Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PSIKOLOGI KLINIS

Disusun oleh Kelompok 1 :


1. Akbar Albirri (10516453)
2. Alda Amalia (10516488)
3. An Nissa (17516966)
4. Anandhea Nabila (10516738)
5. Siva Raihana (17516117)

Kelas : 2PA10
Fakultas Psikologi

UNIVERSITAS GUNADARMA
Daftar Isi
Daftar Isi ............................................................................................................... 2
BAB 4: Metode Penelitian Psikologi Klinis ........................................................ 3
Observasi................................................................................................... 3
Penelitian Epidemiologis ......................................................................... 4
Metode Korelasi ........................................................................................ 4
Longitudinal Versus Cross-Sectional ....................................................... 4
Metode Eksperimental .............................................................................. 4
Desain Satu Kasus..................................................................................... 5
Desain Multiple Baseline .......................................................................... 5
Desain Campuran ...................................................................................... 6
BAB 5: Diagnosis dan Klasifikasi Masalah Psikologi ......................................... 7
Apa itu Perilaku Abnormal ....................................................................... 7
Kesesuaian dengan Norma :
Frekuensi Statistik atau Pelanggaran Norma Sosial ................................ 7
Kasus Dmitri A. .................................................................................... 7
Subyek Distress ......................................................................................... 8
Kasus Cynthia S. ................................................................................... 8
Disabilitas atau Disfungsi ......................................................................... 9
Kasus Phyllis H. .................................................................................... 9
Penyakit Kejiwaan .................................................................................... 10
Kesimpulan ........................................................................................................... 11
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 12

2
BAB 4 : Research Methods in Clinical Psychology Metode Penelitian
Psikologi Klinis

Banyak metode yang terdapat dalam psikologi klinis, namun tidak ada metode yang
dapat menjawab setiap pertanyaan tetapi, bersamaan seluruh metode dapat membantu kita
memahami dan memprediksi.

1. Observasi
Observasi adalah metode paling dasar dalam metode penelitian. Eksperimen, studi kasus,
dan pendekatan alamiah ada dalam observasi.

 Observasi tak sistematik adalah observasi yang dilakukan secara tidak berurutan atau
beraturan.
 Observasi alamiah atau naturalistik adalah observasi yang dilakukan dalam setting
alamiah. Peneliti berada di luar objek yang diteliti atau tidak terlibat langsung dalam
poenelitian.
 Observasi terkendali (controlled) adalah observasi yang dilakukan untuk
memperbaiki observasi alami yang kurang sistematik dengan memberikan stimulus
kepada orang yang akan diamati dalam setting alamiah, untuk mengetahu sejauh mana
stimulus itu berpengaruh dalam perilaku.
 Studi kasus adalah suatu penelitian intensif terhadap satu subjek, yang bertujuan
memberikan deskripsi yang mendetail tentang subjek yang diteliti itu. Peneliti
melakukan wawancara, observasi atu dipelajari biografinya. Freud bersama dengan
Breuner dan ditulis dalam buku “Case Studies in Hysteria” merupakan contoh studi
kasus, dari pasien-pasien dengan nama Dora, Anna O, Little Hans, dan seterusnya.
Studi kasus bertujuan mengungkapkan keunikan yang terdapat pada kasus, dan dapat
mengarahkan pada suatu pembentukan hipotesis baru apabila temuan memang sangat
unik. Selain daripada itu, menurut Lazarus dan Davidson, 1971 (dalam phares, 1992)
studi kasus sangat bermanfaat untuk memberi deskripsi atas fenomena baru atau yang
jarang terjadi. Studi kasus juga dapat meniadakan informasi yang sebelumnya dianggap
universal.

3
2. Metode Epidemiologis
Metode ini mempelajari kejadian (incidence), prevalensi, dan distribusi penyakit atau
gangguan dalam suatu populasi. Penelitian epidemiologis didasarkan atas hasil survei atau
kuesioner yang disebarkan disuatu daerah maupun rumah sakit ataupun tempat tertentu
lainnya. Namun kadangkala responden tidak memberikan pernyataan yang sesungguhnya
melainkan hanya menjawab dari apa jawaban yang diinginkan peneliti.

3. Metode Korelasi
Metode korelasi memungkinkan peneliti untuk menentukan apakah suatu variabel
tertentu berkaitan dengan variabel lainnya. Misalnya apakah variabel X berkaitan dengan
variabel Y atau apakah depresi ada kaitannya dengan gender atau jenis kelamin.
Teknik korelasi memerlukan dua set data untuk mengkorelasi hubungan kedua set data.
Bermakna atau tidaknya suatu korelasi bergantung pada jumlah sampel yang diteliti. dalam
penelitian bidang klinis terkadang suatu koefesiens korelasi yang secara statistik bermakna,
tidak mempunyai makna praktis, tidak menunjukkan korelasi yang bermakna secara
statistik. Misalnya walaupun secara statistik hubungan antara penderita gangguan depresi
dengan kejadian stres tidak bermakna secara statistik, namun dalam pengalaman praktik
psikologi klinis, hubungan antara kedua hal tersebut layak mendapat perhatian.

4. Metode Longitudinal Versus Cross-Sectional


Dua pendekatan dalam penelitian ini sering kali dilakukan terhadap populasi lanjut usia,
atau anak-anak dengan kelainan khusus. Penelitian longitudinal dilakukan secara terus
menerus dalam janga waktu tertentu pada subjek yang sama. Desain penelitian cross
sectional adalah penelitian ini dilakukan dengan cara memakai sampel-sampel yang
mengawakili usia anak yang ingin diteliti.

5. Metode Eksperimental
Untuk menentukan hubungan sebab akibat antara dua kejadian. Kita harus melakukan
metode eksperimen. Misalnya bila ingin mengetahui apakah warna dapat berpengaruh pada
selera makan, maka peneliti harus melakukan ekperimen terlebih dahulu. Dalam metode
eksperimental ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni masalah validitas internal dan
eksternal. Validitas internal adalah adanya jaminan bahwa yang menyebabkan terjadinya
suatu perubahan yang direncanakan oleh eksperimen itu adalah hanya stimulus yang

4
diberikan dan bukan hal-hal lainnya. Jadi agar validitas internal baik, haruslah ada kelompok
kontrol. Terkadang validitas internal penelitian eksperimental kurang baik, karena
perubahan yang dihasilkan oleh eksperimen lebih disebabkan oleh karena adanya harapan
dari peneliti maupun harapan dari subjek yang diteliti. Untuk mencegah hal itu ada baiknya
dilakukan penelitian secara double blind, artinya baik peneliti maupun subjek yang diteliti
sama-sama tidak tahu siapa yang menjadi kelompok eksperimen dan siapa yang menjadi
kelompok kontrol, juga kelompok mana yang mendapat perlakuan dan mana yang tidak.

6. Desain Satu Kasus


Desain satu kasus adalah perwujudan dari metode pendekatan behavioral dan operant.
Desain satu kasus mempunyai persamaan dengan desain studi kasus dan desain
eksperimental. Dalam desain satu kasus, diukur perilaku individu sebelum dan sesudah
perlakuan, dan hal ini dilakukan dalam situasi eksperimen.

7. Desain Multiple Baseline


Dalam multiple baseline, dua atau lebih kebiasaan atau perilaku diamati. Mungkin
pasien memiliki beberapa masalah dalam bertanggung jawab atau berperilaku. Dia tidak
mengurus ruangannya, bukan orang yang bersih, atau tidak datang tepat waktu untuk
bekerja. Baseline data diambil dari kedua data personal dan setting pekerjaan. Selanjutnya
rewards diberikan kapanpun dia berperilaku bertanggung jawab pada personal setting tapi
tidak pada setting pekerjaan. Selanjutnya setelah waktu yang telah ditentukan, pengukuran
pada kedua setting kembali dilakukan. Tahap selanjutnya melibatkan rewards pada behavior
atau perilaku pada kedua seting. Bila tanggung jawab meningkat pada personal setting
menyusul reward tapi tidak pada work setting karena tidak ada reward, mungkin saja faktor
yang tidak diketahui dan tidak terkontrol memiliki efek daripada reward atau penghargaan.
Tapi jika reward selanjutnya menambah responsible behavior pada work setting juga, berarti
fakor lain selain reward nampaknya ikut terlibat.

8. Desain Campuran

Eksperimental dan teknik korelasi terkadang dikombinasikan menjadi desain


campuran. Disini partisipan dibagi menjadi spesifik populasi (schizophrenic vs normal)
dimasukkan kedalam setiap grup eksperimen. Dengan cara ini, variabel seperti penyakit
kejiwaan dan normal (tidak memiliki gangguan kejiwaan) tidak dimanipulasi atau diinduksi

5
oleh peneliti, melainkan mereka terkolerasi dengan kondisi ekperimen. Contohnya lagi
penelitian yang dilakukan oleh Davison & Neale pada tahun 1990 ialah penelitian mengenai
efektivitas tiga jenis terapi pada penderita gangguan psikiatrik tertentu. Bila pasien untuk
masing-masing jenis terapi tersebut dianggap sebagai masing-masing satu kelompok, maka
salah satu jenis terapi itu mungkin terlihat lebih berhasil. Namun, bila pasien dalam tiga
jenis terapi itu dibedakan dalam kelompok dengan ganggauan parah dan gangguan ringan,
maka kesimpulannya bisa berbeda untuk tiap kelompok itu.

6
BAB 5 : Diagnosis and Classification of Psychological Problems Diagnosis
dan Klasifikasi Masalah Psikologis

1. Apa itu Perilaku Abnormal?

Beberapa alasan mengapa perilaku abnormal begitu sulit didefinisikan adalah (a) tidak
ada satu fitur deskriptif yang dimiliki oleh semua bentuk perilaku abnormal dan tidak ada satu
kriteria untuk “kelainan” yang cukup; dan (b) tidak ada batas diskrit antara perilaku normal
dan abnormal. Banyak mitos tentang perilaku abnormal yang bertahan bahkan berkembang di
zaman sekarang ini, misalnya banyak individu masih menyamakan perilaku abnormal dengan
perilaku aneh, berbahaya, dan memalukan.

Pada bagian ini, ada tiga definisi yang diajukan tentang perilaku abnormal, yaitu
kesesuaian dengan norma, pengalaman distress subyektif, dan disabilitas atau disfungsi.

A. Kesesuaian dengan Norma : Frekuensi Statistik atau Pelanggaran Norma Sosial

Bila perilaku seseorang cenderung sesuai dengan norma sosial yang berlaku atau bila
perilaku khusus ini sering diamati pada orang lain, individu tidak mungkin sampai pada
perhatian profesional kesehatan mental. Namun, bila perilaku seseorang menjadi menyimpang,
keterlaluan, atau tidak sesuai maka dia lebih cenderung dikategorikan “tidak normal”. Berikut
contohnya :

 Kasus Dmitri A.
Dmitri sekarang berada di kelas dua. Tinggi badan dan berat badannya rata-rata
dan tidak menunjukkan masalah fisik. Dia agak agresif dan cenderung menggertak anak
yang lebih kecil dari dirinya. Kelahirannya normal dan meski agak lamban dalam
belajar berjalan dan berbicara. Kelas pertama sulit bagi Dmitri dan kemajuannya
lamban. Menjelang akhir tahun ajaran, dia berada jauh di belakang kelas lainnya.
Namun, pejabat sekolah memutuskan untuk mempromosikannya. Mereka berasalan
bahwa dia hanya sedikit lamban dalam masa jatuh tempo dan akan “segera datang”.
Mereka mencatat bahwa statusnya sebagai anak tunggal, sepasang orang tua yang
menyedihkan, rentang perhatian yang pendek, dan agresivitas adalah faktor yang
menghasilkan kinerja sekolahnya yang buruk.

7
Pada awal kelas dua, Dmitri menjalani tes prestasi rutin dimana dia
melakukannya dengan sangat buruk. Sebagai masalah kebijakan sekolah, ia dirujuk ke
psikolog untuk pengujian dan evaluasi individual. Berdasarkan hasil dari tes
kecerdasan, tes Draw A Person, catatan sekolah, dan riwayat sosial yang diambil dari
orang tua, psikolog tersebut menyimpulkan bahwa Dmitri menderita keterbelakangan
mental. IQ nya adalah 64 di Stanford-Binet dan diperkiran berjumlah 61 berdasarkan
tes Draw A Person. Selanjutnya, indeks kematangan sosial yang berasal dari laporan
orang tua tentang perilaku sosialnya cukup rendah.

B. Subyek Distress
Sekarang kita mengalihkan fokus dari persepsi pengamat tehadap persepsi individu
yang terkena dampak. Disini data dasarnya tidak dapat diamati penyimpangan perilaku, namun
perasaan subjektif dan rasa kesejahteraan individu. Apakah seseorang itu merasa bahagia atau
sedih, tenang atau bermasalah, dan terpenuhi atau sebaliknya adalah pertimbangan penting.
Contoh kasusnya seperti berikut:
 Kasus Cynthia S.
Cynthia telah menikah selama 23 tahun. Suaminya adalah seorang insiyur sipil
yang sangat sukses. Mereka memiliki dua anak, satu di sekolah menengah atas dan yang
lainnya di perguruan tinggi. Tidak ada dalam sejarah Cynthia yang menyarankan
masalah psikologis. Dia di atas rata-rata dalam kecerdasan dan dia menyelesaikan 2
tahun kuliah sebelum menikah. Teman-temannya semua mencirikannya sebagai orang
yang dikhususkan untuk keluarganya. Dari semua fiturnya, hal-hal yang tampaknya
menggambarkan dirinya sebaik mungkin mencakup rasa tanggung jawab dan
kemampuannya untuk menyelesaikan sesuatu. Dia dapat terus berfungsi dengan efektif
meskipun banyak mengalami stress dan kecemasan pribadi.
Dia baru saja mendaftar di kursus malam di perguruan tinggi setempat. Dalam
kursus itu, para siswa diminta untuk menulis tentang diri mereka yang terdalam.
Psikolog yang mengajar kursus tekejut menemukan kutipan berikut di akun Cynthia:
“Di pagi hari, saya sering merasa seolah-olah saya tidak bisa melewatinya
sepanjang hari. Saya sering mengalami sakit kepala dan merasa sakit. Saya sangat
ketakutan saat harus bertemu orang baru atau melayani sebagai nyonya rumah di sebuah
pesta. Terkadang saya merasakan kesedihan yang luar biasa, apakah ini karena
kurangnya identitas pribadi saya, saya tidak tahu.”

8
Yang mengejutkan adalah bahwa tidak satu pun dari perasaan yang
diungkapkan ini tampak jelas dari perilaku Cynthia yang terbuka. Dia tampak percaya
diri, cukup tegas, kompeten, bersemangat, dan baik hati.

C. Disabilitas atau Disfungsi


Definisi ketiga perilaku abnormal memunculkan konsep kecacatan atau disfungsi. Agar
perilaku dianggap abnormal, maka harus menciptakan beberapa masalah sosial (interpersonal)
atau pekerjaan bagi individu. Misalnya, kurangnya persahabatan atau hubungan karena
kurangnya kontak interpersonal akan dianggap menunjukkan disfungsi sosial, sedangkan
kehilangan pekerjaan seseorang karena masalah emosional (depresi) akan menunjukkan
disfungsi kerja. Contoh kasusnya seperti berikut:
 Kasus Phyllis H.
Phyllis adalah seorang mahasiswa. Dia masuk dalam program sarjana 6 tahun
namun belum mendapatkan gelar sarjana. Dia telah berubah jurusan setidaknya empat
kali dan juga telah dua kali menarik diri dari sekolah pada empat kesempatan.
Penarikannya dari sekolah telah dikaitkan dengan kebiasaan narkoba. Dalam dua kasus,
keluarganya menempatkannya di rumah sakit jiwa; pada dua kesempatan lain, dia
menjalani jukuman penjara singkat atas tuduhan pencurian.
Dari waktu ke waktu, Phyllis terlibat dalam pelacuran untuk mendukung
kebiasaan obat biusnya. Biasanya dia bisa mendapatkan uang dari orang tuanya yang
tampaknya memiliki bakat luar biasa untuk menerima pembenarannya yang
keterlaluan. Dia telah didiagnosis dengan “gangguan kepribadian antisosial” dan
dengan “ketergantungan obat (kokain).”

2. Penyakit Kejiwaan
Seperti perilaku abnormal, istilah penyakit jiwa atau gangguan jiwa sulit didefinisikan.
Revisi teks dari edisi keempat Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental ( American
Psychiatric Association,2000), yang dikenal sebagai DSM-IV-TR adalah sistem diagnostik
resmi untuk gangguan mental di Amerika Serikat, menyatakan bahwa:
“Gangguan mental dikonseptualisasikan sebagai sindrom perilaku atau psikologis yang
signifikan secara klinis atau pola yang terjadi pada individu dan yang terkait dengan tekanan
saat ini (misalnya gejala yang menyakitkan) atau kecacatan (yaitu mengganggu satu atau lebih

9
area fungsi yang penting) atau dengan secara signifikan meningkatkan risiko menderita
kematian, rasa sakit, cacat tubuh, dan kehilangan kebebasan yang penting. Selain itu, sindrom
atau pola ini tidak boleh sekedar respon yang diharapkan dan diterima secara budaya tehadap
peristiwa tertentu, misalnya kematian orang yang dicintai. Apapun penyebab aslinya, saat ini
harus dianggap sebagai manifestasi dari perilaku psikologis atau disfungsi biologis pada
individu. Perilaku menyimpang (misalnya agama, politik, atau seksual) atau konflik yang
terutama antara individu dan masyarakat adalah gangguan jiwa, kecuali penyimpangan atau
konflik merupakan gejala disfungsi pada individu seperti dijelaskan di atas. (hal.xxxi)”
Beberapa aspek dari definisi ini penting untuk dicatat: (a) sindrom (kelompok perilaku
abnormal) harus dikaitkan dengan kesulitan, cacat atau peningkatan risiko masalah; (b)
gangguan mental dianggap mewakili disfungsi dalam individu; dan (c) tidak semua perilaku
menyimpang atau konflik dengan masyarakat adalah tanda gangguan mental.
Di sisi lain, definisi DSM-IV-TR lebih ketat karena berfokus pada sindrom atau
kelompok perilaku abnormal yang terkait dengan kesulitan, kecacatan, atau peningkatan risiko
masalah.

10
Kesimpulan

Ada banyak metode untuk melakukan penelitian dalam psikologi klinis dengan cara
dan langkah masing-masing yang berbeda. Dengan tujuan yang sama, yakni mengumpulkan
fakta, membangun keberadaan hubungan, identifikasi sebab-akibat, menghasilkan prinsip-
prinsip di balik fakta dan hubungan tersebut. Untuk membantu memperluas dan memodifikasi
teori dan mengaplikasikan hasil riset serta untuk kepentingan diagnosis dan memperbaiki
masalah psikologis lainnya.

Ketika perilaku seseorang menjadi sangat menyimpang, keterlaluan, atau tidak sesuai
dengan norma, maka dia cenderung dikategorikan sebagai "abnormal". Oleh karenanya,
dibutuhkan diagnosis yang tepat untuk informasi penelitian penyebabnya dan cara pengobatan
mana yang mungkin paling efektif untuk subjek.

11
Daftar Pustaka

Trull, Timothy J. 2005. 7th Edition Clinical Psychology. USA: Thomson Wadsworth.

12

Anda mungkin juga menyukai