disusun oleh:
DAVID YOHAN
405160093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERISTAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2019
PREVALENSI KEJADIAN TUBERKULOSIS
PARU YANG TERBUKTI SECARA
BAKTERIOLOGIS DAN KLINIS PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI
RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA TAHUN
2017-2018
SKRIPSI
DAVID YOHAN
405160093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERISTAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2019
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM: 405160093
merupakan hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar dan tidak melanggar ketentuan plagiarisme dan
otoplagiarisme.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak
manapun.
Jakarta, 2019
Penulis,
David Yohan
405160093
Universitas Tarumanagara ii
PENGESAHAN SKRIPSI
NIM : 405160093
DEWAN PENGUJI
KetuaSidang : (..............................)
Penguji 1 : (..............................)
Penguji 2 : (..............................)
Mengetahui,
Ditetapkan di
Jakarta, 2019
NIM : 405160093
Fakultas : Kedokteran
Klinis Pada Penderita DM tipe II di Rumah Sakit Royal Taruma pada tahun 2017-
2018
Jakarta, 2019
Yang menyatakan,
David Yohan
405160093
Universitas Tarumanagara iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini merupakan prasyarat agar dapat
dinyatakan lulus sebagai Sarjana Kedokteran. Selama proses pendidikan mulai
dari awal hingga akhir, banyak sekali pengalaman yang didapatkan oleh penulis
untuk berkarir sebagai dokter di kemudian hari.
Selama proses penyusunan skripsi ini penulis mengalami keterbatasan
dalam mengerjakan penelitian. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada beberapa pihak yang telah mendukung keberhasilan penyusunan skripsi
ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr.dr .Meilani Kumala,MS,Sp.GK(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara dan selaku Ketua Unit Penelitian dan Publikasi
Ilmiah FK UNTAR;
2. dr. Frans J.V Pangalila Sp.PD selaku pembimbing skripsi, yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing, membantu, dan mendukung
pembuatan skripsi ini;
3. kedua orang tua dan keluarga saya yang selalu memberikan dukungan
berupa materil dan doa agar skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
4. para sahabat yang banyak membantu dalam proses penyusuna skipsi
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, ……………2019
Penulis,
David Yohan
405160093
Universitas Tarumanagara v
ABSTRAK
Universitas Tarumanagara vi
ABSTRACT
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………... iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………... iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. vii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………… ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xi
1. PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….. 2
1.2.1 Pernyataan Masalah…………………………………………….. 2
1.2.2 Pertanyaan Masalah…………………………………………….. 2
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………… 2
1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………………... 2
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………….. 2
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………. 2
1.5.1 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti………………………………... 2
1.5.2 Manfaat Penelitian Bagi Instansi Kesehatan ………………….. 2
1.5.3 Manfaat Penelitian Bagi Masyarakat Umum…………………… 3
2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….. 4
2.1 Diabetes Melitus………………………………………………………. 4
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus……………………………………….. 4
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus……………………………………. 4
2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus tipe II…………………………… 5
2.1.4 Gejala Klinis Diabetes Melitus tipe II………………………......8
2.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus tipe II……………………………… 9
2.1.6 PenatalaksanaanDiagnosis Diabetes Melitus tipe II…………..... 10
2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus tipe II……………….…………… 14
2.2 Tuberkulosis Paru…………………………………………………….. 16
2.2.1 Definisi Tuberkulosis…………………………………………… 16
2.2.2 Epidemiologi Tuberkulosis………….………………………… 16
2.2.3 Klasifikasi PasienTuberkulosis……………………………...…..17
2.2.4 Patogenesis Tuberkulosis ……..………………………………... 19
2.2.5 Gejala Klinik Tuberkulosis Paru………………...……………… 20
2.2.6 DiagnosisTuberkulosis Paru…………………………………….21
2.2.7 Tatalaksana Tuberkulosis Paru…………………………………..23
2.3 Hubungan Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru………………….. 26
2.4 Kerangka Teori……………………………………………………….. 27
2.5 Kerangka Konsep……………………………………………………... 28
3. METODE PENELITIAN………………………………………………… 29
3.1 Desain Penelitian……………………………………………………… 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………… 29
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 35
LAMPIRAN…………………………….…………………………………….37
Universitas Tarumanagara ix
DAFTAR TABEL
Universitas Tarumanagara x
DAFTAR GAMBAR
Universitas Tarumanagara xi
DAFTAR SINGKATAN
DM Diabetes Melitus
SPS Sewaktu-Pagi-Sewaktu
TB Tuberkulosis
TB-PR Tuberkulosis-PoliResistant
Universitas Tarumanagara 1
1.2 Rumusan Masalah
Universitas Tarumanagara 2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang
kejadian TB Paru yang terbukti secara bakteriologis dan klinis pada
penderita DM untuk pihak instansi kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kesehatan masyarakat.
Universitas Tarumanagara 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
Universitas Tarumanagara 4
DM tipe II mengalami obesitas, dimana obesitas ini berkaitan erat
dengan terjadinya resistensi insulin.Selain itu hipertensi dan
dislipidemia juga sering ditemukan pada pasien DM tipe ini.Resiko
berkembangnya DM tipe II meningkat seiring bertambahnya usia,
kegemukan,dislipidemia, hipertensi, riwayat DM di keluarga dan
kurangnya aktivitas fisik.7
Diabetes Melitus tipe spesifik lain
DM tipe ini jarang terjadi, dimana meliputi sekitar 10% pada
pasien diabetes.DM ini dapat disebabkan oleh etiologi yang
bervariasi seperti, defek genetik fungsi sel beta pankreas, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin panoreas seperti
pankreatitis, kistik fibrosis, dan karsinoma pankreas, endokrinopati,
serta disfungsi pankreas yang disebabkan oleh obat-obatan, zat
kimia, atau infeksi.7
Diabetes Melitus Gestasional(DMG)
DMG didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset atau
pertama kali diketahui selama masa kehamilan. Sebagian besar
DMG terjadi pada trimester ketiga kehamilan..DMG ini juga
merupakan kondisi yang dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan pada ibu serta janin.Kadar glukosa darah
yang meningkat selama kehamilan ini dapat menetap atau turun
pasca melahirkan.7
Universitas Tarumanagara 5
dengan peningkatan glukosa sesudah makan.Pada tahap lanjut, sel beta
pankreas sudah tidak dapat mengkompensasi,sehingga menyebabkan
penurunan sekresi insulin serta peningkatan produksi glukosa hepatik.
Akibat konsisi tersebut maka terjadi peningkatan glukosa saat puasa atau
tidak makan atau lebih dikenal dengan kondisi DM.Akhirnya apabila tidak
terkontrol dengan baik maka akan terjadi kegagalan sel beta pankreas.8
Universitas Tarumanagara 6
1. Gagalnya sel β pankreas : pada saat diagnosis ditegakkan , sel beta
pada pasien DM tipe II sudah tidak dapat berfungsi dengan
sempurna.Sehingga terjadi penurunan sekresi dari insulin.
2. Hati: terjadinya resistensi insulin yang berat pada pasien DM tipe II
yang menyebabkan terjadinya glukoneogenesis sehingga glukosa
dalam keadaan basal oleh hati meningkat.
3. Otot : terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa pada pasien DM
tipe II.Gangguan ini disebabkan oleh gangguan kinerja insulin di
intramioselular yang merupakan akibat dari gangguan fosforilasi
tirosin.
4. Sel lemak : terjadi resiten efek antilipolisis oleh insulin pada sel
lemak pasien DM tipe II.Gangguan ini menyebabkan peningkatan
asam lemak bebas yang akan memicu proses glukoneogenesis dan
menyetuskan resistensi insulin di hati dan otot.Peningkatan asam
lemak bebas ini juga akan mengganggu sekresi insulin.Gangguan
ini semua disebut lipotoksisitas.
5. Usus : Pada pasien DM tipe II terjadi penurunan edek incretin.Efek
tersebut berkaitan dengan respon insulin yang meningkat saat
diberikan glukosa secara oral. Efek incretin diperankan oleh
hormon GLP-1(Glucagon like peptida) dan GIP(Glucose
dependent insulinotrophic polypeptide) dan pada pasien dengan
DM tipe II, didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
6. Sel Alpa pankreas : merupakan organ yang berperan dalam
hiperglikemia, Pada pasien DM tipe II terjadi peningkatan sel alpa
pankreas, dimana terjadi peningkatan sintesis glukagon dalam
keadaan puasa, sehingga kadar glukosa basal hati meningkat.
7. Ginjal : Pada pasien DM tipe II terjadi peningatan reabsorpsi
glukosa oleh ginjal.Proses ini diperantarai oleh meningkatnya
ekspresi gen SGLT-2(Sodium Glucose co-Transporter), dimana
fungsinya menyerap kembali glukosa yang terfiltrasi pada bagian
convulated tubulus proksimal.
Universitas Tarumanagara 7
8. Otak :Pasien DM tipe II mengalami keadaan resistensi insulin yang
terjadi di otak. Insulin merupakan penekan nafsu makan yang
kuat.Karena terjadi resistensi tersebut maka menyebabkan nafsu
makan pasien justru menjadi meningkat
Universitas Tarumanagara 8
untuk keperluan screening individu dengan diabetes dan deteksi individu
dengan prediabetes ataupun risiko diabetes.1
Universitas Tarumanagara 9
Tabel 2.3Pengkategorian kadar gula darah1
Universitas Tarumanagara 10
-Metformin
Kerja utama metformin adalah mengurangi produksi glukosa hepatik
melalui glukoneogenesis dan memperbaiki penggunaan glukosa di
perifer. Merupakan obat pilihan utama untuk DM tipe II.. Efek
samping yang dapat timbul adalah gangguan gastrointestinal seperti
mual, diare, atau keram perut.
-Tiazolidindion (TZD)
Bekerja dengan mengaktivasi Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor yang terdapat pada otot,
jaringan lemak, dan hepar, sehingga meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa. Contoh obat golongan TZD adalah Pioglitazone.
Kontraindikasi pada pasien gagal jantung, karena TZD meningkatkan
retensi cairan sehingga mempercepat edema pada pasien tersebut.
Perlu diperhatikan juga penggunaan pada individu dengan gangguan
fungsi hati.
Obat yang menghambat penyerapan glukosa di saluran cerna(Inhibitor
-Glukosidase)
Bekerja dengan menghambat -Glukosidase intestinal untuk
memperlambat penyerapan glukosa di usus halus, sehingga kadar
glukosa darah sesudah makan menurun. Contoh obat golongan
inhibitor -Glukosidase adalah Acarbose. Efek samping yang dapat
timbul adalah kembung dan flatus.
Obat yang menghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Bekerja dengan menghambat aktivitas enzim DPP-IV, sehingga
konsentrasi Glucose-like Peptide-1 (GLP-1) tinggi dan dapat
meningkatkan sekresi insulin serta menurunkan sekresi glukagon.
Contoh obat golongan inhibitor DPP-IV adalah Sitagliptin dan
Linagliptin.
Obat yang menghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-Transporter 2)
Bekerja dengan menghambat transporter glukosa SGLT-2 pada ginjal,
sehingga penyerapan kembali glukosa dapat dihambat dan glukosa
Universitas Tarumanagara 11
lebih banyak diekskresikan lewat urin. Contoh obat golongan inhibitor
SGLT-2 adalah Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, dan
Ipragliflozin.
Insulin
Bekerja dengan mengaktifkan reseptor insulin, meningkatkan ekskresi
glukosa dan menurunkan produksi glukosa hepatik. Berdasarkan lama
kerjanya terdapat 5 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat (Rapid-
acting insulin), kerja pendek (Short-acting insulin), kerja menengah
(Intermediate-acting insulin), kerja ultra panjang (Ultra long-acting
insulin), dan insulin campuran yang terdiri dari insulin kerja pendek
Universitas Tarumanagara 12
dan menengah atau insulin kerja cepat dan menengah (Premixed
insulin). Efek samping yang dapat timbul adalah hipoglikemia, dan
alergi terhadap insulin.
Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Bekerja dengan mengaktifkan reseptor GLP-1, sehingga sekresi
insulin meningkat, sekresi glukagon menurun. Agonis GLP-1 juga
mempunyai efek menurunkan berat badan dan menghambat nafsu
makan, sehingga dapat digunakan untuk penderita DM tipe II yang
obesitas. Contoh obat golongan agonis GLP-1 adalah Liraglutide,
Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide. Efek samping yang dapat
timbul berupa mual dan muntah.
Universitas Tarumanagara 13
komplikasi.Komplikasi yang terjadi dapat dibagi menjadi komplikasi
vascular dan non vascular.Komplikasi vascular dapat diabagi menjadi
mikrovaskular dan makrovaskular.Komplikasi mikrovasklar bersifat
spesifik bagi penderita diabetes ,yaitu seperti
retinopati,neuropati,nefropati.Sedangkan Komplikasi makrovaskular yang
dapat juga terjadi pada penderita non diabetes tetapi terjadi lebih sering
pada penderita diabetes,yaitu seperti penyakit jantung koroner,penyakit
cerberovaskular.10
Retinopati diabetik
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina,mulai dari
retinopati diabetik non proliferatif sampai pendarahan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan.Pada retinopati diabetik proliferatif, ditandai
dengan hilangnya sel perisit dan mikroaneurisma.Disamping itu juga
terjadi hambatan pada aliran pembuluh darah yang dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan kapiler.Gangguan tersebut berefek terjadinya
hipoksia lokal.Kondisi ini membuat sel retina merespon dengan
meningkatkan VEGF(Vascular Endothelial Growth Factor) dan terjadinya
neovaskularisasi pembuluh darah.
Nefropati diabetik
Terjadi peningkatan tekanan glomerular dan disertai meningkatkanya
matriks ekstraselular yang akan menyebabkan terjadinya penebalan
membran basal,ekspansi mesangial,dan hipertrofi glomerular.Gangguan
ini akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang akan menyebabkan
perubahan yang mengarah terjadinya glumerulosklerosis
Neuropati diabetik
Diabetes melitus dapat menyebabkan kerusakan pada saraf di seluruh
tubuh ketika glukosa darah meningkat dan tekanan darah terlalu tinggi.Hal
ini dapat menyebabkan gangguan terhadap sistem pencernaan, disfungsi
ereksi, dan gangguan fungsi lainnya. Organ tubuh yang paling sering
tekena gangguan neuropati adalah bagian ekstremitas bawah, dimana
kerusakannya disebut neuropati perifer.Gejala awal yang dirasakan adalah
rasa sakit, kesemutan, hilangnya rasa sentuh.Gejala tersebut akan membuat
Universitas Tarumanagara 14
pasien DM menjadi mati rasa apabila terjadi luka, sehingga sering tidak
menyadarinya dan berakibat lanjut menjadi ulkus kronik.
Penyakit Jantung Koroner
Diabetes melitus dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
koroner.Kerusakan ini disebabkan oleh kadar kolestrol yang tinggi, gula
darah yang tinggi, hingga hipertensi.Faktor penyebab ini dapat memicu
terjadinya aterosklerosis dan akan menyebabkan terjadinya penyakit
jantung koroner.
Penyakit infeksi kronik
Penderita diabetes melitus mudah terserang penyakit infeksi.Hal ini
dikarenakan kondisi hiperglikemia,yang akan menyebabkan gangguan
imunitas tubuh dimana terjadi gangguan fungsi netrofil dan monosit
sebagai pertahanan tubuh.Gangguan tersebut menyebabkan penurunan
proses kemotaktik, fagositosis dan daya bakterisid.Selain itu juga terdapat
penurunan respon dari T-helper 1 (Th1) ,TNF alpha ,IL-1 dan IL-6,yang
mengakibatkan kerentanan penderita diabetes mellitus terserang infeksi.[8,9]
Universitas Tarumanagara 15
,diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB-MDR(Multi
Drug Resistant) dan 170.000 orang diantaranya meninggal
dunia.Meskipun angka kematian TB cukup tinggi, sebenarnya bisa dicegah
dan disembuhkan.Per kembangan ilmu pengetahuan menyebabkan terjadi
penurunan angka insidensi TB secara global sebesar 2% pada tahun 2012,
juga angka kematian sebesar 45% bila dibandingkan tahun 1990. 11
Universitas Tarumanagara 16
d) Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
pengobatan akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
o Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
3.Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pada klasifikasi ini pasien dikelompokkan berdasarkan hasil uji kepekaan
contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat
berupa:
o Mono resistance (TB MR) adalah resistan terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama.
o Poli resistance (TB PR) adalah resistan terhadap lebih dari satu
jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R)
secara bersamaan.
o Multi drug resistance (TB MDR) adalah resisten terhadap isoniazid
(H) dan rifampisisn (R) secara bersamaan.
o Extensive drug resistance (TB XDR) adalah TB MDR yang juga
resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
resistan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
seperti kanamisin, kapreomisin, dan amikasin.
o Resistance Rifampisin (TB RR) adalah resistan terhadap
rifampisisn dengan atau tanpa resisten terhadap OAT jenis lain
yang terdeteksi menggunakan uji genotip (tes cepat) atau metode
fenotip (konvensional).
4.Klasifikasi pasien TB berdasarkan status Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
o Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah
pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang
mengonsumsi Obat Antiretroviral (ART) atau hasil tes hiv positif
pada saat pasien tersebut didiagnosis TB.
o Pasien TB dengan HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV
negatif pada saat pasien tersebut didiagnosois TB dengan catatan:
Apabila pada pemeriksaan yang dilakukan selanjutnya ternyata
Universitas Tarumanagara 17
hasil tes HIV menjadi positif, pasien tersebut harus disesuaikan
kembali klasifikasinya sebagai pasien TB dengan HIV positif
o Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB
tanpa ada bukti pendukung dari hasil tes HIV yang telah dilakukan
saat diagnosis TB ditetapkan dengan catatan: Apabila pada saat
pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV
terakhir yang dilakukan
Universitas Tarumanagara 18
Apabila imunitas tubuh turun,bakteri TB yang menetap ,dapat
menimbulkan infeksi sekunder dimana dapat terbentuk nekrosis perkejuan.
Kondisi ini merupakan hasil dekstruktif dari jaringan ikat sekitar infeksi
serta hasil dari makrofag,sitokin proinflamasi,TNF alfa,dan interferon
gamma.Kerusakan itu semuanya menyebabkan terjadinya hidrolisis
protein lipid dan asam nukleat.Dan apabila dilakukan proses pengeluaran
dari paru ,maka akan terbentuk kavitas diparu.13
Universitas Tarumanagara 19
2.2.5 Gejala Klinik Tuberkulosis Paru
Demam
Demam yang dialami pasien TB Paru biasanya subfebril menyerupai
demam influenza.Tetapi kadang ,suhu tubuh dapat mencapai 41˚C.Demam
biasanya bersifat hilang timbul,sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari serangan demam.Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya bakteri yang masuk.
Batuk
Gejala ini sering ditemukan pada pasien TB paru.Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang yang terjadi.Sifat batuk dapat berupa batuk kering
yang non produktif.Kemudian setelah timbul peradangan,batu dapat
menjadi produktif yang menghasilkan sputum.Keadaan ini dapat berlanjut
menjadi batuk darah,dikarenakan pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan
batuk darah pada TB terjadi pada kavitas ,tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
Sesak nafas
Pada TB paru yang ringan,sesak nafas jarang dirasakan.Sesak nafas baru
dirasakan apabila pada TB yang udah berlanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan.Nyeri dada baru dirasakan apabila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Nyeri
terjadi akibat adanya gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
membuang nafas.
Malaise
Penyakit TB Paru bersifat radang menahun.Gejala malaise yang sering
ditemukan seperti anoreksia,tidak nafsu makan,penurunan berat
Universitas Tarumanagara 20
badan,sakit kepala,meriang,nyeri otot,keringat malam,dan lain-lain.Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul tidak teratur.
Universitas Tarumanagara 21
tengah. Namun, pada penderita TB yang berusia lebih lanjut atau penderita
TB dengan infeksi HIV mungkin tidak menunjukkan karakteristik
tersebut. Meskipun foto polos dada dapat menunjukkan adanya TB, foto
polos bukan merupakan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB.
Gambar 2.4 Foto polos dada pada TB paru. Gambar A, infiltrat pada
paru kiri. B, TB paru bilateral dengan kavitas pada apikal paru
kanan13
Universitas Tarumanagara 22
Gambar 2.5 Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa.12
Universitas Tarumanagara 23
tahap lanjutan adalah tahap yang palin penting untuk membunuh sisa
bakteri yang masih ada di dalam tubuh dan mencegah terjadinya relaps.
Pengobatan TB dilakukan dengan memberikan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang terbagi menjadi lini pertama dan kedua. Panduan OAT
menurut Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia dibagi
menjadi12
Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
Obat untuk penderita TB resisten obat yaitu dengan OAT lini ke-2,
yang terdiri dari Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, dan PAS, serta OAT lini
ke-1, Pirazinamid dan Etambutol.
Tabel2.5 Golongan obat antituberkulisis(OAT)12
Golangan obat Obat
Golongan 1/ Obat lini Isoniazid(H),Etambutol(E),Pirazinamide(Z),Rifa
pertama mpisin(R),Streptomycin(S)
Golongan 2 /Obat lini Kanamycin(Km),Amikacin(Am),Capreomycin(C
kedua/injeksi m)
Golongan 3/Gololongan Ofloxacin(Ofx),Levofloxacin(Lfx),Moxifloxacin(
Floroquinolone Mfx)
Golongan 4/Obat Ethionamide(Eto),Prothionamide(Pto),Cycloserin
bakteriostatik lini kedua e(Cs),Para amino salisilat(PAS),Terizidone(Trd)
Golongan 5/Obat yang Clofazimine(Cfz),Linezolid(Lzd),Amoxilin
belum terbukti efikasinya Clavulanate(Amx-
dan tidak direkomendasikan Clv),Thioacetazone(Thz),Claritromycin(Clr),Imip
WHO enem(Ipm)
OAT Dosis
Harian 3x/ minggu
Dosis Dosis Maks Dosis Dosis
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) Maks/hari
(mg)
Universitas Tarumanagara 24
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000
Catatan: Streptomisin untuk pasien usia >60 tahun atau dengan BB <50kg tidak
dapat mentoleransi dosis >500 mg/hari, sehingga dosis yang diberikan 10
Universitas Tarumanagara 25
2.3 Hubungan Diabetes Melitus dengam Tuberkulosis Paru
Universitas Tarumanagara 26
memberikan rekomendasi terapi TB paru pada penderita DM dengan
pemberian OAT dan lama pengobatan pada prinsipnya sama dengan TB
paru tanpa DM, dengan syarat gula darah harus terkontrol.Dan apabila
gula darah tidak terkontrol ,maka terapi diperpanjang hingga 9 bulan.12,19,20
Penurunan imunitas
Paparan terhadap
Mycobacterium
tuberculosis
Universitas Tarumanagara 27
2.5 Kerangkah Konsep
Universitas Tarumanagara 28
BAB 3
METODE PENELITIAN
𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
n=
𝑑2
Universitas Tarumanagara 29
Maka perhitungan besar sampel adalah sebagai berikut:
𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
n=
𝑑2
1,962 x0,069 x 0,931
n=
0,052
0,24678
n=
0,0025
n = 99
Besar sampel minimal penelitian ini adalah 99 sampel.
Universitas Tarumanagara 30
2. HbA1c Pengukuran Rekam Rekam HbA1c Numerik
kadar Medis Medis terkontrol:
hemoglobin <7%, HbA1c
yang tidak
terglikolisasi terkontrol:
dalam darah, 7%
diambil pada
saat pasien
pertama kali
kontrol
3 Glukosa Angka yang Rekam Rekam GDS Numerik
Darah menunjukan Medis Medis terkontrol:
Sewaktu kadar glukosa <200 mg/dl,
(GDS) dalam darah GDS tidak
yang dapat terkontrol:
diukur kapan 200 mg/dl
saja, diambil
saat pasien
pertama kali
kontrol
4. Gula Angka yang Rekam Rekam GDP Numerik
Darah menunjukan Medis Medis terkontrol :
Puasa kadar glukosa <126 mg/dl
(GDP) darah yang GDP tidak
diukur dengan terkontrol:
melakukan 200 mg/dl
puasa minimal
8 jam
sebelumnya
5 Sputum Pemeriksaan Rekam Rekam Positif atau Nominal
BTA sputum pasien Medis Medis negatif
untuk mencari
Universitas Tarumanagara 31
kuman basil
tahan asam
secara
mikroskopik
dengan
pewarnaan
Ziehl-Neelsen,
diambil saat
penegakkan
diagnosis
pasien
6 Foto Pemeriksaan Rekam Rekam Kesan sesuai Nominal
Toraks radiologik Medis Medis dengan TB
untuk melihat atau tidak
keadaan sesuai dengan
sekitar toraks, TB
meliputi organ
di dalamnya,
diambil saat
penegakkan
diagnosis
pasien
7 Tatalaks Pemberian Rekam Rekam Ya / Tidak Nominal
ana pengobatan Medis Medis
OAT minimal
selama 2 bulan
dan OAD serta
insulin
Universitas Tarumanagara 32
3.9 Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data sekunder berupa rekam medis pasien DM
tipe II di Rumah Sakit Royal Taruma tahun 2017-2018 yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Data yang diambil untuk penelitian ini akan dianalisis dengan program
statistik SPSS.Data univariat(Usia,HbA1c,GDS,GDP,Sputum BTA,Foto
Toraks,Tatalaksana disajikan dalam bentuk tabel n(%)
Pengolahan data
Penulisan laporan
Semester V Semester VI
Kegiatan
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Pembuatan proposal
Mengurus perijinan
penelitian
Pengumpulan data
Pengolahan data
Pembuatan laporan
penelitian
Universitas Tarumanagara 33
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma pada
bulan Febuari sampai Maret 2019,diperoleh 108 subjek penelitian. Data diambil
dari rekam medis pasien, berupa usia, jenis kelamin, hasil pemeriksaan penunjang
meliputi pemeriksaan kadar gula darah, sputum BTA, foto toraks, tatalaksana
yang diberikan.
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dari 107 responden didapatkan usia rata-rata
sebesar 60 tahun, dengan usia paling muda 25 tahun dan usia paling tua 89 tahun.
Sebanyak 61 responden berjenis kelamin laki-laki, dan 46 lainnya berjenis
kelamin perempuan.
Universitas Tarumanagara 34
≥126 85 79,43
<126 12 11,22
Tidak dilakukan 10 9,35
HbA1c
Dilakukan 92 85,98 8,83±2,2 8,35 3;14,9
7
≥7% 76 71,02
<7% 16 14,96
Tidak Dilakukan 15 14,02
Sputum
BTA(+) 8 7,47
Tidak Dilakukan 99 92,53
Foto Toraks
Sesuai TB 9 8,41
Tidak Sesuai TB 62 57,94
TidakDilakukan 36 33,65
Pada tabel 4.2 diatas, dari 107 responden,hasil pemeriksaan Gula Darah
Sewaktu didapatkan nilai rata-rata1 sebesar 287,14 mg/dl, dengan nilai terendah
152 mg/dl, dan nilai tertinggi 606 mg/dl.Dari 107 responden tersebut,didaptkan
nilai GDS <200 mg/dl sebanyak 9 responden dan GDS ≥200mg/dl sebanyak 98
responden ,dengan nilai terendah 152 mg/dl, dan nilai tertinggi 606 mg/dl.Selain
itu dari hasil pemeriksaan Gula Darah Puasa didapatkan hasil nilai rata-rata
sebesar 198,49mg/dl,dengan nilai terendah 91mg/dl dan tertingi 409mg/dl.Dari
pemeriksaan HbA1c sebanyak 15 responden tidak melakukannya ,namun
sebanyak 92 responden melakukan pemeriksaan ,dan didapatkan nilai rata-rata
sebesar 8,83% dengan nilai terendah 3% dan nilai tertinggi 14,9%,serta hasil yang
<7% sebanyak 16 orang sedangkan yang ≥7% sebanyak 76 orang.Selain itu tabel
diatas didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA, dengan hasil positif pada 8
responden, dan tidak dilakukan pada 99 responden lainnya. Hasil pemeriksaan
foto toraks juga diperoleh, dengan hasil yang sesuai, yaitu menunjukkan kesan
adanya TB paru, baik berupa gambaran infiltrat, fibroinfiltrat maupun kavitas
pada 9responden, hasil yang tidak sesuai atau tidak menunjukkan kesan TB paru
melainkan menunjukkan kesan adanya Bronkitis dan Pneumonia pada 62
responden, serta tidak dilakukan pemeriksaan foto toraks pada 36 responden.
Universitas Tarumanagara 35
4.3 Tabel Tatalaksana Subyek Penelitian
Pada tabel 4.4 menunjukan dari 107 responden yaitu penderita DM tipe II
terdiagnosis Tuberkulosis Paru sebanyak 10 orang .Prevalensi TB paru pada
penderita DM tipe II sebesar 9,4%,dimana diagnosis ditegakan berdasarkan
pemeriksaan sputum BTA,Foto toraks dan juga penggunaan OAT teratur.
Universitas Tarumanagara 36
BAB 5
PEMBAHASAN
Dari penelitian ini juga didapatkan hasil pemeriksaan kadar HbA1c dengan
rata-rata sebesar 8,83%, berbeda dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa
rata-rata kadar HbA1c pada pasien DM dengan TB adalah sebesar 10.5%.23
HbA1c merupakan nilai yang lebih akurat dibandingkan dengan GDS dan GDP
dikarenakan HbA1c dapat bertahan ditubuh selama 8-12 minggu sehingga
membantu dalam menggambarkan rata-rata gula darah selama 2-3 bulan terakhir.
HbA1c ini juga menjadi indikator jangka panjang pada pasien yang mengevaluasi
kadar gula darah
Universitas Tarumanagara 37
sebesar 3,89% positif TB.22 Pada penelitian ini didapatkan hasil yang lebih besar,
dikarenakan jumlah sampel yang lebih sedikit dibandingkan jumlah sampel pada
penelitian Zeni. Kondisi ini menyebabkan bias pengukuran (measurement bias).
Universitas Tarumanagara 38
BAB 6
6.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian diperoleh dari 107 respoden penelitian, dengan usia
rata-rata 60,43 tahun, laki-laki sebanyak 61 orang, sedangkan
perempuan sebanyak 46. Dari hasil pemeriksaan penunjang responden
diperoleh nilai rata-rata GDS sebesar 287,14mg/dl, GDP 198,49%,
HbA1c 8,83%.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum BTA, didapatkan 8 responden
positif TB. Berdasarkan hasil foto toraks, didapatkan 9 responden
yang menunjukan kesan TB. Sedangkan, berdasarkan riwayat
pengobatan dengan OAT, didapatkan 10 responden menderita TB
paru.
6.2 Saran
1. Bagi peneliti, sebaiknya penelitian jangan hanya terbatas dengan
melihat prevalensi, tetapi dilihat juga hubungan antara Diabetes
Melitus tipe II terhadap Tuberkulosis Paru
2. Bagi instansi terkait, sebaiknya lebih memperhatikan prevalensi
pasien DM tipe II dengan TB paru yang semakin meningkat,apabila
DM tipe II tidsk terkontrol dengan baik, sehingga dapat mengurangi
tingkat mortalitas pasien.
Universitas Tarumanagara 39
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Tarumanagara 40
13. Ahmad S. Pathogenesis, Immunology, and Diagnosis of Latent
Mycobacterium tuberculosis Infection. Clin Dev Immunol. 2010 Dec
27;2011
14. Knechel NA. Tuberculosis: Pathophysiology, Clinical Features, and
Diagnosis. Crit Care Nurse. 2009 Apr 1;29(2):34–43.
15. A.Zukifli,B.Asril.Tuberkulosis Paru.In:Setiati S,Alwi I,W.Sudoyo
A,Simadibrata K M,Setiyohadi B,Fahrial Syam A.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.6th ed.jakarta:InternalPublishing;2014.
16. Restrepo BI. Diabetes and tuberculosis. Microbiol Spectr. 2016 Dec;4(6).
17. Wijaya I. Tuberkulosis paru pada penderita diabetes melitus. Cermin
Dunia Kedokt. 2015;42(6):412-7.
18. Wulandari DR, Sugiri YJ. Diabetes melitus dan permasalahannya pada
infeksi tuberkulosis. J Respir Indo. 2013 Apr;33(2):126-34.
19. Baghaei P, Marjani M, Javanmard P, Tabarsi P, Masjedi MR. Diabetes
mellitus and tuberculosis facts and controversies. Journal of Diabetes &
Metabolic Disorders. 2013 Dec 20;12(1):58.
20. International Diabetes Federation. TB and Diabetes risks, managements,
and improving outcomes. Diabetes Voice. 2016 (cited 2017 Oct 3);61(1):
Available from: https://www.idf.org/e-library/diabetes-voice/issues/49-
march-2016.html?layout=article&aid=315
21. Alatas A.Prevalensi Tuberkulosis Paru dengan BTA positif pada penderita
Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Kota Tanggerang Selatan
tahun 2013.2013
22. Fauziah DF, Basyar M, Manaf AM. Insidensi Tuberkulosis Paru pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016 Aug
11;5(2)
23. Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM, Ahmad Y,
Ottenhoff THM, et al. The effect of type 2 diabetes mellitus on the
presentation and treatment response of pulmonary tuberculosis. Clin Infect
Dis. 2007 Aug 15;45(4):428–35.
Universitas Tarumanagara 41
LAMPIRAN
Universitas Tarumanagara 42