Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH SMALL GROUP DISCUSSION

KEPERAWATAN KELUARGA
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA

Dosen: Fatma S. Ruffaida, Ns, MNS

Disusun Oleh Kelompok 14:

Adhitria Rahmatanridho P. (1610913310002)


Ainun (1710913320003)
Ayu Wardalina (1710913320026)
Uun Shafa’atun Nikmah (1610913320041)
Silvia Nur Mayasari (1710913220020)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan
tercipta komunitas keluarga yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh
salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
Masalah kesehatan yang dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi
system keluarga tersebut dan mempengaruhi komunitas setempat, bahkan
komunitas global. Sebagai contoh, apabila ada seorang anggota keluarga yang
menderita penyakit demam berdarah, nyamuk sebagai factor penyebab dapat
menggigit keluarga tetangganya. Hal tersebut dapat mempengaruhi komunitas
tempat keluarga tersebut menetap. Sehat seharusnya dimulai dengan membangun
keluarga sehat sesuai dengan budaya keluarga (Sudiharto, 2007).
Perawat keluarga sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk membangun keluarga
sehat sesuai dengan budayany. Perawat berperan sebagai pemberi asuhan
keperawatan, konselor, pendidik, atau peneliti agar keluarga dapat mengenal tanda
bahaya dini gangguan kesehatan pada anggota keluarganya. Dengan demikian,
apabila keluarga tersebut mempunyai masalah kesehatan, mereka tidak datangke
pelayanan kesehatan dalam kondisi yang sudah kronis. Perawat keluarga memiliki
peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan kesehatan keluarga ssehingga
tercapai Indonesia sehat (Sudiharto, 2007).
Program pemerintah dalam pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan belum
mengikutsertakan perawat keluarga secara optimal. Oleh karena itu, kita perlu
mempertimbangkan adanya satu orang perawat keluarga dalam satu kelurahan
atau desa dalam membangun keluarga sehat. Asuhan keperawatan tersebut
tentunya dilaksanakan dengan melibatkan peran serta aktif keluarga (Sudiharto,
2007).

2
B. Ringkasan Artikel Utama
PEMETAAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA DI
KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat Kesejahteraan Keluarga di
Kecamatan Banjarmasin Selatan berdasarkan indikator Tahapan Keluarga
Sejahtera dari BKKBN dan mengetahui sebaran tingkat Kesejahteraan Keluarga di
Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh rumah tangga miskin penerima bantuan program beras miskin
(raskin) di Kecamatan Banjarmasin Selatan yang berjumlah 6.531 rumah tangga
dan banyaknya sampel berjumlah 364 rumah tangga miskin yang dijadikan
responden. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik
pengumpulan data primer diperoleh melalui observasi, wawancara dan kuesioner,
sedangkan data sekunder diperoleh dari studi dokumen dan pustaka. Teknik
analisis data dengan cara menganalisis Tahapan Keluarga Sejahtera, teknik
persentase dan Pemetaan dengan analisis SIG.
Kesejahteraan secara umum dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang,
pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kesejahteraan bisa dinilai dari segi
kesejahteraan keluaga. Keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat
memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan sebuah bangsa dan
terkait erat dengan fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan sumber daya
manusia yang berkualitas. Kesejahteraan keluarga adalah terciptanya suatu
keadaan yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi
anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam
lingkungan keluarga, sehingga standar kehidupan keluarga dapat terwujud.

3
Cita-cita negara untuk menyejahterakan masyarakat semakin jauh diwujudkan
meskipun pemerintah terus berupaya menanggulangi kemiskinan.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan yaitu:

1. Faktor Intern. Faktor intern antara lain: Jumlah Anggota Keluarga, tempat
tinggal, keadaan sosial ekonomi keluarga dan keadaan ekonomi keluarga.
2. Faktor Ekstern. Kesejahteraan keluarga perlu dipelihara dan terus
dikembangan terjadinya kegoncangan dan ketegangan jiwa diantara anggota
keluarga perlu di hindarkan, karena hal ini dapat menggagu ketentraman dan
kenyamanan kehidupan dan kesejahteraan keluarga.

Pengukuran Kesejahteraan

Pedekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan dibagi


menjadi dua yaitu berdasarkan pendekatan kesejahteraan objektif dan
kesejahteraan subyektif.
a. Kesejahteraan Objektif

Pendekatan objektif diturunkan dari data kuantitatif yang diperoleh dari


angka-angka yang langsung dihitung dari aspek yang ditelaah. Contohnya:
Pengukuran kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

b. Kesejahteraan Subyektif

Pendekatan dengan indikator obyektif secara filosofi berhubungan erat


dengan psikologi sosial masyarakat. Model kesejahteraan subyektif
dianggap lebih sensitif untuk mengukur kesejahteraan rumah tangga.
Kesejahteraan dengan pendekatan subyektif diukur dari tingkat
kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan
oleh orang lain.

4
Tahapan dan Indikator Keluarga Sejahtera

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah


mengadakan program Pendataan Keluarga. Pendataan ini bertujuan untuk
memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam rangka
program pembangunan dan pengentasan kemiskinan yang mana program
tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga. Tingkat
kesejahteraan keluarga dapat diukur dengan beberapa indikator, beberapa
indikator operasional telah dikembangkan untuk menggambarkan tingkat
pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan
pengembangan, sedangkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang tingkat kesejahteraan digunakan beberapa indikator yang telah
digunakan oleh BKKBN. Tahapan dan indikator Keluarga Sejahtera
berdasarkan data dari BKKBN (2016) diantaranya Keluarga Pra Sejahtera
(KPS), Keluarga Sejahtera 1 (KS 1), dan Keluarga Sejahtera (KS).

a. Keluarga Pra Sejahtera


Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal seperti kebutuhan akan
spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB. Indikator Keluarga
Pra Sejahtera meliputi:
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga.
2) Seluruh anggota keluarga makan dua kali atau lebih dalam sehari.
3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk
aktivitas (misalnya di rumah, bekerja, sekolah dan bepergian).
4) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke
sarana kesehatan

5
b. Keluarga Sejahtera 1
Keluarga Sejahtera 1 yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi
kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB,
interaksi lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Indikator Keluarga
Sejahtera 1 sebagai berikut:
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
2) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau
telor.
3) Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang
satu stel pakaian baru.
4) Luas lantai rumah paling kurang 8 m untuk tiap pengguna rumah.
5) Seluruh anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir.
6) Paling kurang satu anggota keluarga yang umurnya diatas 15 tahun
punya penghasilan tetap.
7) Seluruh anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun dapat baca tulis
huruf latin.
8) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah
9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasangan usia subur memakai
alat kontrasepsi (kecuali sedang hamil)

Solusi meningkatkan tingkat Kesejahteraan Keluarga Tahapan


Keluarga Sejahtera 1 agar dapat tinggal dirumah dengan luas lantai 8m2
untuk setiap anggota keluarga. Pertama keluarga harus mengkikuti
program Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah untuk mengontrol
jumlah kelahiran anak, semakin banyak anak anggota keluarga akan
semakin banyak, penghuni rumah akan bertambah dengan banyaknya
jumlah anggota keluarga sehingga mempersempit ruangan untuk setiap
anggota keluarga, luas lantai 8m2 untuk setiap anggota keluargapun tidak
akan terpenuhi, dengan mengikuti program KB diharapkan akan
mengontrol jumlah kelahiran. Kedua, keluarga harus berusaha lebih giat

6
dalam bekerja dan menambah penghasilan agar bisa memiliki rumah
besar dan nyaman.

c. Keluarga Sejahtera
Keluarga Sejahtera yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan perkembangan
keluarganya. Indikator Keluarga Sejahtera meliputi:
a) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
b) Keluarga mempunyai tabungan.
c) Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari.
d) Turut serta dalam kegiatan masyarakat.
e) Keluarga mengadakan rekreasi bersama minimal sekali dalam 6 bulan.
f) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/ radio/ televisi/
majalah
g) Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi.
h) Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan
social masyarakat dalam bentuk materi.
i) Aktif sebagai pengurus yayasan/instansi.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa responden Rumah Tangga Miskin


di Kecamatan Banjarmasin Selatan didominasi oleh responden pada
Tingkat Kesejahteraan Tahapan Keluarga Sejahtera 1.

Kelurahan Pemurus Baru memiliki jumlah Keluarga Sejahtera 1


terbesar di Kecamatan Banjarmasin Selatan yakni berjumlah 17 orang
atau sekitar 68% dari keseluruhan responden di Kelurahan Pemurus
Baru.

Keluarga Pra Sejahtera tertinggi berada di Kelurahan Kelayan Timur


dengan jumlah sebanyak 28 orang responden atau sekitar 37% Keluarga
Pra Sejahtera.

7
Tahapan Keluarga Sejahtera memiliki jumlah terkecil dibandingkan
dengan Keluarga Pra Sejahtera maupun Keluarga Sejahtera 1 di
Kecamatan Banjarmasin Selatan.

Saran-saran yang dapat peneliti berikan terkait penelitian Keluarga


Sejahtera adalah sebagai berikut:

a. Masyarakat hendaknya dapat menciptakan lapangan kerja sendiri yang


lebih produktif sehingga mampu mencapai tingkat kesejahteraan
dalam keluarga
b. Pemerintah Kota Banjarmasin baiknya melakukan analisis lebih
mendalam untuk menentukan kebijakan berbagai program
pengentasan kemiskinan.
c. Masyarakat disarankan mengkuti program Keluarga Berencana (KB)
d. Keluarga yang kurang mampu bisa mendaftarkan diri memperoleh
pelayanan kesehatan gratis
e. Pemerintah hendaknya melakukan pembinaan generasi muda yang
masuk angkatan kerja melalui pemberian kursus, mengikuti kursus
keterampilan maupun pembinaan home industry.
f. Pemerintah harus mengefektifkan pemberian informasi ketenaga
kerjaan melalui lembaga-lembaga yang terkait dengan upaya
perluasan kesempatan kerja misalnya lembaga pemberdayaan
masyarakat
g. Meningkatkan kualitas angkatan kerja dan tenaga kerja melalui usaha
latihan
h. Masyarakat perlu menyadari pentingnya pendidikan karena berkaitan
langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali
potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih
luas agar nantinya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk bisa
meningkatkan tingkat Kesejahteraan Keluarga.

8
C. Ringkasan Artikel Pembanding
DETERMINAN PEMBENTUK KELUARGA SEJAHTERA BAGI
KELUARGA MISKIN PEDESAAN DI KABUPATEN WONOSOBO
YANG BERBASIS INDUSTRI KREATIF PANGAN

Kemiskinan tidak bisa lepas dari masyarakat yang bermukim di pedesaan,


oleh karena kantong-kantong kemiskinan lebih banyak terjadi di wilayah pedesaan
daripada di wilayah urban maupun suburban. Masyarakat petani yang identik
dengan masyarakat pedesaan, sebagian besar berpredikat sebagai masyarakat
miskin. Tahun 2012 persentase jumlah kemiskinan di Indonesia masih cukup
tinggi, meskipun terjadi trend menurun pada tahun-tahun terakhir. Persentase
warga miskin tahun 2009, 14,1%; tahun 2010, 13,33%; tahun 2011, 12,49% (BPS
Provinsi Jawa Tengah, 2013), oleh Pemerintah jumlah persentase itu diupayakan
terus menurun. Salah satu dari 3 kabupaten termiskin di Jawa Tengah adalah
Wonosobo. Kabupaten ini memiliki 15 kecamatan, dan salah satu kecamatan
termiskinnya adalah Mojo Tengah, yang memiliki 19 desa. Menurut pengurus
PKK Kabupaten Wonosobo (hasil wawancara dengan Sri Anggorowati, 2012),
lebih dari 50% masyarakat Mojo Tengah bekerja sebagai buruh jasa dan
pedangang kecil hasil industri pangan yang diproses di rumah. Keadaan ini sangat
didukung oleh kondisi geografis pedesaan di Kecamatan Mojo Tengah, yang
sebagian wilayahnya ditumbuhi oleh berbagai tanaman pangan, misalnya jagung,
ubi-ubian dan sebagainya.
Adanya fakta masyarakat miskin di kecamatan Mojo Tengah di satu sisi,
dan adanya upaya pemerintah menolong mereka dengan aksentuasi pendekatan
finansial semata di sisi lain, pada dasarnya akan semakin menjauhkan kemampuan
masyarakat untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi pada dirinya. Daya juang
masyarakat belum terbina secara benar dalam konteks permasalahan ini. Artinya,
adanya efek psikologis yang negatif yang seharusnya dilemahkan agar tidak
menjadi faktor penguat rasa ketergantungan masyarakat terhadap bantuan,
khususnya bantuan dari pemerintah. Sementara itu, faktor modalitas jenis kerja
masyarakat Mojo Tengah, yaitu profesi mereka sebagai buruh jasa dan pedagang

9
kecil, kiranya dapat dijadikan spektrum pendekatan untuk mengatasi
ketergantungan itu, dan hal itu diharapkan secara sporadis dapat mengatasi
kemiskinan mereka. Guna merencanakan upaya sistematis yang berdasar pada
fakta-fakta lapangan, maka perlu dilakukan upaya untuk mengungkap
pengetahuan dan potensi masyarakat menyangkut pemahaman mereka tentang
makna kesejahteraan keluarga, serta faktor dominan yang membangun kreativitas
masyarakat dalam mengembangkan industri pengolahan pangan. Selanjutnya, dari
pemahaman tersebut dapat dirancang sebuah model tindakan yang berbasis fakta
dalam rangka mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, khususnya di
Kabupaten Wonosobo.
Langkah awal guna membangun model bagi pemberdayaan potensi keluarga
miskin di Kabupaten Wonosobo, perlu diungkap kekuatan dan kelemahan faktor-
faktor yang terlibat dalam membangun Kesejahteraan Keluarga dan Industri
Kreatif pangan. Menemukenali kekuatan setiap faktor tersebut, dapat menjadi
kerangka dasar tindakan sistematis yang diharapkan menjadi solusi terbaik dan
bernas guna melakukan langkah preventif dan kuratif menanggulangi kemiskinan
masyarakat di Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat
diasumsikan, program pengentasan kemiskinan akan efektif jika didukung dengan
usaha membekali gakin dengan pengetahuan tentang makna kesejahteraan
keluarga. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan, serta membekali
keterampilan soft skill berkaitan dengan industri kreatif pangan sesuai potensi
wilayah, tempat gakin pedesaan bermukim.
Keluarga prasejahtera juga disebut sebagai keluarga sangat miskin, yaitu
keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara
minimal. Misalnya kebutuhan pendidikan agama, pangan, sandang, papan dan
kesehatan. Dalam perspektif kesejahteraan keluarga dikategorikan dalam tiga
tahap, tahap I, II, dan tahap III (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No 21
Tahun 1994). Keluarga Sejahtera Tahap I atau disebut dengan keluarga miskin,
yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal,
tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya (socio
psychological needs), seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana,

10
interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi. Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu para keluarga yang sudah mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya, memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan
tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya, seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Keluarga Sejahtera Tahap
III, yaitu keluarga yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan
sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum mampu
memberikan sumbangan (kontribusi) yang signifikan terhadap masyarakat
sekitarnya. Misalnya secara teratur (waktu tertentu) memberikan sumbangan
dalam bentuk materiil dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan,
serta berperan secara aktif menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau
yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga yang mampu memenuhi
kebutuhannya secara menyeluruh, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis,
pengembangan serta mampu memberikan sumbangan yang nyata dan
berkelanjutan kepada masyarakat, serta aktif menjadi pengurus lembaga
kemasyarakatan.
Selanjutnya, diperoleh fakta dari hasil penelitian yang mendeskripsikan
bahwa, determinan terhadap terbentuknya kesejahteraan keluarga miskin yang
terkuat adalah faktor beribadah. Fakta ini menjelaskan, bahwa pengharapan dan
kepasrahan gakin terhadap yang Tuhan yang Maha Pencipta dalam kategori
tinggi. Kondisi demikian tercipta karena adanya siraman rohani yang
dilaksanakan secara rutin bagi gakin. Di samping fakta temuan penelitian
menjelaskan, di kalangan gakin (keluarga prasejahtera tahap 1 sampai keluarga
sejahtera tahap 3) kebutuhan yang ada pada urutan pertama adalah, kebutuhan
akan pengajaran agama, yang puncaknya adalah tekun dalam beribadah. Dan hal
ini menjadi motiv utama yang menggerakkan gakin dalam menjalani hidup sehari-
hari. Deskripsi tentang pemahaman terhadap makna keluarga sejahtera pada
gakin, rata-rata menunjukkan pada kategori cukup. Ada pun keadaan ini adalah
wajar rasional, karena ratarata pendidikan dan status ekonomi mereka rendah,
sehingga apa yang mereka tahu tentang makna kesejahteraan keluarga adalah, jika

11
mereka bisa makan setiap hari, itu sudah cukup. Berdasarkan temuan tersebut,
maka sudah seharusnya mereka dipahamkan tentang makna keluarga sejahtera.
Pemahaman makna keluarga sejahtera, secara otomatis akan berdampak pada
usaha meningkatkan ekonomi keluarga. Rasionalnya, jika status sosial ekonomi
sebuah keluarga meningkat, maka makna kesejahteraan keluarga tidak hanya
berhenti pada kecukupan makan saja, tetapi mulai tumbuh secara sporadis
kemauan melakukan upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan
keluarganya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) tingkat pemahaman terhadap makna
keluarga sejahtera dan industri kreatif pangan di kalangan keluarga miskin (taraf
sejahtera 1) termasuk kategori cukup; (2) faktor determinan terhadap terbentuknya
kesejahteraan keluarga adalah beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa; (3) Faktor
Determinan terhadap usaha industri kreatif pangan di kalangan gakin ialah
pelatihan pengolahan pangan; (4) hasil FGD tentang analisis kebutuhan gakin
dalam upaya membangun keluarga sejahtera dan mengembangkan industri kreatif
pangan berupa materi fokus pendidikan ialah: makna pendidikan dan makna
kesejahteraan keluarga; hubungan inter dan antarkeluarga, peran orang tua dalam
mendidik anak, pengaturan ekonomi keluarga, keamanan lahir batin dan
perencanaan sehat, serta industri kreatif dan pengembangan industri kreatif
pangan.

12
Referensi:
Sudiharto, S.kep.,M.kes. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC

Astuti., dkk. Pemetaan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Di Kecamatan


Banjarmasin Selatan. Vol 4., No 2., 2017., hlm 20-34., e-ISSN : 2356-5225.
Pendidikan Geografi., Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.,
Kalimantan Selatan, Indonesia. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi.

Asih Kuswardinah.,2016. Determinan Pembentuk Keluarga Sejahtera Bagi


Keluarga Miskin Pedesaan Di Kabupaten Wonosobo Yang Berbasis Industri
Kreatif Pangan. Jurnal Pendidikan Vokasi Volume 6, No 3, November 2016 (247-
259)

13
JPG (Jurnal Pendidikan Geografi)
Volume 4 No 2 Maret 2017 e-ISSN : 2356-5225

Halaman 20-34 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg

PEMETAAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA


DI KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN

Oleh:
Astuti1, Sidharta Adyatma1, Ellyn Normelani1
1
Pendidikan Geografi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, Indonesia

INTISARI
Penelitian ini berjudul “Pemetaan Tingkat Kesejahteraan Keluarga di
Kecamatan Banjarmasin Selatan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Banjarmasin Selatan berdasarkan
indikator Tahapan Keluarga Sejahtera dari BKKBN dan mengetahui sebaran
tingkat Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota
Banjarmasin.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga miskin
penerima bantuan program beras miskin (raskin) di Kecamatan Banjarmasin
Selatan yang berjumlah 6.531 rumah tangga dan banyaknya sampel berjumlah
364 rumah tangga miskin yang dijadikan responden. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik pengumpulan data primer diperoleh
melalui observasi, wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh
dari studi dokumen dan pustaka. Teknik analisis data dengan cara menganalisis
Tahapan Keluarga Sejahtera, teknik persentase dan Pemetaan dengan analisis SIG.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat Kesejahteraan Keluarga di
Kecamatan Banjarmasin Selatan didominasi oleh tahapan Keluarga Sejahtera 1.
Sebaran Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Banjarmasin Selatan
untuk Keluarga Pra Sejahtera terbesar berada di Kelurahan Kelayan Timur,
tahapan Keluarga Sejahtera 1 terbesar berada di Kelurahan Pemurus Baru dan
tahapan Keluarga Sejahtera berada di Kelurahan Tanjung Pagar.

Kata Kunci: Pemetaan, Kesejahteraan Keluarga, Tahapan Keluarga Sejahtera,


SIG.

I. PENDAHULUAN
Kesejahteraan secara umum dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang,
pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kesejahteraan bisa dinilai dari segi
kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga adalah terciptanya suatu keadaan
yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota
keluarga, tanpa mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam lingkungan
keluarga, dan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga akan mudah untuk di
atasi secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan keluarga
dapat terwujud. Konsepsi Kesejahteraan tersebut mengandung arti bahwa,
kesejahteraan keluarga adalah suatu kondisi yang harus diciptakan oleh keluarga

20
dalam membentuk keluarga yang sejahtera. Keluarga sejahtera merupakan model
yang dihasilkan dari usaha kesejahteraan keluarga (Soembodo, 2006).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
membagi kriteria keluarga sejahtera dalam tiga tahapan yakni tahapan Keluarga
Pra Sejahtera (KPS), Keluarga Sejahtera 1 (KS 1), dan Keluarga Sejahtera (KS).
Definisi Keluarga Sejahtera menurut BKKBN berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 yakni keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Indonesia merupakan negara
berkembang dengan tingginya jumlah penduduk miskin sehingga tingkat
kesejahteraan keluarga dinilai masih rendah. Tingginya jumlah penduduk miskin
membuat Cita-cita negara untuk menyejahterakan masyarakat semakin jauh
diwujudkan meskipun pemerintah terus berupaya menanggulangi kemiskinan.
Banyak kebijakanpun telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah
kemiskinan, mulai dari pemberian bantuan konsumtif masyarakat maupun
bantuan produktif namun kebijakan tersebut pada implementasinya belum mampu
mengatasi masalah kemiskinan. Kebijakan yang telah dilakukan seringkali justru
menimbulkan permasalahan baru contohnya seperti adanya warga miskin saat
pembagian BLT mengalami luka-luka, pingsan bahkan sampai meninggal dunia
karena berdesak-desakan menunggu pembagian. Fenomena semacam ini
menunjukkan negara telah gagal menjalankan fungsinya untuk menyejahterakan
rakyat (Meniarta, dkk, 2009).
Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia dan terletak di
pulau Kalimantan. Jumlah keluarga miskin di Provinsi Kalimantan Selatan
(Kalsel) jika dilihat dari data keluarga miskin BKKBN Provinsi Kalsel terbilang
cukup banyak yakni berjumlah sebanyak 313.972 jiwa keluarga. Jumlah keluarga
miskin terbesar di provinsi Kalsel berdasarkan data BKKBN tertinggi berada
pada Kota Banjarmasin yang merupakan ibukota dari Provinsi Kalimantan Selatan
dengan jumlah sebanyak 54.691 jiwa keluarga miskin dan terendah berada pada
Kota Banjarbaru sebesar 6.293 jiwa. Kecamatan Banjarmasin Selatan memiliki
jumlah keluarga miskin tertinggi dari 4 kecamatan lainnya yang ada di Kota
Banjarmasin dengan jumlah keluarga miskin mencapai 13.881 jiwa dan terendah
berada pada Kecamatan Banjarmasin Tengah sebesar 7.829 jiwa.
Tingginya jumlah keluarga miskin menggambarkan kurangnya tingkat
kesejahteraan keluarga yang ada di Kecamatan Banjarmasin Selatan sehingga
pemerintah mengadakan bantuan program beras miskin (raskin) untuk membantu
keluarga miskin di Kota Banjarmasin. Jumlah keluarga miskin penerima bantuan
program raskin di Kota Banjarmasin terbilang cukup tinggi. Kecamatan
Banjarmasin Selatan meliliki jumlah penerima raskin terbanyak dari 4 kecamatan
lainnya yang ada di Kota Banjarmasin dengan jumlah penerima raskin sebesar
6.531 jiwa dan terendah berada di Kecamatan Banjarmasin Tengah sebesar 2.660
jiwa (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin, 2016).
Aspek penting untuk mendukung Strategi Penanggulangan Kemiskinan di
Kecamatan Banjarmasin Selatan salah satunya adalah dengan tersedianya data

21
kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Informasi mengenai data keluarga
miskin perkelurahan di Kecamatan Banjarmasin Selatan belum begitu lengkap,
diperlukan adanya peta tingkat kesejahteraan keluarga di Kecamatan Banjarmasin
Selatan agar berbagai program pengentasan kemiskinan bisa tepat sasaran, oleh
karena itu peneliti akan melakukan penelitian mengenai “Pemetaan Tingkat
Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Banjarmasin Selatan”.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Kesejahteraan
Pengertian kesejahteraan menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari
kata sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa, makmur, dan selamat
(terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya). Kata sejahtera
mengandung pengertian bahasa sansekerta “catera” yang berarti payung. Catera
dalam konteks kesejahteraan berarti orang yang sejahtera, yakni orang yang dalam
hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran
sehingga hidup aman dan tentram, baik lahir maupun batin (Purwana, 2014).

B. Konsep Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari sistem dan berinteraksi dengan beragam
lingkungan, artinya keluarga akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi akan berpengaruh pada kualitas
kehidupan keluarga, atau dikenal dengan istilah kesejahteraan keluarga (Suandi,
2007). Keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat memiliki pengaruh
besar terhadap keberhasilan pembangunan sebuah bangsa dan terkait erat dengan
fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas (Sediyaningsih, 2013).

C. Konsep Kesejahteraan Keluarga


Kesejahteraan keluarga adalah terciptanya suatu keadaan yang harmonis
dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota keluarga, tanpa
mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam lingkungan keluarga, dan
dalam menghadapi masalah-masalah keluarga akan mudah untuk di atasi secara
bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan keluarga dapat
terwujud. Kesejahteraan keluarga adalah suatu kondisi yang harus diciptakan oleh
keluarga dalam membentuk keluarga yang sejahtera. Keluarga sejahtera
merupakan model yang dihasilkan dari usaha kesejahteraan keluarga (Soembodo,
2006).

D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan


1. Faktor Intern Keluarga
Faktor intern keluarga antara lain: Jumlah Anggota Keluarga, tempat
tinggal, keadaan sosial ekonomi keluarga dan keadaan ekonomi keluarga.

2. Faktor Ekstern
Kesejahteraan keluarga perlu dipelihara dan terus dikembangan
terjadinya kegoncangan dan ketegangan jiwa diantara anggota keluarga perlu

22
di hindarkan, karena hal ini dapat menggagu ketentraman dan kenyamanan
kehidupan dan kesejahteraan keluarga (BKKBN, 2015).

E. Pengukuran Kesejahteraan
1. Pendekatan Objektif dan Subyektif untuk mengukur Kesejahteraan
Pedekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan pendekatan kesejahteraan objektif dan
kesejahteraan subyektif.
a. Kesejahteraan Objektif
Pendekatan objektif diturunkan dari data kuantitatif yang diperoleh
dari angka-angka yang langsung dihitung dari aspek yang ditelaah
(Rohimah, 2009) Contohnya: Pengukuran kesejahteraan keluarga
berdasarkan kriteria Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN). BKKBN merumuskan konsep keluarga sejahtera
yang dikelompokkan secara bertahap menjadi keluarga pra sejahtera,
keluarga sejahtera tahap 1, dan keluarga sejahtera. Batasan operasional
dari keluarga sejahtera adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, kebutuhan psikologis, kebutuhan
pengembangan, dan kepedulian sosial (Puspitawati, 2015).
b. Kesejahteraan Subyektif
Pendekatan subyektif diperoleh dari persepsi masyarakat tentang
aspek kesejahteraan sehingga hasilnya merupakan perkembangan dari
aspek kesejahteraan. Pendekatan dengan indikator obyektif secara filosofi
berhubungan erat dengan psikologi sosial masyarakat. Penduduk mungkin
mempunyai pandangan tersendiri tentang apa arti kesejahteraan yang
mungkin berbeda dengan konsep obyektif. Konsep subyektif dapat
memberikan pengertian yang mendalam tentang masalah kesejahteraan
yang dihadapi rumah tangga. Model kesejahteraan subyektif dianggap
lebih sensitif untuk mengukur kesejahteraan rumah tangga. Kesejahteraan
dengan pendekatan subyektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan
kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan oleh orang lain.
Pendekatan subyektif mendefinisikan kesejahteraan berdasarkan
pemahaman penduduk mengenai standar hidup mereka dan bagaimana
mereka mengartikannya (Rohimah, 2009).

F. Konsep Keluarga Sejahtera menurut Badan Kependudukan


dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Definisi Keluarga Sejahtera menurut BKKBN berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 yakni keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN, 2015).
1. Tahapan dan Indikator Keluarga Sejahtera

23
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
telah mengadakan program Pendataan Keluarga. Pendataan ini bertujuan
untuk memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam
rangka program pembangunan dan pengentasan kemiskinan yang mana
program tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
keluarga.
Tingkat kesejahteraan keluarga dapat diukur dengan beberapa indikator,
beberapa indikator operasional telah dikembangkan untuk menggambarkan
tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan
kebutuhan pengembangan, sedangkan untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas tentang tingkat kesejahteraan digunakan beberapa indikator yang
telah digunakan oleh BKKBN. Tahapan dan indikator Keluarga Sejahtera
berdasarkan data dari BKKBN (2016) adalah sebagai berikut:
a. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal seperti
kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB.
Indikator Keluarga Pra Sejahtera meliputi:
a) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga.
b) Seluruh anggota keluarga makan dua kali atau lebih dalam sehari.
c) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk
aktivitas (misalnya di rumah, bekerja, sekolah dan bepergian).
d) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
e) Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke
sarana kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera 1
Keluarga Sejahtera 1 yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi
kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB,
interaksi lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Keluarga Sejahtera 1
yakni keluarga yang kebutuhan dasar telah terpenuhi namun kebutuhan
sosial psikologi belum terpenuhi. Indikator Keluarga Sejahtera 1 sebagai
berikut:
a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
b) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau
telor.
c) Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang
satu stel pakaian baru.
d) Luas lantai rumah paling kurang 8 m untuk tiap pengguna rumah.
e) Seluruh anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir.
f) Paling kurang satu anggota keluarga yang umurnya diatas 15 tahun
punya penghasilan tetap.
g) Seluruh anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun dapat baca tulis
huruf latin.
h) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah.

24
i) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasangan usia subur memakai
alat kontrasepsi (kecuali sedang hamil).
c. Keluarga Sejahtera
Keluarga Sejahtera yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan perkembangan
keluarganya. Indikator Keluarga Sejahtera meliputi:
a) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan
agama.
b) Keluarga mempunyai tabungan.
c) Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari.
d) Turut serta dalam kegiatan masyarakat.
e) Keluarga mengadakan rekreasi bersama minimal sekali dalam 6
bulan.
f) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/ radio/ televisi/
majalah.
g) Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi.
h) Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan
social masyarakat dalam bentuk materi.
i) Aktif sebagai pengurus yayasan/instansi.

G. Peta dan Pemetaan


Peta merupakan media untuk menyimpan dan menyajikan informasi
tentang rupa bumi dengan penyajian pada skala tertentu. Pemetaan adalah proses
pengukuran, perhitungan, dan penggambaran permukaan bumi (terminologi
geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan
hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun
raster. Peta komersial yang bermutu sekarang banyak dibuat dengan perangkat
lunak pembuatan peta yang merupakan salah satu di antara tiga macam utama:
CAD (desain berbantuan komputer), GIS (Sistem Informasi Geografis), dan
perangkat lunak ilustrasi peta yang khusus. Peta yang dihasilkan dari perangkat
lunak (software) komputer ini disebut peta digital (Purnama, 2008).
Informasi mengenai data Kesejahteraan Keluarga perkelurahan di
Kecamatan Banjarmasin Selatan belum begitu lengkap sehingga diperlukan
adanya peta Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Banjarmasin Selatan agar
berbagai program pengentasan kemiskinan bisa tepat sasaran, oleh karena itu
peneliti akan melakukan penelitian mengenai Pemetaan Kesejahteraan Keluarga
di Kecamatan Banjarmasin Selatan berdasarkan indikator dari BKKBN. Pemetaan
Kesejahteraan Keluarga mencakup tiga tahapan dari BKKBN yakni tahapan
Keluarga Pra Sejahtera (KPS), Keluarga Sejahtera 1 (KS 1), dan Keluarga
Sejahtera (KS). Penelitian ini hasil akhirnya akan dibuat dalam bentuk peta. Peta
tersebut dibuat dalam bentuk diagram lingkaran untuk menunjukkan tingkat
kesejahteraan keluarga yang terdiri dari tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS),
Keluarga Sejahtera 1 (KS 1), dan Keluarga Sejahtera (KS).

III. METODE PENELITIAN

25
Metode dalam penelitian tingkat Keluarga Sejahtera adalah metode
kuantitatif, metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini
sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian (Hayati, 2012). Metode kuantitatif disebut sebagai metode positivistik
karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode kuantitatif sebagai metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode kuantitatif
juga disebut metode discovery, karena dengan metode kuantitatif dapat ditemukan
dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode kuantitatif disebut kuantitatif
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik
(Sugiyono, 2015).

A. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang
tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar
jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2015).
Populasi dalam penelitian tingkat Keluarga Sejahtera adalah rumah tangga miskin
penerima bantuan program raskin di Kecamatan Banjarmasin Selatan dengan
jumlah keseluruhannya 6.531 jiwa.

B. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2015). Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik Proportionate statified random sampling,
yaitu teknik pemgambilan sampel yang dilakukan apabila sifat atau unsur dalam
populasi tidak homogen dan berstrata secara proporsional untuk setiap kelurahan
di Kecamatan Banjarmasin Selatan. Sampel dalam penelitian ini merupakan
rumah tangga miskin penerima bantuan program raskin yang terdapat di
Kecamatan Banjarmasin Selatan sebanyak 364 jiwa yang di ambil dari populasi
6.531 jiwa

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Banjarmasin Selatan
Penentuan Tingkat Kesejahteraan Keluarga menururt indikator Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah dengan
sistem gugur dengan membagi Tingkat Kesejahteraan Keluarga dalam tiga
tahapan yaitu: Keluarga Pra Sejahtera (KPS), Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) dan
Keluarga Sejahtera (KS). Jumlah responden Rumah Tangga Miskin penerima
bantuan Raskin di Kecamatan Banjarmasin Selatan adalah 364 orang responden.
Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Banjarmasin Selatan disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Banjarmasin Selatan

26
No. Kelurahan Pra Sejahtera 1 Sejahtera Jumlah
Sejahtera
1 Kelayan Timur 28 38 10 76
2 Kelayan Tengah 5 16 4 25
3 Kelayan Selatan 5 11 5 21
4 Pekauman 3 13 4 20
5 Kelayan Barat 3 7 3 13
6 Kelayan Dalam 7 15 6 28
7 Murung Raya 12 17 9 38
8 Pemurus Baru 3 17 5 25
9 Pemurus Dalam 4 16 5 25
10 Tanjung Pagar 2 18 8 28
11 Basirih Selatan 5 15 5 25
12 Mantuil 6 28 6 40
Jumlah 83 211 70 364
Frekuensi (%) 23% 58% 19% 100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Banjarmasin Selatan


berdasarkan Tabel 1 terbesar berada pada Tahapan Keluarga 1 yakni sebanyak
211 responden (58%), terendah pada Tahapan Keluarga Sejahtera sebanyak 70
responden (19%). Faktor dominan penyebab banyaknya Keluarga Sejahtera 1
ialah reponden tidak memenuhi dalam indikator BKKBN yakni “Anggota
keluarga tinggal dirumah dengan luas tanah paling kurang 8m² untuk setiap
anggota keluarga”.
Penelitian menunjukkan banyaknya rumah berukuran kecil dan tidak
sebanding dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Satu buah rumah dihuni
lebih dari 1 kepala keluarga, sebagian besar pasangan berumah tangga masih
tinggal bersama di rumah orang tua karena alasan faktor ekonomi yang tidak
mencukupi untuk membeli rumah sendiri, sehingga sebagian besar responden
jatuh pada tahapan Keluarga Sejahtera 1.
Solusi meningkatkan tingkat Kesejahteraan Keluarga Tahapan Keluarga
Sejahtera 1 agar dapat tinggal dirumah dengan luas lantai 8m2 untuk setiap
anggota keluarga. Pertama keluarga harus mengkikuti program Keluarga
Berencana (KB) dari pemerintah untuk mengontrol jumlah kelahiran anak,
semakin banyak anak anggota keluarga akan semakin banyak, penghuni rumah
akan bertambah dengan banyaknya jumlah anggota keluarga sehingga
mempersempit ruangan untuk setiap anggota keluarga, luas lantai 8m2 untuk
setiap anggota keluargapun tidak akan terpenuhi, dengan mengikuti program KB
diharapkan akan mengontrol jumlah kelahiran. Kedua, keluarga harus berusaha
lebih giat dalam bekerja dan menambah penghasilan agar bisa memiliki rumah
besar dan nyaman.

2. Pembahasan
a. Sebaran Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Sebaran Tahapan Keluarga Sejahtera di Banjarmasin Selatan disajikan
dalam bentuk peta yaitu peta Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kecamatan
Banjarmasin Selatan. Responden Rumah Tangga Miskin di Kecamatan

27
Banjarmasin Selatan didominasi oleh responden pada Tingkat Kesejahteraan
Keluarga Tahapan Keluarga Sejahtera 1.
Kelurahan Pemurus Baru memiliki jumlah Keluarga Sejahtera 1 terbesar
di Kecamatan Banjarmasin Selatan yakni berjumlah 17 orang atau sekitar 68%
dari keseluruhan responden di Kelurahan Pemurus Baru. Indikator yang
berpengaruh ialah indikator BKKBN yakni “anggota keluarga tinggal dirumah
dengan luas tanah paling kurang 8m² untuk setiap anggota keluarga”. Banyak
ditemukan ukuran rumah yang kecil dan tidak sebanding dengan jumlah anggota
keluarga yang besar. Satu buah rumah bahkan bisa dihuni lebih dari 1 kepala
keluarga, sebagian besar pasangan berumah tangga masih tinggal bersama di
rumah orang tua karena alasan faktor ekonomi yang tidak mencukupi untuk
membeli rumah sendiri, sehingga sebagian besar responden di Kelurahan Pemurus
Baru masuk pada Tahapan Keluarga Sejahtera 1.
Keluarga Pra Sejahtera tertinggi berada di Kelurahan Kelayan Timur
dengan jumlah sebanyak 28 orang responden atau sekitar 37% Keluarga Pra
Sejahtera. Faktor dominan penyebab responden jatuh pada Tahapan Keluarga Pra
Sejahtera di Kelurahan Kelayan Timur karena tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya dari segi kesehatan.
Tahapan Keluarga Sejahtera memiliki jumlah terkecil dibandingkan
dengan Keluarga Pra Sejahtera maupun Keluarga Sejahtera 1 di Kecamatan
Banjarmasin Selatan. Kelurahan Tanjung Pagar merupakan Keluarahan dengan
Tahapan Keluarga Sejahtera terbanyak dari 11 Keluarhan lainnya yakni sebanyak
8 responden atau sekitar 29% dari jumlah keseluruhan responden di Kelurahan
Tanjung Pagar, dikarenakan wilayah Kelurahan Tanjung Pagar dekat dengan
kawasan pertokoan dan juga terdapat banyak rumah makan sehingga warga
memiliki banyak kesempatan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup untuk
menciptakan kesejahteraan bagi diri sendiri maupun keluarga. Peta Tingkat
Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Banjarmasin Selatan disajikan pada gambar 1.

28
Skala 1 : 300.000

Skala 1 : 5000.000

Gambar 1. Peta Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Banjarmasin Selatan

29
V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat peneliti berikan terkait penelitian Tingkat
Kesejahteraan Keluarga adalah sebagai berikut:
1. Responden Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarmasin Selatan
didominasi oleh responden pada Tingkat Kesejahteraan Tahapan Keluarga
Sejahtera 1.
2. Kelurahan Pemurus Baru memiliki jumlah Keluarga Sejahtera 1 terbesar di
Kecamatan Banjarmasin Selatan yakni berjumlah 17 orang atau sekitar
68% dari keseluruhan responden di Kelurahan Pemurus Baru. Indikator
yang berpengaruh ialah indikator BKKBN yakni “anggota keluarga tinggal
dirumah dengan luas tanah paling kurang 8m² untuk setiap anggota
keluarga”. Banyak ditemukan ukuran rumah yang kecil dan tidak
sebanding dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Satu buah rumah
bahkan bisa dihuni lebih dari 1 kepala keluarga, sebagian besar pasangan
berumah tangga masih tinggal bersama di rumah orang tua karena alasan
faktor ekonomi yang tidak mencukupi untuk membeli rumah sendiri,
sehingga sebagian besar responden di Kelurahan Pemurus Baru masuk
pada Tahapan Keluarga Sejahtera 1.
3. Keluarga Pra Sejahtera tertinggi berada di Kelurahan Kelayan Timur
dengan jumlah sebanyak 28 orang responden atau sekitar 37% Keluarga
Pra Sejahtera. Faktor dominan penyebab responden jatuh pada Tahapan
Keluarga Pra Sejahtera di Kelurahan Kelayan Timur karena tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya dari segi kesehatan.
4. Tahapan Keluarga Sejahtera memiliki jumlah terkecil dibandingkan
dengan Keluarga Pra Sejahtera maupun Keluarga Sejahtera 1 di
Kecamatan Banjarmasin Selatan. Kelurahan Tanjung Pagar merupakan
Keluarahan dengan Tahapan Keluarga Sejahtera terbanyak dari 11
Keluarhan lainnya yakni sebanyak 8 responden atau sekitar 29% dari
jumlah keseluruhan responden di Kelurahan Tanjung Pagar, dikarenakan
wilayah Kelurahan Tanjung Pagar dekat dengan kawasan pertokoan dan
juga terdapat banyak rumah makan sehingga warga memiliki banyak
kesempatan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup untuk menciptakan
kesejahteraan bagi diri sendiri maupun keluarga.

B. Saran
Saran-saran yang dapat peneliti berikan terkait penelitian Keluarga
Sejahtera adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat hendaknya dapat menciptakan lapangan kerja sendiri yang
lebih produktif agar kebutuhan sosial maupun ekonomi dapat terpenuhi
sehingga mampu mencapai tingkat kesejahteraan dalam keluarga.
2. Pemerintah
Kota Banjarmasin baiknya melakukan analisis lebih mendalam untuk
menentukan kebijakan berbagai program pengentasan kemiskinan agar
bisa lebih tepat sasaran dan memberikan rekomendasi kebijakan untuk

30
pemberdayaan keluarga miskin dalam upaya penanggulangan dan
pengurangan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan keluarga
miskin.
3. Masyarakat disarankan mengkuti program Keluarga Berencana (KB),
dengan mengikuti program KB diharapkan akan mengontrol jumlah
kelahiran. Keluarga harus berusaha lebih giat dalam bekerja dan
menambah penghasilan agar bisa memiliki rumah yang besar dan nyaman.
4. Keluarga yang kurang mampu bisa mendaftarkan diri memperoleh
pelayanan kesehatan gratis melalui program pemerintah seperti Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan sehingga akan mempermudah dalam
berobat.
5. Pemerintah hendaknya melakukan pembinaan generasi muda yang masuk
angkatan kerja melalui pemberian kursus, mengikuti kursus keterampilan
maupun pembinaan home industry.
6. Pemerintah harus mengefektifkan pemberian informasi ketenaga kerjaan
melalui lembaga-lembaga yang terkait dengan upaya perluasan
kesempatan kerja misalnya lembaga pemberdayaan masyarakat.
7. Meningkatkan kualitas angkatan kerja dan tenaga kerja melalui usaha
latihan untuk pengembangan keahlian dan keteampilan kerja dengan
mendirikan balai-balai latihan kerja.
8. Masyarakat perlu menyadari pentingnya pendidikan karena berkaitan
langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali
potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas
agar nantinya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk bisa
meningkatkan tingkat Kesejahteraan Keluarga karena pemerintah
mengadakan program wajib belajar 12 tahun yang berlaku pada juni 2015
agar keluarga miskin tidak terbebani dengan biaya sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi., Daniel Suryadarma, dan Hastuti. 2005. Ukuran Objektif Kesejahteraan
Keluarga untuk Penargetan Kemiskinan: Hasil Uji Coba Sistem
Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat di Indonesia. Jakarta:
Lembaga Penelitian SMERU. ISBN 979-3872-17-9. (Online),
(http://smeru.or.id, diakses pada 21 juli 2016).
Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015. Pengertian
Keluarga Sejahtera menurut BKKBN Banjarmasin. BKKBN Pusat
Provinsi Kalimantan Selatan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Batasan dan
Pengertian MDK. (Online),
(http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/BatasanMDK.aspx, diakses pada 12
april 2016).

31
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2013. Profil Hasil
Pendataan Keluarga Tahun 2012. Jakarta: BKKBN. (Online),
(http://www.bkkbn.go.id/data/Documents/Profil%2520Hasil%2520Penda
taan%25202012.pdf, diakses pada 11 mei 2016).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2014. Profil Hasil
Pendataan Keluarga Tahun 2013. Jakarta: BKKBN. (Online),
(http://www.bkkbn.go.id/data/Documents/Profil%2520Hasil%2520Penda
taan%25202013.pdf, diakses pada 11 mei 2016).
Feriyansah, Efendi. 2015. Pengaruh Pendapatan Suami dan Pendapatan Istri
Terhadap Ekonomi Keluarga. Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Universitas Islam Negeri Walisongo. (Online),
(http://reposity.ipb.ac.id/bitstream/123456789/11542/2/, diakses 08 april
2016).
Hayati, Naila. 2012. Pemilihan Metode yang Tepat dalam Penelitian (Metode
Kuantitatif dan Metode Kualitatif). Padang: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Jurnal Tarbiyah al-Awlad,
Volume IV, Edisi 1, hlm. 345-357. (Online),
(http://www.journal.tarbiyahiainib.ac.id/, diakses pada 24 mei 2016).
Loppies, Imelda J., Maria E Pandu dan Syaifullah Cangara. 2011. Hubungan
Pendidikan Formal Perempuan dengan Tingkat Kesejahteraan Keluarga
di Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.
(Online), (http:/pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/, diakses 08 april 2016).
Mantra, Ida Bagus. 2003. Demografi Umum. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Meniarta, I Ketut., Wawan Mas’udi, dan AAGN Ari Dwipayana. 2009. Dinamika
Sistem Kesejahteraan dan Modal Sosial di Masyarakat Banjar Pakraman-
Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 13, Nomor 2, November
2009 (231-248) ISSN 1410-4946. (Online),
(http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view /, diakses
08 april 2016).
Novianti, Pepi., Dian A, & Idhia S. 2013. Analisis Statistika Deskriptif dalam
Pemetaan Kemiskinan di Kota Bengkulu. Universitas Bengkulu,
(Online), (http://repository.unib.ac.id/7164/1/, 17 Januari 2016).
Purnama, Asep. 2008. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Daerah Aliran
Sungai Cisadane menggunakan Sistem Informasi Geografis. Institut
Pertanian Bogor, (Online),
(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/10168/2/Asep%2520Pur
nama_E2008.pdf, diakses pada 28 Januari 2016).
Purwana, Agung Eko. 2014. Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Ponorogo: STAIN. (Online),
(http://stainponorogo.ac.id/index.php/justicia/article/download/91/,
diakses 08 april 2016).
Puspitawati, Herien. 2015. Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan
Ketahanan Keluarga. ISBN: 978-979-493-403-6 Bogor: Departemen
Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor 2015. (Online), (http://herienpuspitawati.file/, diakses
pada 24 mei 2016).

32
Rohimah, Esti. 2009. Kajian Kesejahteraan Keluarga: Keragaan Pemenuhan
Kebutuhan Pangan dan Perumahan pada Keluarga Nelayan di Daerah
Rawan Bencana. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor. (Online), (http://reposity.ipb.ac.id/bitstream/123456789/11542/2/,
diakses 08 april 2016).
Sediyaningsih, Sri., Ace Sriati Rachman, dan Yanis Rusli. 2013. Analisis Model
Komunikasi Pembentukan Konsep Keluarga Sejahtera di Indonesia
(Studi terhadap sosialisasi program BKKBN kota Depok dan kota
Bogor). Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 9, Nomor 2,
September 2013,145-161. (Online),
(http://jurnal.ut.ac.id/JOM/article/download/51/, diakses 08 april 2016).
Soembodo, Benny. 2006. Pandangan Masyarakat Miskin Perkotaan Mengenai
Kesejahteraan Sosial. Surabaya: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga. (Online), (http://journal.unair.ac.id/downoad-
fullpapers-utama%2520(1)%2520Benny%2520(Miskin), diakses pada 08
april 2016)
Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah
Perdesaan Provinsi Jambi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. (Online),
(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/40884/5/, diakses 08
april 2016).
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sunarti, Euis., Ali Khomsan. 2006. Kesejahteraan Keluarga Petani Mengapa
Sulit Diwujudkan? Institut Pertanian Bogor. 2006. (Online),
(http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/, diakses pada 30 Maret 2016).
Sunarti, Euis. 2006. Indikator Keluarga Sejahtera: Sejarah Perkembangan,
Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertania Bogor. ISBN 978-602-8665-05-6. (Online),
(http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/04/Dr.Euis-Sunarti_Indikator-
Keluarga-Sejahtera.pdf, diakses pada 06 januari 2016).
Sunarti, Euis., Nia N dan Neti H. 2009. Hubungan antara Fungsi Adaptasi,
Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Pemeliharaan Sistem dengan
Kesejahteraan Keluarga. Jur. Ilm. Kel. dan Kons., Januari 2009, p : 1-10
Vol. 2, No. 1 ISSN : 1907 – 6037. Institut Pertanian Bogor. (Online),
(http://journal.ipb.ac.id/, diakses pada 24 mei 2016).
Sunarti, Euis. 2011. Kependudukan dan Keluarga Sejahtera. Tulisan tidak
dipublikasikan. Bogor. 2011. (Online),
(http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Dr.-Euis-Sunarti-
Kependudukan-dan-Keluarga-Sejahtera2A.pdf, diakses pada 06 januari
2016).
Swastikayana, I Wayan Eka. 2011. Sistem Informasi Geografis Berbasis Web
Untuk Pemetaan Pariwisata Kabupaten Gianyar (Studi Kasus Pada
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar). Yogyakarta: Universitas
Pembangunan Nasional”Veteran”. (Online),

33
(http://repository.upnyk.ac.id/905/1/SKRIPSI.pdf/, diakses 28 januari
2016.
Tim Dosen Geografi, 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin: Eja
Publisher.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Jakarta. (online),
(http://www.hsph.harvard.edu/population/policies/indonesia, diakses 06
jaunari 2016).
Widyastuti, Astriana. 2012. Analisis Hubungan Antara Produktivitas Pekerja Dan
Tingkat Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga Di Jawa
Tengah Tahun 2009. Economics Development Analysis Journal,
(Online), EDAJ 1 (2) (2012), Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj, diakses 06 januari 2016).

34

Anda mungkin juga menyukai