Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA DADA
( HEMATOTHORAK )”
Dosen : Ns.H.L.Aries Fahrozi, S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK II


Hasrul fauzi (1709MK694)
Harniwati (1709MK693)
Irma sriwahyuni (1709MK695)
Syahri rafida (1709MK705)

PRODI SI – KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya. Yang telah
melimpahkan rahmat hidayah serta inayahNya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelasaikan makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA
DADA (HEMOTHORAX)”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar dalam pembuatan
makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca. Karna kebenaran hanya milik Allah SWT
dan yang salah, dosa, khilaf hanya milik kami.

Lombok Timur, 29 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II KONSEP TEORI
A. Definisi Hemothorax ....................................................................... 2
B. Klasifikasi Hemothorax.................................................................... 3
C. Etiologi hemothorax ........................................................................ 3
D. Patofiologi ...................................................................................... 5
E. Manisfestasi Klinis........................................................................... 7
F. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 7
G. Penatalaksaan ............................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan Hemothorax .................................................... 14
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemothorax adalah penumpukan darah di dalam rongga pleura.
Penyebab paling umum dari hematotoraks sejauh ini adalah trauma, baik
trauma yang disengaja, tidak disengaja, atau iatrogenik. Ada kurang lebih
150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun.Cedera dada terjadi pada
sekitar 60% kasus multiple-trauma.Oleh karena itu, perkiraan kasar dari
terjadinya hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati
300.000 kasus pertahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat,
berumur 15 tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%)
memiliki trauma toraks (Mayasari & Pratiwi, 2017).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka penderita
hematothorax selama 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan, dari 177
juta penduduk dunia yang menderita Hematothorak, sekitar 76% diantaranya
berada di negara berkembang, dan 62% disebabkan karena trauma. Pada
tahun 2006 penduduk Amerika Serikat yang menderita hematothorax
sebanyak 7,8juta orang.
Di Asia, prevalensi penduduk Cina, angka penderita hematothorax
sebanyak 1,5%, di Hongkong 4,3% dan untuk Cina Singapura sebanyak 6,2%.
Pada tahun 2000 penderita hematothorax di Indonesia mencapai 1,6 juta
adapun prevalensi kejadian hematothorax ini tersebar diberbagai kota di
Indonesia.
Pada tahun 2000 penderita hematothorax di Indonesia mencapai 1,6
juta adapun prevalensi kejadian hematothorax ini tersebar diberbagai kota di
Indonesia. Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Soeradji
Tirtonegoro Klaten, diperoleh data prevalensi penderita hematothorax pada
Januari-November 2011 sebanyak 37 orang. Sedangkan penyebab dari
Hematothorax tersebut untuk masing-masing pasien berbeda. Dalam hal ini
terdapat beberapa pasien harus menjalani perawatan di Instalasi Rawat
Intensive (IRI).

1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang konsep
asuhan keperawatan kegawat daruratan pada pasien Hematotoraks.
b. Tujuan Khusus.
1. Mahasiswa/i diharapkan dapat :
- Menjelaskan definisi hemothorax .
- Memahami dan mengetahui etiologi dari hemothorax
- Mengetahui klasifikasi hemothorax
- Mengetahui tanda dan gejala hemothorax.
- Mengetahui dan memahami pemeriksaan yang digunakan untuk
penunjang diagnosa.
- Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada pasien dengan
hemothorax.
- Mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawat daruratan pada
pasien hemothorax.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Hematotoraks/Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di
dalam rongga pleura(Oman, 2008).Sumber perdarahan dapat berasal dari
dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh darah besar.
Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml, apabila
jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks massif. (Mayasari
& Pratiwi, 2017).
Hemothorax merupakan akumulasi darah di ruang pleura dan dapat
terjadi akibat trauma penetrasi maupun trauma tumpul. Seringkali diikuti olen
pneumothorax, perdarahan disebabkan laserasi pada intercosta, vena atau
arteri mamae interna, atau dari kerusakan parenkim paru secara langsung.
(Amelia kurniati dkk, 2018)
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang
menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong
pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura. (Muttaqin, 2012)
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal
darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau
pembuluh darah besar. Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai
hematokrit minimal 50% diperlukan untuk membedakan hemothorax dari
perdarahan efusi pleura, kebanyakan penulis tidak setuju pada setiap
perbedaan spesifik (Mancini, 2015)

(a) (b)
Ket. (a) Kondisi pleura normal, (b) Kondisi pleura yang mengalami
hemothorax

3
B. Klasifikasi Hemothorax
Hemothorax dibagi berdasarkanklasifikasi sebagai berikut:
• Hematotoraks kecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15%
pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai
300 ml.
• Hemothorax sedang: 15–35% tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml.
• Hemothorax besar : lebih 35% pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 – 1500 ml.

kecil sedang besar


C. Etiologi Hemothorax
Hemothorax biasanya terjadi akibat konsekuensi dari trauma tumpul,
tajam dan kemungkinan kompilkasi dari beberapa penyakit.Trauma dada
tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi
pembuluh darah internal.
Hemothorax juga dapat terjadi ketika adanya trauma pada dinding dada
yang awalnya berakibat terjadinya hematom pada dada kemudian terjadi
ruptur masuk ke dalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi
pembuluh darah akibat fraktur costae, yang diakibatkan karena adanya
pergerakan atau pada saat pasien batuk
Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi
(keluar masukny audara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar
(organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat
menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan
pada hipoksia jaringan.Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan
ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), SystemicInflamation Response

4
Syndrome (SIRS) dansepsis.Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering
disebabkan oleh trauma toraks(Mayasari & Pratiwi, 2017).
D. Patofisiologi
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya
dapat menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat
ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan
gangguan mekanik/alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada
trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah.

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir


semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur
intrathoracic. Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax
diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat
respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan
darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah
perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750
mL pada seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan
hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang

5
sama akan menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah.
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau
lebih liter darah, perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti
eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura
dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma,
kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan
dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar
menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan
klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala
pada individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk
organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung
yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang
sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut
tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea
sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma,
paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa
derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura.
Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara
ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan
ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan
tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura
berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya
dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi

6
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan
benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. (Mancini,
2015)
E. Manifestasi Klinis
Hemothorax dapat bersifat simptomatik namun dapat juga bersifat
asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hematotoraks
yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukkan
simptom, diantaranya :
1. Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
2. Tanda-Tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin,
tachycardia, dyspnea, hypoxemia, ansietas (gelisah), cyanosis, anemia,
deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena, gerak dan pengembangan
rongga dada tidak sama (paradoxical).
3. Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
4. Dullness pada perkusi, adanya krepitasi saat palpasi (Mayasari & Pratiwi,
2017).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Chest-Ray
Adanya gambaran hipodense pada rongga pleura disisi yang
terkena dan adanya mediastinum shift.Chest-Ray digunakan sebagai
penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan
dengan pemeriksaan lainnya.

(a) (b)
Ket. (a) Rontgen thorak normal, (b) Rontgen thoraks dengan
hemothorax

7
2. CT-Scan
Diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk
evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas
atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Hasil CT-Scan thoraks normal

(a) (b)
Ket. (a) Axial CT image of the chest shows a left-sided pleural effusion,
(b)Repeat axial CT image of the chest on day three shows a left-
sidedorganized pleural collection.

3. USG
USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemotoraks minimal.

8
USG toraks pada pasien Hemotoraks
4. Nilai BGA
Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan
asidosis respiratori.Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya
tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
5. Cek Darah Lengkap
Dilakukan berdasarkan nilai kadar Hb yang menunjukkan jumlah
darah yang hilang pada hemothorax.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana dari hemothorax adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah
serta udara dari rongga pleura. Apabila penanganan pada kasus hemothorax
tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk
karenaakan terjadi akumulasi darah di rongga thorak syang menyebabkan
paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat,
sehingga terjadi gagal napas dan meninggal, fibrosis atau skar pada
membrane pleura, Ateletaksis, Shok, Pneumothoraks, Pneumonia, Septisemia
(Mayasari & Pratiwi, 2017).
Prinsip penatalaksanaan hemothorax adalah stabilisasi hemodinamik
pasien, menghentikan sumber perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura.
1. Posisi Pasien
Saat kondisi gawat darurat, hal pertama yang dapat dilakukan
yaitu memposisikan pasien dengan posisi semi fowler. Fungsi
memposisikan pasien dengan semi fowler yaitu agar pasien dapat
menggunakan rongga dada yang tidak terisi oleh cairan (darah) untuk
bernapas, paru-paru dapat mengembang dan mengempis.

9
2. Airway, Breathing, dan Circulation

Pada keadaan gawat darurat pada pasien hemotoraks, pertama-


tama kita observasiairway, yaitu mempatenkan jalan napas pasien.Jika
saat diperiksa ditemukan jalan napas tidak efektif, maka lakukan
tindakan untuk membebaskan jalan napas.

Setelah itu, jika jalan napas bebas dari hambatan/tidak ada


masalah, berikan terapi oksigen (breathing) pada pasien dengan aliran
2-4 lpm menggunakan nasal kanula. Tetapi, penggunaan nasal kanul
sebagai alat bantu pernapasan dianggap kurang efektif pada kasus
hemotoraks.

Terapi oksigen transtrakeal adalah prosedur untuk pasien


yang membutuhkan bantuan oksigen karena telah lama mengalami
gangguan pernapasan.Penyakit atau gangguan pernapasan
umumnya disebabkan oleh beberapa penyakit seperti PPOK,
pneumothorak, efusi pleura, hematotoraks, dll.Terapi oksigen
transtrakeal dilakukan dengan menyisipkan jarum dilator/stent atau
selang ke dalam trakea.Alat ini ditanam secara perkutan. Langkah-
langkah dari prosedur ini adalah:

 Area terapi akan dibius.


 Dokter akan menyisipkan jarum hipodermik ke dalam trakea.
 Selang pemandu dimasukkan melalui jarum. Dokter akan
memasukkan dilator jaringan untuk memperbesar trakea.
Kemudian, jarum dan dilator akan diangkat.
 Stent dimasukkan ke atas selang, yang kemudian akan
diangkat. Stent dibiarkan di dalam selama trakea pulih.
 Saat saluran sembuh, stent dikeluarkan. Dokter akan
memasukkan kateter pertama hingga proses pemulihan
selesai. Kateter akan dihubungkan pada sumber pemasok
oksigen. Dengan begitu, terapi dapat dimulai.
 Bila perlu, kateter pertama akan diangkat dan diganti. Dokter
terkadang menggunakan kateter kedua dan ketiga. Kateter
berikutnya dapat dikeluarkan dan dibersihkan oleh pasien.

10
Pada prosedur ini, dokter memasukkan jarum tajam 14-gauge
ke trakea.Jarum diletakkan di antara selaput krikotiroid dan sternal
notch. Jarum dengan ukuran ini dapat memberi hingga 3 liter oksigen
per menit dengan kadar tekanan 2-psi. Namun, jumlah ini tidak
selalu sama, ada pasien yang membutuhkan lebih banyak atau
sedikit oksigen.
Setelah diberikan terapi oksigen, pada bagian circulation yang
dapat dilakukan yaitu resusitasi cairan dan transfusi. Tahap ABC akan
dilakukan oleh perawat pada saat pasien berada di ruang emergency,
tepatnya di ruang resusitasi.
3. Resusitasi Cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga
pleura.Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum
besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik
secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan dengan
pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD).
4. Pemasangan Chest Tube (WSD)
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada
toraks tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam
pleura.Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto
toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar.
Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Evakuasi darah/cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian
terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.WSD adalah
suatu sistem drainase yang menggunakan air.Fungsi WSD sendiri adalah
untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural / cavum pleura.
Macam WSD adalah :
a. WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
b. WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
5. Thoracotomy
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan:

11
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar <1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. Bila didapatkan
kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu
2-4 jam.
c. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu
atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi, oleh karena
kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau
jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube adalah
sebagai berikut :
 Memposisikan pasien pada posisi trendelenberg.
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chesttube dengan
menggunakan alkohol ataupovidon iodine pada ICS V atau ICS
VIposterior mid axillary line pemilihanberdasarkan 2 alasan: lokasi ini
aman karenaberada diatas diafragma, area ini merupakandinding
dada dengan lapisan otot paling tipis,oleh karena itu pada lokasi ini
dapatdilakukan pemasangan chest tube lebih tepatdan tidak sakit.
 Kemudian dilakukan anastesi lokal denganmenggunakan lidokain.
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada MidAxillary Line.
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangantube dan selanjutnya
dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
- Lakukan jahitan pada tempat pemasangantube.

12
Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah
lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata
sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi);
atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi).Dalam beberapa
kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal
disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan
otot.Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm.
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri/vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai
sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hemothorax


1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnostik medik, alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian.Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri
yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety
(S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat
membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah terdapat riwayat sebelumnya.
c. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.

14
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.\
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi hematotraks dullness, normal resonan.
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub-
kutan.
g. Sistem Endokrin :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
h. Kelemahan.
i. Sistem Sosial / Interaksi.
 Tidak ada hambatan.
j. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

15
d. Pemeriksaan Diagnostik :
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural.
2. PaCO2 kadang-kadang menurun.
3. PaO2 normal / menurun.
4. Saturasi O2 menurun (biasanya).
5. Hb mungkin menurun (kehilangan darah)
6. Torakosintesis : menyatakan darah/cairan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru (adanya kumpulan darah dalam rongga pleura)
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
secret pada jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk efektif.
3. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
4. Gangguan rasa nyaman, nyeri dada berhubungan dengan cedera
pada jaringan paru.
5. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
(Nanda, 2012-2014)
3. Intervensi
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
1. Ketidakefektifan pola NOC: NIC:
nafas berhubungan • Respiratory status : • Membuka jalan napas
dengan penurunan Ventilation • Memposisikan pasien
ekspansi paru • Respiratory status : untuk mendapatkan
(adanya kumpulan Airway patency ventilasi maksimal
darah dalam rongga • Vital sign Status • Mengajarkan batuk efektif
pleura) Setelah dilakukan • Auskultasi suara napas
tindakan keperawatan • Memonitorstatus
selama pasien respiratori daan
menunjukkan oksigenasi
keefektifan pola nafas, • Terapi oksigen
dibuktikan dengan • Memelihara kepatenan

16
kriteria hasil: jalan napas
• Mendemonstrasikan • Memberikan suplemen
batuk efektif dan oksigen
suara nafas yang • Memonitor aliran oksigen
bersih, tidak ada • Memonitor kemampuan
sianosis dan dyspneu pasien dalam memelihara
(mampu oksigen
mengeluarkan • Mengobservasi tanda
sputum, mampu terjadinya hipoventilasi
bernafas dg mudah, • Memonitor kecemasan
tidak ada pursed lips) pasien
• Menunjukkan jalan • Posisikan pasien untuk
nafas yang paten memaksimalkan ventilasi
(klien tidak merasa • Auskultasi suaranafas,
tercekik, irama nafas, catatadanyasuaratambah
frekuensi pernafasan an
dalam rentang • Aturintakeuntukcairanmen
normal, tidak ada goptimalkankeseimbanga
suara nafas n.
abnormal) • Monitor respirasi dan
• Tanda Tanda vital status O2
dalam rentang normal • Pertahankan jalan nafas
(tekanan darah, nadi, yang paten
pernafasan) • Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
• Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
• Monitor vital sign
• Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas

17
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
2. Ketidakefektifan NOC: NIC: Bantuan ventilasi
bersihan jalan nafas • Respiratory status : Aktivitas:
berhubungan dengan Ventilation • Memelihara kepatenan
adanya secret pada • Respiratory status : jalan nafas
jalan nafas akibat Airway patency • Membantu bernafas
ketidakmampuan • Aspiration Control dalam
batuk efektif. Setelah dilakukan • Mengauskultasi suara
tindakan keperawatan nafas
selama 1x24 jam • Memonitor kelemahan
pasien menunjukkan otot respirasi
keefektifan jalan nafas
• Berikan O2 ……l/mnt,
dibuktikan dengan
• Anjurkan pasien untuk
kriteria hasil :
istirahat dan napas dalam
• Mendemonstrasikan
• Posisikan pasien untuk
batuk efektif dan
memaksimalkan ventilasi
suara nafas yang
• Auskultasisuaranafas,
bersih, tidak ada
catatadanyasuaratambah
sianosis dan
an
dyspneu.
• Monitor
• Klien tidak merasa
statushemodinamik
tercekik, irama nafas,
• Atur intake untuk cairan
frekuensi pernafasan
mengoptimalkan
pada rentang normal,
keseimbangan.
tidak ada suara nafas
• Monitor respirasi dan
abnormal
status O2
• Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang penyebab.
• Saturasi O2 dalam
batas normal

18
BAB IV
KESIMPULAN

Hematotoraks / Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di


dalam rongga pleura.Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut
hematotoraks kecil, hematotoraks sedang, danhematotoraks besar.Kebanyakan
pasien akan menunjukkan simptom, diantaranya : Nyeri dada yang berkaitan
dengan trauma dinding dada, tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat,
pucat, akral dingin, tachycardia, dyspnea, hypoxemia, ansietas (gelisah),
cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena, gerak dan
pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien hematotoraks adalah
resusitasi cairan, pemasangan chest tube (WSD), dan thoracostomy.Tujuan
utama tatalaksana darihematotoraks adalah untuk menstabilkanhemodinamik
pasien, menghentikanperdarahan dan mengeluarkan darah sertaudara dari
rongga pleura.

19
DAFTAR PUSTAKA

A. R., A. A., & G. D. (2006). Intrapleural fibrinolysis in clotted haemothorax.


Singapore Med J 2006; 47(11), 985.
Gloria M. Bulechek, dkk; alih bahasa, Intansari Nurjannah [et al.]. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi ke-6. Yogyakarta : CV. Mocomedia
dengan pengawasan pihak Elsevier Inc.
Herdman, T. Heather; alih bahasa, Budi Anna Keliat [et al.]. 2015. Nanda
International Inc. Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2015-
2017. Jakarta : EGC.
Mancini (2015). Lp Hemothorax. Diakses dari http//www://academiaedu.com
pada tanggal 1 Maret 2020

Mayasari, D., & Pratiwi, A. I. (2017). Penatalaksanaan Hematotoraks Sedang Et


Causa Trauma Tumpul. J AgromedUnila, Volume 4, Nomor 1, Juni 2017,
37-42.
Oman, K. S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.

Sue Moorhead, dkk; alih bahasa, Intansari Nurjannah [et al.]. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Edisi ke-5. Yogyakarta : CV. Mocomedia
dengan pengawasan pihak Elsevier Inc.

20

Anda mungkin juga menyukai