Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENINJAUAN LAPANGAN MINYAK DAN GAS BUMI


BERDASARKAN ASPEK RESERVOIR, PEMBORAN, DAN PRODUKSI
PT. PERTAMINA EP, ASSET IV, FIELD CEPU

DISUSUN OLEH :

GEMA GITA 113150003


HANIFAH ANATYANINGRUM 113150027
ANDIKA BAYU SAPUTRA 113150107

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan dari pendidikan sarjana teknik ialah dapat bekerja dalam bidang
perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan, terampil di bidang pekerjaan dan
mempunyai bekal yang cukup untuk melanjutkan studi pada jenjang yang lebih
tinggi. Melalui Kerja Praktik, mahasiswa diharapkan tidak hanya mengerti
tentang pelaksanaan kerja secara teoritis, namun juga dapat mengerti aplikasinya
di lapangan.
Kerja Praktik (KP) merupakan salah satu visualisasi dari mata kuliah yang
telah ditempuh seperti teknik pemboran, teknik produksi dan teknik reservoir.
Melalui kerja praktik, mahasiswa diharapkan tidak hanya memahami materi-
materi teknik perminyakan secara teoritis, namun juga memiliki kompetensi
aplikasi di lapangan secara langsung dan nyata.
Perkembangan ilmu dan teknologi dalam dunia Teknik Perminyakan yang
semakin canggih, menuntut mahasiswa Teknik Perminyakan untuk memahami
aplikasi dari teori-teori yang telah dipelajari dan mengetahui perkembangan
teknologi perminyakan tersebut, khususnya pada aspek reservoir meliputi:
Petroleum System, Sifat fisik batuan reservoir, serta Sifat fisik fluida reservoar.
Aspek pemboran meliputi: well planning, borehole problem, well control dan
penggunaan teknologi pemboran yang canggih dalam peningkatan hasil
eksploitasi. Dan aspek produksi meliputi: perhitungan produksi yang optimal
dengan biaya yang rendah, melakukan optimasi suatu sumur baik itu dengan
Natural Flow atau dengan Artificial Lift.
1.2. Tujuan Kerja Praktek :
Tujuan dari diakukannya Kerja Praktek di PT PERTAMINA ASSET 4 adalah
sebagai berikut :
1. Menanmbah pengalaman Praktik di lapangan, dan mampu
mengaplikasikan semua teori kuliah di lapangan yang sebenarnya,
sehingga pada nantinya dapat digunakan sebagai bekal di kemudian hari.
2. Mengetahui perkembangan teknologi modern di bidang industri, terutama
yang diterapkan di PT PERTAMINA EP ASSET 4.
3. Mengetahui secara langsung fungsi dan cara kerja dari suatu alat yang
digunakan di dunia perminyakan.
4. Mendapatkan pengalaman dan mendapat peluang untuk berlatih dalam
suatu lingkungan kerja serta melaksanakan studi perbandingan antara teori
yang didapat di kuliah dengan penerapannya di lingkungan kerja.

1.3. Manfaat Kerja Praktek :


Dapat mengaplikasikan teori dan konsep-konsep dalam perkuliahan Teknik
Reservoir, Teknik Pemboran, Teknik Produksi, Teknik dan seluruh praktikum
yang telah diberikan dengan kondisi lapangan dan dapat mengetahui secara
langsung tentang pelaksanaan operasi dan kegiatan dalam industri perminyakan
serta untuk menambah wawasan.

1.4. Waktu Pelaksanaan :


Pelaksaan Kerja Praktek di PT PERTAMINA EP ASSET 4 dilaksanakan dari
tanggal 07 Januari – 08 Februari 2019.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT PERTAMINA EP

2.1. Profil perusahaan


PT Pertamina EP Cepu (PEPC) yang didirikan pada tanggal 14 September
2005 merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) untuk melakukan
kegiatan usaha sektor hulu di Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) minyak dan
gas bumi di Blok Cepu yang mencakup wilayah Kabupaten Bojonegoro dan
Tuban di Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Blora di Provinsi Jawa Tengah.
Keberadaan PEPC tidak terlepas dari dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 31 Tahun 2003 Tentang Pengalihan Bentuk Pertamina menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero), dimana Pertamina tidak lagi memegang Kuasa
Pertambangan dan berubah bentuk menjadi PT Pertamina (Persero).
Selanjutnya, berdasarkan PP No. 35/2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi, kontrak-kontrak Pertamina Technical Assistant Contract
(TAC) dan Enhanced Oil Recovery (EOR) beralih ke PT Pertamina (Persero) dan
wilayah bekas kontrak tersebut tetap merupakan bagian wilayah kerja PT
Pertamina (Persero). Dengan demikian TAC Blok Cepu seharusnya menjadi
wilayah kerja PT Pertamina (Persero). Namun untuk mempercepat produksi
minyak dan gas (migas), Pemerintah menerbitkan PP No. 34/2005 tentang
Perubahan atas PP No. 35/2004 mengenai Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi sehingga berdasarkan PP tersebut, Kontrak TAC Blok Cepu dapat diubah
ke Kontrak Kerja Sama (KKS) dan tidak otomatis dikembalikan sebagai Wilayah
Kerja Pertambangan (WKP) Pertamina.
2.2.. VISI, MISI DAN TATA NILAI PERUSAHAAN :

A. VISI : Menjadi role model anak perusahaan hulu di bidang minyak dan
gas di dalam kegiatan kemitraan dan pembinaan SDM profesional.
B. MISI :
 Mendukung target yang dibebankan oleh Negara kepada PT
Pertamina (Persero) untuk menemukan cadangan migas baru dan
meningkatkan produksi migas Nasional, khususnya di Blok Cepu
 Menjadi entitas bisnis yang memiliki reputasi tinggi yang dikelola
secara profesional, fokus dan memiliki keunggulan kompetitif
dengan menggunakan teknologi modern kelas dunia yang
dihasilkan dari kemitraan dengan World Class Company sehingga
memberikan nilai tambah lebih kepada para stakeholders terutama
pemegang saham, pelanggan, pekerja dan masyarakat luas
C. Tata Nilai :
1. CLEAN (BERSIH)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak
menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman
pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
2. COMPETITIVE (KOMPETITIF)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai
kinerja.
3. CONFIDENT (PERCAYA DIRI)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.
4. CUSTOMER FOCUSED (FOKUS PADA PELANGGAN)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
pelayanan terbaik kepada pelanggan.
5. COMMERCIAL (KOMERSIAL)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6. CAPABLE (BERKEMAMPUAN)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan
penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan
pengembangan.
BAB III
HEALTH SAFETY SECURITY ENVIRONMENT (HSSE)

PT PERTAMINA EP ASSET 4 sangat menekankan keselamatan kerja bagi


semua pekerja baik yang di lapangan maupun di kantor Pertamina EP ASSET 4
serta semua fasilitas yang digunakan oleh para pekerja. Oleh karena itu di bentuk
suatu divisi yaitu HSSE untuk mengatasi semua masalah tersebut .
 Health : Menjaga kenyamanan pekerja dalam bekerja seperti pengaturan
udara dalam sirkulasi, penataan ruangan, dll.
 Safety : Menjaga keselamatan pekerja & visitor serta alat-alat yang
digunakan pada saat kegiatan operasi di lapangan.
 Security : Menjaga keamanan pekerja, visitor serta lingkungan kerja pada
saat kegiatan operasi di lingkungan kerja.
 Environment : Menjaga efek yang ditimbulkan dari kegiatan opersional
yang telah dilakukan sebelumnya.

Induction merupakan hal utama dan pertama yang harus dikenalkan dan
dipahami bagi siapapun yang akan melaksanakan studi, kunjungan maupun kerja
di Pertamina EP. Induksi atau Induction dikenalkan dan dijelaskan oleh Health
Safety & Security Environment (HSSE) dalam bentuk formulir yang mencakup
beberapa aspek yang harus dipahami sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut di
Pertamina EP.
 Fase HSSE
Menurut Shell Int. BV terdapat 4 fase dalam HSSE hingga saat ini berdasarkan
risiko kecelakaan terhadap waktu.
Fase HSSE menurut Shell Int. BV
100

75
Jumlah insiden

50

25

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Time

 Fase 1 – Primitif
Hanya berdasarkan keputusan/undang-undang/titah dan juga pada fase ini risiko
kecelakaan atau jumlah insidennya sangat tinggi.
 Fase 2 – Engineering
Semakin berkembangnya zaman orang-orang berpikir untuk mengurangi jumlah
kecelakaan yaitu secara teknis seperti penggunaan wearpack, safety shoes, safety
helm, dll.
 Fase 3 – Management System
Fase ini masih ada celah akan tetapi sudah lebih berkurang jumlah
kecelakaannya. Contoh dari Fase Management System ini yaitu API, ISO, ANSI,
dll. Masih terjadinya kecelakaan pada fase ini karena naluriah manusia yang
memiliki keinginan untuk bebas.
 Fase 4 – Behaviour
Pada fase yang terakhir ini jumlah kecelakaan sudah sangat kecil atau hamper
tidak ada. Pada fase ini lebih menitikberatkan pada kebiasaan, budaya, dan
perilaku. Contoh seperti meeting dan jam kerja on time apabila melanggar akan
ada sanksi.
 Golden Rule
 Patuh
Patuh terhadap aturan yang ada. (ISO 9000 ; apa yang kita tulis kita lakukan dan
apa yang kita lakukan kita tulis.)
 Intervensi
Bila melihat sesuatu kesalahan tidak membiarkan kesalahan tersebut. Contoh
apabila kita melihat kesalahan atau ada prosedur yang terlewati jangan diam atau
membiarkan hal itu terjadi akan tetapi mengingatkan dan memastikan bahwa
prosedur yang dilakukan sudah sesuai.
 Peduli
Lebih pada kemanusiaan.
 Potensi Bahaya di SP/BS/SKG/PPP/Sumur/Rig
Saat berada di lapangan tidak malu bertanya tentang potensi bahaya yang terjadi.
 Pelaporan PEKA (Prosedur Keselamatan Kerja)
 APD (Alat Pelindung Diri)
 SIKA (Surat Ijin Kerja Aman)
 MSDS (Material Safety Data Set)
 House Keeping
 Program HSE
 Personal On Boards
Jumlah orang yang berada di lokasi saat masuk dan keluar sama.
 Penentuan & Ketentuan Aspek HSE
BAB IV
PETROLEUM SYSTEM

Dalam mencari minyak dan gas bumi diperlukannya suatu eksplorasi.


Eksplorasi merupakan kegiatan mencari dan menemukan sumber daya
hidrokarbon dan memperkirakan potensi hidrokarbon dialam sebuah cekungan.
Namun untuk melakukan suatu eksplorasi perlu adanya suatu sistem. Sistem ini
disebut dengan Basic Petroleum System yaitu proses untuk menemukannya
kandungan hidrokarbon dibawah permukaan. Di dalam Basic Petroleum System
terdapat komponen komponen penting yang harus ada. Komponen komponen
tersebut adalah :

1. Batuan Sumber (Source Rock), yaitu batuan yang menjadi bahan baku
pembentukan hidrokarbon. biasanya yang berperan sebagai batuan sumber
ini adalah serpih (shale). batuan ini kaya akan kandungan unsur atom
karbon (C) yang didapat dari cangkang – cangkang fosil yang terendapkan
di batuan itu. Karbon inilah yang akan menjadi unsur utama dalam rantai
penyusun ikatan kimia hidrokarbon
2. Migrasi, hidrokarbon yang telah terbentuk dari proses di atas harus dapat
berpindah ke tempat dimana hidrokarbon memiliki nilai ekonomis untuk
diproduksi. Proses perpindahannya berdasarkan konsep perbedaan
tekanan. Di batuan sumbernya sendiri dapat dikatakan tidak
memungkinkan untuk di ekploitasi karena hidrokarbon di sana tidak
terakumulasi dan tidak dapat mengalir. Sehingga tahapan ini sangat
penting untuk menentukan kemungkinan eksploitasi hidrokarbon tersebut.
3. Reservoir Rock, adalah batuan yang merupakan wadah bagi hidrokarbon
untuk berkumpul dari proses migrasinya. Reservoir rock ini biasanya
adalah batupasir dan batuan karbonat, karena kedua jenis batu ini
memiliki pori yang cukup besar untuk tersimpannya hidrokarbon.
Reservoir rock sangat penting karena pada batuan inilah minyak bumi di
produksi.
4. Cap Rock, minyak dan atau gas terdapat di dalam reservoir, untuk dapat
menahan dan melindungi fluida tersebut, maka lapisan reservoir ini harus
mempunyai penutup di bagian luar lapisannya. Sebagai penutup lapisan
reservoir biasanva merupakan lapisan batuan yang rnempunyai sifat
kekedapan (impermeable), yaitu sifat yang tidak dapat meloloskan fluida
yarg dibatasinya. Jadi lapisan penutup didefinisikan sebagai lapisan yang
berada dibagian atas dan tepi reservoir yang dapat melindungi fluida
yang berada di dalam lapisan di bawahnya.
5. Trap, merupakan unsur pembentuk reservoir sedemikian rupa sehingga
lapisan beserta penutupnya merupakan bentuk yang konkap ke bawah, hal
ini akan mengakumulasikan minyak dalam reservoir. Jika perangkap ini
tidak ada maka hidrokarbon dapat mengalir ketempat lain yang berarti ke
ekonomisannya akan berkurang atau tidak ekonomis sama sekali.
BAB V
LABORATORIUM

Pada Asset 4 Pertamina Cepu, laboratorium digunakan untuk mengetahui


problem-problem yang terjadi di lapangan seperti:
5.1. Kepasiran
Pasir adalah problem yang sangat berpengaruh terhadap efisiensi pompa
yang digunakan yang akan berdampak pada laju produksi. Di lab untuk
menganalisa pasir menggunakan SIEVE ANALYSIS.

Gambar 5.1 Sieve Analisis


5.2. Penentuan BS dan W dengan metode sentrifugal
Penentuan BS dan W dimaksudkan untuk mengetahui kandungan endapan
dan air pada crude oil pengukuran dimaksudkan untuk dapat mencegah terjadinya
korosi serta scale yang akan mengurangi produktivitas sumur dalam berproduksi.

5.3. Penentuan titik tuang (pour point)


Penentuan titik tuang sangat diperlukan untuk mengetahui kapan minyak
pada saat temperatur terendah masih bisa mengalir yang nantinya akan di
gunakan untuk mendesain fasilitas transportasi crude oil. Biasanya untuk
mencegah minyak membeku karna melewati titik tuang maka menggunakan
heater treater ( pemanas).
5.4. Penentuan komposisi gas dengan gas chromatography
Kromatografi gas adalah suatu pemisahan komponen dalam fasa gas
atau komponen yang mudah menguap dengan pemanasan tanpa terdegradasi.
prinsipnya sama dengan prinsip kromatografi pada umumnya, yang berdasarkan
atas partisi atau adsorpsi komponen yang dianalisis di antara dua fasa yaitu fasa
gerak dan fasa diam.
5.5. Analisa air formasi dengan spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan mengguankan monokromator prisma atau
kisi difraksi dengan detector Fototube. Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan
hokum Lambert-Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan),
maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi
dipancarkan.
BAB VI
TEKNIK RESERVOIR

Pada Pertamina EP Asset 4, Reservoir Engineering memiliki fungsi fungsi


sebagai berikut:
- Karakterisasi Reservoir.
- Evaluasi Reservoir.
- Perhitungan Cadangan (Volumetris, Material balance, Decline Curve).
- Analisa Uji Sumur (Well Testing).
- Analisa Inti Batuan dan Analisa Fluida Reservoir.
- Pengusulan sumur work over (kepada Production Engineering).
- Secondary Recovery Analysis.
- Menyusun Plan Of Development dan Business Plan.
Dalam menentukan tahapan pengambilan cadangan dalam sumur diperlukan
peran dari Reservoir Engineering dan perencanaan selanjutnya dilakukan oleh
pihak service company dan diusulkan kepada production engineer. Tahap
recovery terbagi menjadi 3 :
a. Primary Recovery.
Proses untuk memproduksi fluida dengan memanfaatkan energy alami yang
terkandung dalam reservoir. Tahap ini dapat dilakukan dengan alat pengangkat
buatan (artificial lift), meliputi:
1. Gas Lift.
2. ESP (Electrical Submergible Pump).
3. Sucker Rod Pump.

b.Secondary Recovery.
Tahapan secondary recovery dilakukan ketika teknik primary recovery sudah
tidak dapat digunakan lagi. Tahap ini dilakukan ketika Recovery Factor suatu
sumur yang biasanya mencapai 15%. Recovery factor adalah bagian atau fraksi
dari jumlah minyak mula mula yang ada di dalam reservoir yang dapat
dikeluarkan ke permukaan.
4. Tertiary Recovery
Tahapan tersier ini dilakukan karena teknik primary oil recovery dan secondary
oil recovery belum dapat memproduksi cadangan minyak dari reservoir secara
optimal (kurang dari 40%) dan masih banyak minyak yang tertinggal direservoir.
Teknik produksi reservoir atau yang dikenal dengan istilah Enhanced Oil
Recovery (EOR) dilakukan dengan menginjeksikan fluida khusus, terdiri atas
injeksi termal, proses pelarutan gas dalam minyak, dan teknik kimiawi.
Untuk memudahkan pekerjaan dalam pengolahan data lapangan, maka digunakan
software khusus, yaitu.

6.1. OFM (Oil Field Management)

Gambar 6.1.Screenshot Software OFM

OFM digunakan untuk menganalisis peramalan reservoir dan sumur.


OFM didesain untuk bekerja sama dengan computer lain yang terpasang OFM.
Perhitungan OFM akan memplot control points berdasarkan data historis atau
data regresi, setelah itu dilakukan perhitungan manual.
Konsep OFM :
 Mengintegrasikan data produksi, data reservoir dari satu lapangan
menjadi satu kesatuan untuk monitoring.
 Menganalisis dan membuat laporan mengenai data dari suatu lapangan.
 Menganalisis dan meramalkan laju produksi di masa yang akan datang
berdasarkan data produksi actual dari satu sumur atau reservoir.
Kegunaan OFM :
 Persiapan data untuk pemodelan-simulasi (Petrel, Eclipse, Pipesim)
 Reserve calculation : Forecast, MBAL, Bubble Map

Output OFM :
 Base Map
 Plot Analysis
Data yang terdapat di plot analysis adalah :
1. Liquid Rate (bbl/day)
2. GLR atau GOR
3. Bean (mm)
 Wellbore Diagram
Wellbore diagram adalah bentukan lubang bor.
 Well Performance Data Base dan Report
 Decline Curve Analysis
 Bubble Map, Fungsi bubble map adalah untuk mengetahui radius
pengurasan suatu sumur.
 Grid Map
 Base Map
 Chan Plot, Analisa water control system untuk mengetahui apakah terjadi
water coning dan near wellbore breakthrough.
 VRR Plot, VRR atau Voidage Replacement Ratio digunakan untuk
analisa air injeksi dimana dirumuskan dengan perbandingan antara air
yang diinjeksi dengan air yang diproduksi.
 Hall Plot, Untuk menentukan kualitas hasil injeksi apakah injeksi bagus /
skin negative / water channeling / positive skin.
6.2. QROD

Gambar 6.2. Screenshot Software CMG

Saat sumur dalam produksi, fluid level akan menentukan kinerja pompa
yang akan dipasang. Sebelum sumur diproduksikan, penentuan fluid level sangat
diperlukan untuk menentukan ukuran pompa yang akan dipasang. Makin tinggi
fluid level, makin bagus produksinya karena tekanannya masih besar.
Sonolog Echometer  adalah merupakan kegiatan yang berfungsi untuk
mengetahui ketinggian level cairan di dalam annulus dengan Teknik Akustik,
Prinsip kerjanya dengan mengirimkan getaran kedalam sumur yang berasal dari
gas N2 ke dalam annulus merambat sampai ke puncak cairan kemudian kembali
lagi ke permukaan, getaran tersebut dihubungkan dengan recorder yang berfungsi
untuk menggambarkan pola getaran gas N2 tersebut. dan kemudian dihitung
Dynamic Fluid Level-nya, bila getaran tersebut melewati tubbing joint, pola
grafiknya akan membentuk defleksi dan saat getaran dipantulkan lagi ke
permukaan fluid level, pola aliran akan menggulung. Kedalaman fluid level dapat
dilihat dari jumlah tubbing joint yang dikonversikan menjadi satuan kedalaman.
QRod adalah program gratis yang paling banyak digunakan untuk desain
dan prediksi kinerja Instalasi Sucker Rod Beam Pumping. Versi QRod untuk PC
dapat digunakan secara gratis. Tujuan QRod adalah untuk membantu perancang
sistem pemompaan untuk menerapkan teknologi tanpa bekerja dengan detail.
Program ini menggunakan solusi persamaan gelombang untuk
memprediksi secara akurat beban dinamometer permukaan, torsi gearbox, dan
kapasitas pompa, dengan jumlah input minimum. Efek dari mengubah parameter
seperti Tubing anchor, panjang stroke, laju stroke, dan diameter pompa dapat
langsung dilihat dalam plot yang diperbarui secara dinamis. Output dari program
QRod mencakup Pump displacemnet, rod string loading, Surface unit dan
persyaratan ukuran motor untuk setiap kedalaman input dan tingkat produksi
desain. Software QRod telah mencangkup beberapa fungsi meliputi: Memprediksi
pump displacement, Tubing Fluid Gradient, Panjang Sinker bar, Perubahan
kedalaman pompa, dan ketinggian Fluid level.
Sedangkan setelah sumur diproduksikan, penentuan fluid level dilakukan
untuk mengetahui apakah sumur tersebut masih support untuk pompa yang
sebelumnya telah dipasang. Fluid level terdiri atas Static Fluid Level dan Working
Fluid level. Suatu sumur dikatakan masih support untuk ukuran suatu pompa jika
WFL sumur tersebut sekitar 300 – 400 ft diatas Pump Setting Depth. Istilah
support disini menandakan bahwa pompa yang digunakan dapat menghisap fluida
dari dalam sumur dengan efisiensi yang optimal dan tidak merusaknya.
Ukuran fluid level inilah yang dijadikan dasar apakah suatu pompa perlu
diganti atau tidak. Suatu sumur dengan fluid level yang terlalu rendah
menandakan bahwa pompa yang ada perlu di size down, dalam arti ukuran pompa
diturunkan laju alirannya. Sedangkan untuk fluid level tinggi maka kemungkinan
pompanya akan di size up.
BAB VII
TEKNIK PRODUKSI

7.1. Sonolog Tes


Sonolog test merupakan kegiatan yang berfungsi mengukur Static Fluid
Level (SFL) untuk sumur mati dan Working Fluid Level (WFL) untuk sumur
yang masih berproduksi. Prinsip kerjanya dengan mengirimkan getaran kedalam
sumur yang berasal dari gas N2. Getaran tersebut dihubungkan dengan recorder
yang berfungsi untuk menggambarkan pola getaran gas N2 tersebut. Bila getaran
tersebut melewati tubbing joint, pola grafiknya akan membentuk defleksi dan saat
getaran dipantulkan lagi ke permukaan fluid level, pola aliran akan menggulung.
Kedalam fluid level dapat dilihat dari jumlah tubbing joint yang dikonversikan
menjadi satuan kedalaman.
Peralatan Sonolog Test terdiri dari :
1. Well Sounder, berfungsi sebagai penghasil getaran yang dipasangkan
pada kepala sumur.
2. Amplifier, berfungsi sebagai alat penguat dan pencatat pantulan getaran
dari dalam sumur.
Fluid level ini sangat menentukan kinerja pompa yang akan dipasang.
Sebelum sumur diproduksikan, penentuan fluid level sangat diperlukan untuk
menentukan ukuran pompa yang akan dipasang. Fluid level itu sendiri merupakan
ukuran kemampuan siatu sumur untuk memproduksikan fluidanya. Makin tinggi
fluid level, makin bagus produksinya karena tekanannya masih besar.
Sedangkan setelah sumur diproduksikan, penentuan fluid level dilakukan
untuk mengetahui apakah sumur tersebut masih support untuk pompa yang
sebelumnya telah dipasang. Fluid level terdiri atas Static Fluid Level dan
Working Fluid level. Suatu sumur dikatakan masih support untuk ukuran suatu
pompa jika WFL sumur tersebut sekitar 300 – 400 ft diatas Pump Setting Depth.
Istilah support disini menandakan bahwa pompa yang digunakan dapat
menghisap fluida dari dalam sumur dengan efisiensi yang optimal dan tidak
merusaknya. Ukuran fluid level inilah yang dijadikan dasar apakah suatu pompa
perlu diganti atau tidak. Suatu sumur dengan fluid level yang terlalu rendah
menandakan bahwa pompa yang ada perlu di size down, dalam arti ukuran
pompa diturunkan laju alirannya. Sedangkan untuk fluid level tinggi maka
kemungkinan pompanya akan di size up.
Pada umumnya pompa yang dipakai dilapangan Minas adalah Electric
Submersible Pump (ESP). Pompa ini sangat sensitif terhadap perubahan laju alir,
oleh karena itu perubahan yang terlalu besar akan merusak pompa itu sendiri.
Merek pompa ESP yang banyak dipakai adalah jenis REDA dan Centrilift yang
memiliki prinsip kerja yang hampir sama.

7.2. Hydraulic pumping unit


Hydraulic Pumping Unit (HPU) merupakan salah satu jenis dari sucker
rod pump. Sucker rod pump digunakan sebagai salah satu alternatif sistem
artificial lift. Penggunaan pompa ini dilakukan jika tidak tersedianya gas yang
cukup di lapangan, sehingga sistem gas lift tidak dapat diterapkan.
Keuntungan menggunakan HPU adalah sebagai berikut:
1. HPU lebih mudah untuk dipindahkan dan dipasang dari satu sumur ke
sumur lain karena tidak memerlukan pondasi, dan teknis penyetelannya
sederhana.
2. Perubahan SPM (Stroke per Minute) dan panjang langkah (Stroke Length)
lebih mudah. Dalam mengubah SPM tidak perlu mengganti pulley dan
dalam penentuan stroke length tidak menggunakan alat berat untuk
menggeser crank pin seperti pada pompa angguk.
3. Optimasi sumur dengan alat HPU dapat dilakukan secara tepat dan mudah
dengan mengubah parameter kecepatan dan langkah pompa yang dapat
dilakukan setiap saat dengan waktu yang lebih cepat, sehingga kehilangan
produksi dapat diminimalkan.
4. Pengaturan langkah HPU lebih mudah karena tinggal mengubah setting
hidrolik.
5. Pemakaian energi listrik lebih hemat dibandingkan pompa angguk.
6. Kehilangan produksi akan lebih dapat diminimalkan apabila pemasangan,
pemindahan, dan pengaturan dapat dilakukan dengan lebih cepat.
7. Mengurangi resiko kebocoran stuffing box karena penempatan hydraulic
jack lebih center.
Kerugian menggunakan HPU adalah sebagai berikut:
1. Tidak cocok untuk produksi besar (Q HPU bpd).
2. Kedalaman sumur terbatas (kedalaman pompa <1000 m) 
3. Kurang cocok untuk sumur miring dan lepas pantai (offshore)
Tentunya juga harus diketahui prinsip kerja dari instalasi HPU (Hydraulic
Pumping Unit), yakni:
1. Hydraulic fluid bertekanan tinggi dari power pack dipompakan menuju ke
hydraulic jack guna mentransmisikan pressure dari hydraulic fluid
menjadi gerakan naik turun pada hydraulic jack.
2. Dari gerakan hidrolik tadi kemudian diteruskan oleh polished rod terus
sucker rod dan ke plunger, sehingga plunger bergerak turun naik yang
merupakan gerakan langkah dari pompa.
3. Apabila plunger bergerak keatas (up-stroke), maka dibawah plunger akan
terjadi penurunan tekanan, sehingga tekanan dasar sumur lebih besar dari
tekanan dalam pompa, keadaan ini menyebabkan standing valve terbuka
dan fluida masuk kedalam pompa.
4. Pada akhir up stroke volume dibawah plunger terisi penuh oleh cairan dan
pada saat plunger bergerak kebawah (down-stroke), standing valve akan
tertutup karena plunger menekan fluida, pada saat bersamaan fluida
tersebut akan menekan traveling valve, fluida keluar dari plunger dan
masuk ke tubing.
5. Proses tersebut berlangsung berulang kali, sehingga fluida pada tubing
akan bergerak naik ke permukaan dan mengalir menuju separator melalui
flow line.
BAB VIII
EVALUASI PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING ADA SUMUR
LDK-P01 LAPANGAN LEDOK
Hydraulic fracturing adalah proses membuat rekahan atau jalur
mengalirnya fluida reservoir ke lubang sumur dengan menginjeksikan frac fluid
dengan tekanan diatas tekanan rekah formasi tersebut. Formasi yang mengalami
perekahan, terus diinjeksikan menggunakan fluida untuk memperlebar rekahan
yang telah terjadi. Rekahan yang terjadi akan diganjal dengan proppant berupa
pasir dengan tujuan agar rekahan tidak akan menutup kembali. Dari sini, dapat
kita gambarkan bahwa kegiatan ini membantu untuk meningkatkan salah satu
parameter formasi yang paling penting, yakni permeabilitas yang kerap
mempengaruhi laju produksi suatu sumur, baik minyak maupun gas.
Sumur LDK-P01 terletak di lapangan Ledok, pada formasi Layer XV.
Sumur ini memiliki kedalaman 1100 meter dengan kedalaman yang sedang aktif
produksi antara 904-908 meter. Reservoar pada sumur LDK-P01 terdiri dari
formasi Layer XV yang berupa batu gamping (limestone) dengan jumlah
hidrokarbon yang cukup besar. Akan tetapi lapisan ini memiliki permeabilitas
yang rendah, yaitu memiliki permeabilitas formasi rata-rata 10 mD. Stimulasi
pada sumur ini diharapkan akan mampu meningkatkan produksi minyak. Oleh
karena itu untuk meningkatkan produksi minyak pada sumur LDK-P01 dilakukan
inovasi dengan mengaplikasikan hydraulic fracturing pada reservoir karbonat.
Perencanaan Hydraulic fracturing yang akan dilakukan di Sumur LDK-
P01 dievaluasi untuk dapat mengetahui hasil yang diharapkan dari proses
stimulasi. Sebelum melakukan proses perekahan (fracturing), diperlukan suatu
perencanaan dan simulasi yang efektif dan efisien untuk menentukan faktor-faktor
keberhasilan dalam proses fracturing tersebut.
Dari sinilah dilakukan evaluasi data yang dihasilkaan dari tiap prosedur
job untuk mendesain main Hydraulic fracturing yang akan dilakukan disumur
LDK-P01 PT. PERTAMINA EP, ASSET 4, FIELD CEPU yang mengalami
penurunan laju produksi untuk ditingkatkan zona permeabilitasnya sehingga
produksi meningkat. Pengumpulan data reservoir, data geologi, data produksi, dan
data komplesi sumur yang kemudian dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan permodelan simulator untuk melakukan perencanaan design dan
menentukan model rekahan, proppant, serta fluida perekah yang akan
diimplementasikan pada hydraulic fracruring. Hydraulic Fracturing pada sumur
"LDK-P01" dilakukan pada 5 Desember 2019.
Pertimbangan dilakukannya Hydraulic Fracturing pada sumur LDK-P01
ini adalah karena permeabilitas yang relatif kecil (10 mD) dengan harga indeks
dan untuk meningkatkan laju produksi karena cadangan yang besar.

8.1 PREPARASI DATA


Sebelum Hydraulic Fracturing dilakukan, disiapkan data yang dibutuhkan
seperti data reservoir, data komplesi sumur, data formasi, dan data produksi
sebagaimana terlihat dalam tabel 1 s/d Tabel 5 untuk mempermudah pekerjaan
evaluasi Hydraulic Fracturing, yang terdiri dari data reservoir, data komplesi
sumur, dan data kondisi sumur itu sendiri.

Tabel 8.1. Data Reservoir


Parameter Unit  
Tekanan Reservoir psi 1671
Tebal Reservoar meter  4
Porositas %  20
Permeabilitas rara-rata mD  10

Tabel 8.2. Data Komplesi Sumur


Treatment
SUMUR BHT (F) Tipe Komplesi
Melalui
LDK-P01  165 Tubing Cased Hole

Tabel 8.3. Data Konfigurasi Lubang Sumur


Parameter Notasi Unit Sumur BNA P
Diameter dalam tubing ID tub in  2.602
Diameter luar tubing OD tub in  3.5
Panjang tubing meter  894
Diameter dalam casing lDcas in  6.366
Diameter luar casing ODcas in  7
Panjang casing meter  971
Top Perforasi (TVD) Meter  904
Bottom Perforasi (TVD) Meter  908
Diameter Perforasi In  

Gambar 8.1. Data Log Formasi Layer XV


Gambar 8.2. BHA Sumur LDK-P01

Grafik 8.1. Konduktivitas Rata- Rata Tiap Zona


Grafik 2. BHTP Dan Tekanan Permukaan

Grafik 8.3. Net Pressure vs Time

8.2 PRELIMINARY DESIGN


Perencanaan design awal dan simulasi hydraulic fracturing dengan
menggunakan permodelan software simulator memerlukan beberapa data
seperti data reservoir dan data komplesi sumur. Data tersebut berupa
parameter-parameter yang diperlukan untuk memperoleh geometri rekahan,
konduktivitas, permeabilitas, serta proppant dan fluida perekah yang
digunakan pada job hydraulic fracturing ini. Setelah dilakukan pengolahan
data dan membuat schedule main frac, maka perencanaan simulasi dapat
dieksekusi untuk mengetahui hasil geometri rekahannya dengan software
simulator. Hasil simulasi dari pengolahan data dapat dilihat pada tabel ini.

Hydraulic Power Required 491.59 (hhp)


Surface Pressure, Min. 754.87 (psi)
Surface Pressure, Max. 1672.1 (psi)
BHTP Pressure, Min. 1898.3 (psi)
BHTP Pressure, Max. 2448.5 (psi)
Frictional Pressure Loss, Min. 537.84 (psi)
Frictional Pressure Loss, Max. 943.84 (psi)
Tabel 8.4. Wellbore Hydraulics Solution

XC @904-908
Slurry Volume Injected 411.7 (bbl)
Liquid Volume Injected 375.67 (bbl)
Fluid Loss Volume 296.46 (bbl)
Frac Fluid Efficiency 0.27991
Net Frac Pressure 681.38 (psi)
Upper Frac Height (TVD) 900.9 (m)
Lower Frac Height (TVD) 931.24 (m)
Total Frac Height 30.338 (m)
Max. Frac Width at Perfs 0.39101 (in.)
Avg. Hydraulic Frac Width 0.29064 (in.)

Tabel 8.5. Fracture Propagation Solution (Calculated Values At End Of


Treatment)

XC @904-908
Frac Length – Created 50.51 (m)
Frac Length – Propped 50.499 (m)
Frac Height - Avg. 24.516 (m)
Propped Height (Pay Zone) - Avg. 3.9985 (m)
Max Width at Perfs – EOJ 0.39101 (in.)
Propped Width (Well) - Avg. 0.15938 (in.)
Propped Width (Pay Zone) - Avg. 0.13439 (in.)
Conc./Area (Frac) - Avg. at EOJ 1.2833 (lbm/ft²)
Conc./Area (Pay Zone) - Avg. at Closure 1.1927 (lbm/ft²)
Frac Conductivity (Pay Zone) - Avg. at Closure 4468.5 (mD-ft)
Dimensionless Frac Conductivity (Pay Zone) 2.6971
Avg. Fracture Permeability 399 (darcy)
Propped Fracture Ratio (EOJ) 0.50997
Closure Time 11.037 (min)
Screen-Out Time 16.775 (min)
Tabel 8.6. Proppant Design Summary

Sebelum pelaksanaan, perlu dilakukan simulasi untuk memperoleh


gambaran desain Hydraulic Fracturing yang akan terjadi dengan pendekatan
parameter reservoar dan konfigurasi sumur yang ada. Berdasarkan hasil simulator,
maka diperoleh gambaran dimensi dari rekahan yang akan terjadi. Bentuk
geometri rekahan prediksi yang terbentuk berdasarkan konduktivitas yang
terbentuk.

Gambar 8.3. Hasil Simulasi Yang Menunjukkan Gambaran Dimensi Dari


Rekahan Yang Akan Terjadi.

8.3. Pemilihan Fluida Perekah dan Proppant

8.3.1.Fluida Perekah

Fracturing fluids adalah fluida atau cairan yang digunakan pada stimulasi
hydraulic fracturing, fungsi utama dari fluida perekah yang membuat dan
memperpanjang rekahannya, membawa proppant melalui pencampuran dan
peralatan pompa ke lokasi dimana tempat proppant tersebut diinginkan berada
dalam rekahan yang terbentuk. Kegagalan dalam mendesain fluida perekah dapat
membahayakan kebeberhasilan dari stimulasi. Metode pemilihan fluida harus di
evaluasi untuk mengkonfirmasi bahwa fluida ini memenuhi persyaratan secara
rinci untuk menghantarkan daya pompa ke batuan. Untuk dapat menjalankan
fungsinya, fluida perekah harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.

 Memiliki harga viskositas cukup besar, yaitu 100 – 1000 cp pada


temperatur normal.
 Cocok dengan formasi batuan dan fluidanya.
 Dapat menciptakan lebar rekahan yang cukup untuk ditempati proppant
(terutama di dekat lubang bor : lebar rekahan minimum 6 kali diameter
proppant).

Pemilihan fluida perekah yang akan digunakan untuk pelaksanaaan


hydraulic fracturing pada Sumur LDK-P01, formasi Layer XV dilakukan agar
sesuai dengan forrnasi yang akan direkahkan. Fluida perekah yang digunakan
pada stimulasi hydraulic fracturing pada Sumur LDK-P01, formasi Layer XV
adalah Spectra Frac G- 3000 (B088 - Spectra Frac HT 3000 w/ 4.0 gpt BF- 7L,
2.0 gpt XLW-56), yang merupakan fluida berbahan dasar air tujuannya adalah
agar tidak merubah wetabilitas batuan menjadi oil wet. Lapisan XV merupakan
formasi yang terdiri dari Limestone sehingga fluida perekah yang digunakan itu
kompatibel dengan batuan reservoir, fluida ini juga masih mampu stabil hingga
temperatur 350°F. Additive yang ditambahkan pada fluida perekah ini antara lain.

MATERIAL DESCRIPTION
CI-25 (Corrosion Inhibitor) - Efficient and proven inhibitor for
use in hydrochloric acid and in formulations which
combine hydrochloric acid with others, such as acetic,
formic or hydrofluoric acid. It provides good protection
and tubulars and down hole equipment in bottomhole
temperature up to 250°F. For higher temperature BJ Hy-
Temp intensifiers can provide protection at temperatures
in excess of 350°F
HCL, 32% (Hydrochloric Acid) - Inorganic acid commonly used in
well stimulation treatments. Very useful in carbonate
formation because of it’s high solubility. Also useful in
removing carbonate and other types of scale. In
sandstone formations it is often used as a preflush (often
as a afterflush) in front of (and behind) HCl-HF acid
treatments to remove calcium carbonate material prior to
the mud acid contacting it. HCl is generally very
nonreactive with sandstone (quartz).
FERROTROL 300 (Citric acid) - Utilized as an iron chelating agent when
acidizing. It can be used in HCl, HCl-HF and acetic
acids. At temperatures above 200 oF it is recommended
that a combination of Ferrotrol 300 and other Ferrotrol
agents be used.
CLAYMASTER-10 (Clay stabilizer) - Clay stabilizing agent used to protect
water sensitive formations against permeability damage.
It can generally be used in any treatment fluid to prevent
formation clay swelling and migration. At times it can
work as a non-emulsifier in stimulation fluids to help
reduce emulsion tendencies and/or break emulsions that
can occur when acid and oil come in contact with each
other.
KCL (Potassium chloride) - Often used as the base salt for
completion fluids. Do not use KCl as an overflush behind
an HF acid system. It can be used as the final
displacement fluid IF an NH4Cl fluid has already been
used behind the HF acid system.
XCIDE-102 (Bactericide) Anti Bacteria with rapid killing action use to
prevent gel degradation
US-40 (EGMBE - nonionic) - Mutual solvent (soluble in
hydrocarbon and aqueous phases) giving high water
wettability in limestone and sandstones and good
reduction in surface and interfacial tension. Also can be
very beneficial in helping to reduce or prevent downhole
emulsions.
GW-3 (Gelling Agent) Guar gelling agent for water based
polymer. Use in Spectra / Viking Frac systems.
NE-118 (Nonionic) - Non-emulsifier used in stimulation fluids to
help reduce emulsion tendencies and/or break emulsions
that can occur when acid and oil come in contact with
each other. Water wets sandstone and limestone.
BF-7L (pH Buffer) - High pH buffer used to provide the pH
necessary for stable crosslinking of the frac fluid.
XLW-56 (Crosslinker) Borate crosslinker used in Spectra Frac gel
system to achieve desirable viscosity
GBW-5 (Gell Breaker) Oxidixing breaker for water based
polymer
HP-CRB (Encapsulated Breaker - Medium Temp.) - Encapsulated
Oxidizer - breaker, rated for 125 - 225 deg.F. Can be
used for water-based, crosslinker, or linear gelled
fracturing fluid.
Tabel 8.7. Deskripsi Material Bahan Additive

8.3.2. Proppant
Proppant merupakan chemical yang digunakan dalam stimulasi hydraulic
fracturing berfungsi sebagai pengganjal agar rekahan yang telah terbentuk tidak
menutup kembali. Selain itu proppant juga berfungsi sebagai media alir bagi
fluida yang diproduksikan dari formasi. Pasir merupakan bahan pertama kali yang
digunakan sebagai proppant pada akhir tahun 1940, beberapa bahan telah
digunakan akan tetapi semua belum berhasil, termasuk pelet aluminium, logam
tembak, manik-manik kaca, kerang kenari, manik-manik plastik , dan polimer
bola. Sampai sekarang yang lebih umum digunakan untuk menyangga diantaranya
pasir, pasir dilapisi resin pasir, proppant (ISP) keramik, proppant berkekuatan
tinggi (bauksit sinter, zirkonium oksida, dll). Karena biayanya yang relatif rendah,
pasir adalah yang paling umum digunakan menjadi proppant, terutama dalam
sumur dengan pressure closure yang rendah.
Hal-hal yang mempengaruhi pemilihan proppant yang sesuai untuk
diterapkan pada design hydraulic fracturing meliputi jenis, ukuran, konsentrasi,
dan juga faktor ekonomisnya, apakah masih menguntungkan atau tidak jika
memilih chemical tersebut untuk diaplikasikan. Selain itu pemilihan ukurannya
disesuaikan dengan ukuran perforasi pada lubang sumur. Proppant harus dapat
menahan tekanan (closure stress) yang diberikan setelah proppant ditempatkan
pada rekahan.

Maximum Closure
Type Product Example
Stress, Psi
Frac Sand 5000 Bredy, Ottawa Collorado
Low Density CarboEconoprop, CarboLite,
9000
Ceramics ValueProp
Intermediate Density
12000 CarboProp, interProp
Ceramics
Sintered Bauxite 14000 CarboHSP, Bauxite
Tabel 8.8. Harga Closure Stress Pada Setiap Jenis Proppant

Proppant yang digunakan dalam pelaksanaan hydraulic fracturing pada


sumur LDK-P01 adalah jenis low density ceramics yaitu Carbolite 20/40.
Penggunaan proppant tersebut dipilih dikarenakan dari data komplesi, diketahui
bahwa diameter perforasi pada sumur ini adalah 0,29 inch sedangkan proppant
carbolite 20/40 memiliki diameter sebesar 0,0287 inch, sehingga dipilih ini untuk
menghindari terjadinya adanya pengendapan pada muka lubang perforasi
(bridging). Pemilihan proppent didasarkan pada crushing resistance atau
kemampuan proppant untuk menahan tekanan dan konduktivitas yang dihasilkan.
Pada sumur LDK-P01 menggunakan proppant jenis Carbolite ukuran 20/40
dengan harga crushing resistance 9000 psi sehingga mampu menahan closure
pressure sebesar 2349.6 psi pada sumur LDK-P01. Untuk penentuan konsentrasi
proppant sendiri akan langsung dilakukan uji trial dan error pada permodelan
simulator.
Distribusi atau penempatan proppant dalam ruang rekahan dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti: kecepatan settling (pengendapan) proppant, waktu
penempatan pad dan proppant, serta tinggi maksimun ruang rekahan yang dapat
ditempati proppant.

Tabel 8.9. Transportasi Proppant


Tabel 8.10. Main Frac Schedule

Tabel 8.11. Main Additive Schedule


Tabel 8.12. Main Treatment Schedule

8.4.TAHAPAN PELAKSANAAN HYDRAULIC FRACTURING

8.4.1 Preparation
Sebelum melakukan hydraulic fracturing, adapun kegiatan safety meeting
dengan semua yang bekerja dan mengkondisikan sumur sesuai dengan prosedur
keamanan. Yakni dapat dilakukan persiapan alat-alat yang dibutuhkan untuk
kegiatan fracturing. Tidak hanya alat, melainkan juga material apa saja yang harus
digunakan.

Tabel 8.13. Daftar Material Disiapkan Sebelum Dilakukan Fracturing


MATERIAL QUANTITY UNIT PACKING LOAD
OUT
FRESH WATER 54122 GALS 42 GALS/BBL 1289 BBLS
CI-25 7 GALS 55 GALS/DRUM 1 DRUMS
HCL, 32% 120 GALS 55 GALS/DRUM 3 DRUMS
FERROTROL 300 27 LBS 55 LBS/SACK 1 SACKS
CLAYMASTER-10 198 GALS 55 GALS/DRUM 4 DRUMS
KCL 8207 LBS 110 LBS/SACK 75 SACKS
XCIDE-102 86 GALS 55 GALS/DRUM 2 DRUMS
US-40 424 GALS 55 GALS/DRUM 8 DRUMS
GW-3 1201 LBS 55 LBS/SACK 22 SACKS
NE-118 198 GALS 55 GALS/DRUM 4 DRUMS
GS-1 0 Lbs 55 LBS/SX 0 SACKS
BF-7L 143 GALS 50 GALS/DRUM 3 DRUMS
XLW-56 72 GALS 55 GALS/DRUM 2 DRUMS
GBW-5 309 LBS 55 LBS/SACK 6 SACKS
HP-CRB 36 LBS 50 LBS/PAILS 1 PAILSS
CARBOLITE 20/40 41600 LBS 3200 LBS/BAG 13 BAGS
SODA ASH 220 LBS 110 LBS/BAG 2 BAGS

Tabel 8.14. Daftar Peralatan Disiapkan Sebelum Dilakukan Fracturing


EQUIPMENT QTY
• Frac Pump 3
• Set of 3" Treating Iron Basket 1
• Mixing Tank for 10500 gal of Step Rate / Flush Fluid 1
• Mixing Tank for 10500 gal of SPECTRA FRAC-3000 (Mini) 1
• Mixing Tank for 16800 gal of SPECTRA FRAC-3000 (Main) 2
• Sand Silo 1
• Frac Monitoring Cabin 1
• Cyclone Blender 1
• Set of suction and High Pressure hoses 1
• Set of PPE 1

Gambar 8.4. Peralatan Hydraulic Fracturing

8.4.2.Pressure Test Lines


Mendeteksi adanya kebocoran atau adanya keadapan peralatan yang tidak
aman dengan memverifikasi treating pressure maksimum ysng seharusnya 500 psi
dibawah test pressure.

8.4.3Pickle Frac String (Optional)

Mencampur 7.5% HCl Pickle sesuai ketentuan dengan mempompa 10 bbl


larutan pickle, dilanjutkan dengan 7.4 bbl fluida komplesi (pickle aka tetap
didalam tubing).
Tabel 8.15. Pickle Solution Compossition

* RE-CALCULATE DISPLACE ON -SITE PERJOB


773 GPT Fresh water 325 GAL 7.7 BBL
10 GPT Cl-25 (Corrosion Inhibitor) 4 GAL 0.1 DRUM
217 GPT HCL, 32% (Concentrated Acid) 91 GAL 1.7 DRUM
50 PPTG Ferrotrol 300 (Iron Chelating Agent) 21 LBS 0.4 SACK

Mengeluarkan sisa pickle dengan rig pump, pasang packer dengan


kompresi kurang lebih 30 k lbs. Mengecek integritas sumur.

8.4.4Step Rate Test


Tahap ini dilakukan dengan injeksi fluida secara bertahap dan menurunkan
secara bertahap untuk mengetahui adakah masalah dalam lubang pemboran yang
dikerjakan. Masalah yang mungkin terjadi ada dua yaitu turtuosity dan perforation
friction. Turtuosity adalah terjadinya pembelokan jalur fracturing dalam formasi.
Sedangkan perforaration friction adalah masalah yang terjadi akibat kesalah
perforasi, lubang yang ditembakan terlalu kecil sehingga menghambat laju alir.
 Menyiapkan satu sampel setiap 2500 bbl air untuk dihitung: SG, pH, TDS,
Water Hardness, kandungan Cl-, dan iron content. Mencatat dan dites
setiap additive yang dibutuhkan.
 Menyiapkan mixing tank, termasuk air yang dibutuhkan. Tambahkan zat
additive dan bactericide kedalam mixing tank, mensirkulasi air bersih 1x
volume tanki. Setelah menambahkan gelling agent, mensirkulasikan gel
selama 30 menit dan lakukan tes gel pilot. Ulangi setelah 24 jam.
 Campuran 250 bbl step rate/ flush fluid

Tabel 8.16. Mix of 250 bbl Step Rate fluid

PERJOB
986 GPT Fresh water 10353 GAL 246.5 BBL
4 GPT Claymaster-10(Clay Control Additive) 42 GAL 0.8 DRUM
167 PPTG KCL (Brine) 1754 LBS 15.9 SACK
1 GPT XCIDE-102 (Bactericide) 11 GAL 0.2 DRUM
5 GPT US-40 (Mutual Solvent) 53 GAL 1.0 DRUM
10 PPTG GW-3 (Gelling Agent) 105 LBS 1.9 SACK
4 GPT NE-118 (Non-Emulsifier) 42 GAL 0.8 DRUM

 Memberi tekanan pada annulus hingga 500 psi. isi tubing dan mencatat
tekanan pada 0.5-16 bpm sesuai tabel dibawah.

Rate, BPM Time, min Vol, bbl


0.5 2 1.0
1.0 2 2.0
2.0 2 4.0
4.0 2 8.0
6.0 1 6.0
8.0 1 8.0
10.0 1 10.0
12.0 1 12.0
14.0 1 14.0
16.0 1 16.0
12.0 1 12.0
10.0 1 10.0
8.0 1 8.0
4.0 1 4.0
2.0 1 2.0
0.0 1 0.0
117

Tabel 8.17. Step Rate Test


 Melakukan injectivity test
Grafik 8.4. Hasil Step Rate Test

 Menutup master valve , mencatat penurunan tekanan

G
rafik 8.5. Hasil Step Down Test

8.4.5Minifrac / Data Frac Calibration Test


Tahap ini dilakukan dengan menginjeksikan crosslinked fluid tanpa
menggunakan proppant. Biasa dikatakan simulasi main fracturing. Sehingga data
data yang didapat menjadi pacuan aktual untuk main fracturing. Tahap ketiga ini
yaitu minifrac disebut juga simulasi main frac, dikatakan demikian karena fluida
yang diinjeksi berupa fluida perekah yang akan dipakai untuk membawa propan
kedalam rekahan.
 Menyiapkan bahan additive. Bahan additive yang dapat menyerap air
(misal busa ata surfaktan) dimasukkan pada bagian discharge.
 Memberi tekaan sebesar 500 psi pada annulus, dan pompa minifrac sesuai
jadwal. Tutup master valve dan menghitung decline analisis, dititup sesuai
jadwal.

Tabel 8.18. Mix 250 bbl of SPECTRA FRAC-3000 (Minifrac)

PERJOB
980 GPT Fresh Water 10290 GAL 245.0 BBL
2 GPT XCIDE-102 (Bactericide) 21 GAL 0.4 DRUM
167 PPTG KCL (Brine) 1754 LBS 15.9 SACK
30 PPTG GW-3 (Gelling Agent) 315 LBS 5.7 SACK
(Clay Control
4 GPT Claymaster-10 42 GAL 0.8 DRUM
Additive)
4 GPT NE-118 (Non-Emulsifier) 42 GAL 0.8 DRUM
10 GPT US-40 (Mutual Solvent) 105 GAL 1.9 DRUM
(Potassium
4 GPT BF-7L 42 GAL 0.8 DRUM
Carbonate)
2 GPT XLW-56 (Crosslinker) 21 GAL 0.4 DRUM
1 PPTG GBW-5 (Gel Breaker) 11 LBS 0.2 SACK
(Encapsulated
1 PPTG HP-CRB 11 LBS 0.2 PAILS
Breaker)

 Melakukan analisis minifrac.


Grafik 8.6. Hasil Minifrac Test

8.4.6Redesign
Menganalisa data dari Step Rate dan Mini Frac. Mendesain ulang main
treatment sesuai dengan hasil analisa

 Analisa Step Rate

Grafik 8.7. Kurva Survase Pressure & Rate vs Time saat formasi rekah
Step rate test dilakukan pada 6 desember 2018. Dapat dilihat pada gambar
diatas bahwa perekahan terjadi pada surface pressure sekitar 2232 psi. dibagi
dengan TVD didapat gadien perekah pada 0.74 psi/ft

Grafik 8.8. Step Rate Diagnostic

Ekstention gradien didapat dari step rate test adalah 1.3 psi/ft. didapat dari
ekstention presure dibagi dengan TVD

Grafik 8.9. Regression Analysis


Dari analisa Step test menggunakan Regression Analysis didapatkan:
Tabel 8.19. Hasil Regression Analysis Dari Step Rate Test
Pump Time (tp) 18.565 (min)
Closure Time (tc) 25.088 (min)
Surface ISIP 771.08 (psi)
Surface Closure (Pc) 139.08 (psi)
BH ISIP 2981.7 (psi)
BH Closure (Pc) 2349.6 (psi)
Net Pressure (∆p) 632 (psi)
Sress Gradient 0.79223 (psl/ft)
Efficiency 0.22

Grafik 8.10. Horner Analysis

Berdasarkan dari after closure analysis, didapatkan tekanan reservoir 1671


psi, konduktivitas 3005 md-ft, dan k terhitung 17.6 mD

 Step Down Test


Grafik 8.11. Kurva Step Down
Kurva step down terjadi setelah injeksi dihentikan sehingga tekanan turun
yang akan dianalisa hingga surface pressure sama dengan nol.

Grafik 8.12. Kurva Analisa Step Down

Hasil dari analisa Step down adalah jumlah Perforasi 66, koefisien
discharge 0.6, dan diameter perforasi 0.3 in. Alpha adalah 0.84, dan dapat
menunjukkan turuosity yang didominasi oleh kehilangan tekanan.
Direkomendasikan untuk memompakan slug.

 Analisis Mini Frac

Grafik 8.13. Hasil Minifrac Test


Grafik 8.14. Kurva Regression Analysis dari Minifrac Test

Dari mini frac test yang dianalisa menggunakan Regression Analysis


didapatkan hasil:

Tabel 8.20. Hasil Regression Analysis Dari Minifrac Test

Pump Time (tp) 16.313 (min)


Closure Time (tc) 22.873 (min)
Delta Closure Time (∆Tc) 6.5601 (min)
Surface ISIP 862.16 (psi)
Surface dosure (Pc) 175.18 (psi)
BH ISIP 3072.7 (psi)
BH Closure (Pc) 2385.7 (psi)
Net Pressure (∆p) 686.98 (psi)
Stress Gradient 0.8044 (psi/ft)
Efficiency• 0.24
 Desain akhir
Berdasarkan analisa step rate test dan minifrac, dapat dilakukan design
akhir dan disimulasikan hydraulic fracturing dengan menggunakan permodelan
software simulator. Hasil simulasi dari pengolahan data dapat dilihat pada tabel.

Tabel 8.21. Wellbore Hydraulics Solution


Hydraulic Power Required 518.4 (hhp)
Surface Pressure, Min. 1127.6 (psi)
Surface Pressure, Max. 1511.4 (psi)
BHTP Pressure, Min. 1919.8 (psi)
BHTP Pressure, Max. 2329.3 (psi)
Frictional Pressure Loss, Min. 524.09 (psi)
Frictional Pressure Loss, Max. 1011.2 (psi)

Tabel 8.22. Fracture Propagation Solution (Calculated Values At End Of


Treatment)

XC @904-908
Slurry Volume Injected 22608 US gal
Liquid Volume Injected 20435 US gal
Fluid Loss Volume 16783 US gal
Frac Fluid Efficiency 0.25763
Net Frac Pressure 551.33 (psi)
Upper Frac Height (TVD) 900.66 (m)
Lower Frac Height (TVD) 932.93 (m)
Total Frac Height 32.252 (m)
Max. Frac Width at Perfs 0.34325 (in.)
Avg. Hydraulic Frac Width 0.25079 (in.)
Tabel 8.23. Proppant Design Summary

XC @904-908
Frac Length – Created 65.82 (m)
Frac Length – Propped 65.742 (m)
Frac Height - Avg. 26.242 (m)
Propped Height (Pay Zone) - Avg. 3.9997 (m)
Max Width at Perfs – EOJ 0.34325 (in.)
Propped Width (Well) - Avg. 0.1411 (in.)
Propped Width (Pay Zone) - Avg. 0.13773 (in.)
Conc./Area (Frac) - Avg. at EOJ 1.2933 (lbm/ft²)
Conc./Area (Pay Zone) - Avg. at Closure 1.2237 (lbm/ft²)
Frac Conductivity (Pay Zone) - Avg. at Closure 5888.1 (mD-ft)
Dimensionless Frac Conductivity (Pay Zone) 1.6058
Avg. Fracture Permeability 513 (darcy)
Propped Fracture Ratio (EOJ) 0.595964
Closure Time 8.4774 (min)
Screen-Out Time 21.602 (min)

Sebelum pelaksanaan, perlu dilakukan simulasi untuk memperoleh


gambaran desain Hydraulic Fracturing yang akan terjadi dengan pendekatan
parameter reservoar dan konfigurasi sumur yang ada. Berdasarkan hasil simulator,
maka diperoleh gambaran dimensi dari rekahan yang akan terjadi. Bentuk
geometri rekahan prediksi yang terbentuk berdasarkan konduktivitas yang
terbentuk.
Gambar 8.5. Hasil Simulasi Yang Menunjukkan Gambaran Dimensi Dari
Rekahan Yang Akan Terjadi.

8.4.7Main Fracturing
Dan tahap akhir yaitu Main Fracturing. Proses pelaksanaan operasi
perekahan hidrolik untuk sumur akan dilakukan menggunakan desain yang telah
direncanakan ulang setelah proses minifrac,

Tab
el 8.24. Main Frac Schedule
8.5.Evaluasi Hydraulic Fracturing

Evaluasi hydraulic fracturing meliputi evaluasi dari segi perhitungan


geometri rekahan, analisa hasil produksi (perhitungan Produktivity Indeks dengan
Metode Prats, CincoLey, Samaniego & Dominiques, dan McGuire& Sikora),
menentukan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur yang ditunjukkan
dengan kurva IPR.

Evaluasi hydraulic fracturing pada sumur LDK-P01 menggunakan data


step test dan minifrac karena hydraulic fracturing tidak berhasil dan data
mainfrac tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi sumur saat ini.

8.5.1.Evaluasi Desain

Dalam mengevaluasi desain hydraulic fracturing, parameter yang


dibandingkan adalah geometri rekahan yang terberrtuk (panjang, lebar rekahan
dimuka perforasi, dan tinggi rekahan). Setelah kita melakukan pengamatan
terhadap desain mainfrac, meskipun ketebalan lapisan produktif hanya 4 m,
namun dalam perencanaannya rekahan dimodelkan dengan panjang 65.82 m. lebar
0.13773 in dan tinggi 26.242 ft.. Hal ini disebabkan adanya lapisan impermeable
yang tebal diatas dan dibawahnya sehingga tidak dikhawatirkan terjadi aliran
fluida dari lapisan lain selain lapisan produktif.
Geometri rekah Model PKN adalah model pertama dari model geometri
rekah dua dimensi yang umum dipakai dalam menganalisa setelah tahun 1960-
1970. Menggunakan metode ini apabila panjang dalam rekahan lebih besar dari
tinggi rekahan (xf>hf) yang terbentuk. Sedangkan model KGD merupakan hasil
rotasi 90o dari model geometri rekah PKN. Model KGD memiliki lebar yang sama
(seperti segi empat) pada sepanjangan rekahannya dan sedikit berbentuk setengah
elips pada ujungnya. Model KGD mempunyai panjang rekahan yang sedikit
relatif lebih pendek, lebih lebar dan konduktivitas yang memang lebih besar dari
model PKN.

Gambar 8.6. Ilustrasi Model Perkins, Kern & Nordgren (Economides, M.J.
and Nolte, K.G., 1989)

Mengevaluasi geometri rekahan harus membandingkan parameter-


parameter seperti geometri rekah yang terjadi (panjang, tinggi, lebar rekahan serta
konduktivitas rekahan). Pada pengamatan terhadap hasil desain oleh Baker maka
akan diperoleh perbandingan antara hasil desain dengan hasil aktual didapat
model rekah PKN.

8.5.2.Evaluasi Produksi

Indeks produktivitas didefinisikan sebagai suatu perbandingan laju


produksi yang telah dihasilkan oleh sebuah sumur dengan nilai tekanan alir dasar
sumur pada perbedaan tekanan dasar sumur di keadaan statis. Indeks produktivitas
merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan formasi untuk berproduksi.
Productivity index umumnya menyatakan kemampuan suatu sumur untuk
berproduksi. Umumnya nilai perbandingan indeks produktivitas akan mengalami
peningkatan setelah stimulasi hydraulic fracturing dilakukan. Karena gagalnya
stimulasi yang dilakukan, maka produksi sumur yang dihasilkan tidak dapat
dievaluasi sebagai hasil dari stimulasi hydraulic fracturing.

Pada simulasi, dilakukannya hydraulic fracturing di suatu formasi batuan


akan bisa meningkatkan nilai permeabilitas batuan tersebut yang kemudian diikuti
dengan peningkatan laju alir fluida. Permeabilitas batuan didapatkan dari analisa
horner pada step rate test didapatkan 17.6 mD. Dan permeabilitas desain mainfrac
didapatkan 513 mD. Sehingga permeabilitas diharapkan naik 29.15×.

8.5.3.Kurva IPR
Inflow performance relationship (IPR) merupakan kurva yang
menggambarkan kemampuan suatu formasi produktif untuk berproduksi yaitu
penggambaran hubungan antara laju produksi q dengan tekanan alir dasar sumur
(Pwf). Semua kemampuan sumur berhubungan dengan tingkat produksi sumur
dan kekuatan pendorong di reservoir yang akan terdapat perbedaan dengan
tekanan awal sumur tersebut, tekanan reservoir rata-rata dan tekanan alir dasar
sumur. Inflow performance relationship (IPR) merupakan fungsi dari tekanan
dasar sumur, yang menggambarkan kualitas dari kemampuan suatu lapisan
produktif untuk diproduksi.
Berdasarkan data sumur LDK-P01 gagal dilakukan stimulasi yang
sehingga produksi sumur yang dihasilkan tidak dapat dievaluasi sebagai hasil dari
stimulasi hydraulic fracturing.
BAB IX
KESIMPULAN
Dari telah dilakukanya kegiatan Kerja Praktek di Pertamina EP Asset 4
Cepu, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. PERTAMINA EP Asset 4 Cepu merupakan perusahaan minyak hulu yang
melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi sebagai kegiatan utamanya guna
memenuhi bahan baku minyak dan gas bumi.
2. PERTAMINA EP Asset 4 Cepu merupakan perusahaan minyak hulu yang
melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi sebagai kegiatan utamanya guna
memenuhi bahan baku minyak dan gas bumi.
3. PT PERTAMINA EP ASSET 4 sangat menekankan keselamatan kerja bagi
semua pekerja baik yang di lapangan maupun di kantor Pertamina EP ASSET
4 serta semua fasilitas yang digunakan oleh para pekerja. Oleh karena itu di
bentuk suatu divisi yaitu HSSE untuk mengatasi semua masalah tersebut.
Adapun yang perlu diketahui tentang poin-poin penting yang dijunjung oleh
Pertamina EP ASSET 4:
 Health  Menjaga kenyamanan pekerja dalam bekerja seperti
pengaturan udara dalam sirkulasi, penataan ruangan, dll.
 Safety  Menjaga keselamatan pekerja & visitor serta alat-alat yang
digunakan pada saat kegiatan operasi di lapangan.
 Security  Menjaga keamanan pekerja, visitor serta lingkungan kerja
pada saat kegiatan operasi di lingkungan kerja.
 Environment Menjaga efek yang ditimbulkan dari kegiatan
opersional yang telah dilakukan sebelumnya.
4. Untuk memudahkan dalam proses pengerjaan dalam bidang teknik reservoir
digunakan beberapa software seperti OFM, dan QROD.
5. Mempertahankan produksi suatu sumur untuk mencegah decline yang terlalu
besar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melakukan stimulasi,
artificial lift dan workover.
6. Fracturing adalah salah satu proses stimulasi dimana formasi  hidrokarbon
diretakkan dengan cara memompa fluida tertentu dalam rate dan  tekanan
tertentu (di atas fracture pressure formas) dengan tujuan untuk meningkatkan
permeabilitas. Hydraulic fracturing menggunakan tekanan fluida pada
permukaan batuan agar terjadi rekahan. Hydraulic fracturing menggunakan
fluida fracture yang berguna untuk mencegah rekahan tertutup kembali.
7. Electric Submersible Pump (ESP) adalah salah satu metode artificial lift yang
merupakan sejenis pompa sentrifugal yang digerakkan oleh motor listrik yang
didesain untuk mampu ditenggelamkan di dalam sumber fluida kerja.
8. Eksplorasi disebut juga penjelajahan atau pencarian, merupakan tindakan
mencari atau melakukan perjalanan dengan tujuan menemukan sesuatu. Dalam
dunia migas, eksplorasi atau pencarian migas merupakan suatu kajian panjang
yang melibatkan beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Untuk
kajian dasar, riset dilakukan oleh para geologis dan geofis.
9. Logging adalah kegiatan untuk merekam karakteristik batuan sebagai fungsi
kedalaman. Pencatatan ketika kegiatan pemboran masih berjalan, dengan
media lumpur, sering disebut sebagai Mud Logging dan Logging While
Drilling (LWD). Pencatatan setelah kegiatan pemboran selesai, media yang
digunakan adalah kabel, disebut Wireline Logging.
10. Metode seismik adalah suatu metode dalam geofisika yang digunakan untuk
mempelajari struktur dan strata bawah permukaan bumi. Metode ini
memanfaatkan perambatan, pembiasan, pemantulan gelombang gempa. Secara
umum dalam suatu langkah eksplorasi hidrokarbon, urutan penggunaan
metode seismik adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data seismik (Seismic Data Acquisition)
2. Pengolahan data seismic (Seismic Data Processing)
3. Interpretasi data Seismik (Seismic Data Interpretation)
11. Dalam melakukan kunjungan ke lapangan pada PT. PERTAMINA ASSET 4
ini dilakukan di daerah Cepu, Blora. Dalam hal ini kami mengunjungi
beberapa divisi pada PT. PERTAMINA ASSET 4 ini antara lain yaitu
Laboratorium Menggung, dan beberapa lapangan seperti Lapangan Ledok dan
Tapen untuk proses Sonolog Log, dan ditutup dengan kunjungan ke Lapangan
Semanggi untuk melihat Hydraulic Pumping Unit.
DAFTAR PUSTAKA

- Amix, J.W., Bass, D.M.Jr., Whiting, R.L.. “Petroleum Reservoir


Engineering”, Toronto – London, Mc. Graw-Hill Book Co. 1960
- Kristanto, Dedi. Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi. Cetakan ke-4,
Yogyakarta, 2012.
- http://migas-indonesia.com/2012/08/hydraulic-fracturing-principles.html
- http://petrowiki.org/Acid_fracturing
- Kabul P, Avianto, Ir, MT, dkk. 2004. Pengantar Teknik Perminyakan,
Yogyakarta.
- Puji Santoso, Anas. “Diktat Kuliah Teknik Produksi I”. Jurusan Teknik
Perminyakan, UPN “Veteran” Yogyakarta.
- Rubiandini R.S., Rudi. “Diktat Kuliah Teknik Pemboran”. HMTM Patra,
ITB, Bandung, 1994.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai