Anda di halaman 1dari 26

TERAPI BERMAIN

MENYUSUN PUZZLE
PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH

Mata Kuliah :Keperawatan Anak


Dosen Pembimbing : Ns. Siti Mukarommah, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom

Disusun Oleh :
KELOMPOK 9

Ahmad Fuady P1908069


Amir Maaruf P1908071
Bela Novela Sari P1908075
Dwi Ayu Ramadhani P1908142
Evalina Prastika Putri P1908086
Irayani Ingan P1908094
Maria Kristiana P1908101
Sulistiawati P1908126
Widya Ashariana P1908131

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
SATUAN ACARA PELAKSANAAN
( SAP )

Pokok Bahasan : Terapi Bermain


Sub Pokok Bahasan : Menyusun Puzzle

Sasaran : Pasien berumur 4-6 tahun di Ruang Melati RSUD Abdul


Wahab Sjahranie

Waktu : 30 menit

Tanggal : 15 Februari 2019


Tempat : Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie

A. Tujuan Intruksional Umum

Setelah dilakukan terapi bermain, diharapkan pasien dapat menyusun puzzle dengan
sempurna serta mengurangi stress dan memberikan stimulus untuk motorik halus pada

anak.

B. Tujuan Intruksional Khusus


Setelah diberi terapi bermain selama 30 menit, diharapkan pasien dapat :

1. Meningkatkan hubungan perawat – klien.

2. Meningkatkan kreativitas pada anak.

3. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain.


4. Melatih motorik halus

5. Menumbuhkan motivasi, keterampilan dan ketekunan

C. Strategi Pelaksanaan Program Bermain

a. Leader : Irayani Ingan


b. Co-Leader : Maria Kristiana
c. Fasilitator :

a. Evalina Prastika Putri

b. Dwi Ayu Ramadani

c. Widya Arhasari
d. Bela Novela Sari

e. Amir Ma’ruf
f. Ahmad Fu’ady Sya’adillah

d. Observer : Pembimbing Klinik


1. Jenis permainan : Melipat Kertas Origami

2. Jenis kelamin : Laki-laki & Perempuan

3. Usia : 4 – 6 tahun

4. Waktu permainan : ± 30 menit

5. Tempat permainan : Ruang bermain RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda


6. Alat yang digunakan : Kertas Puzzle, double tip

7. Strategi permainan :

KEGIATAN BERMAIN

Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien

1. Fase Pra-Interaksi 5 menit a. Mempersiapkan diri

b. Mempersiapkan media &

alat yang akan digunakan

c. Mempersiapkan tempat
untuk bermain

d. Mempersiapkan klien

2. Fase Orientasi 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam

b. Memperkenalkan diri b. Menyimak


c. Kontrak waktu c. Menyepakati

d. Menyampaikan tujuan d. Menyimak

bermain e. Menyimak

e. Meyampaikan permainan f. Menjawab


yang akan dilakukan pertanyaan

3. Fase Kerja a. 15
Menyampaikan
m cara a. Menyimak
permainan
e yaitu

n
membentuk
i pasir
menggunakan
t cetakan.
b. Membimbing klien dalam

membentuk pasir
menggunakan cetakan.

4. Fase Terminasi a. Menyimpulkan


5 manfaat a. Menyimak

dari maktivitas bermain


anak e

b. Memberi
n evaluasi secara b. Menjawab
lisan i

c. Memberi
t rencana tindak c. Menyimak

lanjut
d. Memberi reward kepeda d. Klien merasa senang
klien jika dapat membuat

sebuah karya dari kertas

origami
Denah Permainan

Keterangan:

Leader fasilitator

Co leader

Anak observer

Denah :

D. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
a. Alat untuk terapi bermain harus sudah siap satu hari sebelum dilaksanakan

kegiatan.
b. Alat dan ruangan sudah disiapkan sebelum pasien datang keruang terapi bermain
c. Sudah dibentuk struktur organisasi atau pembagian peran
d. Perencanaan terapi bermain yang sesuai dan tepat

e. Terapi bermain dan peserta siap

2. Evaluasi Proses
a. Dievaluasi apakah anak mau berkenalan dan bersalaman dengan perawat tanpa

rasa takut.

b. Apakah anak mau menempel gambar ke depan, anak mau menyebutkan nama
gambar buah, gambar hewan, dan anak mau menyebutkan warna gambar yang

disebutkan perawat.

3. Evaluasi Hasil
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

b. Anak dapat menyusun puzzle dengan sempurna.

c. Anak dapat lebih terampil dan tekun dalam menyusun puzzle.

d. Anak dapat menyebutkan warna dengan benar dari gambar puzzle.


e. Anak dapat menyebutkan dengan benar bentuk gambar dari puzzle.
LAMPIRAN

A. Latar Belakang
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam

dirinya yang tidak disadari (Miller B.F dan Keane). Bermain adalah kegiatan yang

dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan. Bermain

merupakan keinginan dalam mengatasi konflik dari anak yang tidak disadari serta

dialami dengan suatu kepuasan. Bermain merupakan sarana bagi anak–anak untuk
belajar mengenal lingkungan kehidupannya. Pada saat bermain, anak–anak

mencobakan gagasan–gagasan mereka, bertanya serta mempertanyakan berbagai


persoalan, dan memperoleh jawaban atas persoalan – persoalan mereka. Melalui

permainan menyusun balok misalnya anak – anak belajar menghubungkan ukuran

suatu obyek dengan lainnya. Mereka belajar memahami bagaimana balok yang besar

menopang balok yang kecil. Mereka belajar konsep bagaimana hal-hal yang lebih besar

mampu menopang hal – hal yang lebih kecil.

Anak yang sakit dirumah sakit umumnya mengalami krisis sikologis dikarenakan

perubahan lingkungan yang terjadi pada dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi
beberapa faktor seperti usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang

penyakit, dan ancaman perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat dirumah

sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat dirawat seorang anak

mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang terjadi saat dirawat.


Hospitalisasi dapat menimbulkan respon kecemasan pada anak usia prasekolah.
Dampak kecemasan pada anak dapat mengganggu tumbuh kembang, proses

penyembuhan, dan trauma. Bagi anak hospitalisasi merupakan pengalaman yang tidak

menyenangkan dan akan memunculkan berbagai respon salah satunya adalah cemas.

Kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi disebabkan karena perpisahan,


kehilangan, ketakutan tentang tubuh yang disakiti dan nyeri. Dampak dari kecemasan
akibat hospitalisasi pada anak prasekolah dapat mengganggu tumbuh kembang anak,

proses penyembuhan, dan trauma pada anak setelah keluar dari rumah sakit

Tujuan terapi bermain di rumah sakit bagi anak yaitu untuk mengurangi
perasaan takut, cemas, sedih, tegang, dan nyeri. Banyak macam terapi bermain yang

dapat mengembangkan kemampuan anak, seperti mewarnai gambar, puzzle, clay, dan

origami. Puzzle merupakan suatu kegiatan teka-teki atau permainan menyusun gambar
sehingga membentuk sesuatu, misalnya bentuk hewan, bunga, atau alat transportasi.
Permainan puzzle bermanfaat untuk melatih motorik halus, menumbuhkan motivasi,
kreativitas, keterampilan, dan ketekunan. Bermain puzzle mengajarkan pada anak

membuat melengkapi gambar, sehingga menciptakan kepuasan pada diri anak yang
jika berhasil menyusun puzzle dengan sempurna maka akan membentuk suatu gambar

yang bisa dijadikan untuk membantu anak mengingat warna, hewan, buah-buahan dan
lain sebagainya.

Terapi bermain puzzle merupakan salah satu intervensi yang dapat mengurangi

kecemasan anak selama menjalani hospitalisasi. Salah satu cara untuk menghadapi
permasalahan tersebut adalah bermain dengan tujuan mengurangi rasa sakit akibat

tindakan invansif yang diterima. Bermain yang diterapkan pada kegiatan ini adalah

menyusun puzzle. Puzzle untuk anak-anak merupakan bentuk aktivitas yang sangat

menyenangkan. Keberhasilan menyusun puzzle terpancar dalam ekspresi anak saat


mampu menyelesaikan gambarnya. Tidak hanya rasa senang yang didapatkan dari

bermain puzzle namun juga penyaluran kreativitas dan imajinasi anak, dan yang

terpenting adalah keterampilan dalam mengontrol dan melatih motorik halus. Belajar

untuk tetap konsentrasi dan fokus dalam mengikuti langkah-langkah pembuatan suatu
model puzzle adalah bentuk belajar sambil bermain. Semua hal tersebut diatas sangat

dibutuhkan untuk mempersiapkan anak memasuki usia sekolah.

Anak usia dini bentuk lipatan masih berupa bentuk objek yang sederhana. Anak-

anak belum dapat mengikuti tahapan lipatan yang kompleks. Belajar melipat pada anak
dilakukan dengan beberapa tahap. Berdasarkan menu pembelajaran bagi AUD tingkat

kesulitan melipat dikelompokkan berdasarkan usia. Untuk usia 2 - 3 tahun anak

diharapkan dapat melipat kertas sembarangan. Usia 3 – 4 tahun, anak diharapkan dapat

melipat kertas dengan berbagai bentuk (tidak beraturan). Pada tahap ini anak diberi
kebebasan untuk melipat dengan sesuka hati mereka. Pada usia 4 – 6 tahun, anak

diharapkan dapat menyusun puzzle dengan sempurna. Pada usia ini anak sudah
mampu mengikuti petunjuk sederhana. Dan untuk usia 5 – 6 tahun, anak diharapkan
dapat menyusun puzzle sampai menjadi suatu bentuk gambar hewan, buah, dan lain

sebagainya.

Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk membuat


proposal tentang terapi bermain yang pada nantinya akan diberikan pada anak yang

telah di rawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda tepatnya di ruang melati.
B. Konsep Tumbuh Kembang

1. Pengertian Tumbuh Kembang

Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi
saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah besar, jumlah,

ukuran atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu, yang bias diukur.

Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses

kematangan (Soetjiningsih, 1995).

Whaley dan Wong dalam Supartini (2004), mengemukakan pertumbuhan

sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan

menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang

paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi

dan pembelajaran.

Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memeberikan pelayanan

dari mulai manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat kasus
yang apapun tindakan yang diberikan akan sangat berbeda karena setiap orang

adalah unik, sehingga seorang perawat dituntut untuk mengerti proses tumbuh

kembang. Tumbuh kembang merupakan hasil dari 2 faktor yang berinteraksi yaitu

faktor herediter dan faktor lingkungan. Manusia dalam tumbuh dan berkembang

dipengaruhi oleh kondisi:

a. Fisik
b. Kognitif

c. Psikologis

d. Moral

e. Spiritual

2. Ciri Proses Tumbuh Kembang

Menurut Soetjiningsih, tumbuh kembang anak dimulai dari masa konsepsi

sampai dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu :


1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai

maturitas atau dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan

2. Dalam periode tertentu terdapat percepatan dan perlambatan dalam proses

tumbuh kembang pada setiap organ tubuh berbeda

3. Pola perkembangan anak adalah sama tapi kecepatannya berbeda antara anak

satu dengan lainnya

4. Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh yang khas oleh setiap

organ

3. Prinsip Tumbuh Kembang

Prinsip tumbuh kembang menurut Potter dan Perry (2005)

1. Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu

2. Perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus

dalam pola sebagai berikut :

- Cephalocaudal, pertumbuhan berlansung terus menerus dari kepala ke

arah bawah bagian tubuh

- Proximodistal., perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat

(proksimal) tubuh ke arah luar tubuh (distal)

- Differentiation, ketika perkembangan berlangsung terus yang mudah ke

arah yang lebih kompleks

3. Perkembangan adalah hal yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan

pola yang konsisten dan kronologis

4. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)

a. Motorik

Lebih mampu menggunakan otot-otot kasar daripada otot –otot halus.

Misalnya loncat tali, badminton, bola volly, pada akhir masa sekolah motorik

halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan.
b. Sosial emosional

Mencari lingkungan yang lebih luassehingga cenderung sering pergi dari rumah

hanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sanggat berperan untuk
membentuk pribadi anak, disekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain

selain keluarga sehingga peran guru sangatlah besar.

c. Pertumbuhan fisik

BB meningkat 2-3 Kg/tahun dan TB meningkat 6-7 cm/tahun.

5. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

a. Faktor herediter

Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk diubah ataupun


dimodifikasi, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir dari

proses tumbang anak. Melalui instruksi genetic yang terkandung didalam sel

telur yang telah dibuahi dapatlah ditentukan kualitas dan kuantitas

pertumbuhan. Termasuk dalam faktor genetic ini adalah jenis kelamin dan suku

bangsa /ras. Misalnya, anak keturunan bangsa eropa akan lebih tinggi dan lebih

besar jika dibandingkan dengan keturunan asia termasuk indonesia,

pertumbuhan postur tubuh wanita akan berbeda dengan laki-laki.

b. Faktor lingkungan

a) Lingkungan internal

Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emosi. Ada

tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon


somatotropin merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang,
merangsang sel otak pada masa pertumbuhan,berkurangnya hormon ini

dapat menyebabkan gigantisme. Hormon tiroid akan mempengaruhi

pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan menyebabkan


kretinesme dan hor,on gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang

perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan


esterogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan produksi
sel telur. Jika kekurangan hormon gonadotropin ini akan menyebakan

terhambatnya perkembangan seks.

Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah,


ibu, saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar

terhadap perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak. Cara seseorang

anak dalam berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi interaksi

anak diluar rumah. Pada umumnya anak yang perkembangannya baik dan

mempunyai intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan anak yang tahap

perkembangannya terhambat.

b) Lingkungan eksternal

Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhi,

diantaranya adalah kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah akan

mempengaruhi kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam


bagaimana oarang tua mendidik anaknya.status sosial ekonomi keluarga

juga berpengaruh, orang tua yang ekonominya menengah ke atas dapat

dengan mudah menyekolahkan anaknya disekolah-sekolah berkualitas.

Sehingga mereka dapat menerima dan mengadopsi cara-cara baru


bagimana cara merawat anak dengan baik. Status nutrisi pengaruhnya juga

sangat besar, orang tua dengan status ekonomi lemah bahkan tidak mampu

memberikan makanan tambahan buat bayinya, sehingga bayi akan

kekurangan asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan tubuh akan

menurun dan akhirnya bayi/anak akan jatuh sakit.

Olahraga yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam


tubuh, aktifitas fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot,

posisi anak dalam keluarga juga berpengaruh, anak pertama akan menjadi

pusat perhatian orang tua, sehingga semua kebutuhan dipenuhi baik itu

kebutuhan fisik, emosi, maupun sosial.

c) Faktor pelayanan kesehatan

Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada disekitar

lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang. Diharapkan tumbang


anak dapat dipantau. Sehingga apabila terdapat sesuatu hal yang sekiranya
meragukan atau terdapat keterlambatan dalam perkembangannya. Anak
dapat segera mendapatkan pelayanan kesehatan dan diberikan solusi

pencegahannya.

6. Teori Tumbuh Kembang

a. Tahapan perkembangan :

Industry Vs Inferiority (School age, 6 – 11 tahun)

1. Anak senang menyelesaikan ssesuatu dan menerima pujian


2. Anak tidak berhasil menyelesaikan tugasnya akan menjadi inferior
3. Perilaku positif: memiliki perasaan untuk bekerja atau melaksanakan

tugas, mengembangkan kompetisi sosial dan sekolah, melakukan tugas


yang nyata

b. Teori perkembangan Piaget

Jean Piaget lebih menekankan kepada perkembangan kognitif atau

intelektual. Piaget menyatakan perkembangan kognitif berkembang dengan

proses yang teratur dengan 4 urutan/tahapan melalui proses ini:

2. Assimilasi, adalah proses pada saat manusia ketemu dan berekasi dengan

situasi baru dengan mengunakan mekanisme yang sudah ada. Pada

tahap ini manusia mendapatkan pengalaman dan keterampilan baru

termasuk cara pandang terhadap dirinya dan duania disekitarnya

3. Akomodasi, merupakan proses kematangan kognitive untuk

memecahkan masalah yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan. Tahap


ini dapat tercapai karena ada pengetahuan baru yang menyatu.
4. Adaptasi, merupakan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan

B. Konsep Bermain

1. Pengertian Bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau


mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, memersiapkan diri untuk berperan dan menjadi dewasa.(Aziz Alimul

Hidayat,2008).

Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik

dalam dirinya yang tidak disadari ( Miller B.F dan Keane, 1983 ).

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri

untuk memperoleh kesenangan ( Foster, 1989 ). Bermain adalah cerminan

kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media

yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar
memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan

mengenal waktu, jarak, serta suara . (Wong, 2000).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah

aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena

bermain sama dengan kerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres
anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan

lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta

sosial anak.

Anak dalam keadaan sakit atau yang mendapat perawatan dirumah sakit

umumnya mengalami krisis dikarenakan perubahan lingkungan yang terjadi pada

dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti usia

perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit, dan rasa terancam
karena perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat dirumah sakit perlu

mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat dirawat seorang anak

mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang terjadi saat dirawat.


Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah bermain dengan

tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan invansif yang diterima.

Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat

untuk mengurangi rasa stress anak, yaitu:

1. Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu


bermain bemain spontan yang tidak terstruktur.
2. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa menstruktur aktifitas untuk tujuan
tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan
3. Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan

meninterprestasiakan permainan anak dan merekomendasikan intervensi


yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan untuk untuk memberikan pengalaman

pada anak menyelesaiakan konflik internal, dan tipe ini merupakan komponen
penting pendekatan psikososial untuk merawat anak.

2. Sasaran Usia Prasekolah ( 4-6 tahun )


Havighurst mengartikan tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang
muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas
itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal maka akan menyebabkan

ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan

masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.

Tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang

seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai dengan usia atau fase perkembangannya,
seperti tugas yang berkaitan dengan perubahan kematangan, persekolahan,

pekerjaan, pengalaman beragama dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk

pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Menurut Elizabeth Hurlock (1999) tugas-

tugas perkembangan anak usia 4 – 5 tahun adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum


b. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai makhluk yang

sedang tumbuh

c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya

d. Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepat


e. Mengembangkakn keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis,
dan berhitung

f. Mengembangkkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan


sehari-hari.

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tingkatan nilai


h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan lembaga-

lembaga
i. Mencapai kebebasan pribadi

Origami untuk anak-anak merupakan bentuk aktivitas yang sangat


menyenangkan. Keberhasilan melipat kertas terpancar dalam ekspresi anak saat

mampu menyelesaikan lipatannya. Tidak hanya rasa senang yang didapatkan dari

bermain origami namun juga penyaluran kreativitas dan imajinasi anak, dan yang

terpenting adalah keterampilan dalam mengontrol dan melatih motorik halus.

Belajar untuk tetap konsentrasi dan fokus dalam mengikuti langkah-langkah


pembuatan suatu model origami adalah bentuk belajar sambil bermain. Semua hal
tersebut diatas sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan anak memasuki usia

sekolah. Untuk anak usia dini bentuk lipatan masih berupa bentuk objek yang

sederhana. Anak-anak belum dapat mengikuti tahapan lipatan yang 62 kompleks.


Belajar melipat pada anak dilakukan dengan beberapa tahap. Berdasarkan menu

pembelajaran bagi AUD tingkat kesulitan melipat dikelompokkan berdasarkan usia.

Untuk usia 2 - 3 tahun anak diharapkan dapat melipat kertas sembarangan. Usia 3 –

4 tahun, anak diharapkan dapat melipat kertas dengan berbagai bentuk (tidak
beraturan). Pada tahap ini anak diberi kebebasan untuk melipat dengan sesuka hati

mereka. Pada usia 4 – 5 tahun, anak diharapkan dapat melipat kertas lebih dari satu

lipatan. Pada usia ini anak sudah mampu mengikuti petunjuk sederhana. Dan untuk

usia 5 – 6 tahun, anak diharapkan dapat melipat kertas sampai menjadi suatu bentuk
(origami). Penilaian untuk anak usia dini menekankan pada proses daripada produk.

Hasil evaluasi yang diberikan oleh pendidik AUD sebaiknya tidak hanya dinilai dari
karya anak namun lebih kepada bagaimana anak tersebut berusaha untuk

menghasilkan karyanya.

3. Metode Bermain

Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau
tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar
kita bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal ; bola, lompat tali,

kertas origami, dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa meramu dan menggunakan

alat sesuai dengan keinginan anak.


Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat
membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai

orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.

Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat efektif

untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak dapat

memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang diajarkan dalam

model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-hari.

4. Tahapan Perkembangan Bermain

a. Tahap eksplorasi

Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permaianan mereka terutama terdiri atas

melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda
yang diasungkan dihadapannya. Selanjutnya mereka akan mengendalikan

tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil,

memegang dan memperlajari benda kecil. Setelah mereka dapat merangkak

atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak

jangkauannya

b. Tahap permainan

Bermain barang mainan dimuali pada tahun pertama dan mencapai puncaknya

pada usia antar 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi

mainannya. Antara 2 dan 3 tahun mereka membayangkan bahwa mainannya

mempunyai sifat hidup, dapat bergerak, berbicara dan merasakan. Dengan

semakin berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi mengangap


benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada

barang mainan. Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang

mainan ini adalah bahwa permaianan itu sifatnya menyendiri sedangkan mereka
menginginkan teman. Setelah masuk sekolah, kebanyakan anak mengangap

bermaian barang sebagai “permaianan bayi”.


c. Tahap bermain

Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula

mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian,


selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olahraga, hobi dan bentuk

permaianan matang lainnya.

d. Tahap melamun

Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat pada

peramainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktu


dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat
berkorban, saat mereka mengangap dirinya tidak diperlakukan dengan baik dan

tidak dimengerti oleh siapapun.

5. Fungsi Bermain terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak

akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan

kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama

bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan

sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan

moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

6. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak

a. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/

kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada

permainannya dan ada saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan untuk

bermaian.

b. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain

dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri,

dimana anak wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain
sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak

laki-laki suka bermain bola, pada anak permpuan suka main boneka.
c. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola
permainan anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-
layangan. Paling mereka bermain game karena memang tidak ada/jarang ada

tanah lapang/lapangan untuk bermain, berbeda dengan yang masih terdapat

tanah-tanah kosong.

d. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan

sehingga anak menjadi senang untuk menggunakannya.

7. Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain

Menurut karakteristik sosial

1. Solitary play

Bermaian sendiri walaupun disekitarnya orang lain. Misalnya pada bayi dan

toddler, dia akan asyik dengan mainnya sendiri tanpa menghiraukan orang-

orang yang ada disekitarnya.

2. Pararel play

Bermain sejenis, anak bermain dengan kelompoknya, pada masing-masing

anak mempunyai mainan yang sama tetapi tidak ada interaksi di antara
mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.

Misalnya, masing-masing anak punya bola, maka dia akan bermain dengan

bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola temannya. Biasanya terjadi pada

usia toddler dan pre school.

3. Associative play

Bermain dalam kelompok , dalam suatu aktivitas yang sama tetapi masih
belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka bermain sesuai

keinginannya. Misalnya, anak bermain hujan-hujanan di teras rumah, berlari-

lari dan sebagainya. Hal ini banyak dialami pada anak pre school.

4. Cooperative play
Anak bermain secara bersama-sama, permaianan sudah terorganisir dan
terencana, didalamnya sudah ada aturan main. Misalnya, anak bermain kartu,

petak umpet, terjadi pada usia sekolad dan adolescent.

Menurut isi

1. Sosial afektive play

Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan cara

merajuk/berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa.

5. Sense of pleasure play

Anak mendapatkan kesenagan dari suatu objek disekelilingnya. Misalnya,

anak bermain pasir atau air sehingga anak tertawa bahagia.

6. Skill play

Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya secara

berulang-ulang. Misalnya, anak bermain sepeda-sepedaan dan sedikit mulai

merasa bisa, maka dia akan berusaha untuk mencobanya lagi

7. Dramatic play

Melakukan peran sesuai keinginannya atau dengan apa yang dia lihat dan

dia dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permaianan itu.
Misalnya, anak pernah berkunjung kerumah sakit waktu salah satu

tetangganya sakit, dia melihat perawat dan dokter . sesampainya dirumah

dia berusaha untuk memerankan dirinya sebagai seorang perawat maupun

dokter, sesuai dengan apa yang dia lihat dan diterima tentang peran

tersebut.

8. Pedoman untuk Keamanan Bermain

Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal,

maka diperlukan hal-hal seperti:

a. Ekstra energy
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil

kemungkinan untuk melakukan permainan.

b. Waktu

Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus

yang diberikan dapat optimal.

c. Alat permainan

Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap

perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.

d. Ruang untuk bermain

Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di

tempat tidur.

e. Pengetahuan cara bermain

Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat

permainan tersebut.

f. Teman bermain

Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan

membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan

bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih

akrab.

Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE). APE
merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan secara
optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini anak akan selalu

dapat mengembangkan kemampuan fisiknya,bahasa,kemampuan kognitifnya,dan

adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan secara optimal,maka alat

permainan ini harus aman,ukurannya sesuai dengan usia anak,modelnya

jelas,menarik,sederhana,dan tidak mudah rusak.


Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada
masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli
permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan

aspek tersebut,sehingga terkadang harganya mahal,tidak sesuai dengan umur anak

dan tipe permainannya sama.

Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis

permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti : permainan sepeda

roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai
pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar,kemudian alat permainan
gunting,pensil,bola,balok,lilin jenis alat ini dapat digunakan dalam mengembangkan

motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka , pensil

warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan seperti buku gambar, buku cerita,

majalah, radio, tape dan televise tersebut dapat digunakan dalam mengembangkan

kemampuan bahasa, alat permainan seperti gelas plastic, sendok, baju, sepatu, kaos

kaki semuanya dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan menolong


diri sendiri dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara

bersama dapat dilakukan untuk mengembangkan tingkah laku social.

Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang

tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat

permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu


mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai,

memberikan kesempatan untuk mandiri.

C. Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi

Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas


bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan
tugas perkembangan secara normal dan membangun koping terhadap stres,

ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit dari hospitalisasi (Mott,

1999).
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan
memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu anak
menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan prosedur

invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap hospitalisasi berupa


perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam

menjalani perawatan di rumah sakit.

Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain

dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:

1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar

2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control


3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan

4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh

5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan

peralatan dan prosedur medis

6. Memberi peralihan dan relaksasi

7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing

8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan


perasaan

9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif

terhadap orang lain

10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat


11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

a. Prinsip Bermain di Rumah Sakit

a) Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana.


b) Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.

c) Kelompok umur yang sama.


d) Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
e) Semua alat permainan dapat dicuci

f) Melibatkan orang tua.


Dukungan dari orang tuapun merupakan faktor penting yang harus
diberikan untuk memotivasi anak. Hal-hal yang perlu diberikan sebagai orang

tua antara lain:

b. Memberikan dukungan

Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat di rumah sakit,

mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau memberikan beberapa

treatment pengobatan. Yang tak kalah penting, memberi sentuhann lembut,

seperti pelukan atau mengelus saat anak mengalami kesakitan.

c. Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan anak.

Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang ditanggungnya
cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan ceria dalam menghadapi

kondisi sakitnya.

d. Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan perawatan dirumah sakit


adalah proses menuju kesembuhan.

Perlu diingat, beri pengertian kepada anak bahwa dokter atau petugas

medis lainnya adalah orang-orang yang menolongnya untuk sembuh


DAFTAR PUSTAKA

Foster and Humsberger. 2010. Family Centered Nursing Care of Children. WB sauders

Company. Philadelpia. USA

Hurlock, E. B. 2012. Perkembangan anak. jilid I. Erlangga. Jakarta

Markum, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. IDI. Jakarta

Merenstein, et al. 2014. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta

Soetjiningsih. 2015. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Whaley and Wong. 2018. Nursing Care infants and children. Fourth Edition. Mosby

Year Book. Toronto. Canada


STANDAR OPERASIONAL

TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZLE

1. Memberikan salam pada pasien dan menyapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan

4. Memberi petunjuk pada anak cara bermain : Susun puzzle sesuai dengan pola

yang tersedia
5. Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan sendiri atau dibantu

6. Memotivasi keterlibatan pasien dan keluarga


7. Memberi pujian pada anak bila dapat dilakukan

8. Mengobservasi emosi, hubungan interpersonal, psikomotor anak saat

bermain.

9. Meminta anak menceritakan apa yang dilakukan/dibuatnya


10. Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga tentang permainan

11. Perawat memberikan reward kepada anak yang telah melakukan kegiatan

bermain melipat dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai