Anda di halaman 1dari 82

BAB I

SEJARAH DOKTER HEWAN

 Pengertian Dokter Hewan

Dokter hewan adalah seorang yang memiliki kualifikasi dan otorisasi dalam
melakukan praktek kedokteran hewan. Dahulu definisi klasik kedokteran hewan
dikaitkan hanya dengan sains dan seni mengenai pencegahan, pengobatan atau
pengurangan penyakit atau cedera pada hewan (terutama hewan domestik).

Saat ini definisi tersebut nampaknya tidak pas lagi mengingat profesi
kedokteran hewan kontemporer tidak hanya terbatas pada pengobatan penyakit
dan cedera. Pada kenyataannya, selama bertahun-tahun profesi kedokteran hewan
telah memainkan peranan yang signifikan dalam menunjang kesehatan dan
kesejahteraan hewan dan manusia, mutu pangan, keamanan pangan dan ketahanan
pangan, ekologi, etologi, epidemiologi, fisiologi dan psikologi, pengembangan
obat dan farmasetikal, penelitian biomedik, sebagai pendidik dan pelatih, dalam
konservasi satwa liar, serta perlindungan lingkungan dan biodiversitas.

Dokter hewan disebut juga veteriner. Kata itu berasal dari bahasa


Latin veterinae. Menurut istilah dokter hewan adalah dokter khusus menangani
binatang sekaligus sebagai praktikus kedokteran hewan. Banyak sekali sebenarnya
profesi dengan gelar dokter hewan selain dari praktek klinik. Mereka yang bekerja
di lingkungan klinik sering praktek dokter dalam bidang spesifik, seperti
kedokteran hewan kesayangan, kedokteran ternak, kuda (misalnya olahraga,
balapan, pertunjukan, rodeo), kedokteran hewan laboratorium, atau kedokteran
reptil atau mereka berspesialisasi dalam bidang kedokteran seperti pembedahan,
dermatologi, atau kedokteran dalam (Anonim, 2008).

Dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang kedokteran


hewan, memiliki sertifikat kompetensi dan kewenangan medik veteriner dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan hewan (UU No. 18 tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan).

1
Sejumlah peristiwa di abad ke-21 ini mempertinggi kesadaran masyarakat
akan zoonosis, peran hewan di masyarakat, dan bagaimana keunikan keahlian
dokter hewan di bidang-bidang seperti kesehatan populasi dan kedokteran
perbandingan (comparative medicine) bisa digunakan untuk membantu
menanggulangi masalah-masalah kesehatan masyarakat.

Dalam jangkauan ilmu kedokteran hewan, kesehatan masyarakat secara


tradisionil dipandang sebagai keahlian dokter hewan dalam melakukan
penyidikan, pencegahan, dan pengendalian zoonosis, seperti rabies, psittacosis,
atau brucellosis dan banyak lagi. Namun demikian, realitasnya dokter hewan juga
memiliki keahlian untuk menangani berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat dalam perspektif luas, meliputi penyakit baru
muncul (emerging diseases), kesiagaan darurat bencana (disaster preparedness),
kesehatan kerja (occupational health), bioterorisme, dan kesehatan lingkungan
(environmental health).

Pada hakekatnya sumpah dokter hewan menekankan bahwa kepentingan


kesehatan dan kesejahteraan masyarakat adalah fungsi primer dari praktek
kedokteran hewan dalam semua aspek – apapun  jenis pekerjaan atau
spesialitasnya. [8] Kedokteran hewan adalah aktivitas kesehatan manusia. Dalam
semua aspek profesi yang dikerjakan oleh dokter hewan, selalu ada peluang,
kesempatan dan tanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan
manusia dalam setiap keputusan dan aksi yang diambilnya. Dokter hewan dalam
pekerjaannya – wajib dan harus aktif, teliti dan rutin (sesuai standar perawatan
dan praktek) mengambil langkah sesuai porsinya untuk melindungi kesehatan dan
kesejahteraan manusia.

Tanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang


diemban profesi kedokteran hewan, meliputi perlindungan ketahanan dan
keamanan pangan; perlindungan melawan resistensi antibiotika; pencegahan dan
pengendalian penyakit menular baru muncul yang sifatnya zoonosis; perlindungan
kesehatan lingkungan dan ekosistem; berpartisipasi dalam kesiapsiagaan dan

2
respon terhadap bio- dan agro-terorisme; menggunakan ketrampilannya dalam
membantu menghadapi penyakit-penyakit menular yang non-zoonosis (seperti
Malaria, HIV/AIDS), memperkuat infrastruktur kesehatan masyarakat; serta
memajukan sains medik melalui penelitian atau riset.

Dokter hewan menggunakan ketrampilannya memperbaiki kesehatan


masyarakat global dengan bekerja di garis depan dalam menyediakan pelayanan
praktek bagi ternak produksi, satwa liar maupun hewan kesayangan; bersama-
sama dengan dokter hewan yang bekerja di pemerintah lokal/kabupaten,
provinsi/negara bagian, dan nasional (di Kementerian Pertanian, Kesehatan,
Lingkungan Hidup, Kehutanan/Sumberdaya Alam, Pertahanan, dan Kepolisian);
dan bersama-sama dokter hewan yang bekerja di organisasi PBB seperti FAO,
OIE dan WHO.

Disamping itu dokter hewan membuat kontribusi penting bagi kesehatan


masyarakat global melalui posisinya sebagai akademia, meliputi fakultas
kedokteran hewan, fakultas kedokteran, dan fakultas kesehatan masyarakat;
bersama-sama dengan dokter hewan yang bekerja di industri dan korporasi
termasuk farmasetikal – baik di divisi pertanian maupun kesehatan; dokter hewan
yang bekerja di organisasi non-pemerintah/LSM dan yayasan baik yang
menangani kesehatan hewan dan manusia, pertanian maupun satwa liar; dan
dokter hewan yang bekerja di organisasi pembangunan, bank nasional dan
multilateral.

Tentunya suatu negara memerlukan jumlah dokter hewan yang memadai


untuk menjalankan semua yang disampaikan diatas. Diperlukan lebih banyak
dokter hewan untuk menangani bidang-bidang terkait dengan kesehatan
masyarakat global di semua negara. Sebagai salah satu disiplin profesional,
jumlah dokter hewan pada umumnya lebih kecil dari disiplin lainnya (seperti
jumlah dokter). Di Indonesia, jumlah dokter hewan juga tidak sebanding dengan
jumlah sarjana pertanian atau sarjana peternakan.

3
Meskipun statistik dokter hewan mungkin saja tidak selalu tersedia secara
mutakhir terutama di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), akan tetapi
contohnya seperti di Amerika Serikat, jumlah dokter mencapai sekitar 750 ribu,
sedangkan jumlah dokter hewan hanya 162 ribu atau kurang lebih hanya
seperempat dari jumlah dokter. [3,18] Di Indonesia, jumlah dokter sekitar 72 ribu
(dokter umum maupun spesialis) [19], sedangkan jumlah dokter hewan sekitar 10
ribuan atau kurang lebih hanya 14% dari jumlah dokter.

 Sejarah Kedokteran Hewan di Dunia

Veteriner adalah segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit-


penyakitnya. Profesi veteriner sendiri adalah profesi yang paling kompleks karena
meliputi kesehatan, kesejahteraan hewan, produktifitas dari serangkaian jenis
spesies hewan mulai dari invertebrata sampai sub human primata (drh. R.D
Wiwiek Bagja). Sedangkan ilmu kedokteran hewan adalah seluruh aktivitas
veteriner yang meliputi produksi dan perawatan hewan serta disiplin inti untuk
mewujudkan kesehatan masyarakat dan semua yang langsung mempengaruhi
kesehatan manusia (WHO, FAO, OIE, WHO/FAO Collaborating Centre for
Research and Training in Veterinary Epidemiology and Management  1999).

Di zaman Romawi Kuno  dikenal bangsa Etruscans yang sangat menyukai


kuda dan sapi. Hal ini tampak dari  gambar-gambar yang merupakan peninggalan
kuno. Hewan pada masa itu mempunyai nilai sakral ataupun nilai martabat dan
pada ritual-ritual khusus digunakan sebagai hewan kurban. Setiap keberhasilan
atau kemenangan,dilakukan perayaan dengan hewan kurban yang diberi nama-
nama khusus. Kumpulan beberapa hewan kurban yang terdiri dari kombinasi
beberapa jenis hewan antara lain babi (sus) ,biri-biri (ovis) , sapi jantan (bull)
disebut   “souvetaurilia” .Sedangkan orang-orang yang mengurus hewan-hewan
sakral yang akan dijadikan kurban tadi disebut “souvetaurinarii” yang kemudian
diyakini sebagai lahirnya istilah “veterinarius”. Kemungkinan dari terminology
lain yaitu masih di masa Romawi, dikenal hewan beban sebagai “veterina” dan

4
suatu kamp penyimpanan hewan-hewan tersebut disebut “veterinarium”.
Term “veterinarii” juga digunakan pada dukumen kuno sebagai“orang yang
memiliki kekebalan khusus” karena memiliki “kompetensi khusus”. Dari berbagai
literatur Lain yang juga membahas istilah “Veterinarius“ diartikan sebagai orang-
orang yang mengurus hewan beban/hewan pekerja

Dalam jurnal American Veterinary Medical Association 1972, diuraikan


sejarah bagaimana para “ilmuwan kedokteran” jaman dahulu memerlukan hewan
coba untuk pengembangan ilmu kedokteran manusia,namun mereka memerlukan
veterinarius untuk menangani hewan-hewan tersebut dan bukan Ferrarius.

Untuk itu ternyata diperlukan veterinarius yang berpendidikan agar


memahami apa yang diperlukan. Kemudian timbulah gelar-gelar Ph.D (Doctor of
Philosophy) yang merupakan awal dari para Veterinarius menjadi “medical
doctor” atau “Doctor of Veterinary Medicine”. Pada akhirnya nanti, veterinarius
adalah orang-orang yang dari awalnya menyukai hewan dan mengurusnya dengan
baik, memahami perilaku alaminya dan kemudian memperlakukannya sesuai
perilaku alami ini.

Profesi Veteriner merupakan profesi yang sangat tua di dunia yang muncul


sebagai pengembangan dari Profesi Kedokteran di zaman Yunani Kuno pada 
460-367 Sebelum Masehi(SM) oleh Bapak Kedokteran di dunia yaitu
Hippocrates. Profesi veteriner tercatat dalam kitab hukum pada masa
pemerintahan Raja Hammurabi (1792 SM). Kode Hammurabi mengatur berbagai
aspek kehidupan masyarakat Babilonia termasuk kesejahteraan hewan dan jasa
perawatan serta pengobatan hewan.

Metode kedokteran dan dasar-dasar filosofi kedokteran yang dikembangkan


oleh Hippokrates sangat dipahami dan dihayati oleh seorang ilmuwan bernama
Aristoteles (lahir 384 SM) yang menerapkannya pada penanganan penyakit-
penyakit hewan. Beliau adalah Pencetus Kedokteran Perbandingan (Comparative
Medicine) yaitu penerapan metode medik yang dipelajari untuk kedokteran
manusia kepada spesies hewan dan terkenal dengan bukunya “Historia

5
Animalium” (Story of Animals) yang menguraikan lebih dari 500 spesies hewan.
Selain itu beliau juga menulis buku tentang Patologi Hewan yang mengungkapkan
tentang penyakit-penyakit hewan serta memperkenalkan Kastrasi pada hewan
ternak muda dan efeknya pada pertumbuhan dan banyak lagi metode-metode
kedokteran pada berbagai spesies hewan. Karyanya yang lain adalah De Partibus
Animalium, De Genetatlone Animallium dan Problematicum.

Nama – nama lain yang juga tercatat dalam perkembangan kedokteran


hewan, yaitu :

•  Hippiatros istilah masyarakat Yunani (500 SM), dokter kuda

•  Varro (116 – 28SM) ahli penyakit kuda dan cara pengobatannya secara primitif

•  Atharava Veda (1500 – 500 SM) : pustaka tentang pemeliharaan &


pengelolaan kesehatan kuda dan gajah

•  Raja Ashoka membangun RSH pertama 250 SM

Sedangkan pada jaman khalifah islam yaitu :

• Ibn Sina (Arieenoa), al Rahzi, dan Husayn bin Ishak al-Ibadi, menerjemahkan
karya Hippocrates dan Filosof Yunani lain.

• Razi (860 – 940) menulis 200 buku bidang medis dan etika medis serta 25
volume ensiklopedia praktis Hawi.

• Ibn Sina (980 – 1037) menulis 16 buku serta Al – Kanun (the Canoun),
ensiklopedia penyakit dari sedunia.

• Memacu perkembangan ilmu zoologi, kedokteran hewann, farmasi, farmakologi


dan kimia.

Pada tahun 873 M/260H atau 877M/264H Hunayn Ibnu Ishab Al-Ibadi
mengarang Kitab al – Sard /Hilaj Al-dawabb wa – al-baqar wa al ghanam wa –
adwiyattiha (The Detailed Presentation on the Therapeutic Treatment of Beasis,
Cattle, Sheep, and Goats, and their Medicaments) serta menulis buku Kitab al

6
Baytarah (Kedokteran Hewan) yang mungkin merupakan terjemahan dari
Manuskrip Yunani tentang kuda dari Theompestus of Magnesia (Abad ke 4).

Profesi kesehatan dimanapun berakar dari mythologi (mitos) dan hal-hal


gaib (magic). Di zaman Yunani kuno, cerita tentang dewa-dewa penyakit dan 
penyembuh antara lain Apollo, Chiron (digambarkan sebagai manusia berbadan
kuda= centaur) dan murid-muridnya antara lain yang terkenal adalah Asklepios
(latin : Aesculapius)  seorang manusia biasa yang berkemampuan menyembuhkan
penyakit manusia dan hewan.

Simbol dari Aesculapius adalah Ular (As) dan Melingkar (klepios) di


batang pohon dimana ular tidak beracun ini merupakan lambang sacral cara
penyembuhan zaman kuno. Symbol kedokteran kemudian mengambil dari symbol
Aesculapius, sedangkan profesi kedokteran hewan (veteriner) ada yang
mengambil Centaur atau Aesculapius. Nah, spesies ular melingkar di tongkat itu
adalah Elaphe longissima.

 Sejarah Kedokteran Hewan di Indonesia

Pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda merasa membutuhkan tenaga


kesehatan hewan menangani Kavaleri, sapi perah dan sapi pekerja. Kemudian
pada tahun 1820 mereka mendatangkandokter hewan dari Belanda yaitu R.A.
Coppreters. Pada tahun 1834, Dokter hewan korps Kavaleri mulai didatangkan
secara teratur. Pada tahun 1860 dibangun Sekolah Kedokteran Hewan di
Surabaya. Pendidikan berlangsung selama 2 tahun. Namun sekolah tersebut
ditutup pada tahun 1975 karena kurang dukungan dari politisi dan tentara
kolonial.

Pada tahun 1892 Janeman, anggota parlemen Belanda, mengusulkan pada


Gubernur Jenderal Pynacker Hordyk agar mendirikannya lembaga pendidikan
untuk ajun Dokter hewan pribumi (Inlandsche veeartsen) di Batavia karena terjadi
ledakan wabah rinderpest yang terjadi mulai tahun 1879. Namun usul tersebut

7
mendapat tentangan dari kalangan ilmuan, birokrat dan militer colonial
dikarenakan kehadiran dokter hewan pribumi dengan gaji rendah dan
keterampilan yang menyamai dokter hewaneropa dikhawatirkan akan menyaingi
posisi mereka di dalam pemerintahan.

Kemudian pada 5 Mei 1907, Profesor Melchior Treub, Direktur Pertanian,


mendirikan sekolah veterinerdan sebuah laboratorium yang pendidikan di
Cimanggu Kecil Bogor. Lalu Cursus tot Opleiding van Inlandsche Veeartsen
dipimpin oleh Dr. L. De Blick dengan Kepala Veeartsenlkunding Laboratorium
(VL) drh. De Does dan lama pendidikan selama 1 tahun. Pada tahun 1927 terjadi
pemisahan NIVS dan VL. Pada Juni 1938, NIVS mendapat fasilitas baru di
Kedung Halang Bogor serta memiliki asisten pengajar dari bangsa Indonesia yaitu
R. Noto Soediro, Sikar, dan M. Nazar.

Perubahan terjadi lagi pada masa kependudukan Jepang (1942-1945). NIVS


diubah menjadi Bogor Zyni Cakko (Sekolah Dokter Hewan Bogor) yang dipimpin
perwira tentara Dai Nippon – Iwamoto. Pada 20 September 1946 didirikan Balai
Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (BPTKH) dengan Rektor Magnifleus : Dr.
Mohede Saat Agresi Militer Belanda I (1947) menduduki Bogor. Kelas
Pengungsian di Klaten diubah Fakultas Kedokteran Hewan UGM (1949).
Sedangkan saat kependudukan Belanda di Bogor (1947 – 1949), kampus PTKH
dan sekitarnya ditutup digunakan sebagai kamp tawanan Jepang dan RAPWI lalu
Pemerintah Federal membentuk Facultet der Diergeneeskundige dari Universiteit
van Indonesia.

Perkembangan Pendidikan Kedokteran Hewan setelah penyerahan kedaulatan RI


yaitu :

1950 : Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Indonesia (FKH - UI)

1955 : Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (FKHP


– UI)

8
1961 : Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan dan Perikanan Laut, UI (FKHPPI
– UI)

1961 : Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Syahkuala


(FKHP – UI)

1963 : Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH – IPB)

1972 : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga – Surabaya.(FKH –


UNAIR) yang merupakan pecahan dari Fakultas Peternakan dan Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya.

1981 : Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Udayana – Bali (PSKH –


UNUD)

Sekarang sudah ada 10 Universitas yang ada FKH yaitu, Universitas Syahkuala
Aceh, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta, Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Universitas Udayana Bali,
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Universitas Brawijaya (UB)
Malang, Universitas Nusa Tenggara Barat (UNTB), Universitas Hasanudin
Makasar dan Universitas Cendana (UNDANA) NTT.

9
BAB II

DOKTER HEWAN PRAKTISI

 Profesi Dokter Hewan

Pada profesi dokter hewan yang berkecimpung dalam bidang medis veteriner.
Dalam kasus-kasus penyakit hewan menular, dokter hewanlah yang paling
bertanggungjawab. Dalam kasus-kasus penyakit zoonosis, dokterhewan
bertanggungjawab pada hewannya, dan dokter manusia pada manusianya. Dalam
kasus flu burung misalnya. Dokter hewan harus bertanggungjawab terhadap kasus
flu burung pada hewan, termasuk strategi pengendaliannya. Namun ironisnya, di
Indonesia dokter hewan tidak mendapatkan kedudukan yang semestinya dalam
menangani kasus-kasus zoonosis.

Profesi lebih berorientasi pada pekerjaan yang dapat memenuhi penguasaan


ilmu pengetahuan, keterampilan, perilaku yang sebelum menjalankan tugasnya
wajib bersumpah atas gelar yang disandangnya, selama menjalankan tugas wajib
mematuhi kode etik yang telah ditetapkan oleh organisasi. 

Profesi Dokter Hewan (Veteriner) didefinisikan sebagai segala urusan yang


berhubungan dengan hewan dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan
hewan. Kata-kata veteriner berasal dari kata latin veterinae yang berarti hewan
penarik (sapi, kuda, dll). Orang-orang yang mempelajari sejarah menemukan
tulisan Cina tentang penyakit kuda, sapi, dan kerbau pada tahun 2500 S.M. juga
lukisan India kuno berumur 4000 tahun menunjukkan manusia merawat kuda dan
gajah. Lukisan mesir kuno juga menunjukkan bagaimana mereka merawat ternak
dan anjing mereka agar sehat. Orang Romawi kuno menyebut dokter hewan
sebagai veterinarius ( Anonim B, 2009 ).

Profesi Veteriner merupakan profesi yang sangat tua di dunia, yang muncul
sebagai pengembangan dari Profesi Kedokteran di zaman Yunani Kuno pada 460-
367 Sebelum Masehi(SM) oleh Bapak Kedokteran di dunia bernama Hippocrates.
Pengembangan kedokteran hewan dikembangkan oleh ilmuwan generasi

10
berikutnya, bernama Aristoteles terkenal dengan bukunya “Historia Animalium”
(Story of Animals) yang menguraikan lebih dari 500 spesies hewan ( Anonim B,
2009 ).

 Kedudukan Ilmu Kedokteran Sebagai Profesi Medis


1. Penyembuhan penyakit pada manusia dan hewan pada zaman dahulu
dilakukan oleh dukun, orang pintar, ahli obat dan lain-lain yang tidak
melalui pendidikan formal (sekolah khusus) melainkan turun-temurun atau
dipelajari dari orang ke orang.
2. Sejak berdirinya sekolah kedokteran tertua di dunia oleh Hippocrates (di
Yunani) maka lulusannya disebut sebagai “profesi penyembuh” atau “the
healing profession”.
3. Sejak masa itu “the healing profession” adalah mereka yang lulus dari
sekolah kedokteran dan melakukan tindakan kedokteran sesuai kaidah-
kaidah baku ilmu kedokteran.

 Etika Profesi Medis

Sumpah Hippocrates menjadi inti dari sumpah-sumpah Kedokteran dan


Tenaga Medis yang dikenal dengan : “primum non nocere ”atau “ di atas
segalanya,jangan mencelakakan” (above all ,do no harm)

Sumpah Hippokrates selanjutnya merupakan pedoman dalam nilai-nilai dan


norma-norma perilaku para dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang melakukan
layanan kesehatan pada manusia dan hewan.Ciri profesi medik lainnya adalah :
Memiliki Kode Etik Profesi, Layanan profesinya melalui perizinan yang berkaitan
dengan jaminan kompetensi.

11
 Jasa dan Pelayanan Profesi Dokter Hewan
Pengguna jasa dokter hewan adalah pemilik hewan dimana
kepemilikan hewan oleh manusia didasarkan pada beberapa hal:

 Karena memiliki nilai ekonomi/ profit (hewan pangan/hewan


produksi)
 Karena nilai psikologis dan empati bagi pemilik perorangan (hewan
hobby/ hewan kesayangan/companion animal).
 Karena mempunyai fungsi pendukung khusus bagi negara
(pengamanan dan penertiban) misalnya anjing pelacak dan kuda
penertib dikeramaian (hewan pekerja milik negara).
 Karena memiliki status khusus berdasarkan kesepakatan internasional
sehingga merupakan satwa dilindungi (hewan/satwa konservasi).
 Karena diperlukan untuk kemajuan penelitian ilmu kedokteran
/pengetahuan lainnya (hewan laboratorium ).

 Layanan Dokter Hewan Praktisi Sebgai Berikut Tergantung Keahlian


Yang Ditawarkan :

Berdasarkan Keahlian spesies :

 Menangani hewan pangan


 Menangani hewan kuda
 Menangani hewan hobby/kesayangan/kepentingan khusus
 Menangani hewan eksotik
 Menangani hewan aquatik/air untuk pangan dan konservasi
 Menangani Satwa Liar

Dalam bidang praktisi medis veteriner praktisi spesies individu antara lain :
spesialis Bedah, spesialis Mata, spelais Penyakit Dalam, spesialis kesehatan bulu

12
dan kulit,spesialis estetika gigi. Spesialis Akupunktur Veteriner.Kompetensi
Layanan Medis Veteriner Terhadap Hewan terdiri atas 2 kategori :

1. Layanan medik untuk hewan secara kelompok (herd health), hal ini
umumnya di peternakan peternakan dan oleh dinas-dinas
pemerintah/puskeswan-puskeswan.
2. Layanan medik untuk hewan secara individual (individual health), hal
ini umumnya pada praktisi hewan kecil, di kebun binatang dan hewan
hobi.

 Tugas-Tugas Teknis Dokter Hewan Praktisi


1. Pendiagnosaan penyakit
2. Pencegahan penyakit
3. Pengendalian penyakit
4. pemberantasan dan pengobatan penyakit menular pada hewan dan
penyakit zoonosis
5. Memberikan edukasi pada pemilik hewan

 Lapangan Pekerjaan Dokter Hewan Praktisi


             Lapangan pekerjaan dokter hewan praktisi:
1. Dokter hewan praktek pribadi
2. Dokter hewan praktek klinik
3. Dokter hewan praktek rumah sakit
4. Dokter hewan praktek gabungan

 Tantangan Global Profesi Dokter Hewan Praktisi


Profesi veteriner untuk dunia yang lebih aman. Dalam dunia yang cepat
berubah, veteriner harus menghadapi tantangan baru dan terus berevolusi untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang pencegahan dan pengendalian
penyakit kesehatan masyarakat melalui hewan dan kesejahteraan hewan.

13
 Etika dan Kode Etik Dokter Hewan Praktisi
Etika adalah segala nilai yang baik dan yang buruk atau yang benar dan yang
salah yang disepakati oleh sekumpulan orang/masyarakat yang memiliki
kepentingan atau profesi yang sama. Pada Etika Veteriner (Veterinary Ethics)
adalah membahas mengenai isu moral dalam hubungan ilmu kedokteran dengan
hewan.
Dalam hal ini ada dua (2) aspek etika yang dibahas yaitu :
1. Etika mengenai bagaimana dokter hewan / profesi veteriner dan
tenaga-tenaga pendukungnya (paramedis, perawat hewan, dll)
memperlakukan hewan atau dalam praktek kedokteran.
2. Etika mengenai hewan-hewan yang berada di tangan manusia perlu
dijaga hak dan mendapatkan perlindungan dengan kajian/argumentasi
ilmiahnya maupun animal behaviour mengapa spesies hewan tersebut
perlu diperlakukan tertentu serta manfaatnya.

 Ada 4 Jenis Etika Veteriner


1. Etika Veteriner Deskriptif, adalah yang secara umum perilaku sebagai
profesi dan individu yang langsung terlihat baik buruknya oleh
masyarakat.
2. Etika Veteriner Profesi (profesional), adalah kesepakatan organisasi
profesinya.
3. Etika Veteriner Administratif, adalah yang diatur pemerintah, berkekuatan
hukum dan dapat diberi sanksi.
4. Etika Veteriner Normatif , adalah norma-norma etika yang benar dan
tepat yang dalam berperilaku sebagai profesi veteriner termasuk terhadap
hewan atau disepakati sebagai norma-norma Kesejahteraan Hewan.

 Kode Etik Veteriner akan mengatur Etika dalam hal :

14
1. Bagaimana berkomitmen terhadap profesi melalui citra diri yang
bermartabat dan kompeten.
2. Bagaimana berkomitmen dalam menangani dan memperlakukan hewan
(menegakkan kesejahteraan hewan / animal welfare).
3. Bagaimana membina hubungan keprofesian veteriner dengan sesama
dokter hewan / sejawatnya.
Kode Etik Dokter Hewan Indonesia yang disahkan tahun 1994 walaupun
belum sempurna (perlu revisi) namun telah mengatur tiga hal tersebut di atas.

 Tindakan Etika oleh Profesional Medik Veteriner


Ada 4 bidang khas keilmuan profesi Medik yang harus dijunjung
tinggi dan tidak secara sembarangan dialihkan tanggung jawab kewenangan
dan penerapannya yaitu :
1. Bidang ilmu-ilmu Klinik.
2. Bidang Farmakologi Veteriner/Obat-obatan.
3. Bidang Pathologi.
4. Bidang Reproduksi.
Dalam pelaksanaan praktek,maka merupakan kombinasi dari 4 bidang ini.
Sedangkan bidang lainnya merupakan ilmu-ilmu dasar dan ilmu penunjang yang
berkembang melalui penelitian dan pengembangan teknologi.

 Acuan Dasar Tindakan Profesional Medik Veteriner (Guide to


Professional Conduct)
Setiap Dokter Hewan perlu menyadari bahwa sebagai profesi yang berkeahlian
khusus dan berkewenangan medis, bilamana di dalam negaranya belum diatur
dengan kekuatan Undang-Undang, namun tetap harus tunduk kepada rambu-
rambu Internasional profesi yang sama. Oleh karenanya setiap organisasi profesi
sebagaimana PDHI wajib menerbitkan pedoman ini yang juga kemudian juga
wajib dipatuhi oleh anggotanya.

15
 Rambu-rambu Etik Dalam Tindakan Profesional Medik Veteriner
1. Berkenaan memperlakukan hewan (tanggung jawab Kesrawan).
2. Berhubungan dengan pekerjaan profesinya.
3. Berkenaan dengan mempromosikan peran profesi veteriner kepada
masyarakat.
4. Dalam periklanan layanan profesi medvet.
5. Berkenaan pengobatan (terapeutika), penggunaan obat-obatan, penjualan
obat-obatan maupun alat kesehatan.
6. Dalam berbagai jenis Layanan Praktisi Medik Veteriner.
7. Dalam membina hubungan professional sesama profesi veteriner.

 Keberadaan Badan/Majelis yang memiliki mekanisme dalam


penyelesaian adanya masalah hukum dan etik:
1. Praktek klinik dan konsultan klinik.
 Dokter hewan di klinik berkewajiban untuk memberikan layanan
yang up to date (terkini), pengobatan yang terampil terhadap pasien
dan layanan yang efisien. Diperlukan adanya standard untuk tempat,
peralatan, fasilitas dan SDM.
 Tampilan dokter hewan yang memberikan konsultasi harus
memberikan kesan yang profesional yang terlihat dari kemampuan
yang harus di standard, meliputi kemampuan bicara, kemampuan
menjelaskan, perilaku dalam pelayanan dan kepakaran yang
memberi nilai positif kepada reputasi profesi.
 Pemilik hewan mempunyai hak untuk meminta konsultasi dokter
hewan yang dia pilih akan tetapi dokter hewan tidak berkewajiban
untuk menerima klien pada keadaan yang dapat menjelaskan dasar
penolakan.
2. Dokter hewan dalam layanan publik (PNS).

16
 Dokter hewan PNS mempunyai kewajiban – kewajiban kepada
negara dengan pedoman – pedoman kerja sesuai aturan pemerintah
dan adanya aturan hukum yang memayungi pekerjaannya
 Para dokter hewan ini dapat mempunyai kewenangan – kewenangan
dan tanggung jawab yang harus dipahami dan dihargai oleh
umumnya para dokter hewan.
 Hubungan antara dokter hewan PNS layanan publik dan dokter
hewan lain selaku sesama profesi haruslah berdasarkan kesejawatan
profesi yang harmonis. Dalam hal ini harus saling menginformasikan
demi kepentingan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Dalam melakukan layanan publik Drh PNS harus memiliki kompetensi
yang terakreditasi, tersertifikasi dan tunduk kepada rambu– rambu profesi
veteriner. Dokter hewan praktisi adalah profesi dokter hewan yang bekerja dalam
bidang kesehatan hewan yang sesuai bidang kemampuanya.

Dokter hewan memiliki tugas sebagai berikut pendiagnosaan, penyakit,


pencegahan penyakit,pengendalian penyakit,pemberantasan,pengobatan penyakit
menular pada hewan dan penyakit zoonosis danemberikan edukasi pada pemilik
hewan. Dokter hewan di klinik berkewajiban untuk memberikan layanan yang up
to date (terkini), pengobatan yang terampil terhadap pasien dan layanan yang
efisien. Diperlukan adanya standard untuk tempat, peralatan, fasilitas dan SDM.

17
BAB III

DOKTER HEWAN KEDINASAN

Profesi dokter hewan memiliki peran yang sangat strategis dan tanggung
jawab yang semakin berat pada era globalisasi seperti sekarang. Ditengah-tengah
keprihatinan kita menghadapi wabah penyakit zoonosis. Sebagai garda terdepan
dalam memerangi wabah penyakit zoonosis, pelayanan dan tindakan
penanggulangan yang dilakukan harus benar-benar tepat pada sasaran, karena
tugas seorang dokter hewan tidak hanya terkait pada kesehatan populasi hewan
tetapi juga terkait dalam setiap aspek nyata dalam interaksi hewan dengan
manusia dan hewan dengan lingkungannya.

Profesi dokter hewan mengalami berbagai tantangan ke depan, mengingat


dalam menjalankan perannya dibutuhkan dokter hewan yang terlatih dengan
pemahaman yang luas terhadap kesehatan masyarakat (public health) dan
pencegahan penyakit (preventive medicine). Begitu juga dalam mengisi
kekurangan dokter hewan yang terlatih dan memiliki kompetensi di posisi
pengambil keputusan. Profesi ini juga dipengaruhi oleh adanya bidang-bidang
baru dalam pengembangan industri, sebagai akibat dari sistem produksi pangan
hewani yang baru, sumber daging hewan baru (kangguru, burung unta,
wildebeest, dan lain sebagainya), dan hewan akuatik sebagai sumber protein.
( Hafizuddin,2009).

 Fungsi Dokter Hewan Kedinasaan


1. Dokter hewan kedinasan mempunyai kewajiban – kewajiban kepada
negara dengan pedoman – pedoman kerja sesuai aturan pemerintah dan
adanya aturan hokum yang memayungi pekerjaannya.

18
2. Para dokter hewan ini dapat mempunyai kewenangan – kewenangan dan
tanggung jawab yang harus dipahami dan dihargai oleh umumnya para
dokter hewan.
3. Hubungan antara dokter hewan kedinasan / layanan publik dan dokter
hewan lain selaku sesama profesi haruslah berdasarkan kesejawatan
profesi yang harmonis. Dalam hal ini harus saling menginformasikan demi
kepentingan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
4. Dalam melakukan layanan publik Drh kedinasan harus memiliki
kompetensi yang terakreditasi, tersertifikasi dan tunduk kepada rambu –
rambu profesi veteriner.

Hampir di seluruh negara di dunia, Ilmu Kedokteran Hewan sering


diposisikan bersama dalam kelompok  Ilmu Pertanian dikarenakan hewan-hewan
yang penting bagi kehidupan manusia utamanya adalah hewan-hewan terkait
pertanian yaitu TERNAK (sebagai penghasil pangan asal hewan berupa daging,
susu dan telur) dan produksi ternak lainnya sebagai komoditi
perdagangan/ekonomi. VETERINER adalah istilah di kamus bahasa Indonesia
yang diartikan sebagai bidang/profesi kedokteran hewan.  Dalam bahasa Inggris
PROFESI VETERINER disebut sebagai VETERINARY PROFESSION.
Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut
media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan
atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina. Hewan
adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang
hidup secara liar. Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang
dapat diolah lebih lanjut. Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang
telah diolah. Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan,
bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi
penyebaran, penyakit hama dan penyakit hewan karantina. Tindakan karantina
hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di,

19
dan atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia. Menurut Badan
Karantina Pertanian (2000:33)

 Tujuan Karantina
1. Melindungi Sumber Daya Alam Hayati Fauna Terhadap Ancaman Hama
Penyakit Hewan Karantina Dari Luar Negeri Dan Antar Area
2. Menjamin Ketentraman Batin Masyarakat Dari Ancaman Bahaya
Zoonosis  Melalui Tindakan Karantina Hewan Terhadap Media Pembawa
HPHK Yang Dilalulintaskan
3. Mempertahankan Status Bebasnya Wilayah Indonesia Dari Hama Penyakit
Hewan Karantina  Tertentu Dari Luar Negeri Dan Antar Area;
4. Meningkatkan Daya Saing Komoditas Hewan Dan Produknya Di Pasar
Global Dan Domestik

Penjelasan :
1. Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut
media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan
dan atau benda lain yang dapat membawa Hama Penyakit Hewan
Karantina (HPHK).
2. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara
maupun yang hidup secara liar.
3. Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang dapat diolah
lebih lanjut.
4. Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang telah diolah.
5. Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, bahan
asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi
penyebaran penyakit hama dan penyakit hewan karantina.

20
 Perijinan:
1. KH-5 adalah Persetujuan Bongkar/Approval of isembarkation;
Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang
menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda
lain disetujui dibongkar/diturunkan dari alat angkut untuk dilakukan
tindakan karantina lebih lanjut.
2. KH-7 adalah Perintah Masuk Karantina Hewan / Order to Take Into The
Animal Quarantine Installation Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina
berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa
berupa hewan/produk hewan/benda lain disetujui untuk dibongkar namun
dengan ketentuan harus dimasukkan ke Instalasi Karantina Hewan yang
telah ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
3. KH-12 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina / Certificate of Release
Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan
dokumen dan kesehatan/sanitasi yang menyatakan bahwa media pembawa
berupa hewan/produk hewan/benda lain tersebut telah memenuhi
kelengkapan dokumen karantina hewan yang dipersyaratkan dan
dinyatakan sehat, sanitasi yang baik, dan bebas dari ektoparasit.

 Persyaratan Umum Karantina Hewan


1. Dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan/Sanitasi oleh pejabat yang
berwenang dari negara asal/daerah asal.
2. Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan.
3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat
pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
Selain persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
No.82/2000 sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa
persyaratan teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia, sebagai berikut :

21
Negara yang belum melakukan kerjasama bilateral perdagangan.
a. Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular atau
berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara pengimpor
b. Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas
nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang
harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum
dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
c. Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor bertujuan untuk
memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan
tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
d. Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau
Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi
tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan
manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan
pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.
e. Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara
epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan
berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui
data-data yang ada dan tersedia.
f. Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan
pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.
g. Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan
pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika
dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada
kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media
pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.

 Prosedur Tindakan Karantina Hewan


Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan dan tindakan karantina
kepada pimpinan UPT Karantina Hewan tempat pemasukan atau pengeluaran.
UPT Karantina Hewan memproses secara administrasi permohonan tersebut,

22
untuk selanjutnya menugaskan pejabat fungsional karantina hewan untuk
melakukan tindakan karantina tahap I yaitu pemeriksaan (P1). Dari hasil
pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan beberapa tindakan karantina lainnya.
Untuk media pembawa yang menurut hasil pemeriksaan memerlukan tindakan
pengasingan (P2) dan pengamatan (P3), segera dimasukkan ke dalam instalasi
karantina untuk selama masa karantina yang dapat diperpanjang menurut
pertimbangan dokter hewan karantina. Untuk media pembawa yang sehat dan
tidak menunjukkan gejala penyakit hewan karantina, tidak menunjukkan
perubahan fisik dan tidak memerlukan masa pengasingan untuk pengamatan,
dapat langsung dilakukan tindakan pembebasan (P8). Sebaliknya, untuk media
pembawa yang menunjukkan gejala penyakit hewan karantina atau perubahan
fisik yang mengarah kepada penyakit hewan golongan I, dapat langsung
dilakukan tindakan penolakan (P6).
Media pembawa yang mempunyai dokumen tidak benar dan tidak lengkap
atau menurut hasil pemeriksaan menunjukkan gejala penyakit hewan golongan II,
dilakukan tindakan penahanan (P5) untuk selanjutnya dapat dikembalikan ke
proses tahap II yaitu pengasingan dan pengamatan. Hasil tindakan pengasingan
dan pengamatan, dapat dilanjutkan ke proses tahap III yaitu tindakan perlakuan
(P4) untuk meyakinkan kembali bahwa media pembawa bebas dari hama penyakit
hewan karantina dan tidak dapat lagi menularkan atau menyebarkan hama
penyakit hewan ke media pembawa lainnya.
Jika dari hasil tindakan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan dan
perlakuan, media pembawa tidak dapat dibebaskan dari penyakit hewan karantina
atau telah mengalami perubahan fisik, maka terhadap media pembawa tersebut
lansung dilakukan tindakan pemusnahan (P7). Setelah dilakukan tindakan
pengasingan dan pengamatan serta perlakuan media pembawa diyakini tidak
mengandung penyakit hewan karantina dan tidak dapat lagi bertindak sebagai
media penular atau penyebar, maka dapat dilakukan tindakan pembebasan (P8).
Hasil tindakan pembebasan, penahanan, penolakan, dan pemusnahan kemudian
diserahkan kembali kepada UPT Karantina Hewan yang memberi tugas untuk
diproses secara administrasi termasuk memenuhi kewajiban tambahan, yang

23
selanjutnya disampaikan kepada pemohon dan instansi terkait lainnya untuk
dilaksanakan.

Karantina di Indonesia memiliki landasan hukum agar segala upaya yang


dilakukannya dapat dipatuhi segala pihak yang terkait dan berjalan dengan efisien.
Peraturan perundangan yang menjadi dasar karantina di Indonesia adalah;
1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan
tumbuhan, dan
2. Peraturan Karantina Hewan.

Peraturan karantina hewan terdiri dari;


1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan
3. SK Menteri Pertanian Nomor 422/Kpts/LB.720/6/1988 tentang Peraturan
Karantina Hewan
4. SK Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/Um/10/1982 tentang Syarat-syarat
pemasukkan bibit Ternak dari Luar Negeri
5. SK Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/Um/10/1982 tentang Syarat-syarat
pemasukkan bibit Sapi Perah dari Luar Negeri
6. SK Menteri Pertanian Nomor 745/Kpts/TN.240/12/1992 tentang
Persyaratan dan Pengawasan Pemasukkan Daging dari Luar Negeri
7. SK Menteri Pertanian Nomor 501/Kpts/OT.210/8/2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Balai dan Stasiun Karantina Hewan
8. SK Menteri Pertanian Nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003 tentang
Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina ,
Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa.

 Penerapan Biosafety dan Biosekuriti pada Penyelenggaraan


Karantina

24
Penyelenggaraan karantina banyak terkait dengan situasi penyakit suatu
negara, regional, wilayah atau area; kesehatan hewan, bahan asal hewan atau hasil
bahan asal hewan selain peraturan karantina ataupun peraturan terkait
perkarantinaan.  Biosekuriti yang diterapkan pada isu kesehatan hewan terkait
dengan pengendalian kesehatan impor, domestik dan ekspor.

Penyelenggaraan karantina menyangkut penanganan komoditi yang


merupakan media pembawa agen biologik yang dipindahkan karena adanya
pergerakan lalulintas komoditi tersebut dikarenakan akibat perdagangan, mutasi
personel atau mutasi dari komoditi atau media pembawa itu sendiri.  Penanganan
media pembawa yang dilalulintaskan terutama untuk pemasukan dari luar negeri
atau antar area perlu lebih ketat terkait dengan pencegahan masuknya HPHK
(Hama Penyakit Hewan Karantina) dari luar negeri dan tersebarnya antar area
dalam wilayah RI terutama juga terhadap masuknya HPHK dengan kategori
penyakit eksotik (bagi negara Indonesia atau area dalam wilayah RI dengan status
bebas).  

Karena itulah, institusi karantina dalam penyelenggaraan perkarantinaannya


juga mulai memperhatikan prinsip biosafety dan bisekuriti dimana kedua pokok
pembicaraan ini di negara maju sudah diterapkan di berbagai bidang terutama
bidang yang langsung berhubungan dan menangani agen biologik atau agen yang
berbahaya lainnya/biohazard (fisik, bahan kimia, radioaktif).

Sesuai dengan prinsip Biosafety yang mencegah terpaparnya agen


biologik/ biohazard ke luar kontenmen untuk menjaga keselamatan pekerja yang
bertugas menangani agen biologik/ biohazard, walau biasanya dipergunakan di
laboratorium dan biosekuriti yang mencegah keluar agen biologik/ biohazard dari
bangunan laboratorium karena kecurian, dan disalah gunakannya agen
biologik/ biohazard, maka jika dianalogikan dengan laboratorium, maka instalasi
karantina hewan merupakan suatu kontenmen dimana di dalamnya petugas
karantina menangani media pembawa HPHK. 

Penanganan tindakan karantina terhadap media pembawa berdasarkan atas 2


(dua) macam pendekatan tingkat risiko yaitu pendekatan atas dasar media

25
pembawanya dan pendekatan berdasarkan atas HPHK yang diasumsikan mungkin
terbawa di dalam media pembawanya.  Ada 3 (tiga) tingkat risiko yaitu risiko
rendah, sedang dan tinggi.   Tingkat risiko yang dibagi berdasarkan atas
pendekatan media pembawa dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Media Pembawa dengan tingkat risiko rendah merupakan media pembawa


yang memiliki potensi rendah untuk membawa agen penyakit
karantina.  Umumnya adalah produk hewan yang sudah diolah lebih lanjut
dan siap untuk dikonsumsi, misalnya dendeng, baso, sosis, keju,
yogurt.  Oleh karena itu penanganan karantinanya dapat saja dilakukan di
tempat pemasukan/pengeluaran dan setelah dilakukan pemeriksaan
dokumen memenuhi yang dipersyaratkan, maka media pembawa tersebut
dapat dibebaskan dengan mengeluarkan sertifikat Sanitasi.
2. Media Pembawa dengan tingkat risiko sedang merupakan media pembawa
yang memiliki potensi sedang untuk membawa agen penyakit karantina
dengan risiko penyebaran penyakitnya tidak berakibat fatal terutama untuk
pemasukan importasi dari luar negeri atau domestik masuk.  Pelaksanaan
tindakan karantina atas media pembawa dapat dilakukan di tempat
pemasukan/pengeluaran atau di dalam instalasi karantina yang
memerlukan masa karantina tertentu sesuai dengan diagnosa Dokter
Hewan Karantina. Media pembawa dimaksud mencakup produk hewan
yang belum diolah (misalnya daging, susu, telur konsumsi dll) atau hewan
yang sudah didomestikasi dan memiliki riwayat kesehatan yang jelas
(misalnya hewan peliharaan: anjing, kucing, burung, ayam, sapi perah,
kuda dll).  Walaupun untuk kasus tertentu status penyakit negara/daerah
asal media pembawa masuk menjadi salah satu unsur penilaian risiko
misalnya adanya wabah penyakit di negara/daerah asal. 
3. Media Pembawa dengan risiko tinggi merupakan media pembawa yang
memiliki potensi tinggi membawa (carrier) agen penyakit karantina yang
juga berisiko tinggi dan memerlukan penanganan karantina di dalam
instalasi karantina hewan selama masa karantina yang ditentukan oleh
Dokter Hewan Karantina sesuai dengan diagnosa.  Media pembawa yang

26
termasuk dalam klasifikasi ini adalah hewan yang berpotensi sebagai
pembawa penyakit hewan dapat bersifat zoonosis maupun tidak dan dapat
menularkan penyakitnya secara langsung maupun melalui inang antara
ataupun vektor. Media Pembawa yang dimasukkan dalam kelompok ini
misalnya hewan penular rabies (anjing, kucing, kera), sapi bibit (yang
berpotensi membawa penyakit Brucellosis, BSE, Paratuberculosis,  dll)
Sedangkan untuk tingkat risiko berdasarkan atas pendekatan agen penyakit dapat
diklasifikasi sebagai berikut:

1. Agen penyakit dengan risiko rendah merupakan risiko yang dapat


diterima,  tidak ada dampak pada kesehatan dan kerugian
ekonomi.  Kalaupun ada menimbulkan kerugian ekonomi dapat
tergantikan dengan cepat, dimana penanganannya berdasarkan atas bahaya
yang telah diidentifikasi dan harus diamati agar tidak berubah naik ke
tingkat risiko yang lebih tinggi;
2. Agen penyakit dengan risiko sedang  merupakan risiko yang menimbulkan
dampak tidak langsung pada kesehatan atau dampak yang timbul bersifat
sementara, dan jika timbul kerugian ekonomi masih dapat tergantikan;
3. Agen penyakit risiko tinggi menimbulkan pengurangan kesehatan dan
kerugian ekonomi yang besar yang tidak dapat dikembalikan serta
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah atau
pemberi layanan kesehatan (12). 
Penetapan tingkat risiko terhadap suatu agen biologik akan berbeda di
lokasi/wilayah yang berbeda tergantung pada situasi penyakit di wilayah
tersebut.  Misalnya tempat pemasukan media pembawa karantina di wilayah
dengan status penyakit hewan endemis Anthrax mungkin akan menetapkan
penyakit Anthrax dalam tingkat risiko sedang, sedangkan tempat pemasukan yang
berada di wilayah dengan status penyakit hewan bebas Anthrax akan
menempatkan penyakit Anthrax dalam tingkat risiko tinggi yang memerlukan
pengawasan ketat agar media pembawa berupa mamalia berkuku genap dari
wilayah endemis tidak masuk/di lalulintaskan.

27
Ada perlakuan desinfektasi terhadap hewan dan alat angkut pada waktu akan
dimasukkan ke dalam instalasi untuk dikenakan tindakan karantina.  Perlakuan
desinfektasi ini dilakukan juga terhadap alat angkut yang akan masuk ke area
halaman instalasi karantina atau kepada orang yang akan masuk instalasi
karantina DOC.  Perlakuan desinfektasi ini memberi jaminan keamanan bagi
media pembawa di dalam instalasi tidak terpapar oleh kemungkinan masuknya
agen penyakit dari luar yang terbawa hewan/orang/alat angkut. 

Terkait dengan penerapan biosekuriti di instalasi, selain adanya ketentuan


akses terbatas, perlakuan desinfektasi, juga adanya ketentuan pagar keliling
instalasi,  pintu pagar yang selalu terkunci dengan adanya petugas keamanan atau
dilengkapi CCTV, prosedur akses masuk tamu (orang yang bukan petugas
karantina yang ditunjuk) yang kesemuanya untuk memberi jaminan keamanan
tidak ada kemungkinan pengambilan dengan disengaja, pencurian media
pembawa dari dalam ke luar instalasi atau penyalahgunaan media pembawa. 

Instalasi karantina, di dalamnya memerlukan kelengkapan fasilitas


ruang/kandang isolasi untuk mengasingkan dan mengamati hewan yang diduga
menunjukkan gejala penyakit HPHK.  Ruang/kandang isolasi inilah yang
dianalogikan sebagai kontenmen primer (BSC), sehingga diperlukan prosedur
yang lebih ketat dalam pelaksanaan tindakan karantinanya. Misalnya akses masuk
ke ruang/kandang isolasi benar-benar terbatas sehingga yang masuk ke dalamnya
hanyalah petugas yang ditunjuk untuk mengamati, memberi perlakuan terhadap
hewan yang diisolasi dan diamati tersebut, adanya ketentuan desinfektasi alas kaki
bagi petugas yang akan masuk ke dalam ruang/kandang isolasi, prosedur
penggunaan baju pelindung berikut kelengkapannya bagi petugas karantina yang
langsung menangani hewan yang sedang diisolasi dan tersedia di dalam kandang
isolasi (antara lain gloves, masker, sepatu boot) , drainage sekeliling kandang,
apabila diperlukan menutup kandang isolasi dengan kawat kasa agar insekta tidak
dapat masuk dan lain-lain.  Kondisi ini diberlakukan terkait dengan
penerapan biosafety dan biosekuriti di instalasi.

Pemeriksaan laboratoris

28
Dalam melakukan pemeriksaan laboratorium, institusi Karantina sudah
memiliki Pedoman Rancang Bangunan Laboratorium Karantina yang mengacu
pada ketentuan WHO dan OIE mengenai Biosafety Laboratory.  Rancang
bangunan ditetapkan bagi laboratorium Karantina Hewan, Karantina Tumbuhan
dan Keamanan Hayati Hewani dan Keamanan Hayati Nabati dengan klasifikasi 4
(empat) tingkat Biosafety Laboratorium Karantina Hewan dan Keamanan Hayati
Hewani, 4 (empat) tingkat Biosafety Laboratorium Karantina Tumbuhan dan
Keamanan Hayati Nabati.  Pembagian tingkat dibedakan atas dasar tingkat risiko
dari media pembawa yang ditangani sehingga tata letak ruang dan fasilitas ruang
utama pengujian dan ruang penunjang dari setiap tingkat BiosafetyLaboratorium
juga berbeda tergantung pada metode uji yang dilakukan.  Namun dalam
penggunaan ruangan maupun peralatan bagi laboratorium karantina hewan,
karantina tumbuhan maupun keamanan hayati (hewani dan nabati) harus seefisien
mungkin tanpa mengganggu kegiatan pengujian yang dilakukan dan dengan
memperhatikan volume dan frekuensi sampel masuk, kompleksitas pengujian
serta kompetensi personel masing-masing laboratorium.

Berdasarkan keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No.


282/kpts/KH.130/L/01/2013 tentang Klasifikasi Laboratorium Karantina Hewan
dan Kehati Hewani, ada 4 (empat) tingkatan laboratorium yaitu:

1. Laboratorium Tingkat 1, merupakan laboratorium di UPT yang melayani


lalu lintas media pembawa dengan risiko rendah dengan frekuensi yang
rendah.  Untuk itu diperlukan kemampuan pengujian dengan metode uji
cepat (rapid test) saja atau metode uji yang menggunakan kit komersial
(ELISA kit).  Laboratorium terdiri dari ruang utama pengujian dan ruang
penunjang.  Dimana ruang utama pengujian dapat terdiri dari ruang
preparasi pengujian, ruang pengujian serologi dan ruang pengujian
parasit.  Sedangkan ruang penunjang dapat terdiri dari ruang penerimaan
sampel, ruang bahan, ruang alat dan sterilisasi, ruang analis (untuk
melakukan kegiatan administrasi teknis pengujian) Walaupun fasilitas
minimal, pada waktu melakukan pengujian petugas karantina tetap

29
menerapkan Good Microbiological Technique (GMT) untuk Laboratorium
Tingkat 1 yaitu analis menggunakan pakaian pelindung (jas laboratorium),
gloves
2. Laboratorium Tingkat 2, merupakan laboratorium di UPT yang melayani
lalu lintas media pembawa dengan risiko rendah sampai sedang dengan
frekuensi lalu lintas yang rendah sampai sedang, sehingga diperlukan
kemampuan pengujian yang lebih tinggi dari kemampuan laboratorium
tingkat 1 selain kemampuan pengujian dengan metode uji cepat (rapid
test) saja atau metode uji yang menggunakan kit komersial (ELISA kit)
sebagaimana pada laboratorium tingkat 1.   Ruang laboratorium yang
dimiliki juga semakin banyak untuk memfasilitasi kemampuan
laboratorium yaitu ruang laboratorium yang terdiri dari ruang preparasi
pengujian, ruang pengujian virus, ruang pengujian bakteri, ruang
pengujian parasit, ruang pengujian keamanan pangan dan
toksik.  Disamping itu perlu dilengkapi dengan ruang penunjang
laboratorium yang terdiri dari ruang penerimaan sampel, ruang bahan,
ruang alat, ruang sterilisasi, ruang analis, dan fasilitas pengolahan limbah
serta insinerator. Dalam bekerja di laboratorium, analis wajib
menggunakan pakaian pelindung (jas laboratorium dengan tangan panjang
dan kerut karet diujung lengan), gloves dan masker.
3. Laboratorium Tingkat 3, merupakan laboratorium di UPT yang melayani
lalu lintas media pembawa dengan risiko sedang sampai tinggi dengan
frekuensi lalu lintas yang sedang sampai tinggi yang memerlukan
kemampuan uji lebih tinggi dari kemampuan laboratorium tingkat 1 dan 2
terutama terkait dengan kegiatan importasi dimana diasumsikan media
pembawa yang masuk kemungkinan membawa HPHK risiko sedang
sampai tinggi. Ruang laboratorium dan fasilitas yang perlu ada harus dapat
memfasilitasi pelaksanaan pengujian yang lebih beragam dan kompleks,
namun itupun tergantung pada jenis media pembawa yang dilalulintaskan
dan kemungkinan jenis HPHK yang terbawa.  Walaupun ruang pengujian

30
dan ruangan penunjang laboratorium bisa saja sama dengan Laboratorium
Tingkat 2 namun ada ruang pengujian PCR berikut fasilitasnya.  
Laboratorium Tingkat 3, merupakan laboratorium di UPT yang memiliki tugas
fungsi sebagai laboratorium rujukan, melakukan pengujian yang sangat kompleks,
melakukan pengembangan metode uji laboratorium dan uji coba
laboratorium. Karena itu untuk laboratorium tingkat 4 harus tersedia semua
fasilitas yang dapat digunakan untuk deteksi, identifikasi dan isolasi agen
penyakit termasuk agen HPHK risiko tinggi dan eksotik.  Selain memiliki ruang
laboratorium pengujian serologi, virus, bakteri, fungi, parasit, bioteknologi RNA
dan DNA, sequencing DNA, tissue culture, ruang nekropsi, mikrobiologi dan
toksik, juga adanya ruang BSL-2 enhanceddan BSL-3.  Ruang penunjang
laboratorium yang perlu tersedia adalah ruang penerimaan sampel, penyimpanan
arsip sampel, ruang bahan, alat, sterilisasi, ruang koleksi, pengolahan limbah dan
insinerator, termasuk juga ruang ganti (ante room) disamping tersedianya ruang
seminar,ruang analis, ruang tamu, pantry dan toilet.
Tindakan karantina yang dilakukan oleh dokter hewan tidak hanya semata-
mata berorientasi pada penggawasan dan pemeriksaan pada exit dan entry point,
tetapi juga berorientasi pada lalu lintas hewan dan produk asal hewan secara utuh
berdasarkan peraturan dan ketentuan karantina hewan dan peraturan-peraturan
lain yang juga dapat saling berkesinambungan seperti Undang-undang peternakan
dan Kesehatan Hewan, Undang-undang Kesehatan, Undang-undang Pangan,
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Kepabeanan, dan lain-
lain sehingga wawasan karantina ke depan dituntut untuk dikembangkan. Luasnya
wawasan karantina akan membawa karantina sebagai bagian dari perdagangan,
dan transportasi hewan dan produk-produknya baik nasional maupun
internasional, bagian dari kesehatan nasional, baik kesehatan hewan (animal
health) maupun kesehatan lingkungan (environment health), bagian dari
keamanan pangan (food savety) dan ketahanan pangan (food security), serta
bagian dari sistem dan usaha agribisnis.

31
BAB IV
DOKTER HEWAN ENTEPRENEUR

Entrepreneurship adalah segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan


dan proses yang dilakukan oleh para Entrepreneur dalam merintis, menjalankan
dan mengembangkan usaha mereka. Entrepreneurship merupakan gabungan dari
kreativitas, inovasi dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan
cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru (Suryana, 2006).

 Karakter Entrepreneur
Terdapat beberapa karakteristik yang harus dimilikioleh seorang Entrepreneur,
yaitu :
1. Creation, menciptakan suatu peluang bisnis dari peluang yang ada
2. Innovation, mengembangkan inovasi dalam lingkup bisnisnya yang meliputi
produk baru, proses, market, material dan organisasi.
3. Risk Undertake, setiap Entrepreneurmenerima dan mengambil resiko
bahwa bisnis yang dijalankannya mungkin akan mengalami kerugian atau
kegagalan.
4. General Management, pemilik bisnis harus dapat mengelola dan
mengalokasikan sumber dayanya yang terbatas, dan yang terakhir adalah
performance intention, menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan
menghasilkan laba. (Suryana, 2006)

 Tahap-tahap Entrepreneurship

32
Menurut Suryana (2006) Ada tahap-tahap yang dilakukan oleh seorang
Entrepreneurdalam menjalankan usahanya. Secara umum tahap-tahap dalam
melakukan Entrepreneurship:
a. Tahap memulai
Tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat tantangan
atau peluang usaha baru dan dilanjutkan dengan kemungkinan dan adanya
keinginan untuk membuka usaha baru. Tahap ini juga memilih jenis usaha yang
akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri, atau jasa atau usaha yang
lain.
b. Tahap melaksanakan usaha
Dalam tahap ini seorang Entrepreneurmengelola berbagai aspek yang terkait
dengan usahanya, mencakup aspek-aspek: menjalankan bentuk usaha,
pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi
bagaimana mengambil risiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan
melakukan evaluasi.
c. Tahap mempertahankan usaha
Tahap di mana Entrepreneurberdasarkan hasil yang telah dicapai melakukan
analisis untuk mengatasi sagala masalah dan hambatan dalam menjalankan
usahanya.Entrepreneuryang berhasil adalah yang mampu mempertahankan
usahanya dari segala hambatan, tantangan, dan masalah yang ada sehingga
usahanya dapat berjalan dengan lancar.
d. Tahap mengembangkan usaha
Tahap ini adalah di mana Entrepreneurberdasarkan hasil yang telah dicapai
melakukan analisis perkembangan dan inovasi untuk ditindaklanjuti sesuai dengan
kondisi yang dihadapi.Dalam perkembangannya bisa dengan memperbanyak
relasi, memperbarui metode dan sistem, memperbarui produk yang dihasilkan,
memperbesar dan memperluas usaha, menambah kualitas, menambah pelayanan,
menambah tenaga kerja.Dalam tahap ini Entrepreneur melakukan kontribusi
ekonomi dalam jangka panjang terhadap manusia, alam dan lingkungan. Dari

33
manfaat pengembangan usaha ini dapat diperoleh secara jelas, kontribusi untuk
masalah lapangan kerja, yaitu akan ada penambahan tenaga kerja.
Proses Entrepreneurshipdiawali dengan suatu aksioma, yaitu adanya
tantangan. Dari tantangan tersebut timbul gagasan, kemauan dan dorongan untuk
berinisiatif, yang tidak lain adalah berfikir kreatif dan bertindak inovatif sehingga
tantangan tadi teratasi dan terpecahkan. Semua tantangan pasti memiliki risiko,
yaitu kemungkinan berhasil atau tidak berhasil. Oleh sebab itu
Entrepreneuradalah seorang yang berani menghadapi risiko dan menyukai
tantangan (Suryana, 2006)
Fungsi dan peran Entrepreneurdapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu
secara mikro dan makro.Secara mikro Entrepreneurmemiliki dua peran, yaitu
penemu (innovator) dan perencana (planner). Sebagai penemu Entrepreneur
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, seperti produk, teknologi, cara,
ide, organisasi dan sebagainya. Sebagai perencana Entrepreneurberperan
merancang tindakan dan usaha baru, merencanakan strategi usaha yang baru,
merencanakan ide-ide dan peluang dalam meraih sukses, menciptakan organisasi
perusahaan yang baru dan lain-lain.Secara makro peran Entrepreneuradalah
menciptakan kemakmuran, pemerataan kekayaan dan kesempatan kerja yang
berfungsi sebagai mesin pertumbuhan perekonomian suatu Negara.(Suryana,
2006).
Seorang Entrepreneur adalah seorang yang menciptakan sebuah bisnis,
dengan menghadapi risikodan ketidakpastian dan bertujuan untuk mencapai laba
serta pertumbuhan melalui pengidentifikasian peluang-peluang melalui kombinasi
sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan
manfaatnya.Entrepreneurmelihat potensi yang dilihat kebanyakan orang sebagai
masalah atau bahkan yang tidak terpikirkan sama sekali oleh kebanyakan orang,
karakteristik yang menjadikan mereka lebih tertarik mencari dan memanfaatkan
peluang (Suryana,2006).

 Cattery

34
Cattery adalah tempat di mana breeder memelihara dan melakukan aktifitas
pembiakan.dan Breeder (pembiak) ialah orang yang membiakkan (kucing) dengan
sengaja untuk tujuan menghasilkan anakan.Tujuan Cattery adalah menjaga
kemurniaan genetik kucing yang dibiakkan dengan cara: melakukan pembiakan
kucing sesuai dengan rasnya yaitu peraturan pembiakan/genetik yang telah
ditentukan dan membuat laporan perkawinan yang sebenarnya untuk dapat
diterbitkan sertifikat silsilah kucing yang dibiakkan (Lung Cattery, 2015).

Untuk mendaftar menjadi Cattery ada beberapa sebutan sebagai berikut:


a. Registered Breeder, yaitu orang yang meregistrasikan (mendaftarkan)
kegiatannya pada asosiasi/federasi/organisasi/klub (cat registry) tertentu.
b. Registered Cattery adalah orang yang meregistrasikan (mendaftarkan)
Cattery-nya pada asosiasi/organisasi/klub kucing tertentu.

Setiap asosiasi / federasi / organisasi / klub memiliki aturan dan konsekuensinya


masing-masing.Cattery yang terdaftar di salah satu asosiasi/federasi/organisasi/
klub harus mengikuti aturan yang ditetapkan asosiasi/federasi/organisasi/klub
tersebut.Di Indonesia terdapat 3 asosiasi/federasi/organisasi/klub kucing yaitu
:CFSI (Cat Fanciers’ Society of Indonesia), ICA (Indonesian Cat Association),
CFI (Cat Fancy Indonesia). Ketiga asosiasi/klub tersebut masing-masing mengacu
ke major federation International (khususnya ke CFA, FIFe, dan TICA).Masing-
masing asosiasi/federasi/klub tersebut memiliki standard tersendiri untuk suatu
jenis/ras kucing.Kadang untuk jenis/ras kucing tertentu diakui dan dianggap
memenuhi standard di suatu klub kucing, namun di klub kucing lainnya, jenis/ras
tersebut tidak diakui atau belum diakui.

Menurut Manggala (2016) beberapa hal yang harus dipersiapkan sebagai


calon Catteryyaitu :
1. Menyiapkan Ruang Pemeliharaan
2. Menyiapkan Ruang Isolasi
3. Memasang Penyejuk Udara/Air Conditioner/AC dan Exhaust Fan agar
aliran udara tetap segar dan sejuk

35
4. Menyiapkan Buku kesehatan/medical record, buku vaksin dan buku transfer
balik nama
5. Menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang pemeliharaan kucing dan ruang
isolasi
6. Menjaga kesehatan dan kebersihan kucing

Menyiapkan mental anda karena menjadi Cattery adalah komitmen


seumur hidup, bukan untuk sekedar mencari keuntungan dengan cara cepat karena
perjalanan menjadi Cattery yang sukses butuh waktu bertahun-tahun dan menyita
seluruh hidup anda.

 Dokter Hewan Entrepreuner di Bidang Cattery


Dokter hewan yang mendirikan sebuah Cattery memiliki keunggulan
dibandingkan breeder pada umumnya karena selain dokter hewan lebih
mengerti tentang kesehatan kucing juga mengerti tingkah laku,
perkembangbiakan dan reproduksi kucing.
Menurut Manggala (2016) dan ICA (2016) dalam mendirikan sebuah
Cattery ada bebrapa syarat yang harus dipenuhi antaranya
1. Desain Cattery
 Tempat
1. Untuk pejantan : minimum 6 m2lantai dengan tinggi minimum 1,80 meter,
paling sedikit 2 m2 harus tertutup dan tahan cuaca

2. Indukan yang akan melahirkan atau anakan yang belum disapih harus
mempunyai area/kamar yang terpisah

3. Ada area yang harus dibuat lebih dari satu tingkat untuk latihan dan area
tidur dan/atau perlindungan harus termasuk didalamnya

4. Semua area harus sesuai untuk akses manusia dan tahan cuaca

 Fasilitas yang Dibutuhkan


1. Ruang untuk pejantan, betina, pemacakan dan bermain bagi kucing anakan

36
2. Ruang terpisah untuk melahirkan dan menyusui

3. Ruang isolasi bagi kucing yang sakit

4. Tempat untuk menyimpan makanan, minuman yag bersih, rapi dan


higienis dan terhindar dari semut juga jamur serta kering sehingga tidak
lembab dan mengakibatkan makanan kucing jadi tidak kering

5. Tempat menyimpan obat-obatan yang terpisah dari obat manusia yang


bersihm rapi dan higienis

6. Tenpat untuk grooming dan memandikan

Tempat untuk pembuangan sampah yang tertutup dan terpisah dari rumah
induk.

 Kandang
1. Ukuran kandang untuk 1 (satu) ekor kucing dengan berat badan ± 4 kg
minimum lebar 63 cm × panjang 90 cm × tinggi 65 cm

2. Apabila dibutuhkan untuk lebih dari 1 (satu) ekor, maka ukuran kandang
harus lebih besar dari ukuran tersebut

3. Didalam kandang harus selalu tersedia makanan, minuman dan pasir +


tempatnya (sebaiknya bukan koran) yang selalu dalam keadaan bersih dan
higienis

4. Alas kandang harus tidak membuat sakit kaki kucing

5. Besar pintu kandang harus membuat kucing dapat keluar masuk kandang
secara leluasa

Tidak berkarat dan terbuat dari bahan yang aman bagi kucing dan
kesehatannya seperti alumunium

37
 Peraturan Pembiakan

a) Umum

Kesehatan dan kesejahteraan masing-masing kucing dan anak kucing


harus menjadi pertimbangan yang paling utama bagi semua pembiak dan pemilik
kucing atau anak kucing.Pembiakan harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung
jawab, dengan mengacu pada prinsip-prinsip genetic.Penghindaran penyakit serta
memperhatikan lingkungan yang penuh kasih sayang dan nyaman Seorang
pembiak harus memiliki catatan atau data riwayat perkembangbiakan kucingnya
yang diternakan termasuk riwayat kesehatannya Data-data tersebut diatas harus
akurat dan tersimpan dengan baik.
Kucing yang menderita kelainan bawaan tidak boleh digunakan untuk
pembiakan atau dijual sebagai kucing pembiak.Pembiak yang menjual anak
kucing dengan kelainan bawaan harus mengajukan permohonan kepada komisi
pembiakan dan regestrasi agar dapat diberlakukan pembatasan pembiakan atas
kucing tersebut. Semua kucing ras yang dibiakan harus memiliki kumis (ICA,
2016)

Pejantan
Sebelum digunakan sebagai pejantan, seekor kucing jantan harus
mempunyai sertifikat sari dokter hewan yang menyatakan bahwa kedua testikelnya
normal dan keduanya berada dalam kantung scrotal (ICA, 2016).

Indukan
Indukan sebaiknya tidak melahirkan lebih dari 4 (empat) kali anakan
dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) bulan kecuali dengan adanya
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari dokter hewan dan/atau Komisi Pembiakan
dan Registrasi.Indukan yang setelah dua kali di operasi Caesar tidak boleh
dipergunakan lagi untuk pembiakan (disarankan untuk dilakukan sterilisasi)
Indukan yang telah dikawinkan/dipacakan tidak boleh dipacakan kembali dengan

38
pejantan lainnya dalam kurun waktu 3 (tiga) minggu dari pemacakan sebelumnya
(ICA, 2016).

Microchip
Semua kucing yang dibiakan harus diidentifikasikan dengan microchip dan
kode pengidentifikasian dari kedua orangtua akan didokumentasikan dalam
sertifkitas silsilah.

Kucing yang Tidak Diperbolehkan dalam Pembiakan


- kucing putih yang tuli
- kucing dewasa yang menderita hernia pusar yang terlihat
- kucing yang telah dioperasi Caesar dua kali
- kucing yang memiliki kelainan genetika/bawaan
Komisi pembiakan dan registrasi dapat memberlakukan batasan lebih sesuai
dengan kondisi nasional (ICA, 2016)

b) Husbandry dan Lingkungan


Pemeliharaan Umum
 Kucing dewasa dan anakan harus mendapatkan vaksinasi secara
berkala
 Kucing dewasa dan anakan yang sakit harus mendapatkan perhatian
dokter hewan secepatnya
 Parasite seperti kutu, tungau, kutu kuping, cacing saluran pencernaan,
cacing hati dll seringkali tidak dapat dihindari, namun setiap kucing
harus secara rutin diperiksa dan dirawat
 Penanganan khusus harus dilakukan untuk mencegah penyebaran
penyakit-penyakit virus, bakteri dan jamur, termasuk penggunaan
vaksin yang dianjurkan oleh dokter hewan (ICA, 2016)

c) Akomodasi

39
Persyaratan Umum
Tempat tinggal, tempat tidur, tempat makanan, tempat pasir, dll harus dijaga
kebersihannya setiap waktu.Kucing harus mempunyai tempat minuman dengan air
bersih setiap saat, makanan yang tepat apabila diharuskan atau ditentukan, tempat
tidur yang nyaman, peralatan permainan dan aktivitas dan tiang panjat atau
sejenisnya.Kucing harus mempunyai tempat yang cukup dimana mereka bisa
bergerak dan bermain dan menikmati kehidupan layak seperti di habitat tinggal
sebagaimana mestinya (ICA, 2016).
Untuk kucing-kucing yang tidak terbiasa dengan suhu yang ekstrim, suhu
diantara 10°C sampai 35°C (50°F sampai 95°F) diperbolehkan, tapi suhu dibawah
atau diatas kisaran tersebut memerlukan tambahan peralatan seperti pemanasan
atau pendinginan ruangan. Fasilitas ventilasi harus tersedia dengan udara segar
(jendela, pintu, Air Conditioning) untuk mengurangi bau, kelembaban dan aliran
udara. Pencahayaan alami atau buatan harus tersedia.Fasilitas pembersih dan
desinfektan untuk lantai, dinding dan perabotan harus selalu tersedia.Walaupun
seekor kucing senang ditemani dengan kucing-kucing lain, berdesakan dalam
kandang harus dihindari karena dapat mengakibatkan stress dan menimbulkan
agresi, selain itu dapat meningkatkan resiko penularan penyakit. Setiap kucing
maupun anakan harus diberikan perhatian perindividu setiap harinya, hari ini
termasuk perawatan pengecekan kesehatan secara umum (ICA, 2016).

Tempat Pemeliharaan Kucing yang Terpisah


Menurut ICA (2016) tempat tinggal kucing harus terpisah dari lingkungan
rumah tangga, fasilitas yang diberikan harus pengelolaan dan pemeliharaan
kucing yang sebaik-baiknya.Dengan persyaratan sebagai berikut:
 Harus disediakan lebih dari satu tingkat dan ada tempat untuk tidur
dan/atau perlindungan khusus
 Semua tempat atau ruangan tersebut harus dapat dilalui mausia dan
tahan cuaca
Dengan fasilitas luar:

40
 Kucing harus diberikan tempat perlindungan/berteduh yang cukup,
sehingga dapat terhindar dari sengatan sinar matahari langsung
 Dalam hal kasus ini, kucing harus dapat jalan keluar atau masuk
kedalam ruangan untuk dapat terhindar atau berlindung apabila
terjadi hujan
 Pada lokasi tersebut harus dibangun fasilitas untuk saluran
pembuangan air
Anakan kucing
Anakan kucing tidak boleh dipindahtangankan ke pemilik yang baru,
sebelum mereka berumur 12 minggu dan harus dalam kondisi telah divaksin
terhadap Panleucopenia dan ‘flu kucing’, kecuali ada penyebab hal lain yang
disarankan oleh dokter hewan (ICA, 2016).

Pejantan
Menurut ICA (2016) kucing pejantan yang tinggal dalam sarana akomodasi
tertutup harus mempunyai:
 Apabila akomodasi ini dibagi, maka permukaan yang tersedia harus lebih
besar
 Pada semua akomodasi harus ada lebih dari satu tingkat dan area tempat
tidur atau perlindungan khusus
 Semua area harus sesuai untuk akses manusia
Indukan
Semua kelahiran harus ditunggui, untuk berjaga-jaga bila timbul
masalah.Indukan yang akan melahirkan atau anakan yang belum disapih harus
mempunyai area/kamar terpisah (ICA, 2016)

Pengembangbiakan
 Usia
- Betina : ± 12-24 bulan
- Jantan : ± 18 bulan
 Pemeriksaan sebelum perkawinan

41
- Pemeriksaan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit dalam termasuk
parasite dan virus-virus

- Bebas dari jamur & kutu

- Cek kembali jadwal vaksin bila sudah lebih dari 3 bulan maka kucing
tersebut (betina & jantan) harus divaksin ulang (ICA, 2016)

- Berikan obat cacing pada kucing betina agar anak yang dilahirkan tidak
tertular
- Kucing betina harus pada berat idealnya pada saat dikawinkan (ICA,
2016).

Siklus Birahi
Ada lima tahap masa birahi:
o Anestrus : pejantan tidak tertarik pada betina dan sebaliknya

o Proestrus : berlangsung sekitar 1-2 hari pada beberapa indukan, tetapi


tidak selalu kelihatan

o Estrus : berlangsung sekitar 1 minggu, betina akan mengalami tahap ini


untuk mengawininya

o Interestrus bila dia tidak dikawinkan, maka dia akan mengalami tahap ini
berlangsung selama 1 minggu
o Metestrus : apabila dia dikawinkan tetappi tidak hamil, maka dia
memasuki tahap ini yang berlangsung selama 5-7 minggu
Kalau perkawinannya berhasil maka dia akan mengandung selama ± 62-65 hari
(ICA, 2016).

Perawatan Selama Hamil


 Berikan pakan kitten yang mengandung lebih banyak nutrisi disbanding
pakan adult

42
 Berikan kandang yang luas agar dia bia bergerak lebih leluasa

 Calon induk yang terkena jamur harus segera diobati

 Selama hamil sebaiknya kucing betina tidak dimandikan, hal ini untuk
menghindari stress yang dapat mengakibatkan keguguran (ICA, 2016)

Proses Persalinan
 Sebelum Melahirkan
Tanda pasti bahwa sebentar lagi akan melahirkan adalah air ketubannya
pecah & mengalir seperti air kencing. Persiapkan beberapa peralatan untuk proses
kelahiran seperti:
- Gunting kecil untuk memotong tali pusar

- Pinset untuk menjepit tali pusar

- Handuk atau lap atau tissue untuk membersihkan bayi kucing yang baru
lahir, terutama jika induknya tidak mau menjilatinya

- Obat-obatan seperti alcohol dan cairan antiseptic (obat luka) untuk


membersihkan bekas potongan tali pusar agar bayi tidak terkena infeksi.
(ICA, 2016)

Ketika Melahirkan
- Kucing mulai mengejan → keluar air ketuban → keluar bayi disusul
ari-arinya
- Perhatikan apakah kucing bisa menolong anaknya? Kalau tidak bantu
- Setelah bayi keluar, buka selaputnya
- Bersihkan dengan handuk/tissue bagian mulut & hidung → pastikan
sudah benar-benar bersih lalu ikat tali pusar dengan benang
- Gunting tali pusar sepanjang 3 cm
- Bersihkan seluruh tubuhnya

43
- Jarak kelahiran bayi kucing yang pertama dan seterusnya berbeda-
beda, ada yang 15’, 30’ bahkan 1-2 jam. Bila >2 jam, cepat konsultasi
ke dokter hewan (ICA, 2016)
Setelah Melahirkan
- Setelah melahirkan, induk betina harus dibersihkan buludisekitar
payudaranya harus dipotong dan dibersihkan dengan air hangat agar
ketika anaknya menyusu tidak terkena berbagai penyakit.
- Alas kandang diganti dengan baru berupa kain bersih, setelah itu
dekatkan lagi bayi kucing kepada induknya agar induknya mau
menyusui. Pasang lampu didalam kandang, agar bayi kucing menjadi
hangat. Lampu ini dipasang selama 1-2 minggu
- Kita harus menjaga bayi kucing yang baru lahir secara hati-hati dan
memberikan kasih sayang yang lebih. Kita harus mengawasinya
jangan sampai bayi kucing terjepit kandang atau tertindih induknya. 1-
7 hari setelah bayi kucing lahir merupakan masa yang palig penting,
karenanya kita harus lebih memperhatikannya lagi. (ICA, 2016)

Perawatan Anak Kucing

Dalam merawat anak kucing- ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seperti pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Perawatan Anak Kucing


1 Hari  Pastikan anak kucing segera mendapatkan
kehangatan sesaat setelah mereka lahir

 Saat induknya telah selesai melahirkan


kembalikan anak-anak kucing tersebut kepada
induknya (stelah dibersihkan)

 Hal yang sangat penting untuk anak-anak kucing

44
yang baru lahir mendapat susu pertama dari
induknya pada hari itu. Susu pertama mengandung
kolostrum yaitu antibody yang dapat membantu
melindungianak-anak kucing tersebut dari
infeksi.kemampuan dari anak-anak kucing ini
untuk menyerap antibody akan berhenti setelah
24-48 jam

 Untuk mengetahui/menentukan jenis kelamin dari


anak-anak kucing, angkat ekornya, kita harus
melihat 2 lubang, lubang dekat  betina, lubang
jauh  jantan

 Timbang berat badan anak-anak kucing setiap hari


atau setidaknya selama 2 minggu pertama. Anak-
anak kucing tersebut bobot badannya harus
bertambah sampai akhir dari 2 minggu pertama
dan setidaknya mencapai 10 gram setiap hari

1-3 Hari Tali pusar harus hati-hati diperiksa, untuk melihat tanda-
tanda akan adanya radang atau infeksi
2 Hari Beberapa dari anak kucing kehilangan sedikit berat badan
selama hari pertama mereka, tapi akan bertambah setelah
hari kedua dan terus meningkat sesudahnya. Seekor anak
kucing yang sehat pada saat lahir selalu tidur dan
menyusu. Jika seekor anak kucing terlihat lemah atau
menangis setiap saat, berarti telah terjadi sesuatu yang
tidak beres (konsultasikan kepada dokter hewan)
3-5 Hari Tali pusar telah lepas
5-10 Hari  Mata mulai terbuka, pandangan masih buram.
Anak-anak kucing terlahir dengan mata berwarna
biru

45
 Jauhkan anak-anak kucing dari cahaya yang
menyilaukan

6-14 Hari Saluran telinga sudah mulai terbuka


7 Hari  Jika induknya tidak mampu menyusui, berikan
susu seperti kemarin selama 2-3 kali/hari

 Jangan lupa juga untuk memberikan susu kepada


induknya (sebanyak yang dia mau)

14-21 Hari Anak kucing sudah lebih sadar dengan lingkugan


disekitarnya & akan mulai menjelajahi lingkungan
sekitarnya (bersosialisasi)
17 Hari Saluran telinga kini sudah sepenuhnya terbuka, jaga
selalu kebersihannya
18 Hari Anak kucing sudah dapat buang air tanpa perlu
dirangsang lagi
21 Hari Anak kucing sudah dapat mendengkur sekarang, anak
kucing sudahdapat berdiri dengan tegak. Mulai
mengenalkan anak kucing pada sebuah kotak kecil untuk
tempat kotoran
21-28 Hari Perkenalan dengan manusia & kucing lain akan dapat
terjadi pada periode ini
28 Hari Gigi bayi mulai muncul, kebanyakan dari anak kucing
sudah dapat memakan makanan yang sedikit padat
28-42 Hari Warna selaput pelangi dari mata anak-anak kucing
tersebut akan mulai berubah
35 Hari Anak-anak kucing ini sudah dapat diberikan obat cacing
atau bahkan lebih cepat jika anak-anak kucing sudah
menderita cacingan. Jangan pernah memberikan obat
cacing pada anak kucing yang sedang sakit (temui dokter
hewan terlebih dahulu)
42 Hari Anak-anak kucing kini sudah sepenuhnya dapat
disapih/dipisahkan dan membutuhkan banyak ruang

46
untuk berlatih
8 Minggu Vaksinasi pertama melawan virus Feline Respiratory
Disease-Rhino Tracheitis (FVR) dan Calicivirus (FCV)
dan Panleukopenia (Feline Infectious Enteritis) dapat
diberikan sekarang
12 Minggu Gigi dewasa akan mulai untuk tumbuh
12 Minggu Anak-anak kucing telah berusia 12 minggu dan telah
cukup besar untuk meninggalkan kandang dan pindah ke
tempat/kandang yang baru.
Sumber : ICA (2016)

Biaya Pemasukan dan Pengeluaran dalam Mendirikan Cattery


 Modal awal
Modal awal yang dibutuhkan dalam membangun sebuah Catteryadalah :
1. Biaya adop membeli parent/indukan, sebagai contoh untuk kucing kualitas
yang baik, bisa di showkan dan bisa dibreeding minimal sekitar 25jt. bila 2
ekor menjadi Rp. 50 juta. Satu pejantan dengan kualitas sekitar 20 juta.
Usia parent stock minimal 10 bulan. Parent stock minimal 2 indukan dan 1
pejantan. Parent stock harus memiliki kriteria excellent one dari nasional
atau internasional catshow.

2. Biaya Instalasi AC, untuk ruangan 3x4 m butuh AC minimal ukuran 3/4
PK. Harganya sekitar 3jt an.

3. Biaya Instalasi untuk penyiapan catroom Rp 1 juta per ekor.


4. Biaya pendaftaran Cattery, diklat dan administrasinya kurang lebih Rp 2,5
juta.
Total biaya awal Rp. 76,5 juta (Lung Cattery, 2015)

Biaya Tambahan dalam Mendirikan Sebuah Cattery


Adapun biaya tambahan dalam mendirikan sebuah Cattery adalah:
1. Biaya tempat, bila sewa maka minimal harus disisihkan minimal 1 juta per
bulan

47
2. Biaya listrik per bulan minimal Rp 1 juta

3. Biaya beli Shampo dan grooming perbulan minimal Rp 1 juta

4. Biaya pakan perbulan minimal Rp 400 ribu per ekor, 2 kucing menjadi Rp.
800 ribu.

5. Biaya tak terduga untuk konsultasi, cek kesehatan dan pengobatan


minimal Rp. 300 ribu.

6. Biaya show per event minimal Rp 650 ribu

7. Biaya lainnya (kapas, tissue, cairan pembersih dll) minimal Rp 300 ribu
8. gaji owner / opportunity cost untuk owner minimal Rp. 2.000.000 per
bulan
Total biaya per bulan Rp. 7.050.000, biaya setahun = Rp 84.600.000
Biaya yang rutin tahunan (1,1 juta) dengan rincian :
1. Biaya vaksin per ekor Rp 300 ribu
2. Biaya obat cacing per 3 bulan 100 ribu per ekor, .setahun menjadi Rp 400
ribu, untuk 2 ekor menjadi Rp. 800 ribu
(Lung Cattery, 2015)

Pendapatan Sebuah Cattery


Total modal dan biaya dalam 1 tahun = Rp.162.200.000 (Rp.76.500.000 +
Rp.84.600.000 + Rp.1.100.000). Bila kucing tersebut menghasilkan dalam jangka
waktu setahun 2 kali sebanyak 3 ekor dengan biaya adopnya 15juta per ekor maka
dalam 1 tahun akan mendapatkan 90 juta (Lung Cattery, 2015)

Peluang seorang dokter hewan dalam melakukan kegiatan entrepreneur di


bidang cattery mempunyai sangatlah besar. Hal ini dikarenakan seorang dokter
hewan sudah mempunyai bekal dalam hal kesehatan dan tingkahlaku atau
kebiasan dari kucing yang membuat dokter hewan dapat me-manage usaha

48
cattery lebih optimal serta dapat menekan biaya kesehatan dari kucing yang
dikembangbiakannya serendah mungkin.

BAB V
GLOBALISASI & ZOONOSIS

49
Peran dokter hewan sebagai profesi medis yang memiliki kompetensi dan
tanggung jawab untuk memberikan jaminan kesehatan hewan dalam mewujudkan
kesehatan dan kesejahteraan manusia sangatlah dibutuhkan. Sesuai dengan
semboyannya ”Manusya Mriga Satwa Sewaka” yang bermakna mensejahterakan
manusia melalui kesejahteraan hewan artinya adalah mengabdi untuk
kesejahteraan manusia melalui kesejahteraan hewan. Hewan yang ditangani dapat
berupa semua jenis hewan misalnya ternak (Farm Animal, Livestock seperti sapi,
kambing, domba, ayam, itik dan sebagainya), satwa liar, hewan kesayangan (Pet
Animals) dan hewan-hewan akuatik (ikan, mamalia air, dan sebagainya).
Demikian luas tugas dokter hewan sehingga dokter hewan bisa termasuk
dalam konsep profesi medis (Medical Profesions) yang tunduk pada International
Medical Ethics, dan termasuk dalam profesi pertanian (Agriculturist). Selain itu,
seorang Dokter Hewan harus pula memahami Ilmu Kesehatan Masyarakat
Veteriner (Veterinary Public Health) guna ikut bertanggung jawab pada kesehatan
masyarakat yang berhubungan dengan hewan (pemeriksaan susu, daging dan
produk-produk hewan yang lain), penyakit zoonosis, epidemiologi, karantina, dan
sebagainya.
Dokter hewan adalah salah satu pondasi utama dalam mensejahterakan
manusia.Jika  pondasi ini rapuh maka mewujudkan kesejahteraan manusia hanya
angan belaka. Seperti halnya suatu bangunan jika pondasi terlalu lemah maka
dengan guncangan kecil pun dapat merobohkannya.Begitu pun dengan kesehatan
manusia.Seperti yang pernah Virchow katakan, “kedokteran hewan (Veterinarian)
dan kedokteran manusia (Physisian), merupakan satu kesatuan, tidak ada
pembatas diantara keduanya.Hal ini karena, peran keduanya dalam mewujudkan
kesehatan global, bersifat mendasar.
Dokter hewan mungkin tidak populer di Indonesia, tetapi bukan berarti
tidak diperlukan. Namun disisi lain dokter hewan juga merasa dikucilkan. Padahal
peran dokter hewan dengan manusia itu sebanding. Hanya saja dokter hewan
melakukannya melalui upaya penyehatan hewan dan lingkungannya, keamanan
produk hewan dan pencegahan  penyakit-penyakit yang bersumber hewan yang

50
dapat menular ke manusia. Dalam hal ini masyarakat perlu diberi pemahaman
mengenai peran profesi dokter hewan.

 Definisi Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit hewan yang secara alami dapat menular ke
manusia atau sebaliknya.Zoonosis sendiri berasal dari bahasa yunani “Zoon” yang
artinya hewan dan “Noson” yang artinya penyakit.  Beberapa tahun belakangan
ini, dunia mengalami sejumlah kejadian munculnya emergingdanre-emerging
zoonoses yang mengkhawatirkan, Kemunculan penyakit-penyakit zoonosis
tersebut dipicu oleh iklim, faktor kepadatan populasi yang mempengaruhi induk
semang, pathogen atau vector serta perubahan habitat hidup hewan.
Menurut UU No. 6 tahun 1967 pengertian zoonosis adalah penyakit yang
dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya atau disebut juga
Anthropozoonosis. Begitu pula dalam UU No. 18 tahun 2009 tentang peternakan
dan kesehatan hewan, sebagai pengganti UU No. 6 tahun 1967 dinyatakan bahwa
penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada
manusia dan sebaliknya. Sedangkan pengertian zoonosis yang diberikan WHO,
zoonosis adalah suatu penyakit atau infeksi yang secara alami ditularkan dari
hewan vertebrata ke manusia.
Menurut badan Kesehatan sedunia (OIE=Office Internationale
Epizooticae) zoonosis merupakan penyakit yang secara alamiah dapat menular
diantara hewann vertebrata dan manusia. Penyakit yang tergolong dalam zoonosis
dengan penyebaranpenyakit tersebar ke seluruh penjuru dunia dan yang sering
ditemukan di Indonesia misalnya antraks, rabies, leptospirosis, brucelosis,
toxoplasmosis, tuberkolosis, salmonellosis, avian Influenza, dan lain-lain
(Sitepoe, 2009).
Untuk penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri dan pernah mewabah di
Indonesia yaitu anthrax. Bakteri penyebab anthrax yaitu Baccillus Anthraxis yang
sering menyerang sapi. Penularan ke manusia disebabkan manusia mengkonsumsi
daging yang mengandung virus anthrax. Penyakit ini juga dapat menyebabkan
kematian pada manusia.

51
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit misalnya toxoplasma
gondii. Parasit ini sering ditemukan pada kucing dan kambing. Pada kucing
biasanya ditularkan karena manusia sering kontak langsung dengan kucing, air
liur kucing, dan perabotan makan manusia yang dijilati oleh kucing. Pada
kambing ditularkan jika manusia mengkonsumsi daging kambing yang belum
matang, biasanya berupa sate ataupun steak. Efek yang ditimbulkan bagi wanita
hamil adalah keguguran, dan pada pria dapat menyebabkan kemandulan. (putri
wulandari 2013)

Penyakit zoonosis diklasifikasikan dalam beberapa kategori :


1. Berdasarkan reservoir utama
 Anthropozoonosis
 Zooanthroponosis
 Amphixenosis

2. Berdasarkan agen penyebab


 Virus               
 Chlamydia dan Ricketsia
 Bakteri            
 Parasit
 Jamur

3. Berdasarkan cara penularannya


 Zoonosis langsung
 Siklo zoonosis
 Meta zoonosis
 Saprozoonosis
Pada zaman modern ini profesi dokter hewan juga dihadapi ancaman
penyakit global seperti penyakit zoonosis yang mengancam kesehatan
manusia.Penyakit zoonotik yang masuk ke dalam daftar penyakit hewan menular

52
strategis di Indonesia yaitu rabies, anthrax, avian influenza, salmonellosis dan
brucellosis.
Zoonosis bersumber hewan yang penting lainnya dan perlu mendapatkan
perhatian antara lain schistosomiasis,cysticercosis/taeniasis,tuberculosis,
leptospirosis, toxoplasmosis,Japanese encephalitis, streptococosis /
staphylococosis, dan clostridium (tetanus). Zoonosis yang berkaitan dengan
keamanan pangan (foodborne zoonoses) di Indonesia antara lain
camphylobacteriosis, salmonellosis, shigella, yersinia, verocyto toxigenic
Escherichia coli (VTEC), dan listeriosis. Sedangkan penyakit zoonosis yang
dikategorikan zoonosis eksotik untuk Indonesia antara lainbovine spongiform
encephalopathy (BSE) atau dikenal juga dengan istilah sapi gila, Nipah / Hendra
virus, ebola, dan rift valley fever (RVF).

 Dampak Zoonosis
Dari penyakit yang masuk kedalam kategori menular baru
muncul(emerging infectious disease/EID) yang menyerang manusia, 60.3%
diantaranya disebabkan oleh zoonosis.  Mayoritas EID zoonosis tersebut berasal
dari hewan liar (71.8%) (contohnya: severe acute respiratory virus/SARS, Ebola
virus), dan jumlahnya cenderung meningkatdari waktu ke waktu. Berbeda dengan
penyakit hewan atau ternak yang tidak bersifat zoonotik, zoonosis selain memiliki
beban terhadap ekonomi juga berdampak pada kesehatan dan ketentraman bathin
masyarakat.
Dalam sudut pandang ekonomi, zoonosis memiliki potensi yang besar
untuk menyebabkan kesakitan dan kematian hewan/ternak. Jika hal ini terjadi
dampak ekonomi terutama akan dirasakan oleh peternak namun selain itu
konsumen juga akan merasakan dampaknya apabila zoonosis merebak hingga
menyebabkan kekurangan suplai ternak/daging untuk konsumsi.  Selain itu,
zoonosis bisa berdampak terhadap keengganan wisatawan untuk berwisata ke
daerah daerah yang tertular zoonosis sehingga menimbulkan juga kerugian dari
sisi pariwisata.

53
Dari sisi kepentingan perdagangan internasional, zoonosis menjadi
penghambat Negara Indonesia melakukan exportasi hewan maupun produk hewan
ke luar negeri.  Hal ini telah terbukti dengan penyakit Avian Influenza (Flu
Burung) di Indonesia.  Sebelum tahun 2003 dimana Indonesia masih sebagai
Negara bebas Avian Influenza, Indonesia mampu melakukan eksportasi produk
unggas ke beberapa Negara antara lain Jepang dan Singapura. Setelah Avian
Influenza masuk ke Indonesia eksportasi terpaksa dihentikan karena penolakan
dari Negara pengimpor, hal ini berdampak besar pada pendapatan devisa Negara.
Dari sisi kesehatan dan ketentraman bathin masyarakat, manusia yang
terinfeksi zoonosis dapat berakhir dengan kematian, selain itu beban biaya
kesehatan yang di butuhkan apabila orang tersebut harus mendapatkan perawatan.
Jika hal semacam ini sebelumnya dapat dicegah tentunya akan menekan biaya
kesehatan negara. Di daerah tertular masyarakat juga akan selalu marasa khawatir
akan tertular zoonosis ini.

 Upaya Pengendalian Zoonosis


Pengendalian zoonosis memerlukan sebuah program yang terintegrasi
mulai pengendalian zoonosis yang menyerang hewannya, pencegahan penularan
zoonosis dari hewan ke manusia serta penanganan zoonosis di manusia.  Konsep
one health yang saat ini sedang banyak dibicarakan adalah sebuah upaya untuk
memperluas kolaborasi dan komunikasi antara kesehatan hewan, kesmavet dengan
kesehatan manusia (kesehatan masyarakat) serta semua pihak yang terlibat dalam
pengendalian zoonosis dalam rangka meningkatkan upaya pengendalian secara
komprehensif, efektif dan efisien. One Health adalah sebuah pendekatan yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah (di bidang kesehatan) yang rumit dengan
melibatkan dan bekerja sama dengan berbagai sektor dengan prinsip
profesionalitas, saling percaya dan saling menghormati peran masing masing
sektor. Kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah
pengendalian zoonosis di Indonesia.
Zoonosis merupakan penyakit yang harus ditangani secara lintas sektoral,
karena sumbernya adalah hewan dan korbannya adalah manusia. Di hewan sendiri

54
bisa berasal dari ternak, satwa liar, hewan air maupun hewan yang berperan
sebagai hama seperti tikus dan juga dari produk asal hewan baik produk pangan
maupun non pangan. Pengendalian zoonosis memerlukan sebuah program yang
terintegrasi mulai pengendalian zoonosis yang menyerang hewannya, pencegahan
penularan zoonosis dari hewan ke manusia serta penanganan zoonosis di manusia.
Di bidang veteriner (kedokteran hewan) terdapat dua aspek yang terkait
erat dengan pengendalian zoonosis yaitu aspek pengendalian penyakit hewan
(Kesehatan Hewan) dan aspek Kesmavet.  Kesehatan Hewan melakukan upaya
pengendalian dan pemberantasan semua penyakit hewan (termasuk zoonosis)
sementara Kesehatan Masyarakat Veteriner sebagai penghubung antara aspek
kesehatan hewan dengan kesehatan manusia memiliki peran yang cukup strategis
dalam upaya pengendalian zoonosis terutama dalam upaya pencegahan penularan
zoonosis dari hewan ke manusia.
Peran utama Kesmavet dalam pengendalian zoonosis ini adalah:
1) Pemutusan mata rantai penularan zoonosis dari hewan ke manusia;
2) Penjaminan kesejahteraan hewan terkait pengendalian zoonosis; dan
3) Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat tentang zoonosis.
Dari tiga poin diatas dapat kita ketahui merupakan suatu hal yang harus
saling berkontribusi untuk mengatasi proses pengendaliin dan pencegahan
penyakit zoonosis yang dewasa ini menjadi penyakit global yang mengancam
kesehatan manusia. Tapi hal tersebut tidak berdiri sendiri tapi harus saling
berikatan satu sama lain, dan mendapat dorongan dari pihak terkait ataupun
kesadaran dari manusia itu sendiri akan bahaya penyakit zoonosis.
Dokter hewan merupakan suatu profesi yang berada dibidang keseahatan
hewan, oleh sebab itu disinilah peran dokter profesi dokter hewan untuk
mencegah terjadinya korban akibat dari salah satu penyakit zoonosis yang
disebutkan diatas.Semua kesehatan yang berkaitan dengan hewan merupakan
sebuah tanggung jawab sepenuhnya dokter hewan, karena semua hal tersebut
sudah diatur dalam kode etik dokter hewan dan undang-undang pemerintah.
BAB VI
POTENSI HEWAN EKSOTIK & PERUNGGASAN

55
 DOKTER HEWAN EKSOTIK

Seiring dengan perkembangan zaman trend memelihara hewan eksotis ini


meningkat sehingga kontak antara manusia dan hewan pun menjadi lebih intens.
Oleh karenanya banyak penyakit yang bermunculan akibat kebiasaan ini.
Sehingga dalam melakukan interaksi dengan hewan eksotis perlu diperhatikan
pula kebersihan diri maupun lingkungan sehingga kesehatan dapat terjamin.
Memelihara hewan eksotis masih menjadi pro kontra dalam kehidupan
masyarakat.

Beberapa golongan menganggap bahwa hewan ini liar dan seharusnya di


alam bebas, namun beberapa berpendapat bahwa hewan ini boleh dipelihara
dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan hewannya. Oleh karena itu kita
sebagai pemilik yang bertanggung jawab perlu mengenal terlebih dahulu
kebiasaan dan kebutuhan hewan di alam bebas agar hewan tidak mengalami
kondisi stress yang akan menyebabkan kematian. Hewan eksotis perlu
diperhatikan jenis makanan, tempat tinggal, bebas untuk berekspresi, bebas untuk
berkembang biak, bebas dari rasa takut dan stress, rasa tidak nyaman, serta bebas
dari rasa sakit dan penyakit (prinsip 5 Freedom animal welfare / kesejahteraan
hewan).

Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.


Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia
terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan
dunia. Indonesia nomer satu dalam hal kekayaan mamalia (515 jenis) dan menjadi
habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di
Indonesia. Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa endemik atau satwa
yang hanya ditemukan di Indonesia saja. Jumlah mamalia endemik Indonesia ada
259 jenis, kemudian burung 384 jenis dan ampibi 173 jenis (IUCN, 2013).
Keberadaan satwa endemik ini sangat penting, karena jika punah di Indonesia
maka itu artinya mereka punah juga di dunia.

56
Meskipun kaya, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang
memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah
jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah menurut IUCN (2011) adalah 184
jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, 32 jenis ampibi, dan 140 jenis.
Jumlah total spesies satwa  Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis
(critically endangered) ada 69 spesies, kategori endangered 197 spesies dan
kategori rentan (vulnerable) ada 539 jenis (IUCN, 2013). Satwa-satwa tersebut
benar-benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk
menyelamatkanya.

 Dokter Hewan Eksotik

Wildlife Veterinarian (dokter hewan satwa liar) adalah praktisi yang


mengkhususkan diri dalam mengobati berbagai jenis satwa liar termasuk burung,
amfibi, reptil, dan mamalia. Dokter hewan satwa liar berlisensi profesional
kesehatan hewan yang dilatih untuk mengobati berbagai spesies. Dokter hewan
satwa liar mengobati berbagai jenis mamalia, burung, dan reptil. Dokter hewan
satwa liar dapat bekerja baik dalam suasana kantor atau di lapangan.
Rutinitas khas untuk dokter hewan satwa liar dapat mencakup penenang
hewan untuk ujian, melakukan ujian, memberikan vaksinasi, mengambil sampel
darah, pemberian cairan, melakukan operasi bila diperlukan, resep obat,
mengevaluasi dan mengobati luka, mengambil x – ray dan ultrasound,
membersihkan gigi, membantu dengan program penangkaran, dan menyediakan
“perawatan intensif ” untuk hewan sangat muda yang ditinggalkan oleh orang tua
mereka.
Dokter hewan satwa liar sering bekerja bersama dengan satwa liar
rehabilitators di fasilitas rehabilitasi. Mereka juga harus mampu berinteraksi dan
berkomunikasi secara efektif dengan teknisi hewan, pejabat satwa liar, dan
anggota masyarakat.Hal ini tidak biasa bagi dokter hewan untuk bekerja beberapa
malam, akhir pekan, dan hari libur. Beberapa dokter hewan satwa liar memiliki
jadwal yang melibatkan “on call ” waktu untuk mengobati kasus-kasus darurat,
dan itu tidak biasa bagi dokter hewan untuk dimasukkan ke dalam 50 jam kerja

57
( atau lebih ) per minggu. Beberapa dokter hewan satwa liar melakukan penelitian
atau mengobati pasien di lapangan, sehingga mungkin terlibat untuk beberapa
praktisi.
Dokter hewan dapat bekerja terutama sebagai hewan kecil, kuda, atau dokter
hewan hewan besar dan menggabungkan jalur karir dengan pekerjaan satwa liar.
Dokter hewan satwa liar lainnya dapat memilih untuk bekerja secara eksklusif
dengan binatang eksotis atau spesies satwa liar asli.Dokter hewan satwa liar dapat
bekerja di bidang pendidikan (sebagai dosen atau guru biologi), penjualan farmasi
kedokteran hewan, militer, organisasi pemerintah, fasilitas penelitian atau
laboratorium, pusat rehabilitasi satwa liar, taman binatang, museum, atau
akuarium.
Dalam hubungan in-situ – ex situ bersama-sama ekolog, peran seorang dokter
hewan mutlak diperlukan untuk mengetahui lebih dahulu perilaku seekor satwa
liar di habitat aslinya. Sebab mereka nantinya yang akan menentukan dan
merekomendasikan sistim penangkaran dan husbandry (pemeliharaan) yang
paling tepat untuk seekor satwa liar di kebun binatang. Jangan sampai terjadi
bahwa seekor satwa yang dihabitat aslinya adalah satwa soliter, memerlukan
variasi makanan yang tinggi, space yang luas, atau untuk burung diperlukan
pohon yang tinggi, lalu di kebun binatang ditempatkan di kandang yang sempit,
dan ramai-ramai bersama sejenisnya, lalu diberi variasi makanan yang jauh dari
memadai, maka tidak akan sehatlah satwa tersebut, lalu cuma jadi satwa tontonan
dan akhirnya mati percuma begitu saja. Demikian juga untuk satwa-satwa yang
ingin dijadikan pet, seharusnya ikatan dokter hewan berani mengusulkan kepada
pemerintah untuk menyelidiki dan menentukan apakah seekor satwa langka
seperti orang utan boleh dipelihara orang-per orang seperti anjing dan kucing.

 Pendidikan dan Pelatihan Dokter Hewan Eksotik

Semua dokter hewan satwa liar lulus dengan gelar dokter hewan (drh), yang
dicapai setelah selesai kursus menuntut studi yang meliputi spesies hewan baik
kecil dan besar. Saat ini ada 28 perguruan tinggi kedokteran hewan di Amerika

58
Serikat yang menawarkan gelar DVM untuk lulusan mereka, dan 8 perguruan
tinggi kedokteran hewan di Indonesia.

 Asosiasi Profesional Satwa Liar

The American Veterinary Medical Association adalah salah satu organisasi


hewan yang paling menonjol, yang mewakili lebih dari 80.000 praktisi. Sebagian
besar dokter hewan yang berpraktek AS mempertahankan keanggotaan dengan
AVMA.Asosiasi Eropa Zoo and Wildlife Dokter Hewan ( EAZW ) adalah
asosiasi satwa liar internasional yang terkenal, dengan 600 anggota yang berasal
dari 48 negara yang berbeda. The EAZW menerbitkan makalah profesional dan
host pertemuan ilmiah setiap tahun untuk mempromosikan kemajuan di bidang
kesehatan satwa liar.

 Posisi Dokter Hewan dalam Menyikapi Klien Pemelihara Hewan


Eksotis

Dokter hewan yang aktif berkarya di satwa liar  mungkin pernah suatu ketika
dihubungi oleh kolega praktisi lainnya untuk konsultasi tentang pasien mereka,
yang ternyata satwa liar yang dipelihara oleh kliennya. Saat itu mungkin kita
merasa senang bisa berbagi dan menolong kolega lainnya untuk menyelesaikan
kasus. Bisa dari hal kecil seperti identifikasi hewan, deskripsi karakteristik dan
perilaku, bagaimana cara handling ataupun restrain, tips untuk diagnosa hingga
cara terapi. Tetapi jika kita melihat ke poin awal bahwa itu adalah satwa liar yang
dipelihara, mungkin kita akan kaget melihat jumlahnya mulai cukup signifikan
dan beragam hewannya,seakan-akan mulai menjadi tren.

Jumlah satwa liar yang dipelihara dan dibawa periksa ke dokter hewan cukup
banyak. Mungkin dalam kurun waktu 3tahun belakangan ini sudah sampai
puluhan kasus, tersebar di kota besar maupun kota kecil. Hewan yang beragam
mulai dari jenis-jenis reptil, burung tertentu yang tidak umum, musang, hingga
primata mulai dari monyet ekor panjang hingga yang langka seperti kukang,
lutung, owa, siamang bahkan orangutan. Kasus yang ditangani juga cukup

59
beragam, tetapi biasanya yang terlihat umum seperti rhinitis,diare, luka trauma,
sampai yang terberat adalah tetanus. Kemudian ada juga semacam permintaan
khusus dari klien yang sering terjadi seperti permintaan cabut kuku,
cabut/potong/pangkur taring, hingga vaksinasi. Hal yang positif yang bisa kita
lihat adalah kesadaran merawat kesehatan para pemilik hewan cukup baik. Akan
tetapi jika hewan yang dirawat adalah satwa liar dan terkadang juga satwa liar
yang dilindungi, ini sangat menyedihkan.

Menurut UU, definisi Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani
yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara. Sedangkan definisi Satwa
liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau di udara
yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia. Sebagai referensi, berikut adalah beberapa peraturan
yang menyinggung soal memelihara satwa liar :

1. UU no.5 tahun 1990 Pasal 21:


1) Setiap orang dilarang untuk :
a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-
bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan
hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian
lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian

60
satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

2. Diperjelas juga dalam PP no.8 tahun 1999

(1) Setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan
kesenangan.
(2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan
hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak dilindungi.
Pasal 38
Menteri menetapkan batas maksimum jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat
dipelihara untuk
kesenangan.
Pasal 39
(1) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan
diperoleh dari hasil
penangkaran, perdagangan yang sah, atau dari habitat alam.
(2) Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar untuk keperluan
pemeliharaan untuk
kesenangan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 40
(1) Pemelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kesenangan, wajib :
a. memelihara kesehatan, kenyamanan, dan keamanan jenis tumbuhan atau satwa
liar
peliharaannya;
b. menyediakan tempat dan fasilitas yang memenuhi standar pemeliharaan jenis
tumbuhan dan
satwa liar.
(2) Ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih

61
lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 41
(1) Pemerintah setiap 5 (lima) tahun mengevaluasi kecakapan atau kemampuan
seseorang atau
lembaga atas kegiatannya melakukan pemeliharaan satwa liar untuk kesenangan.
(2) Untuk keperluan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemelihara
satwa liar wajib
menyampaikan laporan berkala pemeliharaan satwa sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh
Menteri.

 Animal Welfare

Animal Welfare (Kesejahteraan Binatang), adalah expresi yang berkenaan


dengan moril. Semua manusia bertanggungjawab terhadap masing-masing
binatang yang dipelihara atau bebas di alam. Dalam teori Kesejahteraan Binatang
ada ajaran tentang kepedulian dan perlakuan manusia terhadap masing-masing
hewan dan bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kwualitas hidup hewan itu.
Setiap jenis satwa liar dan hewan harus dibiarkan hidup bebas di alam atau hidup
yang berkwualitas di lingkungan yang disesuaikan dengan pola perilaku,
kebutuhan serta karakteristik habitat alamnya di kandang. Lagi pula, manusialah
yang bertanggungjawab untuk mewujudkannya. Selanjutnya, para aktivis
Kesejahteraan Binatang mengajarkan bahwa binatang memiliki perasaan seperti
halnya manusia. Misalnya,seperti manusia, binatang dapat mengalami perasaan
seperti kebosanan, stres, kesenangan, dan penderitaan.

Dibawah prinsip Kesejahteraan Binatang, semua orang didorong untuk


mengembangkan empati terhadap hewan dan mengembangkan sikap menghargai
hewan. Jika masyarakat memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,
mereka bisa memahami juga bagaimana binatang harus diperlakukan.

Kesejahteraan Binatang mengukur baik kesenangan maupun kesehatan


binatang. Ada beberapa ukuran berbeda untuk mengevaluasi kwualitas

62
hidupnya.Yang pertama, ada yang menganalisa perasaan binatang saja. Yang
kedua, ada yang memeriksa jika binatang sehat dan jika binatang mempunyai
perilaku menyimpang atau tidak. Yang ketiga, ada yang mengevaluasi jika
binatangdibiarkan hidupdi lingkungan aslinya agar dapathidup sealami mungkin,
jadi perilaku alamiah sebanyak mungkin dapat ditunjukkan. Pada khususnya,
metode untuk mengevaluasi Kesejahteraan Binatangyang paling terkenal dan
berguna adalah The Five Freedoms (Lima Kebebasan Satwa).

The Five Freedoms(Lima Kebebasan Binatang) ditetapkan pada akhir 1960-


an. Pada periode itu, pemerintah Inggris Raya mendirikan komisi untuk
menginvestagasi bagaimana binatang diperlakukan di pertanian setempat. Komisi
itu menarik kesimpulan bahwa ada kebutuhan untuk menetapkan garis
kebijaksanaan tentang bagaimana binatang seharusnya diperlakukan. Pada
permulaannya, garis kebijaksanaan itu hanya sederhana dan memfokuskan pada
perilaku terhadap binatang di pertanian. Akhirnya, garis-garisnya menjadi lebih
lengkap dan sekarang mempunyai jangkauanyang yang lebih luas, dan
telahdikenal sebagai The Five Freedomsdi seluruh dunia.

Lima Kebebasan Binatang adalah metode sederhana untuk mengevaluasi dan


menganalisa kesejahteraan binatang dan termasuk langkah yang tepat untuk
meningkatkan kwualitas hidup binatang.Walaupun Lima Kebebasan Binatang
dapatditerapkan untuk meningkatkan kwualitas hidup bagi semua binatang, pada
khususnya langkah ini berguna untuk menjamin hewan atau satwa yang dipelihara
tidak akan mengalami penganiayaan.

Metode ini sudah dianggap sebagai metode internasional, dan RSPCA (Royal
Society for the Prevention of Cruelty Against Animals) percaya bahwa siapapun
yang memiliki binatang mempunyai tanggung jawab untuk memberi binatang itu
Lima Kebebasan ini:

1. Freedom from Hunger and Thirst – Kebebasan dari Kelaparan dan


Kehausan: memberikan makanan dan minuman yang cukup untuk
menjamin binatang sehat.

63
2. Freedom from Discomfort – Kebebasan dari Ketidaksenangan:
memberikan kondisi lingkungan yang sesuai bagi binatang dan yang
menyenangkan.
3. Freedom from Pain, Injury and Disease – Kebebasan dari Kesakitan,
Luka - luka dan Penyakit: mencegah kemungkinan jatuh sakit atau
menderita luka - luka sebanyak mungkin, dan jika satwa masih jatuh
sakit atau menderita luka - luka menjamin bahwa hewan itu dapat
diperiksa oleh dokter hewan dan diobati.
4. Freedom to Behave Normally – Kebebasan untuk Bertindak dengan
Biasa, sebagai seekor binatang: memberikan lingkungan yang luas,
yang memungkinkan binatang melakukan gerakan alami dan bergaul
dengan binatang lain yang berjenis sama.
5. Freedom from Fear and Distress –Kebebasan dari Ketakutan dan
Stres: menjamin kondisi dan perlakuan satwa yang baik supaya
menghindari satwa dari ancaman kebosanan, stres, ketakutan dan
kesusahan.

 KONSERVASI HEWAN

Pengelolaan konservasi satwa liar menjadi salah satu tugas dan tanggung
jawab dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen
PHKA) Kementerian Kehutanan. Kesehatan satwa liar (wildlife health) tidak
secara jelas ditangani oleh satu direktorat seperti di KKP, tetapi secara
kelembagaan berada di bawah tanggung jawab Direktorat Konservasi
Keanekaragaman Hayati (Direktorat KKH).

UU No. 18/2009 memuat tentang “Medik Konservasi” (Conservation


Medicine) yaitu penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan kesehatan
hewan di bidang konservasi satwa liar. Medik konservasi mulai dirintis di
lembaga-lembaga konservasi yaitu lembaga yang bergerak di bidang konservasi
satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik lembaga pemerintah maupun non-
pemerintah.

64
Satu hal yang penting dicermati bahwa medik konservasi bukanlah semata-
mata satu cabang ilmu kedokteran hewan, tetapi adalah suatu bidang interdisiplin
yang mempelajari keterkaitan antara kesehatan manusia, hewan dengan kondisi
lingkungannya. Praktisi medik konservasi meliputi dokter dan dokter hewan
bekerja bersama dengan peneliti lainnya dari berbagai disiplin ilmu, termasuk ahli
mikrobiologi, ahli patologi, ahli analisa lansekap, ahli biologi kelautan, ahli
toksikologi, ahli epidemiologi, ahli biologi cuaca, ahli antropologi, ahli ekonomi,
dan ahli politik.

Dengan semakin meningkatnya pengenalan terhadap ancaman penyakit yang


bersumber dari spesies satwa liar yang hidup di alam bebas (free ranging) atau
yang diternakkan (farmed wildlife) ke hewan domestik, maka kepedulian kita
akan semakin meningkat terkait dengan implikasinya yang substansial terhadap
perdagangan dan lalu lintas internasional hewan dan produk hewan. Begitu juga
potensi hewan domestik sebagai ‘reservoir’ dari penyakit-penyakit yang bisa
ditularkan ke spesies satwa liar yang hidup di alam bebas atau satwa liar yang
diternakkan.

Prosedur Konservasi Hewan :

1. Karantina: Lalu lintas satwa harus diawasi dengan ketat, dan masa karantina
untuk menentukan layak tidaknya seekor satwa berpindah tepat harus benar-benar
diberlakukan. Di pelabuhan udara, laut dan perbatasan kota/propinsi semua
karantina seharusnya memiliki statiun pengamatan dengan fasilitas memadai dan
dokter hewan dan paramedis yang berkwalitas (qualified). Fasilitas Karantina juga
seharusnya menjadi kantor pencegahan perdagangan satwa liar ilegal, maka dalam
hal ini Ditjen Peternakan Deptan dan Ditjen PHKA Dephut harus bekerja sama.
Orang yang tidak bertanggung jawab harus dipidana karena melanggar undang-
undang. Bahkan penyelidikan dapat diteruskan sampai ditemukan pada
pembeli/pemesan, penadah, pengumpul, dan para maling di hutan. Satwa liar tidak
seharusnya dipelihara manusia dengan cara sembarangan.

65
2. Rescue and Rehabitation Plan untuk satwa masih hidup di sekitar habitat hutan
yang mengalami bencana/disaster seperti kena tembak, jerat, luka bakar,
keracunan, abandoned animal, dsb. Protokol yang perlu dipersiapkan dan
dikerjakan terdiri atas

Emergency response/actions: yaitu penanganan segera di lapangan:


physical restraint yang efektif dan paling minimal membuat stress, pengobatan,
dan pemeliharaan sementara. Seorang dokter hewan dalam hal ini dapat juga
melakukan euthanasia bila dirasakan satwa liar yang masih hidup tersebut tak
akan tertolong lagi.

Emergency evacuation protocols: bila dipandang perlu dilakukan, yaitu


satwa harus dibawa keluar dari lokasi karena sakit yang parah namun masih
mungkin diobati, atau karena penanganan di tempat tidak mungkin
menyembuhkan dengan baik, sehingga satwa perlu dibawa ke pusat rehabilitasi
atau kebun binatang terdekat untuk penanganan dan atau untuk menambah animal
stock untuk keperluan reproduksi atau penelitian lebih lanjut.

Wild Animal Transportation Protocol: protokol penanganan satwa untuk


transportasi yang paling aman bagi satwa tersebut harus distandarisasi sesuai
dengan jenis satwanya.

Emergency Animal Care Facilities & Contact Person: klinik atau rumah
sakit hewan terdekat, laboratorium pemeriksa, laboratorium penguji, dokter-
dokter hewan dan paramedis yang dapat dihubungi segera untuk membantu
menangani kasus dengan segera. Sudah selayaknya di setiap Taman Nasional d
Indonesia di pekerjakan seorang dokter hewan atau setidaknya seorang diploma
kedokteran hewan dilengkapi dengan fasilitas, material dan peralatan standar
penanganan darurat seperti senjata dan obat bius, kandang sementara, obat-obat
lain, dsb yang setidaknya mampu melakukan penanganan pertama pada kasus
wild animal disaster

Animal Reintroduction Protocols: Satwa yang berhasil disembuhkan dapat


segera dilepas, baik dari lokasi ditemukan ataupun dari pusat rehabilitasi, yang

66
sebelumnya berasal dari klinik/rumah sakit/kebun binatang dengan prosedur
pelepasan satwa yang lengkap, setelah melalui pemeriksaan kesehatan dan masa
rehabilitasi yang memadai untuk kembali hidup di habitat liarnya. Jangan sampai
satwa yang dilepas kembali ke hutan membawa penyakit dari kehidupan di sekitar
manusia dan atau terlalu lama dalam masa penyembuhan sehingga tidak mampu
kembali ke habitatnya.

Peran dokter hewan dalam dunia ‘pemanfaatan’ satwa liar, cukup jelas.
Sebagian sudah disinggung di atas dalam study. Namun selain itu yang penting
adalah monitor kesehatan satwa secara terus menerus dan pencegahan zoonosis
(penyakit yang dapat berpindah antara satwa-manusia), seperti yang dilakukan
pada domestic animals dan isu flu burung yang masih marak sekarang ini.

Dokter hewan sangat berperan dalam menentukan apakah seekor gajah


misalnya, masih dapat dipakai sebagai hewan tunggang, atau pemain bola gajah.
Sudahkan seharusnya ia diistirahatkan, atau ia berada pada masa kawin sehingga
seharusnya tidak dipakai untuk show/sirkus. Kehidupan normal dengan
metabolisme termasuk siklus hormon yang normal, reproduksi yang normal, harus
selalu menjadi perhatian seorang dokter hewan, agar disuatu waktu nanti kita
tidak dituduh sebagai penyiksa binatang.

Profesi Dokter Hewan adalah profesi yang khusus menangani hewan


termasuk kesehatan hewan itu sendiri. Dokter hewan yang ada di Indonesia
jumlahnya masih kurang, sedangkan jumlah hewan atau masalah kesehatan hewan
yang ada sangat besar. Untuk itu, peluang kerja bagi dokter hewan itu sendiri
masih sangat terbuka. Dokter hewan juga memiliki kode etik yang harus dipegang
selama mengemban tugasnya. Peran dokter hewan dalam dunia medis veteriner
sangat penting seperti mengobati hewan, mencegah dan memberantas penyakit
hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis), dan menjaga kesejahteraan
hewan itu sendiri. Dalam melaksanakan perannya tersebut, ada 33 lapangan
pekerjaan bagi dokter hewan di 110 negara. Selain peran, juga banyak tantangan
yang akan dihadapi oleh dokter hewan ke depannya. Oleh karena itu, dokter

67
hewan harus memahami betul profesi yang digelutinya agar bisa bermanfaat
dengan baik untuk Kesejaheraan Hewan.
Wildlife Veterinarian (dokter hewan satwa liar) adalah praktisi yang
mengkhususkan diri dalam mengobati berbagai jenis satwa liar termasuk burung,
amfibi, reptil, dan mamalia. Dokter hewan satwa liar berlisensi profesional
kesehatan hewan yang dilatih untuk mengobati berbagai spesies.

 DOKTER HEWAN PERUNGGASAN

Profesi Dokter Hewan (Veteriner) didefinisikan sebagai segala urusan yang


berhubungan dengan hewan dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan
hewan. Kata-kata veteriner berasal dari kata latin veterinae yang berarti hewan
penarik (sapi, kuda, dll). Orang-orang yang mempelajari sejarah menemukan
tulisan Cina tentang penyakit kuda, sapi, dan kerbau pada tahun 2500 S.M. juga
lukisan India kuno berumur 4000 tahun menunjukkan manusia merawat kuda dan
gajah. Lukisan mesir kuno juga menunjukkan bagaimana mereka merawat ternak
dan anjing mereka agar sehat. Orang Romawi kuno menyebut dokter hewan
sebagai veterinarius ( Anonim B, 2009 ).

Unggas merupakan salah satu spesies yang dimanfaatkan oleh manusia


sebagai bahan makanan.Selain karena rasanya yang enak daging unggas
jugamengandung banyak sumber gizi seperti protein, lemak dan yang lainnya.
Yangtermasuk unggas antara lain,ayam, itik, angsa, burung dan kalkun. Yang
palingpopuler adalah ayam, sedangkan yang lain jarang dimasak untuk hidangan
sehari-hari (Tarwotjo, 1998).

Unggas termasuk hewan monogastrik, yaitu hewan yang memiliki satu


lambung.Hewanini berbeda dengan hewn ruminansia yang memiliki lambung
yang terbagi menjadi empatkompartemen/bagian, yaitu; rumen, retikulum,
omasum, dan abomasum.yang menyebabkan hewan tersebut mampu

68
memanfaatkan mikroba dalam membantu mencerna zat-zat makanan seperti serat.
Mikroba itu sendiri juga dapat dimanfaatkan oleh hewan ruminansia sebagai
sumber protein. Lain halnya dengan hewan monogastrik yang tidak mampu
mencerna dan memanfaatkan makanan berserat sebanyak hewan ruminansia
karena hewan monogastrik memiliki alat pencernaan atau lambung hanya satu.

Sebagai dokter hewan dalam bidang perunggasan memiliki tanggung


jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi pada ungags. Oleh karena itu sebagai
dokter harus dapat mengetahui menejemen dari kesehatan ungags.

Berikut ini adalah beberapa kaitan tentang menejemen kesehatan ungags


adalah sebagai berikut :

1. Manajemen Pengendalian Penyakit

2. Manajemen Pakan

3. Manajemen Perkandangan dan Limbah

 Manajemen pengendalian peyakit

Manajemen pengendalaian penyakit adalah salah satu upaya yang digunakan


untuk mengendalikan suatu penyakit . Berikut ini adalah macam2 dari menejemen
pengendalian penyakit adalah sebagai berikut:

1. Program Pencegahan Penyakit


Sebagai seorang dokter hewan dibidang perunggasan harus
mengetahui dan memahami Manajemen Kesehatan Unggas yang efektif
bertujuan untuk :
a. Mencegah timbulnya penyakit
b. Mengenal gejala timbulnya penyakit
c. Mengobati penyakit sesegera mungkin

Prinsip-prinsip dalam pencegahan penyakit :

1. Pencegahan lebih baik daripada mengobati

69
2. Unggas baru yang akan dimasukkan ke kandang harus dipastikan
bebas dari berbagai penyakit
3. Lingkungan kandang harus bersih dan kering
4. Pisahkan ungags yang sakit dari unggas yang sehat
5. Lakukan pencegahan stress akibat transportasi karena stress
akan menyebabkan unggas mudah terserang penyakit
6. Pembersihankandang dan peralatan dilakukan setiap hari

Mencegah tinbulnya penyakit BIOSEKURITI Mencakup :

1. Isolasi
2. Kontrol traffic
3. Sanitasi
4. Vaksinasi
5. Mengenal gejala penyakit
6. Mengetahui cara pemberantasan penyakit
7. Indentifikasi unggas pembawa penyakit
8. Investigasi penyakit

 Isolasi
- Unggas dipertahankan di dalam suatu kondisi dimana unggas
dijauhkan dari kemungkinan penyebab penyakit menular.
- Waktu antara pengosongan dan pengisian kandang unggas harus
dilakukan dengan benar.
- Jarak antara peternakan dan perumahan harus mengikuti aturan
yang ada.
- Keadaan fisik pagar dan tempat pencucian kaki harus tersedia.

 Kontrol traffic

70
Mengontrol dan membatasi orang, peralatan, kendaraan dan
binatang lain masuk ke peternakan untuk mengurangi penularan penyakit
dan stres pada unggas.

 Sanitasi
- Kebersihan dan desinfeksi kandang unggas, orang, peralatan,
gudang dan lingkungan harus dilakukan secara teratur.
- Kegagalan untuk melaksanakan sanitasi akan mengakibatkan
terjangkitnya suatu penyakit.

 Vaksinasi

Vaksinasi dilakukan harus sesuai dengan jenis unggas, umur, dan


petunjuk yang direkomendasikan.

 Mengenal gejala penyakit


Yang dimaksud dalam hal ini adalah gejala-gejala pada umumnya
apabila unggas terserang penyakit, misalnya lesu, nafsu makan menurun,
bersin, batuk-batuk dan produksi menurun.
 Mengetahui cara pemberantasan penyakit.
Metoda dan jenis obat yang diberikan.
 Mengindentifikasi unggas pembawa penyakit

Misalnya tes darah untuk unggas pembawa Salmonella pullorum


dan Mycoplasma galicepticum.

 Investigasi penyakit
- Faktor yang paling penting dalam pengelolaan kesehatan unggas
adalah pengawasan kesehatannya (ada tidaknya penyakit, adanya
luka atau gangguan lainnya) secara umum dapat dibedakan dengan
unggas sehat.
- Perubahan konsumsi pakan dan minum serta penurunan produksi
telur.

71
 Manajemen Pakan
Sebagai seorang dokter hewan harus menegetahui menejemen pakan yang
akan diberikan pada unggas

Nutrisi atau bahan makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan,
disukai, dan tidak membahayakan ternak (Tillman et.al., 1984).Selanjutnya
dikatakan bahwa bahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu bahan
makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Kualitas dan Kuantitas Pakan Fase Starter

Pada fase starter, kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari
protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-
0,9%, ME: 2800-3500 kkal/kg makanan. Sedangkan kuantitas pakan
terbagi/digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:

1. Minggu ke - 1 (1 - 7 hari) 17 gram/ekor/hari

2. Minggu ke - 2 (8 - 14 hari) 43 gram/ekor/hari

3. Minggu ke - 3 (15 - 21 hari) 66 gram/ekor/hari

4. Minggu ke - 4 (22 - 28 hari) 91 gram/ekor/hari

Keseluruhan jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4
minggu sebesar 1.520 gram (Ardana, 2009).

Kualitas dan Kuantitas Pakan Fase Finisher

Pada fase finisher kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari
protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P)
0,7-0,9%, dan energi (ME): 2900-3400 kkal/kg. Sedangkan kuantitas pakan
terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur, yaitu:

1. Minggu ke - 5 (29 - 35 hari) 111 gram/ekor/hari

72
2. Minggu ke - 6 (36 - 42 hari) 129 gram/ekor/hari

3. Minggu ke - 7 (43 - 49 hari) 146 gram/ekor/hari

4. Minggu ke-8 (50-56 hari) 161 gram/ekor/hari

Keseluruhan jumlah pakan per ekor pada umur 29-56 hari adalah 3.829
gram pakan (Ardana, 2009)

 Manajemen Perkandangan dan Limbah

Sebagai seorang dokter hewan harus mengetahui menejemen


perkandangan dan limbah yang baik, agar ungags mendapatkan kandang yang
baik.

Ada dua fungsi kandang bagi ternak yaitu sebagai fungsi primer dan
fungsi sekunder.

a. Fungsi Primer. Secara makro, kandang untuk tempat tinggal dan


berlindung dari cuaca, gangguan predator.Secara mikro, kandang berfungsi
menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari cekaman
(stress).

b. Fungsi sekunder, kandang berfungsi tempat bekerja bagi peternak


untuk melakukan kegiatan harian dalam melakukan pemeliharaan ternak.

Lokasi kandang yang baik adalah:

a. Sumber air bersih mudah diperoleh


b. Topografi
c. Tekstur tanah
d. Sarana transportasi mudah terjangkau
e. Sirkulasi udara lancar
f. Jarak dari lingkungan perumahan penduduk tidak terlalu dekat

73
Apabila terjadi kesalahan atau abnormal dalam temperatur kandang maka
akan berdampak pada;

a. Tingkah laku ayam

b. Terjadi abnormal pada pertumbuhan

c. Abnormal pertumbuhan bulu

d. Batuk-batuk/ influenza

e. Aktivitas bisa menurun atau naik

Kontrol kelembaban,kelembaban kandang yang ideal adalah 60-80%.


Jika kelembaban terlalu tinggi akan menyebabkan alas kandang basah/wet
litter, dan apabila kelembaban terlalu rendah maka kandang berdebu.

Kapasitas kandang ayam pedaging sesuai dengan tingkat umur ayam


pedaging yaitu;

a. Umur 1 hr -1 minggu = 40-50 ekor DOC/ m2

b. Umur> 7 hr- 2 minggu= 20-25 ekor ayam/ m2

c. Umur> 2 minggu 8-12 ekor ayam/

Faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan kandang yaitu: Temperatur


lingkungan ,Tipe kandang Ukuran ayam, Umur ayam.

Pencucian kandang disini dilakukan dengan menggunakan larutan


formalin. Kebutuhan formalin 2 liter per 1000 ekor populasi (normal), habis sakit
4 liter per 1000 ekor populasi.  Penyemprotan dengan formalin pada H -7 (tujuh
hari sebelum DOC masuk)  H-5 (lima hari sebelum masuk DOC) dan H -4 (empat
hari sebelum masuk DOC).

H -7 (tujuh hari sebelum doc in) penyemprotan formalin tahap I (pertama)


(campuran 1 liter formalin + 19 liter air) penyemprotan dilakukan ketika :

74
• Penyemprotan dilakukan setelah memenuhi standar kebersihan (lantai atas
dan bawah sudah bersih dan kotoran ayam sudah dibuang jauh dari lokasi
kandang.

• Penyemprotan pada fisik kandang (atas dan bawah) dan tanah dibawah
kandang

• Jumlah formalin yang digunakan 3 liter

H -5 (lima hari sebelum doc in) penyemprotan formalin tahap II (kedua)


(campuran 1 liter formalin + 19 liter air, penyemprotan dilakukan ketika :

• Alas sekam dipasang (jaring)

• Tirai diturunkan dan ditutup rapat

• Penyemprotan pada fisik kandang lantai atas dan bawah serta tirai

• Jumlah formalin yang digunakan 2 liter

H -4 (empat hari sebelum doc in) penyemprotan formalin tahap III (tiga)
(campuran 1 liter formalin + 19 liter air), penyemprotan dilakukan ketika :

• Sekam ditabur, pasang tirai tengah dan tripleks atau seng plat dipasang

• Penyemprotan formalin pada sekam, tirai dan brooder (tripleks/’seng plat)

• Jumlah formalin yang digunakan 1 liter

H -2 (dua hari sebelum doc in) disemprot dengan desinfektan (loguard atau
virukil), dengan dosis 25 ml + 10 liter air.

 Cara Penanganan Limbah Peternakan Ayam

Beberapa dampak negatif peternakan ayam, di antaranya adalah sebagai


berikut.

75
 Polusi berupa bau menyengat yang timbul dari proses aktivitas
mikroorganisme pada sisa-sisa pakan maupun kotoran ternak.
 Mengganggu kesehatan. Lalat banyak mengerumuni lingkungan kandang
yang tidak terjaga kebersihannya. Lalat tersebut menyebarkan penyakit
yang mengganggu kesehatan.
  Endemi penyakit. Flu burung yang belakangan ramai dibicarakan, adalah
jenis penyakit ganas yang virusnya berkembang pada populasi ayam

Gas bio adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme. Pada
hewan ternak sapi dan kambing, misalnya, kotorannya mengandung mikroba
tertentu yang secara otomatis berproses membentuk gas bio. Dalam teknik
lingkungan, kotoran tersebut dicampur dengan air, kemudian dimasukkan ke
dalam tangki pencerna gas bio.

Kotoran ayam tidak tidak mengandung mikroba sebagaimana dalam kotoran


sapi. Karena itu, perlu pemrosesan lebih lanjut agar kotoran ayam bisa digunakan
untuk memproduksi gas bio. Cara penanganan limbah ini yaitu dengan
memasukkan ragi ke dalam kotoran ayam tersebut. Ragi berupa kotoran yang
telah diproses sebelumnya dan memiliki kandungan mikroba cukup, sehingga
berfungsi sebagai strarter.

Cara Penanganan Limbah – Pupuk Padat


Kotoran ayam secara otomatis bisa digunakan sebagai pupuk. Namun, dalam
cara penanganan limbah, pupuk padat yang dihasilkan memiliki kualitas yang
lebih baik dan siap pakai. Pupuk tersebut merupakan endapan limbah dalam
proses pembuatan gas bio.

• Pada pupuk padat endapan tersebut, telah terjadi proses oksidasi oleh
udara. Dampak terhadap pembaruan unsur hara tanah bisa lebih maksimal.
Indikasi pupuk padat yang baik adalah warnanya yang kehitam-hitaman
menyerupai tanah dan tidak mengeluarkan bau menyengat.

76
• Dalam proses pengolahan gas bio, limbah yang telah dicampur dengan air,
dilakukan penyaringan menggunakan media pasir dan kerikil. Endapan di
atas lapisan pasir inilah yang akan diproses menjadi pupuk padat,
sedangkan rembesannya akan diproses menjadi pupuk cair

• Cara Penanganan Limbah – Pupuk Cair


Rembesan air dalam proses pengendapan gas bio memerlukan cara
penanganan limbah lanjutan untuk bisa digunakan sebagai pupuk cair.
Caranya dengan melakukan oksidasi pada kolam untuk meningkatkan
kandungan oksigennya. Proses ini memakan waktu sekitar seminggu.

• Setelah itu, limbah cair diberi bibit ganggang Chlorella untuk


meningkatkan oksidasi. Di sisi lain, ganggang tersebut bisa dipanen untuk
campuran pakan ayam karena mengandung protein dalam jumlah cukup
tinggi. Bisa juga digunakan untuk makanan ikan.

 Peran Dokter Hewan dalam Pencegahan dan Pengendalian Flu


Burung (Avian Influenza) pada Unggas

Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh


seluruh ternak unggas di areal usaha peternakan Flu Burung merupakan penyakit
yang berbahaya karena dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan lain dan
di seluruh tanah air .Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat
menyebabkan manusia sakit danmeninggal.

Penyebab dan tingkat keganasan:

Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini dapat
muncul dalam beberapa bentuk yang berbeda:

 Tanda-tanda klinis yang umum dan parah = Highly Pathogenic (HPAI)


 Tanda-tanda klinis pada pernafasan dan ringan = Low Pathogenic (LPAI)
 Tidak ada tanda-tanda klinis.

Jenis-jenis unggas yang terjangkit dan induk semang alami:

77
 Ayam, itik, angsa, ayam kalkun, ayam mutiara, burung puyuh, burung
kuau, burung merpati,“burung penyanyi” dan banyak burung liar lainnya
dapat dijangkiti oleh virus-virus ini. Bergantung kepada virus atau induk
semangnya, ternak-ternak unggas tersebut akan atau tidak akan
memperlihatkan tanda-tanda klinis.

Apa yang harus dilakukan bila terjadi tingkat kematian yang tinggi

pada usaha peternakan?

• Pada produksi ternak, kematian beberapa unggas dapat dikatakan sebagai


masalah yang biasa. Ternak mati karena beberapa alasan, termasukpenyakit.
Beberapa penyakit tidak begitu berbahayakarena hanya berpengaruh terhadap
sebagian kecilhewan saja.

• Flu burung berbeda: akibatnya sangat parah.Artinya kalau anda temukan


kematian ternak yang\tinggi, anda harus berfikir bahwa hal itu hampir
pastidiakibatkan oleh Flu Burung

• Bagi peternak dan Paramedik Veteriner, tidakmungkin memastikan bahwa


kematian ungags adalah karena Flu Burung. Tetapi mereka harusbertindak seolah-
olah itu diakibatkan oleh Flu Burung.

• Bila anda mempunyai kecurigaan (penyebab) kematian di suatu peternakan:

 Hanya laboratorium yang bisa mengkonfirmasi bahwa itu Flu Burung


ataubukan
 Walaupun belum diperoleh kepastian hasil laboratorium, namun peternak
dan paramedik veteriner harus bertindak sebelumnya. Jika menunggu hasil
darilaboratorium, maka keadan akan sulit dikendalikan.

• Bila anda mengamati kematian yang mencurigakan pada ternak unggas anda,
peternak danparamedik veteriner harus bekerja bahu membahu. Tujuan-tujuannya
adalah:

78
 Menghilangkan virus dari peternakan yang terinfeksi sesegera mungkin.
 Mencegah kontaminasi kepada peternakan lain.
 Mencegah infeksi kepada manusia.
 Melaporkan segera kepada Kepala Desa dan Pemuka Dusun/Kampung
serta Dinas Peternakan Kabupaten
 Menulis informasi mengenai kejadian tersebut.

Peternak harus menginformasikan sesegera mungkin kepada Paramedik


Veteriner.

 Biasanya, sebagian besar dari para produsen ternak usaha skala kecil tidak
memanfaatkan layanan paramedik veteriner dalam penanganan ternaknya
tersebut. Salah satu alasannya adalah karena nilai ekonomi dari beberapa
jenis ternak tidak memadai dibandingkan dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk paramedik veteriner atau tindakan perawatannya.
 Walaupun demikian, ketika terjadi kematian ternak yang mencurigakan
tadi, sangat penting menginformasikannya kepada paramedik veteriner atau
dokter hewan kabupaten. Ini merupakan hukumnya, tetapi hal ini bukan
hukum semata, melainkan untuk kepentingan para peternak.

Mengapa?

Paramedik veteriner akan membantu menghilangkan virus dari


peternakan:

 Hal ini akan lebih aman bagi peternak dan keluarganya, dan akan
mengurangi resiko ekonomis peternak, dan resiko anggota keluarga yang
jatuh sakit.
 Peternak akan dapat memulai kembali usaha ternaknya dengan lebih cepat.
 Hal ini akan membantu pencegahan penyakit menular ke peternakan
tetangga anda. Jika peternakan milik tetangga dijaga bebas dari penyakit,
sangat memungkinkan bagi anda membeli ternak dari tetangga anda
tersebut untuk memulai kembali aktivitas peternakan yang baru.

79
 Jangan menunggu hasil dari laboratorium sebelum betindak. Pada
situasi seperti ini, hasillaboratorium disini hanya membantu Dinas
Peternakan Kabupaten dan paramedik veteriner untukmengambil
keputusan untuk mempertahankan/memperluas tindakan pengendalian
(jika specimen menunjukkan positf Flu Burung) atau menghentikan
(jika spesimen negatif). Hasil-hasillaboratorium akan membantu anda
memahami lebih baik permasalahan yang terjadi. Tindakan
pengendalian harus dimulai sesegera mungkin dengan kunjungan oleh
paramedik veteriner.
 Ambillah tindakan tanpa harus menunggu petugas Dinas Peternakan
Kabupaten datang.
 Jika dipastikan penyakit tersebut adalah Flu Burung, Dokter Hewan
kabupaten dan ParamedikVeteriner harus memastikan bahwa tindakan
pengendalian dipertahankan/diperluas sesuaidengan keputusan Dinas
Peternakan Kabupaten (disarankan oleh Direktorat Jenderal Peternakandan
Dinas Peternakan Provinsi.

Apa yang harus dilakukan terhadap unggas yang mati dan benda-benda lain
yang terkontaminasi?

 Jangan pernah membuang unggas mati ke sungai.


 Jangan pernah memakannya.
 Unggas yang mati harus segera dimasukkan ke dalam kantong
 Petugas Dinas Peternakan Kabupaten datang da mengambil beberapa
spesimen dari unggas tersebut. Setelah Dinas Peternakan
Kabupatendatang atau setelah satu hari berikutnya, unggas-unggas
tersebut harus dimusnahkansebagaimana dijelaskan di bawah ini.
 Seluruh unggas yang mati dan benda-benda lain yang terkontaminasi
[misalnya, pupuk kandang,telur, darah, bulu, tempat telur] harus
dimusnahkan dengan tepat dan sesegera mungkin pada hari itu juga.

80
o Membakar
Masukkan semua burung dan objek-
objek lain yang dicurigai sebagaipenyakit ke dalam tong, siramdengan bensin, dan
kemudian bakar.
o Mengubur
Gali lubang (jauh dari sumur, kolam, hewan), tebarkan kapur pada dasar lubang,
di seluruh
permukaan pinggiran lubang; masukkan semuaunggas dan benda-benda lain
kedalam lubang; tutup dengan kapur; tutup dengan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

http://ugm.ac.id/id/berita/8407-ugm. desak. pemerintah. segera. bentuk. Otoritas


.veteriner. Diakses Pada Tanggal 30 Desember 2016.

81
Anonim, 2009. Peran dan Fungsi Profesi Dokter Hewan. http://
duniaveteriner.com. Diakses Pada Tanggal 30 Desember 2016.

Anonim. 2009. Peran dan Fungsi Profesi Dokter Hewan. http://


duniaveteriner.com. Diakses Pada Tanggal 30 Desember 2016.

Redaksi Dunia Veteriner. Peran dan Fungsi Profesi Dokter Hewan


.http://duniaveteriner.com Diakses Pada Tanggal 30 Desember 2016.

Naipospos TSP. 2010. Perdagangan satwa liar dan risiko penyakit zoonosis.
[http://tatavetblog.blogspot.com/2010/10/perdagangan-satwa-liar-dan-risiko_31.html]
Diakses Pada Tanggal 30 Desember 2016.

Bagja, Wiwiek. 2006. Profesi Dokter Hewan di Indonesia. Yogyakarta :


Universitas Gadjah Mada

82

Anda mungkin juga menyukai