Anda di halaman 1dari 52

8

BAB III
TEORI DASAR(

Hubungan antara parameter reservoir dan produksi dalam perencanaan


pompa benam listrik diperlukan untuk untuk mengetahui produktivitas formasi
yang sesuai dengan rate pengangkatan fluida dari formasi produktif ke permukaan
dengan Artificial Lift, maka dalam bab ini akan dibahas mengenai pengukuran
besaran parameter reservoar sebagai tekanan statik, takanan laju alir dasar sumur
dan distribusi fluid level dengan echometer sonolog, dan prinsip-prinsip dasar
yang melatar-belakangi penggunaan pompa benam listrik pada sumur-sumur
produksi.

3.1 Deskripsi Echometer Sonolog


Echometer sonolog adalah suatu peralatan untuk analisis well
performance, dimana prinsip pengukurannya ialah dengan menembakan
gelombang akustik kedalam sumur antara annulus casing dan tubing, kemudian
diinterpretasikan ke permukaan. Gelombang akustik yang melewati annulus
casing dan tubing ditembakan dengan menggunakan gas (Nitrogen) dengan
konsentrasi tinggi yang ditembakan melalui Gun, kemudian gelombang akustik
tersebut akan merespon signal yang ada di bawah permukaan sumur karena
adannya perbedaan frekwensi yang diakibatkan oleh adanya sambungan dari
collar tubing dan permukaan fluid level, sehingga dapat dikorelasi dengan antara
waktu tempuh gelombang dan panjang frekuensi yang dibaca setiap grid
sambungan collar tubing dan kedalaman fluid level yang diiterpretasikan kedalam
strip chart dari pengukuran.
Pengukuran parameter diatas dengan menggunakan Echometer sonolog
dibagi menjadi dua metode pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran dengan strip chart manual
2. Pengukuran dengan digital echometer sonolog
9

Pengukuran dengan metode manual dilakukan dengan interpretasi chart


dengan perbandingan antara panjang gelombang pada grid tubing yang terbanyak
pada kalifer (sisir) dengan panjang gelombang dari titik start penembakan
gelombang akustik sampai ke kedalaman fluid level. Sedangkan pengukuran
yang dilakukan dengan digital echometer sonolog dapat meninterpretasikan
gelombang akustik secara langsung dengan model M strip chart menggunakan
metode komputerisasi dengan AWP 2000 software.
Equipment dari echometer sonolog ialah :
a. Gun
b. Pressure gauge
c. Display box
d. Receiver micrphone
e. Nitrogen supplay
f. Kaliper(sisir)

Gambar 3.1 Equipment dari digital echometer sonolog10)


10

Pressure gauge

Strip chart

Upper frekwensi Gun

Lowwer
frekwensi

Display box

Gambar 3.2 Manual echometer equipment10)

manual kaliper Digital

Gambar 3.3 Kaliper (sisir) 10)

3.1.1 Pengukuran Statik Fluid Level


11

Statik fluid level adalah ketinggian fluida di dalam lubang bor pada
keadaan diam atau tidak berproduksi (static), didalam pengukurannya maka
diperlukan fungsi waktu untuk ketinggian fluid level, yaitu waktu pertama kali
sumur ditutup, ketinggian fluid levelnya akan turun drastis dan apabila semakin
lama waktu statiknya sampai pada tekanan build up nya konstan, maka ketinggian
fluid levelnya juga semakin naik dan mencapai konstan (gambar 3.4).

Gambar 3.4. Grafik Hubungan Fluid level Vs Time1)

Pengukuran statik fluid level dengan strip chart manualdilakukan dengan


pembacaan strip chart dengan menggunakan kalifer (sisir).
KTD  Lsfl
SFL = jo int per tubing  L kaliper x jumlah sisir ...............................(3-

1)
Dimana :
PSD = Kedalaman Pump Setting Depth, feet
Lsfl = Panjang Kedalaman Fluid Level Pada Chart, mm
Lkaliper = Panjang Kaliper Pada Grid Joint Terbanyak Pada Chart, mm
Σsisir = Jumlah Grid Sisir = 10
12

Gambar 3.5. Pembacaan Strip chart manual15)

Berbeda dengan Pengukuran Statik Fluid Level Dengan Digital


Echometer. Kedalaman statik fluid level dapat langsung terekam pada display
box.

Gambar 3.6 Contoh Record pada Display box10)

3.1.2. Determinasi Tekanan Statik


Tekanan statik merupakan akumulasi dari tekanan casing, tekanan kolom
minyak, tekanan kolom air serta tekanan kolom gas. Didalam pengukurannya
dengan echometer sonolog equipment tekanan statik sangat dipengaruhi oleh
adanya gas bebas yang terkandung didalam annulus casing dan tubing, sehingga
terdapat perubahan kecepatan gelombang suara karena adanya akumulasi dari
tekanan kolom gas tersebut. Tekanan statik dapat ditulis dengan persamaan :
13

SBHP = Pc + Pgc + Poc + Pwc .......................................................(3-2)

Dimana : Pc = Tekanan casing , Psig


Pgc = Tekanan kolom gas , Psi
Poc = Tekanan kolom Minyak , Psi
Pwc = Tekanan Kolom air , Psi

3.1.2.1 Tekanan Kolom gas


Tekanan kolom gas merupakan fungsi dari spesifik gravity gas itu sendiri,
tekanan permukaan dan kedalaman dari kolom gas tersebut atau kedalaman
surface sampai pada kedalaman fluid level (SFL). Jika pada tekanan permukaan
dan kedalaman kolom gas tetap, semakin besar harga SG gas maka semakin besar
pula tekanan kolom gas tersebut.
0,0188  P  SG  L
Pgc = ..................................................................(3-
ZT
3)

Dimana :
P = Tekanan Permukaan , Psia
L = SFL (Statik Fluid Level), ft
T = Temperatur rata-rata,˚R
Z = Compresibility Faktor
14

Gambar 3.7 Grafik Hubungan antara kecepatan rambat akustik


dengan specific gravity gas. 1)

3.1.2.2 Tekanan Kolom Minyak


Tekanan kolom minyak adalah tekanan yang diberikan oleh adanya
akumulasi dari volume minyak yang ada dibawah permukaan sumur. Tekanan
kolom minyak dipengaruhi oleh ketinggian kolom minyak itu sendiri yang
berbanding lurus dengan harga gradient tekanan minyak.

Poc = ( L – SFL ) x Gradien tekanan minyak x (BOPD/BFPD) ......(3-4)

Estimasi tekanan klom minyak juga dapat dilakukan dengan plot gravik
antara temperature formasi, gradient tekanan minyak dan °API minyak.
15

Gambar 3.8. Chart for estimating oil column pressure gradient.1)

3.1.2.3 Tekanan Kolom air


Tekanan kolom air merupakan fungsi tekanan yang diberikan oleh adanya
akumulasi dari volume air yang ada dibawah permukaan sumur. Tekanan kolom
air dipengaruhi oleh ketinggian kolom air itu sendiri yang berbanding lurus
dengan harga gradient tekanan air.
Tekanan kolom air dapat dihitung dengan persamaan :

Pwc = ( L – SFL ) x Gradien tekanan air x (BWPD/BFPD) ............(3-5)

Dimana Pwc = Tekanan Kolom Air , Psi


16

3.2. Korelasi Penentuan Tekanan Alir Dasar Sumur (Pwf) metode akustik
Penentuan tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan metode acoustic
didasarkan pada perubahan tekanan BHP dari kondisi statik atau setelah sumur
ditutup, kemudian diproduksikan akan menyababkan kenaikan harga tekanan
casing dan penurunan fluid level. Dimana setelah harga tekanan produksi BHP
mancapai konstan, tekanan casing berturut turut mencapai konstan dan mendesak
fluida kedalam pompa.
Perubahan nilai tekanan casing dan fluid level dari kondisi statik mencapai
harga BHP konstant dinyatakan sebagai harga Pwf.

Gambar 3.9. Distribusi Fluid level di Annulus2)

Gambar 3.10 Differential Tekanan Kolom minyak dan gas terhadap perubahan
tekanan casing dan fluid level2)

3.2.1. Prosedur Pengukuran


17

Casing pressure akan bertambah saat sumur berproduksi dan akan


mencapai kostant dengan harga yang lebih besar dari kondisi awal (static). Ketika
penambahan tekanan casing terjadi maka fluida akan terdesak kedalam pompa
bersamaan dengan pemompaan dan mencapai harga Konstant BHP sebagai harga
tekanan alir dasar sumur pergukuran.

Gambar 3.11 Record pengukuran tekanan casing setelah sumur


diproduksikan dengan waktu (t) 2)

Gambar 3.12 . Perubahan harga fluid level setelah sumur diproduksikan


berdasar gambar 4.3 2)

3.2.2. Pengukuran Tekanan Alir Dasar Sumur (Pwf)


18

Metode untuk menghitung harga tekanan alir dasar sumur didasarkan pada
metode Walker’s Method. Dimana persamaan perhitungannya sebagai berikut :

Pwf = Pcf2 + Pgc2 + gglc2 ( Df – Dl2 ) ……………………………….(3-6)

Perubahan gradient tekanan kolom gas dihitung dengan adanya perubahan fluid
level dan tekanan casing. Persamaan perhitungan sebagai berikut :

gglc2 = [(Pcf2 + Pgc2 ) - (Pcf1 + Pgc1 )] .…………………………....(3-7)


( Dl2 – Dl1 )
Where :
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, Psi (kPa)
Pcf2 = Tekanan Casing kondisi 2, Psig (kPa)
Pgc2 = Tekanan Gas Kolom kondisi 2, Psi (kPa)
gglc2 = Gradient tekanan kolom gas, Psi/Ft (kPa/m)
Df = Kedalaman Formasi, Ft (m)
Dl2 = kedalaman fluid level kondisi 2, Ft (m)
1,2 = Point dari perubahan parameter .

3.3. Produktivitas Formasi


Produktivitas formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk
memproduksikan fluida yang dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu.
Umumnya sumur-sumur yang baru diketemukan mempunyai tenaga pendorong
alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoir ke
permukaan dengan tenaganya sendiri. Kemampuan dari formasi untuk
mengalirkan fluida tersebut akan mengalami penurunan dengan berjalannya waktu
produksi, yang besarnya sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoir.
Parameter yang menyatakan produktivitas formasi adalah Index
Produktivitas (PI) dan Inflow Performance Relationship (IPR).

3.3.1. Index Produktivitas


19

Index Produktivitas (PI) merupakan index yang digunakan untuk


menyatakan kemampuan suatu formasi untuk berproduksi pada suatu beda
tekanan tertentu atau merupakan perbandingan antara laju produksi yang
dihasilkan formasi produktif pada drawdown yang merupakan beda tekanan dasar
sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). Dituliskan dalam
bentuk persamaan secara matematis :
q
PI  ...................................................................................(3-8)
Ps  Pwf

Jarang fluida formasi satu fasa, bila tekanan reservoir di bawah tekanan
bubble point minyak, dimana gas semula larut akan terbebaskan, membuat fluida
menjadi dua fasa. Menurut Muskat, bentuk IPR pada kondisi tersebut
melengkung, sehingga PI menjadi suatu perbandingan antara perubahan laju
produksi dq dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, dPwf.
dq
PI  ..........................................................................................(3-9)
dPwf

Keterangan :
PI = index produktivitas, BPD/psi
Q = laju alir fluida produksi, B/D
Ps = tekanan statik, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi

3.3.2. Inflow Performance Relationship (IPR)


Harga Index Produktifitas (PI) dari persamaan (3-8) dapat dinyatakan
dalam grafik berbentuk kurva IPR berupa garis linier. Jarang fluida berada dalam
kondisi satu fasa, selanjutnya Pwf dibawah Pb dan kondisi yang terjadi setelah itu
dua kondisi yang terjadi setelah itu dua fasa dan untuk membuat kurva IPR
dimana fluida yang mengalir dua fasa, Vogel mengembangkan persamaan hasil
regresi yang sederhana dan mudah pemakaiannya, pada persamaan Vogel ini ada
dua persamaan pada kondisi yang berbeda yaitu pada kondisi Pb dibawah Pwf dan
kondisi Pb diatas Pwf :
Q =PI [Ps – Pwf] ……………………….......…………….…(3-10)
20

q
Qmax = 1  0.2 Pwf   0.8 Pwf   ......................................................(3-11)
2

  Pr   Pr  

3.4. Aliran Fluida Dalam Pipa dan Friction Loss


Aliran fluida dalam pipa dipengaruhi oleh sifat fisika fluida, friction loss
serta gradien tekanan fluida. Sub-bab ini akan membahas pengaruh tersebut
terhadap aliran fluida dalam pipa.

3.4.1. Sifat Fisika Fluida


Sifat fisika fluida (gas, minyak dan air) perlu diketahui karena merupakan
variable utama dalam aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat
fisika fluida yang akan dibahas adalah sifat fisika fluida yang mempengaruhi
perencanaan pompa benam listrik (Electrical Submersible Pump – ESP), yaitu
kelarutan gas dalam minyak (Rs), faktor volume formasi dari gas (Bg) dan
minyak (Bo), viskositas gas (g), minyak (o) dan air (w), faktor deviasi gas (Z)
serta spesific gravity fluida (SG).
Sifat fisika tersebut dinyatakan sebagai fungsi dari tekanan, untuk suatu
temperatur tertentu dan dapat diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium
terhadap contoh fluida, baik yang diperoleh dari permukaan maupun dari dasar
sumur. Hasil pengukuran tersebut tidak dapat digunakan untuk perhitungan-
perhitungan secara umum sehingga dikembangkan suatu korelasi-korelasi
perhitungan sifat fisik fluida yang diperoleh dari data laboratorium dan diolah
dengan data statistik.
A. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)
Tekanan yang tinggi dalam system minyak, gas akan terlarut dalam
minyak, dengan demikian harga kelarutan gas meningkat dan sebaliknya apabila
terjadi penurunan tekanan, fasa gas akan terbebaskan dari larutan minyak. Jumlah
gas yang terlarut akan konstan, apabila tekanan mencapai tekanan di atas tekanan
saturasi (Bubble point Pressure-Pb).
21

Jumlah gas yang terlarut pada tekanan dan temperatur tertentu dapat
diperkirakan dengan salah satu korelasi yang ada, misalnya korelasi Trijana
Kartoatmodjo :
1. API  30
Rs = 10-0,9265 (SGgas)0,7060 (T)-0,0392 (P)1,015 ..........................(3-12)
2. API > 30
Rs = 10-0,8348 (SGgas)0,7704 (T)-0,3651 (P)1,1981 ..........................(3-13)
Keterangan :
P = tekanan sembarang, psi
SGgas = spesific gravity gas
T = temperatur, oF

B. Faktor Volume Formasi


Faktor volume formasi diperlukan untuk memperkirakan volume fluida
pada suatu tekanan dan temperatur tertentu. Perubahan volume fluida yang
menyertai perubahan tekanan dan temperatur disebabkan oleh terbebaskannya/
terlarutkannya gas sebagai akibat perubahan tersebut.
a. Faktor Volume Formasi Gas
Faktor volume formasi gas (Bg) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
0.0283 Z T
Bg  (Cuft/SCF) .....................................................(3-14)
P
atau
0,00504 Z T
Bg  (RB/SCF)........................................................(3-15)
P
Keterangan :
Z = faktor deviasi gas
T = temperatur, oR
P = tekanan, psi
b. Faktor Volume Formasi Minyak
Trijana Kartoatmodjo juga membuat korelasi untuk menghitung faktor
volume formasi minyak (Bo), yaitu :
22

Bo = 0.979562 + 0.000106 F 1.50 ....................................................(3-16)


Keterangan :
F = (Rs)0,755 (SGgas / SGminyak)0,5 + 0,45 T ……………………….(3-17)
Bo = faktor volume formasi minyak, res. Bbl/STB
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB

C. Viskositas
Viskositas (kekentalan) merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir.
Harga viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, Harga viskositas
fluida akan mengecil pada temperatur tinggi dan sebaliknya pada temperatur
rendah harga viskositas akan semakin besar (kental).

a. Viskositas Gas (g)


Korelasi viskositas gas dikembangkan oleh Lee, dengan persamaan
sebagai berikut :
g = KX 10-4 EXP ( X DgY )...............................................................(3-18)
Keterangan :

K =
 9,4  0,02M T 1.5
209  19 M  T
X = 3,5 + (986/T) + 0,01M
Y = 2,4 – 0,2 X
M = berat molekul gas
Dg = densitas gas, gr/cc
0,0433  g P
=
ZT

T = temperatur, oR

b. Viskositas Minyak (o )


Beggs and Robinson membuat suatu korelasi yang digunakan untuk
menghitung viskositas minyak, yaitu :
23

P  Pb, digunakan :
o = A (od)B .....................................................................................(3-19)
P > Pb, digunakan :
o = ob (P/Pb)m ...............................................................................(3-20)
Keterangan :
A = 10.715 (Rs + 100)-0.515
B = 5.44 (Rs + 150)-0.338
od = 10X – 1
X = Y T-1.163
Y = 10Z
Z = 3.0324 – 0.02023 (oAPI)
T = temperatur, oF
M = 2.6 P1.187 x 10(-0.000039 P – 5.0)

c. Viskositas Air (w)


Beggs and Brill membuat korelasi perhitungan viskositas air yang
dipengaruhi temperatur, yaitu :
w = EXP (1.003 – 1.479 x 10-2 T + 1.982 x 10-5 (T2).....................(3-21)
Keterangan :
T = temperatur, oF
w = viskositas air, cp

D. Faktor Deviasi Gas


Salah satu korelasi yang digunakan dalam perhitungan faktor deviasi gas
(Z), yaitu korelasi Standing dan Katz.
Z = A + (1-A)EXP(-E) + F (Pr)G.....................................................(3-22)

Keterangan :
Tc = 328 + 310 (  g - 0.5) dan Tr = (T/Tc)
Pc = 677 - 47 (  g - 0.5) dan Pr = (P/Pc)
 g = spesific gravity gas
24

A = 1.39 ( Tr – 0.92)0.5 – 0.36 Tr – 0.101


B = (0.62 – 0.23 Tr) Pr
 0.066 
C =   0.037 (Pr) 2
 Tr  0.86 

 0.32  6
D =  9 (Tr 1) (Pr)
 10 
E = B+C+D
F = [0.132 – 0.32 Log (Tr)]
2
G = 10 0.3106  0.49Tr  0.1824Tr

E. Spesific Gravity Fluida


Spesific Gravity Fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluida
tersebut dengan fluida lain pada keadaan standart (14.7 psi, 60 oF). Perhitungan
besarnya SG fluida tertentu, dengan cara air biasanya diambil sebagai patokan
densitas sebesar 62.40 lb/cuft, sehingga spesific gravity secara matematis ditulis
dengan persamaan :

SG f  ...................................................................................(3-23)
62.40
Spesific gravity minyak dalam teknik perminyakan sering dinyatakan
dengan oAPI, dengan persamaan :
141.5
SGo  .....................................................................(3-24)
131.5  O API
Besarnya spesific gravity untuk fluida campuran, dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :
n
Ci.SGi
SG f   .............................................................................(3-25)
i 1 100
Keterangan :
 = densitas fluida, gr/cc atau lb/cuft
m = berat fluida, gr atau lb
A = luasan, cm2 atau ft2
o
API = derajad API
SGf = spesific gravity fluida
25

Ci = konsentrasi (%) komponen ke-i dalam sistem


SGi = spesific gravity ke-i

3.4.2. Friction Loss


Persamaan gradien tekanan yang digunakan untuk setiap fluida yang
mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu dinyatakan dengan tiga komponen,
yaitu adanya perubahan energi potensial (elevasi), adanya gesekan pada dinding
pipa dan adanya perubahan energi kinetik.
 dP   dP   dP   dP 
 dL    dL    dL    dL  (3-26)
    el   f   acc

 dP  g fV 2 VdP

 dL  g  sin    .......................................................(3-27)
  c 2 gcd g c dL

Keterangan :
 = densitas fluida, lb/cuft
V = kecepatan aliran, ft/dt
F = faktor gesekan
d = diameter dalam pipa, inchi
 = sudut kemiringan pipa
g = percepatan gravitasi, ft/dt2
gc = faktor konversi
Fluida mengalir di dalam pipa maka akan mengalami tegangan geser
(shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya
yang sering di sebut dengan friction loss. Darcy dan Weisbah’s menghitung
kehilangan energy karena gesekan dengan persamaan :
L.v 2
h  f ......................................................................................(3-28)
d .2 g

Keterangan :
h = friction loss, ft
f = friction factor
L = panjang pipa, ft
26

v = kecepatan aliran rata-rata dalam pipa, ft/s


g = percepatan gravitasi, ft/s2
Willian-Hazen membuat suatu persamaan empiris untuk friction loss (hf)
berdasarkan persamaan di atas, yaitu :

100 
1,85
  Q / 34.3 1,85 
hf  2,0830   4 ,8655  .................................................(3-29)
 C   ID 

Keterangan :
hf = feet friction loss per 1000 feet.
C = konstanta dari bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa.
Q = laju produksi, bpd
ID = diameter dalam pipa, inchi
Willian-Hazen membuat grafik friction loss berdasarkan persamaan
tersebut, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.13.
27

Gambar 3.13.
Grafik Friction Loss William-Hazen.5)

3.5. Pompa Benam Listrik (Electrical Submersible Pump - ESP)

Pompa benam listrik pada dasarnya adalah merupakan pompa sentrifugal


bertingkat banyak (multi stage) dan masing-masing tingkat terdiri dari impeller
dan diffuser yang dimasukkan ke dalam rumah pompa. Keseluruhan dari pompa
dan motornya ditenggelamkan ke dalam cairan, disambung dengan tubing dan
motornya dihubungkan dengan kabel ke permukaan yaitu dengan switchboard dan
transformator. Kabel tersebut diklem di tubing pada jarak 15 hingga 20 ft. Listrik
bisa antara 220–2400 volts tergantung dari unitnya. Pompa ini dapat
memproduksi minyak atau air antara 300 bdp - 60000 bpd (pada 10” – 3/4” OD
casing) dan kedalamannya ada yang sampai 15000 ft. Ukuran motornya bisa dari
1 – 700 HP dan ini lebih besar dari alat pompa manapun.

Pompa sentrifugal terdiri dari impeller (bagian yang berputar) dan diffuser
(bagian yang diam) pada setiap tingkatnya yang terbuat dari nikel sedangkan
poros pompa terbuat dari monel. Impeller dipasang pada poros tegak dari pompa
yang berputar pada bushing. Hubungan antara poros pompa dan poros protektor
dilakukan dengan perantara coupling. Jumlah tingkat pompa tergantung pada head
pengangkatan. Kapasitas pompa selain ditentukan oleh RPM-nya juga
dipengaruhi oleh besarnya diameter impeller, hal ini terbatas oleh casing maka
diperlukan tingkat pompa yang banyak. Tenaga dalam bentuk tekanan didapat dari
cairan yang dipompakan disekitar impeller. Gerakan berputar impeller
mengakibatkan cairan ikut berputar, yaitu arah radial (akibat dari gaya sentrifugal)
dan arah tangensial.

Metoda pengangkatan fluida dengan pompa benam listrik (ESP)


digunakan untuk industri minyak, baik untuk sumur produksi maupun untuk
sumur injeksi (secondary recorvary) dan untuk saat ini banyak dipakai terutama
28

pada sumur-sumur produksi di lepas pantai karena pompa benam listrik dianggap
sebagai metoda yang effesien dan effektif untuk sumur yang mempunyai indeks
produktifitas (PI) besar, sumur yang dalam, serta sumur-sumur miring.

3.5.1. Prinsip Kerja Pompa Benam Listrik


Prinsip kerja pompa benam listrik adalah berdasarkan pada prinsip kerja
pompa sentrifugal dengan sumbu putarnya tegak lurus, setiap stage terdiri dari
impeller dan diffuser, yang dalam operasinya fluida diarahkan ke dasar impeller
dengan arah tegak Gerak putar diberikan pada cairan oleh susu-sudu impeller.
Gaya sentrifugal fluida menyebabkan aliran radial dan cairan meninggalkan
impeller dengan kecepatan tinggi dan diarahkan kembali ke impeller berikutnya
oleh diffuser. Cairan yang ditampung dalam rumah pompa kemudian
dievaluasikan melalui diffuser, sebagian tenaga kinetik dirubah menjadi tenaga
potensial berupa tekanan, karena cairan dilempar ke luar, maka terjadi proses
penghisapan.

3.5.2. Peralatan Pompa Benam Listrik


Peralatan pompa benam listrik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Peralatan di atas permukaan.
2. Peralatan di bawah permukaan.
Gambar 3.8. memperlihatkan secara lengkap peralatan di atas dan di
bawah permukaan dari pompa benam listrik.
29

Gambar 3.14.
Susunan Lengkap Peralatan Pompa Benam Listrik 8)
3.5.2.1.Peralatan di Atas Permukaan
Peralatan di atas permukaan meliputi wellhead, junction box, switchboard,
dan transformer.

1. Wellhead
Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus
yang mempunyai lubang untuk cable pack-off atau penetrator. Cable pack-off ini
biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi.
30

Tubing hanger dilengkapi juga dengan lubang untuk hidraulic control line,
yaitu saluran cairan hidraulik untuk menekan subsurface ball valve agar terbuka.
Gambar 3.15 memperlihatkan tubing hanger dengan cable pack-off.
Wellhead juga harus dilengkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada
lubang untuk kabel dan tulang. Wellhead didesain untuk tahan terhadap tekanan
500 psi sampai 3000 psi.

Gambar 3.15.
Cable Pack-Off pada Tubing Hanger.8)
2. Junction Box
Junction box (Gambar 3.16) ditempatkan diantara kepala sumur dan
switchboard untuk alasan keamanan. Gas dapat mengalir keatas melalui kabel dan
naik ke permukaan menuju switchboard, yang bisa menyebabkan terjadinya
kebakaran. Fungsi dari junction box ini adalah untuk mengeluarkan gas yang naik
ke atas tadi. Juction box biasanya 15 ft (minimum) dari kepala sumur dan
normalnya berada diantara 2 sampai 3 ft di atas permukaan tanah.
Fungsi dari junction box antara lain :
 Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi ke
permukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfer.
 Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan kabel dari
swichboard.
31

 Mempermudah pekerjaan operator apabila akan merubah arah putaran


motor

3. Switchboard
Switchboard (Gambar 3.17) adalah panel kontrol kerja di permukaan saat
pompa bekerja yang dilengkapi dengan motor controller, overload dan underload
protection serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara
manual ataupun otomatis apabila terjadi penyimpangan. Switchboard ini dapat
digunakan untuk tegangan dari 440 volt sampai 4800 volt
Fungsi utama dari switchboard adalah untuk mengontrol kemungkinan
terjadinya downhole problem seperti overload atau underload current.
1. Auto restart setelah underload pada kondisi intermittent well.
2. Mendeteksi unbalance voltage.
Switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart yang berfungsi
untuk mencatat arus motor versus waktu ketika motor bekerja.

Gambar 3.16.
32

Junction Box.8)

3. Transformer
Transformer (Gambar 3.17) merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa
untuk menaikan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang
dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Core maupun coil direndam
dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan
akansebanding dengan jumlah lilitan kawatnya. Biasanya tegangan input
transformer diberikan tinggi agar didapat ampere yang rendah pada jalur
transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan
input yang tinggi akan diturunkan dengan menggunakan step-down tranformator
sampai dengan tegangan yang dibutuhkan oleh motor.
33

Gambar 3.17.
Switchboard dan Transformator8)
34

3.5.2.2.Peralatan Bawah Permukaan


Peralatan di bawah permukaan dari pompa benam listrik terdiri atas
pressure sensing instruments, electric motor, protector, intake, pump unit dan
electric cable serta alat penunjang lainnya.

1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)


PSI atau Pressure Sensing (Gambar 3.18) Instrument adalah suatu alat
yang mencatat tekanan dan temperatur dalam sumur. PSI Unit mempunyai 2
komponen pokok, yaitu :
a. PSI Down Hole Unit
Dipasang di bawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini
dihubungkan pada Wye dari Electric Motor yang seolah-olah merupakan
bagian dari Motor tersebut.
b. PSI Surface Readout
Bagian dari system yang mengontrol kerja Down Hole Unit serta
menampakkan (Display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit.

Gambar 3.18.
Pressure Sensing Instrument.14)

2. Electric Motor
35

Electric motor (Gambar 3.19) pada pompa benam listrik adalah motor
induksi sinkron dua kutub, tiga-fasa berbentuk sangkar (two-pole, three-phase,
squirrel cage, induction-type electric motor) yang mempunyai kecepatan 3500
rpm pada 60 Hz dan 2915 rpm pada 50 Hz (motor reda yang lama 3450 rpm,
sedang yang baru 3500 rpm, Centrilift 3475 rpm dan ODI 3500 rpm). Ruang
motor ini diisi dengan minyak oli yang dielectric (tidak menghatarkan arus listrik
seperti oli pada beberapa transformator). Minyak ini digunakan untuk pelumas,
pendinginan dan juga anti karat.
Minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang biasanya
sudah ditentukan oleh pabrik, yaitu berwarna jernih, tidak mengandung bahan
kimia, dielectric strength tinggi, lubricant dan tahan panas. Minyak yang diisikan
akan mengisi semua celah-celah yang ada dalam motor, yaitu antara rotor dan
stator.
Motor berfungsi untuk menggerakan pompa dengan mengubah tenaga
listrik menjadi tenaga mekanik. Fungsi motor sebagai tenaga penggerak pompa
(prime mover), secara garis besar motor ini dibagi menjadi dua bagian pokok,
yaitu :
1. Rotor (gulungan kabel halus yang berputar)
2. Stator (gulungan kabel halus yang stasioner dan menempel pada badan
motor)
Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran
pada rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada ditengahnya
akan ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan akan ikut berputar
pula (poros pompa, intake dan protector).
Diameter motor terbatas untuk ukuran casing tertentu, maka untuk
mendapatkan daya kuda yang cukup, motor dibuat panjang dan kadang-kadang
dibuat double (tandem). Pendinginan dilakukan oleh fluida yang mengalir di
dinding luarnya, maka pada instalansinya motor harus dipasang diatas perporasi,
kalaupun terpaksa di bawah perforasi, ditambahkan jacket (shround) di luar
pompa agar flluida sumur mengalir ke bawah sebelum naik ke pompa (setelah
melewati motor). Gambar 3.20 menunjukkan penggunaan jacket ini. Tabel III-2.
36

menunjukkan macam-macam harga daya kuda motor maksimum untuk ukuran


casing tertentu.

Gambar 3.19.
Motor Pompa Benam Listrik.12)
37

Gambar 3.20.
Aplikasi ESP pada Kondisi Normal dan Shrouded5)

Tabel III-1.
HP Motor Maksimum dan casing5)

OD Casing Max. Single Motor Multiple Motor


inch HP HP
4 -1/2 25,5 127,5
5 -1/2 120 240
6 -5/8 – 7 225 600
8 -5/8 260 720

3. Protector
Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau
Equalizer (ODI). Protector mempunyai empat fungsi utama, yaitu :
38

1. Melindungi tekanan dalam motor dan tekanan di annulus.


2. Menyekat masuknya fluida sumur ke dalam motor.
3. Tempat duduknya thrust bearing (yang mempunyai bantalan axial dari jenis
marine type) untuk merendam gaya axial yang ditimbulkan oleh pompa.
4. Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor
sebagai akibat dari perubahan temperatur dari motor pada saat bekerja dan
saat dimatikan.
Protektor mempunyai dua macam type, yaitu :
1. Positive Seal atau Modular Type Protector.
1. Labyrinth Type Protector (Gambar 3.21)
Sumur-sumur miring dengan temperature > 300 °F disarankan
menggunakan protektor dari jenis positive seal atau modular type protektor.
39

Gambar 3.21.
Jenis Labyrinth Type Protector. 12)

4. Intake
Intake (Gambar 3.22) dipasang di bawah pompa dengan cara
menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake merupakan saluran
masuknya fluida dari dasar sumur ke pompa menuju permukaan. Intake ada yang
dipasang menjadi satu dengan housing pompa (intregrated) untuk jenis-jenis
tertentu , tetapi ada juga yang berdiri sendiri.

Jenis-jenis intake yang sering dipakai, yaitu :


40

 Standart Intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas
yang masuk pada intake harus kurang dari 10 % sampai dengan 15 % dari
total volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke
pompa dan di bagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk
menyaring partikel masuk ke intake sebelum masuk kedalam pompa.
 Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90 %, dan
biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas Separator
jenis ini tidak direkomendasi untuk dipasang pada sumur-sumur yang
abrasive.
 Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator, yang
dipakai untuk memisahkan gas hingga 20 % dari fluidanya.

5. Pump Unit
Unit pompa (Gambar 3.23) merupakan Multistages Centrifugal Pump,
yang terdiri dari: impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa).
Housing pompa mempunyai sejumlah stage, tiap stage terdiri dari satu impeller
dan satu diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi
langsung dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Pemasangannya bisa
menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang
dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller
merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam.
Seluruh stage disusun secara vertikal, masing-masing stage dipasang tegak lurus
pada poros pompa yang berputar pada housing.
41

Gambar 3.22.
Jenis Rotary Gas Separator.11)

Prinsip kerja pompa ini, yaitu fluida yang masuk ke dalam pompa melalui
intake akan diterima oleh stage paling bawah dari pompa, impeller akan
mendorongnya masuk, sebagai akibat proses centrifugal maka fluida tersebut akan
terlempar keluar dan diterima oleh diffuser. Tenaga kinetis (velocity) fluida akan
diubah menjadi tenaga potensial (tekanan) oleh diffuser, dan diarahkan ke stage
selanjutnya. Fluida memiliki energi yang semakin besar pada proses tersebut,
dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian tersebut terjadi terus-menerus
sehingga tekanan head pompa berbanding linier dengan jumlah stages, artinya
42

semakin banyak stage yang dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa
untuk mengangkat fluida.

Gambar 3.23.

Unit Pompa Benam Listrik.11)


6. Electric Cable
Kabel (Gambar 3.24) yang dipakai adalah jenis tiga konduktor. Fungsi
utama dari kabel tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari
switchboard sampai ke motor di dalam sumur. Kabel harus tahan terhadap
tegangan tinggi, temperatur, tekanan migrasi gas dan tahan terhadap resapan
cairan dari sumur. Kabel harus mempunyai isolasi dan sarung yang baik.
Bagian dari kabel biasanya terdiri dari :
43

1. Konduktor (Conductor)
2. Isolasi (Insulation)
3. Sarung (sheath)
4. Jaket
Dua jenis kabel yang biasa dipakai yaitu : round dan flat cable. Jenis round
cable dibagian luar sarungnya dibungkus lagi dengan karet (rubber jacket).
Biasanya kabel jenis round ini memiliki ketahanan yang lebih lama daripada jenis
flat cable, tetapi memerlukan ruang penempatan yang lebih besar.
Dua jenis kabel yang biasa dipakai di lapangan, yaitu :
1. Low Temperature
Disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan maximum 200
°F.
2. High Temperature Cable
Disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur yang
cukup tinggi sampai mencapai mencapai 400 °F.
Sumur bersuhu tinggi (lebih 250 °F) perlu dipasang epoxy untuk
melindungi kabel, O-ring dan seal.

Gambar 3.24.
44

Jenis Flat Cable dan Round Cable.13)

7. Check Valve
Check valve biasanya dipasang pada tubing (2–3 joint) di atas pompa.
Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Kebocoran fluida
dari tubing (kehilangan fluida) melalui pompa akan terjadi jika check valve tidak
dipasang maka dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas,
sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah
dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Umumnya check valve
digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida sewaktu pompa mati dan
mencegah supaya fluida tidak turun ke bawah.

8. Bleeder Valve
Bleeder valve dipasang satu joint di atas check valve, mempunyai fungsi
mencegah minyak keluar pada saat tubing dicabut. Fluida akan keluar melalui
bleeder valve.

9. Centralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau
selalu ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel
karena gesekan dapat dicegah.

3.5.3. Dasar-dasar Perhitungan Pompa Benam Listrik


3.5.3.1. Total Dynamic Head (TDH)
Total Dynamic Head adalah suatu istilah dalam dunia pompa yang
menyatakan total pressure dimana pompa bekerja, dinyatakan sebagai head
(ketinggian kolom cairan, ft). TDH juga dapat dinyatakan sebagai perbedaan
tekanan (pressure differential) sepanjang pompa (outlet-inlet), atau sebagai kerja
yang dilakukan oleh pompa pada cairan untuk menaikan energi dari tingkat
tertentu ke tingkat lainnya.
45

Energi di segala titik adalah jumlah pressure head, elevation head dan
velocity head (tekanan, ketinggian dan kecepatan). Pressure head adalah head
yang berhubungan dengan tekanan di suatu titik tertentu. Elevation Head adalah
ketinggian di atas suatu datum yang ditentukan. Velocity head adalah head
ekivalen dimana cairan akan jatuh pada kecepatan yang sama. Faktor-faktor yang
berpengaruh pada TDH dapat dilihat pada Gambar 3.25. di bawah ini.

Gambar 3.25
Faktor-faktor yang Berpengaruh pada TDH 5)

Selisih elevasi inlet dan outlet pompa diabaikan, maka energi pada kedua
titik ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
46

v s2
Es
= Ps +
2g ............................................................................(3-30)
v d2
Ed
= Pd +
2g ..........................................................................(3-31)

Keterangan :
Es = energi pada lubang masuk (suction) pompa
Ps = tekanan pada lubang masuk
v s2
2g =..............kecepatan (dinyatakan dalam head) pada lubang masuk
Ed = energi pada lubang keluar (discharge) pompa
Pd = tekanan pada lubang keluar
v d2
2g = kecepatan (dinyatakan dalam head) pada lubang keluar.
TDH adalah selesih energi antara kedua titik keluar dan masuk, jadi :
TDH = E - Es ..............................................................................(3-32)
d

atau :
v d2 v s2
TDH = (Pd +
2g ) (Ps + 2g ) ..............................................(3-33)

selanjutnya :
Pt x 2,31
Pd = Z + + Hf ...........................................................(3-34)
SG
dan :
v s2
Ps = Zs 2g He ....................................................................(3-35)

Keterangan :
Z = kedalaman pompa (pump suction depth), ft
Pt = tekanan tubing di permukaan, psi
Hf = kehilangan tekanan karena friksi, ft
47

Zs = kedalaman tenggelamnya pompa, ft


He = kehilangan tekanan waktu di lubang masuk, ft.
Persamaan di atas disubsitusikan, maka :
v d2 v s2 v s2
Pt x 2,31
TDH = (Z + SG + H f ) + 2g (Zs 2g He) 2g

v d2
Pt x 2,31
= (Z Zs) + SG + Hf + 2 g + He

v d2
Pt x 2,31
= Zfl + SG + Hf + 2g + He ………………………. (3-36)

Keterangan :
Zfl = kedalaman dari permukaan fluida dianulus pada saat sumur
sedang berproduksi (producing fluid level), ft.
Kedua term yang terakhir pada persamaan ini dapat diabaikan.
Kebanyakan ESP mempunyai kecepatan fluida di bawah 10 ft/sec dan cukup
ruang untuk masuknya fluida, jadi :
Pt x 2,31
TDH = Zfl + + Hf ................................................(3-37)
SG
atau :
Pt
TDH = Zfl + + Hf ..........................................................(3-38)
Gf
Keterangan :
Gf = gradien tekanan fluida, psi/ft.

3.5.3.2. Daya Kuda (Horse Power) dan Effisiensi


TDH dan laju produksi diketahui, maka hydraulic horse power dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
qxTDHxSG
HHP = ……………………………………………....(3-39)
C
Keterangan :
HHP = hydraulic horse power yang diberikan oleh pompa , hp
48

C = faktor konversi (135770 jika q dalam BPD,TDH dalam ft, dan


6580 jika q dalam m3/hari, TDH dalam m).
Input brake horse power dari permukaan ke pompa dapat dinyatakan
dengan menggunakan term koreksi dengan effisiensi pompa, motor dan
kehilangan tekanan di kabel (effesiensi kabel), jadi :
HHP
BHP = 
.………………………………………………….....(3-

40)
Keterangan :
 = effesiensi total, %
BHP = brake horse power, hp

atau :
HHP
BHP = Fff Pompa xEff Motor xEff Kabel
.………………………………….. (3-

41)

Umumnya
Effisiensi pompa = 55 - 75 %
Effesiensi motor = 85 %
Effesiensi kabel = 90 – 95 %
Effesiensi tersebut pada pompa menggambarkan terjadinya kehilangan
tekanan friksi fluida pada impeller dan diffuser, pada lubang masuk, pusaran,
belokan, separasi dan tercampur, selain itu juga kehilangan pada sela-sela
(clearance) impeller/diffuser/asnya, serta kehilangan mekanis di bearing-nya
(thrust bearing).

3.5.3.3. Pump Setting Depth


Suatu batasan umum untuk menentukan letak kedalaman pompa dalam
suatu sumur adalah bahwa pompa harus ditenggelamkan di dalam fluida sumur.
Sebelum perhitungan perkiraan Pump Setting Depth dilakukan, terlebih dahulu
49

diketahui parameter yang menentukannya, yaitu Static Fluid Level (SFL) dan
Working Fluid Level (WFL) dimana untuk menentukannya digunakan alat sonolog
atau dengan operasi wireline, bila sumur tersebut tidak menggunakan packer.
Penentuan SFL dan WFL dilakukan dengan pendekatan jika sumur menggunakan
packer.

 Static Fluid Level (SFL, ft)


Sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak ada
aliran, maka tekanan di depan perforasi sama dengan tekanan statik sumur (P s),
sehingga ke dalam permukaan fluida di annulus (SFL, ft) adalah :
 Ps Pc 
SFL  D mid perf     , feet. .................................................... (3-42)
 Gf Gf 

 Working Fluid Level / Operating Fluid Level (WFL, ft).


Sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (bbl/D), dan tekanan
alir dasar sumur adalah Pwf (psi), maka ketinggian (kedalaman bila diukur dari
permukaan) fluida di annulus adalah :
 Pwf Pc 
WFL  Dmid     , feet. ........................................... (3-43)
Gf 
perf
 Gf

Keterangan :
SFL = Statik Fluid Level, ft
WFL = Working Fluid Level, ft.
Ps = Tekanan Statik sumur, psi
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi.
q = Rate produksi, B/D
D = Kedalaman sumur, ft.
Pc = Casing Head Pressure, psi
Gf = Gradient Fluida Sumur, psi/ft.

 Suction Head (Tinggi Hisap)


50

Air akan naik mengikuti torak sampai pada mencapai ketinggian Hs jika di
dalam silinder atau torak yang semula berada di permukaan cairan (dalam bak),
144 x P
Hs  .............................................................................(3-44)

Keterangan :
Hs = suction head, ft
P = tekanan permukaan cairan, psi
 = densitas fluida, lb/cuft

 Kavitasi dan Net Positive Suction Head (NPHS)


Gas yang semula terlarut di dalam cairan terbebaskan jika tekanan absolut
cairan pada suatu titik di dalam pompa berada di bawah tekanan saturasi (Pb)
pada temperatur cairan. Gelembung-gelembung gas ini akan mengalir bersama-
sama dengan cairan sampai pada daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi
dicapai dimana gelembung tadi akan mengecil. Fenomena ini disebut sebagai
“Kavitasi” yang dapat menurunkan effisiensi dan merusak pompa.
Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan, dan apabila
kondisi penghisapan berada di atas tekanan bubble point, maka kavitasi tidak
terjadi. Kondisi minimum yang dikendaki untuk mencegah kavitasi pada suatu
pompa disebut sebagai Net Positive Suction Head (NPHS). NPHS adalah tekanan
absolut di atas tekanan saturasi yang diperlukan untuk menggerakkan fluida
masuk ke lubang impeller.

A. Pump Setting Depth Minimum


Keadaan yang diperlihatkan dalam Gambar 3.26B (posisi minimum)
dalam waktu yang singkat akan terjadi pump-off, oleh karena ketinggian fluida
level di atas pompa relatif sangat kecil atau pendek sehingga gas yang akan
dipompakan. Kondisi ini, pump intake pressure (PIP) akan menjadi kecil. PIP
mencapai harga di bawah tekanan bubble point (Pb), maka akan terjadi penurunan
efficiency volumetric dari pompa (disebabkan terbebasnya gas dari larutan).
Pump Setting Depth (PSDmin) dapat ditulis dengan persamaan :
51

Pb Pc
PSDmin  WFL   , feet. ........................................................(3-45)
Gf Gf

B. Pump Setting Deth Maksimum


Keadaan yang ditunjukkan oleh Gambar 3.26C(pompa pada keadaan
maksimum) juga kedudukan yang kurang menguntungkan, karena dalam keadaan
ini memungkinkan terjadinya overload (pembebanan berlebihan), yaitu
pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu berat. Kedalaman Pump Setting
Depth (PSDmax) dapat didefinisikan :
Pb Pc
PSDmax  D   , feet. .............................................................(3-46)
Gf Gf

C. Pump Setting Depth Optimum.


Kedudukan ini yang paling dikehendaki dalam perencanaan pompa benam
listrik seperti dalam Gambar 3.26D (pompa dalam keadaan optimum). Penentuan
kedalaman pompa yang optimum tadi (agar tidak terjadi pump-off dan overload
serta sesuai dengan kondisi rate yang dikehendaki), maka kapasitas pompa yang
digunakan haruslah sesuai dengan produktivitas formasi dari sumur yang
bersangkutan. Penentuan PSD optimum ini dipengaruhi oleh terbuka dan
tertutupnya casing head yang mana akan mempengaruhi tekanan casing atau
tekanan yang bekerja pada permukaan dari fluida di annulus. Hal ini akan
mempengaruhi besarnya section head dari pompa.
Casing head tertutup, maka :
PIP  Pc
Kedalaman pompa optimum = WFL  ............................ (3-47)
Gf

Casing head terbuka, maka :


PIP  Patm
Kedalaman pompa optimum = WFL  ……………….. .(3-
Gf

48)
52

Gambar 3.26.
Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur9)

3.5.3.4. Karakteristik Kerja Pompa


Kelakuan kerja atau sifat karakteristik kerja pompa ditentukan berdasarkan
tes di pabrik dengan air tawar. Penyajiannya secara grafis dari hasil tes ini disebut
grafik karakteristik (performance atau caracteristic curves). Grafik ini akan
menggambarkan head yang dihasilkan, brake horse power dan effesiensi pompa
terhadap rate produksi. (Gambar 3.27.).
53

Gambar 3.27.
Kurva Kelakuan Pompa benam Listrik14)

A. Head Capacity Curve


Grafik ini menunjukkan hubungan antara TDH dengan rate produksi pada
kecepatan (rpm) konstan. TDH naik, maka rate akan turun dan sebaliknya.
Gambar 3.27. menunjukkan grafik untuk 100 stages, sedangkan untuk 1 stage
hampir sama bentuknya. Pompa yang baru atau masih baik akan berkarakteristik
kerja sepanjang grafik ini. Penyimpangan dapat dikarenakan oleh rusaknya
pompa, interferensi gas atau kebocoran tubing.
Grafik suatu pompa benam listrik akan melalui rate nol seperti pada
Gambar 3.27. Shut-off head atau head pompa benam listrik bekerja dan flowline
valve ditutup , dapat ditentukan (menutup tidak boleh lebih dari satu menit), untuk
ini impeller akan berputar di cairan yang berputar-putar di situ saja dan daya yang
diperlukan untuk melawan periksi di cairan dan bearing berubah menjadi panas.
Besar Shutt-off head tergantung dari diameter impeller dan rpm, untuk banyak
stage maka persamaannya adalah sebagai berikut :
54

2
 DN 
H = S   …………………………………………………..(3-
 1840 

49)
Keterangan :
H = shut-off liquid yang dipompakan, ft
S = jumlah stage (tingkat)
TDH
S = HeadCapacity
…………………………………………(3-

50)
D = diameter impeller, inch
N = putaran pompa, rpm.
Shut-off head yang sebenarnya tergantung dari aliran fluida dalam pompa
dan kemungkinan bocor. Perbedaan antara rumus ini dengan sebenarnya bisa
20%. Bentuk grafik head tergantung dari lebar impeller, bentuknya, jumlah sudu-
sudu impeller dan friksi dalam pompanya. Head capacity suatu suatu pompa
digunakan untuk menghitung jumlah stage pompanya dengan ratio-nya terhadap
TDH sistem. Pompa dengan head yang lebih curam disukai, karena dapat lebih
toleran terhadap kesalahan data-data sumur (°API, GOR dan lain-lain).

B. Horse Power Curve


Grafik brake horse power pada Gambar 3.27. menunjukkan BHP input
yang diperlukan per stage pada tes pabrik. Grafik ini mula-mula naik sedikit
dengan naiknya laju produksi, kemudian turun lagi. Hal ini disebabkan oleh efek
laju produksi lebih besar dari turunnya head, dan pada rate yang besar turunnya
head lebih berpengaruh karena relatif lebih curam. Test pabrik dilakukan dengan
air tawar yang viskositasnya 1 cp (32 SSU) dan SG = 1.

C. Efficiency Curve
Efisiensi pada pompa benam listrik bukannya efisiensi volume pompanya,
melainkan rasiodari output HP pompa dibagi input brake HP. Persamaannya
adalah :
55

 = OutputHPpompa = HHP = qxTDHxSG …………………..(3-


InputBrakeHP BHP CxBHP
51)
Efisiensi (  ) ini sebenarnya adalah gabungan antara hidraulik, volumetrik
dan mekanik. Harga efisiensi maksimum ini biasanya sekitar 55 – 75 %.
Gambar 3.28 menunjukkan effisiensi naik dari nol ke maksimum lalu
turun kembali pada laju produksi maksimum, di sebelah kiri dari titik maksimum,
kehilangan disebabkan oleh kebocoran, friksi pada bearing karena down thrust
(gerak impeller ke bawah) dan friksi antara impeller dan fluida produksi, di
sebelah kanan dari maksimum akan terjadi friksi dalam cairan sendiri dan dinding
impeller/diffuser, tetapi juga up thrust (gerak dorong impeller ke atas, dan as juga
akan ke atas).
Gambar 3.28 menerangkan adanya up thrust dan down thrust. Pada
gambar tersebut impeller menekan ke atas (up thrust) pada laju produksi tinggi
dan menekan ke bawah (down thrust) pada laju produksi rendah, pada daerah
efisiensi tertinggi impeller seakan-akan melayang bebas. Pompa benam listrik
didisain agar bekerja pada daerah dekat efisiensi maksimum, antara lain karena
untuk mengurangi kerusakan bearing pompa akibat up thrust dan down thrust.

3.5.3.5. Prosedur Pendesainan Pompa Benam Listrik


Design pompa benam listrik tidak sesulit desain pompa yang lain, karena
masing-masing komponen sisitem mempunyai banyak ukuran dan penentuan dari
satu komponen dilanjutkan dengan penentuan komponen berikutnya, dan
seterunya. Disain akan agak rumit apabila laju produksi (q) belum ditentukan dan
masih fungsi indek produktivitas (PI) sumur dan TDH.
TDH dan laju produksi menjadi dua faktor yang perlu dicoba-coba (trial
and error) dan akibatnya jenis pompa yang akan dipakai harus dicoba-coba juga.
TDH akan berubah dengan rate karena working (producing) fluid level dan
kehilangan tekanan di tubing merupakan fungsi dari rate.
56

Gambar 3.28.
Kemungkinan Posisi Impeller8)

Langkah-langkah perhitungan evaluasi perencanaan pompa benam listrik


adalah sebagai berikut :
1. Kumpulkan data yang diperlukan, yaitu data sumur (diameter dan panjang
casing, kedalaman dan interval perforasi, diameter dan panjang tubing beserta
coupling/sambungannya), data reservoir (laju produksi, tekanan statik dan alir
sumur, temperatur dasar sumur, GOR,WC, SG minyak air dan gas, dan
viskositas minyak) serta data PVT (tekanan gelembung dan gas terlarut),
selain itu dapatkan data problem produksi, dimana digunakan untuk
mendesain peralatan dari segi bahan materialnya, jika tidak terdapat problem
produksi, maka peralatan tidak perlu dari bahan khusus.
2. Buat kurva IPR sumur yang bersangkutan.
3. Lakukan perhitungan disain pompa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
57

a. Berdasarkan kurva IPR sumur, tentukan laju produksi yang diinginkan dan
baca tekanan alir dasar sumurnya. Tekanan alir yang dihasilkan dari laju
produksi harus lebih besar dari Pb agar gas tidak ikut terpompa, dimana
dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan kerusakan pompa.
b. Hitung gradien tekanan rata-rata fluida produksi.
Gradien tekanan dinyatakan dengan satuan psi/fit, oleh keranan itu gradien
tekanan dapat dicari dengan menggunakan spesific grafity (SG).
SG minyak dan air diketahui, maka SG rata-rata dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
SG = SGo (1 – WC) + SGwWC ……………………………..(3-52)
atau :
(1xSG o )  ( WORxSG w )
SG = ……………………………..(3-53)
1  WOR
Gradient tekanan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Gf = 0,433 x SG ………………………………………….. (3-54)
Mengandung gas, Gf dikurangi sekitar 10 %.
d. Hitung Pump Intake Pressure (PIP) dengan menggunakan persaman
berikut :
PIP = Pwf – Gf x (HS – HPIP)
Keterangan :
PIP = pump intake pressure atau suction pressure, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
HS = kedalaman perforasi,ft
HPIP= kedalaman pompa (pump setting depth),ft.
Harga PIP harus lebih besar dari tekanan gelembung (Pb).
e. Hitung Total Dynamic Head (TDH) dengan menggunakan persamaan (3-
38) dimana komponen-komponen TDH terlebih dahulu harus dihitung
dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :
- Hitung kedalaman produksi/working fluid level (Zfl) dengan
menggunakan persamaan berikut :
58

Pwf
Zfl = HS - …………………………………...... ..(3-
Gf
55)
- Tentukan kehilangan tekanan (Hf) karena friksi sepanjang tubing
dengan menggunakan persamaan (3-37) atau dapat juga menggunakan
Gambar 3.13.
4. Pilih jenis dan ukuran pompa dari katalog perusahaan pompa (misalkan
centerilift). Pompa dipilih jika rate produksi yang diinginkan masuk dalam
kisaran aliran yang sarankan dan menghasilkan efisiensi teoritis tertinggi
untuk laju produksi yang diinginkan. Baca head capacity (CH) dan HP motor
(HPm), selanjutnya hitung jumlah stage (S) dengan membagi TDH dengan
head per stage dari pump performance curve. HHP (Hydraulic House Power)
dengan menggunakan pesamaan (3-39) dan BHP (Brake Horse Power) dengan
menggunakan persamaan (3-40).
5. Pilih jenis motor dengan menggunakan Tabel B-3. yang memenuhi HP pada
langkah 4 di atas, baca harga arus listrik (A) dan tegangan listrik (Vmotor)
yang dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan.
6. Hitung kecepatan alir fluida dengan di annulus motor casing untuk masing-
masing jenis motor dengan menggunakan persamaan berikut :
0,0119 xQt
FV = (ID …………………….(3-
ca sin g )  (OD motor )
2 2

56)
. Keterangan :
FV = flow velocity, ft/detik
Qt = laju produksi total, b/d
IDcasing = diameter dalam casing, inch
ODmotor = diameter luar motor, inch.
Jenis motor dan diameter luar motor (OD m) terkecil yang bisa masuk
dalam diameter dalam casing (IDcasing) dan dapat memberikan kecepatan fluida di
annulus motor casing (FV) lebih besar 1 ft/detik (syarat pendinginan) adalah
pasangan yang harus dipilih.
59

Anda mungkin juga menyukai