Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PAPER
Accouting Measurement System
Disusun oleh:
9C / DIPLOMA IV AKUNTANSI ALIH PROGRAM
Dedy Nurmawan Susilo (5)
Desmita (6)
I Nyoman Guna Saptameyana (22)

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

DAFTARISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2

A. Historical Cost Accounting........................................................................... 2


B. Current Cost Accounting............................................................................. 8
C. Exit Price Accounting .................................................................................. 9
D. Value in Use vs. Value in Exchange............................................................ 14
E. Perspektif Global Dan International Financial Reporting Standards ........... 14
F. Masalah Bagi Auditor.................................................................................. 17
G. Case Study.................................................................................................. 18

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 25

2
BAB I

PENDAHULUAN

Sistem double-entry didokumentasikan oleh Pacioli pada abad ke limabelas. Model


ini digunakan selama bertahun-tahun sebagai sistem akuntansi yang digunakan banyak
pihak terutama pasca revolusi industri, kemudian pada saat depresi ekonomi tahun 1929
yang melanda Amerika, baru berkembang Historical Cost Accounting sebagai alternatif
sistem pengukuran dalam praktek akuntansi. Historical Cost Accounting tidak secara
sistematis ditetapkan sebagai dasar pengukuran pencatatan dan pelaporan transaksi
ekonomi dalam suatu perusahaan hingga akhir tahun 1930-an.

Pada tahun 1960, alternatif sistem pengukuran yang lain muncul dan memberikan
pandangan berbeda terhadap model pengukuran Historical Cost Accounting sebagai sistem
pengukuran fundamental. Sistem pengukuran tersebut yaitu:

1. Current Cost Accounting (CCA) merupakan sebuah sistem akuntansi dimana aset
dinilai berdasarkan harga beli di pasar saat ini.
2. Exit price accounting adalah sistem akuntansi dimana menggunakan harga jual
pasar untuk mengukur posisi finansial beserta performa perusahaan.

Munculnya alternatif pengukuran ini menawarkan berbagai keuntungan dan kerugian


penerapanya masing-masing. Sehingga muncul pertanyaan sistem pengukuran mana yang
paling relevan. Dalam paper ini dijelaskan bagaimana konsep dari masing-masing model
pengukuran dan kelebihan serta kekurangannya yang diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai masing-masing sistem pengukuran.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Historical Cost Accounting


1. Pengertian Historical Cost Accouning

Suwardjono menyatakan bahwa historical cost adalah jumlah rupiah sepakatan atau
harga pertukaran yang telah tercatat dalam periode pembukuan. Menurut Suwardjono
Historical Cost Accounting sifatnya lebih objektif dan verifiable sehingga Historical Cost
Accounting banyak dipilih. Historical Cost dianggap objektif karena terjadi dari hasil
kesepakatan dua pihak yang independen, sedangkan verifiable berarti bahwa hasil
penilaiannya dapat diuji validitasnya sehingga nilainya dapat diandalkan sebagai
informasi (reliable).

2. Tujuan Historical Cost Accounting

Perkembangan model organisasi yang membedakan fungsi pemilik modal dengan


menajemen perusahaan menyebabkan adanya kebutuhan akan informasi akuntansi
bagi para stakeholder semakin penting. Pemisahaan fungsi ini menyebabkan pemilik
modal tidak terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan (Absentee owners) dimana
kewenangan tersebut didelegasikan kepada manajer atau disebut dengan stewardship
function sehingga timbul adanya asymetric information bagi pemilik modal yang harus
dijembatani dengan informasi akuntansi yang dapat diandalkan dan bisa
dipertanggungjawabkan (Accountability Information). Oleh karena itu, akuntabilitas
pelaporan keuangan dari manajemen untuk para pemilk dianggap sangat penting
sehingga dijadikan sebagai tujuan utama dalam penerapan Historical Cost Accounting.

Fokus utama dalam Historical Cost Accounting ada pada informasi Laporan Laba
Rugi, dimana pengukuran atas pendapatan hanya berasal dari kegiatan operasional.
Pendapatan yang berasal dari perubahan nilai asset dan kewajiban pada dasarnya
diabaikan, sampai asset tersebut dijual atau dilepaskan atau dihapuskan. Hal ini
menyebabkan informasi mengenai posisi keuangan perusahaan dalam hal ini naik
turunnya aset, kewajiban dan ekuitas menjadi tidak penting. Historical Cost Accounting
menuai kritik atas hal tersebut, dimana Historical Cost Accounting hanya
memperhitungkan input yang berdasar pada biaya historis tanpa memperhatikan
perubahan nilai dari aset dan liabilitas. Hal tersebut tentu menyesatkan dan
menghasilkan dividen yang tidak tepat karena mungkin terdapat gain/loss selama
memiliki aset/liabilities tersebut, dan ini seharusnya diakui ketika mengevaluasi aset
tersebut.

2
3. Pengukuran Capital (modal) dan Profit

Proses pengukuran profit pada Historical Cost Accounting mensyaratkan perusahaan


untuk menjaga saldo modal (aset dikurang liabilitas) akhir periode agar tetap sama
seperti saldo modal pada awal periode pelaporan, artinya sebelum profit diukur tidak ada
perubahan posisi keuangan dari awal periode ke akhir periode dengan kata lain aset dan
liabilitas diukur dengan nilai historis yang tertera di awal periode. Paton and Littleton
menggambarkan penentuan profit sebagai berikut:

“Accounting exists primarily as a means of computinga residuum, a balance, the


difference between costs (as efforts) and revenues (as accomplishments) for
individual enterprises. This difference reflects managerial effectiveness and is of
particular significance to those who furnish the capital and take the ultimate
responsibility.”

Berdasarkan pernyataan tersebut pendapatan menunjukan pencapaian perusahaan


pada periode tertentu, expense menunjukan usaha yang telah dikeluarkan (berdasarkan
biaya historis) dan profit menunjukan keefektifan perusahaan dalam beroperasi. Oleh
karena itu, pada Historical Cost Accounting laporan laba rugi merupakan informasi yang
paling penting karena laporan laba rugi menunjukan hasil atau kefektifan kegiatan
operasional perusahaan, profit sebagai hasil akhir laporan laba rugi merupakan hal yang
terpenting dalam metode Historical Cost Accounting.

4. Matching of costs theory

Berdasarkan metode biaya historis, tugas akuntan yang paling utama adalah
menelusuri biaya-biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan. Ketika perusahan
melakukan pembelian, tugas akuntan adalah menelusuri pergerakan biaya tersebut dan
melekatkannya atau mencocokannya dengan pendapatan yang mengalir ke
perusahaan. Proses mencocokan ini menghasilkan adanya pembagian pengeluaran
yang nantinya akan terbagi menjadi Expense dan Cost.

Expense merupakan biaya yang telah dikeluarkan (expired) dari kantong


perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Biaya ini kemudian
ditempatkan pada laporan laba rugi sebagai pengurang pendapatan. Sedangkan cost
yang belum dikeluarkan (unexpired) dari perusahaan atau biaya yang masih akan
memberikan manfaat di masa yang akan datang. Biaya yang belum dikeluarkan ini
nantinya akan masuk di Laporan Posisi Keuangan sebagai aset. Contoh dari biaya yang
unexpired adalah sewa dibayar dimuka yang saldonya ditempatan di lpaoran posisi

3
keuangan sedangkan contoh dari biaya yang expired adalah harga pokok penjualan, jika
ada barang yang terjual maka seharusnya ada harga pokok yang berkaitan langsung
dengan penjualan tersebut dimana angkanya akan ditempatkan di laporan laba rugi.

5. Konservatisme

Prinsip konservatisme juga merupakan hal yang penting dalam penerapan sistem
akuntansi biaya historis. Prinsip konservatisme menyatakan bahwa, apabila terdapat
beberapa alternatif dalam akuntansi, maka keputusan yang dipilih adalah keputusan
yang memberikan dampak terburuk sebagai bentuk antisipasi perusahaan, sebagai
contoh beban harus di alokasikan secepat mungkin, sementara pendapatan tidak boleh
diakui sebelum ada kepastian bahwa manfaatnya akan benar-benar mengalir ke
perusahaan. Contoh yang lain adalah kenaikan nilai aset tidak boleh diakui, namun
penurunannya boleh diakui (apabila lebih rendah dari biaya perolehan maupun harga
pasar). Prinsip konservatisme ini menunjukan bahwa tidak ada pendapatan potensial
yang mengalir pada laporan laba rugi sebelum pendapatan tersebut memang benar-
benar sudah terjadi/diterima dan dapat dipastikan akan terealisasi.

6. Argumen-Argumen yang Mendukung Historical Cost Accounting

Konsep dan penerapan Historical Cost Accounting mendapat banyak kritik dari
berbagai pihak, terutama karena Historical Cost Accounting tidak mencerminkan
informasi terkini kondisi ekonomi perusahaan dan nilai terkini dari ekuitas pemilik
perusahaan. Berdasarkan kritik tersebut para pendukung Historical Cost Accounting
memberikan argumen-argumen yang mendukung Historical Cost Accounting yaitu:

a. Historical cost relevan dalam pengambilan keputusan ekonomi.


Manajer membuat keputusan mengenai perencanaan masa depan dengan dasar
kumpulan data atas transaksi dimasa lalu dan manajer dapat menelaah
usaha/transaksi masa lalu sebagai dasar acuan dalam membuat keputusan di masa
yang akan datang. Pengukuran atas transaksi-transaksi masa lalu ini dilakukan
dengan menggunakan dasar Historical Cost Accounting.
Littleton berpendapat bahwa:
“Cost to management is an investment, a calculated risk; management dare not lose
sight of that investment as a risk-cost; to do so will deprive them of the basis for
judging, in retrospect, the wisdom of having entered upon that risk”.
Berdasarkan pernyataan tersebut Historical Cost Accounting relevan dalam
pengambilan keputusan ekonomi terutama yang sifatnya retrospektif/melihat
kebelakang atau menjadikan evaluasi atas peristiwa masa lalu sebagai acuan
pengambilan keputusan.

4
b. Historical Cost didasarkan pada transaksi aktual yang benar-benar terjadi, bukan
atas dasar transaksi yang masih mungkin akan terjadi. Historical Cost didukung oleh
bukti transaksi yang telah didokumentasikan dan dapat dibsevasi bukan berdasarkan
perkiraan yang belum terjadi dengan kata lain Historical Cost Accounting adalah
transaction based system dimana suatu transaksi tidak akandiakui jika belum terjadi.
c. Berdasarkan sejarah laporan keuangan yang dihasilkan dengan penerapan
Historical Cost Accounting telah tebukti bermanfaat. Mautz berpedapat bahwa jika
memang orang-orang yang membuat keputusan dalam manajemen dan investasi
beranggapan bahwa laporan keuangan berdasarkan biaya historis tidak berguna
selama bertahun-tahun, seharusnya perubahan akuntansi sudah sejak lama dibuat
sebagai penganti akuntansi biaya historis. Nyatanya, akuntansi biaya historis masih
saja digunakan hingga bertahun-tahun.
d. Pemahaman terbaik atas konsep profit adalah diartikan sebagai kelebihan dari harga
jual terhadap harga perolehan berdasarkan biaya historis. Kebanyakan pelaku bisnis
memahami dan menerima bahwa pada dasarnya keberhasilan kegiatan usaha ang
dijalankan merupakan profit yang didefinisikan oleh Historical Cost Accounting.
Keputusan untuk meneruskan suatu produk atau divisi sangat bergantung atas profit
yang dihasilkan.
e. Akuntan harus bisa menjaga integritas data yang mereka kelola dari berbagai
bentuk modifikasi internal. Pendukung Historical Cost Accounting berpendapat
bahwa Current Cost Accounting lebih rentan terhadap manipulasi.
f. Pendukung Historical Cost Accounting mempertanyakan seberapa besar manfaat
informasi profit berdasarkan current cost atau exit price.
Pendukung Historical Cost Accounting beranggapan bahwa informasi perubahan
nilai aset berdasarkan nilai pasar tidak akan berguna jika memang aset tersebut
hanya diperkirakan akan dijual atau tidak akan dijual oleh perusahaan.
g. Perubahan harga pasar dapat diungkapkan sebagai data tambahan.
Perubahan harga pasar tidak harus dijadikan sebagai informasi yang tertera pada
laporan keuangan tetapi cukup sebagai data tambahan yang dapat diungkapkan
pada Catatan Atas Laporan Keuangan.
h. Tidak ada bukti yang cukup untuk membenarkan penolakan terhadap akuntansi
biaya historis.
Akuntan tradisional berpendapat bahwa tidak ada bukti empiris yang meyakinkan
yang menunjukkan bahwa informasi current cost atau informasi exit price lebih
berguna daripada informasi Historical Cost Accounting. Sebagian besar studi
penelitian menunjukkan bahwa data current cost tidak memberikan banyak informasi
dibanding data Historical Cost Accounting.
7. Kritik Terhadap Historical Cost Accounting.

5
Historical Cost Accounting menghasilkan informasi akuntansi yang bersifat
retrospektif, yaitu informasi yang didasarkan kepada hasil evaluasi data masa lalu.
Tujuan akuntansi pada dasarnya adalah untuk membantu para pemangku kepentingan
dalam pengambilan keputusan ekonomi yang di masa yang akan datang yang bersifat
looking forward atau memperkirakan masa depan, bukan hanya yang
mempertimbangkan informasi pada masa lalu seperti yang ditekankan pada biaya
historis.

Suwardjono menilai, jika ditinjau dari relevansi informasinya, Historical Cost


Accounting menjadi kurang kebermanfaatannya karena nilai aset berubah dengan
berjalannya waktu akibat perubahan daya beli atau perubahan harga. Ketika aset
diperoleh penggunaan Historical Cost merupakan hal yang tepat karena nilainya
mengacu pada kejadian saat ini (saat itu up to date). Akan tetapi segera setelah periode
akuisi lewat, Historical Cost tidak lagi up to date dan oleh karenanya tidaklah logis jika
historical cost dijadikan dasar untuk mengevaluasi keputusan bisnis.

Selain itu, berikut ini adalah beberapa hal yang dijadikan sebagai kritik terhadap
penerapan Historical Cost Accounting :

a. Penggunaan informasi yang dihasilkan Historical Cost Accounting untuk


pengambilan keputusan ekonomi.
Pengambilan keputusan haruslah didasarkan kepada kondisi pasar yang terkini,
Edwards dan Bell berpendapat bahwa evaluasi yang tepat atas keputusan ekonomi
masa lalu harus mempertimbangkan profit secara keseluruhan baik itu dari profit
operasional dan profit dari perubahan nilai dari aset dan kewajiban. Berdasarkan
pemikiran tersebut adapun beberapa aspek penggunaan informasi Historical Cost
Accounting yang dikritik yaitu:
1) Informasi Historical Cost Accounting irelevan/tidak cocok digunakan dalam
pengambilan keputusan. Historical cost hanya relevan pada tahun aset itu
diperoleh, sedangkan untuk tahun berikutnya, nilai suatu aset sudah tidak lagi
sama sehingga informasi biaya historisnya sudah tidak lagi relevan atau sudah
tidak lagi berpengaruh dalam proses pelaporan. Informasi yang bermanfaat
adalah informasi yang menyajikan nilai yang sesungguhnya suatu aset/liabilitas
agar dapat menyajikan informasi yang dapat digunakan oleh para pemakai
laporan keuangan dalam mengambil keputusan.
2) Profit yang diperoleh dari biaya historis tidak bersifat prospektif, namun bersifat
retrospektif. Modal dalam Historical Cost Accounting diartikan sebagai jumlah
nominal dana yang diinvestasikan di perusahaan bukan menunjukkan purchasing
power of investment-nya. Sedangkan dalam proses pengambilan keputusan yang

6
diperlukan adalah informasi mengenai purchasing power of investment
perusahaan.
3) Profit yang dihasilkan oleh Historical Cost Accounting terlalu tinggi karena harga
jual dipengaruhi oleh inflasi sedangkan beban yang dikeluarkan dicatat dengan
historical cost.
b. Basis penerapan biaya historis.

Salah satu dari pembelaan penggunan Historical Cost Accounting oleh para
pendukungnya adalah prinsip going concern dimana umur perusahaan dianggap
tidak dapat ditentukan sehingga ekspektasi normal mengenai item non moneter akan
terpenuhi. Persediaan dianggap pasti terjual dan aset tidak lancar dapat sepenuhnya
digunakan dalam bisnis. Bagi para pendukung Historical Cost Accounting,
penggunaan biaya historis atas suatu aset atau pengalokasiannya dirasa tepat dalam
pelaporan keuangan. Namun, indikasi akan adanya kebangkrutan dalam suatu
perusahaan seperti rugi yang terus menerus dapat dijadikan perkiraan bahwa
perusahaan tidak dapat berjalan lagi sehingga pada dasarnya kita dapat
memprediksi umur suatu perusahaan. Oleh karena itu, asumsi Historical Cost
Accounting mengenai going concern dianggap tidak realistis.

c. Matching of costs theory


Matching concept memperoleh beberapa kritik, pertama konsep ini dipandang
mustahil untuk dipraktekan. Sprouse berpendapat bahwa dalam banyak kasus
Matching concept mustahil untuk dipraktekan, contohnya pengaruh biaya iklan yang
dibuat pada periode akuntansi sebelumnya terhadap tingkat penjualan pada periode
ini. Kedua, ditempatkannya neraca pada posisi kedua setelah laporan laba rugi
sebagai prioritas utama. Neraca semata-mata hanya sebagai ringkasan setelah
penentuan profit. Padahal sebenarnya neraca memiliki fungsi yang sangat penting,
neraca merupakan sumber informasi utama untuk melihat posisi keuangan
perusahaan. Menurut Sproud, neraca memiliki elemen-elemen fundamental untuk
menilai kondisi dari sebuah perusahaan seperti aset, liabilitas dan juga ekuitas.
Setiap transaksi seharusnya dianalisis dalam pengaruhnya terhadap aset, liabilitas
dan ekuitas. Penggunaan konsep matching tidak menghasilkan informasi yang
relevan dan terpercaya. Hal ini membawa pada kritik bahwa konsep ini bias terhadap
neraca dimana laporan rugi laba meletakkan neraca pada posisi kedua.

d. Gagasan Mengenai Kebutuhan Investor


Penentuan profit melalui Historical Cost Accounting menyebabkan adanya
penyimpangan dalam proses pengungkapan laporan keuangan. Menurut Whitman
dan Shubik hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

7
1) Akuntan memiliki pandangan yang sederhana mengenai keinginan investor;
2) Akuntan menerima pandangan yang kuno dan fundamental mengenai
bagaiamana menganalisa sebuah perusahaan dan sahamnya.

Perlu diperhatikan bahwa analisis dari sudut pandang investor/pasar saham berbeda
dengan analisis dari sisi perusahaan. Analis dan investor sangat memperhatikan
pandangan investor lain dan mereka tidak terlalu memperhatikan fakta ynag terjadi
pada perusahaan. Menurut Whitman dan Shubik pentingnya psikologi investor
dibandingkan dengan fakta yang terjadi di perusahaan disesbabkan oleh:

1) Investor biasanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai manajemen,


peraturan, tujuan, peluang dan juga masalah dari perusahaan;
2) Investor memiliki peran pasif;
3) Investor bergantung pada pasar sekuritas, sehingga dapat dengan mudah keluar
masuk;
4) Investor memiliki pemikiran jangka pendek terhadap pasar investasi. Psikologi
dari para investor memiliki efek lebih besar dalam menentukan harga pasar.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, sistem akuntansi kovensional dibentuk untuk


memenuhi kebutuhan investor yang sebenarnya tidak begitu memperhatikan kondisi
perusahaan yang sebenarnya. Menurut Whitman dan Shubik, akuntansi seharusnya
menyediakan informasi bagi para investor yang cerdas yang tertarik dengan kondisi
sebenarnya perusahaan. Biaya historis hanya menekankan pada current rates of
return dibandingkan longterm profitability, sehingga berisiko terjadi penyajian data
yang menyesatkan seperti overstated revenue and asset, dan understated expense
and liabilities ataupun sebaliknya.

B. Current Cost Accounting


1. Pengertian Current Cost Accounting
Current Cost Accounting (CCA) merupakan sebuah sistem akuntansi dimana aset
dinilai berdasarkan harga beli di pasar saat ini. Profit ditentukan dengan menghitung
berapa biaya saat ini (current cost, cost to buy). Profit tidak dihitung dengan
berdasarkan biaya yang sudah terjadi, bukan berdasarkan berapa biaya atau COGS
yang sudah dikeluarkan perusahaan. Biaya, cost atau COGS dihitung berdasarkan
berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membeli barang/jasa yang menjadi unsur
biaya tersebut. Misalnya perusahaan membeli persediaan di awal tahun seharga 5 juta,
di akhir tahun persedian ini terjual 10 juta. Di akhiir tahun untuk membeli persedian
tersebut tidak cukup hanya 5 juta, namun naik menjadi 7 juta. Maka profit tidak dihitung
10 juta dikurangi 5 juta, namun dihitung 10 juta dikurangi 7 juta.

8
2. Tujuan dari Current Cost Accounting

Menurut Edwards dan Bell, ada dua tujuan utama Current Cost Accounting.

a. Sebagai alat evaluasi manager atas keputusan-keputusan di masa lalu agar dapat
mengambil keputusan yang lebih baik di masa depan
b. Sebagai alat evaluasi bagi shareholder, creditor dan pihak ekternal lainnya.

3. Konsep profit bisnis dan finansial capital

Terdapat dua keputusan yang berdampak pada profit.

a. Operating decision
Operating decison adalah keputusan terkait operasi rutin perusahaan, bagaimana
suatu perusahaan menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal.
b. Holding decision
Keputusan untuk tidak menjual suatu aset atau liabilitas. Terkait keputusan
menahan suatu aset atau tidak, profit ditentukan dari berapa kenaikan nilai aset,
berapa realisable saving. Realisable saving sederhananya ialah berapa
penghematan yang diperoleh ketika perusahaan memutuskan menahan suatu aset
dari pada menjual aset tersebut untuk kemudian membeli aset yang serupa. Konsep
kedua inilah yang kemudian melahirkan konsep holding gain or loss sebagai bagian
dari profit.

4. Financial Capital Vs Physical Capital

Berdasarkan sistem akuntansi harga pasar, profit didefinisakan sebagai perubahan


modal atau capital dalam periode pelaporan. Terdapat dua konsep tentang bagaimana
mengukur modal atau capital yaitu financial capital dan Physical capital. Perbedaan
mendasar dari kedua konsep tersebut ialah pada pengakuan holding gain or loss.
Physical Capital tidak mengakui holding gain or loss, sedangkan pada Financial capital
mengakui adanya holding gain or loss sebagai unsur profit. Physical capital memandang
modal sebagai kapasitas operasi perusahaan. Perubahan nilai aset akan merubah
kapasitas operasi perusahaan berubah. Kapasitas operasi berubah berarti modal atau
capital berubah. Itulah mengapa konsep ini lebih unggul dalam hal menjaga nilai dari
modal atau capital.

5. Kritik terhadap Current Cost Accounting


a. Prinsip Pengakuan, Current Cost Accounting dianggap menyalahi prinsip kehati-
hatian/conservatism. Current Cost Accounting mengakui adanya gain, adanya profit
yang sebenarnya belum terealisasi. Perubahan nilai aset sebenarnya tidak relevan
dengan profit.

9
b. Tidak Objektif. Current Cost Accounting dinilai kurang objektif. Bagaimana bisa aset
dapat dinilai secara instan, tidak berdasarkan harga transaksinya. Lebih-lebih untuk
aset yang tidak ada harga pasarnya.
c. Mengabaikan Kinerja. Pengukuran profit berdasarkan kenaikan nilai aset seolah
mengabaikan kinerja manajemen, bagaimana kerja keras manajemen dalam
mengembangkan operasi kurang dihargai.

C. Exit Price Accounting

1. Income and Capital


Exit price accounting adalah sistem akuntansi dimana menggunakan harga jual pasar
untuk mengukur posisi finansial beserta performa perusahaan. Terdapat dua perbedaan
yang mendasar dengan perhitungan historical cost pada akuntansi:
 Nilai dari aset non moneter yang disesuaikan berdasarkan harga pasar berfungsi untuk
mengukur aset tersebut dan jika terdapat income dianggap sebagai unrealized gains.
 Perubahan dalam kekuatan daya beli uang secara umum yang dipertimbangkan ketika
mengukur modal keuangan dan hasil dari operasi
Jadi aset yang tercatat pada neraca disajikan kembali pada exit values (harga jual),
sehingga laporan yang ada menggambarkan nilai wajar pasar pada perusahaan, bukan saat
situasi fire-sale (ambigu). Laporan laba rugi menggambarkan profit atau losses dari hasil
operasi yang disesuaikan dengan keuntungan dalam memegang aset. Oleh karena itu, profit
diukur dalam konsep comprehensive dimana dalam konsep ini mengukur secara total
perubahan riil dalam nilai daripada elemen ekuitas dan mewakili clean surplus accounting.
Clean surplus accounting adalah ketika laporan laba rugi menghubungkan opening balance
sheet dengan closing balance sheet dan tidak ada penyesuaian yang dibuat langsung ke
cadangan.

2. Objective of Accounting ( Adaptive Decision Making)

Ketika perusahaan membeli aset tidak lancar, maka akan merubah kemampuannya
dalam beradaptasi. Misal, jika aset tersebut dibeli secara cash maka saldo kas perusahaan
akan turun dan membatasi perusahaan untuk mengeluarkan kas untuk investasi lain.
Sebaliknya, jika perusahaan membelinya secara kredit, maka akan mengurangi
kemampuan pengambilan kredit perusahaan di masa datang. Konsep perilaku adatif melihat
perusahaan untuk siap dalam tindakan untuk membuang aset, jika tindakan ini memberikan
keuntungan terbaik bagi perusahaan. Perusahaan akan menjaga aset tidak lancarnya hanya
jika nilai sekarang dari arus kas masa depan dari penggunaan aset lebih besar dari nilai
sekarang dari arus kas masa depan jika ada alternatif investasi lain.

Chamber mengakui bahwa setiap aset yang dimiliki pada prinsipnya adalah nilai dari
pertukaran (exit value) dan nilai pakai (value in use). Nilai pakai (Nilai saat ini) pada

10
dasarnya adalah sejumlah nilai yang dihitung dari harapan saaat ini, dan hal itu merupakan
keyakinan atas masa depan, bukan fakta pada saat ini.

3. Argument for Exit Price Accounting

a. Providing useful information


Perusahaan bisnis umumnya dimiliki oleh satu orang atau grup kecil dari partner.
Akuntan adalah yang menyiapkan laporan keuangan dan bertanggung jawab hanya
kepada dua kepentingan: pemilik, yang mengatur bisnis dan mengetahu detail semua
transaksi dan kreditur, yang memiliki ketertarikan atas kemampuan pemilik dalam
membayar pinjaman yang jatuh tempo.
Solusi ideal bagi akuntan adalah untuk melaporkan segala profit dan kerugian, lalu
nilainya ditentukan berdasarkan kompetitf dari pasar yang ada. Bagaimanapun, tidak
semua aset memiliki pasar yang siap. Berikut ini adalah pasar yang diharapkan dapat
hadir untuk menentukan nilainya
 Marketable assets at market price (exit price)
 Non-marketable reproducible assets at replacement costs
 Occasional non-marketable, non-reproducible assets at historical costs.
Profit harus mencakup semua hal yang telah direalisasikan juga unrealized dalam
hubungannya dengan prinsip clean surplus.
b. Relevant and reliable information
Untuk menjadi relevan, informasi harus bergunan dalam pengambilan keputusan
akuntansi bagi para pengguna laporan. Model pengambilan keputusan, memungkinkan
pengguna untuk memutuskan yang mana merupakan aksi yang tepat dari berbagai
alternatif yang ada. Jika tidak ada kendala, informasi dapat dikumpulkan yang mana saja
yang relevan terhadap masalah yang dihadapi dan model keputusan. Bagaimanpun,
kendala ada karena sumber informasi yang langka juga mahal. Masalahnya adalah
untuk memilih model keputusan yang sesuai dengan cara menilai kemampuan model
untuk memprediksi konsekuensi dari alternative yang tersedia.
c. Additivity
Chambers mempertimbangkan masalah aditif menjadi faktor kunci dalam CCE
accounting, Produk utama dari sistem laporan akuntansi – neraca dan laporan laba rugi.
Jika memberikan nilai yang berbeda dengan berbagai karakteristik yang berbeda juga,
maka tidak dapat secara logis dapat ditambahkan bersama-sama. Sebagai contoh, tidak
dapat menilai kewajiban sebesar harga perolehan (surat hutang), beberapa aset
sebesar biaya replacement (persediaan), yang lain sebesar nilai saat ini (sewa). Juga
tidak dapat mencampuradukkan biaya historis dengan tanggal yang berbeda dan makna
yang berbeda dalam mengkalkulasikan aset bersih.
d. Allocation
Thomas mengeluhkan fakta bahwa dalam sistem akuntansi biaya (historical dan current)
sangat bergantung pada alokasi untuk valuasi aset dan menentukan profit. Positifnya

11
dari exit price accounting bahwa laporan keuangan dialokasikan secara bebas. Profit
menggambarkan jumlah dari perubahan dari daya beli yang rill dari aset bersih,
terkecuali tambahan investasi dari atau didistribusikan oleh owner.
e. Reality
Exit price accounting melibatkan referensi yang nyata karena memang menggunakan
harga pasar actual saat ini. Penyusutan tidak terjadi jika nilai aset selalu naik atau harga
konstan. Jika tidak ada nilai realisasi dapat dikaitkan dengan item, maka item yang ada
memiliki saldo nol. Dengan dua kendala – dipertukarkan dan adanya harga jual – item-
item dari laporan keuangan bisa semakin kuat dengan bukti nyata yang ada di dunia.
f. Objectivity
Banyak yang mengatakan bahwa harga pasar tidak objektif, namun pada kenyataannya
nilai pasar adalah nilai yang mencerminkan kenyataan pada saat ini. Parker melakukan
penelitian relative dan objektivitas untuk exit price dengan historical cost. Parket
menunjukkan bahwa exit price mengungkapkan dispersi dari jumlah tercatat. Penyebab
utamanya adalah perbedaan estimasi masa manfaat dan nilai sisa.
g. A measure of risk
Untuk memungkinkan para pengguna laporan keuangan dalam mengevaluasi berbagai
risiko dan kinerja dalam risiko finansial yang signifikan akan membutuhkan:
 deskripsi dari setiap risiko keuangan yang signifikan dan tujuan perusahaan serta
kebijakan untuk mengelola risiko tersebut.
 Informasi mengenai dampak risiko terhadap neraca dan laporan kinerja keuangan
 Informasi mengenai metode dan asumsi utama yang digunakan dalam mengestimasi
nilai wajar instrument keuangan

4. Arguments Against Exit Price Accounting

a. Profit Concept
Seperti yang diketahui, bahwa keuntungan adalah ukuran aktivitas kinerja dari
perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional mereka dalam menggunakan
sumber daya yang telah ada. Ketika evaluasi telah dibuat, maka perusahaan dapat
memutuskan apakah melanjutkan dalam pemakaian aset atau menjual asset dan
menggunakan hasil yang ada pada alternative yang lain.
b. Additivity
Pendukung exit price mengklaim bahwa pengukuran akuntansi, jika berpikir objektif,
harus didasarkan hanya pada nilai masa lalu dan masa kini. Perhitungan antisipasi tidak
dapat ditambahkan bersama-sama dengan angka saat ini. Pengkritik berpikir bahwa
arus kas yang setara aset ditentukan berdasarkan asumsi likuidasi bertahap dan teratur.
Jika itu terjadi maka peristiwa masa depan harus diasumsikan dengan menggunakan
dan tercatat sesuai tanggal neraca.
c. The Valuation of Liabilities

12
Chambers berpendapat bahwa hutang obligasi secara efektif berbentuk modal dan
harus dinyatakan sebesar nilai nominal bukan, nilai pasar. Oleh karena itu terdapat
inkosistensi karena obligasi sebagai aktiva harus dinyatakan dengan harga pasar.
d. Current Cost vs Exit Price
Ada satu pertanyaan yang krusial dalam memutuskan apakah menggunakan current
cost atau exit price: pada saat apa siklus operasi harus menggunakan exit price atas
penilaian sebuah aset? Current cost berpendapat bahwa metode penilaian normal lebih
baik, diantaranya karena:
 Exit Price mengarah pada revaluasi anomali, dimana setelah pembelian harga akan
jatuh dan kurang dari harga perolehan
 Exit Price menyiratkan pada pendekatan jangka pendek, karena fokus terhadap
likuidasi dan disposal
 Exit price pada persediaan barang jadi merupakan bentuk antisipasi terhadap laba
operasi karena persediaan dinilai lebih dari biaya saat ini

D. Value in Use VS Value in Exchange

Adam Smith adalah orang pertama yang membedakan pengertian dari istilah “value in
use dan value in exchange”. Beberapa tokoh memiliki pandangan berbeda terhadap nilai
aset, Solomons berpandangan bahwa aset akan bernilai lebih tinggi kepada pemilik jika aset
tersebut tidak dijual dan digunakan dalam operasional terutama untuk aset yang tidak
memiliki pasar. Berbeda dengan Chambers, chambers berpandangan bahwa aset yang
tidak memiliki nilai pasar tersebut harus dicatat penurunan nilainya sebagai kerugian, dari
sudut pandang Solomons hal tersebut dianggap konsep yang absurd. Pendekatan Value in
Use menggunakan sudut pandang investor sebagai benchmark sedangkan Value in
Exchange menggunakan sudut pandang manajer internal atau kreditor dimana pengambilan
keputusan ekonomi yang diambil tergantung likuiditas perusahaan. Staubus menunjukkan
bahwa sejumlah faktor yang umum untuk setiap viewpoint/sudut pandang:

1. Pengamatan harga pasar lebih relevan untuk pengambilan keputusan keuangan.


2. Keandalan yang dibutuhkan oleh sistem pengukuran, yaitu penilaian tidak bergantung
pada alokasi subjektif.
3. Aditif (pengukuran) dari fenomena ekonomi adalah dibuat dalam satuan yang
sama,disesuaikan dengan pergerakan inflasi dan harga
Barton berpandangan bahwa dari beberapa sudut pandang nilai tersebut tidak bisa
saling menggantikan melainkan saling melengkapi namun bila mempertimbangkan biaya
yang diperlukan dalam menggunakan beberapa sistem pengukuran atas nilai tersebut maka
manajer perlu membuat pilihan. Pemilihan keputusan tersebut dapat digambarkan oleh
beberapa aturan sederhana dengan membandingkan antara current cash equivalents

13
(CCE)/exit price, Current Cost Accounting (CCA)/entry price dan net present value (NPV)
yaitu:
1. Jika CCA> EXA, dan CCA> NPV, maka aset memiliki nilai di saat ini digunakan –
mempertahankan operasi saat ini;
2. Jika EXA> CCA, dan CCA> NPV, lalu melikuidasi aset saat ini yang digunakan dan
terus-menerus aset tersebut beradaptasi untuk alternatif investasi lainnya;
3. Jika EXA>CCA, dan CCA < NPV ,maka melikuidasi dan menghentikan semua operasi.

E. Perspektif Global Dan International Financial Reporting Standards

Berbagai jenis penerapan biaya kini (current cost) dan akuntansi perubahan telah
diuji dan diadaptasi di beberapa negara antara lain :
1. Amerika Serikat
Pada tahun 1979, FASB mencabut Accounting Series Release (ASR) 190 yang
dikeluarkan tahun 1976 untuk kemudian menggantinya dengan Statement 33 yang
menekankan pada pengungkapan tambahan untuk penyesuaian akun akun atas inflasi dan
biaya penjualan kini. Pada saat itu, persyaratan untuk mengungkapkan data biaya kini
mendapatkan resistensi yang tinggi dari banyak perusahaan. Setelah dilakukan banyak
debat yang membahas tentang manfaat dari informasi tambahan, FASB mengeluarkan
Statement 89 di tahun 1986, membatalkan persyaratan tersebut namun tetap meminta
setiap perusahaan untuk melakukan pengungkapan data.

Dalam Statement 33, FASB mensyaratkan Perusahaan untuk menyampaikan informasi


mengenai :

a. Profit dari Continuing Operations dengan menggunakan Current Cost Basis untuk tahun
finansial berjalan
b. Current Cost untuk Persediaan, Properti, Pabrik dan Peralatan di akhit tahun finansial
c. Perubahan current cost di tahun finansial berjalan untuk Persediaan, Properti, Pabrik
dan Peralatan, menggunakan Basis Dolar Konstan.
Perubahan biaya yang tidak termasuk dalam keuntungan yang berasal dari operasi
berjalan perusahaan harus diungkapkan dalam basis nominal dollar untuk masing-
masing dalam jangka waktu maksimal 5 tahun, yaitu : keuntungan dari operasi berjalan,
keuntungan per saham dari operasi berjalan serta aset bersih di akhir tahun finansial.
Statement 33 ditujukan sebagai bentuk eksperimen selama 5 tahun. Setelah
mempertimbangkkan berbagai bukti dan reaksi mengenai data tambahan, FASB
menerbitkan Statement 82 di bulan November 1984 untuk menghapuskan persyaratan
sebagaimana pada Statement 33 dalam pelaporan.
2. Inggris
Komite Standar Akuntansi Inggtis atau ASC (Accounting Standard Committee)
menerbitkan statement 16 (SSAP 16) tentang akuntansi biaya kini di bulan Maret 2010.

14
SSAP 16 berbeda dengan SFAS 33 yang dikeluarkan FASB. Ada dua hal utama yang
menjadi perbedaanya antara lain :
a. Standar AS mengharuskan akuntansi dollar konstan dan biaya kini. SSAP hanya
metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
b. Apabila di AS penyesuaian atas inflasi lebih berpusat pada laporan laba rugi, laporan
biaya kini di Inggris wajib diungkapkan pada laporan laba rugi dan neraca beserta
catatan penjelasan.
Standar ini banyak diaplikasikan oleh perusahaan besar namun ASC menarik kembali
SSAP 16 di tahun 1985 setelah banyaknya debat mengenai isi penggunaan SSAP 16.
3. Australia
Profesi akuntan di Australian menerbitkan DPS 1.1., Statement of Provisional Accounting
Standards (PAS) mengenai Akuntasi Biaya kini di bulan Oktober 1976 sebagaimana
diamandemen dalam PAS 1 dan panduannya di bulan Agustus 1978. Adapun SAP 1
merekomendasikan penggunaan biaya kini bertujuan untuk mejaga kapasitas perusahaan
tetap utuh. Setelah muncuklnya protes mengenai penerbitan SAP 1, SAP 1 yang dianggap
sebagai versi “downgrade” terbit pada November 1983 yang merekomendasikan seluruh
perusahaan untuk menyampaikan pernyataan tambahan mengenai akuntansi biaya kini
disamping laporan keuangan konvensional perusahaan yang menggunakan biaya historis.
Adapun sebagai alternative, perusahaan dapat menggunakan biaya kini dalam pelaporan
keuangannya untuk menggantikan biaya historis. Namun, SAP 1 tidak diadaptasi secara
luas di Australia.
4. International Accounting Standards
Contoh penerapan akuntansi perubahan di berbagai negara sebelumnya menunjukkan
bahwa sistem-sistem yang telah diuji dan diimplementasikan di negara-negara tersebut
tidak sepenuhnya diadopsi oleh entitas-entitas disana. IASB telah menyimpulkan bahwa
laporan posisi keuangan dan kinerja operasi dalam mata uang lokal menjadi tidak berarti
lagi dalam suatu lingkungan yang mengalami hiperinflasi. IAS 29 yang membahas
Pelaporan keuangan dalam perekonomian hiperinflasi mewajibkan (dan bukan hanya
merekomendasikan) penyajian ulang informasi laporan keuangan utama. Secara khusus,
laporan keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang
perekonomian hiperinflasi, apakah didasarkann pada kerangka penilaian biaya historis atau
biaya kini, harus disajikan ulang sesuai dengan daya beli konstan pada tanggal neraca.
Aturan ini juga berlaku untuk angka-angka terkait pada periode sebelumnya. Keuntungan
atau kerugian daya beli yang terkait dengan posisi kewajiban atau aktiva moneter bersih
dimasukkan ke dalam laba kini. Perusahaan yang melakukan pelaporan juga harus
mengungkapkan:

15
a. Fakta bahwa penyajian ualng untuk perubahan dalam daya beli unit pengukuran telah
dilakukan.
b. Kerangka dasar penilaian aktiva yang digunakan dalam laporan keuangan utama (yaitu
penilaian biaya historis atau biaya kini).
c. Identitas dan tingkat indeks harga pada tanggal neraca, beserta dengan perubahannya
selama periode pelaporan.
d. Keuntungan atau kerugian moneter bersih selama periode tersebut.
e. Sistem Pengukuran Campuran dan Standar Internasional

Perbedaan dalam pengukuran yang diadopsi oleh berbagai negara yang disebabkan oleh
belum adanya konsep teoritis mengenai penilaian menimbulkan adanya sistem pengukuran
secara campuran. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perpindahan dari biaya historis dan
penggunaan dalam konsep pengukuran yang berbeda di bawah standar internasional :

a. IAS 2/AASB 102 : Perusahaan diijinkan mengukur persediaan dengan Net Realizable
Value
b. IAS 16/AASB 16 : Property, Plant, and Equipment (PPE) dinilai berdasarkan historical
cost atau nilai setelah revaluasi
c. IAS 17/AASB 17 : Bunga dari Tanah yang disewagunakan dihitung sebagai Investment
Property (IAS 40) dan diukur pada nilai wajar
d. IAS 19/AASB 19 : Pengukuran Curtailment Gain or Loss meliputi perubahan present
value berdasarkan benefit obligation yang telah ditentukan atas perubahan nilai wajar
aset
e. IAS 29/AASB 29 :Penyesuaian terhadap laporan keuangan entitas yang terkena dampak
hiperinflasi dapat menggunakan indeks level harga umum
f. IAS 36/AASB 136 : Impairment aset dimana aset dinilai dengan recoverable amount
g. IAS 36/AASB 136 : Nilai residu dari aset dianggap sebagai current cash equivalent
h. IAS 37/AASB 137 : Pengukuran provisi ditentukan berdasarkan metode expected
present value
i. IAS 40/AASB 140 : Investasi properti dapat diukur dengan pilihan diantaranya
impairment biaya depresiasi atau nilai wajar dengan perubahan nilai dimasukkan dalam
laporan laba rugi baik loss ataupun gain

F. Masalah Bagi Auditor

Para Auditor membutuhkan bukti yang relevan untuk mendukung opini mereka ketika
melakukan audit atas laporan keuangan secara adil dengan dasar relevansi. Adapun
beberapa masalah yang sering didapatkan oleh Para Auditor dalam melakukan audit antara
lain :
1. Kebutuhan akan bukti yang memadai dan kualitas atas bukti tersebut mendukung
relevansi dan reliabilitas dalam penyajian data, mendeteksi adanya misstatements,
dalam jurnal, akun, dan pengungkapan entitas.

16
2. Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman atas beberapa metode pengukuran
yang dikenal seta kombinasinya. Oleh karena itu, peran ahli sangat mungkin untuk
dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan.
3. Dalam hal Arm Length Transaction, dibutuhkan bukti-bukti spesifik transaksi dan
informasi pihak ketiga juga dibutuhkan untuk memastikan setiap transaksi telah dicatat
dan diungkapkan dengan benar.

G. Case Study (diambil dari : Godfrey, Jayne, dkk. 2010. Accounting Theory 7th
Edition)
1. Case Study 6.1
Artikel yang ditulis oleh Anthony rayman menceritakan bagaimana fair value dapat
membuat profesi akuntan menjadi keburukan. Berdasarkan IAS 39 disebutkan bahwa dalam
mengukur financial instrument yaitu berdasar fair value. Fair value didefinisikan sebagai ‘the
amount for which an asset could be exchanged, or liability settled, between knowledgeable,
willing parties in arm’s length transaction.’ IAS 39 juga menyebutkan ‘ A gain or loss on a
financial asset or financial liability classified as at fair valuethrough profit or lossshall be
recognised in profit or loss’.

Fair value menampilkan informasi yang sangat sesuai dengan keadaan pasar. Hal ini
juga disambut dengan baik dari pihak akademisi. Untuk menguatkan pendapatnya, Anthony
rayman mengilustrasikan sebuah kasus seperti dibawah ini:

Sebuah perusahaan berinvestasi pada financial instrument sebesar 100 m, dengan


mengharapkan dividen 8m per tahun dan saat itu suku bunga 8%. Namun karena ada
kemungkinan resesi dividen pada tahun depan berubah menjadi 5,5 m per tahun dengan
tingkat suku bunga 5%. Dengan mengitung berapa nilai sebenarnya dari modal, akan
diketahui bahwa adanya kenaikan nilai perusahaan 8/0,08=100m, menjadi 5,5/0,05=110m.

Namun kenaikan fair value ini tidaklah menggambarkan bahwa sebuah perusahaan
akan terus mendapat keuntungan, Oivid dbawah ini menunjukkan kenaikan gain dan nilai
investasi perusahaan.
Tabel I Ilustrasi Fair Value

Tahun Dividen 8, i=8% Dividen 5,5 ,i=5% Fair Value


1 100 110 10
2 108 115,5 7,5
3 116,6 121,3 4,7
4 125.9 127,3 1,4
5 136 133,7 -2,3
6 158,7 147,4 -11,3
7 171,4 154,8 -16,6
8 185,1 162,5 -22,6
Diolah dari studi kasus 6.1

17
Dari Oivid diatas kita akan mengetahui bahwa kenaikan FV adalah semu dan bahkan
bergantung dari jangka waktu menahan investasi. Bila semakin lama suatu investasi ditahan
maka FV-nya akan berkurang (dengan asumsi tidak ada lagi perubahan terhadap Oividend
an suku bunga). Hal inilah yang dapat membuat suatu FV dapat memberikan salah tafsir
pada Laporan keuangan. Profit dan loss juga hanya akan terjadi bila suatu perusahaan
memilih untuk melikuidasi atau menjual investasinya. Hal ini tidak akan terpengaruh apa-apa
bila perusahaan memilih untuk mempertahankan investasinya. Bahkan investasi yang
dilakukan suatu perusahaan tidak selamanya dimaksudkan untuk menjual/likuidasi investasi.

2. Case Study 6.2

Domino Pizza

Domino Pizza melakukan koreksi menaikkan profit tahunan 28-30%. Kenaikan profit ini
karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal adanya kenaikan penjualan pesan antar.
Sedangkan faktor ekternal yang meliputi; fasilitas pajak, keuntungan nilai kurs, turunnya
harga tepung dan keju, dan ekpektasi nilai kurs ke depan yang diperkirakan akan
menguntungkan perusahaan.

Pertanyaan;

a. Apa implikasi dari koreksi profit tersebut?


Koreksi profit tersebut dapat berpotensi missleading. Kenaikan profit sebesar 28-30% di
atas lebih karena faktor ekternal berupa fasilitas pajak dan holding gain dari nilai kurs.
b. Sejauh apa pemilik saham harus menaruh perhatian terhadap fluktuasi kurs?
Pemilik saham tidak perlu terlalu cemas dengan nilai kurs, karena tanpa adanya
keuntungan dari nilai kurs, profit perusahaan masih dalam ambang batas normal.
c. Bagaimana cara perusahaan meramalkan bahwa laba mereka akan terpengaruh secara
signifikan oleh penguatan kurs?
Dengan cara melihat bagaimana pengaruh penguatan kurs tersebut terhadap besarnya
expense dan penjualan Pizza.

3. Case Study 6.3


Studi kasus ini diambil dari artikel pada The Australian Financial Review, 31 Juli 2009(p
47, www.afr.com).
Artikel ini mengulas tentang kondisi bisns Talent2 setelah krisi ekonomi dunia tahun
20008. Talent2 merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perekrutan tenaga
kerja baik permanen maupun kontrak. Adapun rangkuman artikel tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Divisi Perekrutan Talent2 kembali memperoleh profit di quarter kedua karena
permintaan rekrutmen naik dan perusahaan melakukan penghematan biaya.

18
b. Krisis ekonomi 2008, diperkirakan berdampak pada perusahaan dan akan
menyebabkan kerugian $2.5m pada tahun 2009 padahal tahun 2008 Talent2 bisa
memperoleh profit $10.8m
c. CEO Talent2 John Rawlinson menyatakan kecewa atas keadaan tersebut,
namun masih berpandangan positif karena di quarter keempat divisi perekrutan
kembali untung dan bagian layanan berkinerja baik. Hal ini membuat CEO
percaya Talent2 bergerak maju dan bisnisnya akan membaik di berbagai daerah,
walaupun tidak akan menghasilkan keuntungan seperti saat bisnis ini booming
setidaknya nantinya akan menghasilkan laba yang masuk akal.
d. CEO Peoplebank peter Acheson menyatakan hal senada bahwa perusahaanya
memiliki indikasi bahwa ada peningkatan minat rekrutmen pegawai di 50 klien
besarnya terutama untuk pegawai kontrak.
e. CEO Talent2 menyatakan bahwa perekrutan pegawai permanen di asia dan
singapura khusunya meningkat namun di australia tidak, hanya terbatas pada
pegawai kontrak.
f. Pada akhir tahun Pendapatan dari bagian rekrutmen turun 16% menjadi $114,4m
dan dari dari bisnis penyediaan tenaga outsourcing $114,4 m sehingga total
menjadi $228.7 m. Strategi bisnis yang dilakukan perusahaan adalah menutup
bisnis rekrutmen (mulai oktober) dan fokus pada bidang bisnis yang masih bisa
menghasilkan keuntungan.
g. Karena adanya impairment (penurunan nilai aset) atas unit bisnis (unit penghasil
kas) di HongKong dan United Kingdom menyebabkan perusahaan diperkirakan
akan mengalami rugi bersih pada tahun 2009 sebanyak $5,5 m. (2,5 di awal jadi
5,5)

Pertanyaan:

a. Apa dampak biaya penurunan nilai aset terhadap Laporan laba Rugi dan
Laporan Posisi Keuangan perusahaan?
Jawaban:

19
Gambar I. Laporan Laba Rugi Talent2 2009

Sumber : Talent2 Financial Report ended 30 June 2009


Pada Laporan Laba Rugi sebagaimana pada gambar I, impairment merupakan
komponen pengurang terhadap pendapatan, oleh karena itu profit perusahaan
pada Laporan Laba Rugi akan berkurang.
Gambar II. Laporan Posisi Keuangan Talent2 2009

Sumber : Talent2 Financial Report ended 30 June 2009


Impairment akan mengurangi Carrying Amount/Nilai buku dari aset yang
diimpairment, berdasarkan CALK Talent2 (note16) dijelaskan bahwa impairment
charge to operating profit merupakan impairment atas goodwill UK dan HK

20
recruitment business seniali $6200k, hal ini mengakibatkan nilai aset berupa
recruitment business di neraca menjadi berkurang.
b. Haruskah pemegang saham menaruh perhatian terhadap adanya penurunan
nilai aset atas kegiatan bisnisnya di Hongkong dan United Kingdom dimana
peningkatan kinerja bisnis terbatas hanya pada ‘contract positions’? jelaskan.
Pemegang harus memperhatikan penurunan laba yang terjadi dan adanya
penurunan nilai aset berupa intangible asset.
Dengan turunya nilai aset akan berpengaruh pada turunya nilai ekuitas
pemegang saham yang artinya turunnya nilai kekayaan pemegang saham
tersebut.
c. Apa arti pernyataan “a net loss before tax of $5.5 million, which would make a
return to shareholders unviable?
Pemegang saham memperoleh pengembalian atas sahamnya melalui dividen,
dividen dihasilkan dari sebagian laba bersih perusahaan.
Perusahaan mengalami rugi bersih sebesar $5,5m yang artinya perusahaan
tidak dapat membagikan return kepada pemegang saham, bahkan nilai
kekayaan pemegang saham menurun akibat adanya kerugian tersebut.

21
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,


adapun beberapa hal yang dapat kami simpulkan yaitu :
1. Historical Cost Accounting merupakan sistem pengukuran yang sifatnya objektif dan
verifiable karena Historical Cost Accounting merupakan sistem pengukuran yang
berbasis trasnsaksi dimana angka yang dihasilkan bisa diverifikasi dan memiliki bukti
yang bisa ditelusuri. Historical Cost Accounting bertujuan untuk memberikan informasi
yang berguna dalam pengambilan keputusan terutama terkait evaluasi manajemen
(stewardship) yang sifatnya melihat masa lalu. Adapun dalam menerapkan Historical
Cost Accounting didefinisikan sebagai pencapaian perusahaan pada periode tertentu,
expense menunjukan usaha yang telah dikeluarkan (berdasarkan biaya historis) dan
profit menunjukan keefektifan perusahaan dalam beroperasi dimana dalam pengukuran
dan pengakuannya dititikberatkan kepada konsep matching cost against revenue dan
konservatisme.
2. Current Cost Accounting (CCA) merupakan sebuah sistem akuntansi dimana aset dinilai
berdasarkan harga beli di pasar saat ini. Profit ditentukan dengan menghitung berapa
biaya saat ini (current cost, cost to buy). Perbedaan paling utama dengan pengukuran
historical cost adalah adanya pengakuan holding gains and losses yang diakui sebagai
unsur income.Dalam pengakuan holding gains and losses kemudian lebih lanjut
dijabarkan konsep terkait modal dalam current cost accounting yaitu physical capital dan
financial capital. Physical Capital tidak mengakui holding gain or loss, sedangkan pada
Financial capital mengakui adanya holding gain or loss sebagai unsur profit.
3. Exit price accounting adalah sistem akuntansi dimana menggunakan harga jual pasar
untuk mengukur posisi finansial beserta performa perusahaan. Terdapat dua perbedaan
yang mendasar dengan perhitungan historical cost pada akuntansi:
 Nilai dari aset non moneter yang disesuaikan berdasarkan harga pasar berfungsi
untuk mengukur aset tersebut dan jika terdapat income dianggap sebagai unrealized
gains.
 Perubahan dalam kekuatan daya beli uang secara umum yang dipertimbangkan
ketika mengukur modal keuangan dan hasil dari operasi
Exit Price Accounting merupakan sistem pengukuran yang dianggap dinilai lebih
informatif, relevan, dan andal dalam rangka pengambilan keputusan yang sifatnya
berorientasi ke masa depan terutama terkait penngelolaan aset. Jika dipandang dalam
pengukuran pendapatan dan profitnya Exit Price Accounting juga disebut clean surplus
accounting adalah ketika laporan laba rugi menghubungkan opening balance sheet

22
dengan closing balance sheet dan tidak ada penyesuaian yang dibuat langsung ke
cadangan.

4. Penggunaan sistem pengukuran current cost accounting yang berorientasi pada fair
value direkomendasikan pada tahun 1970-an dan 1980-an di Amerika, Inggris dan
Australia namun perlahan ditinggalkan, kemudian pada umunya secara keseluruhan
banyak negara pada akhirnya menggunakan kombinasi sistem pengukuran yang ada
yang dominan mengarah ke fair value accounting untuk memperoleh informasi akuntansi
yang dianggap memadai.

23
DAFTAR PUSTAKA

Godfrey, Jayne, dkk. 2010. Accounting Theory 7th Edition. Australia: Craft Print
International Ltd.
Suwardjono. 2008. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. BPFE:
Yogyakarta.
IASPLUS. 2016. IAS 36 — Impairment of Assets
http://www.iasplus.com/en/standards/ias/ias36 (diakses tanggal 21 Oktober 2016)
IFRS.org. 2014. Technical Summary IAS 36 Impairment of Assets.
http://www.ifrs.org/IFRSs/Documents/Technical-summaries-2014/IAS%2036.pdf.
(diakses tanggal 21 Oktober 2016)

24

Anda mungkin juga menyukai