Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat Anti Hipertensi

Hipertensi memiliki banyak ragam obat, hal ini dikarenakan masih belum
adanya obat yang efektif dalam memberikan efek penyembuhan tanpa
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Namun terdapat beberapa obat
yang dianggap paling efektif dalam menangani hipertensi, yaitu (Fogoros, 2018) :

1. Diuretik
Obat diuretik merupakan obat yang membantu menurunkan tekanan
darah dengan mengurangi volume cairan dalam pembuluh darah dengan hasil
akhir berupa urin. Mekanisme ini menyebabkan obat ini memiliki nama lain
“pil kencing” karena setelah meminum obat ini, penginsumsinya akan
mengalami urinasi yang lebih banyak. Obat golongan ini tidak mahal, dan
dinilai efektif dalam mengatasi hipertensi (Weber, 2018).
Thiazid merupakan obat salah satu jenis diuretik yang paling sering
digunakan karena memiliki efektivitas yang tinggi. Biasanya obat ini diberikan
kepada pasien dengan derajat hipertensi ringan sampai sedang (Katzung et al,
2013).
Mekanisme kerja dari obat ini akan menghambat transport NaCl di
tubulus distal ginjal sehingga akan meningkatkan ekskresi dari Na, Cl, dan air.
Ketika air meningkat jumlah ekskresinya volume darah akan menurun yang
mengakibatkan tekanan darah akan turun juga (Akbari, 2018).
2. Alpha blocker
Alpha blocker merupakan obat dapat menghambat vasokonstriksi
pembuluh darah dengan menghambat reeptor alpha-1, dan meningkatkan
pelepasan norepinefrin dengan cara meningkatkan aktivitas simpatis
(Gunawan , 2016). Obat ini memiliki efek samping berupa hipotensi ortostatik,
deplesi cairan, pusing hingga pingsan, edema perifer, mual, dan lainnya
(Gunawan , 2016).
Mekanisme dari obat ini adalah obat ini akan menempati reseptor alpha-
1 di pembuluh darah perifer sehingga memberikan efek berupa relaksasi otot
polos yang terdapat di pembuluh darah. Terjadinya relaksasi akan
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga menurunkan retensi
perifer yang pada akhirnya akan menyababkan turunnya tekanan darah
(O’Connell, 2014).

3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)


Obat ini merupakan alternatif kedua selain penggunaan obat diuretik.
Dikarenakan obat ini memiliki efek yang sama dengan diuretik, sebaiknya
obat ini tidak diberikan secara bersamaan karena dapat mengakibatkan
hipotensi mendadak. Biasanya obat ini hanya digunakan sebagai terapi
tambahan (Kaplan, 2015).

Mekanisme dari obat ini menghambat converting enzym yang


menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan meningkatkan
bradikinin sehinggan tahanan vaskuler perifer akan menurun yang akhirnya
akan menurunkan tekanan darah (Katzung et al., 2014). Ketika tekanan darah
menurun terutama dibagian renal akan mengakibatkan dikeluarkannya renin
oleh korteks ginjal. Renin akan memecah decapeptide angiontensin I, sehingga
angiotensin I diubah oleh ACE (angiotensin converting enzyme) menjadi
Angiotensin II di paru-paru. Angiotensin II ini berperan sebagai
vasokonstriktor (Kaplan, 2015).

Obat ACE-Inhibitor akan bekerja dengan menghambat ACE bertugas


sehingga tidak terjadi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek dari
hal ini adalah penurunan vasokonstriksi dan peningkatan bradikinin yang
menyebabkan vasodilatasi. Contoh obat golongan ini adalah captopril,
enalapril, lisinopril, benazepril, dan ramipril (Katzung et al, 2013).

4. Angiotensin Reseptor Blocker


Antihipertensi golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) dan ACEi
telah direkomendasikan dalam Guidelines Of 2013 European Society Of
Cardiology dan The Eighth Report Of Joint National Committee sebagai
pilihan pertama terapi anti hipertensi dengan diabetes melitus. ARB seringkali
dipertimbangkan sebagai terapi alternatif pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler seperti gagal jantung (Rosendorff et al, 2015)
ARB sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskuler dan
hipertensi genetik. Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tampa
mempengaruhi frekuensi denyut jantung. ARB bekerja dengan menghambat
angiostensin II berikatan dengan reseptornya. Efek samping dari obat ini yaitu
hypovolemia, sirosis hepatitis dan hipertensi renovaskuler. Obat ini memiliki
kontraindikasi terhadap kehamilan trimester 2 dan 3, selain itu obat ini tidak
dianjurkan bagi wanita menyusui karena eksresinya diberikan ke dalam air
susu ibu belum di ketahui (Gunawan,2016).

5. Penghambat reseptor beta adrenergic (-Blocker)


-Blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan
sampai dengan sedang terutama pada pasien penyakit jantung coroner dan
aritmia supraventrikel dan ventrikel tampa kelainan konduksi. -Blocker
memiliki efek sebagai berikut :
1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokardium
sehingga menurunkan cardiac output.
2. hambatan sekresi renin pada ginjal dengan akibat penurunan
angiostensin II
3. efek sentral yang mempengaruhi aktifitas saraf simpatis dan perubahan
pada sensitifitas baroreseptor.
Penurunan tekanan darah oleh -Blocker berlangsung lambat efeknya
mulai terlihat pada 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai. Obat ini
tidak mengakibatkan hipotensi ortostatik dan retensi air dan garam
(Gunawan,2016).
Pada saat ini beberapa penelitian menunjukan bahwa β-bloker tidak lagi
dipilih sebagai sebuah terapi awal, kombinasi dari sebuah β-bloker dan
diuretik tidak digunakan karena meningkatnya risiko pasien menjadi diabetes,
pada pasien yang berusia 55 tahun atau lebih muda, pilihan pertama untuk
terapi awal seharusnya adalah sebuah penghambat ACE, atau sebuah
antagonis reseptor-1 angiotensin (Rampengan,2014).
6. Renin Inhibitor
Aliskiren merupakan penghambat renin yang efektif pada pemberian
peroral yang dapat diberikan bisa sebagai obat tunggal maupun di
kombinasikan dengan anti hipertensi lainnya. Obat ini bekerja secara spesifik
langsung pada active site enzim renin yang merupakan rate limiting step
dalam rangkaian reaksi sistem renin angiostensin. Akibatnya renin plasma
akan turun dan menghambat konversi angiostensinogen menjadi angiostensin I
(Gunawan,2016).

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Jakarta: EGC.
Fogoros, R, N,. 2018. Drugs Commonly Uses to Treat High Blood Pressure. Verywell
Health. Available from : https://www.verywellhealth.com/hypertension-
drugs-1745989

Akbari, P., Arshia, K. Z. 2018. Thiazide Diuretics. StatsPearls Publishing. Available


from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532918/

Weber, C,. 2018. Diuretic Medications for Hypertension and Potassium. Verywell
Health. Available from : https://www.verywellhealth.com/diuretics-and-
potassium-1763992

O’Connell T. D., Brian C. J., Anthony J. B., Paul C. S. 2014. Cardiac Alpha1-
Adrenergic Receptors: Novel Aspects of Expression, Signaling Mechanisms,
Physiologic Function, and Clinical Importance. Pharmacological Review.
Vol. 66 (1) : 308-333.

Gunawan, Sulistia, G. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta : Departemen


Farmakologi dan Terapeutik FK UI.

Kaplan N.M., Victor R.G. 2015. Kaplan’s Clinical Hypertension. 11th Edition.
Wolters Kluwer; Philadelphia:179-193.
Rampengan, Starry Homenta. 2014.Peran Terkini Beta-Bloker Pada Pengobatan
Kardiovaskular. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Rosendroff, Clive.2015. Treatment of Hypertension in Patients With Coronary Artery
Disease.Journal Of American College of Cardiology.vol 65 (18): 1998-2038

Anda mungkin juga menyukai