Anda di halaman 1dari 15

A.

Penggunaan Hamzah ّ‫إن‬Dalam Bahasa Arab

ّ wajib di baca kasrah apabila lafal sesudah ‫إن‬


Hamzah ‫إن‬ ّ tak dapat dita'wil mashdar, yaitu
berada disebelas tempat:1[3]
ّ
1. ‫إن‬berada di awal kalimat, baik secara hakiki maupun hukmi.
Contoh:
- Hakiki

 ‫ا أنزلنه ﰲ اليلة القدر‬


Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadr:
1)
- Hukmi

          
Artinya:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62).
ّ berada sesudah huruf-huruf berikut ini:2[4]
Apabila ‫إن‬
a. Huruf tanbih (peringatan) seperti َ‫(اَﻻ‬Ingatlah).
b. Huruf iftihah (permulaan) seperti َ‫اَﻻ‬dan ‫(ا َ ﱠما‬adapun).
c. Huruf tahdhidh (dorongan) seperti ‫( َهﻼﱠ‬sudikah, maukah).
d. Huruf rad’ (larangan) seperti ‫( ﻧَﻌَ ْﻢ‬ya) dan ‫( َﻻ‬tidak).
Maka hamzahnya wajib dibaca kasrah, karena ّ masih dihukumi berada dipermulaan
‫إن‬
ّ wajib dibaca kasrah apabila berada sesudah ‫حتى ( حتى البتداثية‬
kalimat. Begitu pula hamzah ‫إن‬
permulaan) dan jumlah ‫ايتداثية‬atau ‫(استئنا فية‬permulaan).
Misalnya:
Lafal Arti
‫ض زَ ْيدٌ َحتﱠى اﻧّهﻢ ﻻيرجوﻧه‬
َ ‫َم ِر‬ Zaid sakit sehingga mereka tidak mengharapnya.
Dan sedikit hartanya, hingga mereka tidak
‫َوقَ ﱠل َمالُهُ َحتﱠى اﻧِّهﻢ ﻻيك ّلموﻧه‬
membicarakannya.
ّ
2. ‫إن‬berada sesudah lafal ‫(حيت‬di mana).
Misalnya:
‫س حيث ا ِّن الﻌلﻢ موجود‬
ْ ‫ اِجْ ِل‬: Duduklah di mana sesungguhnya ilmu berada.
3. ّ
‫إن‬berada sesudah ِ‫(ذْا‬pada waktu).
Misalnya:
‫جئتك اِذْا ﱠِن الشمس تطلع‬ : Saya datang kepadamu ketika matahari itu terbit.
ّ
4. ‫إن‬berada di awal jumlah yang menjadi ‫صلة الموصول‬
Contohnya:3[5]
- ‫ جاءالذى اﻧه مجتهد‬: Telah datang orang yang bersungguh-sungguh.
- Firman Allah SWT:

           . . .

Artinya:

“. . . dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya


sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat . . .” (QS. Al-Qashash: 76).

ّ adalah sebagai jawab terhadap qasam.


5. Lafal yang berada sesudah ‫إن‬

Contoh:

‫ ﷲ ان الﻌلﻢ ﻧور و‬: Demi Allah sesungguhnya ilmu bagaikan cahaya.

- Firman Allah SWT:

        

Artinya:
“Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul.” (QS.
Yasin: 1-3).

ّ
6. ‫إن‬berada َ . Seperti firman Allah SWT:
sesudah lafal yang musytaq dari ‫قول‬yang tidak bermakna ‫ظ ﱠن‬

   

Artinya:

“Perkara Isa : Sesungguhnya aku ini hamba Allah. (QS. Maryam: 30)

َ , maka ‫إن‬
Dan apabila bermakna ‫ظ ﱠن‬ ّ yang berada sesudahnya wajib dibaca fathah hamzahnya,
ّ dita’wil mashdar menjadi‫مفول به‬
karena lafal sesudah ‫إن‬

Contoh:

Lafaz Ta’wil Arti


‫اﻧظن اﻧه يفﻌله؟‬ Apakah kamu menduga bahwa
‫اَتَقُو ٌل اَ ﱠن َعبدَﷲِ َي ْف َﻌ ُل هَذا؟‬
Abdullah mengerjakan ini
ّ wajib dibaca kasrah apabila ‫إن‬
7. Hamzah ‫إن‬ ّ dan lafal sesudahnya berstatus sebagai hal (‫)حال‬.
Misalnya:4[6]

- ّ ُ‫(جئت‬Saya datang diwaktu matahari terbenam).


ُ‫وان الشمس ﻧغرب‬

- Firman Allah SWT:

           

Artinya:

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal


sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. (QS. Al-Anfal: 5)

ّ bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai ‫صفة‬terhadap lafal sebelumnya.


8. Apabila ‫إن‬

Misalnya:
‫(جاءرج ٌل اﻧه فاضل‬Datang seorang laki-laki yang mulia).

ّ
9. ‫إن‬berada dipermulaan jumlah yang menjadi pemula (‫)استئنافية‬. Seperti lafal: ‫فﻼن أتى اسأت اليه اﻧّه‬
ّ ‫ع ُﻢ‬
ُ ‫ير‬
‫(لكاذب‬Si anu mengira bahwa sesungguhnya saya berbuat jelek kepadanya. Sesungguhnya dia
adalah berbohong).

ّ lam ibtida (‫)ﻻم اﻻبتدائية‬


10. Apabila ‫ﺧبر‬nya ‫إن‬

Misalnya:

- ‫(علت اﻧك لمجتهد‬Saya mengerti sesungguhnya kamu benar-benar orang-orang yang tekun).

- Firman Allah SWT:

         

Artinya:

“. . . Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar rasul-Nya dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. Al-
Munafiqun: 1)

11. ّ
‫إن‬bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai ‫ ﺧبر‬dari isi ‘ain ‫اسﻢ عين‬

Misalnya:

- ‫(ﺧلي ٌل اﻧه كري ٌﻢ‬Khalid itu sesungguhnya orang yang mulia).

- Firman Allah SWT:

              



Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shoobin, orang-


orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang Musyrik, Allah akan member keputusan di
antara mereka pada hari kiamat . . .”. (QS. Al-Hajj: 17)
B. Penggunaan Hamzah ّ‫ اَن‬Dalam Bahasa Arab

Hamzah ‫ ا َ ﱠن‬wajib di baca fathah apabila lafal sesudah ‫ ا َ ﱠن‬wajib dita’wil dengan mashdar
marfu’, mashdar manshub atau dengan mashdar majrur. Yaitu berada disebelas tempat:
1. Yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar marfu’ ada 5 tempat
yaitu:5[7]

a. Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya menempati tempat ‫فاعل‬.

Misalnya:

- ٌ ‫(بلغنى اﻧك مجتهد‬Telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya kamu orang yang rajin).

Taqdirnya : ‫(بَلغَنِى اِجْ ت َ َهاد ٌك‬Telah sampai kepadaku akan kerajinanmu).

- Firman Allah SWT:

    

Artinya:

“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Qur’an) . . .”. (QS. Al-Ankabut: 51).

Termasuk hamzahnya ‫ا َ ﱠن‬wajib dibaca fathah ialah ketika ‫ا َ ﱠن‬berada sesudah ‫ َل ْو‬dan ‫ َمامصدرية‬. Karena
lafal sesudah ‫ا َ ﱠن‬dita’wil dengan mashdar marfu’ yang berkedudukan sebagai ‫فَا ِع ْل‬dari ‫فﻌل‬yang
dibuang, yakni َ‫(ث َ َبت‬tetap).

Contoh:

- ‫ لَ ْو‬: ‫(لَ ْواﻧك اجتهدتلكان ﺧيرالك‬Seandainya kamu sungguh rajin maka sungguh kerajinan itu lebih
baik bagimu).

Taqdirnya: ‫لوثبت اجتهادك‬

- Firman Allah SWT:


         

Artinya:

“Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala),
dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah: 103).

Huruf lam pada lafal ‫لمﺜوبة‬adalah lam jawab, dan jumlah sesudahnya menjadi jawabnya ‫لو‬.

- ‫ما‬Mashdarnya zharfiyah:

ُ ‫(ﻻُاَك َِلّ ُمكَ َما ِاﻧﱠكَ َك‬Saya


‫سو ٌل‬ َ tak berbicara kepadamu selagi kamu masih malas).

Taqdirnya: ‫ماثبث كسلك‬

Ucapan mereka : ‫(ﻻاكلمه ماان حراءمكاﻧه‬Saya tak berbicara kepadanya selagi Hara’ (gunung di Mekah)
masih menjadi tempatnya).

b. Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya menempati tempatnya ‫ﻧائب الفاعل‬.

Misalnya:

- ‫منصرف‬
ٌ ‫(علﻢ اﻧك‬Sudah diketahui bahwa sesungguhnya kamu orang yang sedang pergi).

Taqdirnya: ‫علﻢ اﻧصرافك‬

- Firman Allah SWT:

       

Artinya:

“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya, telah mendengarkan


sekumpulan Jin (akan Al-Qur’an) . . .” (QS. Al-Jin: 1).

c. Apabila ‫ا َ ّن‬dan lafal sesudahnya menempati tempat ‫مبتداء‬.

Contoh:

ٌ
- ٌ ‫(حسن اﻧك مجتهد‬Adalah baik bahwasanya kamu tekun)
Taqdirnya : ‫حسن اجتهادك‬

(lafal ‫حسن‬sebagai ‫ﺧيرمقدّم‬dan ‫اجتهادك‬sebagai ‫)مبتداءمؤ ّﺧر‬.

- Firman Allah SWT:

     

Artinya:

“Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus . .
.”. (QS. Fushshilat: 39).

(lafal‫ من اياته‬jar wa majrur sebagai ‫ﺧيرمقدّم‬dan lafal sesudah ‫ا ّ ﱠن‬dita’wil mashdar marfu’ menjadi
‫مبتداءمؤﺧر‬.

d. ‫ا ّ ﱠن‬dan lafal sesudahnya menempati tempatnya ‫ﺧبر‬dari isim maknan (‫)اسﻢ مﻌنى‬yang menjadi ‫مبتداء‬
atau ‫اسﻢ‬nya ‫ا ّ ﱠن‬.

Misalnya:

- Mubtada’: ‫(حسبك اﻧك كري ٌﻢ‬Cukup bagimu bahwasanya kamu adalah orang yang mulia).

Taqdirnya: ‫(حسبك كرمك‬Cukup bagimu kemuliaanmu).

- Isimnya : ‫ى اﻧك فاض ٌل‬ ّ (Sesungguhnya menjadi dugaanku bahwasanya kamu orang yang
ّ ‫ان ظن‬
utama).

Taqdirnya: ‫ان طنّى فضلك‬


ّ

Apabila ‫مبتداء‬yang dipasang ‫ﺧبر‬itu berupa isim dzat ‫اسﻢ عين‬, maka hamzahnya ‫ا ّ ﱠن‬wajib dibaca
kasrah sebagaimana contoh-contoh yang sudah lewat. Karena ucapan : ‫(ﺧلي ٌل أﻧهُ كري ٌﻢ‬Khalid adalah
sungguh orang yang mulia) kalau dibaca fathah hamzahnya, maka ta’wilnya : ُ‫(ﺧليل كر ُمه‬Khalidnya
mulianya), maka menjadi tidak sempurna artinya.

e. ‫اّ ﱠن‬dan lafal sesudahnya sebagai ٍ‫(تابعٍ لمرفوع‬isim yang mengikuti kepada isim yang dibaca rafa’)
yang berkedudukan menjadi ‫(مﻌطوف‬isim yang di’athafkan) atau menjadi ‫بدل‬.

Contoh ‘athaf: ‫سنُ ْال ُخلق‬


َ ‫(بلغنى اجتهادُك واﻧك َح‬Telah sampai kepadaku akan kerajinanmu dan bahwanya
kamu adalah orang yang baik akhlaqnya).
Taqdirnya: ‫( بَلَ َغنِ ْى اجْ ِت َهادُكَ وحسن ﺧلقك‬Telah sampai kepadaku akan kerajinanmu dan kebaikan budi
pekertimu).

Contoh badal:

‫(يﻌجبنى سﻌيد ٌاﻧه مجتهد‬Sa’id mengherankan saya bahwasannya ia orang yang rajid)

Taqdirnya: ‫(يﻌجبنى يﻌيداﻧه مجتهد‬Sa’id mengherankan saya akan kerajinannya).

2. ‫ا َ ﱠن‬yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar manshub ada di tiga
tempat, yaitu:6[8]

a. Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudah menjadi ‫مفﻌول به‬.

Contoh:

Lafal Ta’wil Arti


‫علمت اجتهادك‬ Saya mengerti bahwasanya kamu rajin.
ٌ‫علمتُ اﻧك مجتهد‬
“. . . padahal kamu tidak takut
‫وﻻتخافون اﻧكﻢ اشركتﻢ با‬
mempersekutukan Allah.”
Termasuk yang harus dibaca fathah hamzahnya ialah apabila ‫ا َ ﱠن‬berada sesudah lafal yang musytaq
ّ (dugaan) seperti keterangan yang sudah lalu.
dari ‫قول‬yang bermakna ‫ظن‬

b. Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya berfungsi sebagai ‫ ﺧبر‬dari ‫كان‬dan saudara-saudaranya yang ‫اسﻢ‬
nya terdiri dari isim makna (bukan isim dzat).

Misalnya:

‫(كنَ على ايَقينى اﻧك ت َ ْتبع الحق‬Telah menjadi keyakinanku bahwasanya kamu mengikuti kebenaran).

Taqdirnya: ‫(كان على اتباعك الحق‬Adalah pengetahuanku bahwa aku mengikuti kebenaran)

c. ‫ا َ ّن‬dan lafal sesudahnya sebagai ‫(تابع لمنصوب‬isim yang mengikuti kepada isim yang dibaca nasab)
dengan kedudukan sebagai ‘ataf atau sebagai badal.

Contoh:
Sebagai athof (‫)عطﻒ‬

- ‫(علمتُ بجيئَك َواَ ﱠﻧكَ منصرف‬Saya mengetahui kedatanganku dan bahwasanya kamu pergi).

Taqdirnya: ‫(علمت مجيئك واﻧصرافك‬Saya mengetahui kedatangan dan kepergianmu).

- Firman Allah SWT:

         

Artinya:

“Hai Bani Isra’il, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah
pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS. Al-Baqarah: 47).

Taqdirnya: ‫اذكرواﻧﻌمتي عليكﻢ وتفضيلى ايا ّ كﻢ‬

- ِ ُ‫سنُ ال ُخل‬
Sebagai badal (‫)بدل‬: ‫ق‬ َ ‫(اﺧترمتُ ﺧالداﻧه َح‬Saya menghormati Khalid, sesungguhnya dia bagus
budi pekertinya).

Ta’willnya: ‫(اِحْ ت ََر ْمتُ ﺧَا ِلدًا حسنَ ﺧلقه‬Saya menghormati Khalid, yakni kebaikan akhlaqnya).

Mashdar muawwal menjadi ‫بدل اﻻشتمال‬nya lafal ‫ ﺧال‬.

- Firman Allah SWT:

. . .       

Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang
kamu hadapi) adalah untukmu . . .”. (QS. Al-Anfal: 7).

3. ‫ا َ ﱠن‬yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar majrur ada di tiga tempat,
yaitu:

a. Apabila ‫ا َ ﱠن‬berada sesudah huruf jar, maka lafal yang berada setelah ‫ا َ ﱠن‬dita’wil mashdar yang
diajarkan oleh huruf jar tersebut.
Contoh:

- ‫( َعجبتُ من اﻧك ُمهم ٌل‬Saya heran akan malasmu).

Ta’wilnya: َ‫عجبتُ ِم ْن اِ ْه َما لِك‬

- Firman Allah SWT:

. . .     

Artinya:

“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak . . . .” (QS. Al-Hajj: 6).

b. ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya sebagai mudhaf ilaih.

Misalnya:

- ‫( جئت قبل اَ ﱠن اشمس تطال ُع‬Saya sudah datang sebelum matahari terbit).

Taqdirnya : ‫جئت قبل طلو عها‬

- Firman Allah SWT:

      


Artinya:

“. . . sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang
kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyat: 23).

c. ‫ ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya adalah sebagai ‫(تا بع لمجرور‬isim yang mengikuti kepada yang dibaca
majrur), baik selaku ma’thuf (‫)مﻌطوف‬atau badal (‫)بدل‬.

Contoh ma’thu (‫)مﻌطوف‬: ‫(سررت من ادب ﺧليل واﻧه عا قل‬Saya disenangi dengan budi pekerti Khalil dan
bahwasanya yang berakal)

Taqdirnya: ‫(سررت من ادب ﺧليل وعقله‬Saya senang dengan budi pekerti Khalil dan akalnya).

Contoh badal ‫ليد‬

‫(عجبت مته اﻧه مهمل‬Saya heran kepadanya, yakni dia itu orang yang lalai).
Taqdirnya: ‫(عجبتُ منه اهماله‬Saya heran kepadanya yakni akan kelalaiannya).7[9]

BAB III

PENUTUP

Simpulan:

ّ wajib di baca kasrah apabila lafal sesudah ‫إن‬


a. Penggunaan hamzah ‫إن‬ ّ tak dapat dita'wil mashdar,
yaitu berada disebelas tempat:

ّ
1. ‫إن‬berada di awal kalimat, baik secara hakiki maupun hukmi.

ّ
2. ‫إن‬berada sesudah lafal ‫(حيت‬di mana).

ّ
3. ‫إن‬berada sesudah ِ‫(ذْا‬pada waktu).

ّ
4. ‫إن‬berada di awal jumlah yang menjadi ‫صلة الموصول‬

ّ adalah sebagai jawab terhadap qasam.


5. Lafal yang berada sesudah ‫إن‬

ّ
6. ‫إن‬berada َ .
sesudah lafal yang musytaq dari ‫قول‬yang tidak bermakna ‫ظ ﱠن‬

7. Hamzah ‫إ ّن‬wajib dibaca kasrah apabila ‫إن‬


ّ dan lafal sesudahnya berstatus sebagai hal (‫)حال‬.

ّ bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai ‫صفة‬terhadap lafal sebelumnya.


8. Apabila ‫إن‬
ّ
9. ‫إن‬berada dipermulaan jumlah yang menjadi pemula (‫)استئنافية‬.
ّ lam ibtida (‫)ﻻم اﻻبتدائية‬.
10. Apabila ‫ﺧبر‬nya ‫إن‬
ّ
11. ‫إن‬bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai‫ ﺧبر‬dari isi ‘ain ‫اسﻢ عين‬
b. Hamzah ‫ ا َ ﱠن‬wajib di baca fathah apabila lafal sesudah ‫ ا َ ﱠن‬wajib dita’wil dengan mashdar marfu’,
mashdar manshub atau dengan mashdar majrur. Yaitu berada disebelas tempat:

1. Yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar marfu’ ada 5 tempat yaitu:

- Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya menempati tempat ‫فاعل‬.

- Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya menempati tempatnya ‫ﻧائب الفاعل‬.

- Apabila ‫ا َ ّن‬dan lafal sesudahnya menempati tempat ‫مبتداء‬.

- ‫اّ ﱠن‬dan lafal sesudahnya menempati tempatnya ‫ﺧبر‬dari isim maknan (‫)اسﻢ مﻌنى‬yang menjadi ‫مبتداء‬
atau ‫اسﻢ‬nya ‫ا ّ ﱠن‬.

- ‫اّ ﱠن‬dan lafal sesudahnya sebagai ٍ‫(تابعٍ لمرفوع‬isim yang mengikuti kepada isim yang dibaca rafa’)
yang berkedudukan menjadi ‫(مﻌطوف‬isim yang di’athafkan) atau menjadi ‫بدل‬.

2. ‫اَ ﱠن‬yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar manshub ada di tiga
tempat, yaitu:

- Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudah menjadi ‫مفﻌول به‬.

- Apabila ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya berfungsi sebagai ‫ ﺧبر‬dari ‫كان‬dan saudara-saudaranya yang ‫اسﻢ‬
nya terdiri dari isim makna (bukan isim dzat).

- ‫اَ ّن‬dan lafal sesudahnya sebagai ‫(تابع لمنصوب‬isim yang mengikuti kepada isim yang dibaca nasab)
dengan kedudukan sebagai ‘ataf atau sebagai badal.

3. ‫ا َ ﱠن‬yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar majrur ada di tiga tempat,
yaitu:

- Apabila ‫ا َ ﱠن‬berada sesudah huruf jar, maka lafal yang berada setelah ‫ا َ ﱠن‬dita’wil mashdar yang
diajarkan oleh huruf jar tersebut.

- ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya sebagai mudhaf ilaih.

- ‫ا َ ﱠن‬dan lafal sesudahnya adalah sebagai ‫(تا بع لمجرور‬isim yang mengikuti kepada yang dibaca
majrur), baik selaku ma’thuf (‫)مﻌطوف‬atau badal (‫)بدل‬.
Inna dan sejenisnya merupakan salah satu dari sekian awamil yang masuk pada mubtada
dan khabar, dan mengubah kedudukan lafaz dan pengertiannya dari pengertian semula. Oleh
karena itu, awamil tersebut juga dinamakan “nawasikh”, artinya yang menghapus atau
mengubah hukum / pengertian jumlah dari asalnya.
Adapun yang dimaksud inna dan sejenisnya ini adalah enam huruf yang mencakup: ‫إن‬,
‫ أن‬, ‫لﻜﻦ‬, ‫ﻛﺄن‬, ‫ليﺖ‬, ‫لﻌﻞ‬.Keenam jenis huruf tersebut merupakan kelompok kata yang merubah
bunyi mubtada’ yang semula marfu’ menjadi manshub, sekaligus tetap mempertahankan khabar
pada keadaan semula, yaitu marfu’. ( ‫ﻞ ﻗَﺎﺋٌِﻢ‬ ِ ِ
ٌ ‫ ) إ ﱠن َر ُﺟﻼً ﻗَﺎﺋ ٌﻢ → َر ُﺟ‬Jadi, inna dan sejenisnya tersebut
me-nashab-kan isim yang semula mubtada dan me-rafa’-kan khabar yang semula marfu’ oleh
mubtada. Oleh karena itu pula maka isim kalimat yang dimasukinya disebut dengan isim-nya
inna dan khabar kalimat tersebut adalah khabar inna. Jenis dan fungsi inna tersebut secara lebih
rinci dapat dilihat sebagai berikut:
1. ‫ إن‬: Sesungguhnya
2. ‫أن‬ : Sesungguhnya, bahwasanya.
‫ إن‬dan ‫أن‬, keduanya berfungsi sebagai huruf ta’kid (‫)الﺘﺄﻛيد‬, ‫ﺗقﻮﻳة اﳌﻌﲎ ﰲ ذﻫﻦ الﺴﺎﻣﻊ‬,yakni
untuk menguatkan atau meyakinkan, dengan catatan bahwa ‫ إن‬bisa terletak di awal atau di
tengah kalimat, sedangkan ‫ أن‬pasti terletak di tengah kalimat. Contoh: ‫ﻣﺴﻌﻮدا ﻏﲏﱞ‬
ً ‫ إن‬dan
ٌ‫ﻣﺴﻌﻮدا ﻓقﲑ‬
ً ‫ﺑلﻐﲏ أن‬.
3. ‫لﻜﻦ‬ : Akan tetapi, tapi, namun; kata ini berfungsi sebagai istidrak ( ‫)إﺳﺘدراك‬, ‫ﺗﻌقيد الﻜﻼم ﺑﺮﻓﻊ ﻣﺎ‬
‫ﻳﺘﻮﻫﻢ ﺷﺒﻮﺗه او نﻔيه‬,yakni untuk menyusulkan keterangan atau “menyangkal” pernyataan
sebelumnya. Oleh karenanya, pasti ada pernyataan atau kalimat sebelumnya. Contoh: ‫ﻗﺎم ﻋلﻲ‬
‫لﻜﻦ ﻣﺴﻌﻮدأ ﻋﻢ‬.
4. ‫ﻛﺄن‬ : Seolah-olah, seakan-akan; berfungsi sebagai tasybih ( ‫) الﺘﺸﺒيه‬, ‫ﻣﺸﺎرﻛة أﻣﺮ ﻷم ﰲ اﳌﻌﲎ‬, yakni
untuk menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Contoh: ‫ﻳدا اﺳ ٌد‬
ً ‫ﻛﺄن ز‬.
5. ‫ليﺖ‬ : Semoga, kiranya, mudah-mudahan atau barangkali; berfungsi sebagai tamanny ( ‫ ) الﺘﻤﲏ‬, ‫ﻃلﺐ‬
‫ﻣﻼ ﻃﻬﻢ ﻓيه او ﻣﺎ ﻓيه ﻋﺴﺮ‬,yakni untuk mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin atau sulit dicapai.
Contoh: ‫ﻳدا ذﻛﻲ‬
ٌ ً ‫ليﺖ ز‬.
6. ‫لﻌﻞ‬ : Semoga, mudah-mudahan atau agar; berfungsi sebagai tarajjiy atau tawaqqu’ ( ‫) الﱰﺟﻲ‬, ‫ﻃلﺐ اﻷﻣﺮ‬
‫اﶈﺒﻮب او اﻹﺷﻔﺎق ﰲ اﳌﻜﺮوﻩ‬, yakni untuk mengharapkan sesuatu yang mungkin atau mudah dicapai,
atau menharapkan terjadinya sesuatu yang disukai atau tidak terjadinya sesuatu yang tidak
dikehendaki. Contoh: ‫ﻗﺎدم لﻌﻞ‬
ٌ َ‫ اﳊﺒيﺐ‬atau ‫ﻫﺎلﻚ‬
ٌ ‫لﻌﻞ زﻳدا‬.
Inna atau sejenisnya merupakan ‘amil (penyebab) lain terjadinya perubahan pada jumlah
ismiyyah yang terdiri dari mubtada’ dan khabar. Perubahan yang terjadi apabila inna atau
sejenisnya memasuki mubtada’ dan khabar yaitu:
1. Kalimah isim yang semula berkedudukan sebagai mubtada’ berubah kedudukannya menjadi isim
inna atau sejenisnya, dan kata yang semula berkedudukan sebagai khabar berubah menjadi
khabar inna atau yang sejenisnya.
2. ‫ﺗنﺼيﺐ اﻻﺳﻢ وﺗﺮﻓﻊ اﳋﱪ‬, inna atau yang sejenisnya itu me-nashab-kan isim-nya dan me-rafa’-kan
khabar-nya. Maksudnya, sebagaimana telah diketahui bahwa mubtada’ dan khabar harus dibaca
rafa’ ( ‫)ﻣﺮﻓﻮع‬, maka ketika kedudukannya berubah, akan terjadi perubahan sebagai berikut: isim
inna atau sejenisnya harus dibaca nashab ( ‫)ﻣنﺼﻮب‬, sedangkan khabar inna atau yang sejenisnya
tetap harus dibaca rafa’ ( ‫) ﻣﺮﻓﻮع‬.
Isim inna atau yang sejenisnya terkadang berupa isim zhahir dan adakalanya berupa isim
dhamir, dan khabar inna atau yang sejenisnya terkadang berupa kalimah isim (khabar mufrad),
adakalanya berupa jumlah ismiyyah atau jumlah fi’liyyah dan terkadang pula berupa jar-majrur.
Setiap kalimah isim yang berkedudukan sebagai isim inna atau yang sejenisnya berupa
isim zhahir, maka tanda nashab-nya tergantung pada bentuk kalimah-nya. Begitupula setiap
kalimah isim yang berkedudukan sebagai khabar inna atau yang sejenisnya berupa isim zhahir,
maka tanda rafa’-nya tergantung pula pada bentuk kalimah-nya.
‫ﺧﱪ إن‬ ‫اﺳﻢ إن‬
Bentuk ‫إن‬ ‫اﳋﱪ‬ ‫اﳌﺒﺘدأ‬
‫ﻣﺮﻓﻮع‬ ‫ﻣنﺼﻮب‬
Mufrad ‫ﻏﻔﻮر‬
ٌ َ‫ﷲ‬ ‫إن‬ ‫ﻏﻔﻮر‬
ٌ ُ‫ﷲ‬
Mufrad ٌ‫ﻛﺮﳝة‬ َ‫الﻌﺎﺑدة‬
‫إن‬ ٌ‫ﻛﺮﳝة‬ ٌ‫الﻌﺎﺑدة‬
‫إن‬
ُ‫ﻛﺮﻣﺎء‬ ‫الﻌﺒﺎد‬
َ ُ‫ﻛﺮﻣﺎء‬ ‫الﻌﺒﺎد‬
ُ
Jama’ taksir ‫إن‬
‫ﻛﺮﳝﺎت‬ ِ‫الﻌﺎﺑدات‬ ‫ﻛﺮﳝﺎت‬
ٌ ‫الﻌﺎﺑدات‬
ٌ ُ
Jama’ muannats
ٌ‫ﻛﺮﱘ‬ ‫ﻣﻮﺳﻰ‬
َ ‫إن‬ ٌ‫ﻛﺮﱘ‬ ‫ﻣﻮﺳﻰ‬
َ
Maqshur ٌ‫ﻛﺮﱘ‬ ‫القﺎﺿﻲ‬
َ
‫إن‬
ٌ‫ﻛﺮﱘ‬ ‫القﺎﺿﻰ‬
ْ
Manqush ِ
‫ﻛﺮﳝﺎن‬ ‫الﻌﺎﺑدﻳ ِﻦ‬ ‫إن‬ ِ
‫ﻛﺮﳝﺎن‬ ِ
‫الﻌﺎﺑدان‬
ِ
‫ﻛﺮﳝﺘﺎن‬ ِ ‫الﻌﺎﺑدﺗ‬
‫ﲔ‬ ِ
‫ﻛﺮﳝﺘﺎن‬ ‫الﻌﺎﺑد ِن‬
Mutsanna
‫ﻛﺮﳝﻮ َن‬ ‫الﻌﺎﺑدﻳﻦ‬ ‫إن‬ ‫ﻛﺮﳝﻮ َن‬ ‫الﻌﺎﺑدو َن‬
َ
Jama’ mudzakkar ‫ذو ﻋل ٍﻢ‬ ‫ﲪﺎك‬ ‫إن‬ ‫ذو ﻋل ٍﻢ‬ ‫ﲪﻮك‬
َ ‫اﺧﻮ‬ ‫ا ﺑﻜ ٍﺮ‬ َ ‫اﺧﻮ‬ ‫اﺑﻮ ﺑﻜ ٍﺮ‬
Asma’ khamsah

Beberapa hal lain menyangkut pembahasan ini antara lain:


1. Khusus pada khabar inna (bukan anna atau yang lainnya) boleh dimasuki lam ta’kid ( ‫ل‬, artinya:
benar-benar atau sungguh-sungguh), baik khabar-nya berupa kalimah isim (khabar mufrad),
jumlah, atau berupa jar-majrur. Contoh:
- QS. 81: 19; ‫ﺳ ْﻮٍل َﻛ ِﺮٍْﱘ‬ ِ
ُ ‫( إنﱠهُ لَ َق ْﻮ ُل َر‬Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) itu benar-benar firman (Allah yang
dibawa oleh) utusan yang mulia (jibril).
ِ ِ
- َ ‫…( اﻵّ انـ ُﱠﻬ ْﻢ لَيَﺄْ ُﻛلُ ْﻮ َن الﻄﱠ َﻌ‬, melainkan mereka sungguh (benar-benar) memakan
QS. 25: 20; ‫ﺎم‬
makanan….
QS. 103: 2; ‫ﺴ ٍﺮ‬ ِ ِ ِ
- ْ ‫( ا ﱠن اﻹنْ َﺴﺎ َن لَﻔﻲ ُﺧ‬Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian)
ْ
2. Jika ‫ أن‬dan ‫ ﻛﺄن‬di-takhfif ( ‫)ﲣﻔيﻒ‬, yakni dibaca ringan, ( ‫ أن‬dan ‫ )ﻛﺄن‬maka isim an dan
ka’an harus berupa dhamir sya’an ( ‫)ﺿﻤﲑ الﺸﺄن‬, yakni ‫ ُه‬, dan dhamir sya’an itu harus dibuang
(tidak ditampakkan), sedangkan khabar-nya harus berupa jumlah ismiyyah atau jumlah fi’liyyah.
Khabar-nya tidak boleh berupa kalimah isim (khabar mufrad) atau berupa jar-majrur, seperti
pada contoh:
- Kalimat Syahadat: ُ‫(أَ ْﺷ َﻬ ُد اَ ْن ﻻَ اِلَهَ اِﻻﱠ ﷲ‬Aku bersaksi bahwa sesungguhnya samasekali tidak ada
Tuhan selain Allah).
ِ ْ‫ َﻛﺄَ ْن َﱂْ ﺗَـ ْﻐ َﻦ ِﻻْ َ◌ن‬... (…, seakan-akan tanaman itu belum pernah tumbuh kemarin…
- QS. 10: 24; ‫ﺲ‬
Isim an dan ka’an pada contoh tersebut adalah dhamir sya’an, yakni ◌ُ ‫ ه‬yang dibuang,
sehingga tidak ditemukan artinya. Sekiranya dhamir itu ditampakkan maka akan dibaca ‫ أنه‬dan
‫ﻛﺄنه‬. sedangkan khabar masing-masing, yaitu rangkaian kalimat yang digarisbawahi berupa
jumlah, yakni jumlah ismiyyah sebagai khabar an dan jumlah fi’liyyah sebagai khabar ka’an.
ِ َ‫ل‬di-takhfif, yakni dibaca ‫لَ ِﻜﻦ‬, maka ia tidak lagi mengakibatkan terjadinya perubahan
2. Jika ‫ﻜ ﱠﻦ‬ ْ
pada mubtada’ dan khabar, tetapi ia berfungsi sebagai huruf ‘athaf, seperti halnya ‫ َو‬.
Adapun ketentuan inna yang dibaca kasrah hamzah-nya antara lain dapat dijumpai dalam
beberapa tempat dan syarat.
1. Apabila terletak di permulaan kalimat, contoh: ‫إن ﷲَ ﻣﻌنﺎ‬.
2. Apabila terletak di belakan ‫ﺣيﺚ‬, contoh: ‫ اﺟلﺲ ﺣيﺚ إن الﻌلﻢ ﻣﻮﺟﻮد‬.
3. Apabila terletak di belakang ‫اذ‬, contoh: ‫ﺟﺌﺖ اذ إن الﺸﻤﺲ ﺗﻄلﻊ‬.
4. Apabila terletak di belakang sumpah, contoh: ‫وﷲ إن الﻌلﻢ نﻮر‬.
5. Apabila terletak di belakang ‫ﻗﻮل‬, contoh: ‫ﻗﺎل إﱐ ﻋﺒد ﷲ‬.
6. Apabila terletak di awal jumlah yang menjadi ‫الﺼﻔة واﻻﻣﻮﺻﻮف‬, contoh: ‫ﺟﺎءالﺬﻳﻦ إنه ﳎﺘﻬد‬.
7. Apabila ‫ﺣﺎل‬, contoh: ‫ﺟﺌﺖ وإن الﺸﻤﺲ ﺗﻐﺮب‬.
8. Apabila ia adalah sifat dari kata yang mendahuluinya, contoh: ‫ﺟﺎء رﺣﻞ إنه ﻛﺮﱘ‬.
Pada contoh tersebut, inna harus di-kasrah hamzah-nya karena kalimat yang terletak
setelahnya tidak boleh diubah menjadi mashdar bersama dengannya untuk menggantikan
tempatnya. Sebaliknya, harus dibaca anna yang di-fathah hamzah-nya apabila ia dan kalimat
setelahnya dapat diubah menjadi mashdar untuk menggantikan tempatnya.

Anda mungkin juga menyukai