalam silinder atau torak yang semula berada di permukaan cairan (dalam bak),
144 x P
Hs .............................................................................(3-44)
Keterangan :
Hs = suction head, ft
P = tekanan permukaan cairan, psi
= densitas fluida, lb/cuft
Pb Pc
PSDmin WFL , feet. ........................................................(3-45)
Gf Gf
48)
52
Gambar 3.26.
Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur9)
Gambar 3.27.
Kurva Kelakuan Pompa benam Listrik14)
2
DN
H = S …………………………………………………..(3-
1840
49)
Keterangan :
H = shut-off liquid yang dipompakan, ft
S = jumlah stage (tingkat)
TDH
S = HeadCapacity
…………………………………………(3-
50)
D = diameter impeller, inch
N = putaran pompa, rpm.
Shut-off head yang sebenarnya tergantung dari aliran fluida dalam pompa
dan kemungkinan bocor. Perbedaan antara rumus ini dengan sebenarnya bisa
20%. Bentuk grafik head tergantung dari lebar impeller, bentuknya, jumlah sudu-
sudu impeller dan friksi dalam pompanya. Head capacity suatu suatu pompa
digunakan untuk menghitung jumlah stage pompanya dengan ratio-nya terhadap
TDH sistem. Pompa dengan head yang lebih curam disukai, karena dapat lebih
toleran terhadap kesalahan data-data sumur (°API, GOR dan lain-lain).
C. Efficiency Curve
Efisiensi pada pompa benam listrik bukannya efisiensi volume pompanya,
melainkan rasiodari output HP pompa dibagi input brake HP. Persamaannya
adalah :
55
Gambar 3.28.
Kemungkinan Posisi Impeller8)
a. Berdasarkan kurva IPR sumur, tentukan laju produksi yang diinginkan dan
baca tekanan alir dasar sumurnya. Tekanan alir yang dihasilkan dari laju
produksi harus lebih besar dari Pb agar gas tidak ikut terpompa, dimana
dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan kerusakan pompa.
b. Hitung gradien tekanan rata-rata fluida produksi.
Gradien tekanan dinyatakan dengan satuan psi/fit, oleh keranan itu gradien
tekanan dapat dicari dengan menggunakan spesific grafity (SG).
SG minyak dan air diketahui, maka SG rata-rata dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
SG = SGo (1 – WC) + SGwWC ……………………………..(3-52)
atau :
(1xSG o ) ( WORxSG w )
SG = ……………………………..(3-53)
1 WOR
Gradient tekanan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Gf = 0,433 x SG ………………………………………….. (3-54)
Mengandung gas, Gf dikurangi sekitar 10 %.
d. Hitung Pump Intake Pressure (PIP) dengan menggunakan persaman
berikut :
PIP = Pwf – Gf x (HS – HPIP)
Keterangan :
PIP = pump intake pressure atau suction pressure, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
HS = kedalaman perforasi,ft
HPIP= kedalaman pompa (pump setting depth),ft.
Harga PIP harus lebih besar dari tekanan gelembung (Pb).
e. Hitung Total Dynamic Head (TDH) dengan menggunakan persamaan (3-
38) dimana komponen-komponen TDH terlebih dahulu harus dihitung
dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :
- Hitung kedalaman produksi/working fluid level (Zfl) dengan
menggunakan persamaan berikut :
58
Pwf
Zfl = HS - …………………………………...... ..(3-
Gf
55)
- Tentukan kehilangan tekanan (Hf) karena friksi sepanjang tubing
dengan menggunakan persamaan (3-37) atau dapat juga menggunakan
Gambar 3.13.
4. Pilih jenis dan ukuran pompa dari katalog perusahaan pompa (misalkan
centerilift). Pompa dipilih jika rate produksi yang diinginkan masuk dalam
kisaran aliran yang sarankan dan menghasilkan efisiensi teoritis tertinggi
untuk laju produksi yang diinginkan. Baca head capacity (CH) dan HP motor
(HPm), selanjutnya hitung jumlah stage (S) dengan membagi TDH dengan
head per stage dari pump performance curve. HHP (Hydraulic House Power)
dengan menggunakan pesamaan (3-39) dan BHP (Brake Horse Power) dengan
menggunakan persamaan (3-40).
5. Pilih jenis motor dengan menggunakan Tabel B-3. yang memenuhi HP pada
langkah 4 di atas, baca harga arus listrik (A) dan tegangan listrik (Vmotor)
yang dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan.
6. Hitung kecepatan alir fluida dengan di annulus motor casing untuk masing-
masing jenis motor dengan menggunakan persamaan berikut :
0,0119 xQt
FV = (ID …………………….(3-
ca sin g ) (OD motor )
2 2
56)
. Keterangan :
FV = flow velocity, ft/detik
Qt = laju produksi total, b/d
IDcasing = diameter dalam casing, inch
ODmotor = diameter luar motor, inch.
Jenis motor dan diameter luar motor (OD m) terkecil yang bisa masuk
dalam diameter dalam casing (IDcasing) dan dapat memberikan kecepatan fluida di
annulus motor casing (FV) lebih besar 1 ft/detik (syarat pendinginan) adalah
pasangan yang harus dipilih.
59