B.INDONESIA SYAUQI AULIDA YUSRI AMANI KELAS 8 SMPIT USWATUN HASANAH
Dua Garis Biru: Antara yang Publik
dan Privat
Dua Garis Biru mencoba mempertanyakan ulang hal-
hal yang seharusnya menjadi urusan privat dan yang seharusnya diatur oleh keluarga, masyarakat, ataupun negara.
Dua Garis Biru bisa saja memilih untuk sekadar
menampilkan perut besar yang halus tanpa kerutan, seperti adegan-adegan kehamilan di film pada umumnya. Film ini juga bisa saja memilih untuk tidak memperlihatkan Dara yang terkejut dadanya basah atau keluhan Dara tentang tubuhnya yang terasa asing dan “kencang”. Namun, mendengar pekikan dan tawa canggung dari beberapa penonton di sebuah bioskop di Jakarta, mungkin Gina S. Noer selaku sutradara dan penulis skenario justru sengaja hendak membuat penonton tak nyaman dan mempertanyakan ketidaknyamanan itu: apa yang salah dari memperlihatkan proses alami dari kehamilan? Apakah proses tersebut terasa terlalu privat untuk ditonton bersama di ruang penuh orang—seperti seorang ibu yang mesti mencari ruang privat untuk memberikan ASI pada anaknya? Jika proses laktasi adalah urusan privat, mengapa kehamilan itu sendiri diintervensi oleh keluarga, sekolah, bahkan negara? Di Indonesia, hamil di usia remaja cenderung dianggap sebagai tragedi. Apalagi jika terjadi di luar nikah atau tidak direncanakan. Iklim masyarakat yang religius akan mengutuk si pasangan karena telah berbuat zina. Keluarga akan menganggap hal ini sebuah aib yang akan mencoreng nama baik mereka di hadapan tetangga. Jadi, mana yang urusan privat, mana yang publik? Film berjudul Dua Garis Biru hasil garapan sutradara Retna Ginanti S. Noer ini menceritakan kisah cinta sepasang anak muda yakni Dara (Adhisty Zara / Zara JKT48) dan Bima (Angga Aldi Yunanda). Kisah percintaan yang dipenuhi dengan tawa, canda, serta romansa anak sekolahan ini didukung keluarga serta teman-teman terdekat. Hingga akhirnya Dara mengajak Bima untuk berkunjung ke rumahnya, saat itu mereka pun akhirnya bermesraan di kamar Dara. Dara pun merias wajah Bima hingga akhirnya Dara ingin memposting foto Bima tersebut ke media social, tetapi Bima melarang akhirnya saat Bima berusaha merebut hp Dara mereka pun akhirnya saling bertatap- tatapan dan akhirnya melakukan hubungan intim. Akhirnya setelah sekian lama, Dara pun mulai mual dan tanda-tanda kehamilan lainnya mulai datang. Bima pun mencoba untuk membelikan Dara sebuah testpack, akhirnya Dara pun mencoba. Dan hasil yang terlihat adalah positif, Dara positif hamil. Pada saat itu, mulailah Dara yang menjauh dari Bima. Setelah itu akhirnya Bima yang mulai menjauh dari Dara. Sampai akhirnya saat di lapangan basket, tidak sengaja kepala Dara terkena bola, tetapi pada saat itu Dara mengaduh bahwa perutnya kesakitan, Dara memikirkan bayinya. Bima, semua teman-temannya, hingga guru pun akhirnya panik dan membawa Dara ke UKS. Ayah Dara (Dwi Sasono) dan Ibu Dara (Lulu Tobing) pun datang ke sekolah, serta orang tua dari Bima, Ayah Bima (Arswendy Bening) dan Ibu Bima (Cut Mini Theo). Setelah itu pun Dara akhirnya dikeluarkan dari sekolah karena hamil, tetapi Bima tidak dikeluarkan oleh sekolah. Akhirnya pada saat itu mulailah banyak masalah yang muncul, seperti kakak Bima yang datang dari Bandung, Bima yang lebih memilih fokus bekerja daripada sekolahnya, Dara yang lebih memikirkan untuk kuliah di Korea dibandingkan mengurus anaknya bersama dengan Bima, serta anak dari Bima dan Dara yang akan diberikan ke Om Andi (Irgy Ahmad Fahrezy) dan Tante Lia (Rahma Alia). III. Kelebihan Film Film berjudul Dua Garis Biru ini mengandung sisi sex education yang sangat kuat, dimana di dalam film ini memiliki pesan bahwa edukasi seks sedini mungkin kepada anak-anak sangatlah diperlukan. Dua Garis Biru ini juga dapat menjadi wadah untuk berdiskusi tentang pernikahan dini yang masih dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, sisi positf dari film juga dapat dilihat dari kemasan genre comedy pada film, sehingga mengundang gelak tawa penonton dalam setiap adegannya. IV. Kekurangan Film Kekurangan pada film ini terletak dimana alur cerita lebih terpaku pada lingkup keluarga, tidak menampilkan secara jelas bagaimana reaksi-reaksi, pendapat atau pandangan dari masyarakat. Selain itu, film ini sudah memunculkan bagian vulgar yang terlalu awal serta acting dari pemeran utama seperti Dara dan Bima yang kurang emosional, sehingga para penonton kurang merasakan emosi saat menontonnya. V. Saran Film ini sangat baik untuk ditonton oleh kalangan remaja misalnya seperti para pelajar yang berusia sekitar 15 – 18 tahun. Terlebih lagi untuk orang dewasa ataupun orang tua sekalipun. Terdapat banyak adegan dalam film yang dapat dijadikan panutan bagi semua orang, seperti sex education dan cara memberikan solusi atau saran bagi anak-anak agar terhindar dari namanya hamil di luar nikah. Diharapkan semua adegan tersebut dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan ditelaah mana hal yang baik untuk dilakukan dan hal yang tidak baik.